Fungsi SRO di Pasar Modal
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pasar modal bukan merupakan hal yang asing bagi kita. Setiap orang dapat
melakukan transaksi di dalam pasar modal. Tidak dapat dipungkiri bahwa pasar modal
memiliki peran yang cukup besar bagi perekonomian suatu negara karena mempunyai
dwi fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan 1. Di sisi lain pasar modal juga
merupakan salah satu instrumen ekonomi utama yang dapat digunakan oleh berbagai
lembaga baik domestik maupun internasional. Hal ini disebabkan keberadaan pasar
modal dapat membuka kesempatan berusaha baru, baik bagi emiten maupun lembaga
penunjang pasar modal lainnya.
Pasar modal dapat dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar
menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu
pihak yang memiliki kelebihan dana (yaitu investor) dan pihak yang memerlukan
dana (yaitu issuer, pihak yang menerbitkan efek atau emiten). Dengan adanya pasar
modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana
tersebut dengan harapan memperoleh imbal hasil (return), sedangkan pihak issuer
(dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan
investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar
modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan dan
kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik
investasi yang dipilih.
Agar kegiatan pasar modal dapat berjalan dengan baik, diperlukan lembaga
yang mengatur dan mengawasi kegiatannya. Untuk itulah kemudian dibentuk SelfRegulatory Organization (SRO) atau Organisasi Regulator Mandiri. SRO terdiri dari
3 lembaga yang masing-masing mempunyai fungsi dan wewenang yang berbeda.
Ketiganya bekerjasama untuk dapat mencapai kegiatan pasar modal yang teratur dan
1Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab Edisi 2,
Jakarta: Salemba Empat, 2006, hlm. 2.
efisien. Namun masih banyak yang belum mengetahui eksistensi dan fungsi dari
ketiga lembaga SRO tersebut.
Oleh karena itu, kelompok kami memutuskan untuk mengangkat “FUNGSI
SELF-REGULATORY
ORGANIZATION
DALAM
TRANSAKSI
PASAR
MODAL” sebagai judul dari makalah kami.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
a.
Bagaimana eksistensi SRO dalam transaksi di pasar modal?
b.
Bagaimana fungsi SRO dalam transaksi di pasar modal?
c.
Bagaimana hubungan SRO dengan lembaga lain yang terdapat dalam pasar
modal?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP SELF REGULATORY
ORGANIZATION
A. PASAR MODAL
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan
pengertian Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Kemudian pengertian lain tentang pasar modal yang dikatakan oleh Marzuki
Usman adalah, “Pasar modal adalah wadah untuk mencari dana bagi perusahaan dan
wadah invetsasi bagi pemodal yang menyangkut kepentingan banyak pihak. Karena itu
untuk terciptanya iklim investasi yang baik, dan berlakunya pelaksanaan, pembinaan dan
pengawasan yang baik harus ada instansi yang mengatur”.2
Pasar modal memainkan peranan penting bagi perkembangan ekonomi suatu
negara, karena sebagaimana dikemukakan oleh Munir Fuady suatu pasar modal memiliki
fungsi-fungsi sebagai berikut3:
1. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam
kegiatan-kegiatan yang produktif;
2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat bagi dunia usaha dan
pembangunan nasional;
3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan
kesempatan kerja;
4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi;
2 Marzuki Usman, ABC Pasar Modal, Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia / Institut Bankir
Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, 1994, hal 10
3 Munir Fuady, Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum, Bandung: PT Citra AdityaBakti, 1996, hlm. 11.
5. Memperkokoh beroperasinya mekanisme financial market dalam menata sistem
moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana “open market operation”
sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral;
6. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang reasonable;
7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.
B.
SELF REGULATORY ORGANIZATION
Self-regulatory Organization (SRO) atau Organisasi Regulator Mandiri adalah
institusi yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengatur anggotanya
melalui peraturan yang dibuatnya sendiri.4 SRO mencakup tiga lembaga, yaitu : Bursa
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian. Masing-masing lembaga tersebut menerbitkan peraturan sesuai dengan
fungsi dan wewenang lembaga tersebut, misalnya Bursa Efek membuat aturan teknis
dan tata cara dalam perdagangan saham.
Organisasi
Regulator
Mandiri
berkewajiban
memberikan
pelaporan
kepada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) berupa data dan informasi yang
disajikan dalam bentuk sistem pelaporan elektronik atau sering disebut "SRO's eReporting System".5 Laporan yang disampaikan merupakan daily and monthly activity
report SRO kepada Bapepam. Tujuan utama dari e-Reporting adalah untuk
mewujudkan tingkat layanan terhadap masyarakat umum dan investor yang
berkualitas, peningkatan transparansi dan penyebaran informasi, peningkatan efisiensi
kerja, dan peningkatan akuntabilitas industri pasar modal secara keseluruhan.
Adapun organisasi yang berwenang membuat peraturan sendiri untuk kegiatan
usahanya antara lain :
1. Bursa Efek
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
ditentukan bahwa Bursa Efek merupakan pihak yang menyelenggarakan dan
4 Diunduh dari http://www.bapmi.org/in/glossary.php pada tanggal 28 Oktober 2014 pukul 16.36 WIB
5 Diunduh dari http://www.bapepam.go.id/old/data/sro.htm pada tanggal 26 Oktober 2014 pukul 14.06 WIB
menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli
efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
Pengertian ini mencakup pula sistem dan sarana untuk mempertemukan penawaran
jual dan beli efek, meskipun sistem dan sarana tersebut tidak mencakup sistem dan
sarana untuk memperdagangkan efek.
Bursa efek didirikan dengan tujuan menyelenggarakan perdagangan Efek yang
teratur, wajar, dan efisien. Perdagangan efek yang teratur, wajar, dan efisien adalah
suatu perdagangan yang diselenggarakan berdasarkan suatu aturan yang jelas dan
dilaksanakan secara konsisten.6 Perdagangan efek yang efisien tercermin dalam
penyelesaian transaksi yang cepat dengan biaya yang relatif murah. Untuk mencapai
tujuan yang telah dikemukakan di atas, bursa efek wajib menyediakan sarana
pendukung dan mengawasi kegiatan Anggota Bursa Efek.
Dengan tersedianya sistem atau sarana yang baik, tentu para Anggota Bursa
Efek yang sekaligus pemegang saham bursa efek yang bersangkutan dapat melakukan
penawaran jual beli secara teratur, wajar, dan efisien. Disamping itu juga dapat
memungkinkan bursa efek melakukan pengawasan terhadap anggotanya dengan lebih
efektif. Bursa efek merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk mengatur
pelaksanaan kegiatannya. Dalam menjalankan fungsinya sebagai SRO, Bursa Efek
membuat aturan teknis dan tata cara dalam perdagangan saham. 7 Oleh karena itu,
ketentuan yang dikeluarkan oleh bursa efek mempunyai kekuatan mengikat yang
wajib ditaati oleh Anggota Bursa Efek, emiten yang efeknya tercatat di bursa efek
tersebut, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,
Kustodian, atau Pihak Lain yang mempunyai hubungan kerja secara kontraktual
dengan bursa efek.8
Menurut Darmadji dan Fakhrudin terdapat 2 macam tugas dari Bursa Efek,
antara lain9 :
a) Tugas bursa efek sebagai fasilitator :
Menyediakan sarana perdagangan efek;
Mengupayakan likuiditas instrumen, yaitu mengalirnya dana secara
cepat pada efek-efek yang dijual;
6 Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus, Jakarta: Kencana, 2005, hlm.
221.
7 Hendy M. Fakhruddin, Istilah Pasar Modal A-Z, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008, hlm. 185.
8 Ibid, hlm. 222.
9Tjiptono Darmadji dan Fakhrudin, Pasar Modal Di Indonesia, Ediisi Ketiga, .Jakarta: Salemba Empat, 2012,
hlm. 35.
Menyebarluaskan informasi bursa ke seluruh lapisan masyarakat;
Memasyarakatkan pasar modal, untuk menarik calon investor dan
perusahaan yang go public;
Menciptakan instrumen dan jasa baru.
b) Tugas bursa efek sebagai Self Regulatory Organization/Organisasi Regulator
Mandiri :
Membuat peraturan yang berkaitan dengan kegiatan bursa;
Mencegah praktek transaksi yang dilarang melalui pelaksanaan fungsi
pengawasan;
Ketentuan bursa efek mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi
pelaku pasar modal;
2. Lembaga Kliring dan Penjaminan
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal
1
butir
9,
“Lembaga
Kliring
dan
Penjaminan
adalah
pihak
yang
menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa.”
Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) berbentuk perseroan terbatas, yaitu PT.
Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI). Menurut ketentuan Pasal 15 dan 16
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 ditentukan bahwa : Lembaga Kliring
dan Penjaminan harus memperoleh izin dari Bapepam dan memiliki modal disetor
sekurang-kurangnya Rp 15.000.000.000,00.
