Teknologi Pangan dan yang id

Teknologi Pangan

Sharing info tentang food technology yang diperoleh dari hasil perkuliahan

May

Produk Fermentasi Sayur Asin

PRODUK FERMENTASI “SAYUR ASIN” SEBAGAI TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN

Disusun Oleh:

1. Alif Yanuari 105100401111025

2. A’rasy Imaduddin 105100507111002

3. M. Munif 105100401111025

4. Ahmad Syarifuddin 105100100111041

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sawi hijau termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dycotyledone, famili Cruciferae, genus Brassica, spesies Brassica juncea dan varietas Rugosa (Bailey, 1963). Tanaman sawi bukan merupakan tanaman musiman dan tersedia sepanjang tahun. Syarat yang penting untuk bertanam sawi adalah tanah yang gembur, banyak mengandung zat organik (subur), adanya aliran air yang baik, derajat keasaman tanah (pH) antara 5,5 – 6,5, dan toleran terhadap hujan lebat (Ryder, 1979, Sunaryono dan Rismunandar, 1981, Tindall, 1983).

Sawi hijau memiliki bentuk batang yang pendek, tegap, dan daun yang lebar berwarna hijau tua. Daunnya mempunyai tangkai yang pipih ( Sunaryono dan Rismunandar, 1981). Bentuk daun sawi bulat dan oval, dengan panjang 20 – 30 cm atau lebih, berwarna hijau terang, dan berkerut (Herklots, 1972, Tindall, 1983). Tanaman sawi kemungkinan berasal dari Afrika kemudian menyebar ke Asia Barat Laut, tetapi ada pula yang menyatakan berasal dari Cina dan menyebar ke Asia Selatan, Asia tengah, dan Asia Timur. Daerah budidayanya yaitu Malaysia, India, Indonesia, Cina, Eropa, dan Afrika (Tindall,1983).

Sawi hijau dalam bentuk segar merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Oleh sebab itu untuk mengawetkan sekaligus meningkatkan nilai tambah sawi, seringkali dibuat sawi asin dengan fermentasi. Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi-reduksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana sebagai donor dan akseptor elektron digunakan senyawa organik. Senyawa organik yang biasanya digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa. Glukosa akan diubah melalui reaksi oksidasi-reduksi dengan katalis enzim menjadi bentuk lain, misalnya aldehida yang bisa diubah menjadi asam (Winarno dan Fardiaz, 1981). Pembuatan sayur asin merupakan salah satu metode pengawetan pangan yang tertua melalui metode penggaraman. Garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk sehingga membuat produk sayur asin lebih awet. Garam juga dapat memberikan efek pengawet dengan cara menurunkan aw (ketersediaan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba).

Pembuatan sawi asin dilakukan dengan perendaman sawi di dalam larutan garam tanpa penambahan kultur starter. Fermentasi yang terjadi merupakan fermentasi asam laktat karena memanfaatkan bakteri asam laktat yang secara alami ada pada tumbuhan, misalnya Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, dan Pediococcus cerevisiae. Bakteri asam laktat tersebut diseleksi melalui garam yang digunakan. Karena tidak ada penambahan kultur starter pada fermentasi ini, maka disebut fermentasi spontan.

Fermentasi spontan perlu diperhatikan kondisi lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba pada bahan organik yang sesuai (Potter, 1980). Mutu hasil fermentasi sayuran tergantung pada jenis sayuran, mikroba yang berperan, konsentrasi garam, suhu dan waktu fermentasi, komposisi substrat, pH adan jumlah oksigen (Pederson, 1982 , Winarno, et al, 1980). Pada tahap awal fermentasi, bakteri yang tumbuh adalah Leuconostoc mesenteroides yang akan menghambat pertumbuhan bakteri lain dan meningkatkan produksi asam dan CO2, sehingga menurunkan pH (Vaughn, 1985). Fermentasi dilanjutkan oleh bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah, yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviseae, Lactobacillus plantarum. Bakteri-bakteri ini menghasilkan asam laktat, CO2, dan asam asetat (Vaughn, 1985).

Selain penggaraman, dalam pembuatan sawi asin dapat pula ditambahkan air tajin sebagai sumber karbohidrat bagi bakteri yang berperan. Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sawi yang disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri pektinolitik. Selain itu, garam juga memberikan cita rasa pada produk.

1.2 Rumusan Masalah

- Apakah sawi asin itu ?

- Bakteri apa saja yang berperan dalam pembuatan sawi asin ?

- Bagaimana proses fermentasi tersebut terjadi ?

- Apa perubahan yang terjadi ?

- Bagaimana karakteristik produk akhir ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah menjelaskan prinsip fermentasi asam laktat pada pembuatan sawi asin, cara pembuatan sawi asin, mikroba yang berperan, serta karakteristik produk akhir yang dihasilkan.

BAB II

METODOLOGI

Berikut langkah – langkah yang dilakukan dalam proses pembuatan produk fermentasi sawi asin:

1. Dilakukan pemisahan daun sawi helai demi helai. Kemudian dicuci, lalu diamkan di atas tikar bersih selama 1 malam;

2. Daun sawi diremas-remas dengan garam kemudian dimasukkan ke dalam stoples beserta cairannya;

3. Beras dimasak(seperti menanak nasi) sampai mendidih, lalu diambil airnya (air tajin);

4. Air tajin tersebut dicampurkan pada sawi hingga rata dalam stoples;

5. Kmudian stoples ditutup rapat dan disimpan di tempat yang gelap selama 3 hari .

SawiHijau

Garam

Beras

Gambar : skema proses pembuatan sayur asin

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Produk

Sayur asin merupakan produk olahan sayuran yang mempunyai rasa khas. Sayur asin dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin sebagai bahan pertumbuhan bakteri.Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak. Sayur asin ini selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti: genjer, kubis dan lain-lain. Sayur asin merupakan suatu produk yang mempunyai cita rasa yang khas, yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat. (Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pangan, 1981).

3.2 Bakteri Yang Berperan

Dalam proses fermentasi sayuran digunakan bakteri alami yang terdapat dalam sayur-sayuran, seperti sawi hijau, kubis, dsb. Jenis bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalah Leuconostoc mesenteroide, Lactobacillus cucumeris, L. plantarum dan L. pentoaceticus. Pada awal fermentasi, bakteri yang aktif dalam jumlah besar adalah bakteri coliform, seperti Aerobacter cloacer, yang menghasilkan gas dan asam-asam yang mudah menguap dan pada kondisi tersebut aktif pula bakteri Flavo-bacterium rhenanus, yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk cita rasa yaitu kombinasi dari asam dan alkohol pembentuk ester. Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob, namun bila dalam tempat fermentasi ada udara, akan mengakibatkan terjadinya proses pembusukan pada sayur asin.

