Analisis Strategi Pemasaran Sayuran Hidroponik di Kota Medan Chapter III VI

23

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja),
artinya daerah penelitian dipilih berdasarkan tujuan penelitian. Tempat yang
menjadi daerah penelitian yaitu Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Pertimbangan ini didasarkan karena Kota Medan sebagai salah satu lokasi
penjualan sayuran hidroponik. Selain itu, terdapat pasar swalayan / supermarket
serta hotel yang dijadikan sebagai tempat penjualan sayuran hidroponik. Dimana
hasil penelitian di lokasi tersebut dapat bermanfaat untuk menentukan strategi
pemasaran yang tepat bagi usaha sayuran hidroponik.
3.2

Metode Penentuan Sampel


Responden penelitian ini terdiri dari 5 komponen yaitu: Komunitas Hidroponik
Kota Medan (KOHIMED), pejabat Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan,
penyuluh, konsumen sayuran hidroponik dan petani hidroponik. Prosedur yang
digunakan dalam penentuan sampel adalah prosedur Nonprobability Sampling.
Pengambilan sampel untuk petani dan konsumen menggunakan metode bola salju
(snowball sampling). Cara pengambilan sampel dengan metode ini dilakukan
secara berantai, dimulai dari satu responden dan selanjutnya responden tersebut
menunjukkan responden lain, demikian seterusnya, sehingga dapat ditentukan

Universitas Sumatera Utara

24

populasi petani sebanyak 13 orang, namun sampel hanya 10 orang petani
dikarenakan 3 orang petani tidak bersedia untuk memberikan keterangan dan
konsumen 10 orang. Sedangkan untuk pengambilan sampel pada Komunitas
Hidroponik Kota Medan (KOHIMED), Badan Ketahanan Pangan (BKP) dan
penyuluh menggunakan teknik purposive sampling yaitu dengan pertimbangan
bahwa Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED), Badan Ketahanan
Pangan (BKP) dan penyuluh yang mengetahui tentang pemasaran sayuran

hidroponik. Responden Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED)
sebanyak 2 orang, Badan Ketahanan Pangan 2 orang dan penyuluh 1 orang.
3.3

Metode Pengumpulan Data

Analisis strategi pemasaran sayuran hidroponik dalam penelitian ini memerlukan
sejumlah data-data pendukung yang berasal dari petani, konsumen, penyuluh dan
Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED) serta BKP Kota Medan. Data
yang diperlukan dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan mengunakan 2 cara
pengumpulan data, yaitu:
1. Data primer, merupakan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi,
dan diskusi dengan petani, konsumen, penyuluh dan Komunitas Hidroponik
Kota Medan (KOHIMED) serta pejabat BKP Kota Medan dengan
menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan guna penilaian dan
pembahasan ide yang berkenaan dengan faktor internal dan eksternal. Data
primer merupakan faktor lingkungan internal dan eksternal Badan Ketahanan
Pangan (BKP) Kota Medan.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelusuran literatur-literatur
terkait seperti buku, internet, skripsi, data dari Badan Pusat Statistika (BPS


Universitas Sumatera Utara

25

Kota Medan), data dari Dinas Pertanian Sumatera Utara yang berhubungan
dengan penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup data penduduk
usia sekolah di Kota Medan, data penduduk kelas ekonomi menengah ke atas
di Indonesia, data kegiatan berupa data pemasaran Dinas Pertanian Sumatera
Utara dan BKP Kota Medan, serta sarana dan prasarana yang ada di Badan
Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan, yang bersumber dari pemerintah pusat.
3.4

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menjelaskan identifikasi masalah
adalah analisis deskriptif, yaitu dengan metode SWOT yang merupakan metode
penyusunan strategi dengan mengevaluasi kekuatan (strenghs), kelemahan
(weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek
atau suatu spekulasi bisnis. Analisis SWOT menyediakan pemahaman realistis

tentang hubungan suatu organisasi dengan lingkungannya untuk mendapatkan
terciptanya strategi yang dapat memaksimumkan kekuatan dan peluang serta
meminimumkan kelemahan dan ancaman yang ada. Selanjutnya untuk
mengetahui hasil analisis berada diposisi mana, dapat dilihat pada gambar berikut
ini :

PELUANG
3. Mendukung
Strategi Growth

1. Mendukung
Strategi Growth

4. Mendukung
Strategi Growth

2. Mendukung
Strategi Growth

KEKUATAN


KELEMAHAN

ANCAMAN
Sumber: Fredy Rangkuty (2009)
Gambar 3.1 Diagram Analisis SWOT

Universitas Sumatera Utara

26

Kuadran 1

: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Usaha

tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang
yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung
kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Srategy).
Kuadran 2


: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, usaha ini masih

memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah
menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman jangka panjang dengan cara
strategi diversifikasi (produk/jasa).
Kuadran 3

: Usaha menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain

pihak, lembaga akan menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Kondisi
bisnis pada kuadran 3 ini mirip dengan Question Mark pada BCG matrik. Fokus
strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal usaha
sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih.
Kuadran 4

: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, usaha

tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Langkah-langkah pembuatan SWOT, sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan penelitian / objek penelitian.

Langkah yang paling awal dalam membuat SWOT adalah dengan menentukan
tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal
yang mempengaruhi peran Badan

Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan

dalam pemasaran sayuran hidroponik.

Universitas Sumatera Utara

27

2. Menentukan faktor-faktor lingkungan / pengaruh.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran sayuran
hidroponik, maka dapat diidentifikasikan beberapa variabel yang akan
menentukan peningkatan pemasaran sayuran hidroponik. Faktor-faktor tersebut
dapat diperoleh dari studi literature dan pra-survey.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh yaitu:
1. Lokasi pasar
2. Harga yang diterima petani

3. Pelanggan tetap (permintaan pasar)
4. Pemetaan GAP dan SOP
5. Dukungan pemerintah
6. Jaringan pemasaran
7. Modal
8. Keragaman sayuran hidroponik
9. Jadwal tanam
10. Keahlian pascapanen
11. Pembinaan tenaga penyuluh
12. Fasilitas promosi
13. Pameran
14. Pesaing
15. Pengalaman/keterampilan produsen
16. Peran asosiasi/kelembagaan tani
17. Fasilitas penelitian

