Dampak program sistem integrasi tanaman ternak terhadap alokasi waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani

(1)

TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN

PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI

DISERTASI

ATIEN PRIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRACT

ATIEN PRIYANTI. Impact of Crop Livestock System Program on the Allocation of Working Time, Income and Expenditures of Household Farmers. BONAR M. SINAGA as Chairman, YUSMAN SYAUKAT and SRI UTAMI KUNTJORO as Members of the Advisory Committee.

Integrated crop livestock system program with special reference to rice field and beef cattle is a potential alternative to support the development of agriculture sector in Indonesia. The implementation on this integrated program was to enhance rice production and productivity through a system involving beef cattle with its goal on increasing farmers’ income.

The impact of integrated crop livestock systems program to household economy farmers was studied in order to identify factors that tend to affect farmer’s decision into adoption of the crop livestock system program. The study also analyze factors influencing behavior of farmer’s decision-making along with its interrelation between decisions as well as with the impact of changes due to the internal and external policy options.

Five districts in the province of DIY, Central Java and East Java were purposively used in the study with 274 farmers divided into two groups, farmers involved in the program and farmers does not include in the program. Logistics binary regression was used to analyze farmer’s decision of the adoption integrated program. Simultaneous equations model with 2SLS method was used to estimate the parameter, followed by the non-linear simulation analysis.

The results show that beef cattle farming is tend to influence farmer’s decision to adopt the program along with the involvement of farmer’s organization. Results on the simulation show that a combination of a 10 percent increase on outputs price and production inputs price will increase most of the economy activity of the household farmer’s integrated program, hence will increase total household income. In general, farmers of non integrated program perform less than that of integrated farmers on working time allocation, income contribution and expenditures allocation.

The conclusion of the study is the need for policy option on the regulation of output price combine with input price to increase farmers’income, in which household farmers behavior is more responsive to output price compare to the input price.

Key words: Household economics, crop livestock systems, working time, income, expenditures


(3)

terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Petani. BONAR M. SINAGA, sebagai Ketua, YUSMAN SYAUKAT dan SRI UTAMI KUNTJORO sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Program sistem integrasi tanaman-ternak merupakan salah satu alternatif yang potensial dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman pangan (beras) nasional yang terintegrasi dengan usahaternak sapi potong serta dapat meningkatkan pendapatan petani.

Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan untuk mengetahui dampak ekonomi dari keluarga petani yang menerapkan program sistem integrasi tanaman ternak serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan program tersebut. Penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani dan keterkaitan antar keputusan serta dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap ekonomi rumahtangga petani pada sistem integrasi tanaman-ternak.

Penelitian dilakukan di lima kabupaten, yakni Sleman dan Bantul, DIY; Sragen dan Grobogan, Jawa Tengah, serta Bojonegoro di Jawa Timur, terhadap 274 petani yang terbagi menjadi petani peserta program integrasi dan petani non program. Model regresi logistik dipergunakan untuk mengetahui kecenderungan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengadopsi program tersebut. Model persamaan simultan 2SLS dan analisis simulasi dilakukan pada studi ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha ternak sapi dan keikutsertaan petani dalam organisasi pertanian cenderung merupakan faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kombinasi kenaikan harga output dan harga input memberikan dampak yang positif bagi alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani. Petani non program menunjukkan kinerja ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan petani program sistem integrasi tanaman-ternak. Kebijakan pengaturan harga output dan harga input diperlukan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, dimana harga output lebih memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan perubahan harga input produksi.

Kata Kunci: Ekonomi rumahtangga, sistem integrasi tanaman ternak, alokasi waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran


(4)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

“DAMPAK PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN

PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI”

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

Atien Priyanti NRP: A 546010191


(6)

DAMPAK PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN

PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI

ATIEN PRIYANTI

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI

Nama : Atien Priyanti

Nomor Pokok : A 546010191

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Ketua

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc. Prof. Dr. Ir.Sri Utami Kuntjoro, MS.

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1960 di Bogor, puteri ke empat dari delapan bersaudara dari ayah R.M. Soedaryo, B.E. (alm) dan ibu RNgt. Siti Martini. Penulis menikah pada tahun 1990 dengan Ir. Agus Suwignyo dan dikaruniai seorang putra, Wanda Tirta Suwignyo.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan Bogor pada tahun 1972. Pada tahun 1975 penulis menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Budi Mulia, Bogor, dan tahun 1979 menyeleseikan pendidikan menengah atas di SMA Stella Duce, Yogyakarta. Pada tahun 1985 penulis menyeleseikan program sarjana di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada tahun 1990, melalui beasiswa dari Winrock International, penulis memiliki kesempatan untuk melanjutkan program S2 di University of Arkansas at Fayetteville, USA pada Department of Agricultural Economics. Tahun 2001, dengan biaya sendiri penulis melanjutkan studi S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis adalah peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor sejak tahun 1987. Penelitian dalam bidang ekonomi peternakan banyak dilakukan oleh penulis baik untuk komoditas tunggal maupun sistem usahatani terpadu. Penulis secara aktif terlibat pada beberapa kegiatan kerjasama dengan internasional, seperti Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) dan International Livestock of Research Institute (ILRI). Penulis juga tergabung dalam tim analisis kebijakan untuk komoditas peternakan.


(9)

SWT, karena hanya atas limpahan rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyeleseikan penulisan disertasi ini. Disertasi ini mengulas Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Petani. Kajian ini menekankan pada perilaku ekonomi rumahtangga petani yang tergabung dalam program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi program tersebut.

Penulis sangat menyadari bahwa disertasi ini dapat terseleseikan dengan baik berkat arahan, bantuan dan dorongan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A., selaku ketua Komisi Pembimbing yang

dengan segala dedikasi dan antusiasmenya dalam memberikan semangat untuk tidak putus asa menjadi nilai tersendiri bagi penulis.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec., sebagai anggota Komisi Pembimbing yang

dengan ketelitian dan kecermatannya dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam bagi penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Sri Utami Kuntjoro, M.S., sebagai anggota Komisi Pembimbing

yang dengan kesabarannya memberikan suasana nyaman bagi penulis.

4. Prof (R) Dr. Ir. Achmad Suryana, MSc., selaku Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian yang telah memberikan ijin dan dukungan moril untuk dapat menyeleseikan studi ini secepatnya.


(10)

ii

5. Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, MS., selaku Penguji Luar Komisi yang dengan

tulusnya telah memberikan masukan dan saran bermanfaat bagi penyempurnaan disertasi ini, utamanya dalam aspek implikasi kebijakan bagi pembangunan pertanian sistem integrasi di masa yang akan datang.

6. Dr. Ir. I-Wayan Rusastra, selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan masukan dan saran konstruktif dalam penyempurnaan disertasi ini, utamanya dalam hal strategi ke depan untuk pembangunan pertanian, khususnya sistem integrasi tanaman-ternak.

7. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS., selaku Penguji Luar Komisi saat Ujian

Tertutup yang telah memberikan kritik serta masukan dan saran berharga demi memperoleh hasil yang lebih baik dari disertasi ini.

8. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Dr. Abdullah

Bamualim atas dukungannya bagi penulis.

9. Mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Prof. (R)

Kusuma Diwyanto dan Dr. Ismeth Inounu atas ijin dan pengertiannya bagi penulis untuk melanjutkan studi ini sehingga tidak dapat bekerja dengan optimal pada saat tersebut. Dukungan moril yang diberikan secara tulus tanpa pamrih sangat dirasakan bagi penulis dalam mendorong untuk melanjutkan studi ini sampai ke jenjang akademik yang paling tinggi.

10. Ketua Program Studi dan semua dosen pada Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan selama mengikuti kegiatan akademis.


(11)

iii

11. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian provinsi DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dengan segala ketulusannya membantu penulis dalam proses pengumpulan data.

12. Dr. Andi Djajanegara (alm) yang tiada henti-hentinya memberikan semangat

kepada penulis untuk selalu terus berjuang meraih cita-cita dengan tetap membina jejaring kekeluargaan.

13. Minat kebersamaan dan antusiasme teman-teman yang merupakan sumber

semangat yang tiada habisnya bagi penulis, khususnya bagi angkatan 2001 dan teman-teman angkatan 2000 dan 2002 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Demikian pula halnya dengan teman-teman sejawat di kantor lingkup Puslitbang Peternakan.

14. Ir. Agus Suwignyo dan Wanda Tirta Suwignyo, suami dan ananda tercinta

yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil atas segala pengertian dan pengorbanannya bagi penulis.

15. Keluarga besar Soedaryo dan Goenawan Wignyowihardjo atas segala

dukungan doa dan restunya.

Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu disini, penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Karya ini merupakan upaya terbaik penulis, namun tiada gading yang tak retak, tentu masih banyak kekurangannya. Saran dan kritik yang konstruktif demi penyempurnaan disertasi ini sangat penulis harapkan, dan semoga karya ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Agustus 2007


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 4

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……….. 7

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ……… 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 11

2.1. Pengalaman Empiris ………. 11

2.2. Ekonomi Rumahtangga Petani ………. 15

2.3. Studi Empiris Model Ekonomi Rumahtangga ………. 19

2.3.1. Studi di Asia, Amerika Latin dan Afrika ………... 19

2.3.2. Studi di Indonesia ... 24

2.3.2.1. Rumahtangga Petani Tanaman Pangan ……….. 24

2.3.2.2. Rumahtangga Industri Kecil dan Menengah …. 28 2.3.2.3. Rumahtangga Nelayan ………... 29

III. KERANGKA TEORI ………... 31

3.1. Kerangka Konseptual ……… 31

3.2. Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ………... 33

3.3. Model Umum Ekonomi Rumahtangga ………... 34

3.4. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ... 45 3.5. Model Rekursif dan Non Rekursif ... 48

3.5.1. Model Rekursif ... 48


(13)

iv

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 61

4.1. Lokasi Penelitian ………... 61

4.2. Data dan Metoda Pengambilan Contoh ……… 61

4.3. Perumusan Model ………. 62

4.3.1. Model Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak …….. 63

4.3.2. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak……….. 65 4.3. 2.1. Produksi Tanaman-Ternak ………. 66

4.3.2.2. Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja ………. 72

4.3.2.2.1. Penggunaan tenaga kerja ………. 72

4.3.2.2.2. Curahan tenaga kerja ………... 74

4.3.2.3. Sarana Produksi Usahatani ………. 75

4.3.2.4. Biaya Produksi ……… 80

4.3.2.5. Pendapatan Rumahtangga Petani ……… 80

4.3.2.6. Konsumsi ……… 82

4.3.2.7. Surplus Pasar ……….. 84

4.3.2.8. Investasi ……….. 84

4.3.2.9. Tabungan ... 86

4.3.2.10. Kredit Usahatani ……… 86

4.4. Identifikasi Model ………. 87

4.5. Metode Pendugaan ……… 88

4.6. Validasi Model ………. 89

4.7. Simulasi Kebijakan ………... 92

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK ... 94 5.1. Keadaan Umum Wilayah ……….. 94

5.1.1. Kabupaten Sleman ………. 94

5.1.2. Kabupaten Bantul ………... 95

5.1.3. Kabupaten Sragen ……….. 96

5.1.4. Kabupaten Grobogan ………. 97

5.1.5. Kabupaten Bojonegoro ……….. 98


(14)

v

5.3. Penguasaan Sumberdaya Pertanian ………... 101

5.4. Produksi ………... 103

5.5. Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja ………... 106

5.6. Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan ………... 110

5.7. Pengeluaran ... 114

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN

TERNAK ... 117

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA

PETANI... 124

7.1. Hasil Pendugaan Blok Produksi ………... 124

7.2. Hasil Pendugaan Blok Penggunaan dan Penawaran Tenaga Kerja ………...

127 7.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Input

Produksi Usaha Padi ………... 131

7.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Input

Produksi Usaha Sapi ………... 135

7.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Blok Pengeluaran ……….. 137

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN

EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI ...