3.3 Proses Fermentasi

Dalam pembuatan sayur asin ditambahkan garam. Penambahan garam tersebut berfungsi untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri yang dikehendaki dan garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sawi tertarik keluar melalui proses osmosis. Setelah penyimpanan selama 1 minggu, sayur tersebut berbau busuk, berwarna putih kekuningan, dan terbentuk cairan. Adanya pembusukan ini diindikasikan oleh aromanya yang amis. Pembusukan ini disebabkan oleh sedikitnya air yang keluar dari sayur tersebut. Hal itu disebabkan karena selama proses fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan Mycoderma di atas larutan garam tetapi kita tidak membuangnya, jadi selaput tersebut merupakan mikoorganisme yang menyebabkan bau busuk tersebut. Untuk mencegah hal tersebut, botol-botol fermentasi harus disimpan dalam udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral yang netral di atas larutan garam.
Cara penambahan garam ada dua cara yaitu cara kering (penambahan bubuk garam pada sayuran) dan cara basah (menggunakan larutan garam). Cara kering menggunakan garam dalam bentuk padat atau kristal, dilakukan dengan cara menyusun bahan dan garam dalam wadah secara berlapis dan ditetapkan pada pembuatan sawi asin. Cara basah digunakannya larutan garam untuk merendam sawi yang akan digarami dan umumnya pada pembuatan sawi asin. Pada proses fermentasi, bakteri asam laktat anaerobik yang berperan ialah Lactobacillus brevis, Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum. Kondisi lingkungan, jumlah dan jenis mikroorganisme, kebersihan, konsentrasi dan distribusi garam, suhu dan penutupan akan sangat menentukan berlangsungnya proses fermentasi. Menurut (Bukle, dkk, 1987) faktor-faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah :

1. Terciptanya keadaan anaerobik

2. Penggunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat gizi dari sayur

3. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi

4. Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai

Fermentasi mengakibatkan adanya peningkatan gula reduksi pada sayur asin sebab air tajin mengandung pati amilosa. Pati yang berupa amilosa tersebut didegradasi oleh bakteri asam laktat menjadi glukosa dan maltosa. Glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat. Glukosa dan maltosa yang masih terdapat dalam air tajin terukur sebagai gula reduksi (Steinkraus, 1983). pH awal fermentasi sayur asin berkisar antara pH 6,4-6,58. Setelah dilakukan proses fermentasi selama 4 hari terjadi penurunan pH berkisar antara pH 3-3,42. Nilai pH dipengaruhi oleh kandungan asam yang dihasilkan selama fermentasi sayur asin. Pada proses fermentasi sayur asin terjadi pertumbuhan secara spontan bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat. Semakin tinggi jumlah beras yang digunakan dalam pembuatan air tajin, maka nilai pH sayur asin semakin menurun. pH akhir dari fermentasi adalah ±3,6. Hal ini disebabkan kandungan gula reduksi meningkat dan dapat dimanfaatkan 15

oleh bakteri asam laktat secara optimal dalam menghasilkan asam, yaitu asam laktat dan asam asetat (Pederson, 1971).

Proses reaksi fermentasi :

C6H12O6 2CH3CHOHCOOH + 22,5 kkal

Asam laktat

C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO2 + 22 kkal

Etil alcohol

3.4. Perubahan yang Terjadi

Agar fermentasi berlangsung dengan baik suhu ruangan harus kira-kira 30oC. Bila suhunya lebih rendah pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat sehingga tidak cukup banyak yang dihasilkan dan akibatnya produk menjadi busuk. Selama fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan Mycoderma di atas larutan garam. Selaput ini harus dibuang secara hati-hati karena mikroorganisme tersebut menggunakan asam yang dihasilkan dalam proses fermentasi untuk keperluannya sendiri, dan akibatnya mikroorganisme pembusuk tumbuh. Untuk mencegahnya, tong fermentasi harus disimpan dalam udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral yang netral di atas larutan garam. Lapisan ini menghambat tumbuhnya ragi pembentuk selaput tersebut, karena medium terjadi kekurangan oksigen. Sebaliknya karena bakteri asam laktat bersifat anaerob fakultatif maka pertumbuhannya menjadi lebih baik (Margono, dkk, 1993).

Seringkali dalam pembuatannya, produk sawi asin mengalami kerusakan hasil fermentasi. Kerusakan pada fermentasi sayuran umumnya disebabkan terjadinya fermentasi yang tidak normal. Tingginya suhu dapat menghambat tumbuhnya Leuconostoc mesenteroides dan menghasilkan cita rasa yang tidak diharapkan. Sebaliknya jika suhu fermentasi terlalu rendah akan menghambat aktivitas bakteri asam laktat dan mendorong pertumbuhan bakteri kontaminan yang berasal dari tanah seperti Enterobacter dan Flavobacterium. Waktu fermentasi yang berlebih juga dapat mendorong pertumbuhan bakteri pembentuk gas, yaitu Lactobacillus brevis, yang menghasilkan aroma asam yang tajam (Frazier dan Westhoff, 1979).

Kerusakan lain pada perusakan produk fermentasi sawi asin adalah pelunakan (softening). Pelunakan tekstur ini disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik yang dihasilkan olek mikroorganisme. Bakteri yang berperan dalam kerusakan ini antara lain Bacillus subtilis, Bacillus polymixa, Achromobacter, Erwinia,Enterobacter, Achromonas, dan Eschericia. Selain bakteri, kapang dan khamir juga berperan dalam terjadinya kerusakan ini. Kapang yang terlibat adalah Penicillium chrysogenum, sedangkan khamir yang terlibat adalah Saccharomyces oleaginosus (Vaughn, 1985).

Menurut Pederson (1982) kerusakan akibat adanya gas pada produk fermentasi sawi asin bisa berupa pembengkakan, berlubang, berongga, ataupun bentk pikel yang berlekuk-lekuk. Hal ini bisa diakibatkan oleh struktur bahan, pembentukan gas oleh mikroorganisme, pengaruh tekanan larutan terhadap permukaan bahan, serta akibat jenis dan tingkat kematangan dari buah itu sendiri. Kerusakan yang lain adalah produk berlendir yang disebabkan karena adanya bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh di permukaan, warna produk kemerahan (pink kraut) karena tumbuhnya khamir dari genus Rhodotorula pada suhu fermentasi yang terlalu tinggi, tempat fermentasi kotor, keasaman yang rendah, kelebihan garam, dan penyebaran garam yang tidak merata (Frazier dan Westhoff, 1978).

