TUGAS Pengembangan Program Pembelajaran. docx

TUGAS
Pengembangan Program Pembelajaran matematika (P3M)
Oleh
Nama: KARYA
NIM

: 10536478814

Kelas : 2014 B matematika

PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
ridho-Nya yang telah dilimpahkan dan dikaruniakan kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan Makalah tentang Filsafat Trigonometri Dalam Islam.
Dalam menyelesaikan makalah ini banyak hal yang menghambat proses dalam

pembuatannya, namun semua itu dapat dilalui berkat dukungan dari berbagai pihak
utamanya para anggota kelompok kami. Makalah ini dibuat dalam rangka pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya mengetahui pengertian trigonometri, para ilmua
trigonometri muslim baik sebelum masehi maupun setelah masuk masehi serta
pengaplikasian trigonometri dalam islam.
Trigonometri adalah pengukuran sudut segitiga. Menurut Edward J. Byng bahwa
trigonometri adalah ciptaan orang arab. Oleh karena itu, banyak kata-kata dalam
trigonometri yang menggunakan istilah dari Arab.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik,
masukan, dan saran yang membangun untuk kesempurnaan di masa yang akan datang.

Makassar,27 juni2016

KARYA

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
BAB I PEMBAHASAN MASALAH ...................................................................... .........

A. Perkembangan Ilmu Matematika......................................................................
B. Pengertian Trigonometri.....................................................................................
C. Awal Kemunculan Trigonometri.......................................................................
D. Filsafat Ilmuan Muslim Yang Berperan Di Bidang Trigonometri................
1.

Abu Wafa Muhammad Al Buzjani, Sebagai
Peletak Dasar Rumus Trigonometri.................................................. .........

2.

Muhammad Musa Al-Khawarizmi.....................................................

3.

Al-Battani :Sang Penemu Hitungan Jarak Keliling Bumi.............

4.

Al-Biruni, Matematikawan Penemu Trigonometri Modern............


E. Apliksi Trigonometri.............................................................................................
BAB II PENUTUP ...................................................................................................
A. Kesimpulan..................................................................................
B. Saran ............................................................................................ .........

BAB I
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Ilmu Matematika
Matematika adalah ilmu yang diperoleh melalui tangga musik dan rasional.
Konsep matematika yang dikembangkan adalah sebagai berikut.
1.

Logika tentang bukti,

2.

Ide-ide empiris tentang hukum eksakta dan hukum alam

3.


Konsep operasi

4.

Matematika bergerak dari deskripsi yang bersifat statis kepada deskripsi yang
bersifat dinamis.
Berbicara Ilmu dan perkembangannya maka tidak lepas dari kepemimpinan

pada jamannya. Bila pada saat itu Khalifah yang meminpin pada masanya sangat
concern terhadap perkembangan ilmu filsafat dan agama, maka berkembanglah
keilmuan yang pesat. Karena pada saat itu Khalifah memberikan modal penelitian,
sarana yang baik dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Dibawah ini sebelum kita
membicarakan saru persatu cendikiwan musilim yang banyak berjasa dalam
mengembangan ilmu, kita melihat kilas balik tahun-tahun kepemimpinan khalifah
dari mulai jaman Abu bakar sampai kepemimpinan bani Umayah dan Abasiyah.
B. Pengertian Trigonometri
Trigonometri berasal daro bahasa Yunani yaitu tri artinya tiga, gonomon artinya
sudut dan metria yang artinya ukuran jadi. Jadi, trigonometri adalah pengukuran
sudut segitiga.

Menurut Edward J. Byng bahwa trigonometri adalah ciptaan orang arab. Oleh
karena itu, banyak kata-kata dalam trigonometri yang menggunakan istilah dari Arab.
C. Awal Kemunculan Trigonometri

Walaupun pada mulanya trigonometru dikaji sebagai cabang astronomi tetapi
akhirnya trigonometri berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu. Perkembangan
awal trogonometri terbukti digerakkan disebabkan keperluan penyelesaian masalah
astronomi. Kemunculan trigonometri merupakan proses yang perlahan. Jika
dibandingkan dengan cabang matematika lain, trigonometri berkembambang
disebabkan hubungan antara pendidikan matematika terapan dengan keperluan sains
dalam bidang astronomi. Hubungan ini dianggap saling berkait, tetapu tersembunyi
sehingga zaman Renaissans trigonometri dijadikan sebagai topik tambahan dalam
astronomi.
D. Filsafat Ilmuan Muslim Yang Berperan Dibidang Trigonometri
Trigonometri sebagai alat utama astronomi telah menjadi bidang kajian yang
sangat diminati oleh ahli-ahli matematika islam sehingga trigonometri dapat berdiri
sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu. Orang islam adalah orang yang pertama kali
menekankan pengkajian prinsip-prinsip cahaya. Ia adalah al-Haitham, yang telah
menulis risalah-risalah penting tentang topik. Al-Haitham membina bentuk awal
prinsip-prinsip cahaya yang akhirnya menjadi hukum snell tentang pembiasan