142

8.1. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ………...

142 8.2. Dampak Perubahan Harga Input dan Output pada Ekonomi

Rumahtangga Petani ………...

147

8.2.1. Simulasi Dasar ……… 147

8.2.2. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input ……. 150

8.3. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga … 157

8.4. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi ... 161

8.5. Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output …. 165

8.6. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani ……...

171

8.7. Rekapitulasi Perubahan Faktor Internal dan Eksternal

terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani ... 173


(15)

vi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 180

9.1. Kesimpulan ………... 180

9.2. Implikasi Kebijakan ... 182

9.3. Saran Penelitian Lanjutan ………... 183

DAFTAR PUSTAKA ……….. 186


(16)

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sistem Integrasi Tanaman Ternak di Asia Tenggara …………... 12

2. Nama Peubah Penjelas Model Persamaan Simultan ……… 68

3. Karakteristik Rumahtangga Petani Berdasarkan Kelompok Petani …...

100

4. Rata-rata Penguasaan Sumberdaya Pertanian Berdasarkan Kelompok Petani ……….

102

5. Rata-rata Produksi Pertanian Berdasarkan Kelompok Petani …. 104

6. Rata-rata Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga Berdasarkan Kelompok Petani ………...

107

7. Rata-rata Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani Berdasarkan Kelompok Petani...

111

8. Rata-rata Pengeluaran Rumahtangga Petani Berdasarkan

Kelompok Petani...

115

9. Hasil Pendugaan Model Adopsi Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ...

119

10. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Produksi ………... 126

11. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan dan Penawaran Tenaga Kerja Keluarga ………...

128

12. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan Input Produksi Usaha Padi ………...

132

13. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan Input Produksi Usaha Sapi ………...

136

14. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Pengeluaran ……. 138

15. Root Mean Squares Percent Error dan Koefisien U-Theil Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ……

144

16. UM, US dan UC Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ………...

146

17. Rata-rata Hasil Simulasi Dasar Peubah Endogen Model

Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ……...


(17)

viii

18. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …………..

151

19. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …

159

20. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …

163

21. Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …

168

22. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ………...

172

23. Rekapitulasi Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ....


(18)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Aliran Barang dan Jasa dalam Suatu Usahatani ………... 17

2. Tahapan Produksi dan Pasar Sistem Integrasi Tanaman-Ternak . 32

3. Tingkat Kepuasan Anggota Rumahtangga ……….. 39

4. Hubungan Tingkat Upah dengan Efek Pendapatan dan

Substitusi ...

40

5. Diagram Keterkaitan Antar Peubah Model Ekonomi

Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak... 67


(19)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Pendugaan Model Adopsi Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ………..

192

2. Program Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS ………

193

3. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS ………

198

4. Program Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS …………...

228

5. Program Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS …………...

231

6. Dampak Kenaikan Harga Output terhadap Ekonomi

Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT...

237

7. Dampak Kenaikan Harga Input terhadap Ekonomi

Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT...

238

8. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT...

239

9. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Padi

terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT...

240

10. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit Usaha Sapi dan Harga Input Sapi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT...

241

11. Dampak Kenaikan Kombinasi Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT...

242

12. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ...


(20)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen pada tahun 2005 (BPS, 2006). Sistem intensifikasi tanaman padi yang selama ini diterapkan tidak mampu lagi meningkatkan produksi dan produktivitas. Untuk mempertahankan produktivitas tanaman padi diperlukan input produksi yang semakin tinggi dengan resiko biaya produksi yang semakin mahal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh cara pengelolaan lahan yang kurang terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung bertahun-tahun yang mengakibatkan penurunan kesuburan dan sifat fisik tanah.

Adiningsih (2000) menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi selama ini lebih banyak dilakukan pada lahan subur beririgasi melalui peningkatan mutu intensifikasi, diantaranya dengan meningkatkan penggunaan pupuk anorganik. Hal ini diduga dapat memberikan indikasi kecenderungan menurunnya kesuburan lahan sawah karena kurangnya bahan organik. Salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan lahan adalah melalui perbaikan struktur tanah dan pemenuhan mikroba tanah dengan menggunakan pupuk organik. Lebih lanjut dilaporkan bahwa kebutuhan ideal bahan organik di dalam tanah adalah sekitar 2 persen, sedangkan bahan organik saat ini yang tersedia kurang dari 1 persen.

Guna menjawab tantangan dan permasalahan yang dihadapi sebagian besar lahan sawah, Departemen Pertanian telah melaksanakan program


(21)

peningkatan produktivitas padi terpadu (P3T). Kegiatan ini diimplementasikan salah satunya dalam bentuk Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) yang dikenal dengan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT).

Program P3T merupakan kegiatan pengelolaan tanaman padi secara terpadu yang dilakukan pada hamparan seluas 100 Ha. Kegiatan SITT merupakan bagian dari program P3T dilaksanakan di lokasi yang merupakan lahan sawah irigasi, dimana petani juga memelihara ternak sapi. Program ini merupakan kegiatan bersama antara Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, Ditjen Bina Produksi Peternakan dan Badan Litbang Pertanian di tingkat pusat dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Dinas Peternakan di tingkat provinsi. Secara keseluruhan, program ini berada dibawah koordinasi Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan. Tujuan pelaksanaan program adalah tercapainya sasaran peningkatan produktivitas terpadu tanaman padi dan usaha sapi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis. Introduksi ternak sapi pada kawasan lahan sawah ditujukan untuk efisiensi usahatani dan produktivitas tenaga kerja keluarga petani, serta mendorong penggunaan kompos sebagai bahan organik di lahan sawah. Program ini juga diharapkan dapat mengembangkan kesempatan kerja bagi masyarakat di perdesaan, sehingga dapat tercipta usaha agribisnis yang berkelanjutan. Pengembangan diversifikasi usaha dalam sistem integrasi tanaman-ternak dapat membantu kinerja ekonomi rumahtangga petani dalam menghadapi resiko usaha pertanian. Hal ini tercipta karena produk yang dihasilkan tidak monokultur, tetapi terdapat produk lain seperti usaha sapi, usaha kompos, usaha pakan berbasis jerami, serta produk-produk ikutan lainnya.


(22)

3

Pada tahun anggaran 2002, program ini dikembangkan di sebelas provinsi yang meliputi 20 kabupaten. Setiap kabupaten dialokasikan dana dalam bentuk proyek Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp.648,75 juta yang diperuntukkan bagi (1) pengadaan ternak sapi, (2) bantuan perkandangan, (3) bantuan konsentrat, (4) bantuan bangunan untuk proses jerami, (5) bantuan bangunan untuk proses kompos, serta (6) bantuan vaksin dan obat-obatan. Tatacara penyaluran dana bantuan langsung kepada kelompok tani mengikuti Surat Edaran Dirjen Anggaran Nomor: SE-138/A/21/1098 tanggal 2 Oktober 1998 (Sudardjat, 2003). Setiap petani yang tergabung dalam suatu kelompok tani memperoleh kredit untuk pengadaan 2-3 ekor sapi dengan periode pengembalian selama 30 bulan.

Sistem integrasi ini merupakan penerapan usaha terpadu melalui pendekatan low external input antara komoditas padi dan sapi, dimana jerami padi digunakan sebagai pakan ternak sapi penghasil sapi bakalan, dan kotoran ternak sebagai bahan utama pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan lahan. Pendekatan low external input adalah suatu cara dalam menerapkan konsep pertanian terpadu dengan mengupayakan penggunaan input yang berasal dari sistem pertanian sendiri, dan sangat minimal penggunaan input produksi dari luar sistem pertanian tersebut (Suharto, 2000).

Diwyanto et al., (2002) menyatakan bahwa pelaksanaan program SIPT

dapat menyebabkan: (1) petani termotivasi untuk tetap mempertahankan kesuburan lahan pertanian dengan cara memperbaiki pola budidaya dan mempertahankan kandungan bahan organik, (2) penggunaan pupuk kimia dilakukan secara benar dan diimbangi dengan penambahan pupuk organik, (3)


(23)

penggunaan kompos membuka peluang pasar baru dan mendorong masyarakat perdesaan untuk mengembangkan industri kompos dengan memelihara ternak (sapi), (4) teknologi pakan dalam memanfaatkan jerami padi dan limbah pertanian lainnya telah mampu mengurangi biaya pemeliharaan sapi melalui usaha kompos, (5) anak sapi (pedet) merupakan produk utama dari budidaya sapi, namun sebagian biaya pakan dapat diatasi dengan penjualan kompos, dan (6) peternakan dapat dipandang sebagai usaha investasi (tabungan) yang tidak terkena inflasi, mampu menciptakan lapangan kerja yang memang tidak tersedia di perdesaan, dan menjadi bagian integral dari sistem usahatani dan kehidupan masyarakat.

Dalam prakteknya, pelaksanaan program tersebut ada yang mampu secara baik mencapai sasaran, namun ada pula yang masih jauh dari pencapaian sasaran, kemajuan yang diperoleh masih sangat variatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis yang lebih menyeluruh tentang faktor-faktor apa sebenarnya yang mempengaruhi keputusan petani dalam tingkat adopsi untuk menerapkan sistem integrasi tanaman-ternak dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan petani dalam pengembangan program sistem integrasi ini.

