Masuknya Agama Kristen Di Desa Hilisimaetano Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan (Tahun 1911-1965)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya
makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah
menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan
kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan
kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri.
Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya kepada adanya suatu dunia yang tidak
dapat dilihat (akhirat), namun agama juga melibatkan dirinya dalam masalah-masalah
kehidupan sehari-hari di dunia ini. Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan
keyakinan baru ke dalam hati sanubari terhadap alam gaib dan surga-surga telah
didirikan di alam tersebut. Agama juga berfungsi melepaskan belenggu-belenggu adat
atau kepercayaan manusia yang sudah usang. 1
Di kepulauan Nias terdapat empat agama: Katolik, Kristen, Islam, Budha.
Sebelum masuknya agama ke kepulauan Nias khususnya di kabupaten Nias Selatan,
masyarakatnya telah memiliki “agama” mereka sendiri. Beberapa sumber mencatat
1
Elizabet K. Nottingham., Agama dan Masyarakat, Jakarta, RajaGrafindoPersada, 1996, Hal
3-4.
Universitas Sumatera Utara
bahwa masyarakat Nias disebut sebagai penyembah roh-roh, penyembah dewa-dewa,
atau penyembah berhala-berhala (molohe adu).2
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di Pulau Nias. Dalam
bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka “Ono Niha” 3 dan Pulau Nias
sebagai “Tano Niha”4. Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan
adat dan kebudayaan yang masih tinggi yang diatur di dalam Fondrako5. Masyarakat
Nias kuno hidup dalam budaya megalitik (batu besar) dibuktikan dengan peninggalan
sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah
pedalaman khususnya di Teluk Dalam (Nias Selatan), Ono Limbu (Nias Barat) dan
tempat-tempat lain sampai sekarang. Beberapa karakter yang mendefenisikan
kebudayaan suku Nias yang diantaranya adalah etika, kesehatan, sosial masyarakat,
kelestarian lingkungan, kondisi alam dan lain-lain.6
Penduduk dari Pulau Nias, kurang sekali terpengaruh oleh kebudayaan Hindu
maupun Islam. Berlandaskan kepada suatu kebudayaan Megalithik, yang ruparupanya telah mereka bawa dari Benua Asia pada zaman perunggu, mereka telah
mengembangkan suatu kebudayaan sendiri, ialah kebudayaan Megalithik yang bukan
berdasarkan adat pengurbanan kerbau melainkan babi. Lama sebelum kedatangan
2
Adu adalah sebuah benda berupa patung yang dikeramatkan dan sakral bagi masyarakat Nias.
Ono = Anak; Niha = manusia
4
Tano = Tanah
5
Hukum-hukum adat Nias yang ditetapkan dan mengatur segala segi kehidupan masyarakat
3
Nias
6
Samudra Kurniawan Zendrato., Kebudayaan & Pariwisata Nias, Bekasi, Mitra Wacana
Media, Hal 47.
Universitas Sumatera Utara
Belanda pada tahun 1669, orang Nias sudah banyak berhubungan dengan orang-orang
Aceh, Cina, Melayu dan Bugis, yang datang kesana untuk berdagang, tetapi berbeda
dengan penduduk pulau Simalur, mereka kurang terpengaruh oleh Agama Islam.
Agama yang paling banyak mempengaruhi mereka adalah Kristen.7
Sebelum masuknya agama Kristen di kepulauan Nias termasuk di desa
Hilisimaetano, orang Nias sebagai salah satu suku yang tergolong tua telah memiliki
sistem kepercayaan sendiri. Para peneliti, menyebut agama asli Nias dengan istilah
“penyembah roh” atau penyembah patung (Molohe Adu). Ada juga yang menyebut
sebagai penyembah dewa-dewa. Sistem kepercayaan Nias pada saat itu terdiri dari
dewa-dewa dunia atas dengan nama Teteholi Ana’a (Lowalangi, Sihai, atau di Nias
Selatan dikenal Inada Samihara Luo)8, dan dewa-dewa dunia bawah (Lature Dano
atau Bauwa Dano). Dikenal juga dewa yang sangat jahat yakni Nadaoya9 dan Afokha
dan berbagai dewa rendah (roh halus) yang disebut bekhu, yakni : Bekhu Gatua(hantu
hutan), Bekhu Dalu Mbanua(hantu yang bergentayangan di langit), Zihi(hantu laut),
Simalapari(hantu sungai), Bela (hantu yang berdiam di atas pohon dan pemilik semua
binatang di hutan), Matiana (roh wanita yang mati ketika melahirkan bayi lalu roh ini
menjadi penganggu wanita yang melahirkan), Tuha Zangarofa (penguasa ikan di
sungai), Salofo(roh orang yang pandai berburu), dan berbagai roh jahat yang tinggal
7
Ibid,Hal36-37.
Peter Suzuki., The Religious System And Culture of Nias Indonesia, Uitgeverij Excelsior „S
Gravenhage, 1959,Hal 3-4.
9
F Harefa, Hikayat dan Ceritera Bangsa Serta Adat Nias,Sibolga, Rapatfonds Residentie
Tapanoeli, 1939, Hal 7-8.
8
Universitas Sumatera Utara
di gua, yang tinggal di pohon besar, sungai dan muara sungai. Ono Niha juga takut
dan menghormati roh nenek moyang atau sering disebut malaika zatua.