Universitas Sumatera Utara

28


3. Menentukan faktor strategis.
Setelah diperoleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemasaran dan
produksi sayuran hidroponik, kemudian dipilih faktor-faktor yang secara
signifikan dapat mempengaruhi peningkatan pemasaran dan produksi sayuran
hidroponik. Faktor ini disebut sebagai faktor strategis. Pemilihannya ditentukan
berdasarkan pengamatan langsung ke lokasi penelitian dan diperoleh dari hasil
wawancara dengan 15 orang petani, 10 orang konsumen, 1 orang penyuluh, 2
orang anggota Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED) dan 2 orang
pejabat Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan.
4. Klasifikasi faktor strategis menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
Setelah diketahui faktor-faktor strategis, selanjutnya diklasifikasikan menjadi 2
bagian, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor
yang tidak dapat dikendalikan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota
Medan atau faktor yang dimiliki oleh petani, konsumen, dan pihak-pihak lain
yang terkait dalam pemasaran dan produksi sayuran hidroponik, sedangkan
faktor internal adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh Badan Ketahanan
Pangan (BKP) Kota Medan.
5. Penentuan faktor S,W,O dan T berdasarkan skor.
Setelah diklasifikasikan faktor-faktor internal dan eksternal, kemudian disusun
kuisioner yang akan ditanyakan kepada responden untuk memperoleh penilaian

setiap faktor. Kondisi eksisting setiap faktor diperoleh melalui wawancara
kepada responden serta melalui pengamatan dan observasi di lapangan,
misalnya pada faktor lokasi pasar. Skor masing-masing faktor dengan skala

Universitas Sumatera Utara

29

mulai dari 4 sampai dengan 1. Setelah diperoleh skor setiap faktor dari setiap
responden, kemudian dicari nilai rata-rata aritmatika dari seluruh responden
sehingga dapat ditentukan apakah faktor tersebut termasuk kedalam faktor
eksternal (peluang dan ancaman) atau faktor internal (kekuatan dan
kelemahan). Pada internal 1 dan 2 termasuk kelemahan, 3 dan 4 adalah
kekuatan. Pada eksternal 1 dan 2 termasuk ancaman, 3 dan 4 termasuk peluang.
6. Penentuan bobot.
Setelah diperoleh skor tiap faktor kemudian dilakukan pembobotan setiap
faktor. Pembobotan ini dilakukan dengan cara teknik komparasi berpasangan
dengan memakai pembobotan yang dilakukan oleh Saaty (1998). Metode ini
menggunakan


model

Pairwise

Comparision

Scale

yaitu

dengan

membandingkan faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam satu hirarki
berpasangan, sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing faktor.
Rincian nilai kepentingan tersebut ditentukan berdasarkan kemampuan
responden untuk membedakan nilai antar faktor yang dipasangkan. Semakin
besar kemampuan responden untuk membedakan, maka akan semakin rinci
juga pembagian nilanya. Nilai dari masing-masing faktor tidak lepas dari skala
banding berpasangan yang ditemukan oleh Saaty (1998) dengan skala nilai
yang dimodifikasi hanya menggunakan skala nilai 1 sampai 3 sebagai berikut:
1 = kedua faktor sama pentingnya
2 = satu faktor lebih penting dari pada faktor lainnya
3 = satu faktor mutlak lebih penting dari pada faktor lainnya

Universitas Sumatera Utara

30

7. Matriks perbandingan seluruh faktor untuk tiap responden.
Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing faktor dari tiap responden
selanjutnya dibuat matriks penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot
dari tiap faktor.
8. Matriks perbandingan seluruh faktor untuk seluruh responden.
Setelah diperoleh matriks perbandingan penilaian tiap faktor dari setiap
responden, kemudian dicari nilai rata-rata geometris perbandingan dari seluruh
responden dengan rumus:
G = n√X1.X2.X3. … Xn
Dimana :

n

= Jumlah responden

X1

= Nilai faktor ke-i untuk responden 1

X2

= Nilai faktor ke-i untuk responden 2

X3

= Nilai faktor ke-i untuk responden 3

Xn

= Nilai faktor ke-i untuk responden n

Universitas Sumatera Utara

31

9. Normalisasi dan rata-rata bobot.
Setelah diketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut
dinormalisasikan untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis.
Nilai inilah yang akan menjadi bobot faktor-faktor strategis Badan Ketahanan
Pangan (BKP) Kota Medan.
10. Menentukan skor terbobot dan prioritas.
Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara
mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang akan diperoleh dalam tiap
faktor. Nilai dari skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
reaksi Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan terhadap faktor strategis
eksternal dan faktor strategis internalnya.
11. Formulasi strategi dengan menggunakan matriks SWOT.
Selanjutnya menyusun faktor-faktor strategis dengan menggunakan matriks
SWOT. Selisih faktor eksternal akan menentukan peluang atau ancaman,
sedangkan seliih faktor internal akan menetukan kekuatan atau kelemahan.

Gambar 3.2 Matriks SWOT

Universitas Sumatera Utara

32

Keterangan :
Kuadran I :
Ini merupakan situasi yang menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki
peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi
yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan
yang agresif.
Kuadran II :
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki
kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan
kekuatan untuk mengatasi ancaman jangka panjang dengan cara strategi
diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran III :
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak
menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi ini yaitu
meminimalkan masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut pasar yang
lebih baik (turn around).
Kuadran IV :
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut
menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Fokus strategi yaitu
melakukan tindakan penyelamatan agar terlepas dari kerugian yang lebih besar
(defensive).

Universitas Sumatera Utara

33

3.5

Definisi & Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka
dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :
3.5.1

Definisi

1. Hidroponik merupakan sebutan untuk sebuah teknologi bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah.
2. Strategi pemasaran adalah keseluruhan langkah untuk mencapai sasaran
tertentu dan harus menjelaskan langkah apa yang akan diambil untuk mencapai
sasaran, waktu pelaksanaan dan pengalokasian sumber daya.
3. Analisis SWOT merupakan analisis yang digunakan sebagai dasar untuk
menentukan strategi peningkatan pemasaran dan produksi, dilakukan dengan
cara identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan melalui analisis kondisi
internal, serta mengidentifikasi peluang dan ancaman melalui analisis kondisi
eksternal.
4. Faktor internal merupakan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang
dimiliki dan dapat dikontrol oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota
Medan.
5. Faktor eksternal merupakan peluang dan ancaman yang tidak dapat dikontrol
Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan.
6. Kekuatan (Strength) adalah situasi dan kemamapuan dari faktor internal yang
bersifat positif terhadap peningkatan pemasaran dan produksi sayuran
hidroponik.

Universitas Sumatera Utara

34

7. Kelemahan (Weaknes) adalah situasi dan kelemahan dari faktor internal yang
bersifat negatif terhadap peningkatan pemasaran dan produksi sayuran
hidroponik.
8. Peluang (Oportunity) adalah situasi dari faktor eksternal yang bersifat positif,
yang mendorong peningkatan pemasaran dan produksi sayuran hidroponik.
9.

Ancaman (Threat) adalah situasi dari faktor eksternal yang bersifat negatif,
yang menjadi penghalang peningkatan pemasaran dan produksi sayuran
hidroponik.

10. Leaflet (selebaran) adalah promosi melalui selebaran mengenai sayuran
hidroponik.
11. Jaringan pemasaran adalah proses pemasaran sayuran hidroponik dari
produsen ke konsumen.
12. GAP (Good Agricultural Practices) dan SOP (Standar Operasional
Procedure) yang merupakan pedoman budidaya dan standar yang baik untuk
sayuran hidroponik.
3.5.2

Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
2. Sampel adalah petani dan konsumen sayuran hidroponik di Kota Medan,
penyuluh,

Komunitas

Hidroponik

Kota

Medan

(KOHIMED),

Badan

Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan.
3. Waktu

Penelitian

adalah

bulan

Juli

tahun

2017.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK RESPONDEN

4.1

Deskripsi Daerah Penelitian

Kota Medan terletak antara 3°.27' − 3°.47' Lintang Utara dan 98°.35' − 98°.44'
Bujur Timur, dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota
Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang pada sebelah utara, selatan,
barat, dan timur.
Kota Medan merupakan salah satu dari 33 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara
dengan luas daerah sekitar 265,10 km². Kota ini merupakan pusat pemerintahan
Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat dan timur. Sebagian besar wilayah
Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua
sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.
Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun
BBMKG Wilayah I pada tahun 2015 yaitu 21,2°C dan suhu maksimum yaitu
35,1°C serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya yaitu 21,8°C dan suhu
maksimum yaitu 34,3°C. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 81 82%, dan kecepatan angin rata-rata sebesar 2,3m/sec, sedangkan rata-rata total
laju penguapan tiap bulannya 108,2mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun
2015 per bulan 14 hari dengan rata-rata curah hujan menurut Stasiun Sampali per
bulannya 141mm.

35

Universitas Sumatera Utara

36

4.1.1

Perencanaan Kota

Kota yang berwibawa setidaknya terlihat dengan nuansa penataan yang apik.
Penataan ruang yang sesuai dengan peruntukkan harus mengemukakan pengaruh
lingkungan alam disamping penempatan zona ekonomi yang sesuai dengan tata
letak kota.
Tabel 4.1 Jumlah Kelurahan dan Lingkungan Menurut Kecamatan di Kota
Medan Tahun 2010-2015.
Kecamatan
Kelurahan
Lingkungan
No.
Districts
Village
Administrative Units
1.
Medan Tuntungan
9
75
2.
Medan Johor
6
81
3.
Medan Amplas
7
77
4.
Medan Denai
6
82
5.
Medan Area
12
172
6.
Medan Kota
12
146
7.
Medan Maimun
6
66
8.
Medcan Polonia
5
46
9.
Medan Baru
6
64
10.
Medan Selayang
6
63
11.
Medan Sunggal
6
88
12.
Medacn Helvetia
7
88
13.
Medan Petisah
7
69
14.
Medan Barat
6
98
15.
Medan Timur
11
128
16.
Medan Perjuangan
9
128
17.
Medan Tembung
7
95
18.
Medan Deli
6
105
19.
Medan Labuhan
6
99
20.
Medan Marelan
5
88
21.
Medan Belawan
6
143
Jumlah / Total
151
2001
Sumber: Medan Dalam Angka, 2016

Universitas Sumatera Utara

37

4.1.2

Penduduk

Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mengindahkan kelestarian
sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran
penduduk tercapai optimal.
Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya
keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan
pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, dimana
penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya.
Pada tahun 2015, penduduk Kota Medan mencapai 2.210.624 jiwa. Dibanding
hasil proyeksi penduduk 2014, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.484 jiwa
(0,89%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km2, kepadatan penduduk
mencapai 8.339 jiwa/km2.
4.2

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terbagi atas 5 komponen yang terdiri dari
Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED), pejabat Badan Ketahanan
Pangan (BKP) Kota Medan, penyuluh, konsumen sayuran hidroponik dan petani
hidroponik. Jumlah responden yang diambil mewakili KOHIMED sebanyak 2
orang, pejabat Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan 2 orang, penyuluh 1
orang, konsumen sayuran hidroponik 10 orang dan petani hidroponik 10 orang.
Karakteristik responden yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi umur, dan
tingkat pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

38

4.2.1

Karakteristik Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED)

Responden dalam penelitian ini adalah pengurus Komunitas Hidroponik Kota
Medan (KOHIMED), yakni ketua dan admin KOHIMED. Ketua KOHIMED
bernama Bapak Samuel berusia 36 tahun dan pendidikan terakhir S1, dan admin
KOHIMED adalah Bapak Sudarso berusia 50 tahun dan pendidikan terakhir D3.
4.2.2

Karakteristik Badan Ketahanan Pangan (BKP)

Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan memiliki visi yakni sebagai
lembaga yang tangguh, inovatif, dan aspiratif dalam menangani ketahanan pangan
kota medan yang berkelanjutan.
Pejabat Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang menjadi responden dalam
penelitian ini memiliki jabatan yang berbeda-beda, yaitu Kepala Bidang Distribusi
Pangan Badan Ketahanan Pangan Kota Medan, dan Kepala Sub-bidang Distribusi
Pangan Badan Ketahanan Pangan Kota Medan. Kepala Bidang Distribusi Pangan
Badan Ketahanan Pangan Kota Medan, yakni Bapak Fahris H. Hutagalung yang
berusia 33 tahun dengan pendidikan terakhir S2. Sedangkan Kepala Sub-bidang
Distribusi Pangan Badan Ketahanan Pangan Kota Medan, yakni Ibu Andi berusia
54 tahun dengan pendidikan terakhir S2.
Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan memiliki tugas pokok dan fungsi
yang harus dijalankan. Adapun tugas pokok BKP Kota Medan adalah
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan
daerah bidang ketahanan pangan. Sedangkan fungsi dari BKP Kota Medan adalah
sebagai berikut : (i) Perumusan kebijakan teknis dibidang ketahanan pangan. (ii)
Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang

Universitas Sumatera Utara

39

ketahanan pangan. (iii) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang ketahanan
pangan. (iv) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya. Bidang yang tersedia yakni : (i) Bidang Ketersediaan dan
Kerawanan Pangan. (ii) Bidang Distribusi dan Akses Pangan. (iii) Bidang
Konsumsi, Mutu, dan Keamanan Pangan.
4.2.3

Karakteristik Petani

Dari hasil wawancara dengan petani sayuran hidroponik di Kota Medan, maka
didapat karakteristik petani sebagai berikut:
Tabel 4.2 Karakteristik Petani
No.
Karakteristik
Rentang
1. Umur (Tahun)
23-63
2. Pendidikan
SMP-S1
3. Pengalaman bertani
0.5 – 4 tahun
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran (2017)

Rata-rata
41
S1
1.6 tahun

Berdasarkan Tabel 4. Dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani adalah 41 tahun.
Hal ini menunjukkan petani sayuran hidroponik di Kota Medan masih tergolong
usia produktif (23 tahun – 63 tahun) yaitu masih potensial dalam melakukan
kegiatan usahanya.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal dari tingkat SMP sampai
sarjana. Rata-rata pendidikan petani adalah 22 tahun yaitu setingkat dengan
sarjana, dengan tingkat pendidikan yang paling rendah adalah SMP dan yang
paling tingi adalah setingkat S1 (sarjana).

