Perbandingan Alokasi Waktu Kerja Petani Karet Konvensional

Perbandingan Alokasi Waktu Kerja Petani Karet Konvensional
Sebelum dan Setelah Beralih ke Organik
di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan
Richard Pramana, M. Yamin Hasan, Thirtawati
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Jl. Raya Palembang-Prabumulih KM. 32 Indralaya
Abstract. The purpose of this research were 1) to calculate the working time allocation of
conventional rubber farmer at Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village, Musi Banyuasin
District, South Sumatera, 2) to calculate the working time allocation of rubber farmer after changing
to organic at Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village, Musi Banyuasin District, South
Sumatera, 3) to calculate the leisure time of conventional and after changing to organic rubber farmer
at Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village, Musi Banyuasin District, South Sumatera.
The research was conducted in three villages, Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village
of Musi Banyuasin District, South Sumatera. Data collecting process were conducted from January
2014 to September 2014. The results of this research showed that the working time allocation
conventional rubber farmers in Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village is at 234,98
HOK per year. This figure is derived from the cumulative calculation between of men labor, women
labor, and child labor are doing conventional rubber farming. The working time allocation of rubber
farmers after changing to organic in Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village is at
291,30 HOK per year of the total force calculation men labor, women labor, and child labor. This
figure is greater than the working time allocation conventional rubber farmers, amounting 56,31 HOK

per year. The leisure time is available to conventional rubber farmers in Lais Village, North Lais
Village, and Langkap Village amounted 238,92 HOK/year. While the leisure time available to rubber
farmers after changing to organic amounted to 182,60 HOK/year. The difference in the leisure time
due to the addition of organic rubber farming activities in which the activity of making MOL and
reduced pesticide spraying activities in conventional farming.

Key words: working time allocation, rubber, conventional, organic
Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah Tujuan penelitian ini adalah 1) Menghitung besar alokasi
waktu kerja petani karet secara konvensional; 2) Menghitung besar alokasi waktu kerja petani karet
setelah beralih ke organik; 3) Menghitung besar ketersediaan waktu luang petani karet secara
konvensional dan setelah beralih ke organik di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap,
Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Penelitian ini dilakukan di tiga desa yaitu Desa Lais,
Desa Lais Utara, dan Desa Langkap Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dengan
menggunakan metode survei. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan wilayah yang mata pencaharian penduduknya berusaha tani
karet dan dipilih oleh PT. Medco E&P Indonesia Rimau Asset sebagai wilayah yang menjadi
sasaranprogramCorporate Social Responsibility (CSR). Pengumpulan data dilapangan dilaksanakan
pada bulan Januari 2014 hingga September 2014. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan
sekunder dari wawancara langsung dan literatur-literatur penunjang kepustakaan. Metode penarikan
contoh yang digunakan adalah metode acak sederhana (Simple Random Sampling) terhadap populasi

petani karet yang masuk dalam kelompok program budidaya karet organik dari Desa Lais, Desa Lais
Utara dan Desa Langkap.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah alokasi waktu kerja petani karet contoh pada saat
berusahatani secara konvensional di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa langkap adalah sebesar
234,98 HOK per tahun. Angka ini didapat dari perhitungan kumulatif antara tenaga kerja pria, tenaga
kerja wanita, dan tenaga kerja anak yang melakukan usahatani karet konvensional. Alokasi waktu kerja
petani karet contoh setelah beralih melakukan usahatani secara organik di Desa Lais, Desa Lais Utara,
dan Desa Langkap yaitu sebesar 291,30 HOK per tahun dari jumlah perhitungan tenaga kerja pria,
tenaga kerja wanita, dan tenaga kerja anak. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan alokasi waktu

kerja petani karet pada saat melakukan usahatani karet secara konvensional yakni sebesar 56,31 HOK
per tahun. Waktu luang yang tersedia bagi petani karet pada saat berusahatani secara konvensional di
Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap sebesar 238,92 HOK per tahun. Sedangkan waktu luang
yang tersedia bagi petani karetsetelah beralih ke usahatani karet organik adalah sebesar 182,60 HOK
per tahun. Perbedaan jumlah waktu luang tersebut disebabkan karena adanya penambahan kegiatan
pada usahatani karet organik yaitu kegiatan pembuatan MOL serta berkurangnya kegiatan
penyemprotan pestisida pada usahatani konvensional.
Kata kunci : alokasi waktu kerja, karet, konvensional, organik

Peran sektor pertanian yang merupakan dasar bagi kelangsungan pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan diharapkan mampu memberikan pemecahan permasalahan bagi bangsa Indonesia, karena
sektor pertanian mempunyai fungsi yang sangat fundamental bagi pembangunan suatu bangsa.
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah/media tumbuh
lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut
dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi perilaku usaha perkebunan dan masyarakat (Mardia, 2013).
Agribisnis di subsektor perkebunan diprediksi akan semakin menarik pada tahun-tahun
mendatang. Masuknya berbagai perusahaan nasional sebagai investor dan pelaku bisnis menjadi salah
satu pendorong munculnya gairah usaha perkebunan. Di sisi lain, beberapa produk perkebunan
Indonesia, seperti kelapa sawit, kakao, karet, kopi, lada, vanili, kopra, minyak atsiri dan jambu mete,
diakui memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional sehingga peluang produk Indonesia untuk
masuk ke pasar internasional terbuka cukup lebar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013).
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup
internasional dan teristimewa Indonesia. Di Indonesia karet memiliki peran yang sangat besar dalam
bidang perekonomian. Karet tidak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara
yang memiliki areal mencapai ribuan hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Indonesia
pernah menguasai produk karet dunia dengan mengalahkan negara-negara lain dan negara asal tanaman
karet itu sendiri di daratan Amerika Latin (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2004).
Tim Penulis Penebar Swadaya (2008) menyatakan bahwa, perkebunan karet banyak tersebar di
Indonesia. Perkebunan yang besar banyak diusahakan oleh pemerintah serta swasta, sedangkan

