Analisis Strategi Pemasaran Sayuran Hidroponik di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang mengutamakan hasil pertanian sebagai
sumber penghasilan terbesarnya. Penurunan luasan lahan pertanian di Indonesia
akibat konversi dari sektor pertanian ke sektor bukan pertanian menyebabkan
kegiatan budidaya pertanian mengalami kendala dalam penyediaan lahan. Tentu
saja hal ini berdampak buruk bagi peningkatan kuantitas produksi pertanian,
khususnya pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan usaha pertanian di
Sumatera Utara adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia dan
kelembagaan usaha dalam hal penanganan pascapanen, pengolahan dan
pemasaran hasil. Hal tersebut disebabkan oleh karena pembinaan SDM pertanian
selama ini lebih difokuskan kepada upaya peningkatan produksi (budidaya)
pertanian, sedangkan produktivitas dan daya saing usaha agribisnis sangat
ditentukan oleh kemampuan pelaku usaha yang bersangkutan dalam mengelola
produk yang dihasilkan (pascapanen dan pengolahan hasil) serta pemasarannya

(Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2008).
Kondisi lahan pertanian yang kian hari semakin berkurang, sementara disisi lain
pemenuhan kebutuhan pangan dari hasil pertanian semakin meningkat,
mendorong sektor pertanian untuk mengatasi kendala tersebut dengan
meningkatkan penerapan pertanian lahan sempit. Berkaitan dengan hal ini,
kegiatan produksi tanaman pangan di Indonesia hingga saat ini sudah relatif
1

Universitas Sumatera Utara

2

berkembang dimana sudah banyak digunakan teknologi budidaya yang berhasil
diadopsi dari negara-negara maju. Diantaranya, sistem pertanian lahan sempit
yang saat ini diterapkan adalah sistem budidaya secara hidroponik. Menurut Tim
Karya Tani Mandiri (2010), hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam
yang menggunakan air, nutrisi dan oksigen, dengan kata lain teknik ini tidak
menggunakan tanah sebagai medianya.
Pengembangan hidroponik di Indonesia memiliki peluang yang baik untuk
mengisi kebutuhan dalam negeri maupun merebut peluang ekspor. Penduduk kota

besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan maupun kota besar lainnya
memiliki kecenderungan untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Penggunaan
produk-produk berkualitas memberikan rasa nyaman bagi penggunanya. Pasarpasar modern menjadi ciri khas tentang tuntutan akan produk yang berkualitas,
bukan lagi produk yang banyak namun asal, tapi produk yang bersih dan
kontinuitas tinggi.
Sayuran yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi hidroponik memiliki
kualitas lebih baik dibandingkan sayuran konvensional. Pada tahun 1994 sebuah
tes pernah dilakukan oleh kelompok investigasi dari Laboratorium Teknologi
Tanaman Universitas San Jose California, untuk mengetahui kandungan vitamin
dan mineral yang terkandung dalam hasil tanaman hidroponik dibandingkan
dengan hasil tanaman organik dan juga hasil tanaman yang dibudidayakan secara
konvensional. Hasilnya menunjukkan bahwa tanaman hasil hidroponik memiliki
vitamin dan mineral yang secara signifikan lebih tinggi dan sangat bermanfaat

Universitas Sumatera Utara

3

bagi kesehatan manusia dibanding dengan pola konvensional maupun organik
(www.bbpp-lembang.info).

Namun, sayuran hidroponik memiliki harga jual yang lebih mahal dibandingkan
dengan sayuran konvensional. Misalnya saja, selada hidroponik dijual di
supermarket dengan harga lebih kurang Rp35.000,- namun di pasar tradisional,
selada konvensional hanya dihargai sekitar Rp5.000,- hingga Rp7.000,-. Oleh
karena itu, segmen pasar yang dituju umumnya masyarakat kalangan ekonomi
menengah ke atas. Apabila 10 persen saja penduduk Indonesia memilih produk
yang berkualitas dan bersih, berarti ada sekitar + 25 juta penduduk yang
membutuhkan produk hidroponik setiap harinya. Boston Consulting Group (BCG)
menyatakan bahwa pada tahun 2014, kelas ekonomi menengah ke atas di
Indonesia berjumlah + 74 juta penduduk.
Selain itu, pasar hidroponik juga tertuju pada penduduk yang berpendidikan
dengan usia sekolah 19 – 25 tahun. Hal ini karena masyarakat dengan usia sekolah
tersebut sudah memahami gaya hidup sehat dan berpotensi untuk mengonsumsi
sayuran hidroponik.
Tabel 1.1 Penduduk Usia Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2014
Laki-laki
Perempuan
Golongan
Umur