Universitas Sumatera Utara

40

4.2.4

Karakteristik Konsumen

Dari hasil wawancara dengan konsumen sayuran hidroponik di Kota Medan, maka
didapat karakteristik konsumen sebagai berikut:
Tabel 4.3 Karakteristik Konsumen
No.
Karakteristik
Rentang
1. Umur (Tahun)
21-49
2. Pendidikan
S1-S2
3. Pengalaman
1.5 – 2 tahun
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran (2017)

Rata-rata
33
S1
1.6 tahun

Berdasarkan Tabel 4. Dapat dilihat bahwa rata-rata umur konsumen adalah 33
tahun. Hal ini menunjukkan konsumen sayuran hidroponik di Kota Medan
tergolong usia dewasa (21 tahun – 49 tahun) hingga usiayaitu masih potensial
dalam melakukan kegiatan usahanya.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal dari tingkat S1 sampai S2.
Rata-rata pendidikan petani adalah 22 tahun yaitu setingkat dengan sarjana,
dengan tingkat pendidikan yang paling rendah adalah S1 dan yang paling tingi
adalah setingkat S2.
4.2.5

Karakteristik Penyuluh

Responden dalam penelitian ini adalah penyuluh pertanian Dinas Pertanian Kota
Medan. Responden ini bernama Ibu Rohma yang berusia 47 tahun dan pendidikan
terakhir Sarjana Pertanian.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Kondisi Eksisting dari Faktor-faktor Strategis Dianilisis dengan
Menggunakan Skor
Faktor strategis yang mempengaruhi pemasaran sayuran hidroponik dibagi atas
faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang terdiri dari
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki BKP Kota Medan, sedangkan faktor
eksternal merupakan peluang dan ancaman yang diluar kendali dari BKP Kota
Medan.
5.1.1

Analisis Kondisi Eksisting Faktor Internal Dianalisis dengan Skor

Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan dalam pemasaran sayuran
hidroponik yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan seperti; penetapan GAP
dan SOP, pengawasan pelaksanaan GAP dan SOP, dukungan pemerintah,
pembinaan tenaga penyuluh, leaflet (selebaran), pameran, dan fasilitas penelitian.
Berikut hasil penelitian melalui kuisioner dan observasi yang dilakukan untuk
menunjukkan skor faktor internal tersebut:
Tabel 5.1 Penentuan Skor Faktor Internal
Rata-rata
Hasil
No.
Uraian
skor
Penelitian
1 Penetapan GAP dan SOP
3
Kekuatan
Pengawasan pelaksanaan
2
2.3
Kelemahan
GAP dan SOP
3 Dukungan Pemerintah
4
Kekuatan
Pembinaan tenaga
4
4
Kekuatan
penyuluh
5 Leaflet (selebaran)
2
Kelemahan
6 Pameran
2
Kelemahan
7 Fasilitas penelitian
1
Kelemahan
Sumber:
Lampiran

Sumber Keterangan
(Orang)
BKP dan penyuluh (3)
BKP dan penyuluh (3)
BKP dan penyuluh (3)
BKP dan penyuluh (3)
BKP dan penyuluh (3)
BKP dan penyuluh (3)
BKP dan penyuluh (3)
5

41

Universitas Sumatera Utara

42

Tabel 5.1 Menunjukkan bahwa hasil penilaian faktor internal yang mempengaruhi
pemasaran sayuran hidroponik terdapat 3 kekuatan dan 4 kelemahan. Hal tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penetapan GAP dan SOP
Untuk menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi ramah
lingkungan, pencegahan penularan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman),
penjagaan kesehatan, dan meningkatkan kesejahteraan pekerja maka perlu
penerapan GAP (Good Agricultural Practices) dan SOP (Standard Operasional
Procedure) yang merupakan pedoman budidaya yang dan standard produk yang
dihasilkan baik. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pejabat Badan
Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan dan penyuluh pertanian, penerapan GAP
dan SOP untuk usaha tani hidroponik sudah diperkenalkan. Terdapat beberapa
titik kendali wajib pedoman budidaya tanaman sayuran hidroponik seperti: tidak
menggunakan bahan kimia untuk mencegah terjadinya resiko cemaran pada
produk dan lingkungan, media tanam tidak mengandung cemaran bahan
berbahaya dan beracun (B3), nutrisi yang digunakan tidak kadaluarsa, dan petani
mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan panen. Pedoman tersebut
akan menghasilkan produk sesuai tuntutan masyarakat global yang aman bagi
lingkungan dan konsumen.
2. Dukungan BKP dalam Penyediaan Sarana dan Prasaranana
Dalam meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik, dukungan pemerintah
sangatlah diperlukan terkhusus dalam produksi agar tercipta produk yang
memiliki nilai di pasar dan kualitas yang baik pada saat dipasarkan. Pada tahun
2015 terdapat beberapa bantuan yang diberikan kepada beberapa kecamatan di

Universitas Sumatera Utara

43

Kota Medan dan petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas sayuran
hidroponik seperti modul hidroponik dan bibit serta nutrisi hidroponik. Namun,
saat ini sudah tidak ada lagi, karena BKP melihat bantuan tersebut tidak
digunakan dengan maksimal dan tidak terawat. Oleh sebab itu, BKP berharap agar
masyarakat dan petani yang baru memulai usahatani hidroponik ini lebih serius
dengan menggunakan sarana dan prasarana secara mandiri.
3. Pembinaan Tenaga Penyuluh
Introduksi teknologi inovatif membutuhkan tenaga penyuluhan yang handal agar
transfer teknologi kepada petani dapat dilakukan tanpa mengalami distorsi
lapangan. Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para
penyuluh pertanian, Dinas Pertanian Pusat pernah memberikan pembinaan (2014)
kepada penyuluh khusus sayuran hidroponik. Pembinaan diarahkan pada
pemberian pelatihan teknik dan manajerial budidaya seperti aturan pemberian
pupuk, penggunaan pestisida dan herbisida sesuai dengan aturan dan dosis yang
tepat, pascapanen, dan pemasaran tanaman hias seperti perlakuan yang tepat
dalam pengiriman produk, teknik pendampingan kelompok tani, dan prinsipprinsip penyuluhan. Melalui program pembinaan dan pemberdayaan secara
berkelanjutan yang diharapkan dapat diperoleh tenaga penyuluh handal di bidang
pengembangan industri dan pemasaran tanaman hias. Pembinaan tenaga penyuluh
dapat dikatakan cukup rutin, karena dilakukan setiap satu kali dalam seminggu,
yakni pada hari Kamis di Dinas Pertanian.