1.2. Perumusan Masalah

Keragaan penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak setelah berjalan selama satu tahun menunjukkan hasil yang cukup beragam. Pengolahan dan pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan dasar pembuatan kompos baru mencapai sekitar 60 persen dan pengolahan serta pemanfaatan jerami fermentasi sebagai pakan ternak baru mencapai 55 persen (Zaini, et al., 2003). Permasalahan yang bersifat teknis maupun non teknis muncul dalam pelaksanaan program


(24)

5

integrasi tersebut. Permasalahan non teknis lebih didominasi oleh keterlambatan administrasi pencairan anggaran, sehingga tidak terjadi sinkronisasi antara musim tanam dan sistem keproyekan. Penyediaan probiotik sebagai fermentor untuk membantu proses pembuatan jerami fermentasi dan pupuk organik yang terbatas menjadi permasalahan teknis yang utama. Di beberapa lokasi juga tidak tersedia serbuk gergaji sebagai alas kandang ternak sapi yang pada akhirnya digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan kompos. Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak petani yang belum memanfaatkan limbah pertanian dan peternakan tersebut secara optimal.

Upaya mengintegrasikan usaha peternakan (sapi) dengan tanaman pangan (padi) dapat memberikan dampak budidaya, sosial dan ekonomis yang positif. Potensi yang cukup besar dari ketersediaan pakan sepanjang tahun dari limbah tanaman pangan dapat mengurangi ketergantungan sarana produksi dari luar, sehingga keberlanjutan usahaternak lebih terjamin. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga dapat lebih didayagunakan untuk dapat terlaksananya program integrasi tersebut dengan baik. Penentu kebijakan dalam sistem pengelolaan sumberdaya pertanian dimulai dari tingkat yang paling rendah, yakni tingkat pengambilan keputusan dari rumahtangga petani. Hal ini juga diduga terkait dengan karakteristik rumahtangga yang spesifik dari sistem integrasi tanaman-ternak terhadap perilaku ekonomi rumahtangga yang dilakukan.

Perilaku ekonomi rumahtangga petani pada dasarnya merupakan perilaku rasional dalam mengalokasikan sumberdaya rumahtangga yang dimiliki untuk menghasilkan barang dan jasa, serta dalam menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Perilaku rasional rumahtangga dalam


(25)

mengalokasikan sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi keputusan produksi, sedangkan perilaku rasional dalam menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga merupakan keputusan konsumsi.

Pemahaman terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sangat penting untuk mengantisipasi dampak suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Misalnya, apakah kebijakan pengaturan harga output gabah, sapi hidup dan kompos yang merupakan output dalam program sistem integrasi tanaman-ternak tidak mampu memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi? Apakah kebijakan pengaturan harga input produksi padi, sapi dan kompos memberikan dampak ekonomi terhadap pendapatan rumahtangga petani? Bagaimanakah sinergisme yang terjadi pada sistem usahatani tanaman dan ternak? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan pengetahuan yang cukup tentang perilaku ekonomi rumahtangga petani, karena keputusan produksi sistem integrasi tanaman-ternak berada pada rumahtangga petani.

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Sejauh mana perilaku ekonomi rumahtangga petani dapat menggambarkan

usaha sistem integrasi tanaman-ternak.

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk

menerapkan program sistem integrasi tanaman-ternak.

3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga

petani dan bagaimana keterkaitan antar keputusan tersebut pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak.


(26)

7

4. Apakah kebijakan pengaturan harga output mampu memberikan insentif

bagi petani untuk meningkatkan produksi? Sejauh mana pengaturan harga input produksi menyebabkan disinsentif bagi petani? Bagaimana pula halnya dengan kebijakan pengaturan kredit usahatani terhadap keputusan rumahtangga petani pada aspek-aspek produksi, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji kondisi ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem

integrasi tanaman-ternak, khususnya dalam produksi, alokasi penggunaan tenaga kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani

dalam pelaksanaan program sistem integrasi tanaman-ternak.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku (keputusan)

ekonomi rumahtangga petani dan mempelajari keterkaitan antar keputusan pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak.

4. Menganalisis dampak perubahan faktor-faktor eksternal dan internal

terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak.

Penelitian ini bermanfaat kepada masyarakat petani dalam penerapan model usaha sistem integrasi tanaman-ternak, dimana petani tidak hanya berperan


(27)

sebagai produsen, tetapi juga sebagai konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa petani dapat berlaku ganda dengan tujuan efisiensi usaha, yakni sebagai produsen akan menghasilkan output optimal dengan pemberian input yang minimal. Bagi para penentu kebijakan dalam membentuk suatu program pemerintah, pengaruh daripada tolok ukur variabel yang bersifat sementara dan mutlak keberadaannya harus menjadi bahan pertimbangan yang serius. Respon terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat menjadi bahan masukan maupun rekomendasi bagi para penentu kebijakan dalam merencanakan suatu program pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak.

Dengan menyadari bahwa (1) ke depan petani harus lebih mandiri, (2) lapangan kerja di perdesaan sangat terbatas, (3) kepemilikan lahan sempit, dan (4) pendapatan petani (padi) tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan keluarga, maka pengembangan usaha sistem integrasi tanaman-ternak merupakan alternatif yang cukup menjanjikan.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan kasus di tiga propinsi (DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur) pada lima kabupaten, yakni Sleman dan Bantul (DIY), Sragen dan Grobogan (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur). Responden merupakan petani yang tergabung dalam penerapan program sistem integrasi tanaman (padi) ternak (sapi). Responden juga dilakukan pada petani yang tidak mengikuti program inetgrasi untuk mengetahui perbedaan yang terjadi di antara kedua kelompok petani tersebut.

Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis deskriptif, analisis regresi non linier, dan analisis ekonometrika melalui model persamaan simultan. Analisis


(28)

9

secara deskriptif dilakukan yang dikelompokkan berdasarkan kabupaten bagi petani peserta dan bukan peserta program sistem integrasi tanaman-ternak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak, khususnya dalam produksi, alokasi penggunaan tenaga kerja, struktur pendapatan dan distribusi pengeluaran. Analisis regresi non linier ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melaksanakan program integrasi, sedangkan model persamaan simultan dilakukan untuk menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani.

Data yang digunakan adalah data primer hasil wawancara dengan petani contoh dengan daftar pertanyaan yang disusun guna menjawab penelitian ini. Model ekonomi rumahtangga yang dibangun pada penelitian ini menggunakan data agregat dari seluruh kabupaten.

Keterbatasan penelitian ini adalah tidak mendalamnya informasi yang dikumpulkan pada usahatani non integrasi (selain padi dan sapi), padahal dalam kenyataannya alokasi sumberdaya yang dimiliki petani tidak hanya pada usaha padi dan sapi. Penelitian ini dapat mengkuantifikasi produksi usahatani jagung, kacang tanah dan kedelai yang dilakukan petani pada musim tanam ketiga, namun biaya sarana produksi tidak dilakukan, sehingga pendapatan dari usahatani ini atas biaya tenaga kerja luar keluarga yang disewa. Hal ini disebabkan karena peneliti pada awalnya hanya ingin fokus pada usahatani integrasi, sehingga tidak mengakomodir pertanyaan-pertanyaan yang tidak terkait dalam usahatani non integrasi. Dalam perjalanannya, peubah-peubah yang terbentuk dalam model memerlukan informasi tersebut.


(29)

Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha kompos tidak dapat dikuantifikasikan dengan baik, sehingga peubah ini tidak diakomodir dalam model. Hal ini disebabkan karena penggunaan tenaga kerja keluarga tidak dibedakan secara spesifik antara usaha sapi dan usaha kompos, sehingga penggunaan tenaga kerja untuk kompos sudah termasuk didalam penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk usaha sapi.

Penelitian ini tidak mengkaji aspek kelembagaan petani pada sistem integrasi tanaman-ternak, dimana hal ini diduga turut mempengaruhi terhadap perilaku ekonomi (keputusan) petani dalam menerapkan program tersebut.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengalaman Empiris

Sebagaimana halnya di negara-negara Asia Tenggara, konsep pertanian terpadu yang melibatkan pola sistem integrasi tanaman-ternak, sebenarnya sudah diterapkan oleh petani di Indonesia sejak jaman dahulu. Berbagai varian dari penerapan pola ini cukup beragam berdasarkan tingkat pemilikan petani, sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Sistem usahatani terpadu mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an berdasarkan hasil-hasil pengkajian dan penelitian yang dimulai oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor dengan mengacu pada pola di IRRI (Manwan, 1989). Sejak saat itu secara bertahap muncul istilah-istilah “pola tanam” (cropping pattern), “pola usahatani” (cropping systems), sampai akhirnya muncul istilah “sistem usahatani” (farming systems), serta “sistem integrasi tanaman-ternak” yang merupakan terjemahan dari crop livestock systems (Diwyanto et al., 2002).

Devendra (1993) menyatakan bahwa terdapat delapan keuntungan dari penerapan pola sistem integrasi tanaman-ternak, yaitu (1) diversifikasi penggunaan sumberdaya produksi, (2) mengurangi terjadinya resiko usaha, (3) efisiensi penggunaan tenaga kerja, (4) efisiensi penggunaan input produksi, (5) mengurangi ketergantungan energi kimia dan biologi serta masukan sumberdaya lainnya, (6) sistem ekologi lebih lestari serta tidak menimbulkan polusi sehingga ramah lingkungan, (7) meningkatkan output, dan (8) mampu mengembangkan rumahtangga petani yang berkelanjutan.


(31)

Tabel 1. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak di Asia Tenggara Komoditas Tujuan

produksi

Tipe tumpangsari Tingkat

kepemilikan Ternak ruminansia: Kerbau Sapi Kambing Domba Tenaga kerja Daging Daging Susu Tenaga kerja Daging Susu Daging

Padi dan palawija Padi

Hortikultura, perkebunan, padi

Hortikultura, perkebunan Padi dan palawija

Hortikultura, perkebunan Hortikultura, perkebunan Hortikultura, perkebunan Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang/tinggi Rendah Sedang/tinggi Ternak non ruminansia: Babi Ayam Bebek Daging Daging, telur Daging, telur Hortikultura

Hortikultura dan padi Hortikultura, padi dan kolam ikan

Sedang/tinggi Sedang/tinggi Sedang/rendah

Sumber: Devendra, 1993

Program peningkatan produktivitas padi terpadu yang dicanangkan oleh Departemen Pertanian menunjukkan bahwa introduksi teknologi pertanian terpadu tanaman-ternak setelah dua kali musim tanam berlangsung, mampu meningkatkan produktivitas padi sawah sekitar 1 ton per Ha dan pendapatan petani meningkat antara Rp.900 ribu - Rp.1 juta per Ha per musim tanam (Zaini et al., 2003). Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu merupakan suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha padi sawah melalui penerapan komponen teknologi yang memiliki efek sinergistik.