3.5 Karakteristik Produk Akhir

Konsentrasi garam yang paling baik untuk pembuatan sawi asin adalah 3%. Sawi asin dengan konsentrasi garam 3% memiliki pH yang lebih rendah dibanding pH sawi asin dengan konsentrasi garam 5%. Konsentrasi garam 3% menghasilkan produk sawi asin yang memiliki rasa yang asin sedikit asam, warna hijau muda, aroma khas sawi asin, dan tekstur renyah. Penambahan sumber karbohidrat berupa air tajin sebagai media fermentasi menyebabkan sawi asin memiliki mutu organoleptik yang lebih baik dibanding tanpa penambahan air tajin. Penambahan air tajin lebih efektif bila dikombinasikan dengan konsentrasi garam 3%. Sawi asin dengan penggunaan air tajin dan konsentrasi garam 3% memiliki warna hijau muda, rasa asin, aroma khas sawi asin, dan tekstur yang renyah.

BAB IV

KESIMPULAN

Sayur asin merupakan salah satu produk fermentasi asam laktat dengan mikroba bakteri asam laktat. Fermentasi tersebut dimulai dengan penambahan garam dengan tujuan untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri yang dikehendaki untuk proses peragian sayuran yang akan difermentasikan. Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak.

Dalam proses fermentasi sayuran digunakan bakteri alami yang terdapat dalam sayur-sayuran, seperti sawi hijau, kubis, dsb. Jenis bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalah Leuconostoc mesenteroide, Lactobacillus cucumeris, L. plantarum dan L. pentoaceticus. Pada awal fermentasi, bakteri yang aktif dalam jumlah besar adalah bakteri coliform, seperti Aerobacter cloacer, yang menghasilkan gas dan asam-asam yang mudah menguap dan pada kondisi tersebut aktif pula bakteri Flavo-bacterium rhenanus, yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk cita rasa yaitu kombinasi dari asam dan alkohol pembentuk ester. Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob, namun bila dalam tempat fermentasi ada udara, akan mengakibatkan terjadinya proses pembusukan pada sayur asin.

Dalam pembuatan sayur asin ditambahkan garam. Penambahan garam tersebut berfungsi untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri yang dikehendaki dan garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sawi tertarik keluar melalui proses osmosis. Produk sawi asin hasil fermentasi yang dihasilkan memiliki warna hijau muda, rasa asin, aroma khas sawi asin, dan tekstur yang renyah.

DAFTAR PUSTAKA

Ayres, J.C. et al. 1980. Microbiology of Food. W.H. Freeman and Co., USA.

Bailey, L.H. 1963. The Standart Encyclopedia of Horticultura. The Mc. Millan Company, New York.

Fardiaz, S. 1986. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Jurusan Tekonologi Pangan dan Gizi, FATETA, IPB, Bogor.

Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book Company, New York.

Jacob, M.B. 1951. The Chemistry and Technology of Food and Food Products. Interscience Pub. Inc., New York.

Jay, J.M. 1978. Modern Food Technology. D. Van Nostrand Co. New York, Cincinnati, Toronto, Melbourne, London.

Pederson, C.S. 1982. Pickles and Sauerkraut. Di dalam Bor S.L. dan Jasper G.W. (eds.). Commercial Vegetables Processing, p. 457. The AVI Publishing Company, Inc., Wetsport, Conecticut.

Potter, N.N. 1980. Food Science. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.

Ryder, E.J. 1979. Leafy Salad Vegetables. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.

Singleton, P. dan D. Sainsburry. 1980. Dictionary of Microbiology. John Willey and Sons, New York.

Sunaryono, H. dan Rismunandar. 1981. Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting di Indonesia. CV Sinar Baru, Bandung.

Tindall, H.D. 1983. Vegetables in Tropics. Mc Millan Press Ltd., Hongkong.

Vaughn, R.H. 1985. The microbiology of vegetable fermentations. Di dalam B.J.B. Wood (ed.). Microbiology of Fermented Foods, vol. 1, p. 49. Elsevier Applied Science Publishing Ltd., London.

Werklots, G.A.C. 1972. Vegetables in South East Asia. London George Allen and UN Win Ltd.

Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G. dan S. Fardiaz. 1981. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa, Bandung.

Diposkan 16th May 2014 oleh Ahmad Syarifuddin

Lihat komentar

suri etika13 November 2014 04.08

sangat membantu .. makasih ..

Balas

Jan

Uji Aktivitas Antimalaria Secara In-Vivo Ekstrak Ki Pahit(Picrasma javanica) Pada Mencit Yang Diinfeksi Plasmodium berghei

Uji Aktivitas Antimalaria Secara In-Vivo Ekstrak Ki Pahit(Picrasma javanica) Pada Mencit Yang Diinfeksi Plasmodium
berghei

MAKALAH GIZI EVALUASI PANGAN LANJUT NAMA :

Bahtiar Rifa’I (10510010111037)

Ahmad Syarifuddin (105100100111041)

Rahmat Rizal Y (0811010068)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria merupakan penyakit epidemik yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan menginfeksi manusia melalui nyamuk Anopheles betina. Penyakit ini menjadi penyebab kematian ke-tiga pada kasus penyakit infeksi. Tiap tahunnya 350-500 juta penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari satu juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Penyebab utama tingginya angka kejadian penyakit malaria adalah karena semakin meningkatnya resistensi Plasmodium falciparum terhadap obat antimalaria (Nyoman, I Kandun.2009).

Menurut WHO diperkirakan 80% penduduk Negara berkembang menggunakan tanaman obat di lingkungannya untuk mengatasi masalah kesehatan (Astiti,Yun.2009) Tanaman Ki Pahit (Picrsma javanica) dianalisa memiliki senyawa sebagai anti malaria. Hasil penelitian Khan et al. (2001) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun, biji, kulit batang dan kulit akar yang telah dipartisi dengan pelarut petroleum, diklorometan, etil asetat dan butanol mempunyai aktivitas sebagai antibakteri spektrum luas. Batangnya mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh adanya senyawa diterpen turunan quasinosida (Noteboom, 1972) dan glikosida yang berkhasiat sebagai obat demam (antipiretik) (Hidayat, 2003).

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian dan pempublikasian tentang potensi P. javanica dalam menurunkan tingkat parasitemia pada mencit putih (Mus musculus) yang diinokulasi dengan Plasmodium berghei. P. berghei merupakan salah satu parasit malaria yang menginfeksi mamalia selain manusia.Parasit ini analog dengan parasit malaria pada manusia pada hampir semua aspek penting seperti struktur, fisiologi dan siklus hidupnya (Carter and Diggs, 1977).

