Chapter II Studi Pengaruh Korona Terhadap Surja Tegangan Lebih Pada Saluran Transmisi v

BAB II
SALURAN TRANSMISI DAN KORONA
Saluran transmisi memegang peranan penting dalam proses penyaluran
daya dari pusat-pusat pembangkit hingga kepusat-pusat beban. Agar dapat
melayani kebutuhan tersebut maka diperlukan sistem transmisi tenaga listrik yang
handal dengan tingkat keamanan yang memadai. Salah satu penyebab terjadinya
kerusakan peralatan utama maupun peralatan lainnya seperti instrumen gardu
induk adalah sambaran surja petir baik secara langsung maupun tidak langsung
pada peralatan di transmisi maupun peralatan di gardu induk. Dengan demikian,
pada sebuah gardu induk dan sistem menara transmisi sangat diperlukan
perlindungan terhadap gangguan akibat surja petir. Untuk melindungi kawat fasa
serta menjadi medium tempat mengalirnya arus gangguan akibat sambaran surja
petir maka diperlukan peralatan tenaga listrik yang disebut dengan kawat tanah
dan lightning arrester [1].

2.1

Tegangan Tinggi Impuls
Tegangan tinggi impuls (impulse voltage) adalah tegangan yang naik

dalam waktu singkat sekali kemudian disusul dengan penurunan yang relatif

lambat menuju nol. Ada tiga bentuk tegangan impuls yang mungkin menerpa
sistem tenaga listrik yaitu tegangan impuls petir yang disebabkan oleh sambaran
petir (lightning), tegangan impuls hubung buka yang disebabkan oleh adanya
operasi hubung buka (switching operation) dan tegangan impuls petir terpotong
[1].

6

Gambar 2.1 Jenis-jenis tegangan impuls
Tegangan impuls di definisikan sebagai suatu gelombang yang berbentuk
eksponensial ganda yang dapat dinyatakan dengan persamaan:
( )=

0



dimana






Vo

= Magnitud Tegangan (kV)

a,b

= konstanta-konstanta yang dipengaruhi nilai RLC

(2.1)

Dari persamaan (2.1) dapat dilihat bahwa bentuk gelombang impuls
ditentukan oleh konstanta a dan b, sedangkan nilai konstanta a dan b ini
ditentukan oleh komponen rangkaian [2].
Definisi bentuk gelombang impuls [2]
1. Bentuk dan waktu gelombang impuls dapat diatur dengan mengubah nilai
komponen rangkaian saluran (konstanta a dan b)
2. Nilai puncak (peak value) merupakan nilai maksimum gelombang impuls.

3. Muka gelombang (wave front) didefinisikan sebagai bagian gelombang
yang dimulai dari titik nol sampai titik puncak. Waktu muka (Tf) adalah
waktu yang dimulai dari titik nol sampai titik puncak gelombang.
4. Ekor gelombang (wave tail) didefinisikan sebagai bagian gelombang yang
dimulai dari titik puncak sampai akhir gelombang. Waktu ekor (Tt) adalah

7

waktu yang dimulai dari titik nol sampai setengah puncak pada ekor
gelombang
Suatu tegangan impuls dinyatakan dengan tiga besaran yaitu tegangan
puncaknya (Vmaks), waktu muka (Tf), dan waktu ekor (Tt). Menurut IEC waktu
muka dan waktu ekor untuk tegangan impuls petir adalah :
×

= 1,2 × 50 �

Gambar 2.2 Tegangan impuls petir berdasarkan standar IEC
Standar bentuk gelombang impuls petir yang dipakai oleh beberapa
Negara ditunjukan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standar bentuk tegangan impuls petir [2]
Standar

Tf x Tt

Jepang

1 x 40 µs

Jerman dan Inggris

1 x 50 µs

Amerika

1.,5 x 40 µs

IEC

1,2 x 40 µs


8

Nilai toleransi waktu muka dan waktu ekor gelombang untuk standar
Jepang adalah 0,5 – 2 μs dan 35 – 50 μs, standar Inggris 0,5 – 1,5 μs dan 40 – 60
μs, sedangkan untuk standar Amerika adalah 1,0 – 2,0 μs dan 30 – 50 μs seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.3. Dari Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa standar IEC
merupakan kompromi antara standar-standar tegangan impuls berbagai Negara
[2].

Gambar 2.3 Standar bentuk gelombang tegangan impuls petir

2.2

Mekanisme Sambaran Petir
Petir adalah mekanisme pelepasan muatan listrik di udara yang dapat

terjadi di dalam awan, antar awan, awan dengan udara, dan antara awan dengan
tanah. Antara awan dan permukaan bumi dapat dianalogikan seperti kapasitor
raksasa, dimana lempeng pertama adalah awan dan lempeng kedua adalah bumi.

Proses terjadinya muatan pada awan adalah akibat adanya pergerakan awan secara
teratur dan terus menerus. Dan selama pergerakannya, awan akan terpolarisasi
sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi, sedangkan muatan

9

positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Biasanya muatan negatif berada di bagian
bawah awan dan muatan positif berada di bagian atas.
Muatan listrik pada awan ini mengakibatkan adanya beda potensial antara
awan dengan bumi, sehingga timbul medan listrik antara awan dengan bumi. Jika
medan listrik lebih besar daripada kekuatan dielektrik udara yang mengantarai
bumi dengan awan, maka akan terjadi pelepasan muatan.
Pelepasan pertama terjadi di udara yang berada di sekitar awan bermuatan.
Pelepasan ini disebut pilot leader . Di ujung pilot leader terjadi proses ionisasi
sehingga terjadi pelepasan kedua yang disebut dengan downward leader . Di ujung
downward leader terjadi lagi pelepasan muatan menuju ke bumi. Demikian

seterusnya proses pelepasan berlangsung terus sehingga

downward leader


semakin mendekati bumi. Ujung dari downward leader semakin mendekati bumi
disebut sebagai leader . Gambar mekanisme proses terjadinya petir dapat dilihat
pada Gambar 2.13 berikut ini:

10

Gambar 2.4 Tahapan Sambaran Petir ke Tanah [3]
Ketika leader mendekati bumi terjadi medan listrik yang sangat tinggi
antara ujung leader dengan bumi, sehingga terjadi penumpukan muatan di ujung
suatu objek yang berada di permukaan bumi. Dengan demikian muatan yang
berasal dari bumi bergerak menuju ujung leader.
Titik bertemunya kedua aliran yang berbeda muatan ini disebut striking
point dapat dilihat pada Gambar 2.13(c), sesaat setelah itu terjadi perpindahan

muatan dari tanah ke awan melalui sambaran balik. Perpindahan muatan dari
awan ke tanah akan kembali memunculkan beda potensial yang tinggi antara pusat
muatan di awan seperti pada Gambar 2.13(d). Akibatnya, terjadi pelepasan
muatan susulan atau yang disebut pelepasan muatan berulang (multiple stroke).