(32)

13

Budianto (2003) menyatakan bahwa secara rataan, dari 28 lokasi di Indonesia yang menerapkan program pengelolaan tanaman terpadu, produktivitas tanaman padi meningkat rata-rata 18 persen dibandingkan dengan pola tradisional. Biaya produksi dari sistem usahatani ini adalah Rp.3.9 juta/Ha dibandingkan dengan pola tradisional yang sebesar Rp.3.6 juta/Ha. Peningkatan biaya ini disebabkan karena adanya introduksi penggunaan pupuk organik dalam bentuk padat sebesar 0.90 ton/Ha, namun rataan hasil gabah yang diperoleh 1.03 ton lebih tinggi pada program pengelolaan tanaman terpadu dibandingkan dengan pola tradisional, sehingga pendapatan petani rata-rata masih meningkat sebesar 33 persen. Peningkatan pendapatan ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan pupuk berimbang akibat introduksi penggunaan pupuk organik, dimana jumlah pupuk urea (sumber N) dan SP-36 (sumber P) masing-masing berkurang sebesar 39 kg/Ha dan 4 kg/Ha pada program pengelolaan tanaman terpadu dibandingkan dengan pola tradisonal.

Suatu penelitian di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat menunjukkan bahwa petani padi pada sistem usahatani terpadu dengan menggunakan pupuk organik menghasilkan pendapatan Rp.1.45 juta per musim tanam lebih tinggi dibandingkan dengan petani padi yang tidak menggunakan pupuk organik (Howara, 2004). Hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk organik menyebabkan turunnya penggunaan pupuk anorganik, sehingga biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal senada juga telah dilaporkan oleh Syam dan Sariubang (2004) yang menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik sebanyak 2 ton per Ha diimbangi dengan pupuk urea, Za dan KCl pada sistem usaha padi sawah di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, memberikan pendapatan petani sebesar


(33)

Rp.3 376 878 per Ha per musim tanam. Lebih lanjut dinyatakan bahwa karena harga pupuk anorganik yang semakin mahal, maka disarankan bagi petani dalam penggunaan kombinasi pupuk organik dengan pupuk anorganik secara berimbang.

Pada sistem usahatani di lahan kering, respon penggunaan pupuk organik terhadap pendapatan petani juga telah dilaporkan oleh Priyanti et al., (2004). Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kompos yang dibuat oleh petani dengan proses fermentasi, penerimaan dari hasil produksi kacang tanah memberikan hasil yang paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan kompos komersial dan kotoran ternak yang telah dikeringkan. Perbedaan tersebut untuk setiap Ha mencapai Rp.624 937 dan Rp.724 333 masing-masing untuk penggunaan kompos komersial dan kotoran ternak yang telah dikeringkan.

Peningkatan gross margin pada kompos hasil fermentasi yang dilakukan oleh

petani disebabkan karena relatif rendahnya biaya produksi akibat penggunaan pupuk dasar. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya produksi rata-rata pembuatan bahan kompos adalah Rp.42 per kg dengan tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja, dimana rata-rata proporsi input terhadap output yang dihasilkan adalah sebesar 69 persen.

Suatu pengkajian pola integrasi tanaman padi dan ternak sapi pada sistem usahatani telah dilakukan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Model integrasi yang dikembangkan adalah berdasarkan potensi sumberdaya lahan yang dimiliki petani, dengan kegiatan terdiri dari pengelolaan jerami padi dan pengelolaan pupuk kandang. Distribusi tenaga kerja rumahtangga petani terdiri dari kegiatan on farm, off farm dan non farm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang cukup signifikan pada alokasi penggunaan tenaga kerja


(34)

15

rumahtangga petani pada waktu sebelum dan sesudah mengikuti program pertanian terpadu. Kegiatan rumahtangga yang awalnya mencapai 22.4 HOK per bulan berkurang menjadi 17.3 HOK per bulan pada alokasi penggunaan tenaga kerja wanita (Prasetyo et al., 2002). Hal ini disebabkan karena kegiatan mencari air minum yang sedianya berjarak 3 km tidak lagi dilakukan karena melalui pembentukan kelompok tani-ternak, dibangun penyediaan program air bersih dengan menggunakan modal koperasi. Waktu luang tersebut diganti untuk kegiatan usahaternak dan non farm.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan kuntungan usahatani pada

pola sistem integrasi tanaman-ternak telah dianalisis oleh Suwandi (2005) yang menyatakan bahwa usahatani pola ini memberikan harapan bagi petani lahan sempit untuk meningkatkan produksi usahatani dan diperlukan insentif untuk mendorong semakin berkembangnya usaha sistem integrasi tanaman-ternak. Dibandingkan dengan petani yang tidak mengadospi pola sistem integrasi tanaman-ternak, usaha padi sawah pola ini mampu meningkatkan produksi padi sebesar 23.6 persen dengan keuntungan 14.7 persen lebih tinggi. Peningkatan penggunaan pupuk kandang sebesar satu unit dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0.125 dengan peningkatan keuntungan usahatani sebesar 0.134. Perbaikan aplikasi pupuk kandang sesuai standar teknis ternyata mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani.

2.2. Ekonomi Rumahtangga Petani

Sistem usahatani adalah pendekatan secara holistik dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Suatu usahatani merupakan agro ekosistem yang unik, yang merupakan suatu


(35)

kombinasi sumberdaya fisik dan biologis seperti bentuk-bentuk lahan, tanah, air, tumbuhan dan hewan. Dengan mempengaruhi komponen-komponen agro ekosistem ini dan interaksinya, rumahtangga petani mendapatkan hasil atau produk seperti tanaman dan ternak (Reijntjes et al., 2003). Untuk menjaga proses produksi terus berlangsung, rumahtangga petani membutuhkan input, misalnya benih/bibit, energi, unsur hara, air, dan lain sebagainya. Input dalam adalah komponen yang diambil maupun yang dihasilkan dari usahatani sendiri, misalnya tenaga kerja keluarga, sedangkan input alami adalah input alam yang digunakan dalam proses produksi seperti energi matahari, air hujan, nitrogen yang diikat dari udara, dan lain sebagainya. Input luar adalah input yang diperoleh dari luar usahatani, seperti informasi, tenaga buruh, pupuk anorganik, dan lain-lain.

Hasil usahatani digunakan untuk dikonsumsi oleh rumahtangga petani, dijual, ditukar atau diberikan. Hal ini secara rinci disajikan dalam Gambar 1 yang menerangkan aliran barang dan jasa dalam suatu sistem usahatani yang sederhana. Penjualan hasil memberikan uang tunai yang dapat dipakai untuk membeli berbagai macam barang atau jasa (misalnya pangan, sandang, pendidikan dan transportasi), dan/atau mendapatkan input pertanian. Input dapat juga diperoleh dengan pertukaran hasil pertanian secara langsung.

Gambar 1 memberikan indikasi bahwa aktivitas produksi dan konsumsi dalam suatu rumahtangga sangat erat kaitannya. Rumahtangga petani dipandang sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Kegiatan produksi merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam sistem usahatani, dimana tujuan produksi tidak semata-mata untuk


(36)

17

dipasarkan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga. Petani lebih banyak berperilaku sebagai penerima harga input dan output, serta tidak mampu mempengaruhi harga-harga tersebut.

Sumber: Reintjes et al., 2003.

Gambar 1. Aliran Barang dan Jasa dalam Suatu Usahatani

Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar usahatani di Indonesia dilakukan oleh petani-petani kecil dengan cara masih tradisional. Keterbatasan sumberdaya (khususnya lahan dan modal) menjadi ciri yang utama, sehingga petani berusaha untuk memilih dan memutuskan model usahatani dalam memenuhi kebutuhan keluarga melalui usaha yang beresiko rendah. Peningkatan produksi dan produktivitas dapat ditempuh dengan tetap memperhatikan distribusi produksi yang merata dari waktu ke waktu, sehingga mengamankan kebutuhan sepanjang tahun dan mendayagunakan sumber tenaga kerja yang ada. Petani akan mengalokasikan penggunaan sumberdaya usahataninya, khususnya melalui

Masyarakat/Pasar

Input alami

Input luar

Hasil (dijual/ ditukar)

Sumberdaya usahatani

Kerugian Konsumsi

rumahtangga

Input dalam


(37)

penambahan jumlah dan jenis input, jika diyakini bahwa usaha tersebut akan berdampak pada peningkatan produksi dan pendapatan. Secara teoritis, perilaku petani tersebut dapat didekati dengan teori produksi, dimana fungsi produksi ini merupakan hubungan matematis antara output atau produk dengan faktor-faktor produksi atau input. Bagi keluarga petani dengan keterbatasan pemilikan lahan, keamanan produksi atau pendapatan merupakan suatu hal yang sangat penting mengingat kelangsungan hidupnya sangat tergantung akan hal ini. Sehingga, untuk menjamin kelangsungan cara hidupnya, petani juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan, misalnya terhadap inovasi teknologi baru. Kemampuan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang berubah, akhirnya menentukan keberlanjutan pertanian. Beberapa faktor penting dalam kesanggupan untuk menyesuaikan diri di tingkat usahatani adalah kemampuan untuk (Reijntjes et al., 2003):

1. Mengelola pengembangan usahatani

2. Memilih kombinasi sumberdaya genetik dan input yang tepat

3. Mengembangkan teknik/hasil inovasi teknologi baru

4. Mencocokkan hasil inovasi dalam sistem usahatani.

Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak, sebetulnya pola ini bukan merupakan hal yang baru bagi petani. Namun, dengan semakin berkembangnya jaman dan kemajuan teknologi yang ada, maka penggunaan input luar dalam sistem usahatani dapat diminimalkan untuk memberikan tambahan kontribusi terhadap pendapatan keluarga petani.


(38)

19

2.3. Studi Empiris Model Ekonomi Rumahtangga

Mempelajari dan memahami perilaku usahatani di perdesaan sangat penting dalam membangun kebijakan ekonomi di negara-negara berkembang, dimana sektor pertanian memegang peranan yang cukup besar. Sama halnya dengan di Indonesia, pada umumnya konsumsi merupakan bahan pangan yang diproduksi oleh petani itu sendiri, namun pada saat pemerintah merancang kebijakan ekonomi dihadapkan pada kondisi untuk memilih antara mempengaruhi perilaku konsumsi dari petani dengan memodifikasi harga dan/atau pendapatan, maupun mempengaruhi rencana produksi. Sehingga sangat bermanfaat untuk mengestimasi konsumsi dari fungsi permintaan dan penawaran dari produk-produk pertanian dalam memberikan rekomendasi sebagai pemandu dalam keputusan-keputusan pemerintah.