PT. Kliring & Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) memiliki tugas pokok
untuk menjamin kepastian dipenuhinya hak & kewajiban anggota yang timbul
dari transaksi bursa, memberikan pelayanan jasa yang sebaik-baiknya kepada
anggota kliring, yang menyangkut transaksi bursa, dan penjaminan penyelesaian
kepada anggota bursa yang sebaik-baiknya.
PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) merupakan Self Regulatory
Organization (SRO) yang turut berperan menentukan arah perkembangan pasar
modal Indonesia.
Sebagai Central Counterparty (CCP), KPEI menyediakan
layanan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa. Kehadiran
KPEI sebagai CCP diperlukan untuk lebih meningkatkan efisiensi dan kepastian
dalam penyelesaian transaksi di Bursa Efek Indonesia.
Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek
sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh bursa efek mengenai jual beli
efek, pinjam-meminjam efek, atau kontrak lain mengenai atau harga efek. Pinjam
meminjam efek dapat terjadi dalam hal anggota bursa efek tidak memiliki efek
yang mencukupi untuk menyelesaikan kewajibannya yang timbul akibat jual beli
efek yang dilakukannya di bursa efek. Kontrak lain mengenai harga efek
mencakup antara lain opsi terhadap indeks harga saham.
Kliring transaksi bursa adalah proses penentuan hak dan kewajiban yang
timbul dari transaksi bursa. Sedangkan penjaminan penyelesaian transaksi bursa
adalah pemberian kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi anggota bursa
efek yang timbul dari transaksi bursa.
Di era Scriptless, peran lembaga ini makin besar, dimana semua efek di
sentralisasi dalam bentuk elektronik dengan sistem C-Best, penyelesaian
dilakukan dengan pemindah-bukuan (book-entry Settlement) efek atau dana dalam
rangka memenuhi hak dan kewajiban yang timbul .
Pola kliring dan penjaminan pada dasarnya dibagi jadi 4 macam:
Kliring untuk transaksi bursa dengan warkat
Kliring untuk transaksi bursa tanpa warkat
Penjaminan transaksi bursa dengan warkat
Penjaminan transaksi bursa tanpa warkat
3. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Pasal 1 butir 10, “Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah pihak yang
menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan
Efek dan Pihak Lain.” Lembaga Penyimpan dan Penyelesaian juga berfungsi
sebagai penyedia fasilitas dalam kegiatan pasar modal.10
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian ini berbentuk perseroan
terbatas, yaitu PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang untuk
menjalankan kegiatan usahanya harus mempunyai izin dari Bapepam dan
memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 15.000.000.000,00.
PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) merupakan LPP di pasar
modal Indonesia, yang didirikan di Jakarta, pada tanggal 23 Desember 1997 dan
memperoleh izin operasional pada tanggal 11 November 1998. KSEI mulai
menjalankan kegiatan operasional pada tanggal 9 Januari 1998, yaitu kegiatan
10 Abdul Rasyid Saliman, op.cit, hlm. 224.
penyelesaian transaksi efek dengan warkat dengan mengambil alih fungsi sejenis dari
PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI) yang sebelumnya merupakan Lembaga
Kliring Penyimpanan dan Penyelesaian
BAB III
ANALISIS TERHADAP PERMASAHAN
A.
CONTOH KASUS
Kasus gagal bayar dalam transaksi saham PT Dharma Samudera Fishing
Industry (DSFI) dan PT Primarindo Asia Infrastruktur (BIMA) di Bursa Efek Jakarta
(BEJ), beberapa waktu lalu, nyaris membangkrutkan PT Kliring Pejaminan Efek
Indonesia (KPEI). Hal ini dikarenakan total nilai transaksi yang gagal bayar mencapai
Rp 151 milyar, sedangkan KPEI hanya memiliki dana penjaminan sebesar Rp 185
milyar.
KPEI sendiri telah menguras dana penjaminannya sebesar Rp 32 milyar untuk
menalangi transaksi gagal bayar itu. Sisanya belum dibayar karena transaksi dibekukan
akibat adanya indikasi tidak beres. Hal tersebut memang merupakan tujuan dari
eksistensi KPEI, yakni menjamin dapat terbayarnya transaksi yang terjadi di bursa.
Akan tetapi, menjadi persoalan besar apabila gagal bayar itu terjadi akibat praktik
terlarang seperti transaksi semu, serta transaksi lainnya yang dapat menguras kas
penjaminan tersebut.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan lembaga yang punya aturan
sendiri (Self Regulatory Organization/SRO) sendiri, sedikitnya telah menemukan 20
Anggota Bursa yang terindikasi terlibat transaksi perdagangan semu yang berbuntut
gagal bayar tersebut. Sebanyak 17 Anggota Bursa pada transaksi saham DSFI dan 3
Anggota Bursa pada transaksi saham BIMA.
Dua broker, yaitu PT. Jasabanda Garta dan PT. Ficor Securities Indonesia,
terindikasi kuat terlibat dalam transaksi semu saham DSFI. Sementara broker yang
diduga kuat terlibat dalam perdagangan saham BIMA adalah PT. Usaha Bersama
Securities (UBS).
Transaksi semu atau yang lebih sering disebut "penggorengan" saham,
sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dalam dunia pasar modal Indonesia.
Transaksi semu, pada prinsipnya adalah suatu transaksi di bursa yang sebenarnya tidak
sungguh-sungguh terjadi. Sebab, penjual dan pembeli sebenarnya adalah pihak yang
sama. Transaksi semu tersebut bertujuan memperoleh keuntungan dari investor yang
terjebak masuk ke dalamnya. Secara sederhana, ketika satu pihak "menggoreng" saham
tertentu sehingga harganya bergejolak naik, maka investor lain menjadi tertarik untuk
ikut membeli saham tersebut dan berharap dapat meraih untung dari kenaikan harganya.
Ketika ada orang luar ikut masuk dalam saham "gorengan" tersebut, pihak-pihak yang
telah berkonspirasi tersebut segera menurunkan harganya sehingga investor yang masih
baru tersebut terpojok dan terpaksa harus cut loss.
Pada intinya transaksi semu atau "goreng-menggoreng" saham akan merusak
pasar, karena perdagangan berlangsung secara terlarang. Mereka yang menguasai
modal, menguasai pasar, dapat dengan mudah mempermainkan investor yang baru
belajar, apalagi hanya sekadar ikut-ikutan bermain saham. Karena itulah pengawasan
Bapepam dan SRO menjadi sangat penting. Aturan harus ditegakkan dengan benar, dan
menghukum pihak-pihak yang terlibat perdagangan semu. Jika tidak, maka pasar modal
akan menjadi kacau.
***
SEBENARNYA, sekalipun menurut aturan pasar modal pembayaran transaksi
harus dilakukan dengan waktu empat hari setelahnya atau T plus 4 (mulai akhir pekan
lalu telah diubah transaksi T plus 3), praktik pembayaran T plus 0 menurut Direktur PT
Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) Eddy Sugito merupakan hal wajar, dalam
transaksi biasa. Artinya, jika semuanya berlangsung wajar, tidak akan terjadi gagal
bayar. Demikian juga halnya transaksi semu, sekalipun merupakan pelanggaran serius
terhadap Undang-undang Pasar Modal, semestinya juga tidak perlu sampai
mengakibatkan gagal bayar.
Permasalahannya adalah dalam transaksi saham DSFI, kedua hal itu bergabung
dan melibatkan banyak broker sehingga menjadi rumit. Polanya kurang lebih pertamatama, pelaku transaksi semu, sebutlah si A, melakukan transaksi jual dan meminta
pembayaran pada hari T plus 0 ke broker jual. Ini berarti, broker jual harus memberikan
semacam talangan pembayaran. Sebab, menurut ketentuan, dia baru akan menerima
uang pembelian dari broker belinya pada T plus 4. Pada saat penyelesaian transaksi,
broker beli menyerahkan dananya ke KPEI, dan selanjutnya KPEI menyerahkannya
kepada broker jual. Dalam hal terjadi gagal bayar, KPEI bertugas menalangi terlebih
dahulu dengan uang penjaminan yang dimilikinya.
Pada hari yang sama tersebut, si A juga melakukan transaksi beli melalui broker
belinya. Dalam transaksi beli ini, dia menggunakan pembayaran sesuai aturan pasar
modal, yaitu T plus 4. Demikian dilakukan lagi pada hari-hari berikutnya. Pada hari T
plus 4, dimana merupakan saat jatuh tempo pembayaran (settlement/penyelesaian
transaksi) transaksi belinya empat hari sebelumnya, ia membayar dengan uang
pembayaran transaksi jual hari itu juga yang menggunakan sistem T plus 0. Demikian
transaksi semacam itu berlangsung terus-menerus, sehingga si A memiliki keuntungan
dana "menganggur" dari pembayaran transaksi jualnya yang menggunakan sistem T
plus 0 pada hari T plus 0, T plus 1, T plus 2, dan T plus 3.
