Perbandingan keratometri sebelum dan setelah fakoemulsifikasi penderita katarak senilis Chapter III VI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
RANCANGAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan rancangan prospektif
longitudinal yakni membandingkan perubahan subjek penelitian
setelah periode waktu tertentu. Data diambil dari subjek yang sama
dan setiap variabel dibandingkan antara satu periode dengan
periode berikutnya.20
3.2.
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RS Khusus Mata Medan Baru, dan
dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.3.
POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah semua penderita katarak
senilis.Sampel
adalah
penderita
yang
menjalani
fakoemulsifikasi.Sampel penelitian ditentukan sesuai rumus :
Z
n
(1 / 2 )
Po (1 Po ) Z (1 ) ) Pa (1 Pa )
Po Pa 2
2
Dimana :
Z (1 / 2) = deviat baku alpha. = 0,05 maka nilai baku normal1,96
25
Universitas Sumatera Utara
Z (1 ) = deviat baku betha. = 0,10 maka nilai baku normal1,28
P0
= proporsi katarak = 0.014 (1.4 %) (KEMENKES 2013)
Pa
= perkiraan katarak senilis yang menjalani fakoemulsifikasi
sebesar 0,85 (85%)
P0 Pa = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25
Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 48 orang.
3.4.
KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria Inklusi :
o Seluruh
penderita
katarak
yang
menjalani
operasi
fakoemulsifikasi
o Penderita yang datang untuk evaluasi sebelum dan setelah
operasi yaitu hari pertama, 7 hari, dan 1 bulan.
o Penderita setuju dan bersedia mengikuti penelitian
Kriteria Eksklusi :
o Katarak komplikata
o Riwayat pembedahan dan trauma mata sebelumnya
o Kelainan
yang
melibatkan
kornea
seperti
keratokonus,
pterygium, dsb.
26
Universitas Sumatera Utara
3.5.
3.6.
IDENTIFIKASI VARIABEL
Variabel terikat adalah keratometri
Variabel bebas adalah fakoemulsifikasi
BAHAN DAN ALAT
Alat tulis
Snellen chart
Slit lamp Appasamy
Tono non kontak Topcon CT-80A
Keratometri Carl Zeiss IOLMaster ® Advanced Technology v.7.3
Fakoemulsikasi Alcon Infiniti ® Vision System
3.7.
METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
Mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian
pada bagian Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/RSUP H. Adam
Malik Medan.
Mengajukan surat izin penelitian “ethical clearance“ dari Komite
Etika Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran USU ke tempat
penelitian di RSUP. H. Adam Malik Medan dan rumah sakit
jejaring.
Melakukan pengumpulan data penelitian di Poliklinik Mata
RSUP. H. Adam Malik Medan.
27
Universitas Sumatera Utara
Peneliti melakukan informed consent secara tertulis kepada
subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian.
3.8.
ALUR PENELITIAN DAN CARA KERJA
Populasi
: Seluruh penderita katarak
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Sampel Penelitian :
Katarak senilis yang menjalani bedah
refraksi fakoemulsifikasi
Keratometri
Keratometri
sebelum operasi
setelah operasi
Evaluasi H0
Evaluasi H7, dan H30
(sebelum
fakoemulsifikasi)
(kontrol setelah
fakoemulsifikasi)
Perhitungan Statistik
Analisa kemaknaan
28
Universitas Sumatera Utara
Seluruh
sampel
dilakukan
pemeriksaan
keratometri
dan
biometri sebelum pembedahan. Nilai kurvatura kornea dan lensa
intraokular menggunakan IOL Master Carl Zeiss. Pada penelitian ini,
sampel dikelompokkan dalam dua grup. Grup astigmatisma with the
rule (AWR) silindris negatif pada aksis horizontal, berada di meridian
antara 60 dan 120 derajat. Astigmatisma against the rule (ATR)
silindris negatif pada aksis vertikal, berada di meridian antara 1-30
derajat dan 150-180 derajat.
