T1__BAB VII Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Solidaritas dalam Ritual Wulla Poddu: Studi terhadap BentukBentuk Ritual Wulla Poddu di Kampung Tambera, Desa Doka Kakaecamatan LoliKabupaten Sumba Barat T1 BAB VII

BAB VII
PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan akhir dari serangkaian penulisan, dengan
demikian muatan pokok bab ini adalah kesimpulan dan saran.

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang “Solidaritas dalam
Ritual Wulla Poddu (Studi Terhadap Bentuk-Bentuk Ritual Wulla Poddu di
Kampung Tambera, Desa Doka Kaka, Kecamatan Loli-Kabupaten Sumba
Barat)”, kesimpulan yang diperoleh adalah:
Pertama, sebelum dilaksanakan upacara Wulla Poddu, terlebih dahulu
dilaksanakan upacara Wulla Katoto. Upacara ini dilaksanakan berdasarkan pada
dua jenis pohon yaitu Wolla Rango (Bunga Kapok Hutan) berwarna putih
menyimbolkan tanda yang pertama keluar apabila seorang Ibu hendak
melahirkan, yaitu ketuban sedangkan jenis pohon Wolla Kari Kaka (Bunga Dadap
Hutan) berwarna merah menyimbolkan darah yang keluar setelah bayi dilahirkan.
Jadi, upacara ini merupakan upacara untuk mengisahkan atau memperingati
kembali hari kelahiran manusia pertama yang lahir dari rahim seorang Ibu
(Lamura Winne) yaitu Kamuri.

Kedua, upacara Wulla Poddu merupakan lanjutan dari upacara Wulla

Katoto atau dengan kata lain Wulla Poddu merupakan upacara-upacara syukuran

karena bayi telah lahir. Wulla Poddu terdiri dari dua kata, yaitu Wulla yang berarti
“bulan” dan Poddu yang berarti “pahit”. Namun dalam arti yang dihayati, poddu
berarti “suci”. Dengan demikian, Wulla Poddu adalah bulan pahit atau suci
karena selama dijalankan ritual Wulla Poddu harus dalam keadaan bersih dan suci
karena harus mentaati segala aturan dan larangan. Adapun larangan-larangan
antara lain, tidak boleh membangun rumah, tidak boleh meratapi orang mati, tidak
boleh melaksanakan pesat adat dan acara meriah lainnya. Jika ada yang
melanggar maka akan dikenakan sanksi-sanksi adat sesuai pelanggaran yang
dilanggar. Upacara ini dilaksanakan setiap tahunnya pada pertengahan bulan
Oktober sampai bulan November yang pelaksanaannya tidak berdasarkan
kalender masehi, namun penentuannya berdasarkan gejala-gejala alam dan benda
langit terutama bulan oleh kedua Rato Rumata (Imam), yaitu Rato Rumata
116

(Imam) kampung Tambera dan Rato Rumata (Imam) kampung Nggiala Koko.
Kampung Tambera sebagai Ina –Ama (Ibu-Bapak) terdapat 19 (sembilanbelas)
bentuk-bentuk ritual penting yang dilaksanakan selama Wulla Poddu dan tidak
sama dengan kampung-kampung poddu lainnya karena mereka diberikan upacara