2.3.1. Studi di Asia, Amerika Latin dan Afrika

Singh dan Janakiran dalam Singh et al., (1986) menggunakan data

rumahtangga petani dari Korea dan Nigeria untuk menggambarkan model rumahtangga petani pada beberapa komoditas pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Korea, produksi yang dihasilkan oleh usahatani keluarga sangat terintegrasi terhadap aspek pasar, meskipun tidak seluruhnya komersial, namun pada umumnya petani berusaha dengan orientasi pasar. Beberapa komoditas pertanian ditanam dengan kondisi irigasi yang dapat dikontrol secara baik. Disamping itu, keluarga petani juga memiliki berbagai sumber pendapatan diluar usahatani yang dapat dipergunakan sebagai input bagi produksi pertanian. Sebaliknya, petani di Nigeria bagian utara lebih terisolasi dari aspek pasar, dimana usaha pertanian yang dilakukan lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan


(39)

keluarga. Meskipun usahatani ini bersifat semi komersial sehingga juga berhubungan terhadap faktor dan produk pasar, namun hanya sedikit yang mempunyai peluang terhadap pekerjaan diluar usahatani. Hal ini memang terkait dengan keadaan geografis wilayah yang semi-arid, sehingga faktor ketidakpastian terhadap output yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.

Muller dalam Caillavet et al., (1994) menyatakan bahwa 95 persen

masyarakat di Rwanda sangat tergantung pada sektor pertanian, dimana pendapatan mereka sebagian besar berasal dari hasil produk-produk pertanian. Melalui metoda linear expenditure system diperoleh hasil bahwa faktor produksi utama yang sangat penting adalah tenaga kerja dan tanah dengan konsumsi pangan terdiri dari hasil pertanian yang diproduksi sendiri. Lebih lanjut dilaporkan bahwa keputusan produksi harus dipertimbangkan saat membuat estimasi sistem permintaan dalam model yang simultan. Variabel endogen dari produksi dan keputusan sistem penawaran tenaga kerja secara simultan menerangkan bahwa

kepentingan trade off pasar pada konsumsi ternyata kurang nyata. Hal ini

disebabkan karena parameter pada reduced form persamaan permintaan produksi tidak berpengaruh dan terjadi spasial korelasi untuk barang-barang yang dikonsumsi sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman perilaku usahatani memerlukan data dan informasi secara berkala yang lebih akurat, sehingga penentu kebijakan dapat mengindikasikan bagaimana pengaruh kebijakan terhadap konsumsi rumahtangga petani dan konsekuensinya terhadap kesejahteraan masyarakat.

Sadoulet (1995) menggunakan model ekonomi rumahtangga yang non


(40)

21

pangan), faktor input (tenaga kerja dan pupuk) serta konsumsi meliputi pangan, barang yang dibeli di pasar dan waktu santai. Studi ini mengamati perilaku petani di Maroko yang tidak memberikan respon positif terhadap insentif harga pemerintah dalam kegiatan produksi tanaman pangan. Petani lebih memilih untuk menyesuaikan penggunaan tenaga kerja atau mengurangi konsumsi pangannya. Kontradiksi ini didekati dengan memasukkan variabel kegagalan pasar dalam model ekonomi rumahtangga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi dimana tidak terjadi kegagalan pasar, peningkatan harga output tanaman pangan sebesar 10 persen, mengakibatkan rumahtangga petani meningkatkan penggunaan faktor input produksi sampai 5.4 persen dan pendapatan meningkat hingga 9.9 persen. Alokasi waktu dan curahan tenaga kerja yang digunakan untuk berproduksi meningkat, sehingga terjadi peningkatan upah tenaga kerja sampai 6.1 persen. Akibat lebih sedikit output tanaman pangan yang diproduksi dibandingkan dengan yang dikonsumsi, maka permintaan produk tersebut di pasar meningkat 7.9 persen. Pada kondisi dimana terjadi kegagalan pasar, respons elastisitas produksi cash

crops turun dari 0.99 sampai 0.18, karena ketidakmampuan petani untuk

mengurangi produksinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dan rendahnya penggunaan tenaga kerja keluarga untuk meningkatkan produksi. Semakin tinggi pendapatan yang diterima, maka semakin besar pula konsumsi waktu santai.

Model ekonomi rumahtangga terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan strategis yang terjadi mengikuti perubahan ekonomi secara global. Key et al., (2000) memasukkan biaya transaksi, seperti biaya proporsional dan biaya tetap kedalam model umum ekonomi rumahtangga yang dibangun oleh


(41)

Singh et al., (1986). Model tersebut dibangun untuk mengestimasi respon produksi rumahtangga petani jagung di Meksiko dan elastisitas fungsi produksi secara agregat. Partisipasi dari aspek pasar menjadi variabel yang sangat penting dalam model ini, dimana selain jumlah barang yang dikonsumsi, diproduksi dan digunakan sebagai input rumahtangga, ditentukan pula seberapa banyak barang yang masuk ke pasar (jika nilainya positif dapat dijual, sedangkan jika nilainya negatif harus membeli). Model ekonomi rumahtangga yang digunakan adalah memaksimumkan keuntungan dengan kendala pendapatan, keseimbangan sumberdaya dan teknologi produksi.

Sebanyak 382 petani jagung yang terdiri dari 190 pedagang, 69 pembeli, dan 123 produsen mandiri, dipergunakan sebagai responden dalam studi tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kenaikan harga output sebesar 60 persen disebabkan oleh masuknya para produsen ke pasar, dimana 40 persen sisanya memang sudah berada di pasar. Hal ini membuktikan bahwa keputusan memasukkan variabel untuk partisipasi pasar harus dipertimbangkan dengan baik, sehingga keberadaan jenis dan biaya transaksi memiliki implikasi yang kuat dalam kaitannya dengan spesifikasi dan estimasi respon fungsi produksi. Jika

biaya transaksi merupakan biaya tetap, akan terjadi discontinuities dalam

merespon insentif yang terjadi di pasar. Kebijakan untuk menurunkan biaya transaksi sangat berarti bagi kebijakan harga yang akan mempengaruhi terhadap respon produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurunkan biaya transaksi melalui perbaikan transportasi dan sarana promosi dapat meningkatkan output.


(42)

23

Uji global separability yang pada umumnya digunakan untuk memisahkan

keputusan produksi dan konsumsi dalam model ekonomi rumahtangga dianggap tidak tepat secara teori, dimana faktor kegagalan pasar dapat mengakibatkan terjadinya non separability, meskipun tidak untuk semua rumahtangga petani. Carter dan Yao (2002) mengkaji hal tersebut dengan menggunakan data panel hasil survei yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik di delapan propinsi di China

pada periode 1988 dan 1993. Metoda analisis Maximum Likelihood Estimation

digunakan dalam penelitian ini dengan input lahan dan alokasi tenaga kerja sebagai faktor utama dalam fungsi produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak-hak pemindahan atas lahan memiliki efisiensi yang sangat nyata, sehingga perlu adanya pilihan lain dalam mengatasi kasus reformasi lahan bagi pemerintahan di China. Debat tentang reformasi hak-hak atas pemilikan lahan menjadi salah satu penyebab terjadinya trade off antara investasi yang tidak berinsentif yang diciptakan oleh tuan-tuan tanah versus terciptanya fungsi jaring pengaman sosial. Hasil analisis menyarankan suatu resolusi parsial, dimana berkurangnya hak-hak pemindahan atas lahan dapat memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang signifikan tanpa mengorbankan jaring pengaman sosial yang sudah berlaku dalam sistem pengaturan pemilikan lahan saat ini.

Taylor dan Adelman (2003) mengulas tentang evolusi dan perkembangan penggunaan model ekonomi rumahtangga pada 196 petani di Michoacan,

Meksiko. Metoda estimasi yang digunakan adalah General Algebraic Modeling

System (GAMS) untuk mengetahui dampak penerapan kebijakan NAFTA. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa efek pendapatan karena perubahan kebijakan tidak didistribusikan secara merata diantara rumahtangga petani di perdesaan. Transfer


(43)

pendapatan pada keluarga petani subsisten di wilayah perdesaan Meksiko memberikan hasil terbaik dan berpotensi dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena pola pengeluaran dari rumahtangga tersebut lebih menyukai produk yang dihasilkan di wilayahnya, sehingga kebijakan perubahan harga jagung yang rendah dalam konsensus NAFTA tidak menjadi stimulus untuk terjadinya migrasi dari Meksiko ke USA.

2.3.2. Studi di Indonesia

2.3.2.1. Rumahtangga Petani Tanaman Pangan

Telah cukup banyak studi dengan topik model ekonomi rumahtangga petani di Indonesia. Sawit (1993) menggunakan model ekonomi rumahtangga petani di Jawa Barat untuk menganalisis dampak dari berbagai kebijakan pemerintah, utamanya harga input dan output, terhadap pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja. Model ekonomi yang digunakan untuk menduga perilaku produksi keluarga petani adalah melalui pendekatan fungsi translog

keuntungan, sedangkan untuk perilaku konsumsi dilakukan dengan model almost

ideal demand system (AIDS) dan linear approximation dari AIDS (LA/AIDS).

Sejumlah 241 keluarga petani digunakan sebagai responden dalam studi ini yang

diseleksi berdasarkan multi stage stratified random sampling mulai dari

kecamatan, desa, kampung dan rumahtangga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak dapat dipungkiri jika perilaku keluarga petani adalah memaksimumkan keuntungannya. Hasil estimasi model LA/AIDS pada lima komoditas usahatani menunjukkan bahwa kenaikan harga beras akan mengakibatkan (1) meningkatnya pendapatan keluarga melalui keuntungan yang diperoleh, (2) meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada


(44)

25

sektor pertanian melalui meningkatnya permintaan tenaga kerja, dan (3) meningkatnya jumlah beras yang dijual di pasar. Khusus untuk aspek tenaga kerja dinyatakan bahwa penawaran tenaga kerja laki-laki dan perempuan dalam usaha padi di Jawa Barat adalah elastis terhadap upahnya sendiri, sedangkan hal tersebut pada usaha non pertanian adalah mendekati nol.