cahaya. Prinsip oprik al-Haitham memberu sesuatu insipirasi supaya perhatian
terhadap astronomi dan trigonometri lebih diutamakan.
1. Abu Wafa Muhammad Al Buzjani, Sebagai Peletak Dasar Rumus
Trigonometri.
Masa kejayaan Islam tempo dulu antara lain ditandai dengan maraknya
tradisi ilmu pengetahuan. Para sarjana Muslim, khususnya yang berada di
Baghdad dan Andalusia, memainkan peran cukup penting bagi tumbuh
berkembangnya ilmu kedokteran, matematika, kimia, dan bidang ilmu lain yang
sekarang berkembang. Selama berabad-abad sarjana-sarjana Muslim tadi
menuangkan buah pikiran dan hasil penelitian ke dalam kitab-kitab pengetahuan
untuk kemudian menjadi rujukan ilmu pengetahuan modern. Kini, dunia telah

dapat mengambil manfaat dari pengembangan ilmu yang dirintis oleh para
ilmuwan serta sarjana Muslim.
Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail al Buzjani,
merupakan satu di antara sekian banyak ilmuwan Muslim yang turut mewarnai
khazanah pengetahuan masa lalu. Dia tercatat sebagai seorang ahli di bidang ilmu
matematika dan astronomi. Kota kecil bernama Buzjan, Nishapur, adalah tempat
kelahiran ilmuwan besar ini, tepatnya tahun 940 M. Sejak masih kecil,
kecerdasannya sudah mulai nampak dan hal tersebut ditunjang dengan minatnya

yang besar di bidang ilmu alam. Masa sekolahnya dihabiskan di kota
kelahirannya itu.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, Abul Wafa
lantas memutuskan untuk meneruskan ke jenjang lebih tinggi di ibukota Baghdad
tahun 959 M. Di sana, dia pun belajar ilmu matematika. Sejarah mencatat, di kota
inilah Abul Wafa kemudian menghabiskan masa hidupnya. Tradisi dan iklim
keilmuan Baghdad benar-benar amat kondusif bagi perkembangan pemikiran
Abul Wafa. Berkat bimbingan sejumlah ilmuwan terkemuka masa itu, tak berapa
lama dia pun menjelma menjadi seorang pemuda yang memiliki otak cemerlang.
Dia pun lantas banyak membantu para ilmuwan serta pula secara pribadi
mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika, utamanya
geometri dan trigonometri. Di bidang ilmu geometri, Abul Wafa memberikan
kontribusi signifikan bagipemecahan soal-soal geometri dengan menggunakan
kompas; konstruksi ekuivalen untuk semua bidang, polyhedral umum; konstruksi
hexagon setengah sisi dari segitiga sama kaki; konstruksi parabola dari titik dan
solusi geometri bagi persamaan.
Konstruksi bangunan trigonometri versi Abul Wafa hingga kini diakui
sangat besar kemanfaatannya. Dia adalah yang pertama menunjukkan adanya
teori relatif segitiga parabola. Tak hanya itu, dia juga mengembangkan metode
baru tentang konstruksi segi empat serta perbaikan nilai sinus 30 dengan