Semua roh-roh halus tersebut ditakuti oleh orang Niasdan mereka berusaha
menghindarinya dengan menaati famoni 10 atau menenangkannya melalui ritus-ritus
penyembahan. Segala sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat Nias dalam
kehidupannya tidak jauh dari hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan mereka.
Apa yang mereka percayai, turut mempengaruhi tindakan mereka, sehingga ketika
melakukan sesuatu pun mereka harus melihat hari baik, dan agar mereka terhindar
dari segala macam penyakit yang diakibatkan oleh roh jahat, mereka memakai jimatjimat agar kebal, ada jimat-jimat yang membuat kekebalan sehingga tidak dapat
terluka, dan lain lain. Semua ini merupakan upaya menghindari ancaman roh-roh
tersebut. Lebih dari itu, untuk menjaga keserasian hidup dan kelangsungan hidup
alam semesta, masyarakat Nias harus memberikan persembahan-persembahan kepada
dewa-dewa. Disinilah Ere (imam agama kuno) berfungsi melaksanakan ritus-ritus
memberi persembahan melalui Adu sebagai media. Itulah sebabnya ada banyak adu
(patung) di Nias pada waktu misionaris datang, dan mereka mengatakan bahwa
musuh utama dari misi adalah adu dan oleh karena itu harus dihancurkan.
Misionaris Jerman pertama yang mendarat di Gunungsitoli adalah Pendeta L.
Denninger. Misionaris lainnya menyusul kemudian. Mereka menembus kawasan Nias
bagian Selatan pada tahun 1883 tetapi ditampik oleh orang-orang pribumi disana.
10
Tabu/suci
Universitas Sumatera Utara
Berpuluh tahun kemudian, mereka berhasil mengkristenkan penduduk pribumi,
perubahan agama penduduk pribumi menjadi Kristen mempengaruhi sikap mereka
terhadap kebudayaan, termasuk agama nenek moyang mereka. Fungsi agama kuno
sebagai kontrol sosial dalam pengertian tradisionil telah ditransformasikan ke dalam
etika Kristen, walaupun sebagian unsur kuno itu masih dipertahankan. Materi
kebudayaan kuno seperti patung, batu-batu monumen gendang, tidak lagi berfungsi
sebagaimana mestinya. Mungkin saja para penduduk masih mempertahankan
beberapa tetapi hanya sekedar kenangan manis terhadap benda yang pernah dicintai
dan dimiliki pada masa lampau.11
Dalam kurun satu abad (1865-1965), dua organisasi zending, yaitu daerah
Rheinland di Jerman (Rhinische Missionsgesellchaft/RMG) dan dari Belanda
(Nederlandsch Luthersch Genootschap voor in-en Uitweindige Zending/NLG), telah
melakukan upaya pekabaran injil di kalangan masyarakat Nias. Setiap organisasi
mempropagandakan satu jenis Protestantisme tertentu. Sebagai hasil jerih payah
mereka, sejumlah penduduk menjadi penganut agama Kristen Protestan, lalu
terbentuklah sejumlah besar jemaat-jemaat di Nias, di pulau-pulau batu dan di
tempat-tempat lain juga. Jemaat-jemaat ini dikemudian hari bergabung, membentuk
dua gereja mandiri, yang akhirnya bersatu di tahun 1960. Di tahun 1965, mayoritas
masyarakat Nias telah memeluk agama Kristen dan Gereja Nias Kristen Protestan
Bambowo La‟iya, Solidaritas Kekeluargaan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1983, Hal 27.
11
Universitas Sumatera Utara
(BNKP) 12 yang terbentuk di tahun 1936 menjadi organisasi sosial yang sangat
menentukan di Nias dan pulau-pulau batu.13
Proses pengkristenan lalu mentransformasikan kebudayaan Nias. Sebaliknya,
kebudayaan Nias turut membentuk suatu jenis Kekristenan yang unik. Walaupun
proses transformasi ini timbal balik, kedua kekuatan yang terlibat ini tidak sama kuat.
Semakin kekristenan berkembang, makin dominan dan makin tidak berkompromi
dengan kebudayaan Nias, khususnya agama asli Nias. Walaupun begitu, kebudayaan
asli cukup kuat dalam mewarnai bentuk Kekristenan yang dianut masyarakat Nias.
Namun, peralihan yang berangsur-angsur dari pemujaan Adu (patung dari agama asli
di Nias yang sangat besar maknanya) ke penyembahan Yesus Kristus membuktikan
adanya transformasi identitas di kalangan masyarakat Nias.14
Desa Hilisimaetano merupakan sebuah perkampungan adat di kawasan Nias
Selatan yang terkenal dengan wilayah pusat kebudayaan Nias dan salah satu desa adat
yang terluas di Nias Selatan, yang dapat kita temui sampai sekarang dengan tradisi
dan budaya yang sangat kental bahkan memiliki peninggalan-peninggalan yang
sangat bersejarah. Masyarakat desa ini telah menerima injil ataupun hampir secara
keseluruhan dapat dikatakan telah menganut agama Kristen dan mendalami ajaran
12
Terjemahan dari Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) diperkenalkan oleh Ephorus
Bazatulӧ Chr. Hulu, yang menjadi direktur Pusat Latihan Pembinaan dan Injil BNKP (PLPI-BNKP) di
tahun 1988. Alasan bagi penerjemahan ini adalah karena BNKP tidak terbatas di Nias saja. Beliau juga
sadar akan bahaya dari satu identitas etnis yang tertutup (eksklusif). Dalam kurun waktu 1936-1948,
nama resmi adalah “Banua Niha Keriso Protestan ba danӧ Nias” (BNKP-Nias), Gereja Kristen
Protestan di tanah Nias (catatan: niha keriso = Kristen).