Model ekonomi rumahtangga pertanian juga telah digunakan oleh Heatubun (2001) dalam studinya untuk mengevaluasi keberhasilan program pemberdayaan petani multikomoditi di Propinsi Maluku. Penelitian ini menggunakan 152 petani contoh berdasarkan metoda stratified random sampling. Model analisis yang digunakan adalah model persamaan simultan dengan metode

two stage least squares (2SLS). Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan

bahwa program pemberdayaan petani multikomoditi dinyatakan berhasil dari sisi tepat sasaran, sesuai agro ekosistem setempat, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Skala usaha, produksi dan marketable surplus masing-masing usaha inelastis terhadap peubah harga. Usaha tanaman pangan kurang berorientasi pasar dan lebih bersifat subsisten, sedangkan pada usaha tanaman perkebunan meskipun sudah berorientasi pasar namun marketable surplusnya bersifat inelastis terhadap harga. Lebih lanjut dinyatakan

bahwa untuk meningkatkan produksi, penggunaan tenaga kerja, marketable

surplus, konsumsi dan dispossible income, maka skenario yang terbaik adalah kombinasi antara variabel-variabel kenaikan harga produk, upah dan pendapatan non usahatani.

Penelitian terdahulu yang mengkaji masalah perilaku rumahtangga petani padi dalam kegiatan ekonomi di Jawa Barat menunjukkan bahwa produksi padi


(45)

sangat dipengaruhi oleh luas sawah garapan, pendapatan bersih usaha padi dan curahan tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan (Andriati, 2003). Data sekunder panel petani nasional Jawa Barat dipergunakan dalam studi ini dengan menggunakan model ekonometrika yang dianalisis secara simultan, sedangkan analisis dampak perubahan harga input dan output usahatani dilakukan dengan metode simulasi.

Produksi usahatani di wilayah hulu daerah aliran sungai (DAS) Jratunseluna, Jawa Tengah juga telah diduga dengan menggunakan bentuk umum

agricultural household model, dimana produksi ditentukan oleh tingkat

penggunaan variabel input, tingkat penggunaan tenaga kerja dan karakteristik proses produksi (Basit, 1996). Sejumlah 459 petani digunakan sebagai responden dan model penelitian menggunakan persamaan simultan dengan metoda pendugaan 3SLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan petani untuk mengadopsi teknologi sangat ditentukan oleh luas lahan yang dikuasai, tenaga kerja, status penguasaan lahan, frekuensi penyuluhan dan keikutsertaan petani dalam program tersebut. Petani berlahan sempit lebih responsif terhadap teknologi usahatani yang diterapkan dibandingkan dengan petani dengan lahan lebih luas. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang terlibat, semakin kuat status penguasaan lahan dan semakin tinggi frekuensi penyuluhan berdampak pada semakin besarnya peluang petani untuk mengadopsi teknologi. Keragaan usahatani ditentukan oleh kualitas penerapan teknologi, pendapatan non usahatani, harga output dan upah tenaga kerja. Kualitas penerapan teknologi merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap keragaan usahatani, khususnya terhadap


(46)

27

produksi dan pendapatan, dimana kualitas penerapan teknologi sangat ditentukan oleh intensitas penyuluhan dan ketersediaan modal.

Kebijakan harga yang dilakukan melalui mekanisme pasar tidak banyak dirasakan manfaatnya oleh petani. Kebijakan yang diperlukan adalah kebijakan yang sifatnya langsung, seperti peningkatan intensitas dan kualitas penyuluhan, bantuan penyediaan modal (subsidi dan kredit) serta pengembangan kelembagaan usahatani. Kebijakan yang sifatnya tidak langsung dapat ditempuh melalui pembangunan perdesaan, yang antara lain mencakup pembangunan sarana dan prasarana, lembaga keuangan perdesaan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di perdesaan.

Kusnadi (2005) mengintegrasikan harga bayangan input atau faktor produksi maupun harga output ke dalam model ekonomi rumahtangga petani dalam kondisi pasar persaingan tidak sempurna. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rumahtangga petani pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna responsif terhadap perubahan harga output usahatani, sehingga perbaikan harga output secara efektif dapat menggerakan ekonomi rumahtangga petani. Sebaliknya, pada kondisi ini, rumahtangga petani tidak responsif terhadap perubahan harga pupuk dan upah tenaga kerja usahatani dan upah tenaga kerja di luar usahatani. Dengan demikian, pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna, disinsentif ekonomi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga input tidak terlalu banyak merugikan rumahtangga petani.

Model ekonomi rumahtangga petani dengan menggunakan model simultan pada komoditas tanaman pangan dan perkebunan di provinsi Lampung juga telah dilakukan oleh Asmarantaka (2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa


(47)

kenaikan harga output mempunyai dampak positif terhadap produksi dan penggunaan input, terutama di desa pangan. Kenaikan harga input berdampak negatif terhadap produksi, terutama di desa pangan padi. Hal yang sama, kenaikan penggunaan tenaga kerja keluarga yang diiringi dengan kenaikan harga input dan output mempunyai dampak positif terhadap produktivitas usahatani dan pendapatan rumahtangga petani terutama di desa pangan padi. Di desa kebun, kenaikan investasi alat-alat pertanian berdampak positif terhadap produksi kebun dan pendapatan total.

2.3.2.2. Rumahtangga Industri Kecil dan Menengah

Pakasi dan Sinaga (1999) juga telah melakukan studi aktivitas ekonomi rumahtangga industri kecil alkohol di Kabupaten Minahasa dalam kaitannya dengan dampak kebijakan harga input dan output. Penelitian dilakukan dengan metode survei terhadap 50 rumahtangga di empat desa yang telah ditetapkan

secara purposive. Model ekonomi rumahtangga diestimasi menggunakan metode

2SLS karena semua persamaan-persamaan terindikasi sebagai over identified.

Analisis simulasi yang diterapkan merupakan simulasi kebijakan peningkatan harga bahan baku, kenaikan upah, kenaikan harga BBM, kenaikan harga bahan lain dan kenaikan harga alkohol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara aspek produksi, pendapatan dan konsumsi rumahtangga industri kecil alkohol nira aren. Kenaikan jumlah produksi berdampak terhadap meningkatnya pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan dispossible income dan konsumsi. Peningkatan harga input (biaya) yang diiringi oleh kenakan harga output (penerimaan) dalam proporsi tertentu


(48)

29

masih meningkatkan produksi, pendapatan dan konsumsi serta kesejahteraan rumahtangga industri kecil alkohol nira aren.

2.3.2.3. Rumahtangga Nelayan

Pada komoditas perikanan, Muhammad (2002) telah melakukan studi ekonomi rumahtangga nelayan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Jawa Timur yang disertai dengan suatu analisis simulasi kebijakan. Sebanyak 120 contoh unit armada penangkapan ikan dipergunakan sebagai responden dengan metoda estimasi 2SLS. Simulasi perubahan kebijakan dan non kebijakan meliputi perubahan harga BBM, pengembangan teknologi, perubahan harga ikan dan curahan kerja non melaut, pengaturan bagi hasil, pengembangan usaha dan industri perikanan ZEE 200 mil, dan perubahan daerah penangkapan ikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan produksi sangat ditentukan oleh ukuran asset kapal, daerah penangkapan ikan, frekuensi melaut serta produktivitas wilayah penangkapan ikan. Harga BBM dan peluang kerja non perikanan berhubungan negatif dengan produksi ikan, sedangkan status sumberdaya, teknologi, pelabuhan, ukuran kapal, kegiatan agro industri, kredit dan mutu sumberdaya manusia berhubungan positif dengan produksi ikan dan pendapatan nelayan. Pendapatan rumahtangga nelayan terutama ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan melaut, dimana pengaruh perubahan harga ikan dan status sumberdaya terhadap penerimaan nelayan cukup rendah. Dampak kebijakan kenaikan harga BBM menunjukkan penurunan produksi ikan dan pendapatan nelayan. Peningkatan pendapatan nelayan dalam menghadapi kenaikan harga BBM memerlukan kombinasi kebijakan yang terpadu, diantaranya penyediaan kredit, peningkatan ketrampilan, peningkatan ukuran kapal, pengembangan


(49)

teknologi ramah lingkungan, pelayanan pelabuhan, peningkatan pendapatan non melaut, perbaikan harga ikan dan perluasan daerah penangkapan ikan.

Penelitian yang diajukan kali ini mempunyai keunikan tersendiri karena model ekonomi rumahtangga petani yang terintegrasi antara tanaman pangan (padi) dan usaha peternakan belum pernah dilakukan. Bentuk-bentuk usaha sistem integrasi ini sudah banyak dilakukan oleh petani di Indonesia, namun keterkaitan antara penggunaan satu output menjadi input dari usahatani yang lain masih belum banyak dilakukan analisis ekonominya. Hal ini sangat penting mengingat salah satu keluaran dari kegiatan ini adalah suatu model ekonomi rumahtangga petani padi dan sapi dalam suatu pendekatan kesisteman. Kebijakan yang akan diterapkan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, utamanya adalah petani padi dan sapi.


(50)

III. KERANGKA TEORI

3.1. Kerangka Konseptual

Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus dari sawah, jerami, sapi, pupuk organik dan kembali ke sawah lagi (Haryanto et al., 1999). Hal ini berkaitan dengan adanya jerami padi yang berlimpah setiap kali musim panen dan dapat digunakan sebagai sumber pakan sapi. Untuk memanfaatkan potensi pakan berserat tersebut, perlu dikembangkan inovasi teknologi peningkatan kualitas nutrisi jerami padi. Sapi berfungsi sebagai alat penghasil bahan dasar pupuk organik yang akan dipergunakan untuk menjaga kelestarian kesuburan lahan persawahan. Dengan demikian pada satu kawasan persawahan dapat menghasilkan padi sebagai produk utama, susu atau daging sebagai hasil usaha peternakan, dan pupuk organik sebagai hasil samping usaha peternakan. Hal tersebut dalam suatu sistem usahatani secara rinci disajikan pada Gambar 2.

Produksi jerami padi dapat mencapai 6-8 ton per hektar per panen, meskipun bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi yang digunakan. Jerami padi yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak 2-3 ekor sepanjang tahun. Wilayah yang mampu panen 2 kali setahun dapat menunjang kebutuhan pakan berserat untuk 4-6 ekor sapi. Disamping jerami padi, dapat pula digunakan dedak padi sebagai salah satu komponen bahan pakan untuk menyusun ransum (Haryanto et al., 2002).


(51)

Gambar 2. Tahapan Produksi dan Pasar Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

Untuk meningkatkan kualitas nutrisi jerami padi perlu dilakukan proses fermentasi terbuka selama 21 hari. Hal ini dilakukan dengan menggunakan probiotik sebagai pemacu proses degradasi komponen serat dalam jerami padi sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Proses fermentasi terbuka ini dilakukan pada tempat yang terlindung dari hujan maupun sinar matahari langsung. Pemanfaatan jerami padi dapat dilakukan sepanjang tahun dan lebih efisien dalam pemanfaatan waktu dan tenaga kerja (Haryanto et al., 2002).