Sebelum operasi seluruh penderita diberi tetes mata tropikamid
(Midriatil 1% ; Cendo), natrium diklofenak (Flamar; Sanbe), dan
Ofloxacin (Floxa; Cendo). Tindakan dimulai dengan pemberian lokal
anestesia tetrakain (Pantokain eye drop;Cendo). Insisi utama dibuat
clear cornea superotemporal sekitar 0.5 mm dari limbus dengan
pisau keratom 2.2 mm (Alcon). Setelah injeksi viskoelastis,
dilanjutkan continuous curvilinear capsulorrhexis (CCC), hidrodiseksi,
fakoemulsifikasi aspirasi korteks. Sesuai standar fako menggunakan
dua stab woundyaituuntuk melakukan kapsuloreksis dan insersi
instrument kedua. Irigasi bilik mata depan menggunakanbalanced
saltt solution.Implan lensa lipat intraokular bersifat hydrophobic
acrylic aspheris IOLdari Alcon, Rayner, dan Tecnis. Diameter optik
6.00 mm dan panjang haptik 12.00 mm, dimasukkan dengan injectorcartridge system. Materi viskoelastis diirigasi. Kontrol luka insisi
dengan hidrasi stromal
29
Universitas Sumatera Utara
Follow-upsetelah fakoemulsifikasidilakukan pada hari pertama,
dan ke-7, dan ke-30.Penderita menerima tetes mata kombinasi
antibiotik ofloxacin-deksametason setiap 3 jam selama 7 hari dan di
tappering off selanjutnya, antibiotik oral dan analgesia oral.
Pemeriksaan mencakup tajam penglihatan, slitlamp biomicroscopy,
dan keratometri.
Penilaian dan interpretasi keratometri sebelum dan setelah
fakoemulsifikasi
pada
katarak
senilis
didokumetasi
dan
dikumpulkan sebagai data penelitian untuk selanjutnya dijadikan
sebagai hasil penelitian
3.9.
METODE ANALISA DATA
Metode analisa data menggunakan program komputer SPSS
(Statistical Program for Social Science) program 17.0 dengan
analisa univariat, yaitudilakukan dengan cara menganalisis data
yang menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel,
dengan tujuan untuk mendeskripsikan karakteristik gambaran dari
setiap variabel penelitian.
3.10. PERTIMBANGAN ETIKA
Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat
bagian Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan
dan kemudian akan diajukan ke Komite Etika Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran USU.
30
Universitas Sumatera Utara
Informed consent diminta secara tertulis dari subjek
penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah
mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.
3.11. PERSONAL PENELITIAN
Peneliti : dr. Wina Fuad Lubis
3.12. BIAYA PENELITIAN
Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti.
31
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1.
DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN
Responden yang diikutsertakan adalah seluruh penderita
katarak senilis yang memenuhi kriteria inklusi. Total responden
sebanyak 65 orang.
Tabel 1. Distribusi Demografi Responden
Usia (Tahun)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
41-50
1
1.5
51-60
10
15.4
>60
54
83.1
Laki-laki
28
43.1
Perempuan
37
56.9
Mata Kanan
30
46.2
Mata Kiri
35
53.8
Jenis Kelamin
Lateralitas
32
Universitas Sumatera Utara
Usia rata-rata dalam penelitian ini 66.6 tahun (range 44-84
tahun). Jumlah mata yang dioperasi sebanyak 65 mata dari 65 orang
responden.
4.2. PENGARUH FAKOEMULSIFIKASI TERHADAP NILAI KERATOMETRI
Tajam penglihatan sebelum fakoemulsifikasi adalah ≤1/60
sebanyak 24 orang (36.92 %), ≤3/60 sebanyak 18 orang (27.70%),
≤6/60 sebanyak 18 orang (27.70%), dan ≤6/18 sebanyak 5 orang
(7.69%).
Tajam penglihatan setelah fakoemulsifikasi adalah 6/6-6/9
sebanyak 39 orang (60%), 6/12-6/15 sebanyak 15 orang (23.08 %)
dan 6/18-6/30 sebanyak 11 orang (16.92%).
Tabel 2. Perbedaan keratometri grup ATR sebelum dan setelah
Fakoemulsifikasi
Perubahan
Kornea
ATR
Mean
p.
n
x ± SD
Diff.
H0a)
45
1.239 ± 0.784
0.412
0.035
H7a)
45
1.651 ± 1.024
H0a)
45
1.239 ± 0.784
0.382
0.052
H30b)
45
1.622 ± 1.038
Keterangan : a) Uji t-independent, b) Mann Whitney
33
Universitas Sumatera Utara
Dari penelitian ini didapati ATR sebelum operasi sebanyak 45
orang. Setelah operasi hari ke-7 dijumpai perubahan rata-rata nilai
astigmatisma sebesar 0.412 dioptri dengan p.=0.035 (signifikan
secara statistik), dan hari ke-30 sebesar 0.382 dioptri dengan
p.=0.052 (tidak signifikan secara statistik).