Jiwa
Persen
Jiwa
Persen
0–5
125.787
11,63
120.341
10,85
6 – 12
134.658
12,45
127.130
11,46
13 – 15
58.059
5,37
57.328
5,17
16 – 18

63.596
5,88
66.448
5,99
19 – 25
166.338
15,38
176.051
15,87
Sumber: BPS Kota Medan, Data Penduduk, Desember 2014

Jumlah
246.128
261.788
115.387
130.044
342.389

Universitas Sumatera Utara


4

Hasil survei sosial ekonomi nasional 2014, BPS Provinsi Sumatera Utara
menunjukkan bahwa persentase penduduk Kota Medan dengan pendidikan yang
ditamatkan D4/S1/S2 adalah sebesar 10,12%. Hal ini merupakan peluang pasar
yang cukup baik bagi pengusaha hidroponik di Kota Medan.
Pemasaran produk hidroponik tidak bisa langsung dipasarkan seperti sayuransayuran pada umumnya yang dipasarkan di pasar tradisional. Tidak pula
dipasarkan dilapak-lapak terbuka. Hal ini dikarenakan sebelum dipasarkan dan
menunggu proses distribusi, sayuran hidroponik disimpan dalam suhu ruang
terlebih dahulu. Produk hidroponik sayuran ini biasanya dipasarkan ke
supermarket dan hotel. Jalur pemasaran hidroponik dimulai dari petani
hidroponik, kemudian dijual ke perantara atau distributor seperti market dan
terakhir dibeli oleh konsumen. Distributor inilah yang mempunyai kontrak
kerjasama dengan pengusaha hidroponik.
Di Kota Medan, pasar hidroponik masih tergolong sedikit. Hal ini terlihat dari
tidak tersedianya produk hidroponik yang dijual di berbagai pusat perbelanjaan.
Hal ini kemungkinan terjadi karena pengusaha hidroponik hanya menunggu
konsumen untuk membeli produk sayuran hidroponik yang diusahakannya.
Setelah peneliti melakukan pra survey, dapat diketahui bahwa dari 12 pusat
perbelanjaan di Kota Medan, hanya terdapat 4 pusat perbelanjaan yang menjual

sayuran hidroponik.
Tabel 1.2 Ketersediaan Sayuran
Kota Medan, 2016
Pusat Perbelanjaan
Brastagi Supermarket
Carrefour Citra Garden
Center Point

Hidroponik Pada Pusat Perbelanjaan di
Ketersediaan
Ada
Tidak Ada
Ada

Keterangan
Sawi, Pakcoy, Selada
Sawi

Universitas Sumatera Utara


5

Grand Palladium Mall
Hermes Place Polonia
Medan Mall
Transmart Plaza Medan Fair
Plaza Millennium
Ramayana Super Center
Ringroad City Walk
Hypermart Sun Plaza
Thamrin Plaza
Sumber: Data Primer, Maret 2017

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Ada
Tidak Ada

Tomat

Bayam, Selada

Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa hanya sedikit pusat perbelanjaan yang
menyediakan dan menjual sayuran hidroponik. Bahkan, pusat perbelanjaan yang
menyediakan sayuran hidroponik tersebut hanya menjual 1 atau 2 jenis sayuran.
Misalnya Transmart Plaza Medan Fair, hanya menjual tomat sebagai komoditi
sayuran hidroponik. Jumlah ini dapat dibilang sedikit apabila dibandingkan
dengan belasan sayuran konvensional lainnya yang dijual di pusat perbelanjaan
tersebut.
Untuk itu perlu disusun suatu rencana strategi pemasaran usaha sayuran
hidroponik. Strategi pemasaran tersebut perlu mempertimbangkan faktor internal
dan

faktor eksternal usaha sayuran hidroponik agar dapat meningkatkan


pemasaran sayuran hidroponik ke berbagai pusat perbelanjaan dan wilayah.
1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa identifikasi
masalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor internal dan eksternal apa saja yang mempengaruhi pemasaran
sayuran hidroponik di daerah penelitian?
2. Bagaimana strategi pemasaran usaha sayuran hidroponik di daerah penelitian?

Universitas Sumatera Utara

6

1.3

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk

mengidentifikasi

faktor

internal

dan

faktor

eksternal

yang

mempengaruhi pemasaran sayuran hidroponik.
2. Untuk memformulasi strategi pemasaran sayuran hidroponik.
1.4

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota
Medan untuk mengambil langkah-langkah dalam peningkatan pemasaran
sayuran hidroponik ke berbagai wilayah di Kota Medan.
2. Sebagai bahan masukan bagi petani untuk meningkatkan pemasaran sayuran
hidroponik.
3. Sebagai bahan informasi atau referensi untuk pengembangan ilmu bagi pihakpihak yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara