Pengoptimalan Persediaan Spare Part Listrik Pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Back Order

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan
Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan
digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau
perakitan, untuk dijual kembali, atau suku cadang dari suatu peralatan atau mesin
(Herjanto, 1999). Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang
dalam proses, barang jadi ataupun suku cadang. Pengendalian persediaan produksi
dapat diartikan sebagai semua aktivitas ataupun langkah-langkah yang digunakan
untuk menentukan jumlah yang tepat untuk persediaan suatu item. Pengendalian
persediaan

juga

merupakan

serangkaian

kebijakan


pengendalian

untuk

menentukan tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan menambah persediaan,
dan berapa besar pesanan yang harus diadakan.
Timbulnya persediaan disebabkan oleh mekanisme pemenuhan atas
permintaan, keinginan untuk memedam permintaan yang bervariasi dan tidak
pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan serta adanya keinginan melakukan
spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari
kenaikan harga di masa yang akan mendatang (Baroto, 2002).
Indriyo (2002) berpendapat bahwa persediaan merupakan bagian utama
dari modal kerja merupakan aktiva yang pada setiap saat mengalami perubahan.
Pada dasarnya persediaan meliputi 3 macam yang utama, adalah:
1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory)
2. Persediaan bahan setengah jadi (work in process inventory)
3. Persediaan barang jadi (finish goods inventory)
Subagyo (1990) mengemukakan bahwa shortage cost timbul akibat tidak
terpenuhinya kebutuhan langganan. Bila langganan mau menunggu, maka biaya


Universitas Sumatera Utara

9

terdiri dari ongkos produksi yang terburu-buru. Tetapi, bila langganan tidak rela
menunggu, maka biaya terdiri dari kehilangan untung dan kehilangan
kepercayaan. Biaya dari jenis ini umumnya mendapat perhatian yang sungguhsungguh karena akibatnya tidak segera terasa dan sifatnya merusak serta
berlangsung secara lambat-laun.
Pengendalian persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan
untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan
baku maupun barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Ciri khas dari model
persediaan adalah solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan
dengan biaya yang serendah-rendahnya. Timbulnya persediaan suatu item dapat
disebabkan oleh:
1. Mekanisme atas pemenuhan permintaan.
Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila
barang tersebut tidak ada tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan suatu
barang diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, sehingga
dengan adanya persediaan hal seperti ini dapat diatasi.
2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian

Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti
dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu memproduksi barang
cenderung tidak konstan, dan waktu tenggang yang cenderung tidak pasti
karena banyak faktor tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat
diredam dengan persediaan.
3. Keinginan untuk melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan yang besar dari kenaikan harga di masa mendatang.

2.2 Fungsi Pengendalian Persediaan
Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang
dihadapi oleh perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya
hambatan-hambatan pada proses produksi. Kekurangan persediaan barang jadi di
pasaran akan menimbulkan kekecewaan pada pelanggan dan akan mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara

10

perusahaan


kehilangan

mereka,

sedangkan

kelebihan

persediaan

akan

menimbulkan biaya ekstra (biaya penyimpanan dan lain-lain), di samping resiko
kerusakan karena penyimpanan barang yang terlalu lama. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pengendalian persediaan yang efektif sangat diperlukan oleh
suatu perusahaan. (Subagyo, 1984: 205)
Siagian (2006: 16) pengendalian persediaan pada hakikatnya mencakup
dua fungsi yang berhubungan sangat erat yaitu:
1. Perencanaan persediaan
Aspek perencanaan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang

akan disediakan atau diproduksi dan sumber terbaik pengadaan barangbarang.
2. Pengawasan persediaan
Aspek pengawasan yaitu:
a. Bilamana dan berapa kali pesanan atau produksi dilaksanakan.
b. Berapa banyak pesanan atau produksi tersebut.
Subagyo (1984: 206)

fungsi pengendalian persediaan ditentukan oleh

berbagai kondisi yaitu:
1. Bila jangka waktu pengiriman relatif lama maka perusahaan perlu
persediaan bahan baku yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan selama jangka waktu pengiriman. Atau pada perusahaan
dagang, persediaan barang dagangan harus cukup untuk melayani
permintaan langganan selama jangka waktu pengiriman barang dari
penyedia atau produsen.
2. Sering kali jumlah yang dibeli atau diproduksi lebih besar daripada yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena membeli dan memproduksi dalam
jumlah yang besar pada umumnya lebih ekonomis. Karena sebagian
barang/bahan yang belum digunakan disimpan sebagai persediaan.