Dari sisi pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan pupuk organik, seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg setiap hari. Apabila kotoran sapi ini diproses menjadi pupuk organik diharapkan dapat menghasilkan 4-5 kg per hari. Dengan demikian, pada luasan sawah satu hektar diharapkan mampu

Jerami Padi Ternak

Kompos

Padi

Pasar Input dan Output


(52)

33

menghasilkan sekitar 7.3 sampai dengan 11 ton pupuk organik per tahun. Sementara itu, penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton per hektar untuk setiap kali tanam, sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1.8 sampai dengan 2.7 Ha dengan dua kali tanam setahun (Haryanto et al., 2002).

3.2. Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

Pelaksanaan kegiatan sistem integrasi tanaman-ternak menerapkan suatu pendekatan sistem dalam satu kesatuan daur produksi. Hal ini berupa siklus produksi dimana padi memerlukan kotoran sapi sebagai bahan pupuk organik, limbah padi berupa jerami dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan sapi menghasilkan kotoran ternak. Penerapan introduksi sistem ini tentunya tidak sama untuk semua petani dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Suatu introduksi baru dapat diterapkan oleh petani apabila sangat relevan dengan kebutuhan utamanya. Keberadaan dan kecepatan mengadopsi suatu hal yang baru merupakan salah satu indikator dari keberhasilan inovasi tersebut melalui penerapannya yang sangat luas. Beberapa inovasi yang diintroduksikan kepada petani oleh lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan banyak yang telah dilaksanakan dengan baik, namun ada pula yang tidak terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Phenomena ini menunjukkan bahwa penerapan inovasi baru tidak dapat digeneralisir pelaksanaannya, dimana hal ini memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang sangat mendalam terhadap interaksi lingkungan (petani, lahan, kultur masyarakat dan teknologi). Implikasinya adalah penerapan suatu inovasi harus spesifik lokasi (Francis and Hildebrand, 1989 dalam Noman and Douglas, 1994).


(53)

Mengapa suatu inovasi dapat diadopsi oleh petani dan di pihak lain ditolak dapat menjadi suatu rujukan dalam membangun suatu inovasi untuk petani. Hal ini terkait dengan pendekatan usahatani yang tepat di lapang disamping kesadaran bagi para peneliti untuk mengetahui dengan pasti komunitas petani yang akan menjadi target sasaran. Berbagai faktor yang dapat diidentifikasi sebagai kemungkinan penyebab hal ini adalah: (1) kelayakan ekonomi dan penerimaan sosial dari inovasi yang diintroduksi, (2) derajat kepentingan pada sistem produksi, (3) kemudahan akses input akibat inovasi tersebut, (4) ketersediaan sarana waktu dan tenaga, serta (5) tingkat perbedaan sebelum dan sesudah penggunaan inovasi dari sisi permintaan (Soedjana and Kristjanson, 2001).

3.3. Model Umum Ekonomi Rumahtangga

Rumahtangga dapat dipandang sebagai unit ekonomi yang mempunyai tujuan yang ingin dicapai dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Pengambilan keputusan di dalam rumahtangga petani tentang tujuan yang ingin dipenuhi dan cara mencapainya dengan sumberdaya yang tersedia menjadi salah satu variabel utama dalam sistem usahatani. Perilaku rasional dapat dipelajari jika rumahtangga sebagai satu unit ekonomi mempunyai tujuan yang ingin dicapai berdasarkan sumberdaya yang terbatas. Pada dasarnya, tujuan yang ingin dicapai oleh suatu rumahtangga adalah memaksimumkan fungsi kepuasan atau fungsi utilitas dengan memanfaatkan sejumlah sumberdaya yang tersedia dalam rumahtangga.

Becker (1965) mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga dan merupakan dasar dari New Household Economics. Rumahtangga dipandang sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi,


(1)

Lampiran 7. Dampak Kenaikan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga

Petani SITT dan Non SITT

(%)

Peubah Endogen Skenario 2a) Skenario 2b) Skenario 2c)

SITT Non SITT

SITT Non SITT

SITT Non SITT Luas areal panen - 7.576 - 8.015 - 12.899 - 12.950 - 3.668 - 3.735 Produksi padi - 9.051 - 10.044 - 15.380 - 16.254 - 4.374 - 4.677 Produksi kompos - 1.552 - 1.846 - 4.213 - 4.802 - 0.665 - 0.777 Produksi sapi - 1.085 - 1.030 - 14.631 - 15.770 - 0.216 - 0.122 Pnggnaan TK kel padi - 3.179 - 3.003 - 3.840 - 3.567 - 2.909 - 2.750 Pnggnaan TK luar padi - 5.341 - 5.112 - 8.141 - 7.645 - 4.565 - 4.378 Pnggunan TK kel sapi - 0.345 - 0.329 - 0.222 - 0.225 - 0.395 - 0.375 Curahan TK keluarga 6.413 6.323 7.000 6.845 6.173 6.089 Jumlah benih padi - 5.034 - 5.091 - 11.796 - 11.645 - 2.801 - 2.785 Jumlah pupuk urea - 6.348 - 6.622 - 15.048 - 15.517 - 4.966 - 5.260 Jumlah pupuk SP-36 - 10.264 - 11.342 - 17.363 - 18.345 - 5.969 - 6.391 Jumlah pupuk KCl - 15.088 - 15.603 - 15.118 - 14.767 - 7.278 - 7.275 Jumlah obat/pestisida - 11.027 - 12.048 - 17.262 - 17.846 - 6.616 - 6.954 Jumlah kompos - 12.356 - 13.762 - 11.398 - 11.543 - 1.676 - 1.554 Jumlah bakalan sapi - 0.864 - 0.718 - 16.822 - 15.996 - 0.157 - 0.069 Jumlah jerami segar - 0.783 - 0.638 - 12.957 - 12.618 - 0.020 - 0.062 Jumlah konsentrat - 1.244 - 1.647 - 11.119 - 16.765 - 0.478 - 0.469 Jumlah obat sapi - 1.399 - 1.730 - 6.153 - 7.415 - 0.478 - 0.506 Biaya sarana padi - 2.760 - 3.308 - 14.680 - 14.932 - 4.366 - 4.506 Biaya sarana sapi - 0.984 - 0.906 - 7.151 - 7.816 - 0.236 - 0.156 Penerimaan usahatani - 4.639 - 4.824 - 13.732 - 14.390 - 2.188 - 2.141 Pendapatan padi - 12.516 - 15.555 - 18.280 - 21.368 - 5.958 - 7.391 Pendapatan sapi - 1.160 - 1.136 - 19.246 - 21.187 - 0.209 - 0.110 Pendapatan kompos - 1.252 - 1.449 - 9.459 - 8.731 - 15.255 - 9.403 Pendapatan usahatani - 6.797 - 7.646 - 17.017 - 18.738 - 3.416 - 3.736 Pndapatn luar ushatani 7.937 8.646 8.226 8.925 7.818 8.524 Pendapatan total - 3.335 - 3.665 - 11.085 - 11.979 - 0.776 - 0.741 Konsumsi pangan -2.156 - 2.163 - 5.149 - 4.966 - 0.813 - 0.773 Konsumsi non pangan - 3.425 - 3.699 - 6.382 - 10.054 - 0.885 - 1.072 Konsumsi total - 2.508 - 2.563 - 6.382 - 6.290 - 0.886 - 0.851 Konsumsi gabah - 2.381 - 2.168 - 7.780 - 7.112 - 0.575 - 0.434 Surplus gabah - 10.669 - 12.279 - 17.237 - 18.848 - 5.295 - 5.881 Investasi sumberdaya - 1.383 - 1.420 - 4.800 - 4.891 - 0.374 - 0.341 Investasi produksi - 2.070 - 2.358 - 1.825 - 1.752 - 0.334 - 0.379 Investasi total - 0.610 - 0.599 - 4.130 - 4.209 - 0.459 - 0.557 Tabungan - 3.172 - 3.646 - 8.142 - 8.731 - 0.106 - 0.044 Cicilan kredit ushatani -9.787 - 11.168 - 15.801 - 17.129 - 4.863 - 5.348 Cicilan kredit ushasapi - 0.928 - - 2.322 - - 0.466 - Keterangan:

Skenario 2a): Kenaikan harga input padi sebesar 10 persen Skenario 2b): Kenaikan harga input sapi sebesar 10 persen Skenario 2c): Kenaikan harga input kompos sebesar 10 persen


(2)

Lampiran 8. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap

Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT

(%)

Peubah Endogen Skenario 3a)

SITT Non SITT

Luas areal panen 21.937 15.376

Produksi padi 29.702 23.308

Produksi kompos 9.534 8.163

Produksi sapi 6.295 3.269

Pnggnaan TK kel padi 1.227 0.428 Pnggnaan TK luar padi 7.165 4.253 Pnggunan TK kel sapi 0.697 0.521 Curahan TK keluarga 0.702 1.377 Jumlah benih padi 23.631 17.239 Jumlah pupuk urea 27.097 20.657 Jumlah pupuk SP-36 26.384 19.425 Jumlah pupuk KCl 17.093 11.088 Jumlah obat/pestisida 24.106 16.989

Jumlah kompos 16.092 8.768

Jumlah bakalan sapi 1.831 0.649 Jumlah jerami segar 4.560 1.564 Jumlah konsentrat 6.411 4.693 Jumlah obat sapi 10.357 9.898 Biaya sarana padi 30.073 22.924 Biaya sarana sapi 8.068 5.092 Penerimaan usahatani 29.222 22.894 Pendapatan padi 51.958 46.165 Pendapatan sapi 23.319 19.631 Pendapatan kompos 39.999 30.188 Pendapatan usahatani 36.175 29.708 Pendapatan luar ushatani 2.691 3.365 Pendapatan total 28.306 23.272

Konsumsi pangan 12.282 9.072

Konsumsi non pangan 23.736 18.974

Konsumsi total 15.458 11.649

Konsumsi gabah 3.038 - 2.949

Surplus gabah 36.166 30.758

Investasi sumberdaya 11.917 9.177 Investasi produksi 16.023 13.532 Investasi total 12.836 10.124

Tabungan 24.797 21.106

Cicilan kredit ushatani 33.163 27.972 Cicilan kredit ushasapi 4.937 - Keterangan:

Skenario 3a): Kenaikan kombinasi harga output sebesar 10 persen dan harga input sebesar 5 persen


(3)

Lampiran 9. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit Usahatani Padi dan Harga Input

Padi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT

(%)

Peubah Endogen Skenario 4a) Skenario 4b)