memakai delapan desimal. Abul Wafa pun mengembangkan hubungan sinus dan
formula 2 sin2 (a/2) = 1 - cos a dan juga sin a = 2 sin (a/2) cos (a/2).
Salah satu kontribusinya dalam trigonometri adalah mengembangkan fungsi
tangen dan mengembangkan metode untuk menghitung tabel trigonometri. Abul
Wafa menemukan relasi identitas trigonometri berikut ini:
sin(a + b) = sin(a)cos(b) + cos(a)sin(b)
cos(2a) = 1 − 2sin 2(a)
sin(2a) = 2sin(a)cos(a)
dan menemukan rumus sinus untuk geometri sferik (yang tampak mirip
dengan hukum sinus):
2 sin2 (a/2) = 1 - cos a dan juga sin a = 2 sin (a/2) cos (a/2)
Di samping itu, Abul Wafa membuat studi khusus menyangkut teori tangen
dan tabel penghitungan tangen. Dia memperkenalkan secan dan cosecan untuk
pertama kalinya, berhasil mengetahui relasi antara garis-garis trigonometri yang
mana berguna untuk memetakannya serta pula meletakkan dasar bagi
keberlanjutan studi teori conic. Abul Wafa bukan cuma ahli matematika, namun
juga piawai dalam bidang ilmu astronomi. Beberapa tahun dihabiskannya untuk
mempelajari perbedaan pergerakan bulan dan menemukan "variasi". Dia pun
tercatat sebagai salah satu dari penerjemah bahasa Arab dan komentator karyakarya Yunani.

Banyak buku dan karya ilmiah telah dihasilkannya dan mencakup banyak
bidang ilmu. Namun tak banyak karyanya yang tertinggal hingga saat ini.
Sejumlah karyanya hilang, sedang yang masih ada, sudah dimodifikasi.
Kontribusinya dalam bentuk karya ilmiah antara lain dalam bentuk kitab Ilm alHisab (Buku Praktis Aritmatika), Al-Kitab Al-Kamil (Buku Lengkap), dan Kitab
al-Handsa (Geometri Terapan). Abul Wafa pun banyak menuangkan karya
tulisnya di jurnal ilmiah Euclid, Diophantos dan al-Khawarizmi, tetapi sayangnya
banyak yang telah hilang.

Kendati demikian, sumbangsihnya bagi teori trigonometri amatlah
signifikan terutama pengembangan pada rumus tangen, penemuan awal terhadap
rumus secan dan cosecan. Maka dari itu, sejumlah besar rumus trigomometri tak
bisa dilepaskan dari nama Abul Wafa. Seperti disebutkan dalam Alquran maupun
hadis, agama Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa belajar dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Inilah yang dihayati oleh sang ilmuwan
Muslim, Abul Wafa Muhammad hingga segenap kehidupannya dia abdikan demi
kemajuan ilmu. Dia meninggal di Baghdad tahun 997 M.
2. Muhammad Musa Al-Khawarizmi
Nama sebenar al-Khawarizmi ialah Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi.
Selain itu beliau dikenali sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin
Yusoff. Al-Khawarizmi telah dikanali di Barat sebagai al-Khawarizmi, alCowarizmi, al-Ahawizmi, al-Karismi, al-Goritmi, al-Gorismi dan beberapa cara

ejaan lagi.
Beliau telah dilahirkan di Bukhara. Pada tahun 780-850M adalah zaman
kegemilangan al-Khawarizmi. al-Khawarizmi telah wafat antara tahun 220 dan
230M. Ada yang mengatakan al-Khawarizmi hidup sekitar awal pertengahan
abad ke-9M. Sumber lain menegaskan beliau di Khawarism, Usbekistan pada
tahun 194H/780M dan meninggal tahun 266H/850M di Baghdad.
Ketokohan al-Khawarizmi dapat dilihat dari dua sudut iaitu dari bidang
matematik dan astronomi. Namun bidang matematik akan diperjelaskan secara
terperinci berbanding astronomi kerana ia melibatkan kajian yang dikaji.
Dalam bidang matematik, al-Khawarizmi telah memperkenalkan aljabar
dan hisab. Beliau banyak menghasilkan karya-karya yang masyhor ketika zaman
tamadun Islam. Antara karya-karya yang beliau hasilkan ialah ‘Mafatih alUlum’. Sistem nombor adalah salah satu sumbangan dan telah digunakan pada
zaman tamadun Islam.

Banyak kaedah yang diperkenalkan dalam setiap karya yang dihasilkan.
Antaranya ialah kos, sin dan tan dalam trigonometri penyelesaian persamaan,
teorem segitiga sama juga segitiga sama kaki dan mengira luas segitiga, segi
empat selari dan bulatan dalam geometri. Masaalah pecahan dan sifat nombor
perdana dan teori nombor juga diperkenalkan. Banyak lagi konsep dalam
matematik yang telah diperkenalkan al-khawarizmi sendiri.