Persoalan terjadi ketika lembaga yang mengatur dirinya sendiri (Self Regulatory
Organization/SRO) dalam hal ini Bursa Efek Jakarta (BEJ) mengumumkan imbauan
untuk tidak melakukan pembayaran transaksi model T plus 0. Imbauan dilakukan
karena SRO merasakan adanya sesuatu yang tidak beres dan mencurigai telah
terjadinya praktik perdagangan semu. "Dari pola-pola transaksi, ada satu atau dua
broker yang bertugas untuk membeli, dan ada sekian banyak broker yang bertugas
untuk menjual. Kita lihat polanya kok cukup aneh," kata Direktur KPEI Eddy Sugito.
Karena adanya imbauan tersebut, pada tanggal 22 Agustus 2002 semua broker
beli tidak mau melakukan transaksi dengan sistem T plus 0. Akibatnya, si A tidak
mendapatkan dana yang rencananya digunakan untuk membayar transaksi beli pada
empat hari sebelumnya yang menggunakan sistem T plus 4 tersebut. Sementara itu,
dana "menganggur" dari transaksi jual dengan sistem T plus 0 pada hari T plus 0, T plus
1, T plus 2, dan T plus 3 yang pertama tersebut rupanya sudah dibawa keluar dari pasar
modal dan digunakan untuk kepentingan lain. Kemudian terjadilah gagal bayar.
Persoalan semakin rumit, karena broker jual telah menalangi pembayaran
terlebih dahulu pada transaksi selama tiga hari sebelumnya. Sementara, sebagian broker
beli sudah membayar ke KPEI. Ketika kemudian settlement dibekukan karena ada
indikasi transaksi semu dan ada upaya menjebol dana jaminan KPEI, maka terjadilah
semacam kesulitan likuiditas.
Dua broker pada transaksi saham DSFI, yaitu PT Jasabanda Garta dan PT Ficor
Securities Indonesia, dan broker pada perdagangan saham BIMA, PT Usaha Bersama
Securities (UBS), pun kelabakan.
Jasabanda yang memiliki kewajiban Rp 85 milyar, hingga pekan lalu baru bisa
membayar Rp 68 milyar ke KPEI, sementara Ficor bahkan sama sekali belum
memenuhi kewajibannya sebesar Rp 25 milyar. Kedua broker ini meminta tambahan
waktu untuk melunasi kewajiban hingga akhir bulan September. Sementara itu, UBS
yang punya kewajiban Rp 41 milyar, namun akhirnya hanya mampu menyetorkan Rp
9,7 milyar ke rekening KPEI.
Menurut catatan Direktur Perdagangan dan Pencatatan BEJ, MS Sembiring,
peningkatan signifikan harga saham DSFI terjadi sejak tanggal 5 Juli 2002. Sedangkan
saham BIMA mengalami pembelian besar-besaran antara tanggal 21 Januari sampai
dengan 19 Juli. Sementara, mekanisme T plus 0 diperkirakan sudah berlangsung tiga
minggu terakhir, sebelum terjadi gagal bayar.
Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa broker-broker yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan pasar modal secara memadai mau mengambil risiko, dan
memberikan talangan pembayaran dengan sistem T plus 0 dalam transaksi tersebut.
Mustahil rasanya jika para broker tersebut beralasan sama sekali tidak tahu. Sebab
mereka tahu benar karakteristik nasabah/investor serta sahamnya. Bahkan, kali ini
beberapa broker besar pun sempat ikut terperosok. Atau jangan-jangan upaya penjebolan
KPEI itu memang dilakukan broker itu sendiri.
Tampaknya, dalam situasi pasar sedang sepi seperti sekarang, lalu ada tawaran
menarik, yaitu tawaran jual saham dari nasabah, dengan pembayaran di muka, diberi
potongan harga senilai bunga 24 persen setahun. Kalau ada dana “menganggur”,
mengapa tidak. Meskipun tidak begitu menggiurkan, tetapi lumayan, dua kali bunga
deposito. Ditambah lagi dengan iming-iming bahwa transaksi pasti aman karena ada
penjaminan dari KPEI.
Sebagaimana dikemukakan Ketua Bapepam Herwidayatmo, banyak broker
justru bertingkah laku berkebalikan dari yang diharapkan. Salah satunya, tidak
mencatatkan sub account (sub rekening) nasabahnya ke PT Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI), tetapi hanya mencatatkan saham atas nama perseroan saja. Dengan
demikian, akan lebih sulit bagi SRO dan Bapepam untuk melindungi nasabah. Bahkan,
nasabah pun tidak akan mengerti bagaimana sebenarnya sahamnya ditransaksikan,
karena kepemilikannya sengaja dicampurbaurkan dengan saham milik broker sendiri.11
B.
ANALISIS
1) Eksistensi SRO dalam transaksi di pasar modal
PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) merupakan LPP di pasar
modal Indonesia, yang didirikan di Jakarta, pada tanggal 23 Desember 1997 dan
11 Diunduh dari www.kompas.com//kompas-cetak pada tanggal 28 Oktober 2014 pukul 13.00 WIB
memperoleh izin operasional pada tanggal 11 November 1998. Dalam
kelembagaan pasar modal Indonesia, KSEI merupakan salah satu Self Regulatory
Organization (SRO), selain Bursa Efek dan LKP. KSEI, berdasarkan ketentuan
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menjalankan
fungsinya sebagai LPP di pasar modal Indonesia dengan menyediakan jasa
kustodian sentral dan penyelesaian transaksi efek yang teratur, wajar, dan efisien.
KSEI mulai menjalankan kegiatan operasional pada tanggal 9 Januari
1998, yaitu kegiatan penyelesaian transaksi efek dengan warkat dengan
mengambil alih fungsi sejenis dari PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI)
yang sebelumnya merupakan Lembaga Kliring Penyimpanan dan Penyelesaian
(LKPP). Selanjutnya sejak 17 Juli 2000, KSEI bersama PT Bursa Efek Indonesia
(d/h PT Bursa Efek Jakarta) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)
mengimplementasikan perdagangan tanpa warkat (scriptless trading) dan
operasional kustodian sentral di pasar modal Indonesia. Saham KSEI dimiliki oleh
para pemakai jasanya, yaitu: SRO (PT. BEI dan PT. KPEI), Bank Kustodian,
Perusahaan Efek dan Biro Administrasi Efek LPP adalah perusahaan yang
mempunyai tanggung jawab menyelesaikan (settlement) semua transaksi yang
sudah dicatat oleh LKP.
Sesuai fungsinya, KSEI memberikan layanan jasa yang meliputi:
penyimpanan efek dalam bentuk elektronik, administrasi rekening efek,
penyelesaian transaksi efek, distribusi hasil Corporate Action dan jasa-jasa terkait
lainnya, seperti: Post Trade Processing (PTP) dan penyediaan laporan-laporan
jasa kustodian sentral.
Saat ini fungsi LPP dilaksanakan oleh PT. KSEI. LPP pada dasarnya
adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral bagi bank
kustodian, perusahaan efek dan pihak lain. Jasa tersebut harus memenuhi standar
bagi sesuatu penggunaan jasa. Jasa kustodian yang diberikan oleh LPP harus
mampu memberikan pelayanan secara menyeluruh termasuk pembagian hak atas
efek seperti dividen dan bonus, proses administrasi atas segala kegiatan yang
dilakukan oleh emiten yang terkait dengan kepentingan pemegang rekening
seperti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Agar para pihak yang terkait
dengan kegiatan LPP terlindungi, undang-undang mewajibkan kepada LPP untuk
menerbitkan peraturan mengenai hak dan kewajiban pemakai jasa LPP dan
peraturan tersebut wajib mendapat persetujuan Bapepam. Sebagai suatu lembaga
yang tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan, besarnya biaya atas
pemakaian jasa LPP harus disesuaikan dengan kebutuhan dana penyelenggaraan
dan pengembangan lembaga tersebut setelah mempertimbangkan kepentingan
pemakai jasa.12
2) Fungsi SRO dalam transaksi di pasar modal
Seperti yang kita ketahui, SRO memiliki fungsi untuk menunjang
terseleranggaranya proses transaksi yang berlangsung di pasar modal dengan
membuat sendiri peraturan-peraturan yang berkaitan dengan fungsi dan wewenang
lembaga tersebut. SRO juga berkewajiban menjaga kelancaran setiap tahap-tahap
transaksi-transaksi yang terjadi dari Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, serta Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan hingga transaksi
tersebut selesai dilakukan. Dengan adanya SRO ini, para calon pemilik saham
diberikan kepastian terhadap terselesaikannya proses transaksi saham hingga
saham tersebut kepemilikannya beralih menjadi milik pemegang saham tersebut.