SITT Non SITT

SITT Non SITT

Luas areal panen - 1.654 - 1.472 0.048 1.609 Produksi padi - 1.971 - 1.821 0.032 2.013 Produksi kompos - 0.443 - 0.389 0.974 0.291 Produksi sapi - 0.368 - 0.304 0.011 0.373 Pnggnaan TK kel padi - 0.122 - 0.092 0.0139 0.077 Pnggnaan TK luar padi - 0.329 - 0.246 0.709 0.301 Pnggunan TK kel sapi - 0.227 - 0.017 0.103 0.014 Curahan TK keluarga 0.108 0.085 0.012 0.072 Jumlah benih padi - 0.691 - 0.237 1.545 3.813 Jumlah pupuk urea - 0.562 - 0.269 0.604 1.866 Jumlah pupuk SP-36 - 1.961 - 2.030 0.868 0.003 Jumlah pupuk KCl - 3.479 - 3.349 0.906 0.089 Jumlah obat/pestisida - 1.749 - 1.585 0.304 0.220 Jumlah kompos - 5.220 - 5.771 - 4.310 - 4.107 Jumlah bakalan sapi - 0.298 - 0.217 0.709 - 0.266 Jumlah jerami segar - 0.321 - 0.226 0.820 0.309 Jumlah konsentrat - 0.383 - 0.393 0.896 0.488 Jumlah obat sapi - 0.389 - 0.408 0.814 0.508 Biaya sarana padi - 0.717 - 1.575 2.970 4.372 Biaya sarana sapi - 0.318 - 0.253 0.905 0.229 Penerimaan usahatani - 1.034 - 0.891 1.044 0.912 Pendapatan padi - 2.964 - 3.118 0.976 0.616 Pendapatan sapi - 0.407 - 0.345 0.911 0.414 Pendapatan kompos - 1.949 - 0.827 0.980 0.627 Pendapatan usahatani - 1.572 - 1.485 - 0.280 - 0.897 Pendapatan luar usahatani - 0.012 - 0.040 0.005 - 0.039 Pendapatan total - 1.191 - 1.112 - 0.213 - 0.786 Konsumsi pangan - 0.597 - 0.501 - 0.053 - 0.445 Konsumsi non pangan - 1.070 - 0.973 - 0.144 - 0.775 Konsumsi total - 0.728 - 0.624 - 0.078 - 0.531 Konsumsi gabah - 0.821 - 0.607 - 0.164 - 0.520 Surplus gabah - 2.249 - 2.165 0.080 - 0.244 Investasi sumberdaya - 0.479 - 0.420 - 0.103 - 0.265 Investasi produksi - 0.597 - 0.549 - 0.108 - 0.382 Investasi total - 0.506 - 0.448 - 0.104 - 0.290 Tabungan - 1.315 - 1.249 - 0.021 - 0.288 Cicilan kredit ushatani - 2.059 - 1.963 0.075 0.222 Cicilan kredit ushasapi - 0.215 - - 0.038 - Keterangan:

Skenario 4a): Kenaikan jumlah kredit sebesar 10 persen dan harga input padi sebesar 5 persen Skenario 4b): Kenaikan jumlah kredit sebesar 50 persen dan harga input padi sebesar 5


(4)

Lampiran 10. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit Usaha Sapi dan Harga Input

Sapi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT

(%)

Peubah Endogen Skenario 5a) Skenario 5b)

SITT SITT

Luas areal panen - 3.980 - 0.791

Produksi padi - 4.758 - 0.961

Produksi kompos - 1.552 - 0.370

Produksi sapi - 5.886 - 0.427

Pnggnaan TK kel padi - 0.407 - 0.093 Pnggnaan TK luar padi - 1.502 - 0.202 Pnggunan TK kel sapi - 0.076 - 0.017

Curahan TK keluarga 0.362 0.083

Jumlah benih padi - 3.942 - 0.924 Jumlah pupuk urea - 4.450 - 1.114 Jumlah pupuk SP-36 - 4.780 - 0.670 Jumlah pupuk KCl - 3.319 - 0.508 Jumlah obat/pestisida - 4.487 - 0.608

Jumlah kompos - 4.119 - 0.527

Jumlah bakalan sapi - 8.036 - 6.707 Jumlah jerami segar - 6.187 - 4.902

Jumlah konsentrat - 2.105 11.196

Jumlah obat sapi 0.516 14.108

Biaya sarana padi - 4.412 - 0.794

Biaya sarana sapi - 1.972 2.598

Penerimaan usahatani - 4.835 - 0.618

Pendapatan padi - 5.326 - 1.045

Pendapatan sapi - 8.294 - 2.260

Pendapatan kompos - 3.500 - 0.845 Pendapatan usahatani - 5.968 - 1.415 Pendapatan luar usahatani 0.162 0.036

Pendapatan total - 4.527 - 1.074

Konsumsi pangan - 1.894 - 0.426

Konsumsi non pangan - 3.733 - 0.865

Konsumsi total - 2.404 - 0.548

Konsumsi gabah - 3.202 - 0.739

Surplus gabah - 5.135 - 1.015

Investasi sumberdaya - 1.945 - 0.469 Investasi produksi - 2.279 - 0.542

Investasi total - 2.020 - 0.485

Tabungan - 3.492 - 0.737

Cicilan kredit ushatani - 4.716 - 0.928 Cicilan kredit ushasapi - 0.814 - 0.193 Keterangan:

Skenario 5a): Kenaikan jumlah kredit sebesar 10 persen dan harga input sapi sebesar 5 persen Skenario 5b): Kenaikan jumlah kredit sebesar 50 persen dan harga input sapi sebesar 5 persen


(5)

Lampiran 11. Dampak Kenaikan Kombinasi Tingkat Suku Bunga dan Harga

Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT

(%)

Peubah Endogen Skenario 11a)

SITT

Luas areal panen 15.032

Produksi padi 19.673

Produksi kompos 5.839

Produksi sapi 6.806

Pnggnaan TK kel padi 1.599 Pnggnaan TK luar padi 5.619 Pnggunan TK kel sapi 0.298 Curahan TK keluarga - 1.422 Jumlah benih padi 14.817 Jumlah pupuk urea 16.791 Jumlah pupuk SP-36 17.998

Jumlah pupuk KCl 12.538

Jumlah obat/pestisida 16.958

Jumlah kompos 15.182

Jumlah bakalan sapi 5.122 Jumlah jerami segar 5.524

Jumlah konsentrat 5.933

Jumlah obat sapi 6.715

Biaya sarana padi 18.331

Biaya sarana sapi 5.737

Penerimaan usahatani 18.028

Pendapatan padi 30.889

Pendapatan sapi 16.475

Pendapatan kompos 12.963 Pendapatan usahatani 22.419 Pendapatan luar usahatani - 0.644

Pendapatan total 16.999

Konsumsi pangan 7.583

Konsumsi non pangan 14.439

Konsumsi total 9.484

Konsumsi gabah 3.530

Surplus gabah 23.587

Investasi sumberdaya 7.146 Investasi produksi 8.538

Investasi total 7.458

Tabungan 15.014 Cicilan kredit ushatani 35.690 Cicilan kredit ushasapi 11.694 Keterangan:

Skenario 11a): Kenaikan kombinasi suku bunga usahatani dan sapi serta harga output padi dan sapi sebesar 5 persen


(6)

Lampiran 12. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di

Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan

Non SITT

(%)

Peubah Endogen Skenario 12a) Skenario 12b)

SITT Non SITT

SITT Non SITT

Luas areal panen padi - 5.034 - 5.889 - 3.500 - 3.653 Produksi padi - 6.024 - 4.562 - 4.197 - 4.562 Produksi kompos - 0.739 - 0.680 - 0.591 - 0.680 Produksi sapi - 0.475 - 0.751 - 0.177 - 0.101 Penggunaan TK kel padi - 4.486 - 4.250 - 2.891 - 2.741 Penggunaan TK luar padi - 6.771 - 6.664 - 4.530 - 4.361 Penggunaan TK kel sapi 0.462 0.408 0.398 0.377 Curahan TK keluarga 10.00 10.00 6.157 6.081 Jumlah benih padi - 3.421 - 4.106 - 2.624 - 2.681 Jumlah pupuk urea - 6.583 - 7.760 - 4.750 - 5.130 Jumlah pupuk SP-36 - 9.087 - 10.739 - 5.853 - 6.324 Jumlah pupuk KCl - 11.113 - 11.653 - 7.188 - 7.227 Jumlah obat/pestisida - 10.114 - 11.532 - 6.464 - 6.866 Jumlah kompos - 2.490 - 3.274 - 1.580 - 1.498 Jumlah bakalan sapi - 0.364 - 0.516 - 0.125 - 0.054 Jumlah jerami segar - 0.221 - 0.391 0.020 0.082 Jumlah konsentrat - 0.766 - 1.339 - 0.383 - 0.442 Jumlah obat sapi - 0.803 - 1.413 - 0.438 - 0.478 Biaya sarana padi - 5.766 - 7.013 - 4.224 - 4.426 Biaya sarana sapi - 0.441 - 0.594 - 0.202 - 0.138 Penerimaan usahatani - 3.239 - 4.305 - 2.084 - 2.081 Pendapatan padi - 7.091 - 7.252 - 5.749 - 7.252 Pendapatan sapi - 0.522 - 0.843 - 0.167 - 0.086 Pendapatan kompos - 1.635 - 1.827 - 1.333 - 1.235 Pendapatan usahatani - 3.884 - 5.439 - 3.144 - 3.559 Pendapatan luar usahatani 5.490 3.203 7.810 8.519 Pendapatan total - 1.681 - 3.328 - 0.570 - 0.608 Konsumsi pangan - 1.287 - 1.744 - 0.732 - 0.726 Konsumsi non pangan - 1.904 - 3.145 - 0.908 - 0.969 Konsumsi total - 1.458 - 2.108 - 0.781 - 0.790 Konsumsi gabah - 1.232 - 1.995 - 0.411 - 0.347 Surplus gabah - 7.186 - 8.932 - 5.115 - 5.758 Investasi sumberdaya - 0.669 - 1.248 - 0.284 - 0.287 Investasi produksi 1.758 - 0.133 3.449 3.857 Investasi total - 0.126 - 1.006 0.552 0.614

Tabungan - 1.937 - 3.831 0.032 0.044

Cicilan kredit usahatani - 6.596 - 8.113 - 4.690 - 5.240 Cicilan kredit usahasapi - 0.530 - 0.539 - 0.429 - 0.353 Keterangan:

Skenario 12a): Kenaikan curahan tenaga kerja keluarga di luar usahatani sebesar 10 persen Skenario 12b): Kenaikan upah sebesar 10 persen