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui efektifitas pengujian ekstrak tanaman Ki Pahit sebagai pengobatan antimalaria yang diterapkan pada hewan coba mencit, yang dapat menjadi sarana pengetahuan bagi khalayak umum.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa kandungan senyawa yang dimiliki tanaman Ki Pahit (Picrasma javanica)?

2. Bagaimana peranan hewan uji coba pada pengujian aktifitas antimalaria ekstrak tanaman Ki Pahit (Picrasma javanica)?

3. Berapa efektifitas dosis ekstrak Ki Pahit (Picrasma javanica)yang cocok sebagai senyawa antimalaria?

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Penyakit Malaria

Penyakit malaria merupakan penyakit akibat infeksi oleh parasit Plasmodium yang ditularkan dari satu manusia ke manusia yang lain dengan gigitan nyamuk malaria yang dikenal dengan nyamuk Anopheles. Pada manusia, parasit tersebut bermigrasi ke hati di mana mereka melepaskan bentuk lain. Jika ini terjadi, mereka dapat memasuki aliran darah danmenginfeksi sel-sel darah merah.Parasit sebagai penyebab penyakit malaria berkembang biak di dalam sel darah merah, yang kemudian pecah dalam waktu 48 sampai 72 jam, menginfeksi sel darah merah. Gejala pertama biasanya terjadi 10 hari sampai 4 minggu setelah infeksi, meskipun mereka dapat muncul pada awal 8 hari atau selama setahun kemudian. Kemudian gejala yang terjadi pada siklus 48 sampai 72 jam (yusri,2011).

Plasmodhium berghei adalah salah satu parasit malaria yang menginfeksi mamalia selain manusia. Parasit ini analog dengan parasit malaria pada manusia pada hampir semua aspek penting seperti struktur, fisiologi dan siklus hidupnya (Carter and Diggs, 1977).

2.2 Tanaman Ki Pahit (Picrasma Javanica)

Ki pahit (Picrasma javanica) merupakan jenis tumbuhan dari famili Simarubaceae yang berupa pohon dan memiliki berbagai manfaat sebagai bahan obat antara lain daunnya untuk mengobati luka, buahnya bersifat stomatik sedang kulit batangnya digunakan untuk mengobati sakit perut (Hidayat, 2003). Hasil penelitian Khan et al. (2001) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun, biji, kulit batang dan kulit akar yang telah dipartisi dengan pelarut petroleum, diklorometan, etil asetat dan butanol mempunyai aktivitas sebagai antibakteri spektrum luas. Batangnya mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh adanya senyawa diterpen turunan quasinosida (Noteboom, 1972) dan glikosida yang berkhasiat sebagai obat demam (antipiretik) (Hidayat,2003).

Untuk dapat mengetahui senyawa di dalam tanaman ki pahit (picrasma javanica) dapat dilakukan dengan cara mengekstrak senyawa bioaktif didalamnya.caranya yaitu Bagian bagian tumbuhan tersebut dipisahkan kemudian dibersihkan dari kotoran. Setelah bersih bagian tumbuhan dicacah dan dikeringkan, selanjutnya digiling dan ditimbang. Serbuk kering direndam dengan etanol selama 24 jam kemudian disaring. Filtrat yang ada ditampung. Hal ini diulang sampai filtrat yang tertampung menjadi jernih. Filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator menjadi ekstrak. Ekstrak ditimbang untuk mengetahui rendemen ekstrak. Rendemen ekstrak adalah berat ekstrak dibagi dengan berat contoh dikalikan 100%. Ekstrak yang diperoleh digunakan untuk uji efektifitas dosis tunggal (20 mg/kg BB).

2.3 Uji in-vivo

Uji in-vivo merupakan pengujian secara biologis, biasanya menggunakan hewan coba untuk membantu menjalakan penelitian-penalitian yang tidak bisa secara langsung dilakukan dalam tubuh manusia dengan asumsi semua jaringan, sel-sel penyusun tubuh, sertaenzim-enzim ada dalam tubuh hewan coba tersebut memiliki kesamaan dengan manusia. Tikus putih (Rattus Norvegicus) adalah hewan percobaan yang paling banyak digunakan. Terdapat lima macam basic stock tikus putih ( Albino Normay rat, Rattus morvegicus) yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan di laboraturium, yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Shermon, Sporgue Dawley, dan Wistar, beberapa sifat tikus percobaan adalah:

    1. Noctural, berarti aktif pada malam hari dan tidur pada siang hari.

    2. Tidak mempunyai kantung empedu ( gali blader).

    3. tidak dapat mengeluarkan isi perutnya (muntah).

    4. tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun kecepataanya menurun setelah berumur 100 hari.

Selain tikus putih yang digunakan sebagai hewan percobaan, terdapat hewan-hewan lain yang dapat digunakan untuk evaluasi nilai gizi makanan, antara lain, mencit, (mouse, Mus musculus). Digunakannya tikus pada uji klinis karena zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia yaitu: Karbohidrat, terdiri dari pati, gula, selulosa. Minyak/ lemak, asam lemak esensial (terutama linoleat dan linolenat, karena karbohidrat dapat disintesis dalam tubuhnya dari linoleat); Protein,Mineral atau elemen organik terdiri dari makro elemen seperti kalsium serta mikro elemen seperti besi, Vitamin- vitamin terdiri dari vitamin larut lemak ( A, D, E dan K), serta vitamin larut dalam air.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Komponen Senyawa pada Tanaman Ki Pahit (Picrasma Javanica)

Pada jurnal penelitian yang berjudul “Uji Aktivitas Antimalaria Secara In-Vivo Ekstrak Ki Pahit (Picrasma javanica) Pada Mencit Yang Diinfeksi Plasmodium berghei” oleh Praptwi, Mindarti Harapini dan Chairul pada tahun 2007, yaitu dilakukan ekstrak terlebih dahulu pada bagian tanaman Ki pahit. Berdasarkan hasil Hasil penelitian Khan et al. (2001) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun, biji, kulit batang dan kulit akar yang telah dipartisi dengan pelarut petroleum, diklorometan, etil asetat dan butanol mempunyai aktivitas sebagai antibakteri spektrum luas. Batangnya mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh adanya senyawa diterpen turunan quasinosida (Noteboom, 1972) dan glikosida yang berkhasiat sebagai obat demam (antipiretik) (Hidayat,2003).

Pada proses ekstraksi percobaan Praptiwi, dkk (2007) tahap pertama dilakukan proses ekstraksi. Bagian-bagian tanaman meliputi kulit batang, daun dan buah dipisahkan masing-masing dan dibersihkan dari kotoran, kemudian dicacah dan dikeringkan, selanjutnya digiling dan ditimbang. Serbuk kering direndam dengan etanol selama 24 jam kemudian disaring. Filtrat yang ada ditampung. Hal ini diulang sampai filtrat yang tertampung menjadi jernih. Filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator menjadi ekstrak. Tahap selanjutnya yaitu proses penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen kimia yang terdapat pada tumbuhan dengan menggunakan metode Cuilei (1982). Proses Ekstraksi dengan pelarut alkohol dilakukan terhadap daun, buah dan kulit batang ki pahit (P. javanica).