2.3

Gangguan Petir Pada Saluran Transmisi
Gangguan petir pada saluran transmisi adalah gangguan akibat sambaran

petir pada saluran transmisi yang dapat menyebabkan terganggunya saluran
transmisi dalam menghantarkan daya listrik. Gangguan petir ini dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu :

11

1.

2.

Gangguan akibat sambaran langsung, yang terdiri dari :
a.

Gangguan petir pada kawat tanah,


b.

Gangguan petir pada kawat fasa atau kegagalan perisaian.

Gangguan petir akibat sambaran tidak langsung atau sambaran induksi.
Gangguan akibat sambaran langsung petir adalah adanya sambaran petir

yang langsung mengenai suatu objek tertentu Sambaran petir langsung dapat
menimbulkan bermacam-macam gangguan yang tidak hanya membahayakan
peralatan listrik namun juga bisa mengancam keselamatan jiwa manusia.
Besarnya tegangan yang diakibatkan sambaran petir ini dapat mencapai 3000 kV.
Gangguan pada jaringan listrik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian
yaitu sambaran petir mengenai kawat tanah dan sambaran petir mengenai kawat
fasa. Sambaran petir yang langsung mengenai kawat tanah dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut:
a) Terputusnya kawat tanah. Arus yang besar menyebabkan panas yang
tinggi pada kawat tanah yang dapat melampaui kekuatan kawat untuk
menahannya.
b) Naiknya potensial kawat tanah yang diikuti oleh backflashover ke kawat
fasa. Pada saat terjadi sambaran pada kawat tanah, dengan cepat

potensialnya naik mencapai nilai yang cukup tinggi sehingga dapat
mengakibatkan lompatan muatan listrik ke kawat fasa di dekatnya.
Sambaran langsung mengenai kawat fasa mengakibatkan kenaikan
tegangan tinggi pada kawat fasa. Kenaikan tegangan yang cukup tinggi ini dapat
menyebabkan pecahnya isolator, kerusakan trafo tenaga dan pecahnya arrester .

12

2.4

Fenomena Korona
Bila dua elektroda yang penampangnya kecil (dibandingkan dengan jarak

antara kedua elektroda tersebut) diberi tegangan bolak-balik, maka akan mungkin
terjadi fenomena korona. Pada tegangan yang cukup rendah, tidak akan terjadi
apa-apa. Pertama-tama, pada elektroda akan kelihatan bercahaya, mengeluarkan
suara-suara mendesis (hissing), dan berbau ozon. Warna cahaya yang terlihat
adalah ungu muda (Violet). Apabila tegangan dinaikan secara terus menerus,
maka karakteristik yang terjadi diatas akan semakin jelas terlihat, terutama pada
bagian yang kasar, runcing dan kotor. Cahaya akan bertambah besar dan terang.

Apabila tegangan masih terus dinaikan, maka akan muncul busur api. Pada
keadaan udara lembab, korona menghasilkan asam nitrogen (nitrous acid), yang
menyebabkan elektroda berkarat bila kehilangan daya cukup besar.
Korona terjadi disebabkan karena adanya ionisasi dalam udara, yaitu
terjadinya kehilangan elektron dari molekul udara. Karena terjadinya ionisasi
molekul dalam udara, maka molekul netral (A) di udara bebas mendapatkan
energi foton yang cukup dan besarnya melebihi energi yang diperlukan untuk
membebaskan elektron dari molekul gas atau udara. Kelebihan energi foton akan
dilimpahkan pada elektron yang kemudian dibebaskan dalam bentuk energi
kinetik. Hal ini dapat ditunjukan dalam persamaan berikut ini :



1
2

�2

+� →



+ �+ +



Karena adanya medan listrik yang berada disekitar elektroda penghantar
yang mempercepat gerak elektron hasil inonisasi tersebut, maka elektron-elektron
tersebut akan menumbuk molekul-molekul gas atau udara disekitarnya.

13

Karena hal ini terjadi secara terus-menerus maka jumlah ion dan elektron
bebas menjadi berlipat ganda. Apabila terjadinya eksitasi elektron atom gas, yaitu
berubahnya kedudukan elektron gradien tegangan menjadi cukup besar maka akan
timbul fenomena korona. Selain menyebabkan terjadinya ionisasi molekul,
tumbukan elektron juga menyebabkan perpindahan dari orbital awalnya ke tingkat
orbital yang lebih tinggi. Pada saat elektron berpindah kembali ke tingkat orbital
yang lebih rendah, maka akan terjadi pelepasan energi berupa cahaya radiasi dan
gelombang elektromagnetik berupa suara bising.

2.4.1

Cahaya Ungu
Salah satu gejala terbentuknya korona yaitu terlihatnya samar-samar

cahaya berwarna ungu disekeliling permukaan konduktor. Cahaya berwarna ungu
ini berasal dari pengaruh tekanan elektrostatik yang berlebihan akibat dari
gradient potensial yang tinggi. Besarnya gradien potensial ini dipengaruhi oleh
tegangan yang diberikan. Pada saat awal korona terjadi, cahaya ini belum terlihat.
Cahaya ini berasal dari proses rekombinasi antara ion nitrogen dengan elektron
bebas. Agar cahaya ini terlihat jelas diperlukan ionisasi lebih banyak lagi sehingga
gradient permukaannya meningkat.