Universitas Sumatera Utara

44

4. Pengawasan Pelaksanaan GAP dan SOP
Badan Ketahanan Pangan sudah mengenalkan GAP dan SOP kepada petani dalam
usaha tani yang dilakukan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada
pejabat BKP Kota Medan dan penyuluh, penyuluh pertanian selalu melakukan
pertemuan minimal 1 kali dalam sebulan untuk membahas permasalahan yang
dialami petani dalam budidaya tanaman hidroponik. BKP tidak secara langsung
melakukan pengawasan terhadap petani hidroponik. Hal ini juga karena
pelaksanaan budidaya tanaman hidroponik tidak terlalu sulit dan tidak
menggunakan bahan kimia, oleh karena itu dirasa tidak memerlukan pengawasan
yang lebih.
5. Penggunaan Leaflet (Selebaran).
Promosi merupakan media yang efektif untuk komunikasi antar pelaku usaha
hidroponik untuk mendorong peningkatan pasar yang berdampak terhadap
peningkatan kegiatan produksi yang akan membuka lapangan kerja bagi
masyarakat setempat dan peningkatan pemasaran agar dapat menembus pasar
Internasional. Salah satu jenis sarana promosi adalah leaflet (selebaran).
Badan Ketahanan Pangan pernah menyediakan leaflet (selebaran) untuk produk
hidroponik. Leaflet (selebaran) menjelaskan kelebihan serta manfaat dari sayuran
hidroponik. Namun, ternyata selebaran hanya disebar pada saat event tertentu saja.
Selain itu, konten yang dimuat juga kurang memadai. Tidak ada keterangan lebih
lanjut mengenai pemasaran sayuran hidroponik.

Universitas Sumatera Utara

45

Dengan kondisi tersebut, leaflet yang disediakan masih kurang efektif digunakan
sebagai sarana meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik, faktor ini
merupakan suatu kelemahan.
6. Pameran
Pameran adalah salah satu kegiatan untuk menunjukkan atau memperkenalkan
produk secara langsung. Dalam hal ini, pameran hidroponik dilaksanakan pada
event tertentu seperti kegiatan kampus ataupun pameran pertanian.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa pameran yang dilaksanakan untuk
sayuran hidroponik tidak rutin. Biasanya dalam satu bulan, bisa diadakan, tapi
dalam bulan berikutnya belum tentu ada pameran hidroponik. Oleh sebab itu,
kurangnya

pengadaan

pameran

juga

menjadi

kelemahan

BKP

untuk

meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik.
7. Fasilitas Penelitian.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada pejabat BKP dan penyuluh,
diketahui bahwa belum ada sama sekali fasilitas penelitian untuk tanaman
hidroponik. Hal ini dikarenakan, tanaman hidroponik masih bisa dikatakan baru
disosialisasikan oleh Badan Ketahanan Pangan.
5.1.2 Analisis Kondisi Eksisting Faktor Eksternal Dianalisis dengan Skor
Faktor eksternal yang merupakan peluang dan ancaman dalam pemasaran sayuran
hidroponik yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan
terdiri dari lokasi pasar, harga yang diterima petani, pelanggan tetap, pelaksanaan
GAP dan SOP, jaringan pemasaran, permodalan, keragaman sayuran hidroponik,

Universitas Sumatera Utara

46

jadwal tanam, keahlian pascapanen, pesaing, pengalaman produsen dan peran
asosiasi/kelembagaan tani.
Tabel 5.2 Penentuan Skor Faktor Eksternal
Rata-rata
Hasil
No.
Uraian
skor
Penelitian
1

Lokasi pasar

2
3

3

Peluang

Harga yang diterima
petani

3.7

Peluang

Petani dan KOHIMED (12)

Pelanggan tetap

2.5

Ancaman

Petani, KOHIMED,
konsumen (22)

2.7

Peluang

Petani dan KOHIMED (12)

2.7
3.7

Peluang
Peluang

2

Ancaman

2.3
3.7
3.4

Ancaman
Peluang
Peluang

2.8

Peluang

Petani dan KOHIMED (12)
Petani dan KOHIMED (12)
Petani, KOHIMED,
konsumen (22)
Petani dan KOHIMED (12)
Petani dan KOHIMED (12)
Petani dan KOHIMED (12)
Petani, KOHIMED,
konsumen (22)

2.1

Ancaman

8
9
10

Pelaksanaan GAP dan
SOP
Jaringan pemasaran
Permodalan
Keragaman sayuran
hidroponik
Jadwal tanam
Keahlian pascapanen
Pesaing

11

Pengalaman produsen

4
5
6
7

Sumber Keterangan
(Orang)
Petani, KOHIMED,
konsumen (22)

Peran asosiasi /
kelembagaan tani
Sumber: Lampiran 6
12

Petani dan KOHIMED (12)

Tabel 5.2 Menunjukkan bahwa hasil penilaian faktor eksternal

yang

mempengaruhi pemasaran sayuran hidroponik terdapat 8 peluang dan 4 ancaman.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lokasi Pasar
Dalam penelitian ini, sayuran hidroponik dipasarkan dalam berbagai kalangan. Di
Kota Medan, terdapat beberapa pusat perbelanjaan yang menyediakan sayuran
hidroponik. Misalnya adalah Hypermart Sun Plaza, Center Point, Berastagi
Supermarket, dan Transmart Plaza Medan Fair.
Pada Tabel 5.2 diperoleh skor lokasi pasar 3. Skor ini diperoleh dari penelitian
dan observasi yang dilakukan kepada 12 produsen yang memasarkan produknya

Universitas Sumatera Utara

47

yang terdiri dari 10 petani dan 2 anggota Komunitas Hidroponik. Ada responden
yang memasarkan produknya di pusat perbelanjaan. Namun, ada juga responden
yang memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen.
Selain itu, berdasarkan wawancara dengan 10 orang konsumen, responden tidak
kesulitan dalam membeli sayuran hidroponik. Karena konsumen dapat membeli
produk tersebut di pusat perbelanjaan yang berada di jalan lintas.
Pusat perbelanjaan di Kota Medan, sebagian besar terletak di pusat kota dan
berada di jalan lintas. Dengan lokasi pasar tersebut, konsumen akan lebih mudah
melakukan transaksi dan pembelian produk. Selain itu, produsen yang
memasarkan langsung ke konsumen juga berada tidak jauh dari jalan lintas, dan
dekat dengan sentra produksi. Tempat pemasaran sayuran hidroponik berada kirakira 200m dari jalan lintas. Hal ini merupakan suatu peluang untuk meningkatkan
pemasaran sayuran hidroponik.
2. Harga yang Diterima Petani
Harga yang diterima petani merupakan harga yang diperoleh dari pendistribusian
sayuran hidroponik di pasar. Hasil penelitian terhadap petani yang menjadi
responden, menunjukkan bahwa harga yang diterima petani sama dengan harga
rata-rata yang berlaku di pasar. Hal ini dikarenakan konsumen yang bersedia
membeli sayuran hidroponik dengan harga yang ditentukan oleh petani.