Komponen kimia suatu tumbuhan sangat mempengaruhi bioaktivitasnya, oleh karena itu identifikasi komponen kimia suatu ekstrak penting dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan penapisan fitokimia dengan menggunakan metode Cuilei (Cuilei, 1982). Hasil penapisan ekstrak kulit batang ki pahit menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan steroid/terpenoid. Golongan komponen kimia ini pada umumnya mempunyai aktivitas biologi. Golongan alkaloid antara lain mempunyai fungsi sebagai analgesic narkotik, meningkatkan tekanan darah tetapi ada pula yang mengakibatkan penurunan tekanan darah (Tyler et al.,1988). Sedangkan steroid/ terpenoid mempunyai berbagai aktivitas biologi antara lain sebagai kardiotonik (digitoksin), anti inflamantori (kortikosteroid) dan bersifat anabolik (Tyleret al., 1988).

Tabel komponen senyawa kimia kulit batang Ki pahit (Picrasma javanica)

No

Senyawa Kimia

Hasil Uji

1

Alkaloid

+

2

Flavonoid

+

3

Saponin

+

4

Tanin

+

5

Kuinon

-

6

Terpenoida

+

7

Kumarin

-

+ : mengandung senyawa yang diuji

- : tidak mengandung senyawa yang diuji

3.2 Peranan Hewan Uji Coba Aktifitas Antimalaria pada Ki Pahit

Peranan hewan uji coba yang dilakukan pada jurnal penelitian “Uji Aktivitas Antimalaria Secara In-Vivo Ekstrak Ki Pahit (Picrasma javanica) Pada Mencit Yang Diinfeksi Plasmodium berghei” oleh Praptwi, Mindarti Harapini dan Chairul pada tahun 2007 digunakan Mencit yang digunakan adalah mencit putih jantan (Musmusculus) dari galur DDY berumur 2-3 bulan dengan berat badan antara 20-30 gram /ekor.

Malaria tidak hanya menyerang pada manusia saja, tetapi pada hewan dan terutama pada mamalia. Penggunaan hewan uji coba dengan mencit ini, dimaksudkan adanya kesamaan pada fisiologi dan struktur pada mamalia umumnya dan pada manusia. Penggunaan pada mencit ini dilakukan perlakuan khusus tersendiri untuk mendapatkan data penelitian yang akurat. Adapun hasil yang diperoleh pada hasil coba pada hewan coba bergantung pada perlakuan yang diberikan. Pada perlakuan mencit ini dilakukan pemberian makanan dan minuman yang berlaku standar adlibitum.

Pada percobaan penelitian yang dilakukan peneliti jurnal yang kami ulas bahwa, setiap perlakuan memiliki efek yang berbeda terhadap mencit sebagai objek penelitian. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh mencit sebagai objek percobaan bergantung pada takaran dan factor-faktor lain yang mempengaruhi akibat yang bisa ditimbulkan oleh mencit

3.3 Dosis Efektifitas Antimalaria terhadap Ekstrak Tanaman Ki Pahit

Pada uji coba penggunaan dosis tunggal dengan ukuran 20mg/Kg BB, dengan masing-masing ekstrak (kulit batang, daun, dan buah) menyatakan bahwa ekstrak kulit batang dan daun dapat menurunkan parasitemia lebih baik dibandingkan ekstrak buah. Penghambatan parasitemia pada ekstrak daun dan kulit batang lebih besar dari pada klorokuin 25 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa daun dan kulit batang lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan P. berghei, sedangkan ekstrak buah tidak mempunyai aktivitas penghambatan parasitemia. Menurut Andrade-Neto et al.(2003) suatu ekstrak dikatakan aktif dalam menurunkan parasitemia apabila ekstrak tersebut dapat menurunkan parasitemia lebih dari 30%. Aktivitas antimalaria pada ekstrak P. javanica diduga disebabkan oleh kandungan alkaloida dan quasinosida.

Pada uji coba yang kedua dilakukan variasi dosis dengan dosis 1, 10, 100 dan 1000 mg/kg BB. Pada dosis 1000 mg/kg BB ternyata mencit mati pada hari ke 3. Peningkatan dosis ekstrak mampu menurunkan tingkat parasitemia lebih baik Pada dosis 100 mg/kg BB terlihat bahwa penurunan parasitemia hampir sama dengan kontrol positif (klorokuin 25 mg/kg BB). Peningkatan dosis ekstrak berarti pula peningkatan konsentrasi bahan aktif yang bersifat antimalaria sehingga dapat mengakibatkan penurunan parasitemia yang lebih baik. Hasil pada penelitian Praptiwi, dkk. Menunjukkan hasilnya diperoleh nilai ED50 ekstrak kulit batang adalah 110. 09 mg/kg BB. Artinya, bahwa dengan pemberian ekstrak pada dosis 110.09 mg/kg BB dapat menurunkan 50% parasitemia. Aktivitas antimalaria pada ekstrak etanol P. javanica kemungkinan disebabkan oleh kandungan alkaloida dan quasinoid.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tanaman Ki pahit (Picrasma javanica) memiliki beberapa kandungan senyawa fungsional sebagai antimalaria diantaranya yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan steroid/triterpenoid. Pada Ekstrak kulit batang Picrasma javanica memiliki efektifitas yang lebih baik dalam menurunkan tingkat parasitemia dibandingkan dengan ekstrak daun dan buah pada pemberian dosis tunggal (20 mg/kg BB). Efektivitas dosis (ED50) ekstrak kulit batang ki pahit adalah 110.09 mg/kg BB.