perkebunan karet skala kecil pada umumnya dimiliki oleh rakyat. Akan tetapi, jumlah perkebunan karet
ini bila dihimpun akan menghasilkan jumlah yang besar. Dengan demikian, perkebunan rakyat
mempunyai peranan yang cukup menentukan bagi dunia perkaretan nasional.
Sumatera adalah produsen karet terbesar di Indonesia dan masih memiliki peluang peningkatan
produksi dan produktivitas. Pengembangan karet khususnya di Provinsi Sumatera Selatan mengalami
pertumbuhan yang sangat signifikan. Sumatera dapat menghasilkan sekitar 63% dari produksi karet
nasional (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2012). Sumatera Selatan merupakan salah satu
provinsi yang menjadi sentra tanaman karet di Indonesia. Produksi karet di Provinsi Sumatera Selatan
lebih dari 30% dari produksi nasional. Luas areal karet rakyat di Sumatera Selatan juga secara alami terus
meningkat, karena pada sentra perkebunan rakyat, terdapat sekitar 25 sampai 50 orang petani per desa
yang meremajakan atau menanam karet pada setiap musim tanam (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera
Selatan, 2011).
Petani karet yang berada di Sumatera Selatan mengandalkan karet sebagai sumber mata
pencaharian utama dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup mereka dan keluarganya. Perkebunan karet
di Sumatera Selatan tersebar di seluruh kabupaten/kota. Umumnya diusahakan oleh petani dalam skala
kecil (sempit) dengan sistem tradisional. Jika dilihat dari proporsi luasan, kebun karet rakyat tetap
mendominasi, sehingga usaha itu patut diperhitungkan, karena dapat menentukan dinamika perkaretan
Indonesia.
Sistem pertanian yang digunakan selama ini adalah sistem pertanian konvensional dengan
menggunakan pupuk anorganik dan pestisida sintetik belum dapat memecahkan upaya peningkatan

produksi bahkan menimbulkan masalah seperti kerusakan fisik, biologi dan kimia tanah serta resistensi
hama penyakit tertentu dan residu pestisida. Belum lagi mengingat saat sekarang ini nilai dollar yang

cukup tinggi membuat satuan beli saprodi semakin sulit dijangkau petani. Kenaikan pupuk anorganik
hingga 12,5% (Wididana, 1999). Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diambil langkah tepat berupa
sistem pertanian yang menyeluruh dan efisien dengan menggunakan teknologi yang mudah, sederhana
dan mudah diaplikasikan oleh petani. Salah satu pilihan yang tepat adalah menerapkan sistem pertanian
organik dengan menggunakan pupuk organik. Melalui sistem pertanian organik dapat diciptakan sistem
pertanian berkesinambungan karena pada sistem tersebut produk biologis akan didaur ulang menjadi
produk pertanian yang ekonomis pada sistem tanam berikutnya. Disamping itu pada sistem pertanian
organik pengendalian hama penyakit dapat dilakukan secara hayati. Penggunaan pupuk organik mampu
menjadi solusi dalam mengurangi aplikasi pupuk anorganik yang berlebihan dikarenakan adanya bahan
organik yang mampu memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Hadisuwito, 2008). Pupuk
organik merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan
binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan lain
sebagainya. Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan
jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, sehingga kesuburan tanah meningkat
(Yuliarto, 2009).
Berbeda dengan sistem pertanian konvensional menggunakan pupuk anorganik
yang diperoleh petani dengan cara membeli, pada sistem pertanian organik petani dapat menghemat biaya

produksinya dengan mengganti pupuk anorganik yang biasa petani pakai ke pupuk organik yang dapat
dibuat sendiri oleh petani dari bahan-bahan alamiah dan tidak merusak lingkungan. Namun untuk
pengalokasian waktu kerja, petani harus menambah waktu kerjanya yang digunakan untuk membuat
pupuk organik tersebut. Alokasi curahan waktu dan kualitas tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis kelamin,
apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang
pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam. Curahan waktu
bekerja juga menentukan besar kecilnya upah tenaga kerja. Makin lama jam kerja, makin tinggi upah
yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Ketentuan seperti ini tidak berlaku untuk tenaga kerja
profesional yang berpendidikan, berpengalaman dan berketerampilan tinggi. Oleh karena itu pengukuran
tenaga kerja di pedesaan berdasarkan besar-kecilnya curahan jam kerja menjadi lebih penting
(Soekartawi, 2003).
Jenis tenaga kerja ada tiga, yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan
tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak.
Tenaga kerja dapat diukur menurut satuan ukuran kerja yaitu jumlah orang yang bekerja, total hari kerja,
dan jam kerja (Hermanto, 1996).
Perkebunan karet milik rakyat yang berada di Kabupaten Musi Banyuasin sebagian besar
merupakan usahatani karet rakyat yang dikelola secara konvensional dikarenakan kebiasaan petani karet
tersebut menggunakan bahan-bahan kimia seperti pupuk anorganik dan pestisida sintetik dalam
usahataninya. Keterbatasan modal yang dialami para petani menyebabkan pengelolaan karet secara
konvensional ini tidak optimal, sebagian besar petani tidak memupuk sesuai anjuran yang ada. Selain itu

juga pengelolaan karet secara konvensional yang menggunakan bahan-bahan kimia merupakan salah satu
faktor penyebab kerusakan tanah dan rendahnya produksi karet. Oleh karena itu, PT. Medco E&P
Indonesia Rimau Asset dalam program Corporate Social Responsibility (CSR)-nya bekerjasama dengan
Universitas Sriwijaya mengajak petani karet konvensional di Kabupaten Musi Banyuasin untuk mengikuti
program budidaya karet organik yang dilakukan di tiga desa yaitu Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa
Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Kegiatan CSR yang dilakukan oleh
perusahaan sangat beraneka ragam dan dikelompokkan menjadi beberapa isu sosial, antara lain isu
pendidikan, kesehatan, lingkungan dan pelestarian alam, ataupun berbagai bantuan permodalan bagi
masyarakat. Bentuk program CSR PT. Medco E&P Indonesia Rimau Asset ini ialah pemberian informasi
dan pengetahuan melalui pembelajaran serta praktek langsung mengenai teknik budidaya karet secara
benar, membuat pupuk organik dan mengatasi permasalahan perkebunan karet yang ada selama ini.
Adapun tujuan dari program tersebut adalah petani karet dapat menerapkan teknik budidaya karet secara
benar, petani karet dapat membuat pupuk organik sendiri, meningkatkan produksi karet dan
meningkatkan pendapatan petani. Dalam program tersebut kegiatan yang dilakukan adalah pembelajaran
dan praktek langsung pembuatan pupuk organik yang nantinya diharapkan akan menghasilkan sleb
bersih. Dari permasalahan diatas dan program CSR yang dilaksanakan oleh PT. Medco E&P Indonesia

Rimau Asset yang berkerja sama dengan Universitas Sriwijaya tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tantang perbandingan alokasi waktu kerja petani karet konvensional dan setelah

beralih ke organik di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap Kabupaten Musi Banyuasin,
Sumatera Selatan.