Tabel 3.Perbedaan keratometri grup AWR sebelum dan setelah
Fakoemulsifikasi
Perubahan
Kornea
AWR
n
x ± SD
H0a)
20
0.923 ± 0.681
H7a)
20
1.271 ± 0.0991
H0a)
20
0.923 ± 0.681
H30b)
20
1.188 ± 1.001
Mean Diff.
p.
0.348
0.192
0.265
0.333
Keterangan : a) Uji t-independent, b) Mann Whitney
Dari penelitian ini didapati AWR sebelum operasi sebanyak 20
orang. Setelah operasi hari ke-7 dijumpai perubahan rata-rata nilai
astigmatisma sebesar 0.384 dioptri dengan p.=0.192 (tidak signifikan
secara statistik), dan hari ke-30 sebesar 0.265 dioptri dengan
p.=0.333 (tidak signifikan secara statistik).
34
Universitas Sumatera Utara
Tabel
4.
Perubahan
Keratometri
Sebelum
Dan
Setelah
Fakoemulsifikasi
Perubahan
Kornea
ATR
AWR
N
%
N
%
Meningkat
7
10.77
7
10.77
Menurun
8
12.31
1
1.54
Tetap
20
30.77
4
6.15
Konversi
10
15.38
8
12.31
Total
45
69.23
20
30.77
Pada penelitian ini sebelum fakoemulsifikasi didapati ATR
sebanyak 45 responden (69.23%) dan AWR sebanyak 20 responden
(30.77%). Setelahnya didapati ATR sebanyak
(66.15%) dan AWR 22 responden (33.85%).
43 responden
Responden yang
sebelum dan setelahnya tetap ATR sebanyak 35 responden
(53.85%) dan responden yang sebelum dan setelahnya tetap AWR
12 responden (18.46) dan yang mengalami konversi sebanyak 18
responden (27.69%).
35
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Uji Hipotesa Perbedaan Keratometri Sebelum Dan
Setelah Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi
Astig
Perubahan Ranking
Pre
Post
N
N
ATR
45
43
Ranking Negatif
8
AWR
20
22
Ranking Positif
10
Ties
47
Jumlah
65
p.
N
0,637
65
Keterangan :
PerubahanRasio Bolton :
o RankingNegatifadalahperubahan dari ATR menjadiAWR.
o Ranking Positifadalahperubahan AWRmenjadi ATR.
o Ties
artinyatidakterjadiperubahan.Jikasebelumnya
ATR
makasetelahnya tetap ATR, sebaliknyajikasebelumnya AWR
makasetelahnyatetap AWR.
Hasiluji Wilcoxon menjelaskanp. = 0,637 > = 0,05artinya Ho
diterima,
dengandemikiantidakadapengaruhperlakuan
yang
diberikan.
36
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Penderita katarak senilis menjalani ekstraksi katarak dengan
harapanpenglihatan
menjadi
jelas
dan
sekaligus
mengurangi
ketergantungan kacamata. Komplikasi yang sering timbul setelah ekstraksi
katarak
fakoemulsifikasi
melibatkan
kornea
disebabkan
insisi
menggunakan tehnik long tunnel, heat burn dari fako tip , dan phaco
hydration. Hal tersebut menyebabkan kerusakan endotel dan descemet
detachmentsebanyak 0.3% kasus.21,22
Penelitian sebelumnya mengenai surgically induced astigmatisma
oleh insisi clear cornea mendapati bahwa katarak senilis yang dilakukan
ekstraksi dengan fakoemulsifikasi mempunyai tajam penglihatan sebelum
fakoemulsifikasi yaitu 6/60 (32%), dan dikisaran antara 2 meter hingga
lambaian tangan (29%). Astigmatisma setelah fakoemulsifikasi 0.50
Dioptri (32%), 0.50-1.00 dioptri (51%), dan 1.00-1.50 Dioptri (17%).23
Penelitian oleh Anwar (2014) yang membandingkan astigmatisma
setelah ekstraksi katarak fakoemulsifikasi dengan insisi 3.2 mm clear
cornea superotemporal didapati usia rata-rata 50.5 tahun (range 25-76
tahun). Penelitian dibagi dalam 2 grup. Grup A adalah Astigmatisma With
The Rule (AWR) dan grup B Astigmatisma Against The Rule (ATR).
