Laporan Praktikum Kimia Analisa (1)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1
1.2

Judul Praktikum
Tanggal Praktikum

: Analisa Oksidimetri/Reduktometri
: 12 Oktober 2015

1.3

Pelaksana praktikum

: Kelompok 2
1. Amrizal
2. Fathan Zakian
3. Chairun nisa
4. Junidar A Saragih
5. Nurul Azmi


1.4

Tujuan Praktikum

: Penentuan suatu zat kimia itu terjadi
reaksi oksidasi dan reduksi

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Reaksi Oksidasi
Setengah reaksi dalam elektron dibuang disebut oksidasi dan setengah

reaksi dalam mana elektron diikat disebut reduksi. Himpunan bilangan bulat
kaecil yang disebut bilangan oksidasi atau keadaan oksidasi, yang ada hubungan
dengan angka banding-senyawa (dari) unsur-unsur, membantu untuk mengingatingat rumus untuk senyawa.

Dalam senyawa ion, bilangan oksidasi suatu ion sama dengan muatan ion
itu. Dalam senyawa Litium Oksida dan Aluminium Florida bilangan oksidasi
litium, oksigen, aluminium dan fluor masing-masing adalah +1, -2, +3 dan -1.
Bila bilangan oksidasi dicantum dengan rumus senyawa, maka bilangan ini ditulis
diatas bilangan lambangnya, dengan tanda plus (+) atau minus (-) didepan angka.
Bila terdapat lebih dari satu atom dalam rumus itu, bilangan oksidasi
ditaruh dalam tanda kurung dan banyaknya atom ditulis sebagai subsrib kana
(dari) tanda kurung itu.
Contoh: NaCl, H2O, AlF3, Ba3N2 (Keenan, 1992).
Oksidasi ialah peristiwa pelepasan elektron, mengalami oksidasi berarti
melepaskan elektron, pengertian reduksi ialah peristiwa penangkapan elektron
mengalami reduksi berarti menangkap elektron, semua reduksi pelepasan elektron
disebut reduksi oksidasi dan semua reaksi penangkapan elektron disebut reduksi.
Contoh reaksi-reaksi Oksidasi:
K

K+ +e..........................................................................(2.1)

Z


Zn2+ + 2e......................................................................(2.2)

Fe2+

Fe3+ + e........................................................................(2.3)

Contoh reaksi-reaksi Reduksi:
Cu2+ + 2e

Cu......................................................................(2.4)

Sn4+ + 2e

Sn2+....................................................................(2.5)

Cl2 + 2e

2Cl.....................................................................(2.6)

2


3

Persitiwa pelepasan elektron leh suatu atom selalu disertai dengan
peristiwa penangkapan elektron eleh atom lain, jadi peristiwa oksidasi selalu
disertai oleh peristiwa reduksi.
Contoh Reaksi Redoks :
Zn

Zn2+ + 2e (reduksi)..........................................(2.7)

Cu2+ + 2e

Cu (reduksi).....................................................(2.8)

Zn + Cu2+

Zn2+ Cu (reduksi)..............................................(2.9)

2.2

2.2.1

Reagensia yang Lazim pada Penerapan Titrasi Oksidasi-Reduksi
Zat Pengoksidasi

1.

Natrium dan Hidrogen
Hidrogen peroksida merupakan zat pengoksida dengan potensialstandar

positif yang besar.
H2O2 + 2H+ + 2
2.

2H2O + 1,77V............................................(2.10)

Kalium dan Ammonium Peroksida Sulfat
Ion perosida sulfat merupakan zat pengoksida yang ampuh dalam larutan

asam:

S2O623.

+2e2SO42- ........................................................(2.11)

Natrium Bismulat
Senyawa

ini

merupakan

zat

pengoksida

yang

ampuh,

yang


mengoksidasikan Mn (II), MnO4-, Cr (III), Cr2O72-, Ce (III) , Ce (IV) (R.A Day Al
Underwood, 1986)
Transformasi yang mengubah atom netral menjadi ion-ion positif
berlangsung dengan melepaskan elektron dan karena itu, proses itu merupakan
suatu proses oksidasi, perhatikan contoh:
Fe

Fe2+ + 2e-...................................................................(2.12)

Elektron (lambange-) ditulis secara eksplisit pada bagian kanan persamaan
reaksi dan menjaga kesamaan muatan total pada kedua belah persamaan itu,
demikian pula transformasi unsur netral menjadi anion harus diikuti oleh