Universitas Sumatera Utara

48

3. Pelaksanaan GAP dan SOP
Sejauh ini, Badan Ketahanan Pangan sudah mengenalkan GAP dan SOP kepada
petani, berupa panduan secara umum dalam melakukan budidaya sayuran
hidroponik. Berdasarkan penelitian dan observasi yang dilakukan di Kota Medan,
responden sayuran hidroponik cenderung sudah mengetahui GAP dan SOP
terutama petani yang menjadi anggota komunitas hiroponik, dan dalam
pelaksanaannya petani sudah mengikuti prosedur tersebut. Karena budidaya
hidroponik tidak sulit untuk dilakukan, maka secara umum petani menggunakan
panduan yang hampir sama. Selain itu, petani merasa produk yang dihasilkan
sudah cukup baik meskipun tidak 100% mengikuti acuan panduan budidaya
hidroponik.
Hal ini menjadi peluang, karena apabila pelaksanaan GAP dan SOP yang baik
akan menghasilkan produk yang baik pula. Sesuai dengan tuntutan masyarakat
global.
4. Jaringan Pemasaran
Pemasaran sayuran hidroponik memerlukan jaringan pemasaran yang luas,
mengingat belum terlalu banyak masyarakat yang mengetahui sayuran hidroponik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebagian besar petani
memasarkan sayuran langsung pada konsumen, menggunakan jasa re-seller, dan
melalui online marketing. Berdasarkan Tabel 5.2 skor yang diperoleh adalah
sebesar 2,7, yakni dapat dikatakan cukup berkembang.
Dengan begini, maka jaringan pemasaran merupakan peluang yang baik untuk
meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik. Jaringan pemasaran yang cukup
berkembang akan lebih mudah menjangkau konsumen yang lebih luas.

Universitas Sumatera Utara

49

5. Permodalan Usaha Pribadi
Permodalan diukur dari sumber modal yang diperoleh petani untuk melakukan
usaha tani sayuran hidroponik. Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada 12
responden produsen, menunjukkan bahwa permodalan dalam melakukan budidaya
sayuran hidroponik sepenuhnya menggunakan modal sendiri. Meskipun lembaga
peminjaman permodalan sudah tersedia seperti Bank dan CU serta penawaran
pinjaman modal tinggi tetapi petani cenderung tidak menggunakan lembaga
peminjaman tersebut sebagai sumber modal. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor seperti beberapa petani hidroponik kurang tertarik untuk memperluas usaha
hidroponiknya karena tanaman hortikultura pangan juga dibudidayakan, merasa
dibebani dengan syarat-syarat yang diajukan, serta masih takut menanggung
resiko. Selain itu, seluruh petani memiliki cukup modal untuk memulai usaha
hidroponik.
6. Keahlian Pascapanen
Untuk mendapatkan harga yang pantas di pasar, sayuran yang dihasilkan harus
bermutu tinggi dan tahan lama. Oleh karena itu, petani harus mampu melakukan
kegiatan pascapanen dengan tepat agar sayuran hidroponik yang dihasilkan
memiliki nilai di pasar. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
kegiatan pascapanen yang dilakukan oleh petani hidroponik di Kota Medan, sudah
banyak melakukan kegitan pascapanen yang tepat. Kegiatan tersebut mencakup
pelaksanaan grading agar sayurang yang dipasarkan hanya sayuran yang
berkualitas dan tidak layu, waktu panen yang tepat, cara panen yang tepat yakni
dengan mencabut sayuran hidroponik sampai ke akarnya, teknik penyimpanan dan
dan pengangkutan yang tepat.

Universitas Sumatera Utara

50

7. Pesaing
Berdasarkan Tabel 5.2 skor yang diperoleh adalah 3,4, yang berarti ini merupakan
sebuah peluang untuk meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik. Hal ini
diketahui berdasarkan wawancara dengan 12 produsen sayuran hidroponik,
hampir seluruh produsen tidak memiliki pesaing karena produk selalu habis
terjual, terutama oleh rumah tangga yang berada di sekitar lokasi pemasaran.
Hanya ada 3 responden yang mengaku memiliki pesaing, hal ini dikarenakan
lokasi yang berdekatan dengan produsen lainnya. Ada juga responden yang
memiliki pesaing dalam melakukan pemasaran di pusat perbelanjaan. Misalnya
adalah merk produk hidroponik Deli Hidroponik dan Hailey’s Farm.
8. Pengalaman Produsen.
Sayuran hidroponik dapat dikatakan baru muncul dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat. Namun, petani sudah mengetahui mengenai hidroponik dalam kurun
waktu 1,5-2 tahun. Skor yang diperoleh berdasarkan wawancara dan observasi
menunjukkan bahwa pengalam produsen adalah sebesar 2,8 , sebagian besar
produsen sayuran hidroponik dikota medan sudah menanam tanaman hidroponik
selama kurun waktu 1,5-2 tahun. Ada 5 produsen yang memiliki pengalaman
menanam sayuran hidroponik selama > 2 tahun. Hal ini merupakan peluang, sejak
diperkenalkan hidroponik pada masyarakat yang sudah berjalan lebih dari 2 tahun.
Petani hidroponik sudah mendapat banyak pengalaman selama melakukan
budidaya sayuran hidroponik.
9. Pelanggan
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelanggan tetap sayuran hidroponik
dapat dikatakan rendah. Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa faktor ini

Universitas Sumatera Utara

51

memiliki skor 2,5 yang berarti bahwa ini menjadi sebuah ancaman untuk
meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik. Hal ini karena, produsen lebih
banyak memasarkan pada rumah tangga dan re-seller. Namun ada juga produsen
yang memasarkan pada hotel, restaurant dan supermarket, meskipun tidak banyak.
Hal ini karena, sulitnya produsen dalam hal administrasi untuk memasarkan
produknya di pusat perbelaanjaan dan membutuhkan proses yang cukup lama.
Sehingga,

membuat

produsen

tidak

memasarkan

produknya

ke

pusat

perbelanjaan. Produsen berharap, BKP membantu agar diberikan kemudahan oleh
pusat perbelanjaan untuk memasarkan sayuran hidroponik mereka, melihat
tingginya permintaan akan sayuran hidroponik.
10. Keragaman Sayuran Hidroponik
Berdasarkan Tabel 5.2 skor yang diperoleh adalah sebesar 2. Hal ini merupakan
sebuah ancaman untuik meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik. Sebagian
besar produsen hanya menjual 3 jenis sayuran hidroponik. Hanya 4 responden
yang menjual 5-7 jenis sayuran hidroponik. Hal ini dikarenakan lahan yang
dimiliki sebagian besar oleh petani tidak cukup banyak. Selain itu petani hanya
nenjual jenis sayuran yang umum dicari oleh konsumen yakni kangkung, selada,
sawi dan pakcoy. Namun ini merupkan sebuah ancaman karena masih banyak
jenis sayuran yang dapat ditanam secara hidroponik.