14

Gambar 2.5 Cahaya Ungu pada Saluran Transmisi Hantaran Udara

2.4.2

Suara Bising
Medan listrik yang yang tinggi pada fenomena korona mengakibatkan

terjadinya tumbukan elektron, jika kuat medan listrik ini terus meningkat maka
tumbukan elektron akan semakin keras karena energi kinetik yang diperoleh
elektron tersebut. Akibatnya terjadi eksitasi elektron dari udara, yaitu berubahnya
kedudukan elektron dari orbitalnya semula ke tingkat orbital yang lebih tinggi.
Ketika elektron ini berpindah kembali ke orbital yang lebih dalam terjadi
pelepasan energi berupa suara mendesis. Suara mendesis ini terjadi disekitar
konduktor. Suara tersebut dapat didengar oleh telinga manusia tergantung dari
frekuensi yang dibangkitkannya dan juga jarak sumber suara dengan si pendengar.
Suara mendesis yang dibangkitkan ini biasa disebut gangguan bising. Pada sistem
transmisi, suara bising yang dibangkitkan oleh korona ini dideteksi dengan
peralatan pendengaran ultrasonik. Kuat suara bising ini dipengaruhi oleh
konduktor yang digunakan dan keadaan cuaca.
15

Gambar 2.6 Ultrapobe alat pendeteksi suara korona

2.4.3

OZON (O3)
Pada korona dengan kelembaban tinggi dihasilkan gas ozon dalam jumlah

yang tidak terlalu besar. Gas ozon ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan
meningkatnya aktifitas korona. Ozon yang dihasilkan dapat meningkat secara
pesat saat terjadinya pelepasan korona. Pembentukan ozon dihasilkan dari
beberapa molekul oksigen [4].
3O2 → 2O3
Pembentukan ozon oleh pelepasan korona pada oksigen murni, memiliki
beberapa tahap pembentukan.
e- + O2 → 2O + eO + O2 + M → O3 +M
Dimana M = O2 atau N2
Pada persamaan diatas ozon dihasilkan dari reaksi antara oksida dengan
oksigen. Oksida tersebut dihasilkan akibat penguraian dari molekul oksigen akibat

16

tumbukan dengan elektron bebas. Elektron bebas ini kemudian jumlahnya
bertambah dengan meningkatnya medan listrik, medan listrik yang semakin tinggi
akan meningkatkan aktifitas dari korona. Oksida bebas tersebut akan bereaksi
dengan oksigen yang kemudian akan membentuk ozon. Konsentrasi ozon ini
meningkat sampai terjadinya pelepasan korona, kemudian setelah kondisi ini ozon
akan terurai akibat panas yang dihasilkan saat pelepasan korona.
O3 → O2 + O
O + O3 → 2O2
Ozon merupakan molekul triatomik, dimana molekul triatomik ini
termasuk golongan yang astabil atau tidak stabil. Ini menyebabkan ozon sangat
mudah terurai dibandingkan oksigen (diatomik).

2.5

Faktor Yang Mempengaruhi Korona
Penerapan tegangan tinggi yang mendekati tegangan kerusakan dalam

sistem tenaga listrik dapat menimbulkan gejala korona. Terjadinya gejala korona
dalam sistem bertegangan tinggi tersebut dapat ditentukan oleh beberapa faktor
yang menentukan besar aktifitas korona. Faktor tersebut dapat berupa keadaan
lingkungan, bentuk dan ukuran dari konduktor yang digunakan serta besar
tegangan yang diterapkan pada sistem tersebut. Faktor-faktor tersebut diantaranya
atmosfer, kerapatan udara, ukuran dan bentuk permukaan konduktor, jarak antar
konduktor dan tegangan saluran.

17

2.5.1

Atmosfer
Keadaan atmosfer mempengaruhi nilai kekuatan isolasi udara dan gradien

potensial awal terjadinya korona, diantaranya yaitu angin, kelembapan udara,
cuaca, dan suhu udara. Misal ketika kondisi lingkungan sedang berangin kencang,
maka jumlah ion dan elektron akan lebih banyak dari pada saat kondisi normal.
Hal ini menyebabkan korona terjadi pada gradien potensial lebih rendah
dibandingkan cuaca normal.
Suhu dan tekanan sangat mempengaruhi nilai dari tegangan awal korona,
semakin tinggi suhu maka tegangan awal korona menjadi lebih kecil, sehingga
korona menjadi lebih besar. Pada tekanan tinggi maka tegangan awal korona
menjadi semakin tinggi dan korona lebih kecil. Pada daerah yang memiliki suhu
yang tinggi dan tekanan rendah, maka korona akan menjadi lebih besar. Daerah
pengunungan memiliki suhu rendah dan tekanan relatif tinggi, sehingga
kemungkinan korona menjadi lebih kecil.
Kelembapan udara yang semakin tinggi juga akan mempercepat terjadinya
korona. Pada saat udara semakin lembab maka semakin banyak air yang
terkandung dalam udara tersebut sehingga elektron bebas yang dihasilkan akan
semakin banyak. Dengan demikian banyaknya elektron bebas ini, maka longsoran
elektron akan semakin cepat terbentuk dan terjadi ionisasi yang mengawali
terjadinya korona.
Pada saat hujan, salju, jarum es, dan kabut yang dihasilkan akan
mengakibatkan korona menjadi lebih besar. Salju akan memberikan sedikit
penurunan pada tegangan kegagalan kritis udara. Hal ini dijelaskan dengan
persamaan Peek [5] :

18

= 30

0

1+

0.3

(2.2)

dimana
Vi

= Tegangan kegagalan kritis udara (kV)

į

= Faktor kerapatan udara = 1 (tekanan 76 cmHg dan suhu 250C)
=

=

0.386
273+

r

= Jari-jari konduktor (m)

D

= Jarak antar pusat konduktor terhadap tanah (m)

m0

= Faktor tak tentu/faktor kekasaran permukaan konduktor (lihat
Tabel 2.2)

Dari persamaan Peek tersebut ditunjukkan bahwa pada keadaan basah,
tegangan minimum terjadinya korona lebih rendah dibandingkan dengan keadaan
normal. Jadi, dapat disimpulkan korona lebih cepat terjadi pada keadaan basah.