Berdasarkan kasus yang dijabarkan di atas, kita dapat melihat
bagaimana salah satu SRO, yakni PT. Kliring Penjamin Efek Indonesia
menjalankan fungsinya dalam menjamin penyelesaian transaksi yang ada di pasar
modal. KPEI menunjukkan perannya dalam mencegah terjadinya gagal bayar
dalam transaksi di pasar modal. Dalam hal terjadi gagal bayar, KPEI bertugas
menalangi terlebih dahulu dengan uang penjaminan yang dimilikinya.
KPEI melakukan fungsinya untuk mencegah terjadinya gagal bayar
dengan mengeluarkan imbauan. Imbauan dilakukan karena SRO mencium adanya
ketidakberesan dan curiga telah terjadi praktik perdagangan semu. Tindakan
mengeluarkan imbauan tersebut menunjukkan KPEI menggunakan wewenangnya
untuk mengeluarkan keputusan agar terciptanya kelancaran dalam proses
perdagangan di pasar modal. Keberadaan KPEI dalam kasus ini menunjukkan
fungsi KPEI dalam menjaga kelanjutan dari kegiatan bursa efek dalam rangka
penyelesaian transaksi bursa karena hal tersebut sesuai dengan standar
internasional yang menyatakan bahwa tidak boleh terjadi kegagalan dalam
transaksi pasar modal.
12 M. Paulus Situmorang, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2008), hal. 36.
3) Hubungan SRO dengan lembaga lain yang terdapat dalam pasar modal
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya tentunya SRO juga tidak
dapat terlepas dengan lembaga lainnya. Hubungan yang baik antara SRO dengan
lembaga lainnya dapat mempermudah pelaksanaan fungsi dan tujuan dibentuknya
lembaga tersebut. Misalnya saja hubungan antara bank, PT Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI), dan pasar modal. Secara singkat, hubungan yang terjadi
adalah seorang investor yang melakukan investasi di pasar modal akan
menggunakan akun rekening bank yang digunakan khusus untuk kegiatan
investasi di pasar modal. Bank yang digunakan ini merupakan bank kustodian
yang penunjukannya ditentukan oleh KSEI. Hubungan kerjasama antara KSEI dan
bank kustodian ini dilakukan karena KSEI tidak dapat menjalankan fungsi
pemindahbukuan dana, terutama untuk transaksi yang terkait dengan penerimaan
dan pembayaran dana kepada pemakai jasa.
Dari hal diatas dapat terlihat secara jelas bahwa terdapat peran yang
saling meniadakan antara perbankan dan pasar modal dalam hal intermediasi atau
penyaluran dana kepada pihak masyarakat. Kedua lembaga ini memiliki peranan
yang sama yaitu sebagai pihak penyalur dana antara pihak yang kelebihan dana
(surplus unit) dengan pihak yang kekurangan dana (deficit unit). Hal ini
memunculkan pendapat bahwa terjadi persaingan antara lembaga perbankan
dengan pasar modal dalam hal intermediasi. Kedua pihak ini sebenarnya saling
berhubungan secara postif karena investor saat melakukan investasi di pasar
modal tentu mereka menggunakan rekening bank untuk mempermudah
melakukan transaksi di pasar modal misalnya penjualan dan pembelian saham
sebesar lot tertentu. Di antara bank dan pasar modal ini terdapat peranan PT
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai pihak yang melakukan
penunjukan atas bank yang dapat menjadi bank kustodian. Bank kustodian ini
berfungsi untuk mempermudah pemindahbukuan dana terutama untuk transaksi
yang terkait dengan penerimaan dan pembayaran dana kepada pemakai jasa. Hal
ini tidak bisa dilakukan secara langsung oleh KSEI karena KSEI merupakan
lembaga non perbankan sehingga tidak dapat melakukan fungsi pemindahbukuan
tersebut.
Jalinan kerja sama antara KSEI dan Bank Pembayaran dilakukan
mengingat KSEI sebagai lembaga non perbankan tidak dapat menjalankan fungsi
pemindahbukuan dana, terutama untuk transaksi yang terkait dengan penerimaan
dan pembayaran dana kepada pemakai jasa.
Pemegang rekening efek, yang terdiri dari perusahaan efek dan bank
kustodian menggunakan jasa KSEI salah satunya untuk mengadministrasikan
portofolio investor yang menjadi nasabah mereka dengan membuka sub rekening
efek di KSEI. Dengan dibukanya sub rekening efek, nasabah pemegang rekening
dapat melihat langsung portofolio mereka yang tersimpan di KSEI. Seluruh dana
yang tercatat dalam rekening efek milik pemegang rekening akan ditempatkan
oleh KSEI pada bank pembayaran dalam rekening giro khusus. Bank menjadi
salah satu media yang memfasilitasi nasabah untuk berinvestasi di pasar modal
sedangkan KSEI berperan dalam mempermudah transaksi-transaksi di pasar
modal dan juga menjadi media perantara antara bank dan investor. Selain itu
dengan adanya kerjasama antara bank dan pasar modal dapat mempermudah
investasi. Kemudahan akses investasi ini akan membuat iklim investasi menjadi
semakin baik, jumlah investor akan bertambah baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. Hal ini tentu saja dapat memajukan perekonomian di Indonesia di
masa depan.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Self-Regulatory Organization atau Organisasi Regulator Mandiri
adalah institusi yang diberi kewenangan oleh undang-undang yang berfungsi
untuk mengatur anggotanya melalui peraturan yang dibuatnya sendiri. SRO di
Indonesia terdiri dari tiga lembaga, yaitu : Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Setiap Organisasi
Regulator Mandiri ini diwajibkan memberikan pelaporan kepada Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) berupa data dan informasi yang disajikan
dalam bentuk sistem pelaporan elektronik atau sering disebut "SRO's eReporting System". Melalui sistem pelaporan ini diharapkan dapat
menciptakan peningkatan transparansi dan penyebaran informasi, peningkatan
efisiensi kerja, serta peningkatan akuntabilitas industri pasar modal dengan
cara meningkatkan efisiensi, akurasi, dan keandalan pelaporan
2.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa SelfRegulatory Organization atau Organisasi Regulator Mandiri berperan cukup
penting dalam transaksi perdagangan di pasar modal untuk mengatur
anggotanya melalui peraturan yang dibuatnya sendiri.
SRO menjalankan
fungsinya dengan cukup baik dengan mengeluarkan regulasi-regulasi yang
efektif dalam menjaga kelancaran transaksi di Bursa Efek.
SRO juga berkewajiban menjaga kelancaran setiap tahap-tahap
transaksi-transaksi yang terjadi dari Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, serta Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan hingga transaksi
tersebut selesai dilakukan. Dengan adanya SRO ini, para calon pemilik saham
diberikan kepastian terhadap terselesaikannya proses transaksi saham hingga
saham tersebut kepemilikannya beralih menjadi milik pemegang saham
tersebut.
3. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya tentunya SRO juga tidak dapat
terlepas dengan lembaga lainnya yang terdapat dalam pasar modal. Hubungan
yang baik antara SRO dengan lembaga lainnya dapat mempermudah
pelaksanaan fungsi dan tujuan dibentuknya lembaga tersebut. Setiap lembaga
memiliki fungsi masing-masing dan lembaga-lembaga tersebut saling
melengkapi dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai transaksi bursa
yang efektif dan aman.
B.
SARAN
Kewenangan Self-regulatory Organization (SRO) diusahakan untuk dapat
melengkapi aturan pemerintah, ataupun dapat pula mengisi kekosongan dari
aturan dan pengawasan pemerintah yang ada. Kemampuan dari SRO ini untuk
melaksanakan kewenangan penerapan hukum tidak selalu merupakan bentuk
pengalihan kewenangan dari pemerintah. Sistem organisasi regulator mandiri
harus mampu menciptakan sistem informasi yang terintegrasi dan komprehensif
untuk dapat menciptakan kerjasama antar lembaga dalam SRO dalam rangka
pengembangan pasar modal sehingga adanya peningkatan kualitas SRO dirasa
penting untuk dilakukan untuk kemudahan transaksi dalam pasar modal.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdul Rasyid Saliman. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus. Jakarta:
Kencana, 2005.
Hendy M. Fakhruddin. Istilah Pasar Modal A-Z. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2008.
M. Paulus Situmorang, Pengantar Pasar Modal, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2008.
Marzuki Usman.
ABC Pasar Modal. Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia/Institut Bankir Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia.
1994.
Munir Fuady. Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum. Bandung: PT Citra AdityaBakti. 1996.
Tjiptono Darmadji dan Fakhrudin. Pasar Modal Di Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba
Empat. 2012.
Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin. Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan Tanya
Jawab Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. 2006.