Universitas Sumatera Utara

52

11. Kesesuaian Jadwal Tanam dengan Permintaan Pasar
Untuk meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik perlu adanya kesesuaian
jadwal tanam dengan permintaan pasar. Berdasarkan hasil wawancara hasil
observasi dengan 12 produsen sayuran hiroponik hanya 2 produsen yang
menanam sayuran hidroponik dengan mengikuti pangsa pasar. Selebihnya petani
hanya menanam sayuran hidroponik sesuai keinginan. Hal ini ancaman utuk
meningkatkan pemasaran sauran hidroponik, melihat permintaan pasar yang
cukup tinggi namun tidak dibarengi oleh jadwal tanam produsen.
12. Peran Asosiasi/Kelembagaan Tani
Di Kota Medan, terdapat Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED) yang
terbentuk pada tahun 2015. Namun, komunitas ini hanya sebuah komunitas untuk
saling berbagi mengenai budidaya tanaman hiroponik. Tidak ada struktur yang
jelas dari komunitas ini. Dalam komunitas ini, produsen saling membantu dalam
melakukan pemasaran sayuran hidroponik. Selain itu, komunitas ini juga
mengadakan pertemuan untuk berdiskusi.
Namun, dalam komunitas ini tidak ada membantu menyediakan sarana dan
prasarana yang diperlukan. Anggota hanya saling berkomunikasi, dan saling
membantu

sesuai

dengan

kemampuan.

Produsen

berharap,

pemerintah

membentuk komunitas hidroponik yang sah sehingga memudahkan petani
hidroponik, untuk mengembangkan pemasaran sayuran hidroponik.

Universitas Sumatera Utara

53

5.2 Pembobotan Faktor-faktor Strategis
Nilai penting dari faktor-faktor strategis dianalisis dengan menggunakan
pembobotan. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan teknik komparasi
berpasangan, berikut hasil pembobotan faktor - faktor internal disajikan dalam
Tabel 5.3
Tabel 5.3 Tabel IFAS
Faktor-faktor Internal
1
Penetapan GAP dan SOP
2
Pengawasan Pelaksanaan GAP dan SOP
3
Dukungan Pemerintah
4
Pembinaan Tenaga Penyuluh
5
Leaflet (selebaran)
6
Pameran
7
Fasilitas Penelitian
Total
Sumber: Lampiran 7, 9, 11

Bobot
0.18
0.16
0.21
0.13
0.10
0.17
0.05
1.00

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dukungan Badan Ketahanan Pangan dalam
penyediaan sarana dan prasarana memiliki bobot yang paling besar dari pada
fakor-faktor lain sebesar 0,21. Penetapan GAP dan SOP yang memiliki bobot
sebesar 0,18 dan pengawasan pelaksanaan GAP dan SOP yang memiliki bobot
sebesar 0,16. Kedua faktor ini penting dalam peningkatan pemasaran karena
faktor tersebut merupakan salah satu tuntutan masyarakat global untuk komoditi
pertanian. Kemudian diikuti oleh faktor yang memiliki bobot sebesar 0,17. Faktor
tersebut merupakan salah satu cara untuk lebih memperkenalkan sayuran
hidroponik pada masyarakat luas. Pembinaan tenaga penyuluh yang memiliki
bobot sebesar 0,13 dapat mendorong petani untuk melaksanakan GAP dan SOP
dalam usaha taninya.

Universitas Sumatera Utara

54

Untuk promosi yang dilakukan melalui leaflet dengan bobot sebesar 0,10 masih
dianggap sebagai faktor yang kurang penting, ini terlihat dari bobot yang sangat
kecil untuk faktor tersebut. Selain itu fasilitas penelitian dengan bobot 0,05 juga
dianggap kurang penting, hal ini terbukti dengan belum adanya fasilitas penelitian
untuk tanaman hidroponik.
Perhitungan bobot faktor eksternal pemasaran sayuran hidroponik dapat dilihat
pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Tabel EFAS
Faktor-faktor Eksternal
1
Lokasi Pasar
2
Harga yang Diterima Petani
3
Pelanggan Tetap
4
Peelaksanaan GAP dan SOP
5
Jaringan Pemasaran
6
Permodalan
7
Keragaman Sayuran Hidroponik
8
Jadwal Tanam
9
Keahlian Pascapanen
10 Pesaing
11 Pengalaman Produsen
12 Peran Asosiasi/Kelembagaan Tani
Total
Sumber: Lampiran 8, 10, 12

Bobot
0.0794
0.0597
0.1534
0.055
0.1539
0.0404
0.1118
0.076
0.0578
0.0502
0.1081
0.0542
1.00

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa jaringan pemasaran sayuran hidroponik dengan
bobot sebesar 0,1539 merupakan faktor eksternal yang sangat penting dalam
peningkatan pemasaran diikuti oleh pelanggan tetap dan keragaman sayuran
hidroponik dengan masing-masing bobot sebesar 0,1534 dan 0,1118. Keragaman
sayuran hidroponik akan menambah jumlah permintaan. Selain faktor tersebut,
pengalaman produsen hidroponik dengan bobot 0,1081 juga dianggap penting.
Lokasi pasar memiliki bobot 0,0794, jadwal tanam dengan bobot 0,076. Selain itu
harga yang diterima petani dengan bobot 0,0597 dianggap penting karena harga

Universitas Sumatera Utara

55

yang diterima petani seluruhnya sama dengan harga yang berlaku di pasar, dan
tidak ada petani yang memiliki kerugian. Keahlian pascapanen dengan bobot
0,0578. Pelaksanaan GAP dan SOP dengan bobot 0,055 dan peran
asosiasi/kelembagaan tani dengan bobot 0,0542 menunjukan bahwa kedua faktor
tersebut merupakan faktor eksternal yang dianggap kurang penting karena tidak
terlalu dibutuhkan. Hal ini juga karena tidak adanya pesaing yang mengancam
pemasaran sayuran hidroponik, dengan bobot pesaing sebesar 0,0502. Modal
dengan bobot 0,0404 dianggap kurang penting, karena seluruh petani tidak
mengalami masalah dalam memulai usaha dengan modal pribadi.
5.3 Penentuan Strategi Pemasaran Sayuran hidroponik
Selanjutnya dilakukan matriks evaluasi pemasaran sayuran hidroponik dengan
menghitung perkalian antara skor dan bobot pada faktor internal yang bertujuan
untuk memperoleh skor terbobot. Perkalian antara skor dan bobot pada faktor
internal dalam peningkatan pemasaran sayuran hidroponik disajikan pada Tabel
5.5.