2.5.2

Kerapatan Udara
Pada saat terjadi proses ionisasi ion-ion bergerak dalam udara dengan

kecepatan yang berbeda-beda, tergantung dari kuat medan listrik yang
mempengaruhinya serta kerapatan udara yang dilaluinya. Kelincahan dari ion
akan berkurang bila kerapatan udara atau gas bertambah. Udara dengan kerapatan
antar molekul yang lebih tinggi, molekul-molekul gas tersebut akan lebih padat
dibandingkan gas dengan kerapatan rendah, sehingga kelincahan geraknya
berkurang.

19

2.5.3

Ukuran dan Bentuk Permukaan Konduktor
Ukuran diameter dari konduktor juga mempengaruhi fenomena terjadinya

korona, konduktor dengan diameter lebih besar akan memiliki medan listrik lebih
kecil dibandingkan pada konduktor dengan diameter yang lebih kecil. Perhatikan
persamaan dibawah ini:

=

4

.
0

1
2

/

(2.3)

dimana
E

= Kuat medan listrik (kV/m)

Q

= Muatan (Coulomb)

r

= Jari-jari konduktor (m)

İ

= Permitivitas medium (medium udara, İ=İ0=8,85.10-12 F/m)

Konduktor dengan diameter lebih besar memiliki tegangan awal korona
lebih besar dibandingkan dengan diameter yang lebih kecil. Pada konduktor
dengan diameter lebih kecil atau ujungnya runcing akan memiliki medan listrik
yang lebih tinggi dikarenakan elektron terkumpul disatu titik tidak menyebar,
sehingga peristiwa korona semakin mudah terjadi. Itu sebabnya mengapa pada
penangkap petir konduktor ujungnya dibuat meruncing.
Bentuk Permukaan dan kondisi dari konduktor juga mempengaruhi
pembentukan korona. Pada permukaan yang tidak rata dan kotor akan mengurangi
nilai dari tegangan kegagalan awal korona sehingga korona dapat terjadi pada
tegangan yang lebih rendah. Ini dikarenakan medan listrik pada permukaan yang
kasar akan lebih besar dibandingkan dengan konduktor yang memiliki permukaan

20

yang halus. Sehingga pada permukaan kasar korona yang terjadi lebih besar
dibandingkan kawat halus.
Untuk kawat transmisi terdapat suatu faktor yang dinamakan faktor
ketidakteraturan (m0). Maksudnya merupakan ketidakteraturan dari bentuk
permukaan kawat. Dalam kondisi normal faktor permukaan kawat ini ditetapkan
oleh Peek pada Tabel 2.2.

Table 2.2 Hubungan Kondisi Permukaan Kawat dengan Nilai mo [2]

2.5.4

Kondisi permukaan kawat

m0

Halus

1.0

Kawat padat yang kasar

0.93 – 0.98

kawat tembaga rongga

0.90 – 0.94

Kawat lilit 7

0.82 – 0.87

Kawat lilit 19-61

0.80 – 0.85

Jarak Antar Konduktor
Jarak antar konduktor akan mempengaruhi proses pembentukan korona.

Jika jarak antara konduktor ini dibuat sangat besar dibandingkan diameter
konduktor, maka hampir tidak mungkin terjadi korona. Hal ini dikarenakan jika
jarak antar konduktor dibuat sangat besar maka tekanan elektrostatik antar dua
konduktor tersebut juga akan berkurang, sehingga proses ionisasi menjadi sulit
terjadi. Semakin besar jarak konduktor maka tegangan awal korona (Vd) bernilai
semakin besar, ini sesuai dengan persamaan (2.2).

21

2.5.5

Tegangan Saluran
Pada suatu sistem transmisi memiliki tegangan saluran yang sangat besar

antar fasanya, besar dari tegangan saluran ini menentukan besar dari medan listrik
yang dihasilkan sekitar kawat transmisi tersebut. Semakin besar tegangan, maka
akan semakin besar medan listriknya. Dengan demikian, semakin meningkatnya
medan listrik maka korona akan memiliki percepatan dalam tumbukannya,
sehingga elektron akan semakin mudah bertumbukan dan semakin cepat pula
terbentuk longsoran elektron (avalanche). Waktu terjadinya korona pun akan
menjadi lebih cepat. Selain itu, pada tegangan saluran yang besar akan terdapat
tekanan elektrostatik pada permukaan konduktor, membuat udara disekeliling
konduktor terionisasi. Pada saat ionisasi akan dihasilkan longsoran elektron
(avalanche), longsoran elektron ini akan semakin cepat terbentuk jika tegangan

saluran terus ditingkatkan. Semakin besar tegangan yang diberikan, maka akan
semakin besar percepatan yang dimiliki elektron untuk bertumbukan sehingga
avalanche akan lebih cepat terjadi selanjutnya akan terjadi peristiwa korona.

2.6

Akibat Yang Ditimbulkan Korona
Korona cukup menyebabkan banyak masalah yang harus mendapat

perhatian, diantaranya interferensi radio, degradasi atau kerusakan pada peralatan
listrik yang dikenai korona, dan meningkatnya rugi-rugi daya saluran.

2.6.1

Interferensi Radio
Korona meradiasikan noise berfrekuensi tinggi dalam jumlah besar. Ini

dapat mengganggu operasi radio dengan frekuensi berbeda. Selain itu, radiasi

22

akibat korona ini juga dapat menyebabkan interferensi televisi dan rangkaian
komunikasi yang berada didekatnya.
Adanya

tumbukan

elektron-elektron

pada

udara

sekitar,

akan

menimbulkan arus yang nilainya relatif kecil dan memiliki bentuk gelombang
yang non-sinusoidal. Akibatnya akan terdapat non-sinusoidal voltage drop.
Kemudian akan terbentuk medan elektromagnetik dan medan elektrostatik.
Selanjutnya medan elektromagnetik dan medan elektrostatik ini menginduksikan
rangkaian komunikasi atau radio disekitarnya, sehingga akan menyebabkan
terjadinya interferensi.

