Thesis Good Corporate Governance

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Berkaitan dengan Letter Of Intent (LOI) yang ditandatangani oleh Pemerintah
Indonesia dan International Monetary Fund (IMF), yang mencantumkan jadwal
perbaikan pengelolaan perusahaan-perusahaan di Indonesia, Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di
Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar good corporate
governance yang telah diterapkan ditingkat internasional.1
Menurut Paul Krugman runtuhnya perekonomian Indonesia juga disebabkan oleh
karena tidak adanya good corporate governance didalam pengelolaan Perusahaan, kajian
Booz-Allen & Hamilton pada tahun 1998 menunjukkan bahwa indeks good corporate
governance Indonesia adalah yang paling rendah di Asia Timur yaitu 2,88 dibandingkan
Malaysia (7,72), Thailand (4,89), Singapura (8,93) dan Jepang (9,17). Perhitungan
indeks adalah 0 untuk kondisi paling buruk dan indeks 10 untuk kondisi paling baik.2
Tidak adanya good corporate governance diperparah oleh inefisiensi hukum dan
peradilan di Indonesia yang hanya 2,5 jauh apabila dibandingkan dengan Malaysia
(9,00), Thailand (3,25), Singapura (10,00) dan Jepang (10,00) dengan perhitungan
indeks 0 untuk kondisi yang paling buruk dan indeks 10 untuk kondisi paling baik.3
1


Good
Corporate
Governance:
Bisakah
Meningkatkan
Kepercayaan
Masyarakat?,
http://artikel.us/sulistyanto1.html
2
Good Corporate Governance, Djalil A Sofyan, disampaikan pada Seminar Corporate Governance di
Universitas Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 2000, hal. 3.
3
Ibid,

2

Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk
mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka
meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan

kepentingan stakeholders yang lain.
Good corporate governance merupakan konsep yang menekankan pentingnya
hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat
waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat
waktu, dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder.
Pada dasarnya prinsip corporate governance meliputi empat komponen utama
yang diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang
saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders, yaitu :4
1.

Prinsip keadilan (fairness).

2.

Prinsip transparansi (transparancy).

3.

Akuntabilitas (accountability).


4.

Responsibilitas (responsibility).
Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan

keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan,
termasuk investor yang merupakan pemegang saham minoritas sehingga para investor

4

FCGI, “Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid II : Peranan Dewan Komisaris dan
Komite Audit dalam pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)”, Hal. 1.

3

khususnya investor asing dapat menanamkan modalnya di Indonesia melalui Pasar
Modal.
Dalam kondisi sosial ekonomi Indonesia saat ini, BAPEPAM sebagai regulator
Pasar Modal, mempunyai peranan penting dalam mengupayakan penerapan good

corporate governance oleh perusahaan terbuka. Salah satu upaya yang dilakukan
BAPEPAM adalah memperbaiki dan menerbitkan peraturan-peraturan baru yang
berkaitan dengan aspek corporate governance.
Pada bulan Maret 2000, BAPEPAM merevisi peraturan VIII. G. 7 tentang
Pedoman Penyajian Laporan Keuangan. Selain dalam rangka meningkatkan kualitas
keterbukaan laporan keuangan, latar belakang direvisinya peraturan tersebut adalah
dalam rangka harmonisasi dengan PSAK-PSAK baru dan International Accounting
Standards (IAS).
Kemudian sejalan dengan komitmen untuk meningkatkan keandalan informasi
dalam laporan keuangan, BAPEPAM juga telah menerbitkan Surat Edaran SE-O3/ PM/
2000 tanggal 5 Mei 2000 yang merekomendasikan perusahaan terbuka untuk
membentuk komite audit.
Komite audit berfungsi membantu dewan komisiaris meningkatkan kualitas
laporan keuangan, menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi
kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, meningkatkan

4

efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit, dan mengidentifikasi hal-hal
yang memerlukan perhatian dewan komisaris.5

BAPEPAM juga merevisi dan menerbitkan beberapa peraturan lainnya seperti
peraturan IX. H. 1 tentang pengambilalihan perusahaan terbuka, peraturan IX. F. 1
tentang Penawaran Tender, dan peraturan IX. E. 2 tentang Transaksi Material dan
Perubahan Kegiatan Usaha.
Pada saat yang bersamaan, BAPEPAM mencabut peraturan VIII. G. 10 yang
mengatur tentang penangguhan rugi selisih kurs, agar ketentuan BAPEPAM sesuai
dengan standar internasional. Saat ini BAPEPAM dalam proses merevisi beberapa
peraturan lainnya antara lain peraturan IX. E. 1 tentang Transaksi yang Mengandung
Benturan Kepentingan Tertentu.
Kesemuanya ini merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas keterbukaan di
Pasar Modal. BAPEPAM juga berupaya meningkatkan fungsi corporate secretary agar
lebih aktif menyediakan informasi mengenai kondisi keuangan dan operasional
perusahaan kepada publik dan memastikan bahwa manajemen selalu menyediakan
informasi tersebut secara memadai dan tepat waktu.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, diharapkan BAPEPAM akan menerapkan
sistem pelaporan elektronik karena diseminasi informasi yang tepat waktu dan akurat
akan dapat berjalan secara lebih efektif dan efisien. Disamping itu, BAPEPAM akan
melakukan koordinasi dengan Self Regulatory Organisations (SROs) seperi bursa efek

5


Peranan
BAPEPAM
dalam
penegakkan
indonesia.org/lokakarya/yogyaherwit.html,

Corporate

Governance,

http://www.nccg-

5

untuk menentukan hal-hal apa saja yang menjadi kewajiban perusahaan terbuka dalam
penerapan corporate governance.
Tidak kalah pentingnya adalah upaya BAPEPAM melakukan law enforcement
secara efektif. BAPEPAM merasakan pentingnya ketersediaan penyidik yang handal
dengan menyelenggarakan pendidikan penyidik, baik di tingkat eksekutif maupun staff.

Kegiatan penegakan hukum semakin ditingkatkan dan pada semester pertama tahun
2000.
BAPEPAM telah menjatuhkan sanksi kepada sembilan Emiten sehubungan
dengan pelanggaran atas ketentuan transaksi yang benturan kepentingan dan
keterbukaan

informasi.

Dengan

ditingkatkannya

kapasitas

penegakan

hukum,

diharapkan tidak hanya mendorong perubahan dalam kultur corporate governance, tetapi
juga akan menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Pasar Modal.