4.2 Saran

Perlu adanya penelitian dan pempublikasian lebih lanjut tentang penelitian tanaman Ki pahit sebagai senyawa antimalaria beserta cara mekanisme kerja penghambatanya dan dilakukan penelitian yang lebih spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Uji in Vivo Uji Biologi. http://lordbroken.wordpress.com/2011/05/08/pengujian-in-vivo-uji-biologi/. Diakses 1 Oktober 2012

Astuti, Yun. 2009. Laporan: Pembuatan Formula dan uji Aktifitas Obat Antimalaria Berbasis Buah Sirih Menggunakan Teknologi Vacuum Drying. Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan. Jakarta

Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta

Muti’ah, Roihatul. 2012. Aktivitas antimalaria ekstrak batang talikuning (Anamirta cocculus) terhadap mencit jantan galur balb/C yang terinfeksi Plasmodium berghei. Jurnal, Vol.1 no.1. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang

Praptiwi,dkk. 2007. Uji Aktivitas Antimalaria Secara In-Vivo Ekstrak Ki Pahit (Picrasma javanica) Pada Mencit Yang Diinfeksi Plasmodium berghei. Jurnal Biodiversitas. Vol.8.no.2. hal 111-113. LIPI. Bogor

Yusri. 2011. Penyebab Malaria Plasmodium. http://www.kesehatan123.com/1868/penyebab-malaria-plasmodium/. Diakses 1 Oktober 2012

Diposkan 13th January 2014 oleh Ahmad Syarifuddin

Tambahkan komentar

Jan

PERBANDINGAN APLIKASI PENERAPAN REGULASI PANGAN BERSTANDAR PADA MIE INSTAN DAN BIHUN PADA PENERAPAN DI PASARAN TOKO DAN SWALAYAN

TUGAS LAPORAN SURVEY PERBANDINGAN APLIKASI PENERAPAN REGULASI PANGAN BERSTANDAR PADA MIE INSTAN DAN BIHUN PADA PENERAPAN DI PASARAN TOKO DAN SWALAYAN MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU DAN REGULASI PANGAN

Oleh :

Ahmad Syarifuddin (105100100111041)

Kelas : G PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Membandingkan produk BerSNI dan produk Non berSNI, dengan Kriteria SNI

Produk yang kami gunakan dalam perbandingan ini dengan dua produk yang berbeda yang telah memiliki nomer SNI dan produk yang belum ada SNI yang di bandingkan dengan ketentuan SNI yang telah di tetapkan.

Produk non-SNI dengan jenis produk mie instan kering dengan merk “Mie Sedaap sambal goreng” yang dalam kemasan produk belum tercantumnya kode nomer SNI dengan jenis produk bihun dengan merk “Super Bihun” yang telah memiliki dan dicantumkanya di kemasan dengan nomer kode SNInya yaitu 01-2975-1992. Dari kedua produk tersebut merupakan salah satu jenis makanan terpopuler di Indonesia yang di sebut Mie. Dilihat dari bahan dasarnya, Mie dapat dibuat dari berbagai macam jenis tepung, seperti pada umumnya digunakan dengan tepung terigu, tepung beras, tepung kanji, tepung jagung, dll.

Mie Instan

Mie pada umumnya terbuat dari tepung terigu. Tepung terigu berfungsi membentuk struktur mie, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin(prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain air, garam, bahan pengembang, zat warna, bumbu, dan telur. (Widiantoko,2010).

Fungsi penggunaan bahan

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6- 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie serta mengikat air. Garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga mie tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada permukaan mie. Lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng dan kekeruhan saus mie sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan.

Standar Mutu

Persyaratan mutu mie instant, SNI 01-3551-2000, meliputi keadaan (tekstur, aroma, rasa, warna normal/dapat diterima); benda asing tidak ada; keutuhan min. 90% b/b; kadar air (proses penggorengan maks. 10,0% b/b, proses pengerigan maks. 14,5% b/b); kadar protein (M\i dari terigu min. 8,0%, mi dari bukan terigu min. 4,0% b/b) bilangan asam maks. 2 mg KOH/g minyak; cemaran logam (Pb maks. 2,0 mg/kg, Hgmaks 0,05 mg/kg); As maks. 0,5 mg/kg; cemaran mikroba (ALT maks. 0,05 mg/kg);salmonella negatif per 25 g, kepang maks. 1,0 x 10 3koloni/g).

Bihun

Bihun berbahan baku tepung beras yang melalui proses ekstrusi sehingga menjadi lempengan seperti benang. Menurut SNI 01-2975-1992,bihun adalah produk pangan kering yang dibuat dengan beras dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan dan berbentuk khas bihun. .Berikut standar mutu bihun berdasarkan SNI 01-2975-1992:

No.

Kriteria Uji

Satuan

Persyaratan

1.

Keadaan

a. bau

b. rasa

c. warna



Normal

Normal

Normal

2.

Benda asing


Tidak boleh ada

3.

Daya tahan


Tidak hancur jika

direndam dengan air

panas suhu kamar

selama 10 menit

4.

Air

%b/b

Maks 13

5.

Abu

%b/b

Maks 1

6.

Protein (N x 6,25)

%b/b

Min 4

7.

Pemutih dan pematang

Sesuai

SNI 01-0222-1995


8.

Cemaran logam

a. Timbal (Pb)

b. Tembaga (Cu)

c. Seng (Zn)

d. Raksa (Hg)


mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg


Maks 1.0

Maks 10.0

Maks 40.0

Maks 0.005

9.

Arsen (As)

-

-

10.

Cemaran mikroba

Koloni/gram

Maks 1.0 x 106

10.1

Angka lempeng total

APM/gram

Maks 10

10.2

E.coli

Koloni/gram

Maks 1.0 x 104

Uji coba sederhana mutu kedua produk

1.Pengamatan Kemasan dan Organoleptik

Mie atau bihun dikatakan berkualitas apabila mampu memenuhi selera maupun harapan konsumen terhadap produk mie tersebut. Kualitas mie dapat dilihat dengan melakukan evaluasi sensori mie. Secara umum evaluasi mie mencakup 4 hal utama yaitu (Widjatmono, 2004):

 Tekstur

Tekstur yang disukai adalah kenyal dan sedikit keras tetapi mempunyai gigitan yang empuk dan permukaan yang halus. Terdapat beberapa parameter pengujian: kekenyalan, kelengketan, kekerasan, elastisitas,kehalusan permukaan, daya tahan putus.

 Warna

Warna yang disukai adalah: warna putih atau krem untuk mie kering, sedangkan untuk mie instant adalah kuning cerah. Di Filipina dan Amerika selatan menyukai yang warnanya agak kecoklatan.

 Aroma

Aroma yang tidak disukai adalah tepung mentah, berjamur/apek, dan aroma tengik, dan warna umnya pada mie instan dan bihun normal khas masing-masing.

 Rasa

Rasa yang tidak disukai adalah: rasa adonan mentah, rasa tepung,rasa alkali /bersabun, rasa tengik.Ada beberapa hal yang digunakan untuk menyatakan kualitas mie yang ideal, dalam Kusrini (2008) menyatakan bahwa kualitas mie yang ideal adalah kenyal, elastis,halus permukaannya, bersih, dan tidak lengket.