Astigmatisma rata-rata sebelum fakoemulsifikasi pada grup A adalah 0.83
diotri dan pada grup B 0.76 dioptri. Pada grup A dan B median
astigmatisma setelah fako -1.10 dan 0.75 dioptri masing-masing. Artinya
37
Universitas Sumatera Utara
ada peningkatan astigmatisma sebanyak 0.27 dan 0.34 dioptri. Pada grup
A (AWR), ada peningkatan astigmatisma 33.33%, tidak berubah 20%, dan
konversi ATR 20%, netral 13.33%, dan astigmatisma menurun 13.33%.
Sedangkan pada grup B (ATR), ada peningkatan astigmatisma 62.50%,
menetap 9.37%, dan konversi AWR 12.50%, netral 3.12%, dan
astigmatisma menurun 12.50%.5
Insisi
superotemporal
(jam
10-11)
3.2
mm
menyebabkan
perubahan astigmatisma ≤ 0.50 D dari astigmatisma sebelumnya. Nilai ini
sedikit bergeser ke with the rule astigmatisma. Induksi astigmatisma oleh
insisi temporal lebih kecil daripada insisi superior.5.9
Penelitian longitudinal menilai surgically induced astigmatism (SIA)
oleh insisi clear cornea di meridian yang steep pada penderita dengan
riwayat astigmatisma yang dilakukan Harakuni (2016), proporsi sebelum
fakoemulsifikasi AWR sebanyak 50% dan ATR sebanyak 50%. Setelah
fakoemulsifikasi terjadi perubahan proporsi AWR menjadi 40%, ATR
menjadi 30%, dan yang tidak astigmatisma 30%. Pada grup yang awalnya
AWR, setelah fakoemulsifikasi 16% tetap AWR, 18% menjadi ATR, dan
14% tidak astigmatisma. Dan grup yang awalnya ATR, kemudian
setelahnya 19% tetap ATR, 17% AWR, dan 16% tidak ada astigmatisma.
SIA rata-rata 0.54±0.34 D dengan P
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
RANCANGAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan rancangan prospektif
longitudinal yakni membandingkan perubahan subjek penelitian
setelah periode waktu tertentu. Data diambil dari subjek yang sama
dan setiap variabel dibandingkan antara satu periode dengan
periode berikutnya.20
3.2.
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RS Khusus Mata Medan Baru, dan
dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.3.
POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah semua penderita katarak
senilis.Sampel
adalah
penderita
yang
menjalani
fakoemulsifikasi.Sampel penelitian ditentukan sesuai rumus :
Z
n
(1 / 2 )
Po (1 Po ) Z (1 ) ) Pa (1 Pa )
Po Pa 2
2
Dimana :
Z (1 / 2) = deviat baku alpha. = 0,05 maka nilai baku normal1,96
25
Universitas Sumatera Utara
Z (1 ) = deviat baku betha. = 0,10 maka nilai baku normal1,28
P0
= proporsi katarak = 0.014 (1.4 %) (KEMENKES 2013)
Pa
= perkiraan katarak senilis yang menjalani fakoemulsifikasi
sebesar 0,85 (85%)
P0 Pa = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25
Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 48 orang.
3.4.
KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria Inklusi :
o Seluruh
penderita
katarak
yang
menjalani
operasi
fakoemulsifikasi
o Penderita yang datang untuk evaluasi sebelum dan setelah
operasi yaitu hari pertama, 7 hari, dan 1 bulan.
o Penderita setuju dan bersedia mengikuti penelitian
Kriteria Eksklusi :
o Katarak komplikata
o Riwayat pembedahan dan trauma mata sebelumnya
o Kelainan
yang
melibatkan
kornea
seperti
keratokonus,
pterygium, dsb.
26
Universitas Sumatera Utara
3.5.
3.6.
IDENTIFIKASI VARIABEL
Variabel terikat adalah keratometri
Variabel bebas adalah fakoemulsifikasi
BAHAN DAN ALAT
Alat tulis
Snellen chart
Slit lamp Appasamy
Tono non kontak Topcon CT-80A
Keratometri Carl Zeiss IOLMaster ® Advanced Technology v.7.3
Fakoemulsikasi Alcon Infiniti ® Vision System
3.7.
METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
Mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian
pada bagian Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/RSUP H. Adam
Malik Medan.
Mengajukan surat izin penelitian “ethical clearance“ dari Komite
Etika Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran USU ke tempat
penelitian di RSUP. H. Adam Malik Medan dan rumah sakit
jejaring.
Melakukan pengumpulan data penelitian di Poliklinik Mata
RSUP. H. Adam Malik Medan.
27
Universitas Sumatera Utara
Peneliti melakukan informed consent secara tertulis kepada
subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian.
3.8.
ALUR PENELITIAN DAN CARA KERJA
Populasi
: Seluruh penderita katarak
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Sampel Penelitian :
Katarak senilis yang menjalani bedah
refraksi fakoemulsifikasi
Keratometri
Keratometri
sebelum operasi
setelah operasi
Evaluasi H0
Evaluasi H7, dan H30
(sebelum
fakoemulsifikasi)
(kontrol setelah
fakoemulsifikasi)
Perhitungan Statistik
Analisa kemaknaan
28
Universitas Sumatera Utara
Seluruh
sampel
dilakukan
pemeriksaan
keratometri
dan
biometri sebelum pembedahan. Nilai kurvatura kornea dan lensa
intraokular menggunakan IOL Master Carl Zeiss. Pada penelitian ini,
sampel dikelompokkan dalam dua grup. Grup astigmatisma with the
rule (AWR) silindris negatif pada aksis horizontal, berada di meridian
antara 60 dan 120 derajat. Astigmatisma against the rule (ATR)
silindris negatif pada aksis vertikal, berada di meridian antara 1-30
derajat dan 150-180 derajat.
Sebelum operasi seluruh penderita diberi tetes mata tropikamid
(Midriatil 1% ; Cendo), natrium diklofenak (Flamar; Sanbe), dan
Ofloxacin (Floxa; Cendo). Tindakan dimulai dengan pemberian lokal
anestesia tetrakain (Pantokain eye drop;Cendo). Insisi utama dibuat
clear cornea superotemporal sekitar 0.5 mm dari limbus dengan
pisau keratom 2.2 mm (Alcon). Setelah injeksi viskoelastis,
dilanjutkan continuous curvilinear capsulorrhexis (CCC), hidrodiseksi,
fakoemulsifikasi aspirasi korteks. Sesuai standar fako menggunakan
dua stab woundyaituuntuk melakukan kapsuloreksis dan insersi
instrument kedua. Irigasi bilik mata depan menggunakanbalanced
saltt solution.Implan lensa lipat intraokular bersifat hydrophobic
acrylic aspheris IOLdari Alcon, Rayner, dan Tecnis. Diameter optik
6.00 mm dan panjang haptik 12.00 mm, dimasukkan dengan injectorcartridge system. Materi viskoelastis diirigasi. Kontrol luka insisi
dengan hidrasi stromal
29
Universitas Sumatera Utara
Follow-upsetelah fakoemulsifikasidilakukan pada hari pertama,
dan ke-7, dan ke-30.Penderita menerima tetes mata kombinasi
antibiotik ofloxacin-deksametason setiap 3 jam selama 7 hari dan di
tappering off selanjutnya, antibiotik oral dan analgesia oral.
Pemeriksaan mencakup tajam penglihatan, slitlamp biomicroscopy,
dan keratometri.
Penilaian dan interpretasi keratometri sebelum dan setelah
fakoemulsifikasi
pada
katarak
senilis
didokumetasi
dan
dikumpulkan sebagai data penelitian untuk selanjutnya dijadikan
sebagai hasil penelitian
3.9.
METODE ANALISA DATA
Metode analisa data menggunakan program komputer SPSS
(Statistical Program for Social Science) program 17.0 dengan
analisa univariat, yaitudilakukan dengan cara menganalisis data
yang menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel,
dengan tujuan untuk mendeskripsikan karakteristik gambaran dari
setiap variabel penelitian.
3.10. PERTIMBANGAN ETIKA
Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat
bagian Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan
dan kemudian akan diajukan ke Komite Etika Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran USU.
30
Universitas Sumatera Utara
Informed consent diminta secara tertulis dari subjek
penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah
mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.
3.11. PERSONAL PENELITIAN
Peneliti : dr. Wina Fuad Lubis
3.12. BIAYA PENELITIAN
Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti.