13
Tuhoni Telaumbanua,Uwe Hummel., Salib dan Adu, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2015,
Hal 1.
14
Ibid, hal 2
Universitas Sumatera Utara
agama dan melakukan aktivitas mereka seturut dengan kaidah-kaidah agama yang
sudah ditetapkan.
Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa masuknya Agama Kristen di
Kepulauan Nias membawa banyak perkembangan bagi masyarakat hingga sekarang,
khususnya dalam bidang kebudayaan, adat, dan tradisi. Hal ini dibuktikan dengan
masuknya unsur-unsur agama terhadap tradisi masyarakat Nias yang menyangkut
dengan aktivitas mereka dalam menjalani kehidupan.
Berdasarkan dari hasil pemaparan tersebut penulis merasa tertarik untuk
mengangkat topik yang berkaitan dengan hal di atas, alasan yang lebih jelasnya yaitu
perjumpaan agama Kristen sebagai agama yang mayoritas di kepulauan Nias
khususnya desa Hilisimaetano terhadap kebudayaan lokal di daerah tersebut, yang
kita ketahui bersama bahwa desa Hilisimaetano merupakan wilayah desa adat yang
memiliki unsur kebudayaan yang sangat kuat dan masih terlestarikan sampai saat ini
namun banyak terjadi perubahan-perubahan dalam konteks kebudayaan karena
pengaruh ajaran agama tadi, desa ini juga merupakan desa adat yang termasuk terluas
di daerah Nias Selatan dan desa tersebut merupakan salah satu tempat awal masuknya
Agama Kristen yang menentukan penyebarannya terkhusus di Nias Selatan. Untuk
itulah penulis mengangkat judul“MASUKNYA AGAMA KRISTEN DI DESA
HILISIMAETANO
KECAMATAN
MANIAMOLO
KABUPATEN
NIAS
SELATAN (Tahun 1911-1965). Adapun batasan tahun dalam penelitian ini yaitu
dimulai tahun 1911-1965. Alasan penulis untuk mengambil batasan tahun 1911 yaitu
Universitas Sumatera Utara
dengan alasan karena pada tahun tersebut merupakan dimana ajaran agama tersebut
telah masuk dan berkembang di Desa Hilisimaetano. Selanjutnya dibatasi tahun
1965karena pada tahun tersebut merupakan masa dimana telah berakhirnya kegiatan
penyebaran injil di Desa Hilisimaetano ditandai dengan adanya pembangunan dan
puncak perkembangan Rumah Sakit Lukas sebagai hasil dari keberhasilan misionaris
di desa tersebut, yang masyarakat Desa Hilisimaetano juga telah menerima Agama
Kristen di dalam hidup mereka.
1.2
Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penelitian, maka penulis merumuskan beberapa
rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana kondisi masyarakat di desa Hilisimaetano sebelum masuknya
Agama Kristen
2. Bagaimana proses masuk dan berkembangnya Agama Kristen di Desa
Hilisimaetano 1911-1965
3. Apa pengaruh Agama Kristen bagi masyarakat di Desa Hilisimaetano
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan dalam penelitian mempunyai tujuan pokok
yang ingin diraih oleh penulis. Adapun tujuan penulis untuk melakukan penelitian ini
adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk menjelaskankondisi masyarakat di desa Hilisimaetano sebelum
masuknya Agama Kristen
2. Untuk menjelaskanproses masuk dan perkembangan Agama Kristen di Desa
Hilisimaetano 1911-1965
3. Untuk menjelaskan pengaruh Agama Kristen terhadap masyarakat di Desa
Hilisimaetano
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Menambah wawasan bagi peneliti, sehingga dapat dijadikan referensi untuk
penelitian ataupun penulisan lainnya mengenai peranan Agama Kristen yang
masuk dan berpengaruh kuat di dalam kebudayaan masyarakat Nias,
terkhususnya di Kabupaten Nias Selatan.
2. Dapat berguna buat para akademisi sebagai bahan tambahan literatur untuk
menunjang pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai perkembangan
Agama Kristen yang merupakan agama mayoritas di kepulauan Nias.
1.4
Tinjauan Pustaka
Untuk melakukan sebuah penelitian, perlu menggunakan beberapa referensi
yang berkaitan dengan topik penelitian sebagai acuan yang tepat. Adapun tinjauan
pustaka yang menjadi acuan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tuhoni Telaumbanua, Uwe Hummel dalam “Salib dan adu” (2015). Adalah
hasil dari penelitian yang bersifat lintas-budaya. Buku ini membahas mengenai
Pengkristenan membaharui kebudayaan Nias. Sebaliknya, kebudayaan Nias
menyumbang terwujudnya sutu ciri Kekristenan yang unik di kawasan ini. Kedua hal
ini (Kekristenan dan Kebudayaan Nias) saling berhubungan, tetapi tidak sama
pengaruhnya, namun demikian kebudayaan asli berpengaruh kuat dalam menciptakan
suatu bentuk Kekristenan yang khusus di kalangan Ono Niha. Buku ini sangat penting
bagi penulis karena buku ini menjelaskan mengenai masuknya agama Kristen di
kepulauan Nias oleh misionaris-misionaris dan penjelasan mengenai kebudaayaan
dan adat istiadat secara terperinci.