WEBSITE
http://www.bapmi.org/in/glossary.php diunduh pada tanggal 26 Oktober 2014 pukul 16.36
WIB.
http://www.bapepam.go.id/old/data/sro.htm diunduh pada tanggal 27 Oktober 2014 pukul
14.06 WIB.
www.kompas.com//kompas-cetak diunduh pada tanggal 27 Oktober 2014 pukul 13.00 WIB
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pasar modal bukan merupakan hal yang asing bagi kita. Setiap orang dapat
melakukan transaksi di dalam pasar modal. Tidak dapat dipungkiri bahwa pasar modal
memiliki peran yang cukup besar bagi perekonomian suatu negara karena mempunyai
dwi fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan 1. Di sisi lain pasar modal juga
merupakan salah satu instrumen ekonomi utama yang dapat digunakan oleh berbagai
lembaga baik domestik maupun internasional. Hal ini disebabkan keberadaan pasar
modal dapat membuka kesempatan berusaha baru, baik bagi emiten maupun lembaga
penunjang pasar modal lainnya.
Pasar modal dapat dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar
menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu
pihak yang memiliki kelebihan dana (yaitu investor) dan pihak yang memerlukan
dana (yaitu issuer, pihak yang menerbitkan efek atau emiten). Dengan adanya pasar
modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana
tersebut dengan harapan memperoleh imbal hasil (return), sedangkan pihak issuer
(dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan
investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar
modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan dan
kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik
investasi yang dipilih.
Agar kegiatan pasar modal dapat berjalan dengan baik, diperlukan lembaga
yang mengatur dan mengawasi kegiatannya. Untuk itulah kemudian dibentuk SelfRegulatory Organization (SRO) atau Organisasi Regulator Mandiri. SRO terdiri dari
3 lembaga yang masing-masing mempunyai fungsi dan wewenang yang berbeda.
Ketiganya bekerjasama untuk dapat mencapai kegiatan pasar modal yang teratur dan
1Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab Edisi 2,
Jakarta: Salemba Empat, 2006, hlm. 2.
efisien. Namun masih banyak yang belum mengetahui eksistensi dan fungsi dari
ketiga lembaga SRO tersebut.
Oleh karena itu, kelompok kami memutuskan untuk mengangkat “FUNGSI
SELF-REGULATORY
ORGANIZATION
DALAM
TRANSAKSI
PASAR
MODAL” sebagai judul dari makalah kami.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
a.
Bagaimana eksistensi SRO dalam transaksi di pasar modal?
b.
Bagaimana fungsi SRO dalam transaksi di pasar modal?
c.
Bagaimana hubungan SRO dengan lembaga lain yang terdapat dalam pasar
modal?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP SELF REGULATORY
ORGANIZATION
A. PASAR MODAL
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan
pengertian Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Kemudian pengertian lain tentang pasar modal yang dikatakan oleh Marzuki
Usman adalah, “Pasar modal adalah wadah untuk mencari dana bagi perusahaan dan
wadah invetsasi bagi pemodal yang menyangkut kepentingan banyak pihak. Karena itu
untuk terciptanya iklim investasi yang baik, dan berlakunya pelaksanaan, pembinaan dan
pengawasan yang baik harus ada instansi yang mengatur”.2
Pasar modal memainkan peranan penting bagi perkembangan ekonomi suatu
negara, karena sebagaimana dikemukakan oleh Munir Fuady suatu pasar modal memiliki
fungsi-fungsi sebagai berikut3:
1. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam
kegiatan-kegiatan yang produktif;
2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat bagi dunia usaha dan
pembangunan nasional;
3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan
kesempatan kerja;
4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi;
2 Marzuki Usman, ABC Pasar Modal, Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia / Institut Bankir
Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, 1994, hal 10
3 Munir Fuady, Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum, Bandung: PT Citra AdityaBakti, 1996, hlm. 11.
5. Memperkokoh beroperasinya mekanisme financial market dalam menata sistem
moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana “open market operation”
sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral;
6. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang reasonable;
7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.
B.
SELF REGULATORY ORGANIZATION
Self-regulatory Organization (SRO) atau Organisasi Regulator Mandiri adalah
institusi yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengatur anggotanya
melalui peraturan yang dibuatnya sendiri.4 SRO mencakup tiga lembaga, yaitu : Bursa
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian. Masing-masing lembaga tersebut menerbitkan peraturan sesuai dengan
fungsi dan wewenang lembaga tersebut, misalnya Bursa Efek membuat aturan teknis
dan tata cara dalam perdagangan saham.
Organisasi
Regulator
Mandiri
berkewajiban
memberikan
pelaporan
kepada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) berupa data dan informasi yang
disajikan dalam bentuk sistem pelaporan elektronik atau sering disebut "SRO's eReporting System".5 Laporan yang disampaikan merupakan daily and monthly activity
report SRO kepada Bapepam. Tujuan utama dari e-Reporting adalah untuk
mewujudkan tingkat layanan terhadap masyarakat umum dan investor yang
berkualitas, peningkatan transparansi dan penyebaran informasi, peningkatan efisiensi
kerja, dan peningkatan akuntabilitas industri pasar modal secara keseluruhan.
Adapun organisasi yang berwenang membuat peraturan sendiri untuk kegiatan
usahanya antara lain :
1. Bursa Efek
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
ditentukan bahwa Bursa Efek merupakan pihak yang menyelenggarakan dan
4 Diunduh dari http://www.bapmi.org/in/glossary.php pada tanggal 28 Oktober 2014 pukul 16.36 WIB
5 Diunduh dari http://www.bapepam.go.id/old/data/sro.htm pada tanggal 26 Oktober 2014 pukul 14.06 WIB
menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli
efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
Pengertian ini mencakup pula sistem dan sarana untuk mempertemukan penawaran
jual dan beli efek, meskipun sistem dan sarana tersebut tidak mencakup sistem dan
sarana untuk memperdagangkan efek.
Bursa efek didirikan dengan tujuan menyelenggarakan perdagangan Efek yang
teratur, wajar, dan efisien. Perdagangan efek yang teratur, wajar, dan efisien adalah
suatu perdagangan yang diselenggarakan berdasarkan suatu aturan yang jelas dan
dilaksanakan secara konsisten.6 Perdagangan efek yang efisien tercermin dalam
penyelesaian transaksi yang cepat dengan biaya yang relatif murah. Untuk mencapai
tujuan yang telah dikemukakan di atas, bursa efek wajib menyediakan sarana
pendukung dan mengawasi kegiatan Anggota Bursa Efek.
Dengan tersedianya sistem atau sarana yang baik, tentu para Anggota Bursa
Efek yang sekaligus pemegang saham bursa efek yang bersangkutan dapat melakukan
penawaran jual beli secara teratur, wajar, dan efisien. Disamping itu juga dapat
memungkinkan bursa efek melakukan pengawasan terhadap anggotanya dengan lebih
efektif. Bursa efek merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk mengatur
pelaksanaan kegiatannya. Dalam menjalankan fungsinya sebagai SRO, Bursa Efek
membuat aturan teknis dan tata cara dalam perdagangan saham. 7 Oleh karena itu,
ketentuan yang dikeluarkan oleh bursa efek mempunyai kekuatan mengikat yang
wajib ditaati oleh Anggota Bursa Efek, emiten yang efeknya tercatat di bursa efek
tersebut, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,
Kustodian, atau Pihak Lain yang mempunyai hubungan kerja secara kontraktual
dengan bursa efek.8
Menurut Darmadji dan Fakhrudin terdapat 2 macam tugas dari Bursa Efek,
antara lain9 :
a) Tugas bursa efek sebagai fasilitator :
Menyediakan sarana perdagangan efek;
Mengupayakan likuiditas instrumen, yaitu mengalirnya dana secara
cepat pada efek-efek yang dijual;
6 Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus, Jakarta: Kencana, 2005, hlm.
221.
7 Hendy M. Fakhruddin, Istilah Pasar Modal A-Z, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008, hlm. 185.
8 Ibid, hlm. 222.
9Tjiptono Darmadji dan Fakhrudin, Pasar Modal Di Indonesia, Ediisi Ketiga, .Jakarta: Salemba Empat, 2012,
hlm. 35.
Menyebarluaskan informasi bursa ke seluruh lapisan masyarakat;
Memasyarakatkan pasar modal, untuk menarik calon investor dan
perusahaan yang go public;
Menciptakan instrumen dan jasa baru.
b) Tugas bursa efek sebagai Self Regulatory Organization/Organisasi Regulator
Mandiri :
Membuat peraturan yang berkaitan dengan kegiatan bursa;
Mencegah praktek transaksi yang dilarang melalui pelaksanaan fungsi
pengawasan;
Ketentuan bursa efek mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi
pelaku pasar modal;
2. Lembaga Kliring dan Penjaminan
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal
1
butir
9,
“Lembaga
Kliring
dan
Penjaminan
adalah
pihak
yang
menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa.”
Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) berbentuk perseroan terbatas, yaitu PT.
Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI). Menurut ketentuan Pasal 15 dan 16
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 ditentukan bahwa : Lembaga Kliring
dan Penjaminan harus memperoleh izin dari Bapepam dan memiliki modal disetor
sekurang-kurangnya Rp 15.000.000.000,00.