2.6.2

Degradasi atau Kerusakan Material dan Peralatan Listrik
Korona menimbulkan panas disekitar daerah terjadinya korona dan panas

ini semakin meningkat dengan kenaikan tegangan yang diberikan sampai terjadi
pelepasan korona. Panas ini dapat menyebabkan perubahan susunan atom dari
material. Akibatnya material tersebut memiliki susunan atom yang baru, sehingga
sifat dari material tersebut mengalami perubahan. Pada akhirnya material tersebut
akan lebih cepat rusak dan mengalami penurunan kualitas atau degradasi. Pada
saat pembentukan korona juga dihasilkan senyawa ozon (O3), dimana jika kondisi
lembab dan gas ini bereaksi secara kimia dengan konduktor dapat menyebabkan
korosi pada konduktor tersebut.
Pelepasan korona (sparkover) akan menimbulkan harmonik sesaat,
sehingga akan menghasilkan arus transien. Arus transien ini akan berbahaya pada
peralatan listrik yang dialirinya atau bahkan jika arus transien ini sangat tinggi

23

dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan listrik karena dilalui arus yang
melebihi rating-nya.

2.6.3

Rugi Daya Korona
Ion dan elektron yang bergerak pada udara memiliki percepatan karena

energi kinetik yang diberikan. Energi kinetik tersebut didapat dari sistem dan
dikatakan energi yang hilang. Energi yang hilang ini terdisipasi dalam bentuk
panas, suara, dan cahaya inilah yang dimaksud dengan rugi daya korona. Rugi
daya pada keadaan cuaca normal ditentukan berdasarkan percobaan oleh Peek,
dengan persamaan [5]:

=

241

+ 25

dimana

2.7



0

2

10−5

/

(2.4)

P

= Rugi daya akibat korona (kW/km/fasa)

f

= Frekuensi daya (Hz)

V

= Tegangan fasa ke netral (kV)

V0

= Tegangan distruptif Korona (kV/fasa)

į

= Faktor kerapatan udara =1 (tekanan 76 cmHg dan suhu 20oC)

b

= Tekanan (mmHg)

t

= Suhu (oC)

r

= Jari-jari Konduktor (cm)

Manfaat Korona Pada Saluran Transmisi Hantaran Udara
Sepintas lalu tampaknya korona memiliki hanya hal-hal yang merugikan.

Akan tetapi, korona juga memiliki segi-segi yang menguntungkan, yaitu: (i)
24

bilamana korona membentuk, lapisan sekitar konduktor menjadi konduktif dan hal
ini secara praktis merupakan semacam penambahan luas penampang konduktor,
dan menyebabkan gradien potensial atau tegangan elektrostatik maksimum
menurun. Dengan demikian kemungkinan terjadinya tegangan tembus (flash over)
sistem meningkat, (ii) Efek-efek transien (peralihan) karena sambaran petir dan
sebab-sebab lain berkurang, karena muatan-muatan yang diinduksikan pada
saluran akibat sambaran petir dan sebab-sebab lain sebagiannya akan
didisipasikan sebagai rugi-rugi korona. Dengan cara ini ia bekerja sebagai suatu
katup pengaman dan kadang-kadang suatu saluran dengan sengaja direkayasa
untuk memiliki tegangan operasi berdekatan dengan tegangan kritikal supaya
tidak perlu mempergunakan arrester petir yang mahal. Ada kesulitan, karena
tegangan kritikal tidak konstan untuk suatu saluran, dan akan berubah dengan
sesuai dengan keadaan cuaca sekitarnya.
Dari sisi lain korona juga dapat dipahami sebagai berikut;
i.

Terdapatnya rugi-rugi daya dan energi, walaupun hal ini agak kecil,
kecuali pada cuaca yang sangat buruk.

ii.

Terdapatnya suatu penurunan tegangan yang non-sinusoidal disebabkan
arus korona yang non-sinusoidal. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
sedikit interferensi dengan saluran-saluran telekomunikasi berdekatan
disebabkan oleh induksi elektromagnetik dan elektrostatik.

iii.

Karena adanya distorsi dari bentuk gelombang, terutama gelombang
harmonik ketiga akan berpengaruh pada saluran transmisi.

iv.

Karena pembentukan korona, sehingga diproduksi gas ozon yang bereaksi
secara kimia dengan konduktor yang mengakibatkan terjadinya korosi.

25

2.8

Tegangan Kritis Disruptif
Tegangan kritis disruptif merupakan tegangan minimal yang dibutuhkan

untuk terjadinya ionisasi pertama kali dipermukaan konduktor. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Peek’s, kekuatan dielektrik udara maksimum pada
kondisi standar dengan tekanan udara 1 atm (760 mmHg), suhu 20 oC adalah 30
kV/cm. Kekuatan dielektrik udara berbanding lurus dengan kepadatan udara
sekitar. Besarnya kepadatan udara dapat di rumuskan [1]:

=

0.386
273+

(2.5)

dimana
į

= Kepadatan Udara

p

= Tekanan udara (mmHg)

t

= suhu udara (oC)

Tegangan kritis disruptif atau juga kita sebut dengan tegangan awal
terjadinya korona (corona inception voltage) dengan mempertimbangkan
pengaruh konduktor, keseragaman, permukaan konduktor dan lingkungan untuk
konduktor tunggal sebagaimana diteliti oleh Peek’s [5]:

=

60

(2.6)

dimana
Z

= impedansi surja (Ohm)

r

= Jari-jari konduktor (cm)

26

Ec

= medan listrik kritis di permukaan konduktor (kV/cm)

Dari persamaan diatas, menunjukan bahwa semakin kecil nilai jari-jari
konduktor maka tegangan awalan terjadinya korona (Vi) akan semakin mengecil
pula. Ada beberapa rumus empiris yang digunakan untuk menentukan medan
listrik kritis (Ec) permukaan konduktor, diantaranya ialah:

= 23 1 +
= 23
= 30

0.67

1.22

−1

0.37

1+

0.67

0.3

1+

1991 [6]
−1

0.3

(2.7)
1954 [7]

−1

(2.8)

(2007) [5]

(2.9)

dimana
į

= Faktor kepadatan udara relatif ( bernilai 1 untuk medium udara)

m0

= Kondisi permukaan konduktor
= 1 untuk permukaan licin
= 0.93-0.98 untuk permukaan kasar, dan
= 0.82-0.87 untuk kawat stranded