W. Gulo dalam “Injil dan Budaya Nias” (2004), membahas mengenai
perjumpaan injil dan budaya di pulau Nias serta menceritakan upaya pekabaran injil
yang dilakukan oleh para misionaris dan yang akhirnya diterima oleh masyarakat
Nias dan peranan gereja terhadap kebudayaan di Nias. Buku ini digunakan oleh
penulis sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian karena berhubungan
dengan masuknya Agama Kristen dan memiliki keterkaitan dengan budaya Nias.
Bambӧwӧ La‟iya dalam “Solidaritas Kekeluargaan” (1983), membahas
mengenai kehidupan masyarakat Nias, di dalam buku ini juga membahas mengenai
adat-adat dan tradisi yang tetap dijalankan oleh orang-orang Nias hingga kini. Buku
ini diperlukan untuk melihat tata cara kehidupan masyarakat Nias, khususnya Desa
Hilisimaetano.
Universitas Sumatera Utara
Peter Suzuki dalam buku “The Religious System And Culture of Nias,
Indonesia” (1959), digunakan oleh penulis karena di dalam buku ini membahas
berbagai macam tata cara kebudayaan dan kepercayaan asli masyarakat Nias.
Literatur ini dipakai dalam menunjang penelitian penulis untuk mengetahui
kepercayaan dan tradisi kuno masyarakat Nias yang erat kaitannya dengan
pembahasan penulis.
1.5
Metode Penelitian
Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang bersifat ilmiah, maka perlu
menggunakan tahapan-tahapan yang disebut dengan metode sejarah. Adapun tahapan
yang harus dilalui dalam metode sejarah yaitu : Adapun tahap-tahapan yang harus
dilalui dalam metode sejarah yaitu, Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi
(kritik sumber), Interpretasi (penafsiran) dan Historiografi.15
Heuristik merupakan teknik pertama yang saya gunakan dalam penulisan ini.
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer maupun sekunder melalui metode
penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research).
Penelitian kepustakaan (library research) dilakukan dengan mencari buku di
Perpustakaan USU, Perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan kota Gunungsitoli Nias,
arsip-arsip gereja, literatur yang tersedia di Museum Pusaka Nias kota Gunungsitoli,
arsip-arsip STT Sundermann Gunungsitoli Nias dan Arsip dari UEM (United
15
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hal
89.
Universitas Sumatera Utara
Evangelist Mission) dari Jerman, dan apapun yang berkaitan dengan pokok
permasalahan penelitian. Sedangkan dalam penelitian lapangan (field research)
dilakukan dengan wawancara terhadap orang yang memiliki pengetahuan luas terkait
penelitian dan pelaku sejarah seperti : tokoh yang mengetahui jelas mengenai
kebudayaan Nias, dan yang mengetahui jelas masuknya agama Kristen di Nias seperti
pendeta dan dosen STT, wawancara juga akan dilakukan dengan tokoh-tokoh adat
desa Hilisimaetano, dan wawancara terhadap masyarakat desa Hilisimaetano yang
sudah lanjut usia.
Verifikasi (kritik sumber) merupakan teknik berikutnya digunakan. Sumber
yang telah didapatkan akan dikritik. Terdapat dua macam kritik yaitu kritik ekstern
dan kritik intern. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang objektif. Pada
kritik ekstern, data akan diseleksi apakah data tersebut diperlukan atau terkait dengan
penelitian dengan dilakukan uji kredibilitasnya. Sedangkan pada kritik intern
merupakan lanjutan dari kritik ekstern dimana akan dilakukan uji kelayakan data
apakah bersifat fakta atau tidak (opini atau bersifat manipulatif). Hal ini dapat
dilakukan dengan cara membandingkan data yang sama namun isi yang berbeda.
Interpretasi (penafsiran) adalah tahap yang digunakan selanjutnya. Pada tahap
ini akan menafsirkan data-data yang sudah melalui kritik ekstern dan intern. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggabungkan data-data sehingga hasil penafsiran bersifat
kronologis dan tematis. Kemudian untuk membuat sebuah peristiwa sejarah yang
baru berdasarkan data sehingga bersifat ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
Historiografi (penulisan kembali) merupakan tahap terakhir yang digunakan.
Di tahap ini penulis akan menuliskan hasilnya secara deskripsi dalam bentuk tulisan
yakni skripsi sarjana. Secara kronologis dalam suatu bentuk tulisan yang kritis,
analitis, dan bersifat ilmiah sehingga tahap akhir dalam penulisan ini dapat
dituangkan dalam bentuk skripsi dengan terlebih dahulu menulis rancangan daftar
skripsi. Di dalam Historiografi ini pada saat melakukan kegiatan penulisan
sesungguhnya peneliti harus mengerahkan seluruh daya dan pikirannya bukan saja
berkaitan dengan keterampilan teknik dalam mengutip dan membuat catatan,
melainkan juga menggunakan pemikiran-pemikiran yang kritis dan analitis. Hal ini
dilakukan agar bisa menghasilkan suatu penelitian yang bisa dituangkan dalam
sebuah tulisan, dan seorang peneliti dianggap berhasil menggabungkan satu sama lain
dalam sebuah tulisan yang utuh.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya
makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah
menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan
kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan
kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri.
Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya kepada adanya suatu dunia yang tidak
dapat dilihat (akhirat), namun agama juga melibatkan dirinya dalam masalah-masalah
kehidupan sehari-hari di dunia ini. Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan
keyakinan baru ke dalam hati sanubari terhadap alam gaib dan surga-surga telah
didirikan di alam tersebut. Agama juga berfungsi melepaskan belenggu-belenggu adat
atau kepercayaan manusia yang sudah usang. 1
Di kepulauan Nias terdapat empat agama: Katolik, Kristen, Islam, Budha.
Sebelum masuknya agama ke kepulauan Nias khususnya di kabupaten Nias Selatan,
masyarakatnya telah memiliki “agama” mereka sendiri. Beberapa sumber mencatat
1
Elizabet K. Nottingham., Agama dan Masyarakat, Jakarta, RajaGrafindoPersada, 1996, Hal
3-4.
Universitas Sumatera Utara
bahwa masyarakat Nias disebut sebagai penyembah roh-roh, penyembah dewa-dewa,
atau penyembah berhala-berhala (molohe adu).2
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di Pulau Nias. Dalam
bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka “Ono Niha” 3 dan Pulau Nias
sebagai “Tano Niha”4. Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan
adat dan kebudayaan yang masih tinggi yang diatur di dalam Fondrako5. Masyarakat
Nias kuno hidup dalam budaya megalitik (batu besar) dibuktikan dengan peninggalan
sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah
pedalaman khususnya di Teluk Dalam (Nias Selatan), Ono Limbu (Nias Barat) dan
tempat-tempat lain sampai sekarang. Beberapa karakter yang mendefenisikan
kebudayaan suku Nias yang diantaranya adalah etika, kesehatan, sosial masyarakat,
kelestarian lingkungan, kondisi alam dan lain-lain.6
Penduduk dari Pulau Nias, kurang sekali terpengaruh oleh kebudayaan Hindu
maupun Islam. Berlandaskan kepada suatu kebudayaan Megalithik, yang ruparupanya telah mereka bawa dari Benua Asia pada zaman perunggu, mereka telah
mengembangkan suatu kebudayaan sendiri, ialah kebudayaan Megalithik yang bukan
berdasarkan adat pengurbanan kerbau melainkan babi. Lama sebelum kedatangan
2
Adu adalah sebuah benda berupa patung yang dikeramatkan dan sakral bagi masyarakat Nias.
Ono = Anak; Niha = manusia
4
Tano = Tanah
5
Hukum-hukum adat Nias yang ditetapkan dan mengatur segala segi kehidupan masyarakat
3
Nias
6
Samudra Kurniawan Zendrato., Kebudayaan & Pariwisata Nias, Bekasi, Mitra Wacana
Media, Hal 47.
Universitas Sumatera Utara
Belanda pada tahun 1669, orang Nias sudah banyak berhubungan dengan orang-orang
Aceh, Cina, Melayu dan Bugis, yang datang kesana untuk berdagang, tetapi berbeda
dengan penduduk pulau Simalur, mereka kurang terpengaruh oleh Agama Islam.
Agama yang paling banyak mempengaruhi mereka adalah Kristen.7
Sebelum masuknya agama Kristen di kepulauan Nias termasuk di desa
Hilisimaetano, orang Nias sebagai salah satu suku yang tergolong tua telah memiliki
sistem kepercayaan sendiri. Para peneliti, menyebut agama asli Nias dengan istilah
“penyembah roh” atau penyembah patung (Molohe Adu). Ada juga yang menyebut
sebagai penyembah dewa-dewa. Sistem kepercayaan Nias pada saat itu terdiri dari
dewa-dewa dunia atas dengan nama Teteholi Ana’a (Lowalangi, Sihai, atau di Nias
Selatan dikenal Inada Samihara Luo)8, dan dewa-dewa dunia bawah (Lature Dano
atau Bauwa Dano). Dikenal juga dewa yang sangat jahat yakni Nadaoya9 dan Afokha
dan berbagai dewa rendah (roh halus) yang disebut bekhu, yakni : Bekhu Gatua(hantu
hutan), Bekhu Dalu Mbanua(hantu yang bergentayangan di langit), Zihi(hantu laut),
Simalapari(hantu sungai), Bela (hantu yang berdiam di atas pohon dan pemilik semua
binatang di hutan), Matiana (roh wanita yang mati ketika melahirkan bayi lalu roh ini
menjadi penganggu wanita yang melahirkan), Tuha Zangarofa (penguasa ikan di
sungai), Salofo(roh orang yang pandai berburu), dan berbagai roh jahat yang tinggal
7
Ibid,Hal36-37.
Peter Suzuki., The Religious System And Culture of Nias Indonesia, Uitgeverij Excelsior „S
Gravenhage, 1959,Hal 3-4.
9
F Harefa, Hikayat dan Ceritera Bangsa Serta Adat Nias,Sibolga, Rapatfonds Residentie
Tapanoeli, 1939, Hal 7-8.
8
Universitas Sumatera Utara
di gua, yang tinggal di pohon besar, sungai dan muara sungai. Ono Niha juga takut
dan menghormati roh nenek moyang atau sering disebut malaika zatua.