Bidang astronomi juga membuatkan al-Khawarizmi dikenali pada zaman
tamadun Islam. Astronomi dapat ditakrifkan sebagai ilmu falaq [pengetahuan
tentang bintang-bintang yang melibatkan kajian tentang kedudukan, pergerakan,
dan pemikiran serta tafsiran yang berkaitan dengan bintang].
Seawal kurun ketiga lagi lagi, al-Khawarizmi telah menghasilkan dua buah
yang salah satu daripadanyatelah diterjemahkan ke Bahasa Latin dan memberi
pengaruh besar ke atas Muslim dan orangSpanyol dan Kristian.
Penggunaan matematik dalam astronomi sebelum tamadun Islam amat
sedikit dan terhad. Ini disebabkan oleh kemunduran pengetahuan matematik
yang terhad kepada pengguna aritmetik dan geometri sahaja.
3. Al-Battani : "Sang Penemu Hitungan Jarak Keliling Bumi"
Sejak berabad-abad lamanya, astronomi dan matematika begitu lekat
dengan umat Islam. Tak heran bila sejumlah ilmuwan di kedua bidang tersebut
bermunculan. Salah seorang di antaranya adalah Abu Abdallah Muhammad Ibn
Jabir Ibn Sinan Al-Battani. Ia lebih dikenal dengan panggilan Al-Battani atau
Albatenius.
Al Battani lahir di Battan, Harran, Suriah pada sekitar 858 M. Keluarganya
merupakan penganut sekte Sabbian yang melakukan ritual penyembahan terhadap
bintang. Namun ia tak mengikuti jejak langkah nenek moyangnya, ia lebih
memilih memeluk Islam. Ketertarikannya dengan benda-benda yang ada di langit
membuat Al Battani kemudian menekuni astronomi. Secara informal ia
mendapatkan pendidikan dari ayahnya yang juga seorang ilmuwan, Jabir Ibn
San’an Al-Battani. Keyakinan ini menguat dengan adanya bukti kemampuan Al

Battani membuat dan menggunakan sejumlah perangkat alat astronomi seperti
yang dilakukan ayahnya.
Beberapa saat kemudian, ia meninggalkan Harran menuju Raqqa yang
terletak di tepi Sungai Eufrat, di sana ia melanjutkan pendidikannya. Di kota
inilah ia melakukan beragam penelitian hingga ia menemukan berbagai
penemuan cemerlangnya. Pada saat itu, Raqqa menjadi terkenal dan mencapai
kemakmuran.
Ini disebabkan karena kalifah Harun Al Rashid, khalifah kelima dalam
dinasti Abbasiyah, pada 14 September 786 membangun sejumlah istana di kota
tersebut. Ini merupakan penghargaan atas sejumlah penemuan yang dihasilkan
oleh penelitian yang dilakukan Al Battani. Usai pembangunan sejumlah istana di
Raqqa, kota ini menjadi pusat kegiatan baik ilmu pengetahuan maupun
perniagaan yang ramai.
Buah pikirnya dalam bidang astronomi yang mendapatkan pengakuan dunia
adalah lamanya bumi mengelilingi bumi. Berdasarkan perhitungannya, ia
menyatakan bahwa bumi mengelilingi pusat tata surya tersebut dalam waktu 365
hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Perhitungannya mendekati dengan
perhitungan terakhir yang dianggap lebih akurat.
Itulah hasil jerih payahnya selama 42 tahun melakukan penelitian yang
diawali pada musa mudanya di Raqqa, Suriah. Ia menemukan bahwa garis bujur
terajauh matahari mengalami peningkatan sebesar 16,47 derajat sejak perhitungan
yang dilakukan oleh Ptolemy. Ini membuahkan penemuan yang penting mengenai
gerak lengkung matahari.
Al Battani juga menentukan secara akurat kemiringin ekliptik, panjangnya
musim, dan orbit matahari. Ia pun bahkan berhasil menemukan orbit bulan dan
planet dan menetapkan teori baru untuk menentukan sebuah kondisi
kemungkinan terlihatnya bulan baru. Ini terkait dengan pergantian dari sebuah
bulan ke bulan lainnya.