3. Apabila permintaan barang bersifat musiman sedangkan tingkat produksi
setiap saat adalah konstan maka perusahaan dapat melayani permintaan
tersebut dengan membuat tingkat persediaannya berfluktuasi mengikuti
fluktuasi permintaan. Tingkat produksi yang konstan umumnya lebih

Universitas Sumatera Utara

11

disukai karena biaya-biaya untuk mencari dan melatih tenaga kerja baru,
upah lembur, dan sebagainya (bila tingkat produksi berfluktuasi) akan
lebih besar daripada biaya penyimpanan barang di gudang (bila tingkat
persediaan berfluktuasi).
4. Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan
apabila biaya untuk mencari barang/bahan pengganti atau biaya kehabisan
barang/bahan (stock out cost) relatif besar.

2.3 Tujuan Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan dijalankan untuk menjaga tingkat persediaan pada
tingkat yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan pada

persediaan tersebut yaitu untuk menunjukkan tingkat persediaan yang sesuai
dengan kebutuhan dan dapat menjaga kontonuitas produksi dengan biaya yang
ekonomis.
Ristono (2009: 5) dari pengertian di atas, maka tujuan pengendalian
persediaan adalah sebagai berikut:
1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan
cepat.
2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami kehabisan persediaan yang berakibat terhentinya proses
produksi.
3. Untuk mempertahankan dan meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat
mengakibatkan biaya pemesanan menjadi lebih besar.
5. Menjaga agar persediaan di gudang tidak berlebihan, karena dapat
mengakibatkan meningkatnya resiko dan juga biaya penyimpanan di
gudang.

Universitas Sumatera Utara

12


2.4 Jenis-Jenis Persediaan
Handoko, (1984) menjelaskan bahwa setiap jenis persediaan mempunyai
karakteristik khusus tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Menurut
jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas:
1. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang
berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang
digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari
sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier atau dibuat sendiri oleh
perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components),
yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen
yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit
menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan
barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak
merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan
barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam
proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih

perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barangbarangyang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk
dijual atau dikirim kepada pelanggan.
Herjanto (1990) persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya ke dalam
empat jenis sebagai berikut:
1. Fluctuation Stock
Merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan
yang tidak diperkirakan sebelumnya dan untuk mengatasi jika terjadi
kesalahan atau penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi,
atau pengiriman barang.

Universitas Sumatera Utara

13

2. Anticipation Stock
Merupakan jenis persediaan untuk mengahadapi permintaan yang dapat
diramalkan, misalnya: pada musim permintaan tinggi tetapi kapasitas
produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini
juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan

baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi. Baroto (2002),
menjelaskan

bahwa

seringkali

perusahaan

mengalami

kenaikan

permintaan dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal itu, maka
diperlukan persediaan produk jadi agar tak terjadi stock out. Keadaan yang
lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan baku akan terjadi
kekurangan. Jadi, tindakan menimbun persediaan bahan baku terlebih
dahulu adalah merupakan tindakan rasional. Disamping itu, Handoko
(1984)


menyatakan

bahwa

perusahaan

juga

sering

menghadapi

ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barangbarang selama periode pemesanan kembali sehingga memerlukan
kuantitas persediaan ekstra atau safety inventories.
3. Lot-size inventory
Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar
daripada kebutuhan pada saat itu. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan dari harga barang (potongan kuantitas) karena pembelian
dalam jumlah (lot size) yang besar atau untuk mendapatkan penghematan
dari biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah.
4. Pipeline inventory
Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat
asal ke tempat di mana barang itu digunakan. Misalnya: barang yang
dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan yang dapat memakan waktu
beberapa hari atau beberapa minggu.