Walaupun perangkat hukum sehubungan dengan keterbukaan dan perlindungan
hak-hak pemegang saham dalam rangka pelaksanaan RUPS telah komprehensif dan
memadai, namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan terbuka dapat
melaksanakan kehendak bisnis mereka dengan sedikit mempertimbangkan kepentingan
pemegang saham minoritas.
Pertama, mayoritas perusahaan terbuka di Indonesia dikendalikan oleh keluarga,
kelompok atau konglomerasi yang memegang lebih dari 50% saham yang beredar.
Kondisi ini menyebabkan pihak pengendali dapat dengan mudah memperoleh

6

persetujuan atas proposal yang mereka ajukan, karena mereka memegang mayoritas hak
suara. Peranan BAPEPAM dalam Penegakan Corporate Governance.
Kedua, walaupun dalam hal transaksi yang mengandung benturan kepentingan
memerlukan persetujuan pemegang saham minoritas (independen), dalam prakteknya
adalah sulit bagi BAPEPAM untuk mengontrol dan memonitor. Biasanya pemegang
saham minoritas tidak menggunakan kesempatan untuk hadir dalam RUPS pertama,
mengharuskan dilaksanakannya RUPS yang kedua, dengan kewajiban kuorum yang
lebih rendah. Hal ini memungkinkan pengambilan suara dapat dengan mudah
dimenangkan oleh pihak pengendali yang berkepentingan.

Ketiga, walaupun keterbukaan yang dilakukan perusahaan kurang memadai atau
menyesatkan dapat dijadikan dasar untuk mengajukan tuntutan terhadap direksi
perusahaan ke pengadilan dan, dalam beberapa hal, merupakan kasus pidana, namun
belum ada pihak yang melakukan hal tersebut sejak Undang-undang Pasar Modal
diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 1996. Dengan demikian, belum ada yurisprudensi
atau preseden bagi perlindungan hukum hak-hak pemegang saham minoritas.
Keempat, karakteristik pasar keuangan Indonesia didasari oleh hubungan yang
dimotori perbankan, dimana pemegang saham utama suatu perusahaan sering kali juga
memiliki usaha di bidang perbankan. Pemberian kredit yang tidak didasari oleh
keputusan yang wajar (arm length) telah mengakibatkan berkurangnya good will dari
pemegang saham di pasar modal. Dengan demikian, pemegang saham pengendali

7

perusahaan terbuka tidak termotivasi menjalankan bisnis secara wajar dan adil dengan
pemegang saham minoritas.
Pengalaman yang terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa peraturan
perundangan yang memadai telah tersedia untuk memastikan keterbukaan dan perlakuan
yang wajar bagi pemegang saham minoritas. Namun, ada dua elemen utama yang terkait
dengan good governance.

Pertama, mayoritas perusahaan terbuka dan pemegang saham pengendali harus
dengan tulus mempercayai bahwa adalah demi kepentingan ekonomis mereka jugalah
untuk memperlakukan pemegang. saham minoritas secara wajar. Dengan demikian,
harus ada good will untuk merubah kultur dan memasukkan konsep kewajiban fidusiari
dalam menjalankan kegiatan usaha mereka.
Kedua, harus ada penegakan hukum yang berarti dari pengadilan yang
memperkenankan tuntutan baik dari regulator dan publik untuk memperoleh ganti rugi
baik perdata maupun pidana. Walau di lingkungan yang menerapkan standar etika yang
tertinggipun, masih selalu akan ada pihak yang melakukan penyimpangan. Dengan
demikian, publik harus memiliki persepsi bahwa dalam hal-hal sebagaimana disebutkan
sebelumnya, mereka dapat menggunakan jalur hukum melalui pengadilan.
Di Indonesia, BAPEPAM telah memulai menciptakan kondisi yang kondusif
bagi penerapan good corporate governance dengan mengeluarkan perangkat peraturan
yang memenuhi standar internasional, namun masih banyak hal yang harus dilakukan

8

untuk mengubah persepsi dan motivasi perusahaan terbuka dan meningkatkan sistem
peradilan kita guna mendukung penegakan peraturan-peraturan tersebut.
Secara umum dirasakan bahwa kerangka peraturan perundangan di Indonesia

sudah memadai untuk menjamin aspek keterbukaan dan pelaksanaan sebagai bagian dari
perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham di Pasar Modal, namun guna
meningkatkan penerapan good corporate governance, tidaklah cukup bagi kita untuk
menitikberatkan dari segi peraturan dan perundangan saja, dimana peraturan tersebut
berasal dari pemerintah.
Oleh karena itu BAPEPAM juga menghargai upaya-upaya dari setiap asosiasi
atau organisasi profesi untuk menyusun kesepakatan-kesepakatan, norma-norma, kode
etik, best practices, atau perangkat aturan sebagai pedoman dalam menjalankan
kegiatannya atas inisiatif internal masing-masing asosiasi atau organisasi.
Hal ini dikarenakan pada umumnya aturan yang diciptakan dan disepakati para
pihak yang menjadi objek dari ketentuan tersebut akan menghasilkan implementasi yang
lebih baik dibandingkan apabila aturan atau regulasi tersebut disusun oleh pihak lain
seperti Pemerintah.
BAPEPAM juga sangat mendukung setiap lembaga atau pihak yang
mensosialisasikan pentingnya penerapan good corporate governance. BAPEPAM juga
sekaligus mendukung didirikannya lembaga yang turut aktif mendorong penerapan
corporate governance di Indonesia seperti Forum of Corporate Governance Indonesia
(FCGI) yang disponsori oleh Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) dan Indonesian

9

Financial Executive Association (IFEA) serta rencana pendirian Asosiasi Komisaris atau
Non Executive Directors Institute yang akan dikembangkan oleh beberapa pihak.
Tentu kita juga harus memberikan perhatian yang sama besarnya untuk
meningkatkan hal-hal penting lain yang terkait seperti penegakan hukum, pemahaman
para praktisi hukum tentang pelaporan keuangan, sistem peradilan yang efektif, dan
itikad baik serta motivasi setiap pihak untuk menerapkan corporate governance.
B.

Perumusan Masalah.
Dari uraian pendahuluan, terdapat beberapa hal yang dijadikan perumusan

masalah dalam penulisan tesis ini, yaitu :
1.