Penemuannya mengenai garis lengkung bulan dan matahari, pada 1749
kemudian digunakan oleh Dunthorne untuk menentukan gerak akselerasi bulan.
Dalam bidang matematika, Al Battani juga memberikan kontribusi gemilang
terutama dalam trigonometri. Laiknya, ilmuwan Muslim lainnya, ia pun
menuliskan pengetahuannya di kedua bidang itu ke dalam sejumlah buku.
Bukunya tentang astronomi yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij. Buku
ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan judul De
Scienta Stellerum u De Numeris Stellerum et Motibus oleh Plato dari Tivoli.
Terjemahan tertua dari karyanya itu masih ada di Vatikan. Terjemahan buku
tersebut tak melulu dalam bahasa latin tetapi juga bahasa lainnya.
Terjemahan ini keluar pada 1116 sedangkan edisi cetaknya beredar pada
1537 dan pada 1645. Sementara terjemahan karya tersebut ke dalam bahasa
Spanyol muncul pada abad ke-13. Pada masa selanjutnya baik terjemahan karya
Al Battani dalam bahasa Latin maupun Spanyol tetap bertahan dan digunakan
secara luas.
Tak heran bila tulisannya, sangat memberikan pengaruh bagi perkembangan
ilmu pengetahuan di Eropa hingga datangnya masa Pencerahan. Dalam Fihrist,
yang dikompilasi Ibn An-Nadim pada 988, karya ini merupakan kumpulan
Muslim berpengaruh pada abad ke-10, dinyatakan bahwa Al Battani merupakan
ahli astronomi yang memberikan gambaran akurat mengenai bulan dan matahari.
Al Battani juga menemukan sejumlah persamaan trigonometri:
\tana

=

\frac{\sin

a}{\cos

a}

\sec a = \sqrt{1 + \tan^2 a }
Beliau juga memecahkan persamaan sin x = a cos x dan menemukan rumus
\sin a = \frac{a}{\sqrt{1 + a^2}}
dan

menggunakan

gagasan

al-Marwazi

tentang

tangen

dalam

mengembangkan persamaan-persamaan untuk menghitung tangen, cotangen dan
menyusun tabel perhitungan tangen.

Informasi lain yang tertuang dalam Fihrist menyatakan pula bahwa Al
Battani melakukan penelitian antara tahun 877 dan 918. Tak hanya itu, di
dalamnya juga termuat informasi mengenai akhir hidup sang ilmuwan ini. Fihrist
menyatakan bahwa Al Battani meninggal dunia dalam sebuah perjalanan dari
Raqqa ke Baghdad.
Perjalanan ini dilakukan sebagai bentuk protes karena ia dikenai pajak yang
berlebih. Al Battani memang mencapai Baghdad untuk menyampaikan keluhannya
kepada pihak pemerintah. Namun kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya
ketika dalam perjalanan pulang dari Baghdad ke Raqqa.
4. Al-Biruni, Matematikawan Penemu Trigonometri Modern
NAMA lengkap al-Biruni adalah Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad alKhawarizmi al-Biruni. Saintis ensiklopedis abad ke-9 ini dilahirkan di kota
Khawarizmi, salah satu kota di wilayah Uzbekistan pada tahun 362 H (973 M).
Adapun nama Al-Biruni berasal dari kata Birun dalam bahasa Persia yang berarti
kota pinggiran. Dinamakan demikian karena tanah kelahirannya terletak di
pinggiran kota Kats yang merupakan pusat kota Khwarizm. Kota tersebut
memang dahulu dikenal termasuk wilayah Persia. Sehingga, al-Biruni biasanya
dikenal ilmuan dari Persia Timur. Tradisi dan lingkungan di negeri al-Biruni
mempengaruhi karakter dan keilmuannya. Pada waktu itu, merupakan masa-masa
emas bidang sains Islam di wilayah Asia Tengah. Ia hidup sezaman dengan Abu
Nashr Manshur, astronom kenamaan asal Khurasan yang menguasai karya-karya
klasik Yunani seperti Ptolomeus dan Menelaus. Al-Biruni bahkan pernah belajar
langsung ilmu astronomi kepadanya. Gurunya Abu Nashr Manshur meskipun
seorang pengkaji filsafat Yunani, akan tetapi framework pemikirannya tidak
terpengaruh oleh filsafat paripatetik Yunani.
Frame ini diajarkannya kepada al-Biruni. Makanya al-Biruni dikenal cukup
keras dan lugas menyikapi fenomena filsafat paripatetik Yunani. Dengan ajaran
Gurunya itu, al-Biruni tampil sebagai kritikus yang keras terhadap filsafat Yunani.
Ia pernah berkorespondensi dengan Ibn Sina, mendiskusikan tentang filsafat dan