METODE
Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa yaitu Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap di
Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi, Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan wilayah yang mata pencaharian
penduduknya dengan berusaha tani karet yang ada di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera
Selatan dan dipilih oleh PT. Medco E&P Indonesia Rimau Asset sebagai wilayah yang menjadi sasaran
program CSR-nya berupa “Program Budidaya Karet Organik”. Penelitian dilakukan pada bulan Januari
2014 sampai dengan bulan September 2014.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode ini
dilakukan dengan cara datang langsung ke lokasi penelitian serta melakukan wawancara kepada petani
karet contoh yang mewakili dari seluruh populasi dengan dituntun oleh daftar pertanyaan (kuisioner).
Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui alokasi waktu kerja petani karet secara
konvensional dan alokasi waktu kerja petani karet secara organik serta untuk mengetahui besaran waktu
luang yang tersedia bagi petani karet contoh.
Metode penarikan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode acak sederhana
(Simple Random Sampling) terhadap populasi petani karet yang masuk dalam kelompok program
budidaya karet organik dari Desa Lais, Desa Lais Utara dan Desa Langkap. Setiap desa terdiri dari 30

petani anggota kelompok, dimana dari 30 petani tersebut diambil 10 petani contoh dari setiap desa yang
aktif mengikuti program itu dan telah menjalankan usatani karet organik. Petani yang dijadikan sampel
adalah petani yang menjalankan kegiatan usahatani karet secara konvensional dan telah beralih ke
organik, petani tersebut adalah petani yang sama. Secara rinci ukuran sampel yang diambil dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Ukuran Sampel yang Diambil dalam Penelitian
Desa
Populasi (Orang)
Petani Contoh (Orang)
I (Lais)
30
10
II (Lais Utara)
30
10
III (Langkap)
30
10
Jumlah
90

30

Persentase (%)
33,33
33,33
33,33
100

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara melakukan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara langsung
kepada petani sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan. Daftar
pertanyaan atau kuisioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai segala sesuatu yang diperlukan
dalam penelitian, seperti luas lahan karet, identitas petani beserta keluarganya, data-data keluarga, alokasi
tenaga kerja pada usahatani karet, alokasi tenaga kerja di luar usahatani, serta keterangan lain yang
dibutuhkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur - literatur yang menunjang kepustakaan dari
permasalahan yang sedang diteliti serta lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Alokasi Waktu Kerja


Tenaga kerja adalah orang dalam usia kerja pada suatu keluarga yang bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya. Tenaga kerja dalam keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
maupun anggota keluarga lain yang menjadi tanggungan petani. Keluarga petani karet contoh di Desa
Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan mengalokasikan
waktu kerjanya ke dalam kegiatan usahatani karet dan kegiatan non usahatani seperti peternak, buruh
bangunan, wirausaha, guru, guru ngaji, wiraswasta, bengkel, dan sopir angdes.
Selain dialokasikan untuk kegiatan usahatani karet dan kegiatan non usahatani, petani dan
keluarganya masih mempunyai waktu yang tersisa di luar dari kedua kegiatan tersebut atau yang sering
disebut sebagai waktu luang. Waktu luang tersebut dapat dimanfaatkan oleh petani beserta keluarganya
untuk berbagai kegiatan yang diinginkan, entah itu hanya sekedar istirahat bersantai di rumah, beribadah,
melakukan kegiatan sosial dengan tetangga sekitar ataupun melakukan kegiatan produktif lainnya yang
dapat menambah penghasilan keluarga petani.
1. Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet
Tenaga kerja yang bekerja pada usahatani karet dalam penelitian ini baik usahatani karet
konvensional maupun usahatani karet organik adalah tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan tenaga
kerja anak. Tenaga kerja pria mempunyai satuan ukur dalam penelitian yaitu sebesar 1 HKP. Sedangkan
untuk tenaga kerja wanita dan tenaga kerja anak dilakukan penyetaraan 1 HKP yaitu sebesar 0,75 HKP
untuk tenaga kerja wanita dan 0,50 HKP untuk tenaga kerja anak.
a. Alokasi Waktu Kerja Pria
Alokasi waktu kerja pria pada usahatani karet konvensional merupakan penggunakan tenaga kerja
pria pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usahatani
karetnya yang telah produktif mulai dari kegiatan pemupukan, penyiangan, penyemprotan pestisida,
pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab. Demikian pula pada usahatani karet organik, alokasi waktu
kerja pria pada usahatani karet organik merupakan penggunakan tenaga kerja pria dalam suatu keluarga
untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usahatani karetnya seperti kegiatan
pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL), pemupukan, penyiangan, pemanenan/penyadapan, dan
pembuatan slab. Tenaga kerja pria dalam suatu keluarga yang bekerja pada usahatani karet konvensional
dan usahatani karet organik ini adalah para petani karet dan juga sebagai kepala keluarga atau suami yang
memiliki kebun karet sendiri sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
keluarganya.
Tenaga kerja pria pada usahatani karet konvensional mengolakasikan waktu kerjanya pada
kegiatan pemupukan rata-rata sebesar 12,04 HOK per tahun atau sebesar 5,46 persen. Kegiatan
penyiangan dilakukan rata-rata sebesar 26,97 HOK per tahun atau sebesar 12,24 persen. Kegiatan
penyemprotan pestisida dilakukan tenaga kerja pria sebesar 0,73 HOK per tahun atau sebesar 0,33 persen.
Untuk kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan sebesar 171,43 HOK per tahun atau sebesar 77,81
persen. Kegiatan pembuatan slab dilakukan tenaga kerja pria sebesar 9,14 HOK per tahun atau sebesar
4,14 persen. Maka total rata-rata alokasi waktu kerja pria pada usahatani karet konvensional sebesar
220,31 HOK per tahun. Sedangkan untuk usahatani karet organik, tenaga kerja pria mengalokasikan
waktu kerja untuk kegiatan pembuatan MOL rata-rata sebesar 34,42 HOK per tahun atau sebesar 14,04
persen. Pada kegiatan pemupukan dilakukan tenaga kerja pria rata-rata sebesar 22,36 HOK atau sebesar
9,12 persen. Untuk kegiatan penyiangan dilakukan tenaga kerja pria sebesar 50,06 HOK per tahun atau
sebesar 20,42 persen. Kegiatan pemanenan/penyadapan dialokasikan sebesar 128,91 HOK per tahun atau
sebesar 52,59 persen. Dan untuk kegiatan pembuatan slab dicurahkan sebesar 9,37 HOK per tahun atau
sebesar 3,82 persen. Jadi total alokasi waktu kerja pria pada usahatani karet organik rata-rata sebesar
245,12 HOK per tahun. Lebih jelas mengenai rincian rata-rata alokasi waktu kerja pria berdasarkan jenis
kegiatan pada usahatani karet konvensional dan organik dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Pria Pada Usahatani Karet Konvensional dan Organik