2.9

d

= diameter konduktor (cm)

r

= jari-jari konduktor (cm)

Saluran Transmisi
Secara umum saluran transmisi disebut dengan suatu sistem tenaga listrik

yang membawa arus yang mencapai ratusan kiloampere. Energi listrik dibawa

27

oleh konduktor melalui saluran transmisi dari pusat-pusat pembangkit tenaga
listrik kepada pemakai tenaga listrik (consumer). Tegangan pada saluran transmisi
ini disalurkan melalui kawat penghantar yang ditopang oleh menara atau tiang
penyangga yang tinggi yang terbuat dari campuran baja yang disesuaikan dengan
posisi atau daerah dengan jarak tertentu.
Saluran transmisi di zaman modern sekarang ini bukan hanya digunakan
untuk menyalurkan tenaga listrik tetapi juga dapat digunakan untuk saluran
transmisi komunikasi seperti PLC (Power Line Carrier ) dan data isyarat. Tetapi
kemampuan transmisi dari suatu saluran dengan tegangan tertentu tidak dapat
ditetapkan dengan pasti karena kemampuan ini masih tergantung lagi pada
batasan-batasan thermal dari penghantar dan jatuh tegangan yang diperbolehkan.
Pada umumnya saluran transmisi dalam penggunaannya dapat dibagi dua:
1. Saluran hantaran udara (Overhead Lines)

2. Saluran hantaran bawah tanah (Underground Cable)
Pemilihan penggunaan saluran transmsi tergantung kepada suatu daerah
yang akan dipasang. Biasanya untuk daerah yang penduduknya agak jarang
dengan jarak yang cukup panjang digunakan saluran hantaran udara tegangan
tinggi, sedangkan untuk pertumbuhan penduduknya yang padat maka pada daerah
tersebut lebih cocok digunakan saluran hantaran bawah tanah. Selain itu saluran
transmisi juga memiliki jenis yang berbeda-beda berdasarkan sirkitnya, yakni
saluran tranmsisi sirkit tunggal dan saluran transmisi sirkit ganda, seperti yang
ditunjukan oleh gambar dibawah ini.

28

(a)

(b)

Gambar 2.7 (a) Saluran Transmisi Tunggal, (b) Saluran Tranmsisi Ganda
Komponen Utama Saluran Hantaran Udara :
A.

Menara atau tiang transmisi
Pada suatu Sistem Tenaga Listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari

pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui
suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau
saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran hantaran udara.
Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya
menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media
isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk
menyanggah/merentangkan kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang
aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut
dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara
(tower).

29

Konstruksi menara besi baja merupakan jenis konstruksi saluran transmisi
tegangan tinggi (SUTT) ataupun saluran transmisi tegangan ekstra tinggi
(SUTET) yang paling banyak digunakan di jaringan PLN (Gambar 2.7), karena
mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari
jalan raya, harganya yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan
penggunaan saluran bawah tanah serta pemeliharaannya yang mudah.
Jenis-jenis Menara Transmisi, menurut Konstruksinya, antara lain:

(a) Latice Tower

(c) Concrete Pole

(b) Tubular Steel Pole

(d) Wooden Pole

Gambar 2.8 Jenis-jenis Menara Transmisi

30

B.

Isolator-isolator
Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi adalah jenis porselin

atau gelas. Menurut penggunaan dan konstruksinya dikenal 3 jenis isolator yaitu :
a)

Isolator jenis pasak (22-33 KV)

b)

Isolator jenis pos saluran (22-33KV)

c)

Isolator gantung

Gambar 2.9 Jenis-jenis Isolator Pada Saluran Transmisi
Isolator jenis pasak dan isolator jenis pos-saluran digunakan pada saluran
transmisi dengan tegangan kerja relatif lebih rendah (kurang dari 22-33 kV),
sedangkan isolator jenis gantung dapat digandeng menjadi rentengan atau
rangkaian isolator yang jumlahnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Pada
saluran transmisi 275 kV Pangkalan Susu-Binjai dan tegangan maksimum yang
diperbolehkan (Vm) 300 kV digunakan 16 (15+1 spare) isolator piring [2].

31

C.

Kawat penghantar
Jenis-jenis kawat penghantar yang biasa yang digunakan pada saluran

transmisi adalah:
a)

Tembaga dengan konduktivitas 100 % (Cu 100 %)

b)

Tembaga dengan koduktivitas 97,5 % (Cu 97,5 %)

c)

Almunium dengan konduktivitas 61 % (Al 61 %)

Kawat penghantar Almunium terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
i.

AAC : “All Aluminium Conductor ”yaitu kawat penghantar yang seluruhnya
terbuat dari almunium.

ii.

AAAC : “All-Aluminium Alloy Conductor “ yaitu kawat penghantar yang
seluruhnya terbuat dari campuran almunium.

iii.

ACSR : “Aluminium Conductor Steel Reinforced” yaitu kawat penghantar
almunium dengan inti kawat baja.

iv.

ACAR : “Aluminium Conductor Alloy Reinforced ” yaitu kawat penghantar
almunium yang diperkuat dengan logam campuran.

Gambar 2.10 Jenis-jenis Kawat Transmisi Listrik

32

Pada umumnya saluran transmisi yang ada di Indonesia menggunakan
jenis kawat penghantar jenis ACSR. Karena kawat tembaga mempunyai tahanan
yang lebih kecil, namun berat dan harga yang lebih mahal dari almunium. Untuk
memperbesar kuat tarik dari almunium maka digunakan campuran almunium
(almunium alloy).

D.

Kawat tanah
Kawat tanah atau ground wires juga disebut dengan kawat pelindung

(shield wires) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawat fasa

terhadap sambaran petir, untuk itu kawat tanah ini harus dipasang diatas kawat
fasa. Sebagian kawat tanah umumnya dipakai kawat baja (steel wires) yang lebih
murah tetapi tidaklah jarang pula digunakan ACSR. Awalnya kawat tanah
dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap sambaran tidak langsung (sambaran
induksi) di sekitar kawat fasa transmisi. Akan tetapi dikemudian hari dari hasilhasil pengalaman dan teori, penyebab utama yang menimbulkan gangguan
transmisi tegangan tinggi 70 kV dan lebih adalah sambaran petir langsung.