pengaruhnya terhadap cendekiawan muslim waktu itu (Sains dan Peradaban di
Dalam Islam, halaman 115). Selain sezaman dengan dua ilmuan tersebut, alBiruni juga semasa dengan al-Haitsam, seorang ilmuan muslim ahli fisika. Ia
termasuk ilmuan yang memiliki modal kecerdasan matematis. Al-Biruni
senantiasa menolak segala asumsi yang lahir dari khayalan. Pemikirannya logis,
tapi tidak pernah menafikan teologi. Al-Biruni adalah pelopor metode
eksperimental ilmiah dalam bidang mekanika, astronomi, bahkan psikologi. Ia
menghendaki agar setiap teori dilahirkan dari eksperimen dan bukan sebaliknya.
Al-Biruni termasuk saintis esiklopedis, karena pakar dalam berbagai cabang
ilmu pengetahuan. Memang tradisi para cendekiawan muslim dahulu adalah
mereka tidak cukup puas menguasai dalam satu bidang ilmu saja. Al-Biruni selain
dikenal sebagai seorang ahli matematika, juga menguasai bidang-bidang sains
lainnya.
Sepanjang hidupnya, al-Biruni telah menghasilkan karya tidak kurang dari
146 buku (sebagian ahli bahkan mengatakan bahwa al-Biruni telah menulis 180
buku). Kebanyakan merupakan karya bidang astronomi yakni ada sekitar 35.
Sisanya buku tentang astrologi, geografi, farmakologi, matematika, filsafat,
agama, dan sejarah.
Bidang sains yang dikuasainya adalah astronomi, geodesi, fisika, kimia,
biologi, dan farmakologi. Selain itu ia juga terkenal sebagai peneliti bidang
filsafat, sejarah, sosiologi dan ilmu perbandingan agama. Tentang bidang sosial
ini al-Biruni mendapat gelar seorang antropolog, karena penelitiannya yang serius
tentang kehidupan keagamaan orang India.
Hasil risetnya dibukukan dengan judul Tahqiq maa lii al-Hindi min
Maqulah Maqbulah fi Al-‘Aqli aw Mardzwilah dan Tarikh al-Hindi.
Di antara pencapaian intelektualnya tersebut, peletakan dasaar-dasar
trigonometri merupakan prestasi besar al-Biruni di bidang matematika.
Trigonometri adalah cabang ilmu matematika yang membahas tentang sudut
segitiga.

Di dalamnya terdapat istilah-istilah trigonometrik, yaitu sinus, cosinus, dan
tangen. Dasar-dasar dari teori trigonometrik ini ternyata telah lama dikenal oleh
ilmuan muslim terdahulu abad kesembilan Masehi. Al-Biruni dikenal sebagai
matematikawan pertama di dunia yang membangun dasar-dasar trigonometri.
Landasan-landasan trigonometrik tersebut kemudian dikembangkan ilmuan
Barat. Dan diaplikasikan ke dalam beberapa cabang ilmu, seperti astronomi,
arsitektur, dan fisika. Al-Biruni sendiri pernah mengaplikasikannya secara
matematik untuk membolehkan arah kiblat ditentukan dari mana-mana tempat di
dunia.
Meskipun ilmu trigonometri telah dikenal di Yunani, akan tetapi
pematangannya ada di tangan al-Biruni. Ia mengembangkan teori trigonometri
berdasarkan pada teori Ptolemeus. Hukum Sinus (The Sine Law) adalah
temuannya yang memperbaiki teori Ptolemeus.
Hukum ini merupakan teori yang melampaui zamannya. Seperti yang
popular dalam trigonometri modern terdapat hukum sinus. Hukum sinus ialah
pernyataan tentang sudut segitiga. Rumus ini berguna menghitung sisi yang
tersisa dari segitiga dari 2 sudut dan 1 sisinya diketahui.
Prestasi al-Biruni lebih diakui daripada Ptolemeus karena dua alasan:
Pertama, teorinya telah memakai sinus sedangkan Ptolemeus masih
sederhana, yaitu menggunakan tali atau penghubung dua titik di lingkaran
(chord).
Kedua, teori trigonometri al-Biruni dan para saintis muslim penerusnya itu
menggunakan bentuk aljabar sebagai pengganti bentuk geometris.
Rumus sinus dinyatakan rumus praktis dan lebih cainggih. Menggunakan
logika matematika modern dan sangat dibutuhkan dalam perhitungan-perhitungan
rumit tentang sebuah bangunan. Dunia arsitektur sangat memanfaatkannya untuk
mengukur sudut-sudut bangunan. Ilmu astronomi juga diuntungkan. Dalam tradisi
Islam, dimanfaatkan dalam ilmu falak, penghitungan bulan dan hari.