Usahatani Karet Konvensional
No
Kegiatan
1
2
3
4
5

Penyemprotan
Pemupukan
Penyiangan
Penyadapan
Pembuatan Slab
Jumlah

Rata-rata HOK Persen
(HOK/th)
tase
(%)
0,73
0,33
12,04 26,97
5,46
12,24
171,43
77,81
9,14
4,14
220,31
100,00

Usahatani Karet Organik
Kegiatan
Pembuatan MOL
Pemupukan
Penyiangan
Penyadapan
Pembuatan Slab
Jumlah

Rata-rata
HOK
(HOK/th)
34,42
22,36 50,06
128,91
9,37
245,12

Persen
tase
(%)
14,04
9,12
20,42
52,59
3,82
100,00

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa tenaga kerja pria pada usahatani karet konvensional
lebih banyak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemanenan/penyadapan. Hal itu terjadi
karena kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan selama 5 hari dalam satu minggu atau selama 240 hari
dalam satu tahun, sedangkan kegiatan-kegiatan yang lain tidak mencapai jumlah hari tersebut. Sama
halnya pada tenaga kerja pria usahatani karet organik lebih banyak mengalokasikan waktu kerja pada
kegiatan pemanenan/penyadapan karena kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan sebanyak 4 hari
dalam satu minggu atau 192 hari dalam satu tahun. Sedangkan kegiatan-kegiatan dalam usahatani karet
organik lainnya tidak mencapai hari kerja tersebut. Perubahan angka yang cukup signifikan terlihat pada
kegiatan penyiangan yaitu sebesar 26,97 HOK per tahun pada usahatani karet konvensional dan
meningkat sebesar 50,06 HOK per tahun setelah beralih ke usahatani karet organik, hal ini disebabkan
karena para petani sangat antusias dengan perubahan sistem usahatani karet yang mereka lakukan, jadi
para petani lebih sering merawat kebun karet mereka dengan rutin melakukan kegiatan penyiangan.
b. Alokasi Waktu Kerja Wanita
Alokasi waktu kerja wanita pada usahatani karet konvensional merupakan penggunakan tenaga
kerja wanita pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
usahatani karet keluarganya yang telah produktif. Kegiatan-kegiatan tersebut mulai dari kegiatan
pemupukan, penyiangan, penyemprotan pestisida, pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab.
Demikian halnya pada usahatani karet organik, alokasi waktu kerja wanita merupakan penggunakan
tenaga kerja wanita pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
usahatani karet keluarganya yang telah produktif. Kegiatan-kegiatan tersebut mulai dari kegiatan
pambuatan Mikro Organisme Lokal (MOL), pemupukan, penyiangan, pemanenan/penyadapan, dan
pembuatan slab. Tenaga kerja wanita yang bekerja pada usahatani karet konvensional dan organik ini
adalah istri dari para petani karet yang ikut membantu suaminya menjalankan semua kegiatan usahatani
karet baik konvensional maupun organik.
Pengalokasian waktu kerja pada usahatani karet konvensional untuk kegiatan pemupukan yang
dilakukan oleh tenaga kerja wanita rata-rata sebesar 2,46 HOK per tahun atau sebesar 23,52 persen.
Kemudian kegiatan penyiangan dilakukan rata-rata sebesar 2,04 HOK per tahun atau sebesar 19,56
persen. Untuk kegiatan penyemprotan pestisida dilakukan rata-rata sebesar 0,13 HOK per tahun atau
sebesar 1,23 persen. Tenaga kerja wanita melakukan kegiatan pemanenan/penyadapan rata-rata sebesar
3,93 HOK per tahun atau sebesar 37,62 persen. Dan kegiatan pembuatan slab dilakukan rata-rata sebesar
1,89 HOK per tahun atau sebesar 18,06 persen. Jadi, total alokasi waktu kerja wanita pada usahatani karet
konvensional adalah sebesar 10,44 HOK per tahun. Sedangkan pengalokasian waktu kerja wanita pada
usahatani karet organik untuk kegiatan pembuatan MOL rata-rata sebesar 5,06 HOK per tahun atau
sebesar 12,59 persen. Kegiatan pemupukan dilakukan sebesar 4,50 HOK per tahun atau sebesar 11,20
persen. Pengalokasian waktu kerja wanita untuk kegiatan penyiangan dilakukan rata-rata sebesar 2,20
HOK per tahun atau sebesar 5,48 persen. Kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan rata-rata sebesar
26,00 HOK per tahun atau sebesar 64,73 persen. Dan kegiatan pembuatan slab dilakukan rata-rata sebesar
2,40 HOK per tahun atau 5,97 persen. Total alokasi waktu kerja wanita pada usahatani karet organik rata-

rata sebesar 40,16 HOK per tahun. Untuk lebih jelas mengenai rata-rata alokasi waktu kerja wanita pada
usahatani karet konvensional dan organik dapat dilihat pada Tabel 3. berikut.
Tabel 3. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Wanita Pada Usahatani Karet Konvensional dan Organik
Usahatani Karet Konvensional
Rata-rata
HOK Persen
No
(HOK/th)
tase
Kegiatan
(%)
1
Penyemprotan
0,13
1,23
2
Pemupukan
2,46
23,52
3
Penyiangan
2,04
19,56
4
Penyadapan
3,93
37,62
5
Pembuatan Slab
1,89
18,06
Jumlah
10,44
100,00

Usahatani Karet Organik
Rata-rata
HOK
Kegiatan
(HOK/th)
Pembuatan MOL
5,06
Pemupukan
4,50
Penyiangan
2,20
Penyadapan
26,00
Pembuatan Slab
2,40
Jumlah
40,16