PT. Kliring & Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) memiliki tugas pokok
untuk menjamin kepastian dipenuhinya hak & kewajiban anggota yang timbul
dari transaksi bursa, memberikan pelayanan jasa yang sebaik-baiknya kepada
anggota kliring, yang menyangkut transaksi bursa, dan penjaminan penyelesaian
kepada anggota bursa yang sebaik-baiknya.
PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) merupakan Self Regulatory
Organization (SRO) yang turut berperan menentukan arah perkembangan pasar
modal Indonesia.
Sebagai Central Counterparty (CCP), KPEI menyediakan
layanan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa. Kehadiran
KPEI sebagai CCP diperlukan untuk lebih meningkatkan efisiensi dan kepastian
dalam penyelesaian transaksi di Bursa Efek Indonesia.
Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek
sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh bursa efek mengenai jual beli
efek, pinjam-meminjam efek, atau kontrak lain mengenai atau harga efek. Pinjam
meminjam efek dapat terjadi dalam hal anggota bursa efek tidak memiliki efek
yang mencukupi untuk menyelesaikan kewajibannya yang timbul akibat jual beli
efek yang dilakukannya di bursa efek. Kontrak lain mengenai harga efek
mencakup antara lain opsi terhadap indeks harga saham.
Kliring transaksi bursa adalah proses penentuan hak dan kewajiban yang
timbul dari transaksi bursa. Sedangkan penjaminan penyelesaian transaksi bursa
adalah pemberian kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi anggota bursa
efek yang timbul dari transaksi bursa.
Di era Scriptless, peran lembaga ini makin besar, dimana semua efek di
sentralisasi dalam bentuk elektronik dengan sistem C-Best, penyelesaian
dilakukan dengan pemindah-bukuan (book-entry Settlement) efek atau dana dalam
rangka memenuhi hak dan kewajiban yang timbul .
Pola kliring dan penjaminan pada dasarnya dibagi jadi 4 macam:
Kliring untuk transaksi bursa dengan warkat
Kliring untuk transaksi bursa tanpa warkat
Penjaminan transaksi bursa dengan warkat
Penjaminan transaksi bursa tanpa warkat
3. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Pasal 1 butir 10, “Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah pihak yang
menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan
Efek dan Pihak Lain.” Lembaga Penyimpan dan Penyelesaian juga berfungsi
sebagai penyedia fasilitas dalam kegiatan pasar modal.10
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian ini berbentuk perseroan
terbatas, yaitu PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang untuk
menjalankan kegiatan usahanya harus mempunyai izin dari Bapepam dan
memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 15.000.000.000,00.
PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) merupakan LPP di pasar
modal Indonesia, yang didirikan di Jakarta, pada tanggal 23 Desember 1997 dan
memperoleh izin operasional pada tanggal 11 November 1998. KSEI mulai
menjalankan kegiatan operasional pada tanggal 9 Januari 1998, yaitu kegiatan
10 Abdul Rasyid Saliman, op.cit, hlm. 224.
penyelesaian transaksi efek dengan warkat dengan mengambil alih fungsi sejenis dari
PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI) yang sebelumnya merupakan Lembaga
Kliring Penyimpanan dan Penyelesaian
BAB III
ANALISIS TERHADAP PERMASAHAN
A.
CONTOH KASUS
Kasus gagal bayar dalam transaksi saham PT Dharma Samudera Fishing
Industry (DSFI) dan PT Primarindo Asia Infrastruktur (BIMA) di Bursa Efek Jakarta
(BEJ), beberapa waktu lalu, nyaris membangkrutkan PT Kliring Pejaminan Efek
Indonesia (KPEI). Hal ini dikarenakan total nilai transaksi yang gagal bayar mencapai
Rp 151 milyar, sedangkan KPEI hanya memiliki dana penjaminan sebesar Rp 185
milyar.
KPEI sendiri telah menguras dana penjaminannya sebesar Rp 32 milyar untuk
menalangi transaksi gagal bayar itu. Sisanya belum dibayar karena transaksi dibekukan
akibat adanya indikasi tidak beres. Hal tersebut memang merupakan tujuan dari
eksistensi KPEI, yakni menjamin dapat terbayarnya transaksi yang terjadi di bursa.
Akan tetapi, menjadi persoalan besar apabila gagal bayar itu terjadi akibat praktik
terlarang seperti transaksi semu, serta transaksi lainnya yang dapat menguras kas
penjaminan tersebut.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan lembaga yang punya aturan
sendiri (Self Regulatory Organization/SRO) sendiri, sedikitnya telah menemukan 20
Anggota Bursa yang terindikasi terlibat transaksi perdagangan semu yang berbuntut
gagal bayar tersebut. Sebanyak 17 Anggota Bursa pada transaksi saham DSFI dan 3
Anggota Bursa pada transaksi saham BIMA.
Dua broker, yaitu PT. Jasabanda Garta dan PT. Ficor Securities Indonesia,
terindikasi kuat terlibat dalam transaksi semu saham DSFI. Sementara broker yang
diduga kuat terlibat dalam perdagangan saham BIMA adalah PT. Usaha Bersama
Securities (UBS).
Transaksi semu atau yang lebih sering disebut "penggorengan" saham,
sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dalam dunia pasar modal Indonesia.
Transaksi semu, pada prinsipnya adalah suatu transaksi di bursa yang sebenarnya tidak
sungguh-sungguh terjadi. Sebab, penjual dan pembeli sebenarnya adalah pihak yang
sama. Transaksi semu tersebut bertujuan memperoleh keuntungan dari investor yang
terjebak masuk ke dalamnya. Secara sederhana, ketika satu pihak "menggoreng" saham
tertentu sehingga harganya bergejolak naik, maka investor lain menjadi tertarik untuk
ikut membeli saham tersebut dan berharap dapat meraih untung dari kenaikan harganya.
Ketika ada orang luar ikut masuk dalam saham "gorengan" tersebut, pihak-pihak yang
telah berkonspirasi tersebut segera menurunkan harganya sehingga investor yang masih
baru tersebut terpojok dan terpaksa harus cut loss.
Pada intinya transaksi semu atau "goreng-menggoreng" saham akan merusak
pasar, karena perdagangan berlangsung secara terlarang. Mereka yang menguasai
modal, menguasai pasar, dapat dengan mudah mempermainkan investor yang baru
belajar, apalagi hanya sekadar ikut-ikutan bermain saham. Karena itulah pengawasan
Bapepam dan SRO menjadi sangat penting. Aturan harus ditegakkan dengan benar, dan
menghukum pihak-pihak yang terlibat perdagangan semu. Jika tidak, maka pasar modal
akan menjadi kacau.
***
SEBENARNYA, sekalipun menurut aturan pasar modal pembayaran transaksi
harus dilakukan dengan waktu empat hari setelahnya atau T plus 4 (mulai akhir pekan
lalu telah diubah transaksi T plus 3), praktik pembayaran T plus 0 menurut Direktur PT
Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) Eddy Sugito merupakan hal wajar, dalam
transaksi biasa. Artinya, jika semuanya berlangsung wajar, tidak akan terjadi gagal
bayar. Demikian juga halnya transaksi semu, sekalipun merupakan pelanggaran serius
terhadap Undang-undang Pasar Modal, semestinya juga tidak perlu sampai
mengakibatkan gagal bayar.
Permasalahannya adalah dalam transaksi saham DSFI, kedua hal itu bergabung
dan melibatkan banyak broker sehingga menjadi rumit. Polanya kurang lebih pertamatama, pelaku transaksi semu, sebutlah si A, melakukan transaksi jual dan meminta
pembayaran pada hari T plus 0 ke broker jual. Ini berarti, broker jual harus memberikan
semacam talangan pembayaran. Sebab, menurut ketentuan, dia baru akan menerima
uang pembelian dari broker belinya pada T plus 4. Pada saat penyelesaian transaksi,
broker beli menyerahkan dananya ke KPEI, dan selanjutnya KPEI menyerahkannya
kepada broker jual. Dalam hal terjadi gagal bayar, KPEI bertugas menalangi terlebih
dahulu dengan uang penjaminan yang dimilikinya.
Pada hari yang sama tersebut, si A juga melakukan transaksi beli melalui broker
belinya. Dalam transaksi beli ini, dia menggunakan pembayaran sesuai aturan pasar
modal, yaitu T plus 4. Demikian dilakukan lagi pada hari-hari berikutnya. Pada hari T
plus 4, dimana merupakan saat jatuh tempo pembayaran (settlement/penyelesaian
transaksi) transaksi belinya empat hari sebelumnya, ia membayar dengan uang
pembayaran transaksi jual hari itu juga yang menggunakan sistem T plus 0. Demikian
transaksi semacam itu berlangsung terus-menerus, sehingga si A memiliki keuntungan
dana "menganggur" dari pembayaran transaksi jualnya yang menggunakan sistem T
plus 0 pada hari T plus 0, T plus 1, T plus 2, dan T plus 3.
