Hubungan Paparan Zat Debu Besi Terhadap Gangguan Transportasi Mukosiliar Hidung pada Pekerja Pabrik PT. GGS Medan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penelitian Badenhorst (2013) menunjukkan bahwa partikel aglomerasi
sebagian besar terjadi di dalam debu biji besi di udara. Serpihan partikel
berasal dari tabrakan partikel yang lebih besar dan pecah dalam debu
udara. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian unsur dari debu
biji besi udara terdiri dari besi, oksigen, karbon, aluminium, silikon, kalium
dan kalsium. Kesimpulan penelitian tersebut diperoleh dari fisik dan sifat
kimia debu biji besi di udara yang menunjukkan risiko tinggi jika terjadi
paparan pada sistem pernapasan, mengganggu mekanisme pertahanan
fisiologis tubuh manusia dan dapat menyebabkan penyakit seperti
siderosis, silicasiderosis dan kanker paru-paru.
Polutan dari aktivitas pekerja pabrik seperti debu besi serta partikel
lainnya dapat meningkatkan permeabilitas mukosa saluran pernapasan
sehingga meningkatkan pemasukan antigen dan alergen, akibat pajanan
berulang antigen organik atau bahan kimia yang ada di lingkungan kerja.
Inhalasi antigen yang berulang tersebut memacu respon imun berupa
inflamasi di jaringan interstisial, alveoli dan bronkiolus terminal, dan salah
satu penyakit yang sering terjadi dalam masyarakat yang berhubungan

dengan pekerjaannya adalah pneumonitis hipersensitif yang tergolong
dalam kelompok penyakit saluran pernapasan dan infeksi lainnya
(Husaini, 2014).
Sebuah penelitian tentang hubungan paparan zat kimia yang terhirup
oleh hidung yang dapat menggangu transportasi mukosiliar hidung juga
telah diteliti oleh Popov (2008), dimana terdapat perbedaan kecepatan
transportasi mukosiliar hidung antara orang yang terpapar atau menghirup
zat kimia (methylcellulose) pada larutan perekat (lem) dengan orang yang
tidak terpapar (kontrol).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Pada penelitian ini didapatkan waktu transportasi mukosiliar hidung
memanjang dengan rata-rata 8,75 menit pada sampel yang terpapar dan
5,75 menit pada sampel yang tidak terpapar (kontrol).
Penelitian tentang korelasi antara paparan debu perak dengan waktu
transportasi mukosiliar hidung dilakukan Suherman (2013) di Kota Gede

Yogyakarta. Hasilnya menunjukkan korelasi bermakna positif dan sangat
kuat antara lama bekerja dengan waktu transport mukosiliar hidung pada
pekerja kerajinan perak. Koefisien determinan dalam penelitian ini sebesar
0,793, artinya bahwa lama bekerja berpengaruh sebesar 79,3% terhadap
waktu transport mukosiliar hidung, sedangkan 20,7 % dipengaruh oleh
faktor lain.
Perbedaan waktu transportasi mukosiliar hidung juga menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara perokok dan tidak perokok seperti
penelitian yang dilakukan oleh Dermawan (2010) di kota Medan, dimana
terdapat perbedaan yang bermakna antara waktu transportasi mukosiliar
hidung kelompok perokok dengan waktu transportasi mukosiliar hidung
kelompok bukan perokok dimana nilai rata-rata waktu transportasi
mukosiliar hidung pada kelompok perokok adalah 17,81 (SD ± 1,37) menit
dan pada kelompok bukan perokok adalah 10,23 (SD ± 0,69) menit.
Paparan mukosa hidung terhadap senyawa iritan menyebabkan hiperreaktifitas membran mukosa dan terjadinya inflamasi pada mukosa
hidung. Hiper-reaktifitas, inflamasi kehilangan silia dan nekrosis sel
mukosa hidung ini akan mengganggu transpor mukosiliar hidung (TMSH),
pajanan zat volatil benzena, toluena dan xylene pada mukosa hidung
yang semakin lama akan mengakibatkan kelainan mukosa hidung yang
semakin meningkat dan akhirnya akan dapat menyebabkan kehilangan

silia dan nekrosis sel epitel mukosa hidung (Riechelmann, 2004).
Beberapa

penelitian

sebelumnya

juga

telah

dilakukan

untuk

mengetahui nilai normal d a r i waktu transport mukosiliar h i d u n g
sebelum dilakukan p e m b e r i a n terapi dengan cairan salin. Penelitian
tersebut diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hafner