Persen
tase
(%)
12,59
11,20
5,48
64,73
5,97
100,00

Berdasarkan Tabel 3, terlihat tenaga kerja wanita pada usahatani karet konvensional lebih banyak
mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemanenan/penyadapan. Hal tersebut disebabkan karena
hari kerja yang dialokasikan tenaga kerja wanita pada kegiatan pemanenan/penyadapan lebih banyak
dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, yaitu mencapai 165 hari dalam satu tahun untuk tenaga
kerja wanita yang melakukan kegiatan tersebut. Sama halnya dengan usahatani karet organik, tenaga kerja
wanita lebih banyak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemanenan/penyadapan. Hal tersebut
disebabkan karena hari kerja yang dialokasikan tenaga kerja wanita pada kegiatan
pemanenan/penyadapan lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, yaitu mencapai
140 hari dalam satu tahun bagi tenaga kerja wanita yang melakukan kegiatan tersebut.
c. Alokasi Waktu Kerja Anak
Alokasi waktu kerja anak pada usahatani karet konvensional adalah penggunakan tenaga kerja
anak pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usahatani karet
keluarganya yang telah produktif, mulai dari kegiatan pemupukan, penyiangan, penyemprotan pestisida,
pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab. Demikian pula dengan usahatani karet organik, alokasi
waktu kerja anak adalah penggunakan tenaga kerja anak pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan usahatani karet keluarganya yang telah produktif, mulai dari kegiatan
pembuatan MOL, pemupukan, penyiangan, pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab. Tenaga kerja
anak pada usahatani karet konvensional dan organik ini merupakan anak dari para petani karet itu sendiri
yang ikut membantu orang tuanya dalam menjalankan kegiatan usahatani karet. Batasan usia tenaga kerja
anak tersebut berkisar antara usia 5 tahun sampai usia 15 tahun dengan jumlah tenaga kerja anak yang
ikut membantu dalam usahatani karet sebanyak 8 orang anak dari 8 keluarga dari total 30 keluarga petani
karet baik yang menjalankan usahatani karet secara konvensional maupun yang telah beralih ke usahatani
karet organik. Pengalokasian waktu kerja anak berdasarkan jenis kegiatan usahatani karet konvensional
dan usahatani karet organik tersebut akan diuraikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Anak dalam Usahatani Karet Konvensional dan Organik
Usahatani Karet Konvensional
Usahatani Karet Organik
Rata-rata
Persen
Rata-rata
Persen
No
Kegiatan
Kegiatan
HOK
tase
HOK
tase
(%)
(HOK/th)
(HOK/th)
(%)
1
Penyemprotan
0,03
0,67
Pembuatan MOL
1,11
18,52
2
Pemupukan
0,43
10,14
Pemupukan
1,36
22,56
3
Penyiangan
0,69
16,22
Penyiangan
0,91
15,20
4
Penyadapan
2,86
67,57
Penyadapan
2,29
38,00
5
Pembuatan Slab
0,23
5,40
Pembuatan Slab
0,34
5,70

Jumlah

4,23

100,00

Jumlah

6,01

100,00

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa tenaga kerja anak pada usahatani karet konvensional
mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemupukan rata-rata sebesar 0,43 HOK per tahun atau
sebesar 10,14 persen. Untuk kegiatan penyiangan dilakukan tenaga kerja anak rata-rata sebesar 0,69 HOK
per tahun atau sebesar 16,22 persen. Kegiatan penyemprotan pestisida dilakukan tenaga kerja anak ratarata sebesar 0,03 HOK per tahun atau sebesar 0,67 persen. Kemudian kegiatan pemanenan/penyadapan
dilakukan tenaga kerja anak rata-rata sebesar 2,86 HOK per tahun atau sebesar 67,57 persen. Dan untuk
kegiatan pembuatan slab dikerjakan tenaga kerja anak rata-rata sebesar 0,23 HOK per tahun atau sebesar
5,40 persen. Maka total alokasi waktu kerja anak pada usahatani karet konvensional rata-rata sebesar 4,23
HOK per tahun. Sedangkan untuk usahatani karet organik, tenaga kerja anak mengalokasikan waktu
kerjanya pada kegiatan pembuatan MOL rata-rata sebesar 1,11 HOK per tahun atau sebesar 18,52 persen.
Kegiatan pemupukan dilakuakan tenaga kerja anak sebesar 1,36 HOK per tahun atau sebesar 22,56
persen. Untuk kegiatan penyiangan dicurahkan tenaga kerja anak sebesar 0,91 HOK atau sebesar 15,20
persen. Pada kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan rata-rata sebesar 2,29 HOK per tahun atau 38,00
persen. Dan untuk kegiatan pembuatan slab dilakukan sebesar 0,34 HOK per tahun atau sebesar 5,70
persen. Jadi, total alokasi waktu kerja anak pada usahatani karet organik rata-rata sebesar 6,01 HOK per
tahun.
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa tenaga kerja anak pada usahatani karet konvensional lebih
banyak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemanenen/penyadapan. Hal tersebut terbukti
dengan lebih banyaknya hari kerja yang dicurahkan tenaga kerja anak pada kegiatan
pemanenan/penyadapan dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lain, yaitu sebesar 120 hari dalam satu
tahun untuk tenaga kerja anak yang melakukan kegiatan pemanenan/penyadapan. Demikian juga dengan
usahatani karet organik, tenaga kerja anak lebih banyak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan
pemanenan/penyadapan. Hal tersebut terbukti dengan lebih banyaknya hari kerja yang dicurahkan tenaga
kerja anak pada kegiatan pemanenan/penyadapan dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lain, yaitu
sebesar 96 hari dalam satu tahun untuk tenaga kerja anak yang melakukan kegiatan
pemanenan/penyadapan.
d. Total Alokasi Waktu Kerja
Total alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan organik merupakan jumlah
seluruh alokasi waktu kerja yang dicurahkan oleh ketiga tenaga kerja yang ada pada suatu keluarga, yaitu
tenaga kerja pria (petani karet), tenaga kerja wanita (istri petani karet) dan tenaga kerja anak (anak petani
karet) dalam menjalankan usahatani karetnya. Total alokasi waktu kerja pada usahatani karet
konvensional dan organik dapat dilihat secara rinci pada tabel berikut.
Tabel 5. Total Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Usahatani Karet Konvensional dan Organik
Usahatani Karet Konvensional
Rata-rata
Kegiatan
HOK
(HOK/th)
1
Alokasi waktu kerja pria
220,31
2
Alokasi waktu kerja wanita 10,44
3
Alokasi waktu kerja anak
4,23
Jumlah
234,98
N
o

Persen
tase
(%)
93,75
4,44
1,80
100,00

Usahatani Karet Organik
Rata-rata
Kegiatan
HOK
(HOK/th)
Alokasi waktu kerja pria
245,12
Alokasi waktu kerja wanita
40,16
Alokasi waktu kerja anak
6,01
Jumlah
291,30