Universitas Sumatera Utara

14

2.5 Komponen Biaya Persediaan
Nasution (2008: 121) mengemukakan bahwa biaya sistem persediaan adalah
semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan.
Biaya sistem persediaan terdiri dari:
2.5.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya
biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan
barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli
tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini bisa disebut sebagai quantity
discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah
barang yang dibeli banyak.
Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak
dimasukkan ke dalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa
harga barang per unit dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga
komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya 1 tahun)
konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi berapa banyak barang yang harus
dipesan.
2.5.2 Biaya Pengadaan (Procurement Cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal usul barang, yaitu:
1. Biaya pemesanan (ordering cost)
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk
mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk
menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, biaya pengangkutan,
biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk
sekali pesan.
2. Biaya pembuatan (setup cost)
Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam
mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik

Universitas Sumatera Utara

15

yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin,
mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.
2.5.3 Biaya Penyimpanan (Holding Cost)
Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan
barang. Biaya ini meliputi:
1. Biaya Modal
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan memiliki ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suatu
bunga bank. Oleh karena itu biaya yang ditimbulkan karena memiliki
persediaan harus diperhitungkan dalam suatu biaya sistem persediaan.
Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan
untuk periode waktu tertentu.
2. Biaya Gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul
biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya
gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai
gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
3. Biaya Kerusakan dan Penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena
beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya
kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai
persentasenya.
4. Biaya Kadaluarsa (Absolence)
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan
teknologi dan model sepeti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa
biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
5. Biaya Asuransi
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tak
diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang
diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
6. Biaya Administrasi dan Pemindahan

Universitas Sumatera Utara

16

Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang
ada,

baik

pada

saat

pemesanan,

penerimaan

barang

maupun

penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di
dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan
handling.
2.5.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)
Bila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan terjadi
keadaan kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena
proses produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan
atau kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehingga beralih ke tempat
lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari:
1. Kuantitas tidak dapat dipenuhi
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat
memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses
produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti atau hukuman
kerugian bagi perusahaan.
2. Waktu Pemenuhan
Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau
lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu
menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya
waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk
memenuhi gudang.
3. Biaya Pengadaan Darurat
Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat
yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan
normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat
dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan.

Universitas Sumatera Utara

17

2.6 Uji Lilliefors
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing
kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data akan diuji dengan
uji Liliefors. Menurut Nana Sudjana, uji normalitas data dilakukan dengan
menggunakan uji Liliefors dilakukan dengan langkah-langkah berikut. Diawali
dengan penentuan taraf signifikansi, yaitu pada taraf signifikasi 5% (0,05) dengan
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
0

= Sampel berdistribusi normal

1

= Sampel tidak berdistribusi normal

Dengan kriteria pengujian:


Jika

terima

>

Jika
Nilai

tolak

0,

dan

0

=

didapat dari rumus

Dengan:






= Fungsi distribusi normal baku
= Fungsi distribusi kumulatif sampel

Adapun langkah-langkah pengujian normalitas adalah:
a. Data
1,

pengamatan
2,

3,

…,

1,

2,

3, … ,

dijadikan

bilangan

dengan menggunakan rumus (dengan

dan

baku
masing-

masing merupakan rata-rata dan simpangan baku).
Menghitung rata-rata sampel pengamatan digunakan rumus:
=

=1

(2.1)

Menghitung simpangan baku dari sampel digunakan rumus:

Universitas Sumatera Utara

18

=1

=


−1

2

(2.2)

Menghitung bilangan baku dari sampel digunakan rumus:


=
Dengan:

(2.3)

= Rata-rata hitung
= Simpangan baku
= Bilangan baku
= Data ke= Jumlah data
= 1, 2, 3, ...,

b. Untuk setiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar distribusi
normal baku, kemudian dihitung peluang dengan rumus sebagai berikut:




=

c. Selanjutnya dihitung proporsi
dengan

1,

(2.4)

2,

3,

…,

yang lebih kecil atau sama

. Jika proporsi ini dinyatakan oleh

maka rumus yang

digunakan adalah:
1,

=

2, … ,



(2.5)

d. Hitung selisih dengan rumus sebagai berikut:




(2.6)

Kemudian tentukan harga mutlaknya.

e. Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih
|�



|, misal harga tersebut
= max |�



atau
|

0

sebagai berikut:
(2.7)

Universitas Sumatera Utara

19

Untuk menerima atau menolak hipotesis nol
membandingkan

0

ini dengan nilai

0

, dilakukan dengan cara

yang terdapat dalam tabel untuk taraf

nyata yang dipilih 5%. Untuk mempermudah perhitungan dibuat dalam bentuk
tabel.