Pada kedua produk yang kami amati, keduanya dikemas secara rapat dan tidak ada kecacatan kemasan. Selain itu dikemasan dicantumkanya nama perusahaan produsen yaitu PT Kuala Pangan untuk “Super Bihun” dan PT. Karunia Alam Segar untuk “Mie Sedaap instan”. Pada kode produksi keduanya belum di temukan kode produksi di kemasan, tetapi kode kadarluarsa telah tercantum.

Untuk criteria empat parameter diatas kedua produk telah sesuai dengan SNI.

2. Uji Derajat Keutuhan

Daya patah adalah sifat fisik yang berhubungan dengan tekanan untuk mematahkan produk. Daya patah mie atau bihun menggambarkan ketahanan mie/ bihun selama penanganan produksi terutama terhadap perlakuan mekanis (Kusrini,2008).

Dari uji perendaman dengan air hangat selama sekitar 10 menit, kedua produk tersebut masih utuh, dan tidak hancur. Dimana kadar air yang rendah akan mampu bertahan lebih kuat dari kehancuran dan lebih keras dan kuat.

4. Uji Daya Tahan Bihun

Secara fisik, bihun memiliki tekstur yang keras sebelum dimasak dan akan menjadi lebih lunak jika setelah dimasak. Hal ini dimungkinkan karena rongga-rongga di dalam bihun digantikan dengan minyak. Akibatnya bihun memiliki tekstur yang lebih lunak (Kusrini, 2008).

Secara singkat kami amati, kedua produk sebelum dimasak, strukturnya keras dengan warna putih pada bihun dan krem pada mie instan, setelah dimasak dengan direndam pada air hangat menjadi lebih lunak dan air rendaman menjadi keruh. Air rendaman tersebut akibat zat-zat pengotor pada produk tersebut.

5. Daya Serap Air

Rasio pengembangan sangat dipengaruhi oleh kemampuan mie dalam menyerap air. Nilai rasio pengembangan yang terlalu tinggi tidak diinginkan karena semakin tinggi rasio pengembangan maka granula pati akan mudah pecah dan menyebabkan kebocoran amilosa. Semakin tinggi hidrasi mie kering maka semakin besar pula nilai rasio pengembangan mie kering (Kusrini, 2008). Gelatinisasi terjadi pada tahap pengukusan (steaming) pada pembuatan mie. Semakin tinggi derajat gelatinisasi maka mie akan memiliki waktu pemasakan yang lebih rendah (semakin instant) (Widjanarko, 2008). Menurut Whistler, et al (1997), suhu gelatinisasi tidak disebutkan secara spesifik melainkan biasa disebutkan dengan cara kisaran suhu. Hal ini dikarenakan tidak semua granula pati mengembang di waktu yang sama. Granula pati yang berukuran besar akan tergelatinisasi terlebih dahulu dibandingkan granula pati yang berukuran lebih kecil. Kandungan amilosa Pada proses pembuatan mie ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti ketersediaan air (Aw), kadar air, dan proses gelatinisasi. Makanan yang dikeringkan atau kering bekukan, yang mempunyai kestabilan pada penyimpanan, biasanya rentang kandungan airnya sekitar 5 sampai 15% (DeMan, 1997).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012.SNIMieInstant.http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/3956.diakses 9 September 2012

Anonim. 2012. SNI Mie Kering.http://foodnutrisys.com/SNI/SNI_Mi_kering_new.pdf. diakses 9 September 2012

Anonim e. 2010. SNI Bihun.http://foodnutrisys.com/SNI/SNI_Bihun_new.pdf. diakses 10 September 2012

De Man, J. M. 1997. Kimia Makanan ITB. Bandung.

Kusrini, Y. 2008.Studi Pembuatan Mie Kering (Kajian proporsi Tepung KasavaTerfermentasi dan Penambahan Gluten Kering).Skripsi. Jurusan TeknologiHasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Unibraw. Malang.

Whistler, R. L. and James N. M. 1997.Carbohydrate Chemistry for food Scientist. Eagen Press. Minnesota-USA.

Widjanarko, Simon B. 2008. Gelatinisasi.

Diposkan 13th January 2014 oleh Ahmad Syarifuddin

Tambahkan komentar

Jan

Bisnis Plan Fruit Cookies

TUGAS TERSTRUKTUR BISNIS PLAN MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN NABATI I “FRUIT COOKIES”

Oleh :

Achmad Alif Yanuari 105100401111025

Ahmad Syarifuddin 105100100111041

Indah Ayu Andina 115100407121003

Khumairoh Kholila 115100407111013

Miptakhul Hudha 105100101111027

Agatha Silvia Belinda 105100100111035

JURUSAN TENOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), profil industri pengguna tepung terigu terbesar di Indonesia adalah sektor UKM sebanyak 30.263 unit dengan volume konsumsi sekitar 59,6 persen. Peringkat kedua adalah industri rumah tangga (10.000 unit) dengan volume 4 persen. Berikutnya, industri besar pengguna tepung terigu (200 unit) dengan volume 31,8 persen. Dan pengguna terakhir, rumah tangga dengan volume 4,6 persen. Dari angka tersebut diketahui bahwa penggunaan tepung terigu di Indonesia mencapai angka yang cukup signifikan di sektor industry besar, UKM maupun industry rumah tangga. Oleh karena itu, permintaan impor atas tepung terigu pun selalu dalam jumlah besar.

Hal tersebut kemudian menjadi permasalahan internal Indonesia dalam bidang pangan. Sehingga diperlukan pemikiran-pemikiran baru untuk mengurangi impor tepung terigu sekaligus menciptakan diversifikasi pangan yang inovatif berbasis pangan lokal.

Jagung merupakan salah satu pangan lokal Indonesia yang tersedia dalam jumlah besar dan beraneka ragam jenisnya. Jagung tersebut dapat diolah menjadi produk setengah jadi berupa tepung jagung. Tepung jagung merupakan butiran butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk setengah jadi lainnya, karena tepung lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih praktis serta mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan (Qanytah, researcher of AIAT Central Java).

Selain itu, terdapat pula limbah industry kelapa berupa ampas kelapa yang masih dapat diolah kembali menjadi produk yang lebih ekonomis. Ampas kelapa dapat diolah menjadi tepung kelapa yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri makanan. Tepung kelapa dapat digunakan dalam produk roti dan kue (bakery) serta permen (confectionery) sebagai pengisi, misalnya dalam permen kacang, biskuit, pai, tekstur pada kue, dan lain-lain. Ampas industri pengolahan kelapa memiliki nilai gizi dan kandungan serat tinggi yang sangat baik bagi kesehatan. Padahal selama ini ampas kelapa hanya dibuang atau dijadikan pakan ternak dengan harga pasar yang sangat rendah (Kailaku, Sari Intan, et al).