Persen
tase
(%)
84,15
13,78
2,06
100,00

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional lebih
besar di curahkan oleh tenaga kerja pria yaitu rata-rata sebesar 220,31 HOK per tahun atau sebesar 93,75
persen, dengan total rata-rata alokasi waktu kerja untuk seluruh tenaga kerja sebesar 234,98 HOK per
tahun. Alokasi waktu kerja pada usahatani karet organik juga lebih besar dicurahkan oleh tenaga kerja
pria yaitu rata-rata sebesar 245,12 HOK per tahun atau sebesar 84,15 persen, dengan total rata-rata alokasi

waktu kerja untuk seluruh tenaga kerja sebesar 291,30 HOK per tahun. Hal ini disebabkan karena tenaga
kerja pria mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang besar untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya. Lain halnya dengan tenaga kerja wanita dan tenaga kerja anak, mereka hanya sekedar
membantu pekerjaan tenaga kerja pria agar kegiatan usahatani karet dapat dijalankan dengan mudah dan
cepat. Untuk mengetahui persentase alokasi waktu kerja petani karet baik pada usahatani karet
konvensional maupun usahatani karet organik digambarkan pada diagram pie berikut.

Gambar 1. Persentase Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Konvensional
Gambar 1 tersebut terlihat jelas bahwa alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional
paling banyak dicurahkan oleh tenaga kerja pria yaitu sebesar 93,75 persen. Hal ini menunjukan bahwa
tenaga kerja pria memiliki peranan yang sangat besar demi kelancaran dan keberhasilan dalam
menjalankan usahatani karet konvensional. Sedangkan tenaga kerja wanita mencurahkan waktu kerjanya
hanya sebesar 4,44 persen dan untuk tenaga kerja anak yang paling sedikit mencurahkan waktu kerjanya
yaitu sebesar 1,80 persen.

Gambar 2. Persentase Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Organik
Berdasarkan gambar 2., diketahui bahwa alokasi waktu kerja pada usahatani karet organik masih
didominasi oleh tenaga kerja pria yaitu sebesar 84,15 persen. Namun, sedikit berkurang dibandingkan
dengan alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional karena pada usahatani karet organik tidak
lagi melakukan kegiatan penyemprotan pestisida dan berkurangnya hari kerja pada kegiatan penyadapan
yaitu dari 5 hari kerja dalam 1 minggu (pada saat usahatani karet konvensional) menjadi 4 hari kerja
dalam 1 minggu. Sedangkan alokasi waktu kerja wanita dan anak mengalami peningkatan yaitu sebesar

13,78 persen untuk tenaga kerja wanita dan sebesar 2,06 persen untuk tenaga kerja anak. Hal ini
disebabkan karena tenaga kerja wanita dan tenaga kerja anak sangat antusias terhadap perubahan sistem
pertanian pada usahatani karet keluarga mereka sehingga mereka lebih rutin merawat kebun karet.
e. Perbandingan Alokasi Waktu Kerja Usahatani Karet Konvensional dan Organik
Perbandingan alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan organik dilakukan
menggunakan tabulasi dan dijelaskan secara deskriptif. Melalui perbandingan alokasi waktu kerja
usahatani karet konvensional dan organik ini dapat diketahui berapa besar perbedaan waktu kerja yang
dicurahkan petani contoh terhadap perubahan teknologi usahatani tersebut yang mereka terapkan. Berikut
Tabel 6 menjalaskan tentang perbandingan curahan waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan
organik.
Tabel 6. Perbandingan Alokasi Waktu Kerja Usahatani Karet Konvensional dan Organik
No Jenis Usahatani
Alokasi waktu kerja (HOK/thn)
Persentase (%)
1
Usahatani Karet Konvensional
234,98
44,64
2
Usahatani Karet Organik
291,30
55,36
Perbandingan
56,31
10,70
Berdasarkan Tabel 6. di atas dapat dilihat bahwa rata-rata alokasi waktu kerja petani contoh pada
usahatani karet konvensional adalah sebesar 234,98 HOK per tahun. Sedangkan rata-rata alokasi waktu
kerja petani contoh pada usahatani karet organik adalah sebesar 291,30 HOK per tahun. Dari tabel di atas
juga dapat dilihat bahwa terdapat perbandingan sebesar 56,31 HOK per tahun atau persentasenya sebesar
10,70 persen. Adanya perbedaan alokasi waktu kerja antara usahatani karet organik dan usahatani karet
konvensional ini disebabkan karena petani contoh usahatani karet organik lebih banyak mengalokasikan
waktu kerjanya dibandingkan petani contoh usahatani karet konvensional yakni dengan penambahan
kegiatan pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL) pada usahatani karet organik serta berkurangnya
kegiatan penyemprotan pestisida. Pembuatan MOL itu sendiri dikerjakan selama kurang lebih 52 hari
dalam satu tahun untuk 3 kali pembuatan MOL dan menggunakan bahan-bahan alami yang biasa ada di
lingkungan sekitar, seperti bongkol pisang, buah maja, gula merah, sayur busuk, dan lain-lain.
2. Alokasi Waktu Kerja Keluarga pada Kegiatan di Luar Usahatani
Alokasi waktu kerja yang dicurahkan petani karet konvensional beserta istrinya tidak hanya pada
usahatani karet saja melainkan digunakan juga untuk kegiatan di luar usahatani. Alokasi waktu kerja yang
digunakan untuk kegiatan di luar usahatani ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya
meningkatkan pendapatan total rumah tangga petani contoh.
Petani contoh tidak hanya mengandalkan pendapatannya pada sektor usahatani karet saja,
melainkan dapat mengandalkan juga dari sektor di luar usahatani. Kegiatan di luar usahatani ini
merupakan pengalokasian waktu kerja yang belum terpakai secara optimal oleh keluarga petani contoh.
Adapun pekerjaan yang dilakukan oleh petani contoh dan keluarganya di luar usahatani karet adalah
sebagai, peternak, buruh bangunan, wirausaha (warung), guru, guru ngaji, wiraswasta, buruh PT. Medco,
dan sopir angdes. Rincian jenis pekerjaan dan rata-rata alokasi waktu kerja keluarga pada kegiatan di luar
usahatani dapat dilihat pada Tabel 7..
Tabel 7. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Keluarga pada Kegiatan di Luar Usahatani
No Tenaga Kerja
JO
JK
HK
1
Pria
0,29
1,82
53,79
2
Wanita
0,20
1,53
52,80
Jumlah