Bagaimana aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance) di Pasar Modal ?

2.

Bagaimana peranan BAPEPAM dalam penerapan Pengelolaan Perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal ?

3.

Bagaimana penyelesaian pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal yang dilakukan oleh
BAPEPAM ?

C.

Tujuan Penulisan.

Adapun yang menjadi tujuan penulisan tesis ini adalah :
1.

Mengetahui tentang aspek hukum aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal.

2.

Mengetahui peranan BAPEPAM dalam penerapan Pengelolaan Perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal.

10

3.

Mengetahui cara menyelesaikan pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal yang dilakukan oleh
BAPEPAM.

D.

Kerangka Teori dan Konsepsi
Untuk menganalisis data mengenai prinsip pengelolaan Perusahaan yang baik

(Good Corporate Governance) yang dilaksanakan oleh Perusahaan Publik dengan
memasukkan peranan BAPEPAM dan BEJ penulis menggunakan dua teori yaitu teori
tentang sistem hukum dan teori hukum adalah kontrol sosial dari Pemerintah.
Alasan menggunakan teori–teori tersebut, karena penulis berpendapat bahwa
prinsip Good Corporate Governance merupakan elemen substansi dalam sistem hukum
yang merupakan hasil dari perubahan hukum dan memiliki karakteristik hukum tertentu.
Mengenai sistem hukum (legal system).
Friedman menyatakan bahwa sistem hukum terdiri atas tiga elemen, yaitu elemen
struktur (structure), substansi (substance), budaya hukum (legal culture), elemen
Struktur dirumuskan oleh Friedman sebagai berikut :
“The structure of a legal system consists of elements of this kind : the number and size
of courts; their yurisdiction (that is, what kind of cases they hear, and how and why), and
modes of appeal from one court to another. Structure also means how the legislature is
organized, how many members sit on the Federal Trade Commission, what a president
can (legally) do or not do, what procedures the police department follows, and so on.6
Friedman mengatakan bahwa struktur dari sistem hukum terdiri dari unsur
berikut ini : jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (yaitu jenis kasus yang mereka

6

Lawrence M. Friedman, American Law, Penguin Books Canada Ltd, 1984, hal. 5.

11

periksa, dan bagaimana serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke
pengadilan lainnya.
Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif ditata, berapa banyak anggota
yang duduk di Komisi Dagang Federal, apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh
seorang Presiden, prosedur apa yang diikuti oleh departemen kepolisian, dan sebagainya.
Mengacu kepada rumusan Friedman maka Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM) merupakan elemen struktur dari sistem hukum dikarenakan Bapepam
mempunyai kewenangan melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari
kegiatan Pasar Modal kinerja Pasar Modal.
Bapepam mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan mengenai
penerapan Good Corporate Governance di Pasar Modal dan dapat melakukan
penyelidikan pelanggaran sekaligus memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang
melakukan kegiatan di Bursa Saham apabila melakukan pelanggaran.
Elemen kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum, yaitu :
“By this is meant the actual rules, norms, and behavior patterns of people inside the
system. This is, first of all, “the law” in the popular sense of the term the fact that the
speed limit is fifty-five miles an hour, that burglars can be sent to prison, that “by law” a
pickle maker has to list his ingredients on the label of the jar.7
Friedman mengatakan bahwa yang dimaksud dengan substansi hukum adalah
peraturan perundang-undangan yang ada, norma-norma dan aturan tentang perilaku
manusia atau yang biasa dikenal orang sebagai hukum adalah substansi hukum,
berdasarkan teori ini maka Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
7

Ibid, Hal. 6

12

yang dilengkapi Keputusan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan
Ketua Bapepam maupun Surat Edaran (SE) Bapepam.
Undang-Undang Pasar Modal memberikan kewenangan Bapepam untuk
membuat aturan yang mengatur pelaksanaan Good Corporate Governance di Pasar
Modal dan berhak melakukan pemeriksaan bagi pihak yang diduga melakukan atau
terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang Pasar Modal dan/atau peraturan
pelaksanaannya.
Apabila Bapepam berpendapat bahwa pelanggaran tersebut mengakibatkan
kerugian bagi kepentingan Pasar Modal maka Bapepam dapat melakukan tindakan
lanjutan berupa penyidikan dan dapat memberikan sanksi administratif bagi para pihak
yang memperoleh izin, persetujuan atau pendaftaran dari Bapepam.
Bursa Efek baik Jakarta maupun Surabaya beserta Lembaga Kliring dan
Penjaminan dan Lembaga Penyimpanan Dan Penyelesaian merupakan Special
Regulatory Organization (SRO) yang mempunyai kewenangan membuat peraturan
mengenai pelaksanaan Pasar Modal khususnya peraturan pelaksanaan Good Corporate
Governance.
Mengenai budaya hukum, Friedman mengartikannya sebagai sikap dari
masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, gagasan serta
harapan masyarakat tentang hukum yang dirumuskan sebagai berikut :
“By this we mean the actual rules, norms, and behavior patterns of people inside the
system. This is, firs of all, “the law” in the popular sense of the term the fact that the

13

speed limit is fifty-five miles and hour, that burglars can be sent to prison, that “by law”
a pickle maker has to list his ingredients on the label of the jar.8
Undang-Undang Pasar Modal memberikan kewenangan kepada Bapepam untuk
membuat aturan yang mengatur Pasar Modal dan berhak melakukan pemeriksaan bagi
pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran di Pasar Modal. Dalam
rangka kewenangan berkaitan dengan pengenaan sanksi, Bapepam tetap mengedepankan
unsur pembinaan dengan tetap berdasarkan kepada ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Pasar Modal yang berlaku.
Bapepam dalam mengenakan sanksi administratif tetap memperhatikan aspek
pembinaan terhadap Pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran sesuai dengan
penjelasan Pasal 102 ayat (1) UUPM. Penjelasan Pasal 102 ayat (1) UUPM, yaitu :

“Dalam menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat
(1), Bapepam perlu memperhatikan aspek pembinaan terhadap Pihak dimaksud.”
Aspek pembinaan dilakukan untuk merubah budaya hukum (legal culture)
masyarakat pasar modal agar menjalankan Good Corporate Governance sebaik mungkin
untuk menciptakan suasana pasar modal yang teratur, wajar dan efisien sehingga tidak
merugikan masyarakat sebagai investor yang merupakan pemegang saham minoritas.
Menurut Black, semua hukum adalah kontrol sosial, namun tidak semua kontrol
sosial adalah hukum karena masih ada jenis kontrol sosial lainnya seperti Guru
menggunakan aturan agar anak-anak didiknya berprilaku baik atau orang tua membuat