2.9.1

Klasifikasi Saluran Transmisi
Sesuai dengan fungsi, kebutuhan dan tegangan kerjanya maka saluran

transmisi dapat dikelompokkan dalam beberapa macam diantaranya :
A.

Klasifikasi Saluran Transmisi Berdasarkan Panjang Saluran
Untuk keperluan analisa maka diagram pengganti biasanya dibagi dalam 3

kelas yaitu [3] :

33

a) Transmisi Pendek (< 50 mi atau < 80 km)
b) Transmisi Menengah (< 150 mi atau < 250 km)
c) Transmisi Panjang (> 150 mi atau >250 km)
Klasifikasi saluran transmisi harus didasarkan atas besar kecilnya
kapasitansi ke tanah. Maksudnya jika kapasitansi kecil maka arus bocor ke tanah
kecil terhadap arus beban, sehingga kapasitansi ke tanah dapat diabaikan, hal ini
dapat disebut dengan transmisi kawat pendek. Tetapi jika kapasitansi mulai besar
sehingga tidak dapat diabaikan, namun belum begitu besar sehingga dapat
dianggap sebagai kapasitansi terpusat (lumped capacitance) dan hal ini sering
disebut dengan transmisi kawat menengah. Dan jika kapasitansi tersebut bernilai
sangat besar dan tidak dapat dianggap sebagai kapasitansi terpusat dan harus
dianggap terbagi merata sepanjang saluran maka hal ini dapat disebut dengan
transmisi kawat panjang.

B.

Klasifikasi Saluran Transmisi Menurut Tegangan Nominal
Di Indonesia standar tegangan transmisi adalah 66, 150, 380, dan 500 KV,

dan klasifikasi menurut tegangan ini masih belum nyata. Tetapi di Negara-negara
maju terutama dibidang transmisi listrik, seperti : USA, Rusia, Canada dimana
tegangan pada saluran transmisi bisa mencapai 1000 KV. Berdasarkan EN 60071
klasifikasi tegangan dapat dikategorikan menjadi [8]:
a) Tegangan Rendah (dibawah 1 kV)
b) Tegangan Medium ( 1kV - 45 kV)
c) Tegangan Tinggi ( 45kV – 200 kV)
d) Tegangan Ekstra Tinggi ( 200 kV– 750 kV)
e) Tegangan Ultra Tinggi ( diatas 800 kV)

34

2.9.2

Parameter-Parameter Saluran Transmisi
Suatu saluran transmisi tenaga listik memiliki 4 (empat) parameter yang

mempengaruhi sistem kerja suatu saluran tranmsisi itu sendiri. Adapun 4 (empat)
parameter tersebut adalah resistansi, induktansi, kapasitansi, dan konduktansi.

2.9.2.1

Induktansi
Jika arus pada rangkaian berubah-ubah maka medan magnet yang

ditimbulkan juga akan berubah-ubah dan apabila medan magnet yang ditimbulkan
memiliki permeabilitas yang konstan maka banyaknya fluks gandeng berbanding
lurus dengan arus sehingga tegangan imbasnya sebanding dengan kecepatan
perubahan arus. Hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

=�

dimana
L

= Induktansi Rangkaian (H)

e

= Tegangan Imbas (V)

∂i
∂t

(2.10)

= kecepatan perubahan arus (A/s)

Persamaan umum yang digunakan untuk menentukan besarnya induktansi

saluran adalah [2]:

� = 2. 10−7 ln

dimana
L

(2.11)

= Induktansi saluran (H)

35

Dm

= Ekivalen atau geometric mean distance (GMD) antara
kondukor dengan tanah (in)

Ds

2.9.2.2

= Geometric Mean Radius (GMR) pada konduktor (in)

Kapasitansi
Kapasitansi saluran transmisi didefinisikan sebagai akibat adanya beda

potensial antar penghantar (konduktor) maupun penghantar dengan permukaan
tanah, kapasitansi menyebabkan penghantar bermuatan seperti yang terjadi pada
plat kapasitor bila terjadi beda potensial diantaranya. Kapasitansi antara
penghantar adalah muatan perunit beda potensial. Kapasitansi antara penghantar
sejajar adalah suatu konstanta yang tergantung pada ukuran dan jarak pemisah dan
penghantar. Untuk saluran daya yang panjangnya kurang dari 80 km (50 mil),
pengaruh kapasitansinya kecil dan biasanya dapat diabaikan. Untuk saluransaluran yang lebih panjang dengan tegangan yang lebih tinggi, kapasistansinya
menjadi bertambah tinggi. Persamaan umum untuk mencari nilai kapasitansi
antara konduktor dengan ground dapat dijelaskan dibawah ini [2]:

=

0.02413
log

2



(2.12)

dimana
H

= Jarak antara konduktor dengan tanah (m)

r

= Radius Konduktor (cm)

36

2.9.2.3

Resistansi
Resistansi penghantar saluran transmisi adalah penyebab terpenting dari

rugi daya (power loss) pada saluran transmisi. Resistansi pada suatu konduktor
(arus searah) dinyatakan dalam persamaan dibawah ini [2]:

0

=

dimana



ρ

= Resistivitas Penghantar (Ohm.m)

l

= Panjang (m)

A

= Luas Penampang (m2)

(2.13)

Persamaan diatas digunakan untuk menghitung besarnya tahanan dari
konduktor saluran transmisi. Akan tetapi, resistansi dari saluran transmisi tidaklah
sama dengan persamaan di atas. Saat arus bolak-balik mengalir pada suatu
konduktor, kepadatan arus tidak seragam pada seluruh permukaan kondoktor,
melainkan lebih dekat ke permukaan atau yang disebut dengan peristiwa skin
effect. Efek kulit ini sangat kecil untuk frekuensi yang rendah. Untuk penghantar-

penghantar yang biasa digunakan, menentukan resitansi dapat dilakukan dengan
menggunakan Catalog Conductor yang disediakan oleh pabrik yang terkait.