Semua roh-roh halus tersebut ditakuti oleh orang Niasdan mereka berusaha
menghindarinya dengan menaati famoni 10 atau menenangkannya melalui ritus-ritus
penyembahan. Segala sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat Nias dalam
kehidupannya tidak jauh dari hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan mereka.
Apa yang mereka percayai, turut mempengaruhi tindakan mereka, sehingga ketika
melakukan sesuatu pun mereka harus melihat hari baik, dan agar mereka terhindar
dari segala macam penyakit yang diakibatkan oleh roh jahat, mereka memakai jimatjimat agar kebal, ada jimat-jimat yang membuat kekebalan sehingga tidak dapat
terluka, dan lain lain. Semua ini merupakan upaya menghindari ancaman roh-roh
tersebut. Lebih dari itu, untuk menjaga keserasian hidup dan kelangsungan hidup
alam semesta, masyarakat Nias harus memberikan persembahan-persembahan kepada
dewa-dewa. Disinilah Ere (imam agama kuno) berfungsi melaksanakan ritus-ritus
memberi persembahan melalui Adu sebagai media. Itulah sebabnya ada banyak adu
(patung) di Nias pada waktu misionaris datang, dan mereka mengatakan bahwa
musuh utama dari misi adalah adu dan oleh karena itu harus dihancurkan.
Misionaris Jerman pertama yang mendarat di Gunungsitoli adalah Pendeta L.
Denninger. Misionaris lainnya menyusul kemudian. Mereka menembus kawasan Nias
bagian Selatan pada tahun 1883 tetapi ditampik oleh orang-orang pribumi disana.
10
Tabu/suci
Universitas Sumatera Utara
Berpuluh tahun kemudian, mereka berhasil mengkristenkan penduduk pribumi,
perubahan agama penduduk pribumi menjadi Kristen mempengaruhi sikap mereka
terhadap kebudayaan, termasuk agama nenek moyang mereka. Fungsi agama kuno
sebagai kontrol sosial dalam pengertian tradisionil telah ditransformasikan ke dalam
etika Kristen, walaupun sebagian unsur kuno itu masih dipertahankan. Materi
kebudayaan kuno seperti patung, batu-batu monumen gendang, tidak lagi berfungsi
sebagaimana mestinya. Mungkin saja para penduduk masih mempertahankan
beberapa tetapi hanya sekedar kenangan manis terhadap benda yang pernah dicintai
dan dimiliki pada masa lampau.11
Dalam kurun satu abad (1865-1965), dua organisasi zending, yaitu daerah
Rheinland di Jerman (Rhinische Missionsgesellchaft/RMG) dan dari Belanda
(Nederlandsch Luthersch Genootschap voor in-en Uitweindige Zending/NLG), telah
melakukan upaya pekabaran injil di kalangan masyarakat Nias. Setiap organisasi
mempropagandakan satu jenis Protestantisme tertentu. Sebagai hasil jerih payah
mereka, sejumlah penduduk menjadi penganut agama Kristen Protestan, lalu
terbentuklah sejumlah besar jemaat-jemaat di Nias, di pulau-pulau batu dan di
tempat-tempat lain juga. Jemaat-jemaat ini dikemudian hari bergabung, membentuk
dua gereja mandiri, yang akhirnya bersatu di tahun 1960. Di tahun 1965, mayoritas
masyarakat Nias telah memeluk agama Kristen dan Gereja Nias Kristen Protestan
Bambowo La‟iya, Solidaritas Kekeluargaan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1983, Hal 27.
11
Universitas Sumatera Utara
(BNKP) 12 yang terbentuk di tahun 1936 menjadi organisasi sosial yang sangat
menentukan di Nias dan pulau-pulau batu.13
Proses pengkristenan lalu mentransformasikan kebudayaan Nias. Sebaliknya,
kebudayaan Nias turut membentuk suatu jenis Kekristenan yang unik. Walaupun
proses transformasi ini timbal balik, kedua kekuatan yang terlibat ini tidak sama kuat.
Semakin kekristenan berkembang, makin dominan dan makin tidak berkompromi
dengan kebudayaan Nias, khususnya agama asli Nias. Walaupun begitu, kebudayaan
asli cukup kuat dalam mewarnai bentuk Kekristenan yang dianut masyarakat Nias.
Namun, peralihan yang berangsur-angsur dari pemujaan Adu (patung dari agama asli
di Nias yang sangat besar maknanya) ke penyembahan Yesus Kristus membuktikan
adanya transformasi identitas di kalangan masyarakat Nias.14
Desa Hilisimaetano merupakan sebuah perkampungan adat di kawasan Nias
Selatan yang terkenal dengan wilayah pusat kebudayaan Nias dan salah satu desa adat
yang terluas di Nias Selatan, yang dapat kita temui sampai sekarang dengan tradisi
dan budaya yang sangat kental bahkan memiliki peninggalan-peninggalan yang
sangat bersejarah. Masyarakat desa ini telah menerima injil ataupun hampir secara
keseluruhan dapat dikatakan telah menganut agama Kristen dan mendalami ajaran
12
Terjemahan dari Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) diperkenalkan oleh Ephorus
Bazatulӧ Chr. Hulu, yang menjadi direktur Pusat Latihan Pembinaan dan Injil BNKP (PLPI-BNKP) di
tahun 1988. Alasan bagi penerjemahan ini adalah karena BNKP tidak terbatas di Nias saja. Beliau juga
sadar akan bahaya dari satu identitas etnis yang tertutup (eksklusif). Dalam kurun waktu 1936-1948,
nama resmi adalah “Banua Niha Keriso Protestan ba danӧ Nias” (BNKP-Nias), Gereja Kristen
Protestan di tanah Nias (catatan: niha keriso = Kristen).