Tepung jagung dan tepung ampas kelapa merupakan kombinasi bahan baku melimpah yang dapat digunakan untuk memproduksi produk makanan seperti cookies. Menurut Rosmisari (2006), cookies merupakan salah satu jenis makanan ringan yang diminati masyarakat. Konsumsi rata-rata kue kering di Indonesia adalah 0,40 kg/kapita/tahun.

Cookies adalah kue yang berkadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Untuk membuat kue kering diperlukan bahan pengikat dan pelembut. Bahan pengikat yang digunakan adalah tepung, air, dan telur, sedangkan sebagai bahan pelembut adalah gula, shortening, baking powder, dan kuning telur. Tepung, telur, dan baking powder merupakan komponen penting pada kue kering dan mempengaruhi hasil olahan, terutama sifat fisik dan cita rasa (Matz 1984; Badan Standardisasi Nasional 1993).

Cookies termasuk kue yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki budaya Open House pada saat hari raya Idul Fitri dan biasanya masyarakat Indonesia banyak mengkonsumsi dan membuat cookies tersebut untuk dijadikan suguhan untuk para tamu pada saat Open House Selain itu, produk cookies lebih praktis untuk camilan. Melihat hal ini penulis melihat adanya peluang usaha yang dapat dikembangkan dari cookies tersebut,. Cookies yang akan di buat adalah “cookies fruit” dimana cookies fruit ini memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan daripada cookies fruit ini adalah bentuknya yang unik berbentuk buah. Pendirian usaha akan dilakukan ditengah kota, awal produksi akan dilakukan di Kota Malang, dimana masyarakat kota Malang yang begitu padat ditambah dengan penambahan mahasiswa dari berbagai penjuru kota akan menambah sasaran daripada konsumen. Selain itu, bentuk yang menarik biasanya menarik para mahasiswi untuk lebih tertarik akan produk cookies fruit ini. Harga yang akan diberlakukan untuk konsumen dimulai kisaran 90 ribu per toplesnya. Untuk ukuran toples yang lebih kecil yang cocok untuk para mahasiswa harganya berkisar 45 ribu. Sekitar setengah kali lebih murah dibandingkan harga toples besar.

Cookies ini memiliki kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan cookies yang lainnya, kandungan serat yang tinggi dan karbohidrat kompleks yang baik bagi kesehatan terutama untuk penderita diabetes dengan nilai indeks glikemik rendah dan akan memberikan rasa kenyang. Selain itu Cookies Fruit memiliki kandungan vitamin dan mineral yang lebih tinggi dibandingkan daripada cookies yang lainnya, karena kandungan vitamin dan mineral dari buah-buahan kering yang ditaburkan pada adonan dan adanya isi selai buah menambah aroma dan rasa buah. Sehingga Cookies Fruit merupakan produk makanan ringan yang baik untuk kesehatan dan cocok untuk dikonsumsi oleh semua masyarakat.

1.2 Visi dan Misi Perusahaan

1.2.1 Visi

Peningkatan diversifikasi pangan lokal Indonesia serta membantu mengurangi penggunaan tepung terigu dengan pengembangan produk “Cookies Fruit” yang enak, sehat, dan unik.

1.2.2 Misi

Menciptakan inovasi produk pangan lokal dalam bentuk cookies

Menyediakan camilan yang tidak hanya enak tetapi juga sehat dan unik,

baik dalam acara keluarga maupun acara besar lainnya

Meningkatkan ketertarikan masyarakat atas konsumsi pangan local

Melestarikan sumberdaya alam asli Indonesia

Menciptakan lapangan pekerjaan baru

Membantu mahasiswa memilih alternatif camilan penahan rasa lapar

1.2.3 Logo Perusahaan

Gambar 1. Logo PT. Cokies Expert Indonesia

BAB II

ASPEK PRODUKSI

2.1 Produk

PT. Cokies Expert Indonesia merupakan industry pangan yang bergerak di bidang pengolahan pangan komoditas nabati yaitu pengolahan pangan konsumtif dengan salah satu produk yang dihasilkan dari industry ini berupa kue kering atau biasa dikenal dengan sebutan cookies. Cookiessecara umum merupakan makanan kering yang dibuat dari adonan lunak yang mengandung bahan dasar tepung, pengembang, kadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannnya bertekstur kurang padat. Cookies yang diproduksi oleh PT. Cokies Expert Indonesia memiliki nama “Fruit Cokies” dan dengan nama pasaran “FruCos”.

2.1.1 Spesifikasi Produk

Seperti cookies pada umumnya, “Fruit Cokies” merupakan kue kering yang renyah, tipis, dan datar (gepeng). Sesuai dengan namanya yaitu “Fruit Cokies”, cookies yang diproduksi oleh PT. Cokies Expert Indonesia memiliki beragam bentuk dan warna, diantaranya bentuk strawberi, jeruk, pisang, semangka dan bentuk original dengan bentuk bulatan seperti pada cookies pada umumnya. Ukuran dari “Fruit Cokies” sebesar 8x4 cm dengan tebal 0,7 cm. “Fruit Cokies” bervariasi warna sesuai dengan karakter bentuk cookies berbentuk buah-buahan diantaranya strawberi dengan warna dasar merah berbintik-bintik hitam dan pada bagian atas diberi hiasan daunan bewarna hijau, sedangkan pada bentuk jeruk dengan warna kuning seperti jeruk pada umumnya, pada bentuk pisang dengan perpaduan variasi warna kuning dan sedikit kehijauan pada sisi-sisi pinggirnya dengan bentuk ukuran perbiji. Pada bentuk semangka berbentuk seperti buah semangka dengan warna merah seperti buah kemudia ada warna hijau di bawahnya seperti kulit semangka dengan bintik – bintik hitam sebagai gambaran isi semangka, sedangkan pada bentuk original dengan bentuk bulatan gepeng warna kuning.

Fruit Cokies memiliki keunikan rasa dengan rasa keju yang melimpah di setiap gigitannya dan selai buah di dalamnya. Adanya penambahan kismis pada adonan terbentuk pada setiap bagian permukaan cookies , sehingga akan terasa buah kismis dan didalamnya berisi kesegaran rasa selai buah sesuai bentuk buah sehingga ada perpaduan rasa gurih, asam dan manis yang menambah cita rasa bagi konsumen.

Dalam setiap kemasan “Fruit Cokies” terdiri dari 5 varian bentuk yaitu strawberi, jeruk, pisang, semangka dan bentuk original, setiap varian bentuk terdiri dari dua buah cookies. Sehingga dalam satu kemasan “Fruit Cookies” berisi 10 cookies.

Gambar 1. Aneka bentuk Cokies Fruit (Jeruk, semangka, dan strawbery)

2.1.2 Keunggulan Produk