oleh leluhur sesuai dengan kemampuannya.
Ketiga, sistem solidaritas sosial yang terjadi dalam masyarakat We’e
Bangga pada umumnya adalah sistem solidaritas yang berbasis garis keturunan
yang terikat melalui kabisu. Terdapat duabelas kabisu yang telah dibentuk oleh
leluhur-leluhur mereka dengan perjanjian untuk tetap menjaga hubungan
kekerabatan melalui upacara Wulla Poddu berdasarkan kepercayaan yang dianut
bersama, tanggung jawab serta tujuan yang telah diperkuat oleh pengalaman
emosional bersama. Di mana, setiap kabisu menunjukkan kesadaran serta
perasaan mereka secara kolektif melalui bentuk-bentuk ritual Wulla Poddu yang
dilaksanakan secara bersama-sama, gotong royong untuk kepentingan bersama
tanpa adanya paksaan. Hubungan kekerabatan antar penganut dengan yang bukan
penganut Marapu juga menjadi lebih kuat atas partisipasi dan dukungan dari
setiap masyarakat yang bukan penganut Marapu melalui sumbangan berupa
materi dan nonmateri untuk kebutuhan dalam upacara Wulla Poddu. Hal ini juga
karena mereka memiliki hubungan kekeluargaan atau garis keturunan kabisu yang
sama.
Keempat, Kawuku memiliki fungsi yang sangat penting dalam
pelaksanaan upacara Wulla Poddu. Dengan kata lain, bahwa upacara Wulla Poddu
adalah upacara yang bertujuan untuk merayakan kawuku karena kawuku
bersangkutan dengan siklus perkembangan kehidupan manusia secara turun

temurun untuk memperoleh kehidupan dan hasil panen yang baik. Namun, lebih
dari itu para penganut juga ingin tetap mempererat hubungan dengan leluhur
Kamuri. Hal ini tergambar melalui beberapa bentuk ritual yang merupakan ritual

khusus untuk mengesankan atau memperingati Kamuri. Kawuku juga menjadi
salah satu perekat atau pengikat hubungan kekerabatan dan persaudaraan bagi
kampung-kampung poddu yang menjalankan upacara Wulla Poddu. Sehingga
dilaksanakan acara-acara khusus untuk pembagian kawuku (Baye Kawuku)
kepada kampung-kampung poddu lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa
hubungan sosial kekarabatan, kekeluargaan, budaya dan kepercayaan dapat
membentuk solidaritas masyarakat melalui kawuku.
117

Kelima, agama atau kepercayaan dan ide tentang yang sakral adalah
produk kehidupan kolektif sehingga tetap memperkuat ikatan-ikatan sosial di
mana kehidupan kolektif itu ada. Pada intinya, kepercayaan memperlihatkan
kenyataan masyarakat itu sendiri dalam bentuk simbolis dan ritual-ritual yang
mempersatukan individu dalam kegiatan bersama dengan satu tujuan bersama dan
memperkuat kepercayaan, perasaan dan komitmen moral yang merupakan dasar
solidaritas sosial.


7.2. Saran
Saran dalam bagian akhir penulisan karya ilmiah ini didasarkan pada
temuan selama melakukan penelitian yang ditujukan kepada beberapa pihak
antara lain:
1. Untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat diharapkan tidak
hanya melestarikan Wulla Poddu sebagai aset pendapatan di Kabupaten
Sumba Barat, tetapi juga harus memperhatikan posisi dan kedudukan dari
orang-orang yang menjalankan upacara Wulla Poddu yaitu penganut
Marapu. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada berkurangnya

penganut Marapu karena beberapa masyarakat sudah beralih ke agama
lain untuk memperoleh pekerjaan dalam pemerintahan. Pemda juga
diharapkan bekerja sama dengan Desa yang bersangkutan agar tetap
menjaga ketertiban dan keamanan sehingga masyarakat tetap rukun dan
harmonis dalam menyongsong serta melaksanakan upacara Wulla Poddu.
2. Untuk penganut kepercayaan Marapu yang menjalankan upacara Wulla
Poddu. Wulla Poddu merupakan identitas, diharapkan tidak hanya

menjalankan karena merupakan warisan dari leluhur tetapi juga harus

betul-betul memahami makna dan tujuan dari apa yang sebenarnya
dijalankan. Diharapkan juga untuk tetap menjaga dan mempererat kembali
hubungan kekerabatan yang sudah menjadi warisan leluhur.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mengkaji tentang: 1) Makna
upacara Wulla Katoto dan bentuk-bentuk ritualnya. Karena dalam
penelitian ini tidak secara mendalam mengkaji tentang upacara Wulla
Katoto. 2) Peran Rato Rumata (Imam) dalam mempertahankan kedudukan

sebagai Imam dan mempertahankan hubungan kekerabatan 12 (duabelas)
kabisu.
118

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20