2.7 Total Biaya Persediaan Perusahaan
Perhitungan total biaya persediaan perusahaan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
=

×

+

+
=

+

×

+

×

(2.8)

dimana:
= Total biaya persediaan perusahaan
= Harga barang
= Jumlah permintaan 1 periode
= Rata-rata penggunaan permintaan per tahun
= Biaya pesan
= Biaya simpan
= Banyak bulan per tahun (12 bulan)

2.8 Model Persediaan Economic Order Quantity Back Order
Yamit (2005) mengemukakan bahwa untuk model persediaan back order,
pelanggan yang tidak dapat dipenuhi permintaannya menyetujui untuk menunggu
pengiriman pada pesanan berikutnya. Hal ini berarti perusahaan tidak akan
kehilangan penjualan tetapi perusahaan menanggung biaya tambahan untuk
melakukan pemesanan kembali dan biaya dari nama baik pelanggan, meskipun
biaya nama baik ini sulit untuk dihitung.

Universitas Sumatera Utara

20

Tujuan secara matematis model ini kita mulai dengan komponen biaya
ordering cost yang tergantung pada jumlah (frekuensi) pemesanan dalam 1
periode, dimana frekuensi pemesanan tergantung pada:
1. Jumlah kebutuhan barang atau jumlah permintaan selama 1 periode
.
2. Jumlah setiap kali pemesanan

.

Dari keterangan di atas, bisa dituliskan bahwa frekuensi pemesanan sebagai
berikut:
� =

(2.9)

dimana:


= Frekuensi pemesanan
= Jumlah permintaan 1 periode
= Kuantitas pemesanan

Dengan siklus optimal sebagai berikut:

=

(2.10)

dimana:
= Siklus optimum
= Jumlah permintaan 1 periode
= Kuantitas pemesanan
Biaya pesan (ordering cost) setiap periode diperoleh dengan mengalikan
biaya setiap kali pesan

dengan

, sehingga diperoleh:

=

Universitas Sumatera Utara

21

=

(2.11)

dimana:
= Biaya pesan (ordering cost)
= Biaya setiap kali pesan
= Jumlah permintaan 1 periode
= Kuantitas pemesanan

Berbeda dengan penyusunan model matematika pada sistem persediaan
sederhana tanpa back order, maka dalam model ini akan ditinjau dalam satu siklus
terlebih dahulu. Untuk satu siklus persediaan akan dapat dibuat sebuah ilustrasi
sperti pada Gambar 2.1. Pada gambar tersebut, pada suatu saat diterima pesanan
sejumlah

diperlukan siklus sebesar

maka sebanyak

sudah harus diberikan

pada konsumen yang menunggu dengan siklus sebesar , karena ada dalam daftar
tunggu dan mereka tidak mau membeli barang di tempat lain. Oleh sebab itu
dalam satu siklus terdapat dua waktu. Interval waktu

1

merupakan waktu dimana

kondisi persediaan adalah positif, dan interval waktu

2

dimana kondisi

persediaan tidak ada barang dan dikatakan minus karena konsumen masih
menunggu dilayani.

Universitas Sumatera Utara

22

Tingkat Persediaan

Q

2

0

Waktu
1

3

Gambar 2.1 Persediaan Model Back Order

Karena hanya sebagian dari seluruh kebutuhan

yang mengalami

penyimpanan, sehingga perhitungan biaya simpan (holding cost) hanya pada tahap
pertama dari setiap siklus persediaan yaitu:
=

×

=

1
×
2

1

×

2

=

2

Maka
=

×

Universitas Sumatera Utara

23

2

=

×

2
2

=

(2.12)

2

dimana:
= Biaya simpan (holding cost) per siklus
= Biaya simpan (holding cost) per periode
= Jumlah permintaan 1 periode
= Biaya kekurangan (back order cost)
= Jumlah back order tiap siklus
= Kuantitas pemesanan
Dalam model ini dipakai asumsi bahwa perusahaan menanggung beban
biaya kehabisan persediaan (shortage cost) sebesar " ", yaitu kerugian atas
ketidak mampuan perusahaan menyediakan barang yang dibutuhkan (tetapi tidak
tersedia) dan lama kebutuhan itu bru dapat dipenuhi. Biaya kekurangan (shortage
cost) diperoleh dari perkalian antara beban biaya " " dengan luas segitiga 2,
sehingga diperoleh:
=

×

2


1
×
2

=


2

=

×



2

Maka
=

=

×

2

2

×

Universitas Sumatera Utara

24

=

2



2

(2.13)

dimana:
= Biaya kehabisan (shortage cost) per siklus
= Biaya kehabisan (shortage cost) per periode
= Biaya simpan per unit per satuan waktu
= Kuantitas pemesanan
= Jumlah back order tiap siklus
= Jumlah permintaan 1 periode