8

Ibid, Hal. 6

14

aturan bagi anaknya di rumah, hal ini dilakukan dengan harapan membentuk perilaku
untuk masa depan.9
Bentuk kontrol sosial ini bukan berasal dari Pemerintah sehingga bentuk ini tidak
resmi (unofficial) dan bukan bagian dari alat negara. Menurut definisi Black bentuk ini
bukan hukum karena hukum adalah kontrol sosial dari Pemerintah.
Peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal terdiri dari UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dilengkapi Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Ketua Bapepam merupakan
bentuk kontrol sosial untuk menciptakan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien.
Perubahan hukum sebagaimana yang digambarkan oleh Friedman pada dasarnya
akan melahirkan beberapa karakteristik hukum dipandang dari posisi dan hubungannya
dengan masyarakat, yaitu substansi hukum yang bersifat represif, otonom dan responsif.
Hukum yang represif bersifat pasif dan oportunis terhadap sosial dan politik.
Artinya hukum berorientasi pada kepentingan politik dan kekuasaan. Dalam konteks
hukum perusahaan, maka hukum yang represif adalah hukum yang dibangun hanya
mengutamakan kebijaksanaan atau kepentingan pemerintah dan perusahaan karena
perusahaan dianggap memiliki andil yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan
perekonomian negara.
Sedangkan hukum yang otonom adalah hukum yang dibentuk tidak memiliki
dampak atau pengaruh terhadap stakeholders dan pemegang saham minoritas, ada
perubahan tetapi manfaat bagi stakeholders tidak tidak dirasakan atau terpenuhi.
9

Ibid, Hal. 4.

15

Selanjutnya hukum yang responsif adalah hukum yang mengakomodasi dan kondusif
bagi pembangunan, termasuk melindungi kepentingan stakeholders dan pemegang
saham minoritas.
Dengan mengacu kepda kerangka teori diatas, maka secara teoritis pemelitian ini
merupakan suatu studi terhadap hukum perusahaan agar tercipta suatu hukum yang
respionsif sehingga dalam mengelola perusahaan haruslah memperhatikan kepentingan
stakeholders dan pemegang saham minoritas dengan menerapkan prinsip-prionsip Good
Corporate governance, Transparansi, Akuntabilitas, fairness dan responsibilitas agar
terciptanya pengelolaan perusahaan yang baik dan dapat menarik investor.
E.

Metode Penelitian.
Penelitian mengenai Penerapan Perusahaan Yang Baik (Good Corporate

Governance) bagi Perusahaan Publik merupakan suatu penelitian yuridis normatif, maka
penelitian ini berbasis pada analisis terhadap norma hukum yaitu dalam peraturan
perundang-undangan (law as it is written in the books).
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pengumpulan data yang
sudah ada dilapangan, baik berupa data primer maupun data sekunder. Data primer
diperoleh dengan cara pengamatan di lapangan serta wawancara dengan pihak-pihak
yang terkait, terutama dari BAPEPAM.
Data sekunder yang ada digolongkan dalam dua bahan hukum yaitu bahan
primer (primary sources) dan bahan sekunder (secondary sources), bahan primer
meliputi produk lembaga legislatif, dalam konteks penelitian ini bahan yang dimaksud

16

adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Ketua Bapepam.
Bahan-bahan Hukum primer yang sama dengan Undang-Undang adalah putusanputusan Bapepam, hal ini dikarenakan Undang-Undang Pasar Modal memberikan
kewenangan kepada Bapepam untuk melakukan pemeriksaan bagi pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang Pasar Modal
dan/atau peraturan pelaksanaannya.
Bursa Efek baik Jakarta maupun Surabaya beserta Lembaga Kliring dan
Penjaminan dan Lembaga Penyimpanan Dan Penyelesaian merupakan Special
Regulatory Organization (SRO) yang mempunyai kewenangan membuat peraturan
mengenai pelaksanaan Pasar Modal sehingga juga dimasukkan sebagai bahan hukum
primer.
Bahan-bahan sekunder berupa tulisan-tulisan, makalah dalam buku, jurnal,
majalah ilmiah tentang Hukum Pasar Modal serta buku-buku lainnya yang berkaitan
dengan topik ini. Sedangkan penelitian kepustakaan antara lain dilakukan di beberapa
perpustakaan di Universitas Indonesia, Bapepam dan BEJ. Pengumpulan data melalui
wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber (informan) yang dinilai memahami
Good Corporate Governance di Pasar Modal.
Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, artinya data kepustakaan dan
hasil wawancara dianalisis secara mendalam, menyeluruh dan merupakan satu kesatuan
yang bulat dengan mendeskripsikan keadaan dilapangan serta membandingkannya
dengan peraturan yang telah disediakan.

17

F.

Sistematika Penulisan
Bab I

Pendahuluan, dalam bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance) di Pasar Modal.
Bab III Peranan BAPEPAM dan Bursa Efek dalam penerapan Pengelolaan
Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal
Bab IV Penyelesaian pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance) di Pasar Modal.
Bab V

Penutup, bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.

18

BAB II
ASPEK HUKUM PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD
CORPORATE GOVERNANCE) DI PASAR MODAL
A. Konsep Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Salah satu penyebab timbulnya krisis ekonomi disejumlah negara-negara di Asia
yang disebabkan oleh karena lemahnya penegakan dan kepastian hukum didalam bidang
ekonomi. Penegakan hukum didalam bidang ekonomi tidak berlangsung secara
seimbang yang dikarenakan kebijakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi tidak
diikuti dengan langkah untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi hukum sebagai desain yang
dapat mengontrol sekaligus mendorong timbulnya praktek-praktek yang jujur dan
transparan dikalangan dunia usaha.
Kondisi ini telah meracuni setiap bagian yang melekat dengan aktifitas
perekonomian kita, dimana perilaku-perilaku yang tidak jujur dari perusahaanperusahaan di Indonesia menimbulkan berbagai kesulitan khususnya dalam aspek
yuridis untuk meminta pertanggungjawaban dari perbuatan-perbuatan hukum yang
dibuat perseroan.
Krisis moneter yang melanda Indonesia telah menimbulkan kesadaran baru
bahwa satu-satunya jalan agar penyelesaian krisis ini dapat segera teratasi maka tidak
ada pilihan selain mendesain ulang seluruh komponen supra struktur dan infra struktur
sistem dan mekanisme finansial.
Didalam era ekonomi baru maka perkembangan atas kajian tentang prinsip
prinsip good corporate governance telah bergerak sangat pesat karena adanya tuntutan