Persoalan terjadi ketika lembaga yang mengatur dirinya sendiri (Self Regulatory
Organization/SRO) dalam hal ini Bursa Efek Jakarta (BEJ) mengumumkan imbauan
untuk tidak melakukan pembayaran transaksi model T plus 0. Imbauan dilakukan
karena SRO merasakan adanya sesuatu yang tidak beres dan mencurigai telah
terjadinya praktik perdagangan semu. "Dari pola-pola transaksi, ada satu atau dua
broker yang bertugas untuk membeli, dan ada sekian banyak broker yang bertugas
untuk menjual. Kita lihat polanya kok cukup aneh," kata Direktur KPEI Eddy Sugito.
Karena adanya imbauan tersebut, pada tanggal 22 Agustus 2002 semua broker
beli tidak mau melakukan transaksi dengan sistem T plus 0. Akibatnya, si A tidak
mendapatkan dana yang rencananya digunakan untuk membayar transaksi beli pada
empat hari sebelumnya yang menggunakan sistem T plus 4 tersebut. Sementara itu,
dana "menganggur" dari transaksi jual dengan sistem T plus 0 pada hari T plus 0, T plus
1, T plus 2, dan T plus 3 yang pertama tersebut rupanya sudah dibawa keluar dari pasar
modal dan digunakan untuk kepentingan lain. Kemudian terjadilah gagal bayar.
Persoalan semakin rumit, karena broker jual telah menalangi pembayaran
terlebih dahulu pada transaksi selama tiga hari sebelumnya. Sementara, sebagian broker
beli sudah membayar ke KPEI. Ketika kemudian settlement dibekukan karena ada
indikasi transaksi semu dan ada upaya menjebol dana jaminan KPEI, maka terjadilah
semacam kesulitan likuiditas.
Dua broker pada transaksi saham DSFI, yaitu PT Jasabanda Garta dan PT Ficor
Securities Indonesia, dan broker pada perdagangan saham BIMA, PT Usaha Bersama
Securities (UBS), pun kelabakan.
Jasabanda yang memiliki kewajiban Rp 85 milyar, hingga pekan lalu baru bisa
membayar Rp 68 milyar ke KPEI, sementara Ficor bahkan sama sekali belum
memenuhi kewajibannya sebesar Rp 25 milyar. Kedua broker ini meminta tambahan
waktu untuk melunasi kewajiban hingga akhir bulan September. Sementara itu, UBS
yang punya kewajiban Rp 41 milyar, namun akhirnya hanya mampu menyetorkan Rp
9,7 milyar ke rekening KPEI.
Menurut catatan Direktur Perdagangan dan Pencatatan BEJ, MS Sembiring,
peningkatan signifikan harga saham DSFI terjadi sejak tanggal 5 Juli 2002. Sedangkan
saham BIMA mengalami pembelian besar-besaran antara tanggal 21 Januari sampai
dengan 19 Juli. Sementara, mekanisme T plus 0 diperkirakan sudah berlangsung tiga
minggu terakhir, sebelum terjadi gagal bayar.
Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa broker-broker yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan pasar modal secara memadai mau mengambil risiko, dan
memberikan talangan pembayaran dengan sistem T plus 0 dalam transaksi tersebut.
Mustahil rasanya jika para broker tersebut beralasan sama sekali tidak tahu. Sebab
mereka tahu benar karakteristik nasabah/investor serta sahamnya. Bahkan, kali ini
beberapa broker besar pun sempat ikut terperosok. Atau jangan-jangan upaya penjebolan
KPEI itu memang dilakukan broker itu sendiri.
Tampaknya, dalam situasi pasar sedang sepi seperti sekarang, lalu ada tawaran
menarik, yaitu tawaran jual saham dari nasabah, dengan pembayaran di muka, diberi
potongan harga senilai bunga 24 persen setahun. Kalau ada dana “menganggur”,
mengapa tidak. Meskipun tidak begitu menggiurkan, tetapi lumayan, dua kali bunga
deposito. Ditambah lagi dengan iming-iming bahwa transaksi pasti aman karena ada
penjaminan dari KPEI.
Sebagaimana dikemukakan Ketua Bapepam Herwidayatmo, banyak broker
justru bertingkah laku berkebalikan dari yang diharapkan. Salah satunya, tidak
mencatatkan sub account (sub rekening) nasabahnya ke PT Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI), tetapi hanya mencatatkan saham atas nama perseroan saja. Dengan
demikian, akan lebih sulit bagi SRO dan Bapepam untuk melindungi nasabah. Bahkan,
nasabah pun tidak akan mengerti bagaimana sebenarnya sahamnya ditransaksikan,
karena kepemilikannya sengaja dicampurbaurkan dengan saham milik broker sendiri.11
B.
ANALISIS
1) Eksistensi SRO dalam transaksi di pasar modal
PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) merupakan LPP di pasar
modal Indonesia, yang didirikan di Jakarta, pada tanggal 23 Desember 1997 dan
11 Diunduh dari www.kompas.com//kompas-cetak pada tanggal 28 Oktober 2014 pukul 13.00 WIB
memperoleh izin operasional pada tanggal 11 November 1998. Dalam
kelembagaan pasar modal Indonesia, KSEI merupakan salah satu Self Regulatory
Organization (SRO), selain Bursa Efek dan LKP. KSEI, berdasarkan ketentuan
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menjalankan
fungsinya sebagai LPP di pasar modal Indonesia dengan menyediakan jasa
kustodian sentral dan penyelesaian transaksi efek yang teratur, wajar, dan efisien.
KSEI mulai menjalankan kegiatan operasional pada tanggal 9 Januari
1998, yaitu kegiatan penyelesaian transaksi efek dengan warkat dengan
mengambil alih fungsi sejenis dari PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI)
yang sebelumnya merupakan Lembaga Kliring Penyimpanan dan Penyelesaian
(LKPP). Selanjutnya sejak 17 Juli 2000, KSEI bersama PT Bursa Efek Indonesia
(d/h PT Bursa Efek Jakarta) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)
mengimplementasikan perdagangan tanpa warkat (scriptless trading) dan
operasional kustodian sentral di pasar modal Indonesia. Saham KSEI dimiliki oleh
para pemakai jasanya, yaitu: SRO (PT. BEI dan PT. KPEI), Bank Kustodian,
Perusahaan Efek dan Biro Administrasi Efek LPP adalah perusahaan yang
mempunyai tanggung jawab menyelesaikan (settlement) semua transaksi yang
sudah dicatat oleh LKP.
Sesuai fungsinya, KSEI memberikan layanan jasa yang meliputi:
penyimpanan efek dalam bentuk elektronik, administrasi rekening efek,
penyelesaian transaksi efek, distribusi hasil Corporate Action dan jasa-jasa terkait
lainnya, seperti: Post Trade Processing (PTP) dan penyediaan laporan-laporan
jasa kustodian sentral.
Saat ini fungsi LPP dilaksanakan oleh PT. KSEI. LPP pada dasarnya
adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral bagi bank
kustodian, perusahaan efek dan pihak lain. Jasa tersebut harus memenuhi standar
bagi sesuatu penggunaan jasa. Jasa kustodian yang diberikan oleh LPP harus
mampu memberikan pelayanan secara menyeluruh termasuk pembagian hak atas
efek seperti dividen dan bonus, proses administrasi atas segala kegiatan yang
dilakukan oleh emiten yang terkait dengan kepentingan pemegang rekening
seperti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Agar para pihak yang terkait
dengan kegiatan LPP terlindungi, undang-undang mewajibkan kepada LPP untuk
menerbitkan peraturan mengenai hak dan kewajiban pemakai jasa LPP dan
peraturan tersebut wajib mendapat persetujuan Bapepam. Sebagai suatu lembaga
yang tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan, besarnya biaya atas
pemakaian jasa LPP harus disesuaikan dengan kebutuhan dana penyelenggaraan
dan pengembangan lembaga tersebut setelah mempertimbangkan kepentingan
pemakai jasa.12
2) Fungsi SRO dalam transaksi di pasar modal
Seperti yang kita ketahui, SRO memiliki fungsi untuk menunjang
terseleranggaranya proses transaksi yang berlangsung di pasar modal dengan
membuat sendiri peraturan-peraturan yang berkaitan dengan fungsi dan wewenang
lembaga tersebut. SRO juga berkewajiban menjaga kelancaran setiap tahap-tahap
transaksi-transaksi yang terjadi dari Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, serta Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan hingga transaksi
tersebut selesai dilakukan. Dengan adanya SRO ini, para calon pemilik saham
diberikan kepastian terhadap terselesaikannya proses transaksi saham hingga
saham tersebut kepemilikannya beralih menjadi milik pemegang saham tersebut.