Berdasarkan persamaan (2.10), (2.11) dan (2.12) di atas, maka total biaya
persediaan model back order dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:


=

+



=

+



+

+

+

+
2

=

+

+

2

+

2



2

(2.14)

dimana:


= Total biaya persediaan back order
= Harga barang
= Jumlah permintaan 1 periode
= Biaya setiap kali pesan
= Kuantitas pemesanan
= Jumlah back order tiap siklus
= Biaya simpan per unit per satuan waktu
= Biaya kekurangan (back order cost)

Universitas Sumatera Utara

25

2

=

Fungsi persediaannya adalah
jika dicari gradien bidang

+

+

2

+

− 2

2

, sehingga

yang melewati titik kritis yang terdiri dari dua nilai

, karena terdapat dua variabel keputusan sehingga dilakukan penurunan secara
parsial.
Turunan terhadap



,



=



didapatkan hubungan sebagai berikut:

+





�2



2

+



+





2

2


Untuk mempermudah pengerjaan, maka dilakukan penurunan secara sendirisendiri untuk masing-masing suku atau bagian. Sehingga diperoleh










=0
− 2
2

, bentuk ini merupakan bentuk





berbentuk


2
2









2



+







2 −
2 2
2



2

dan

=2

sehingga

= 2. Oleh sebab itu turunan suku ini adalah


=





2 −2
2 2





dan

=

, dimana

2







− ′

, maka jika diturunkan akan





=

2

2

2

+
2

2

2



+
2

2

2
2



=



2

2 2

Oleh sebab itu

Universitas Sumatera Utara

26



,



2



2




2

=

+

2

−2

2



2

2

−2
2

+

2



+

2

+



+


2

+

2


2

2
2

2
2

2

Pada persamaan terakhir, jika dimasukkan syarat untuk mendapatkan nilai


optimal yakni
2



2

2





↔2

−2
2

2

2

= 0, maka akan diperoleh sebagai berikut



2

2

=



,


−2

=2



+

2

2

=0


2



=0

2

+

Apabila nilai
2

dimasukkan pada

2



(disebut sebagai

=2

+

2

+

optimal) yang diperoleh sebelumnya,
, maka akan diperoleh sebagai berikut

2



2



2



2

=2

+

=2

+

2

+

+

2

+

2



+

=2

2



2



+

=

2

Universitas Sumatera Utara

27



2



2



2





1−

=

+

+
+



+

2

=

=

2

2

=

+

2

+

Sehingga jumlah pemesanan optimal diperoleh:



=

+

2

(2.15)

Turunan terhadap didapatkan hubungan sebagai berikut



,

=





+






�2

2

+



+





2

2


Untuk mempermudah pengerjaannya, maka dilakukan penurunan secara sendirisendiri untuk masing-masing suku atau bagian, yakni








=0



− 2
2

, bentuk ini merupakan bentuk





berbentuk
−2

−2







2
2



− ′
2

dan

, dimana


=



, maka jika diturunkan akan
2

dan

=2

sehingga

= 0. Oleh sebab itu turunan suku ini adalah



=

2 −0

2

2

2

Universitas Sumatera Utara

28













=0



2
2

=



2
2

=

Oleh sebab itu


,






+




+

=



=



+

=0

=

+

Sehingga tingkat persediaan yang mengalami kekurangan barang diperoleh:


=

+

(2.16)

dimana:


= Kuantitas pemesanan optimal
= Jumlah permintaan 1 periode
= Biaya kekurangan (back order cost)
= Jumlah back order tiap siklus
= Kuantitas pemesanan
= Biaya setiap kali pesan
= Biaya simpan per unit per satuan waktu

Universitas Sumatera Utara

29

= Harga barang
= Jumlah permintaan 1 periode


= Jumlah persediaan back order yang optimal

2.9 Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Titik pemesanan kembali (reorder point) adalah suatu tingkat tertentu di dalam
persediaan dimana pemesanan harus segera dilaksanakan pada saat titik tersebut
telah tercapai (Freddy Rangkuti, 1995).
Agus Ristono (2009) mengemukakan bahwa ketika back order diijinkan,
maka titik pemesanan kembali dapat dikalkulasi dengan sedikit modifikasi yakni
melalui cara dikurangi dengan ukuran back order. Titik pemesanan kembali
adalah lead time permintaan dikurangi dengan banyaknya unit back order,
sehingga dapat ditulis sebagai berikut:


=

=
dimana:





(2.17)