19

terhadap perilaku usaha (business behavior) agar mereka dapat membenahi anatomi
korporasi mereka dengan cara menerapkan sistem yang saling mengontrol antara
pengurus dan pemegang saham.10
Realitas menunjukkan prilaku emiten atau perusahaan publik yang memiliki
komisaris atau direktur yang berhubungan langsung dengan pemegang saham utama,
telah menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest). Sering kepentingan
pemegang saham lainnya terabaikan, perkembangan usaha perseroan ditentukan oleh
keinginan pemegang saham utama tanpa melibatkan minoritas.
Kondisi ini mempegaruhi substansi independensi pengurus perseroan dalam hal
menyampaikan informasi material kepada pemegang saham lainnya. Perseroan yang
ingin terus berkembang harus mendisain kerangka hukum perseroan dengan menerapkan
prinsip-prinsip good corporate governance yang implikasinya positif dari partisipasi
pemodal lainnya.
Konsep Good Corporate Governance adalah konsep pengimplementasikan
perusahaan-perusahaan di Indonesia karena melalui konsep yang menyangkut struktur
perseroan yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, Direksi dan komisaris dapat terjalin
hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab
yang harmonis baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai
perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.

10

http://216.239.57.104/search?
q=cache:94hc_1VFofsJ:www.safitri.com/lawoffice/indo/aspek_good_corporate_governance.htm+makalah
+good+corporate+governance&hl=en&ie=UTF-8

20

Keberhasilan Good Corporate Governance tergantung kepada berfungsinya
organ-organ perseroan secara efektif, berfungsinya sistem yang mengatur hubungan
struktural antar ketiga organ perseroan, shareholders dan stakeholders yang dalam
pelaksanaannya harus didukung oleh ketiga organ Perseroan Terbatas itu.
Pengaturan hubungan yang harus seimbang dan harmonis antar pihak-pihak yang
berperan dalam perseroan merupakan salah satu usaha sistem Good Corporate
Governance untuk melindungi kepentingan seluruh pemegang saham termasuk
pemegang saham minoritas.
Good Corporate Governance terkait erat dengan usaha mengurangi Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam transaksi atau perundingan bisnis, Good Corporate
Governance berusaha mencegah malpraktik dan kecurangan, Good Corporate
Governance menjadikan tindak pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjadi sulit
berkembang dan Good Corporate Governance mencegah dan mengeliminasi
penyimpangan yang menghambat pengembangan perusahaan.
Untuk memulihkan krisis ekonomi yang berkepanjangan ini implementasi Good
Corporate Governance merupakan suatu metode yang tidak dapat ditawar lagi untuk
memulihkan krisis ekonomi yang terjadi selama ini, pelaku usaha Indonesia harus
menerapkan Good Corporate Governance karena Good Corporate Governance tidak
membiarkan adanya korupsi dan praktik KKN lainnya dalam dunia usaha yang sehat.
Implementasi Good Corporate Governance adalah langkah nyata untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kerja dunia usaha.

21

Good Corporate Governance diharapkan mampu mengusahakan keseimbangan
antara berbagai kepentingan yang dapat memberi keuntungan antara berbagai
kepentingan yang dapat memberi keuntungan bagi perusahaan secara menyeluruh,
dengan demikian implementasi Good Corporate Governance menjadi penting karena
kemampuan pengelolaan perusahaan berakibat pada efisiensi yang digunakan oleh suatu
perusahaan untuk menarik modal berisiko kecil, kemampuan perusahaan untuk
memenuhi harapan masyarakat dan kinerja secara keseluruhan.
B. Aspek Hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik di Pasar Modal.
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang diimplementasikan pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia berasal dari Organization for Economy Cooperation
and Development (OECD) yang mengatur empat prinsip dasar Good Corporate
Governance yaitu diperlukannya sebuah sistem yang mampu menjamin berlangsungnya
praktek-praktek

usaha

pertanggungjawaban

yang

berdasarkan

(responsibility),

kepada

keadilan

keterbukaan

(fairness)

dan

(transparency),
akuntabilitas

(accountability).
Prinsip Fairness atau keadilan yang berlaku di Pasar Modal mengutamakan pada
persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham dan adanya perlindungan
hukum terhadap pemegang saham minoritas, karena investor baik asing maupun lokal
dalam pasar modal berkedudukan sebagai pemegang saham minoritas sehingga perlu
lebih diperhatikan perlindungan hukumnya.11

11

Anis Baridwan, Corporate Governance dari sudut pandang pasar modal, disusun oleh Sofyan Djalil

22

Prinsip Transparency atau transparansi yang ada di Pasar Modal adalah
Perusahaan wajib mendisclose material yang akurat, memadai serta tepat waktu
sehingga pemegang saham maupun investor dapat menggunakan informasi tersebut
dalam mengambil keputusan investasinya.
Prinsip Accountability atau akuntabilitas pada pasar modal dimana pengurus
perusahaan wajib melakukan pengelolaan perusahaan dengan sungguh-sungguh serta
melakukan hal terbaik untuk kepentingan perusahaan (fiduciary duties).
Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa Corporate Governance pada
Perusahaan yang mendaftarkan sahamnya di Pasar Modal (Emiten) berupa :
1.

Perlindungan hak-hak pemegang saham.

2.

Persamaan perlakuan terhadap pemegang saham.

3.

Peranan pengurus perusahaan.

4.

Peranan stakeholder.

5.

Aspek keterbukaan.
Perlindungan hak-hak pemegang saham terdiri atas hak atas keamanan

pencatatan kepemilikan saham, hak untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan,
hak untuk hadir dan bersuara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, hak untuk
memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum (legal entity) yang mandiri
(persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri kualitas yang berbeda dari bentuk
usaha yang lain sebagai karakteristik suatu PT antara lain adanya :
1.

Pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi.

23

2.

Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas.

3.

Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.12

Dengan demikian Perseroan Terbatas mempunyai tiga organ Perseroan agar masingmasing organ independen (tidak dipengaruhi oleh organ lainnya) namun diharapkan juga
tercipta adanya check and balance antara tiga organ Perseroan tersebut.
Pengelolaan Perseroan Terbatas diberikan kepada Direksi yang dianggap sebagai
tenaga profesional dan bertugas untuk kepentingan Perseroan dan menjalankan
manajemen Perseroan agar diharapkan Perseroan berkembang dengan pesat dan
mendapat untung yang besar sehingga diharapkan Perseroan dan para pemegang saham
memperoleh keuntungan yang maksimal dengan biaya seefisien mungkin.
Hal ini mencerminkan prinsip akuntabilitas dimana Direksi dapat dipercaya
untuk mewakili perusahaan baik didalam maupun diluar pengadilan karena perusahaan
merupakan suatu yang abstrak dan segala hal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut
dilakukan oleh Direksi beserta jajarannya.
Didalam mengelola Perseroan Terbatas Direksi harus memperhatikan hak-hak
para pemegang saham melalui prosedur yang memadai yang ditetapkan oleh Perseroan
yang pada dasarnya terdiri atas :
1.

Hak untuk menghadiri dan memberikan suara pada RUPS berdasarkan prinsip
satu saham satu suara.

12

Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Mega Poin, 2000), Hal. 143.

24

Hal ini mencerminkan prinsip keadilan (fairness) karena saham menunjukkan
partisipasi investor di perusahaan tersebut, dengan demikian semakin banyak saham
yang dipunyai semakin besarlah peranannya di perusahaan tersebut.
2.

Hak untuk mendapatkan informasi mengenai Perseroan secara tepat waktu dan
teratur yang memungkinkan seorang pemegang saham membuat keputusan yang
baik mengenai investasi yang berkaitan dengan sahamnya dalam Perseroan.
Hal ini mencerminkan prinsip transparansi (transparency) karena Perseroan
melakukan keterbukaan (disclosure), memberikan informasi sebenarnya tentang
Perseroan tersebut saat ini (up to date) dan tidak menyembunyikan apapun sehingga
pemegang saham dapat memperhitungkan tindakannya dan tidak terjebak akan
informasi yang menyesatkan.

3.

Hak untuk ikut serta dalam pembagian keuntungan dengan menerima pembagian
keuntungan.13
Hal ini mencerminkan prinsip keadilan (fairness) dimana pembagian keuntungan
didasarkan atas banyaknya saham yang dimiliki, hal ini dikarenakan saham
merupakan wujud partisipasi individu didalam Perseroan.
Definisi mengenai Pemegang Saham Mayoritas menurut sistem hukum Common

Law adalah sebagai berikut :
“Majority stockholder : One who owns or controls more than 50% (percent) of the stock
of a corporation, through effective control may be maintained with far less than 50
(fifty) percent if most of the stock is widelyheld. In close corporation, majority
shareholders may owe fiduciary, partner like duties to minority shareholders.

13

A. Djalil Sofyan, Hukum Perusahaan Dan Kepailitan, (Jakarta : FHUI, 2002), Hal. 12.

25

Majority Shareholder : A shareholder who owns or controls more than half the
corporation’s stock”.
Menurut Rudhi Prasetya, pemegang saham minoritas adalah satu atau sejumlah
pemegang saham yang relatif menguasai lebih banyak saham yang dikeluarkan oleh
perseroan. Definisi pemegang saham minoritas menurut sistem hukum Common Law
adalah sebagai berikut :
“Minority stockholder : Those stockholders of a corporation who hold so few shares in
relation to the total outstanding that they are unable to control the management of the
corporations or to elect directors.
Minority shareholders : A shareholder who own less than half the total shares
outstanding and thus cannot control the corporation’s management or singlehandedly
elect directors”.
Menurut Rudhi Prasetya, pemegang saham minoritas adalah satu atau sejumlah
pemegang saham yang relatif hanya menguasai sejumlah saham, yang kalah banyaknya
terhadap satu atau sekelompok pemegang saham lainnya.
Dalam suatu Perseroan Terbatas apabila terdapat perbedaan pemilikkan saham
Perseroan dengan selisih jumlah yang begitu besar maka akan dijumpai adanya
pemegang saham mayoritas dipihak yang satu dan dipihak lain adalah pemegang saham
minoritas, juga dengan perbedaan jumlah suara yang mencolok.
Prinsip mayoritas sering menyebabkan pemegang saham minoritas berada pada
posisi

yang

tidak

berdaya

dan

kurang

menguntungkan

dalam

menegakkan

kepentingannya karena kedudukan Hukum para pemegang saham minoritas ini jauh
lebih lemah dan tidak mampu menghadapi tindakan Direksi atau Komisaris yang

26

merugikan Perseroan disebabkan oleh kedudukan pemegang saham mayoritas yang
identik dengan kedua organ Perseroan tersebut, baik secara fisik maupun kepentingan.14
Para pemegang saham harus diperlakukan secara adil berdasarkan prinsip
kesetaraan maka para pemegang saham harus mempunyai hak penuh yang tidak
dilanggar untuk memberikan satu suara untuk setiap saham dan Perseroan harus
memberikan informasi kepada pemegang saham sehingga memungkinkan pemberian
suara yang bermanfaat dan dalam hal ini Perseroan dan Direksi sebagai pengelola
Perseroan tidak boleh berpihak.15
Prinsip one share, one vote didasarkan pada suatu pemikiran bahwa pemegang
saham mayoritas sebagai penyandang dana utama selalu dihadapkan pada dua sisi yang
kontradiktif, disatu sisi berharap mendapatkan deviden yang besar tetapi disisi lain
kuatir akan menanggung resiko kerugian yang besar juga sesuai jumlah saham yang
dimilikinya.
Prinsip one share, one vote merupakan prinsip dasar dan hakikat dari maksud
berdirinya suatu PT. Manning Gilbert Warren III dalam bukunya A Perception of
Legitimacy menyatakan :
“One vote one share rule is based on the principle of apportioning voting power
commensurate with the investment risk taken by common stockholders as residual
owners”.

14
15

Widjaya, I.G. Rai, loc. Cit., Hal. 203.
A. Djalil Sofyan, loc. Cit., Hal. 12-13.