Penggunaan
dimungkinkan

aljabar

dalam

menggunakan

teori

teori

trigonometri

aljabar

al-Biruni

Al-Khawrizmi,

sangat
seorang

matematikawan muslim asal Khawarizm. Ia merupakan generasi matematikawan
asal Khurasan sebelum al-Biruni.
Menurut Raghib al-Sirjani, ilmu aljabar Al-Khawarizmi tidak hanya
menginspirasi matematikawan Khurasan dan sekitarnya, seperti Abu Kamil Syuja
al-Mishri, al-Khurakhi dan Umar Khayyam saja, akan tetapi karya agungnya AlJabar wa Muqabalah menjadi buku induk di universitas Eropa. Dan al-Biruni
termasuk saintis pengkaji temuan Al-Khawarizmi tersebut.Makanya, teori
trigonometri modern al-Biruni sesungguhnya sangat berjasa terhadap ilmu aljabar
Al-Khawarizmi. Sebab, berkat temuan al-Khawarizmi terutama temuannya
tentang angka nol, al-Biruni mampu mengangkat ilmu trigonometri Ptolemeus
menjadi teori yang berpengaruh hingga era matematika modern saat ini.
Al-Biruni juga menjelaskan sudut-sudut istimewa dalam segitiga, seperti 0,
30, 45, 60, 90. Penemuan ini tentu sangat memberi kontribusi terhadap ilmu-ilmu
lainnya. Seperti ilmu fisika, astronomi dan geografi. Karena memang ilmu
matematika merupakan dasar dari ilmu-ilmu astronomi.
Oleh sebab itu, teori Ptolemeus sesunggunya masih sederhana dan belum
bisa dikatakan sebagai trigonometri dalam ilmu matematika modern. Hukum
sinus itulah merupakan hukum matematika penting dalam ilmu trigonometri.
Teori ini memberi kontribusi yang cukup besar terhadap pengembangan
ilmu yang lain. Ia telah menggunakan kaedah penetapan longtitude untuk
membolehkan arah kiblat ditentukan dari mana-mana tempat di dunia.
Di saat ia mencapai kematangan intelektual, al-Biruni banyak didukung
oleh para sultan dan penguasa untuk mengembangkan keilmuannya untuk bidang
astronomi dan fisika. Ia pernah menulis al-Qanun al-Mas’udi, karya tentang
planet-planet atas dukungan Sultan Mas ’ud dan dihadiahkan kepadanya. Buku
ini merupakan ensiklopedi astronomi yang paling besar, tebalnya lebih dari 1.500

halaman. Di dalamnya ia menentukan puncak gerakan matahari, memperbaiki
temuan Ptolemeus.
Al-Biruni juga pernah tinggal dan bekerja untuk sebagian besar hidupnya di
istana Sultan Mahmud, dan putranya, Mas’ud. Selama bergaul itulah al-Biruni
banyak menghasilkan karya-karya astronomi dan matematika.
Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi terhadap dunia sains.
Karya-karya peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap berbagai
disiplin sekaligus.
Selain mendapat pujian dari ummat Islam, al-Biruni juga mendapatkan
penghargaan yang tinggi dari bangsa-bangsa Barat. Karya-karyanya melampaui
Copernicus, Isaac Newton, dan para ahli Indologi yang berada ratusan tahun di
depannya. Baik ulama maupun orientalis sama-sama memujinya.
Salah satu bentuk apresiasi ilmuan dunia hingga saat ini adalah pada tahun
1970, International Astronomical Union (IAU) menyematkan nama al-Biruni
kepada salah satu kawah di bulan. Kawah yang memiliki diameter 77,05 km itu
diberi nama Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni Crater).*
E. Aplikasi Trigonometri
Jauh sebelum astronom muslim mengembangkan metode pengamatan dan
teoritisnya yang maju, mereka sudah memiliki keahlian dalam menerapkan
pengetahuan astronomi untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam ibadah. Praktek
agama islam selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat, apakah dalam kaitan
dengan shalat atau untuk menentukam awal bulan dan hari libur dalam kalender
hijriah muslim.
Shalat harus terarah dan waktunya juga tertentu. Seluruh kaum muslimin shalat
menghadap mekag kota kuno yang menjadi tempat bangunan suci umat islam, yakni
ka’bah. Kebutuhan administrasi dan komunikasi pada awal-awal ekspansi islam
menghasilkan kebutuhan kalender baru yang islami. Sehingga khalifah yang
berkuasa pada abad ke-7 membuat suatu sistem baru yang berbeda dengan kalender
Gregorian dan Julian didasarkan pada siklus bulan (kabisat) bukannya siklus