13
Tuhoni Telaumbanua,Uwe Hummel., Salib dan Adu, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2015,
Hal 1.
14
Ibid, hal 2
Universitas Sumatera Utara
agama dan melakukan aktivitas mereka seturut dengan kaidah-kaidah agama yang
sudah ditetapkan.
Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa masuknya Agama Kristen di
Kepulauan Nias membawa banyak perkembangan bagi masyarakat hingga sekarang,
khususnya dalam bidang kebudayaan, adat, dan tradisi. Hal ini dibuktikan dengan
masuknya unsur-unsur agama terhadap tradisi masyarakat Nias yang menyangkut
dengan aktivitas mereka dalam menjalani kehidupan.
Berdasarkan dari hasil pemaparan tersebut penulis merasa tertarik untuk
mengangkat topik yang berkaitan dengan hal di atas, alasan yang lebih jelasnya yaitu
perjumpaan agama Kristen sebagai agama yang mayoritas di kepulauan Nias
khususnya desa Hilisimaetano terhadap kebudayaan lokal di daerah tersebut, yang
kita ketahui bersama bahwa desa Hilisimaetano merupakan wilayah desa adat yang
memiliki unsur kebudayaan yang sangat kuat dan masih terlestarikan sampai saat ini
namun banyak terjadi perubahan-perubahan dalam konteks kebudayaan karena
pengaruh ajaran agama tadi, desa ini juga merupakan desa adat yang termasuk terluas
di daerah Nias Selatan dan desa tersebut merupakan salah satu tempat awal masuknya
Agama Kristen yang menentukan penyebarannya terkhusus di Nias Selatan. Untuk
itulah penulis mengangkat judul“MASUKNYA AGAMA KRISTEN DI DESA
HILISIMAETANO
KECAMATAN
MANIAMOLO
KABUPATEN
NIAS
SELATAN (Tahun 1911-1965). Adapun batasan tahun dalam penelitian ini yaitu
dimulai tahun 1911-1965. Alasan penulis untuk mengambil batasan tahun 1911 yaitu
Universitas Sumatera Utara
dengan alasan karena pada tahun tersebut merupakan dimana ajaran agama tersebut
telah masuk dan berkembang di Desa Hilisimaetano. Selanjutnya dibatasi tahun
1965karena pada tahun tersebut merupakan masa dimana telah berakhirnya kegiatan
penyebaran injil di Desa Hilisimaetano ditandai dengan adanya pembangunan dan
puncak perkembangan Rumah Sakit Lukas sebagai hasil dari keberhasilan misionaris
di desa tersebut, yang masyarakat Desa Hilisimaetano juga telah menerima Agama
Kristen di dalam hidup mereka.
1.2
Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penelitian, maka penulis merumuskan beberapa
rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana kondisi masyarakat di desa Hilisimaetano sebelum masuknya
Agama Kristen
2. Bagaimana proses masuk dan berkembangnya Agama Kristen di Desa
Hilisimaetano 1911-1965
3. Apa pengaruh Agama Kristen bagi masyarakat di Desa Hilisimaetano
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan dalam penelitian mempunyai tujuan pokok
yang ingin diraih oleh penulis. Adapun tujuan penulis untuk melakukan penelitian ini
adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk menjelaskankondisi masyarakat di desa Hilisimaetano sebelum
masuknya Agama Kristen
2. Untuk menjelaskanproses masuk dan perkembangan Agama Kristen di Desa
Hilisimaetano 1911-1965
3. Untuk menjelaskan pengaruh Agama Kristen terhadap masyarakat di Desa
Hilisimaetano
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Menambah wawasan bagi peneliti, sehingga dapat dijadikan referensi untuk
penelitian ataupun penulisan lainnya mengenai peranan Agama Kristen yang
masuk dan berpengaruh kuat di dalam kebudayaan masyarakat Nias,
terkhususnya di Kabupaten Nias Selatan.
2. Dapat berguna buat para akademisi sebagai bahan tambahan literatur untuk
menunjang pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai perkembangan
Agama Kristen yang merupakan agama mayoritas di kepulauan Nias.
1.4
Tinjauan Pustaka
Untuk melakukan sebuah penelitian, perlu menggunakan beberapa referensi
yang berkaitan dengan topik penelitian sebagai acuan yang tepat. Adapun tinjauan
pustaka yang menjadi acuan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tuhoni Telaumbanua, Uwe Hummel dalam “Salib dan adu” (2015). Adalah
hasil dari penelitian yang bersifat lintas-budaya. Buku ini membahas mengenai
Pengkristenan membaharui kebudayaan Nias. Sebaliknya, kebudayaan Nias
menyumbang terwujudnya sutu ciri Kekristenan yang unik di kawasan ini. Kedua hal
ini (Kekristenan dan Kebudayaan Nias) saling berhubungan, tetapi tidak sama
pengaruhnya, namun demikian kebudayaan asli berpengaruh kuat dalam menciptakan
suatu bentuk Kekristenan yang khusus di kalangan Ono Niha. Buku ini sangat penting
bagi penulis karena buku ini menjelaskan mengenai masuknya agama Kristen di
kepulauan Nias oleh misionaris-misionaris dan penjelasan mengenai kebudaayaan
dan adat istiadat secara terperinci.