HOK/th
39,50
51,00
90,50

Berdasarkan Tabel 7, alokasi waktu kerja keluarga pada kegiatan di luar usahatani tidak
dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang ada pada kegiatan usahatani, ini berarti jumlah alokasi
waktu kerja keluarga di luar usahatani ini tetap, yaitu rata-rata sebesar 39,50 HOK per tahun untuk tenaga
kerja pria dan untuk tenaga kerja wanita rata-rata sebesar 51,00 HOK per tahun. Dari hasil penelitian, dari
sembilan jenis pekerjaan di luar usahatani yang dilakukan oleh keluarga petani contoh tersebut, jenis
pekerjaan yang memiliki alokasi waktu kerja yang paling tinggi adalah pekerjaan wirausaha. Sedangkan
jenis pekerjaan yang memiliki alokasi waktu kerja yang paling kecil adalah pekerjaan guru ngaji.
a. Total Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Konvensional dan di Luar Usahatani
Waktu kerja yang dialokasikan oleh para petani contoh beserta anggota keluarganya pada
penelitian ini tidak hanya dialokasikan dalam kegiatan usahatani karet konvensional saja, akan tetapi juga
memanfaatkan waktu kerjanya pada kegiatan produktif di luar usahatani. Kegiatan produktif di luar
usahatani itu antara lain seperti peternak, buruh bangunan, wirausaha, guru ngaji, bengkel, guru, buruh
PT. Medco, wiraswasta, dan supir angdes. Adapun rata-rata total besaran alokasi waktu kerja pada
usahatani karet konvensional dan di luar usahatani dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Rata-rata Total Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Konvensional
Tenaga Kerja (HOK/th)
No Kegiatan
Pria
Wanita
Anak-anak
Jumlah
(HOK/th)
1
Karet Konvensional
220,31
10,44
4,23
234,98
2
Luar Usahatani
39,50
51,00
0,00
90,50
Jumlah
259,81
61,44
4,23
325,48

Persentase
(%)
72,20
27,80
100,00

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa petani contoh beserta anggota keluarganya lebih banyak
mengalokasikan waktu kerja untuk usahatani karet konvensional rata-rata sebesar 234,98 HOK per tahun
atau sebesar 72,20 persen. Sedangkan untuk kegiatan di luar usahatani dialokasikan rata-rata sebesar
90,50 HOK per tahun atau sebesar 27,80 persen, maka total alokasi waktu kerja pada usahatani karet
konvensional ditambah dengan alokasi waktu kerja di luar usahatani adalah rata-rata sebesar 325,48 HOK
per tahun.
b. Total Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Organik dan di Luar Usahatani
Waktu kerja yang dialokasikan oleh para petani karet organik beserta anggota keluarganya tidak
hanya dialokasikan dalam kegiatan usahatani karet organik saja, akan tetapi juga memanfaatkan waktu
kerjanya pada kegiatan produktif di luar usahatani. Kegiatan produktif di luar usahatani itu antara lain
seperti peternak, buruh bangunan, wirausaha, guru ngaji, bengkel, guru, buruh PT. Medco, wiraswasta,
dan supir angdes. Adapun rata-rata total besaran alokasi waktu kerja pada usahatani karet organik dan di
luar usahatani dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Rata-rata Total Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Organik
Tenaga Kerja (HOK/th)
No Kegiatan
Pria
Wanita
AnakJumlah
Anak
(HOK/th)
1
Karet Organik
245,12
40,16
6,01
291,30
2
Luar Usahatani
39,50
51,00
0,00
90,50
Jumlah
284,62
91,16
6,01
381,80

Persentase
(%)
76,30
23,70
100,00

Berdasarkan Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa petani contoh beserta anggota keluarganya lebih
banyak mengalokasikan waktu kerja untuk usahatani karet organik rata-rata sebesar 291,30 HOK per
tahun atau sebesar 76,30 persen. Sedangkan untuk kegiatan di luar usahatani dialokasikan rata-rata

sebesar 90,50 HOK per tahun atau sebesar 23,70 persen, maka total alokasi waktu kerja pada usahatani
karet organik ditambah dengan alokasi waktu kerja di luar usahatani adalah rata-rata sebesar 381,80 HOK
per tahun.
3. Alokasi Waktu Luang
a. Alokasi Waktu Luang pada Usahatani Karet Konvensional
Pemanfaatan alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan di luar usahatani dengan
mengalokasikan tenaga kerja yang ada dalam keluarga yang telah dilakukan oleh petani contoh beserta
keluarganya masih mempunyai waktu luang yang produktif yang sebenarnya masih bisa dimanfaatkan
untuk kegiatan lainnya. Suratiah (2011) menyatakan bahwa, potensi kerja merupakan rata-rata waktu
kerja yang seharusnya dapat dimanfaatkan dengan sebaiknya oleh keluarga petani untuk dapat menambah
pendapatan total keluarga rumah tangga. Tabel 10 berikut menjelaskan potensi kerja keluarga serta waktu
luang yang masih dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif.
Tabel 10. Rata-Rata Potensi Kerja, Alokasi Waktu Kerja, dan Perhitungan Waktu Luang pada Usahatani
Karet Konvensional
No Kegiatan
Potensi Kerja (HKP/thn)
Total (HKP/thn)
Waktu
Luang
1
Usahatani Karet Konvensional
234,98
2
Di luar Usahatani
90,50
Jumlah
564,40
325,48
238,92
Keterangan :
Potensi kerja pria
Potensi kerja wanita
Potensi kerja anak