= Titik pemesanan kembali
= Jumlah operasi hari per tahun
= Lama waktu antara barang dipesan sampai barang tiba di gudang (lead
time)
= Jumlah permintaan 1 periode


= Jumlah persediaan backorder yang optimal
Titik pemesanan kembali bisa akan bernilai negatif jika lead time

permintaan adalah kurang dari ukuran backorder. Hal ini akan mengakibatkan
suatu pesanan (order) tidak dapat dipenuhi sampai suatu jumlah backorder yang
diperoleh dari kedatangan pemesanan periode selanjutnya. Walaupun titik

Universitas Sumatera Utara

30

pemesanan kembali mungkin dapat bernilai negatif atau positif dibandingkan
dengan backorder, tetapi akan selalu pasti ada suatu periode tertentu di mana
tidak ada ketersediaan stock.

2.10 Persediaan Maksimum (Maximum Inventory)
Persediaan maksimum diperlukan oleh perusahaan agar jumlah persediaan yang
ada di gudang tidak berlebihan sehingga tidak terjadi pemborosan modal kerja.
Adapun untuk mengetahui besarnya persediaan maksimum dapat digunakan
rumus sebagai berikut:
= +

(2.18)

dimana:
= Persediaan maksimum (maximum inventory)
= Kuantitas pemesanan
= Jumlah back order tiap siklus

2.11 Penelitian Terkait
Penelitian yang tekait dengan penulisan ini adalah penelitian yang relevan dengan
permasalahan yang akan diteliti tentang pengendalian persediaan dengan metode
Economic Order Quantity Back Order.
Jurnal dari Septadianti, Usadha, dan Wahyuningsih (2013) yang berjudul
“Sistem Pengendalian Persediaan Dengan Permintaan Dan Pasokan Tidak Pasti
(Studi Kasus Pada PT. XYZ)” memaparkan pengendalian persediaan, permintaan
maupun pasokan yang tidak pasti dengan metode EOQ model Back Order dan
model pengendalian persediaan Fuzzy. Dalam jurnal tersebut, dipaparkan
perhitungan jumlah barang yang dipesan yang optimal, bahan baku yang tidak

Universitas Sumatera Utara

31

tersedia (back order quantity), frekuensi pesanan, persediaan pengaman (safety
stock), titik pemesanan kembali (reorder point), dan perbandingan antara total
biaya persediaan menurut metode EOQ Back Order dan model pengendalian
persediaan Fuzzy lebih kecil dari total biaya persediaan menurut kebijakan
perusahaan menyebabkan biaya total EOQ Back Order dan pengendalian
persediaan Fuzzy lebih efisien dari biaya total perusahaan.
Prosiding dari Wulan dan Lukman (2013) yang berjudul “Penentuan
Kebijakan Persediaan Dalam Cost Reduction Menggunakan Model Economic
Order Quantity (EOQ) Backorder dengan Shortage” memaparkan jumlah
pemesanan yang ekonomis supaya dapat meminimumkan biaya persediaan.
Dalam prosiding tersebut, dipaparkan tentang adanya kekurangan persediaan
dikarenakan adanya barang yang rusak dan barang yang rusak tersebut akan
langsung dibuang, mereduksi biaya supaya dapat meminimumkan biaya.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengendalian Persediaan Spare Part Printer Menggunakan Metode Economic Order Quantity Dengan Back Order Pada PT. Mitra Infoparama Medan

25 144 55

Aplikasi Metode Economic Order Quantity (EOQ) Untuk Mengoptimalkan Persediaan Bahan Bakar Minyak (Studi Kasus PT. Kereta Api (PERSERO) Medan)

5 70 53

Analisis Pengendalaian Persediaan Obat Menggunakan Metode Eoq (Economics Order Quantity) Pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

2 74 115

Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) (Studi Kasus: PT. Pabrik Es Siantar)

12 94 51

Pengoptimalan Persediaan Spare Part Listrik Pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Back Order

0 0 2

Pengoptimalan Persediaan Spare Part Listrik Pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Back Order

0 0 7

Pengoptimalan Persediaan Spare Part Listrik Pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Back Order

0 0 2

Pengoptimalan Persediaan Spare Part Listrik Pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Back Order

0 1 11

Usulan Persediaan Bahan Baku Dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EoQ)

1 3 8

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan - Pengendalian Persediaan Spare Part Printer Menggunakan Metode Economic Order Quantity Dengan Back Order Pada PT. Mitra Infoparama Medan

0 0 12