W. Gulo dalam “Injil dan Budaya Nias” (2004), membahas mengenai
perjumpaan injil dan budaya di pulau Nias serta menceritakan upaya pekabaran injil
yang dilakukan oleh para misionaris dan yang akhirnya diterima oleh masyarakat
Nias dan peranan gereja terhadap kebudayaan di Nias. Buku ini digunakan oleh
penulis sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian karena berhubungan
dengan masuknya Agama Kristen dan memiliki keterkaitan dengan budaya Nias.
Bambӧwӧ La‟iya dalam “Solidaritas Kekeluargaan” (1983), membahas
mengenai kehidupan masyarakat Nias, di dalam buku ini juga membahas mengenai
adat-adat dan tradisi yang tetap dijalankan oleh orang-orang Nias hingga kini. Buku
ini diperlukan untuk melihat tata cara kehidupan masyarakat Nias, khususnya Desa
Hilisimaetano.
Universitas Sumatera Utara
Peter Suzuki dalam buku “The Religious System And Culture of Nias,
Indonesia” (1959), digunakan oleh penulis karena di dalam buku ini membahas
berbagai macam tata cara kebudayaan dan kepercayaan asli masyarakat Nias.
Literatur ini dipakai dalam menunjang penelitian penulis untuk mengetahui
kepercayaan dan tradisi kuno masyarakat Nias yang erat kaitannya dengan
pembahasan penulis.
1.5
Metode Penelitian
Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang bersifat ilmiah, maka perlu
menggunakan tahapan-tahapan yang disebut dengan metode sejarah. Adapun tahapan
yang harus dilalui dalam metode sejarah yaitu : Adapun tahap-tahapan yang harus
dilalui dalam metode sejarah yaitu, Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi
(kritik sumber), Interpretasi (penafsiran) dan Historiografi.15
Heuristik merupakan teknik pertama yang saya gunakan dalam penulisan ini.
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer maupun sekunder melalui metode
penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research).
Penelitian kepustakaan (library research) dilakukan dengan mencari buku di
Perpustakaan USU, Perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan kota Gunungsitoli Nias,
arsip-arsip gereja, literatur yang tersedia di Museum Pusaka Nias kota Gunungsitoli,
arsip-arsip STT Sundermann Gunungsitoli Nias dan Arsip dari UEM (United
15
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hal
89.
Universitas Sumatera Utara
Evangelist Mission) dari Jerman, dan apapun yang berkaitan dengan pokok
permasalahan penelitian. Sedangkan dalam penelitian lapangan (field research)
dilakukan dengan wawancara terhadap orang yang memiliki pengetahuan luas terkait
penelitian dan pelaku sejarah seperti : tokoh yang mengetahui jelas mengenai
kebudayaan Nias, dan yang mengetahui jelas masuknya agama Kristen di Nias seperti
pendeta dan dosen STT, wawancara juga akan dilakukan dengan tokoh-tokoh adat
desa Hilisimaetano, dan wawancara terhadap masyarakat desa Hilisimaetano yang
sudah lanjut usia.
Verifikasi (kritik sumber) merupakan teknik berikutnya digunakan. Sumber
yang telah didapatkan akan dikritik. Terdapat dua macam kritik yaitu kritik ekstern
dan kritik intern. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang objektif. Pada
kritik ekstern, data akan diseleksi apakah data tersebut diperlukan atau terkait dengan
penelitian dengan dilakukan uji kredibilitasnya. Sedangkan pada kritik intern
merupakan lanjutan dari kritik ekstern dimana akan dilakukan uji kelayakan data
apakah bersifat fakta atau tidak (opini atau bersifat manipulatif). Hal ini dapat
dilakukan dengan cara membandingkan data yang sama namun isi yang berbeda.
Interpretasi (penafsiran) adalah tahap yang digunakan selanjutnya. Pada tahap
ini akan menafsirkan data-data yang sudah melalui kritik ekstern dan intern. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggabungkan data-data sehingga hasil penafsiran bersifat
kronologis dan tematis. Kemudian untuk membuat sebuah peristiwa sejarah yang
baru berdasarkan data sehingga bersifat ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
Historiografi (penulisan kembali) merupakan tahap terakhir yang digunakan.
Di tahap ini penulis akan menuliskan hasilnya secara deskripsi dalam bentuk tulisan
yakni skripsi sarjana. Secara kronologis dalam suatu bentuk tulisan yang kritis,
analitis, dan bersifat ilmiah sehingga tahap akhir dalam penulisan ini dapat
dituangkan dalam bentuk skripsi dengan terlebih dahulu menulis rancangan daftar
skripsi. Di dalam Historiografi ini pada saat melakukan kegiatan penulisan
sesungguhnya peneliti harus mengerahkan seluruh daya dan pikirannya bukan saja
berkaitan dengan keterampilan teknik dalam mengutip dan membuat catatan,
melainkan juga menggunakan pemikiran-pemikiran yang kritis dan analitis. Hal ini
dilakukan agar bisa menghasilkan suatu penelitian yang bisa dituangkan dalam
sebuah tulisan, dan seorang peneliti dianggap berhasil menggabungkan satu sama lain
dalam sebuah tulisan yang utuh.
Universitas Sumatera Utara