matahari. Kalender baru ini berawal pada hari pertama tahun hijrah (622 M),
kepindahan nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Tanggal ini yang
diperkirakan terjadi pada akhir September, menandai awal tahun satu dalam kalender
islam. Fakta bahwa kalender tersebut didasarkan pada tahun kabisat membuat
prosedur konversi antara kalender islam dan kalender Gregorian menjadi rumit.
Seluruh hari libur dan hari raya muslim, dan juga ramadhan sebagai bulan untuk
berpuasa dijadwalkan pada tahun kabisat. Maka penampakan bulan sabit yang
pertama pada bulan yang baru merupakan momen penting bagi seluruh ibadah
muslim. Alat astronomi yang paling spektakuler adalah astrolabus, merupakan
instrument perhitungan yang penting pada abad pertengahan dan awal-awal
renaissans. Selain menentukan waktu shalat dan arah mekkah, astrolabus sebagai
penentu waktu dan perputaran tahunan benda-benda langit, pengukuran diatas bumi
dan informasi astrologi.
Dalam aplikasi keseharian matematika merupakan ilmu pengetahuan yang
mempunyai manfaat sangat besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang lain
baik exact maupun sosial. Juga tidak ketinggalan pemanfaatan matematika dalam
bidang ilmu agama. Dalam Al-Qur?an Allah SWT berfirman : ?Dirikanlah shalat
sesungguhnya shalat itu kewajiban bagi orang mukmin yang ditentukan waktunya.?
Pembahasan masalah ini ditujukan untuk mengetahui peranan trigonometri
(matematika) pada rumusan astronomis (dalam menentukan waktu shalat)
dipermukaan bumi secara umum. Selain itu juga ingin ditunjukkan bagaimana
rumusan yang telah ada tersebut diterapkan, juga bagaimana sebenarnya Islam
mengatur tata cara beribadah utamanya dalam penentuan waktu shalat.
Dengan menggunakan metode observasi data untuk deklinasi, equation of time
maka diperoleh data dengan rumus ((t - λ + ω)/15) + (12 ? e) + I. Diketahui pula
bahwa garis lintang dan garis bujur suatu tempat dipermukaan bumi adalah berbeda
dan ini jelas berpengaruh pada waktu-waktu shalat. Akan diperoleh waktu shalat,
dengan

t

diperoleh

dengan

rumus

:

Cos t = - tan ? x tan d , dan h untuk waktu ashar = Cotg h = tan |? - d | + 1, waktu

maghrib -1?, waktu isya? -18?, waktu shubuh -20?, waktu dhuhur tidak diperlukan
karena 0?, . Untuk menghitung waktu-waktu¢ 30°waktu syuruq -1? dan waktu dhuha
4 shalat tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Matematika adalah ilmu yang diperoleh melalui tangga musik dan rasional. Konsep
matematika yang dikembangkan adalah sebagai berikut., Logika tentang bukti,Ide-ide
empiris tentang hukum eksakta dan hukum alam, Konsep operasi, Matematika bergerak
dari deskripsi yang bersifat statis kepada deskripsi yang bersifat dinamis.
Menurut Edward J. Byng bahwa trigonometri adalah ciptaan orang arab. Oleh karena
itu, banyak kata-kata dalam trigonometri yang menggunakan istilah dari Arab.
Ilmuan Muslim dibidang Matematika Diantaranya sebagai Berikut :
1. Abu Wafa Muhammad Al Buzjani, Sebagai Peletak Dasar Rumus Trigonometr
2.

Muhammad Musa Al-Khawarizmi

3.

Al-Battani :Sang Penemu Hitungan Jarak Keliling Bumi

4. Al-Biruni, Matematikawan Penemu Trigonometri Modern
B. Saran
Setelah membaca dan memahami kita dapat mengenal apa itu trigonometri dan
aplikasi penggunaan trigonometri terkhusus dalam islam serta ilmuan-ilmuan matematika
dibidang trigonometri, sehingga kita dapat sedikit memahami walaupun itu tidak secara
lengkap, namun diharapkan dengan makalah yang singkat ini kita dapat mengambil
pelajaran yang begitu bermanfaat bagi diri kita sendiri, serta kehidupan yang ada didunia.