2.9.2.4

Konduktansi
Konduktansi antar penghantar atau antara penghantar dan tanah akan

menyebabkan terjadinya arus bocor pada isolator-isolator dari udara melalui
isolasi dan kabel. Karena kebocoran pada isolator saluran udara sangat kecil
sehingga nilai konduktansi antar penghantar pada saluran dapat diabaikan. Alasan

37

untuk mengabaikan konduktansi adalah karena konduktansi ini selalu berubahubah yakni kebocoran pada isolator yang merupakan sumber utama. konduktansi
berubah dengan cukup besar menurut atmosfer dan kotoran yang berkumpul pada
isolator sepanjang saluran transmisi yang nantinya menjadi polutan.

2.9.3

Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi
Saluran Transmisi udara maupun saluran kabel bawah tanah dapat

direpresentasikan sebagai rangkaian konstan yang terdistribusi merata seperti
yang ditunjukan pada Gambar 2.11. Resitansi, induktansi, kapasitansi dan
kobocoran akibat konduktansi didistribusikan secara seragam pada sepanjang
saluran.
L (Induktansi)
R (Resistansi)

L (Induktansi)
R (Resistansi)
G (Konduktansi)

C (Kapasitansi)

L (Induktansi)
R (Resistansi)
G (Konduktansi)

C (Kapasitansi)

Gambar 2.11 Rangkaian Ekivalen Transmisi Terdistribusi Merata [3]

2.10

Pemodelan Korona
Pada analisis ini pemodelan korona dapat dilakukan dengan menggunakan

softwere ATPDraw dengan bentuk dasar terdiri dari komponen dioda, resistor dan

kapasitor. Untuk memperkirakan penyebaran korona pada konduktor, pemodelan
korona disambungkan pada titik pertemuan oleh beberapa bagian dari potongan
saluran transmisi. Ab Kadir [9] mengusulkan pemodelan korona yang membagi

38

panjang saluran menjadi 50 m – 100 m untuk mendapatkan hasil analisis yang
optimal, seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.

Gambar 2.12 Pemodelan Korona
Pemodelan disimulasikan menggunakan surja petir dengan karakteristik
yang berubah-ubah. Saluran transmisi dimodelkan dengan beberapa parameter
transmisi yang terdistribusi merata dan dihubungkan dengan pemodelan korona
yang dihubungkan pada setiap titik sambungan menggunakan dioda, resistor,
kapasitor dan sumber DC yang terdapat pada software ATPDraw. Bentuk
pemodelan korona dapat dilihat seperti pada Gambar 2.11.
Resistor dan kapasitor merepresentasikan proses hilangnya energi akibat
korona dan perubahan nilai kapasitansi pada saluran. Sementara itu sumber DC
pada rangkaian merepresentasikan tegangan awalan korona. Nilai charging dari
Cg (kapasitansi Geometrik) akan ditahan oleh komponen dioda (D).

39

2.10.1 Pemodelan Korona Pada Saluran Transmisi

Lightning Surge Voltage (kV)

Z

Legenda
Surge Impedance
Line (50-100 meter)
Ground
Corona Model

Gambar 2.13 Pemodelan korona pada saluran transmisi [9]

Gambar 2.13 diatas menunjukan representasi suatu saluran transmisi yang
mengalami efek korona serta mendapat gangguan eksternal berupa sambaran petir
langsung (direct stroke). Tiap parameter transmisi dihubungkan secara seri satu
dengan yang lainnya, sedangkan pemodelan korona dipasang paralel terhadap
saluran setiap jarak 50-100 m. Impedansi surja pada ujung saluran merupakan
nilai impedansi yang dilalui oleh surja, ketika konduktor dianggap bernilai sangat
konduktif dengan mengabaikan nilai resistansi saluran. Impedansi surja juga
dipengaruhi oleh konstanta L dan C yang merambat pada kawat penghantar,
dimana kedua konstanta itu juga dipengaruhi oleh karakteristik dari kawat
tersebut.

40

Impedansi surja untuk saluran hantaran udara adalah sebagai berikut [10]:

=



= 60 ln

2

(Ω)

(2.14)

Dimana, r merupakan jari-jari kawat dan h adalah tinggi kawat dari atas
permukaan tanah.

2.11

Konduktor Berkas (Bundle)
Konduktor berkas adalah konduktor yang terdiri dari dua konduktor atau

lebih yang dipakai sebagai konduktor satu fasa dan dipisahkan oleh suatu alat
yang disebut dengan spacer dengan jarak sebesar A cm. Konduktor berkas mulai
efektif digunakan pada tegangan diatas 400 kV [3] [11]. Penggunaan konduktor
berkas bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya korona dan meningkatkan
kapasitas daya hantar saluran transmisi.

A
A
A

(a)

(b)

A

(c)

Gambar 2.14 Susunan Konduktor bundle (a) 2 subkonduktor, (b)3 subkonduktor,
dan (c) 4 subkonduktor

Untuk konduktor bundle (berkas), Skilling and Dykes (1954) telah
membuktikan rumus persamaan untuk jari-jari ekivalen (req), yang dapat
disubtitusikan untuk persamaan gradient tegangan permukaan konduktor. Untuk
menghitung jari-jari ekivalen menurut Skilling and Dykes [7] ialah:
41

=

dimana

1+2

−1 sin

1 + 2( − 1)

(2.15)




A

= jarak antar subkonduktor berkas (cm)

n

= jumlah berkas yang terpasang

Keuntungan menggunakan konduktor berkas antara lain:
1. Mengurangi reaktansi induktif saluran sehingga jatuh tegangan dapat
diturunkan.
2. Mengurangi gradient tegangan permukaan konduktor sehingga dapat
meningkatkan tegangan kritis korona dan mengurangi rugi-rugi daya korona,
Audible Noise (AN) dan Radio Interference (RI).

Kerugian menggunakan konduktor berkas antara lain:
1. Meningkatkan berat total saluran sehingga berpengaruh pada konstruksi
menara.
2. Meningkatkan Kapasitansi saluran.
3. Konstruksi isolator lebih rumit.
4. Meningkatkan investasi awal.

42

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45