Universitas Sumatera Utara


3

(1997) dimana pada penelitiannya di Jerman, didapatkan rata-rata waktu
transportasi mukosiliar hidung normal (kontrol) adalah 20,9 (SD±9,4)
menit. Corey dan Yilmaz (2009) melaporkan bahwa transportasi
mukosiliar hidung pada orang dewasa normal adalah sekitar 17 menit (± 5
menit) sedangkan pada anak-anak yang sehat sekitar 11 menit (±3 menit).
Huang (2006) melakukan penelitian terhadap penderita rhinosinusitis
kronik di Taiwan mendapatkan rata-rata waktu transport mokosiliar
hidung normal adalah 25.55 (SD±17.82) menit. Sedangkan Irawan (2004)
pada penelitiannya di FK-UI mendapatkan rata-rata waktu transportasi
mukosiliar hidung adalah 27,57 (SD±7,58) menit.
Hidung merupakan lini pertama dalam mekanisme pertahanan pada
saluran napas. Udara yang terhirup melalui hidung pertama sekali difiltrasi
rambut-rambut yang terdapat di hidung yang disebut vibrissae. Saluran
napas terus menerus terpapar oleh udara dan partikel-partikel yang
terhirup bersama udara. Hidung secara fisiologis mempunyai beberapa
fungsi seperti sebagai penyaring dan pertahanan lini pertama dan
pelindung


tubuh

terpenting

terhadap

lingkungan

yang

tidak

menguntungkan. Hidung juga berguna membersihkan udara inspirasi dari
debu, bakteri dan virus melalui suatu mekanisme yang disebut
transportasi mukosiliar hidung. Sistem ini terdiri dari lapisan mukosa dan
epitel serta gerakan silia yang simultan menjaga saluran nafas selalu
bersih (Sears, 2011).
Transportasi mukosiliar di rongga hidung adalah proses fisiologis
dimana lapisan lendir pada sel-sel bersilia bergerak dan ini merupakan

mekanisme pertahanan penting terhadap tekanan fisik dan biologis di
hidung, sinus paranasal, dan saluran pernapasan bagian bawah. Partikel
asing terhirup dan mikro-organisme ditangkap oleh lender dan diangkut
menuju nasofaring dengan cara Nasal Mucociliary Activity (NMCA) atau
kegiatan mukosiliar hidung. Proses ini memiliki efek perlindungan pada
sistem pernapasan atas dan bawah dan dianggap mekanisme pertahanan

Universitas Sumatera Utara

4

lini pertama pada manusia. Efek ini tergantung pada beberapa factor,
termasuk jumlah silia dan frekuensi gerakan serta koordinasinya juga
jumlah cairan hidung. Jika fungsi ini mengalami gangguan maka efek
perlindungan dari silia hidung mungkin akan hilang (Dostbil dkk, 2011).
Sistem transportasi mukosiliar hidung merupakan sistem yang bekerja
secara aktif dan simultan tergantung pada gerakan silia untuk mendorong
gumpalan mukus dan benda asing yang terperangkap masuk saat
menghirup udara melalui sistem pengangkutan di saluran pernafasan.
Keterlambatan dalam mengeliminasi partikel patogen potensial yang

masuk secara inhalasi dapat menyebabkan penumpukan beberapa benda
asing yang lain termasuk bakteri dan virus di saluran pernafasan (Punagi
dan Ahmad, 2014).
PT. GGS Medan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dibidang peleburan besi dengan mempekerjakan buruh yang cukup
banyak. Dalam bekerja setiap harinya, pekerja pabrik banyak yang tidak
menggunakan alat pelindung diri (APD) sehingga selalu terpajan oleh
berbagai polutan seperti debu, gas dan uap besi dan apabila hal ini
berlanjut terus dalam waktu yang lama maka menyebabkan gangguan
sistem pernafasan, penurunan daya tahan tubuh dan terjadi berbagai
kecelakaan kerja.
Berdasarkan kondisi di PT. GGS Medan yang telah diuraikan di atas,
peneliti tertarik untuk mengetahui dampak pajanan debu besi terhadap
transportasi mukosiliar hidung pada pekerja.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat
dirumuskan suatu masalah yaitu bagaimana hubungan paparan debu besi
terhadap gangguan waktu transportasi mukosiliar hidung pada pekerja
pabrik PT. GGS Medan.


Universitas Sumatera Utara

5

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dibagi atas :
1.3.1.Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan paparan debu besi terhadap gangguan
waktu transportasi mukosiliar hidung pada pekerja pabrik PT. GGS
Medan.
1.3.2. Tujuan khusus.
1. Mengetahui hubungan usia saat terpapar terhadap gangguan waktu
transportasi mukosiliar hidung pada pekerja pabrik PT. GGS Medan.
2. Mengetahui hubungan jenis kelamin terhadap gangguan waktu
transportasi mukosiliar hidung pada pekerja pabrik PT. GGS Medan.
3. Mengetahui hubungan lama bekerja terhadap gangguan waktu
transportasi mukosiliar hidung pada pekerja pabrik PT. GGS Medan.
4. Mengetahui hubungan tempat bekerja (lokasi paparan) terhadap
gangguan waktu transportasi mukosiliar hidung pada pekerja pabrik
PT. GGS Medan.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Bahan masukan dan informasi bagi manajemen PT. GGS Medan
tentang waktu transportasi mukosiliar hidung pada pekerja.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melakukan
proses pencegahan kerusakan mukosiliar hidung pada pekerja pabrik.
3. Untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dalam
upaya mendukung kebijakan Zero accident.

Universitas Sumatera Utara