Berdasarkan kasus yang dijabarkan di atas, kita dapat melihat
bagaimana salah satu SRO, yakni PT. Kliring Penjamin Efek Indonesia
menjalankan fungsinya dalam menjamin penyelesaian transaksi yang ada di pasar
modal. KPEI menunjukkan perannya dalam mencegah terjadinya gagal bayar
dalam transaksi di pasar modal. Dalam hal terjadi gagal bayar, KPEI bertugas
menalangi terlebih dahulu dengan uang penjaminan yang dimilikinya.
KPEI melakukan fungsinya untuk mencegah terjadinya gagal bayar
dengan mengeluarkan imbauan. Imbauan dilakukan karena SRO mencium adanya
ketidakberesan dan curiga telah terjadi praktik perdagangan semu. Tindakan
mengeluarkan imbauan tersebut menunjukkan KPEI menggunakan wewenangnya
untuk mengeluarkan keputusan agar terciptanya kelancaran dalam proses
perdagangan di pasar modal. Keberadaan KPEI dalam kasus ini menunjukkan
fungsi KPEI dalam menjaga kelanjutan dari kegiatan bursa efek dalam rangka
penyelesaian transaksi bursa karena hal tersebut sesuai dengan standar
internasional yang menyatakan bahwa tidak boleh terjadi kegagalan dalam
transaksi pasar modal.
12 M. Paulus Situmorang, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2008), hal. 36.
3) Hubungan SRO dengan lembaga lain yang terdapat dalam pasar modal
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya tentunya SRO juga tidak
dapat terlepas dengan lembaga lainnya. Hubungan yang baik antara SRO dengan
lembaga lainnya dapat mempermudah pelaksanaan fungsi dan tujuan dibentuknya
lembaga tersebut. Misalnya saja hubungan antara bank, PT Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI), dan pasar modal. Secara singkat, hubungan yang terjadi
adalah seorang investor yang melakukan investasi di pasar modal akan
menggunakan akun rekening bank yang digunakan khusus untuk kegiatan
investasi di pasar modal. Bank yang digunakan ini merupakan bank kustodian
yang penunjukannya ditentukan oleh KSEI. Hubungan kerjasama antara KSEI dan
bank kustodian ini dilakukan karena KSEI tidak dapat menjalankan fungsi
pemindahbukuan dana, terutama untuk transaksi yang terkait dengan penerimaan
dan pembayaran dana kepada pemakai jasa.
Dari hal diatas dapat terlihat secara jelas bahwa terdapat peran yang
saling meniadakan antara perbankan dan pasar modal dalam hal intermediasi atau
penyaluran dana kepada pihak masyarakat. Kedua lembaga ini memiliki peranan
yang sama yaitu sebagai pihak penyalur dana antara pihak yang kelebihan dana
(surplus unit) dengan pihak yang kekurangan dana (deficit unit). Hal ini
memunculkan pendapat bahwa terjadi persaingan antara lembaga perbankan
dengan pasar modal dalam hal intermediasi. Kedua pihak ini sebenarnya saling
berhubungan secara postif karena investor saat melakukan investasi di pasar
modal tentu mereka menggunakan rekening bank untuk mempermudah
melakukan transaksi di pasar modal misalnya penjualan dan pembelian saham
sebesar lot tertentu. Di antara bank dan pasar modal ini terdapat peranan PT
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai pihak yang melakukan
penunjukan atas bank yang dapat menjadi bank kustodian. Bank kustodian ini
berfungsi untuk mempermudah pemindahbukuan dana terutama untuk transaksi
yang terkait dengan penerimaan dan pembayaran dana kepada pemakai jasa. Hal
ini tidak bisa dilakukan secara langsung oleh KSEI karena KSEI merupakan
lembaga non perbankan sehingga tidak dapat melakukan fungsi pemindahbukuan
tersebut.
Jalinan kerja sama antara KSEI dan Bank Pembayaran dilakukan
mengingat KSEI sebagai lembaga non perbankan tidak dapat menjalankan fungsi
pemindahbukuan dana, terutama untuk transaksi yang terkait dengan penerimaan
dan pembayaran dana kepada pemakai jasa.
Pemegang rekening efek, yang terdiri dari perusahaan efek dan bank
kustodian menggunakan jasa KSEI salah satunya untuk mengadministrasikan
portofolio investor yang menjadi nasabah mereka dengan membuka sub rekening
efek di KSEI. Dengan dibukanya sub rekening efek, nasabah pemegang rekening
dapat melihat langsung portofolio mereka yang tersimpan di KSEI. Seluruh dana
yang tercatat dalam rekening efek milik pemegang rekening akan ditempatkan
oleh KSEI pada bank pembayaran dalam rekening giro khusus. Bank menjadi
salah satu media yang memfasilitasi nasabah untuk berinvestasi di pasar modal
sedangkan KSEI berperan dalam mempermudah transaksi-transaksi di pasar
modal dan juga menjadi media perantara antara bank dan investor. Selain itu
dengan adanya kerjasama antara bank dan pasar modal dapat mempermudah
investasi. Kemudahan akses investasi ini akan membuat iklim investasi menjadi
semakin baik, jumlah investor akan bertambah baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. Hal ini tentu saja dapat memajukan perekonomian di Indonesia di
masa depan.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Self-Regulatory Organization atau Organisasi Regulator Mandiri
adalah institusi yang diberi kewenangan oleh undang-undang yang berfungsi
untuk mengatur anggotanya melalui peraturan yang dibuatnya sendiri. SRO di
Indonesia terdiri dari tiga lembaga, yaitu : Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Setiap Organisasi
Regulator Mandiri ini diwajibkan memberikan pelaporan kepada Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) berupa data dan informasi yang disajikan
dalam bentuk sistem pelaporan elektronik atau sering disebut "SRO's eReporting System". Melalui sistem pelaporan ini diharapkan dapat
menciptakan peningkatan transparansi dan penyebaran informasi, peningkatan
efisiensi kerja, serta peningkatan akuntabilitas industri pasar modal dengan
cara meningkatkan efisiensi, akurasi, dan keandalan pelaporan
2.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa SelfRegulatory Organization atau Organisasi Regulator Mandiri berperan cukup
penting dalam transaksi perdagangan di pasar modal untuk mengatur
anggotanya melalui peraturan yang dibuatnya sendiri.
SRO menjalankan
fungsinya dengan cukup baik dengan mengeluarkan regulasi-regulasi yang
efektif dalam menjaga kelancaran transaksi di Bursa Efek.
SRO juga berkewajiban menjaga kelancaran setiap tahap-tahap
transaksi-transaksi yang terjadi dari Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, serta Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan hingga transaksi
tersebut selesai dilakukan. Dengan adanya SRO ini, para calon pemilik saham
diberikan kepastian terhadap terselesaikannya proses transaksi saham hingga
saham tersebut kepemilikannya beralih menjadi milik pemegang saham
tersebut.
3. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya tentunya SRO juga tidak dapat
terlepas dengan lembaga lainnya yang terdapat dalam pasar modal. Hubungan
yang baik antara SRO dengan lembaga lainnya dapat mempermudah
pelaksanaan fungsi dan tujuan dibentuknya lembaga tersebut. Setiap lembaga
memiliki fungsi masing-masing dan lembaga-lembaga tersebut saling
melengkapi dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai transaksi bursa
yang efektif dan aman.
B.
SARAN
Kewenangan Self-regulatory Organization (SRO) diusahakan untuk dapat
melengkapi aturan pemerintah, ataupun dapat pula mengisi kekosongan dari
aturan dan pengawasan pemerintah yang ada. Kemampuan dari SRO ini untuk
melaksanakan kewenangan penerapan hukum tidak selalu merupakan bentuk
pengalihan kewenangan dari pemerintah. Sistem organisasi regulator mandiri
harus mampu menciptakan sistem informasi yang terintegrasi dan komprehensif
untuk dapat menciptakan kerjasama antar lembaga dalam SRO dalam rangka
pengembangan pasar modal sehingga adanya peningkatan kualitas SRO dirasa
penting untuk dilakukan untuk kemudahan transaksi dalam pasar modal.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdul Rasyid Saliman. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus. Jakarta:
Kencana, 2005.
Hendy M. Fakhruddin. Istilah Pasar Modal A-Z. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2008.
M. Paulus Situmorang, Pengantar Pasar Modal, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2008.
Marzuki Usman.
ABC Pasar Modal. Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia/Institut Bankir Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia.
1994.
Munir Fuady. Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum. Bandung: PT Citra AdityaBakti. 1996.
Tjiptono Darmadji dan Fakhrudin. Pasar Modal Di Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba
Empat. 2012.
Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin. Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan Tanya
Jawab Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. 2006.
WEBSITE
http://www.bapmi.org/in/glossary.php diunduh pada tanggal 26 Oktober 2014 pukul 16.36
WIB.
http://www.bapepam.go.id/old/data/sro.htm diunduh pada tanggal 27 Oktober 2014 pukul
14.06 WIB.
www.kompas.com//kompas-cetak diunduh pada tanggal 27 Oktober 2014 pukul 13.00 WIB