31
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1.
DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN
Responden yang diikutsertakan adalah seluruh penderita
katarak senilis yang memenuhi kriteria inklusi. Total responden
sebanyak 65 orang.
Tabel 1. Distribusi Demografi Responden
Usia (Tahun)
Frekuensi (n)
Persentase (%)
41-50
1
1.5
51-60
10
15.4
>60
54
83.1
Laki-laki
28
43.1
Perempuan
37
56.9
Mata Kanan
30
46.2
Mata Kiri
35
53.8
Jenis Kelamin
Lateralitas
32
Universitas Sumatera Utara
Usia rata-rata dalam penelitian ini 66.6 tahun (range 44-84
tahun). Jumlah mata yang dioperasi sebanyak 65 mata dari 65 orang
responden.
4.2. PENGARUH FAKOEMULSIFIKASI TERHADAP NILAI KERATOMETRI
Tajam penglihatan sebelum fakoemulsifikasi adalah ≤1/60
sebanyak 24 orang (36.92 %), ≤3/60 sebanyak 18 orang (27.70%),
≤6/60 sebanyak 18 orang (27.70%), dan ≤6/18 sebanyak 5 orang
(7.69%).
Tajam penglihatan setelah fakoemulsifikasi adalah 6/6-6/9
sebanyak 39 orang (60%), 6/12-6/15 sebanyak 15 orang (23.08 %)
dan 6/18-6/30 sebanyak 11 orang (16.92%).
Tabel 2. Perbedaan keratometri grup ATR sebelum dan setelah
Fakoemulsifikasi
Perubahan
Kornea
ATR
Mean
p.
n
x ± SD
Diff.
H0a)
45
1.239 ± 0.784
0.412
0.035
H7a)
45
1.651 ± 1.024
H0a)
45
1.239 ± 0.784
0.382
0.052
H30b)
45
1.622 ± 1.038
Keterangan : a) Uji t-independent, b) Mann Whitney
33
Universitas Sumatera Utara
Dari penelitian ini didapati ATR sebelum operasi sebanyak 45
orang. Setelah operasi hari ke-7 dijumpai perubahan rata-rata nilai
astigmatisma sebesar 0.412 dioptri dengan p.=0.035 (signifikan
secara statistik), dan hari ke-30 sebesar 0.382 dioptri dengan
p.=0.052 (tidak signifikan secara statistik).
Tabel 3.Perbedaan keratometri grup AWR sebelum dan setelah
Fakoemulsifikasi
Perubahan
Kornea
AWR
n
x ± SD
H0a)
20
0.923 ± 0.681
H7a)
20
1.271 ± 0.0991
H0a)
20
0.923 ± 0.681
H30b)
20
1.188 ± 1.001
Mean Diff.
p.
0.348
0.192
0.265
0.333
Keterangan : a) Uji t-independent, b) Mann Whitney
Dari penelitian ini didapati AWR sebelum operasi sebanyak 20
orang. Setelah operasi hari ke-7 dijumpai perubahan rata-rata nilai
astigmatisma sebesar 0.384 dioptri dengan p.=0.192 (tidak signifikan
secara statistik), dan hari ke-30 sebesar 0.265 dioptri dengan
p.=0.333 (tidak signifikan secara statistik).
34
Universitas Sumatera Utara
Tabel
4.
Perubahan
Keratometri
Sebelum
Dan
Setelah
Fakoemulsifikasi
Perubahan
Kornea
ATR
AWR
N
%
N
%
Meningkat
7
10.77
7
10.77
Menurun
8
12.31
1
1.54
Tetap
20
30.77
4
6.15
Konversi
10
15.38
8
12.31
Total
45
69.23
20
30.77
Pada penelitian ini sebelum fakoemulsifikasi didapati ATR
sebanyak 45 responden (69.23%) dan AWR sebanyak 20 responden
(30.77%). Setelahnya didapati ATR sebanyak
(66.15%) dan AWR 22 responden (33.85%).
43 responden
Responden yang
sebelum dan setelahnya tetap ATR sebanyak 35 responden
(53.85%) dan responden yang sebelum dan setelahnya tetap AWR
12 responden (18.46) dan yang mengalami konversi sebanyak 18
responden (27.69%).