: 300 HKP/th
: 226 HKP/th
: 144 HKP/th

Perhitungan waktu luang pada suatu keluarga petani didapat dengan cara pengurangan jumlah
potensi kerja yang ada dalam keluarga petani tersebut dikurang dengan total hari kerja yang dialokasikan
seluruh tenaga kerja keluarga, baik pada kegiatan usahatani karet konvensional maupun pada kegiatan di
luar usahatani. Tabel 4.17 di atas menjelaskan rata-rata potensi kerja untuk semua kegiatan usahatani dan
di luar usahatani sebesar 564,40 HKP per tahun. Perhitungan potensi kerja ini didapat dari penjumlahan
seluruh tenaga kerja produktif pada suatu keluarga petani dalam satu tahun dengan asumsi tenaga kerja
pria memiliki potensi kerja sebesar 300 HKP/tahun, tenaga kerja wanita mempunyai potensi kerja sebesar
226 HKP/tahun, dan tenaga kerja anak memiliki potensi kerja sebesar 144 HKP/tahun. Dan alokasi
tenaga kerja yang telah digunakan untuk kegiatan produktif rata-rata sebesar 325,48 HKP per tahun.
Sedangkan waktu luang keluarga petani contoh yang tersisa rata-rata sebesar 238,92 HKP per tahun.
Waktu luang merupakan waktu yang tersedia di luar waktu yang dicurahkan untuk kegiatan
produktif sehari-hari petani contoh beserta keluarganya. Pada usahatani karet konvensional ini waktu
luang yang tersedia sebesar 238,92 HKP per tahun membuktikan bahwa waktu luang yang tersedia masih
cukup banyak untuk digunakan pada kegiatan-kegiatan lain seperti kegiatan keagamaan, kegiatan adat
istiadat, kegiatan mengurus rumah tangga, kegiatan sosial, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Namun jika
waktu luang yang tersedia tersebut masih tersisa, dapat pula digunakan untuk melakukan kegiatan yang
lebih produktif yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan keluarga petani contoh.
b. Alokasi Waktu Luang pada Usahatani Karet Organik
Pemanfaatan alokasi waktu kerja pada usahatani karet organik dan di luar usahatani dengan
mengalokasikan tenaga kerja yang ada dalam keluarga yang telah dilakukan oleh petani contoh beserta
keluarganya masih mempunyai waktu luang yang produktif yang sebenarnya masih bisa dimanfaatkan
untuk kegiatan lainnya. Perhitungan waktu luang pada suatu keluarga petani didapat dengan cara
pengurangan jumlah potensi kerja yang ada dalam keluarga petani tersebut dikurang dengan total hari

kerja yang dialokasikan seluruh tenaga kerja keluarga, baik pada kegiatan usahatani karet organik maupun
pada kegiatan di luar usahatani. Tabel 3.10 berikut menjelaskan potensi kerja keluarga serta waktu luang
yang masih dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif.
Tabel 11. Rata-Rata Potensi Kerja, Alokasi Waktu Kerja, dan Perhitungan Waktu Luang pada Usahatani
Karet Organik
No Kegiatan
Potensi Kerja
Total (HKP/thn)
Waktu
(HKP/thn)
Luang
1
Usahatani Karet Organik
291,30
2
Di luar Usahatani
90,50
Jumlah
Keterangan :
Potensi kerja pria
Potensi kerja wanita
Potensi kerja anak

564,40

381,80

182,60

: 300 HKP/th
: 226 HKP/th
: 144 HKP/th

Tabel 11 menjelaskan rata-rata potensi kerja untuk semua kegiatan usahatani dan di luar
usahatani sebesar 564,40 HKP per tahun. Perhitungan potensi kerja ini didapat dari penjumlahan seluruh
tenaga kerja produktif pada suatu keluarga petani dalam satu tahun dengan asumsi tenaga kerja pria
memiliki potensi kerja sebesar 300 HKP/tahun, tenaga kerja wanita mempunyai potensi kerja sebesar 226
HKP/tahun, dan tenaga kerja anak memiliki potensi kerja sebesar 144 HKP/tahun. Alokasi tenaga kerja
yang telah digunakan untuk kegiatan produktif rata-rata sebesar 381,80 HKP per tahun. Sedangkan waktu
luang keluarga petani contoh yang tersisa rata-rata sebesar 182,60 HKP per tahun.
Waktu luang merupakan waktu yang tersedia di luar waktu yang dicurahkan untuk kegiatan
produktif sehari-hari petani contoh beserta keluarganya. Pada usahatani karet organik ini waktu luang
yang tersedia sebesar 182,60 HKP per tahun membuktikan bahwa waktu luang yang tersedia masih cukup
banyak untuk digunakan pada kegiatan-kegiatan lain seperti kegiatan keagamaan, kegiatan adat istiadat,
kegiatan mengurus rumah tangga, kegiatan sosial, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Namun jika waktu
luang yang tersedia tersebut masih tersisa, dapat pula digunakan untuk melakukan kegiatan yang lebih
produktif yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan keluarga petani contoh.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Alokasi waktu kerja petani karet yang berusahatani secara konvensional di Desa Lais, Desa Lais
Utara, dan Desa Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan adalah rata-rata sebesar
234,98 HOK per tahun.
2. Alokasi waktu kerja petani karet setelah beralih ke usahatani organik di Desa Lais, Desa Lais Utara,
dan Desa Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan yaitu rata-rata sebesar 291,30 HOK
per tahun. Maka selisih antara alokasi waktu kerja petani karet yang berusahatani secara konvensional
dengan petani karet setelah beralih ke usahatani organik adalah sebesar 56,31 HOK per tahun.
3. Waktu luang yang tersedia bagi petani karet konvensional di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa
Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan yaitu sebesar 238,92 HOK per tahun.
Sedangkan waktu luang yang tersedia bagi petani karet setelah beralih ke organik lebih kecil
dibandingkan dengan waktu luang bagi petani karet konvensional yakni sebesar 182,60 HOK per
tahun.
Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Alokasi waktu kerja yang dicurahkan oleh petani karet baik pada saat usahatani karet konvensional
maupun setelah beralih ke usahatani karet organik sudah cukup baik, namun akan lebih baik lagi jika
tenaga kerja wanita (istri dari petani karet) yang tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi ibu
rumah tangga dapat turut membantu petani karet dalam menjalankan usahatani karet keluarganya agar
waktu yang dicurahkan untuk kegiatan-kegiatan dalam usahatani karet lebih efektif dan mempermudah
petani karet menjalankannya.
2. Waktu luang yang tersedia bagi para petani karet baik pada saat usahatani karet konvensional maupun
setelah beralih ke usahatani karet organik sebaiknya lebih dapat dimanfaatkan oleh petani pada
kegiatan-kegiatan produktif lainnya guna menambah pendapatan petani yang nantinya dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
3. Melihat perkembangan usahatani karet secara organik ini yang menunjukan hasil positif bagi para
petani, seharusnya pemerintah lebih mendukung program ini dalam penggunaan pupuk organik pada
tanaman-tanaman karet rakyat agar lateks yang dihasilkan dari tanaman karet rakyat tersebut lebih
berkualitas dan dapat meningkatkan pendapatan para petani itu sendiri, serta sangat baik untuk
lingkungan sekitar karena pupuk organik dapat memperbaiki unsur-unsur hara yang rusak di dalam
tanah akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang berlebihan sebelumnya.
4. Bagi peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian pada tema yang sama, disarankan untuk
meneliti seberapa besar peran keluarga dalam keberhasilan perubahan teknologi usahatani karet
konvensional ke usahatani karet organik.

DAFTAR RUJUKAN
[1].

Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan. 2011. Arah Dan Kebijakan Jangka Panjang
Pembangunan Perkebunan Sumatera Selatan 2020. Sumatera Selatan.
[2]. ____________