Universitas Sumatera Utara

56

Tabel 5.5 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal
Faktor-faktor Internal
Bobot
1. Kekuatan
A
Penetapan GAP dan SOP
0.18
B
Dukungan Pemerintah
0.21
C
Pembinaan Tenaga Penyuluh
0.13
Jumlah
0.52
2. Kelemahan
A
Pengawasan Pelaksanaan GAP dan SOP
0.16
B
Leaflet (selebaran)
0.1
C
Pameran
0.17
D
Fasilitas Penelitian
0.05
Jumlah
0.48
Selisih Skor Kekuatan dan Kelemahan
Sumber: Lampiran 5 - 14

Skor

Skor Terbobot

3
4
4

0.54
0.84
0.52
1.9

2.3
2
2
1

0.368
0.2
0.34
0.05
0.958
0.942

Hasil skor terbobot faktor internal yang paling tinggi adalah dukungan pemerintah
(kekuatan) dengan skor terbobot sebesar 0,84 dan pengawasan pelaksanaan GAP
dan SOP (kelemahan) dengan skor terbobot 0,368. Hasil analisis menunjukkan
bahwa pengaruh faktor internal yang paling dominan terhadap peningkatan
pemasaran sayuran hidroponik terjadi pada dukungan pemerintah. Adanya
dukungan pemerintah terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana dalam
usaha tani sayuran hidroponik adalah langkah baik untuk meningkatkan
pemasaran sayuran hidroponik. Misalnya saja, pemerintah sudah melakukan
pelatihan melalui tenaga penyuluh mengenai pemasaran sayuran hidroponik,
namun dampaknya tidak terlalu besar karena akses penyuluh pada pemasaran juga
terbilang rendah.
Selain itu, GAP dan SOP yang sudah diperkenalkan juga diangap penting.
Penetapan GAP dan SOP dengan skor terbobot 0,54 merupakan kekuatan, yang
dapat memberikan acuan budidaya tanaman hidroponik kepada para petani
hidroponik. Kemudian pembinaan tenaga penyuluh juga merupakan faktor

Universitas Sumatera Utara

57

dominan dengan skor terbobot 0,52. Adanya pembinaan tenaga penyuluh yang
rutin, dapat menambah wawasan penyuluh ketika akan memberikan penyuluhan
kepada petani. Sehingga petani dapat meningkatkan pemasaran sayuran
hidroponik.
Saat ini, Pengawasan pelaksanaan GAP dan SOP dengan skor terbobot 0,368,
menunjukkan masih kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan GAP dan SOP
oleh petani. Budidaya tanaman hidroponik memang tidak rumit dan mudah untuk
dilakukan. Namun, perlu adanya pengawasan, sehingga sayuran tetap berkualitas.
Pameran mengenai tanaman hidroponik masih tergolong rendah. Skor terbobot
pameran sebesar 0,34, hal ini dikarenakan belum ada jadwal rutin untuk
mengadakan pameran mengenai tanaman hidroponik. Selain itu, leaflet dengan
skor terbobot 0,2 yang tersedia juga masih kurang efektif dan fasilitas penelitian
dengan skor terbobot 0,05 dikarenakan belum adanya fasilitas penelitian untuk
tanaman hidroponik.
Selanjutnya dilakukan perkalian antara skor dan bobot pada faktor eksternal untuk
memperoleh skor terbobot. Perkalian antara skor dan bobot pada faktor eksternal
dalam peningkatan pemasarana sayuran hidroponik disajikan pada Tabel 5.6.

Universitas Sumatera Utara

58

Tabel 5.6 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal
Faktor-faktor Eksternal
Bobot Skor
1. Peluang
A
B
C
D
E
F
G
I

Lokasi Pasar
Harga yang Diterima Petani
Permodalan
Keahlian Pascapanen
Pesaing
Pelaksanaan GAP dan SOP
Jaringan Pemasaran
Pengalaman Produsen
Jumlah
2.

A
B
C
D

0.0794
0.0597
0.0404
0.0578
0.0502
0.055
0.1539
0.1081

Skor Terbobot

3
3.7
3.7
3.7
3.4
2.7
2.7
2.8

0.24
0.22
0.15
0.21
0.17
0.15
0.42
0.30

0.7163

1.86

Ancaman

Pelanggan Tetap
Keragaman Sayuran Hidroponik
Jadwal Tanam
Peran Asosiasi/Kelembagaan Tani
Jumlah

0.1534
0.1118
0.076
0.0542

2.5
2
2.3
2.1

0.38
0.22
0.17
0.11

0.2836

0.88

Selisih Skor Peluang dan Ancaman
Sumber: Lampiran 5 - 14

0.98

Hasil pembobotan faktor eksternal yang paling tinggi adalah jaringan pemasaran
(peluang) dengan skor terbobot 0,42 dan pelanggan tetap (ancaman) dengan skor
terbobot 0,38. Jaringan pemasaran yang cukup berkembang dengan skor terbobot
0,30 merupakan peluang. Lokasi pasar yang cukup strategis juga merupakan
peluang dengan skor terbobot 0,24. Harga yang diterima petani cenderung baik
dengan skor terbobot sebesar 0,22. Harga yang diterima petani sama dengan harga
yang berlaku di pasar, hal ini juga dikarenakan keahlian pascapanen produsen
yang cukup baik. Keahlian pascapanen memiliki skor terbobot sebesar 0,21.
Dalam pemasaran sayuran hidroponik, masih sedikit terdapat pesaing.
Tidak banyak pesaing merupakan peluang untuk meningkatkan pemasaran
sayuran hidroponik. Skor terbobot untuk pesaing adalah sebesar 0,17. Seluruh

Universitas Sumatera Utara

59

petani hidroponik menggunakan modal pribadi dalam memulai usaha hidroponik.
Skor terbobot permodalan adalah sebesar 0,15. Usaha hidroponik dapat
dilaksanakan dengan mudah, sehingga banyak petani hidroponik yang sudah
melaksanakan panduan budidaya atau SOP dari tanaman hidroponik, skor
terbobot faktor ini adalah sebesar 0,15.
Pelanggan tetap hanyalah konsumen yang sama setiap waktu, dan belum meluas
pada seluruh masyarakat di Kota Medan. Pelanggan tetap memiliki skor terbobot
0,38. Keragaman sayuran hidroponik yang diusahakan belum cukup beragam.
Sebagian besar produsen hanya menanam 4 jenis sayuran hidroponik, tapi masih
banyak jenis sayuran yang dapat diusahakan secara hidroponik. Skor terbobot dari
faktor eksternal keragaman sayuran adalah sebesar 0,22. Jadwal tanam sayuran
hidroponik juga tidak mengikuti pangsa pasar, melainkan berubah-ubah sesuai
keinginan, dengan skor terbobot 0,17. Kurangnya peran asosiasi tani juga
dikarenakan belum terstrukturnya komunitas yang ada, sehingga belum terlaksana
dengan baik. Skor terbobot peran asosiasi adalah sebesar 0,11.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat pada Tabel 5.5 menunjukkan bahw