27

Para pemegang saham minoritas juga mempunyai hak-hak yang telah diatur
secara jelas didalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 mengenai Perseroan Terbatas
yaitu :
1.

Hak untuk mengawasi atau menerima informasi dari Perseroan berdasarkan Pasal
63 Ayat 2 Undang-Undang PT.

2.

Hak untuk meminta diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
berdasarkan Pasal 66 Ayat 2 dan Pasal 67 (1) UUPT.

3.

Hak untuk memeriksa Perseroan berdasarkan Pasal 110 UUPT.

4.

Hak mendapat ganti rugi dalam bentuk pembelian kembali saham yang telah
ditempatkan oleh Perseroan dengan dana yang bukan berasal dari laba, diatur
dalam Pasal 30 Ayat 3 UUPT.

5.

Hak menuntut karena tindakan yang tidak adil atau tidak perlu berdasarkan Pasal
52 (2) UUPT.

6.

Hak menuntut karena kelalaian atau kesalahan manajemen (Pasal 85 (3) dan 98
(2) UUPT.

7.

Hak mayoritas khusus yang berupa pembelian kembali saham yang telah
ditempatkan berdasarkan Pasal 31 (2) UUPT.

8.

Hak melakukan perubahan Anggaran Dasar berdasarkan Pasal 75 UUPT.

9.

Konsolidasi,

penggabungan,

pengambilalihan,

pailit

atau

pembubaran

berdasarkan Pasal 76 UUPT.
10.

Penjualan atau pemberian jaminan atas kekayaan Perseroan berdasarkan Pasal 88
UUPT.

28

11.

Hak untuk keluar dari Perseroan karena likuidasi berdasarkan Pasal 117 (1) b
UUPT.

12.

Pembelian kembali saham yang telah ditempatkan (Pasal 55 UUPT).

13.

Peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
juga memberikan perlindungan terhadap para pemegang saham minoritas dalam
hubungannya dengan transaksi yang mengandung pertentangan kepentingan dan
pengambilalihan tertentu.16
Hak untuk mengawasi atau menerima informasi Perseroan dari Direksi atau

Komisaris dapat dilakukan oleh pemegang saham didalam Rapat Umum Pemegang
Saham berdasarkan Pasal 63 Ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Hak meminta
diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (Pasal 66 Ayat 2 dan Pasal 67 (1) UUPT)
dimintakan kepada Direksi atau Komisaris oleh pemegang saham minoritas.
Apabila lewat tiga puluh hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan
pemanggilan RUPS maka pemegang saham minoritas dapat mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Perseroan untuk dapat memberikan izin kepada Pemohon melakukan sendiri
pemanggilan RUPS tahunan atau melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya atas
permohonan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila
Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.17

16
17

Ibid., Hal. 14
http://www.theceli.com/dokumen/produk/1995/uu1-1995.htm.

29

Penetapan Ketua Pengadilan Negeri ini merupakan penetapan instansi pertama
dan terakhir (Pasal 67 (4)), yang karena itu tidak dapat dimintakan banding seperti
putusan Pengadilan Negeri lainnya karena hal ini merupakan suatu kekhususan yang
diberikan Undang-Undang dalam rangka penegakan kepentingan pemegang saham
minoritas agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.
Pemegang saham minoritas pemegang saham minoritas dapat mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Perseroan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Perseroan apabila
permintaan kepada Perseroan untuk memperoleh data-data atau keterangan yang
diperlukan ditolak atau tidak diperhatikan oleh Perseroan dan apabila ada dugaan :
a.

Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang
saham atau pihak ketiga; atau

b.

Anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
Pemeriksaan tersebut diatas hanya dapat dilakukan oleh pemegang saham atas

nama diri sendiri atau atas nama Perseroan apabila mewakili paling sedikit 1/10 bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, pihak lain yang dalam Anggaran
Dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan
permohonan pemeriksaan dan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang
diderita pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas yang beritikad baik,
yang timbul akibat batal demi hukum dikarenakan perolehan saham, baik secara

30

langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan pembelian kembali saham yang
telah dikeluarkan Perseroan dengan ketentuan dibayar dari laba bersih sepanjang tidak
menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang
ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan Undangundang ini dan jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama
dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak
melebihi 10 % (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.
Pemegang saham selaku subjek Hukum mempunyai hak perseorangan atau
(personal right) yang dapat dipertahankan serta dapat menuntut pelaksanaan haknya
termasuk dengan mengajukan gugatan terhadap Perseroan melalui Pengadilan Negeri
yang daerah Hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan apabila Perseroan
merugikan pemegang saham minoritas dikarenakan tindakan Perseroan yang tidak adil
(unfair) dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau
Komisaris.18
Hak perseorangan dimaksudkan agar dapat memberikan perlindungan yang baik
terhadap pemegang saham namun yang lebih memanfaatkan ketentuan tersebut adalah
pemegang saham minoritas karena pemegang saham ini bisa menolak suatu tindakan
yang hendak dilakukan oleh Perseroan meskipun hal tersebut telah diputuskan oleh
RUPS.19

18
19

Widjaya, I.G. Rai, loc. Cit., Hal. 203.
Ibid., Hal. 204.

31

Gugatan yang berdasarkan atas hak utama dari Perseroan tetapi dilaksanakan
oleh pemegang saham atas nama Perseroan dinamakan gugatan derivative (derivative
suit), jadi gugatan diajukan bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham
melainkan untuk Perseroan sehingga segala hasil dari gugatan tersebut menjadi milik
Perseroan.20
Gugatan Derivatif merupakan gugatan pengecualian (abnormal) sebab dalam
kasus-kasus normal yang bertindak sebagai pihak yang mewakili Perseroan bukan
pemegang saham melainkan pihak Direksi atau yang dikuasakan/didelegasikan oleh
Direksi, seperti yang biasanya ditentukan dalam anggaran dasarnya.
Undang-Undang Perseroan Terbatas memberikan hak suara khusus kepada
pemegang saham minoritas untuk dapat bertindak selaku wakil perseroan dalam
memperjuangkan kepentingan Perseroan terhadap tindakan Perseroan yang merugikan
sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan baik oleh anggota direksi
dan/atau komisaris (Pasal 85 Ayat 3 jo. Pasal 98 ayat 2).
Dalam hal tindakan Direksi merugikan Perseroan maka pemegang saham yang
memenuhi persyaratan mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara yang sah dapat mewakili Perseroan untuk melakukan tuntutan atau
gugatan terhadap Direksi dan atau Komisaris melalui Pengadilan.
Tidak semua gugatan yang diajukan oleh pemegang saham dari suatu Perseroan
dapat digolongkan sebagai guatan derivative karena banyak model gugatan lain yang

20

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law, (Bandung : PT. CITRA ADITYA
BAKTI, 2002), Hal. 74-75

32

dilakukan oleh pemegang saham yang tidak tergolong ke dalam gugatan derivative, yaitu
gugatan langsung (Direct Action), gugatan kelompok (Class Action) dan gugatan
representatif (Representative Action).
Perbedaan antara gugatan langsung dengan gugatan derivatif adalah jika pada
gugatan derivatif gugatan diajukan kepada pihak yang telah merugikan Perseroan,
diajukan oleh pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama Perseroan
sedangkan pada gugatan langsung pihak pemegang saham mengajukan gugatan juga
kepada pihak yang merugikan Perseroan tetapi pemegang saham tersebut bertindak
untuk dan atas namanya sendiri karenanya sering disebut juga gugatan individu
(individual action).21
Gugatan Derivatif pemegang saham jangan disamakan dengan gugatan class
action karena gugatan class action atau gugatan kelompok adalah gugatan yang
dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam suatu kelompok orang yang
mempunyai kepentingan yang sama, gugatan mana dilakukan secara hukum, tidak
membutuhkan surat kuasa yang dianggap dilakukan untuk dan atas nama seluruh
anggota kelompok tersebut, bila diajukan oleh pemegang saham maka pemegang saham
tersebut secara hukum dianggap mewakili seluruh kelompok pemegang saham yang
mempunyai kepentingan yang sama.22

21

D. Cox James, Hazeen Thomas Lee dan O’Neal R. Hodge, Corporations, Aspen Law & Business, (USA
: A Division of Aspen Publishers, Inc, 1997), Hal. 400.
22
Ibid., Hal. 398.

33

Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan atas permohonan satu orang
pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara yang sah berdasarkan Pasal 117 Ayat 1 b UUPT.
Apabila Perseroan melakukan perbuatan hukum penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan Perseroan harus memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang
saham minoritas, karyawan Perseroan, kepentingan masyarakat dan persaingan sehat
dalam melakukan usaha.
Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan tidak mengurangi hak
pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar
sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, yaitu :
Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan
harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang
merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa :
1.

Perubahan Anggaran Dasar.

2.

Penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan
Perseroan.

3.

Penggabungan, peleburan atau pengambilalihan Perseroan.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 mengenai Perseroan Terbatas telah cukup

untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas namun dalam menghadapi
globalisasi

ekonomi

Perseroan

harus

mengupayakan

keseimbangan

dengan

memperhatikan tidak hanya kepentingan shareholder saja melainkan juga stakeholder
untuk mempertahankan eksistensinya dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

34

Berkaitan dengan hal tersebut Perseroan harus melaksanakan Pengelolaan Perusahaan
Yang Baik (Good Corporate Governance) yang mengatur mengenai aspek-aspek yang
terkait dengan :
1.

Keseimbangan hubungan antara organ-organ Perusahaan yaitu RUPS, Direksi
dan Komisaris yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan
dan mekanisme operasional ketiga organ Perusahaan tersebut (keseimbangan
internal).

2.

Pemenuhan tanggung jawab Perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat
kepada seluruh stakeholder yang mencakup hal-hal yang terkait dengan pengaturan
hubungan antara Perusahaan dengan seluruh stakeholder (keseimbangan eksternal)
untuk mewujudkan Perusahaan sebagai good Corporate Citizen.23
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk

mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan Perusahaan dalam rangka
meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas Perusahaan dengan tujuan utama
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders yang lain.
Stakeholders terdiri atas karyawan, pemasok, pelanggan, distributor, pesaing,
pemerintah serta masyarakat yang ikut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan
perusahaan dan yang ikut pula menanggung dampak dari kegiatan operasional
perusahaan.

23

A. Djalil Sofyan, loc. Cit., Hal. 18.

35

Mereka adalah Stakeholders yang mempunyai kepentingan dalam kemakmuran
perusahaan tesebut, oleh karena itu perusahaan harus mengupayakan keseimbangan
dengan memperhatikan tidak hanya kepentingan shareholder saja tetapi juga stakeholder
untuk mepertahankan eksistensinya dan bermanfaat bagi seluruh entitas masyarakat.24
Pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat
kepada seluruh stakeholder, yang mencakup hal-hal yang terkait dengan pengaturan
hubungan antara perusahaan dengan seluruh stakeholder (keseimbangan eksternal) untuk
mewujudkan perusahaan sebagai good corporate citizen.
Hak atas keamanan pencatatan kepemilikan saham yang terdiri atas adanya
perlindungan hukum t

Dokumen yang terkait

Pengaruh Daya Tarik Program Acara Good Morning di TRANS TV terhadap Minat Mahasiswa Menonton Good MorningStudi pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2005

0 16 3

ANGGUNG JAWAB SOSIAL DALAM MEMPERTAHANKAN CITRA PERUSAHAAN PADA HOTEL BINTANG MULIA JEMBER Corporate Social Responsibility Concerning Keeping The Image Of Enterprise At Bintang Mulia Hotel Jember

0 10 20

Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance pada PT. Mitra Tani Dua Tujuh (The Implementation of the Principles of Good Coporate Governance in Mitra Tani Dua Tujuh_

0 45 8

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Spesialisasi Industri Auditor, Dan Audit Brand Name Terhadap Integritas Laporan Keuangan: Studi Empiris Pada Perusahaan Di Sektor Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014

2 28 127

Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Empiris pada Perusahaan Go Public yang terdaftar di Jakarta Islamic Index Periode 2008-2012)

1 15 123

Pengaruh Kinerja Keuangan Dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Laporan Keuangan : studi pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 19 79

Pengaruh pengawasan Intern Dan Good Governance Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Survey Pada Dinas SKPD Kabupaten Cianjur)

0 34 21

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Divisi Corporate Secretary RCTI (PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia)

4 79 104

Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Praktik Good Coprorate Governance (GCG)

0 5 24

Sistem Informasi Penyaluran Dana Corporate Social Responsibility (CSR) Di Baitul Maal Wat Tamwil ITQAN Bandung

3 24 183