35
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Uji Hipotesa Perbedaan Keratometri Sebelum Dan
Setelah Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi
Astig
Perubahan Ranking
Pre
Post
N
N
ATR
45
43
Ranking Negatif
8
AWR
20
22
Ranking Positif
10
Ties
47
Jumlah
65
p.
N
0,637
65
Keterangan :
PerubahanRasio Bolton :
o RankingNegatifadalahperubahan dari ATR menjadiAWR.
o Ranking Positifadalahperubahan AWRmenjadi ATR.
o Ties
artinyatidakterjadiperubahan.Jikasebelumnya
ATR
makasetelahnya tetap ATR, sebaliknyajikasebelumnya AWR
makasetelahnyatetap AWR.
Hasiluji Wilcoxon menjelaskanp. = 0,637 > = 0,05artinya Ho
diterima,
dengandemikiantidakadapengaruhperlakuan
yang
diberikan.
36
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Penderita katarak senilis menjalani ekstraksi katarak dengan
harapanpenglihatan
menjadi
jelas
dan
sekaligus
mengurangi
ketergantungan kacamata. Komplikasi yang sering timbul setelah ekstraksi
katarak
fakoemulsifikasi
melibatkan
kornea
disebabkan
insisi
menggunakan tehnik long tunnel, heat burn dari fako tip , dan phaco
hydration. Hal tersebut menyebabkan kerusakan endotel dan descemet
detachmentsebanyak 0.3% kasus.21,22
Penelitian sebelumnya mengenai surgically induced astigmatisma
oleh insisi clear cornea mendapati bahwa katarak senilis yang dilakukan
ekstraksi dengan fakoemulsifikasi mempunyai tajam penglihatan sebelum
fakoemulsifikasi yaitu 6/60 (32%), dan dikisaran antara 2 meter hingga
lambaian tangan (29%). Astigmatisma setelah fakoemulsifikasi 0.50
Dioptri (32%), 0.50-1.00 dioptri (51%), dan 1.00-1.50 Dioptri (17%).23
Penelitian oleh Anwar (2014) yang membandingkan astigmatisma
setelah ekstraksi katarak fakoemulsifikasi dengan insisi 3.2 mm clear
cornea superotemporal didapati usia rata-rata 50.5 tahun (range 25-76
tahun). Penelitian dibagi dalam 2 grup. Grup A adalah Astigmatisma With
The Rule (AWR) dan grup B Astigmatisma Against The Rule (ATR).
Astigmatisma rata-rata sebelum fakoemulsifikasi pada grup A adalah 0.83
diotri dan pada grup B 0.76 dioptri. Pada grup A dan B median
astigmatisma setelah fako -1.10 dan 0.75 dioptri masing-masing. Artinya
37
Universitas Sumatera Utara
ada peningkatan astigmatisma sebanyak 0.27 dan 0.34 dioptri. Pada grup
A (AWR), ada peningkatan astigmatisma 33.33%, tidak berubah 20%, dan
konversi ATR 20%, netral 13.33%, dan astigmatisma menurun 13.33%.
Sedangkan pada grup B (ATR), ada peningkatan astigmatisma 62.50%,
menetap 9.37%, dan konversi AWR 12.50%, netral 3.12%, dan
astigmatisma menurun 12.50%.5
Insisi
superotemporal
(jam
10-11)
3.2
mm
menyebabkan
perubahan astigmatisma ≤ 0.50 D dari astigmatisma sebelumnya. Nilai ini
sedikit bergeser ke with the rule astigmatisma. Induksi astigmatisma oleh
insisi temporal lebih kecil daripada insisi superior.5.9
Penelitian longitudinal menilai surgically induced astigmatism (SIA)
oleh insisi clear cornea di meridian yang steep pada penderita dengan
riwayat astigmatisma yang dilakukan Harakuni (2016), proporsi sebelum
fakoemulsifikasi AWR sebanyak 50% dan ATR sebanyak 50%. Setelah
fakoemulsifikasi terjadi perubahan proporsi AWR menjadi 40%, ATR
menjadi 30%, dan yang tidak astigmatisma 30%. Pada grup yang awalnya
AWR, setelah fakoemulsifikasi 16% tetap AWR, 18% menjadi ATR, dan
14% tidak astigmatisma. Dan grup yang awalnya ATR, kemudian
setelahnya 19% tetap ATR, 17% AWR, dan 16% tidak ada astigmatisma.
SIA rata-rata 0.54±0.34 D dengan P