4

pertambahan elektron dan oleh karena reaksi tersebut itu termasuk proses reduksi,
contohnya:
Cl2 + 2e-


2Cl-.......................................................................(2.13)

Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung secara serentak dan jumlah yang
dilepaskan pada oksidasi harus sama dengan jumlah elektron yang dilepaskan
pada reduksi.
2.2.2

Zat Pereduksi
Larutan standar zat-zat pereduksi tidaklah begitu meluas pemakaiannya

seperti larutan standard zat pengoksida karena kebanyakan zat pereduksi
dioksidasi perlahan-lahan oleh oksigen dan udara. Natrium Tiosulfat adalah
senyawaan satu-satunya pereduksi biasa yang dapat disimpan dalam waktu lama
tanpa mengalami oksidasi dan tidak terganggu oleh udara, reagensia ini digunakan
secara ekslusif untuk titrasi ion-ion. Zat-zat pereduksi yang kadang-kadang
digunakan di laboratorium:
1.

Besi
Larutan ion besi (III) dalam asam sulfat 0.5 – 1N dioksidasi oleh udara


lambat-lambat saja dapat digunakan sebagai larutan standard. Akan tetapi
normalitasnya harus dicek setidaknya tiap hari, larutan pemangat serium (IV)
ataupun dikromat cocok untuk mentitrasi larutan besi (II).
2.

Kromium (II)
Kromium (II) merupakan zat pereduksi yang ampuh dengan potensial

reaksi, reaksinya adalah :
Cr3+ + e

Cr2+

Sebesar -0.41 V, larutan dioksidasi dengan sepat oleh udara dan dalam
penggunaan haruslah dijaga dengan luar biasa hati-hati, banyak zat telah
ditetapkan dengan titrasi kromium (II) atau sulfat termasuk besi, perak, emas,
bismut, uranium dan wolfram.

5


2.3

Keadaan Oksidasi
Keadaan oksidasi adalah suatu konsep yang sangat berguna untuk dapat

mendiagnosa dengan cepat keadaan oksidasi atau reduksi suatu atom, dlam suatu
senyawa seperti MnO2, H2ASO3, dan HASO42- keadaan oksidasi sutu atom dalam
suatu gabungan kimia adalah muatan listrik atom itu, yang di hitung menurut
suatu kaidah tertentu, istilah lain yang biasa di gunakan untuk menyatakan keadan
oksidasi ialah bilangan oksidasi atau keadaan valensi.Dua kaidah dasar untuk
menentukan keadaan oksidasi:
1.

Dalam senyawa ion biner, keadaan oksidasi ialah muatan per atom.

2.

Dalam senyawa kovalen atau non-ion, elektron yang terlibat dalam
pembentukan ikatan tidak sepenuhnya di alihkan dari unsur yang satu ke

unsur yang lain tetapi di miliki bersama oleh atom – atom yang saling
berikatan.

Kaidah (1) dan (2) mempunyai beberapa konsekuensi:
a.

Keadaan oksidasi unsur bebas dan yang tidak bergabung ialah nol.

b.

Keadaan oksidasi hidrogen dalam senyawa biasanya +1, kecuali dalam hal
hibrida logam, di manan nilainya ialah -1.

c.

Keadaan oksidasi oksigen dalam senyawa biasanya –Hm, kecualidalam
peroksida, di mana nilainya adalah -1, atau di dalam senyawa fluor,
dimana nilai itu bisa positif.

d.

Hasil penjumlahan aljabar keadaan oksidasi yang positif dalam seluruh
atom dalam setiap molekul netral ialah nol.

e.

Hasil penjumlahan aljabar keadaan oksidasi yang positif yang negatif
dalam seluruh atom yang setiap ion sama dengan muatan ion itu.

2.4

Menyeimbangkan Persamaan Oksidasi – Reduksi
Prinsip oksidasi – reduksi merupakan dasar dari pada dua metode

sistematik untuk menyeimbangkan itu dapat di laksanakan dengan metode ion –
elektron atau dengan metode keadaan oksidasi.Hasil – hasil utama suatu reduksi :

6

a.

Jika suatu logam yang mempunyai valensi positif atau di oksidasi, keadaan
oksidasi hasilnya sudah jelas.

b.

Jika hologen bebas di reduksi, hasil reduksinya adalah ion hologenida
(muatan = -1).

c.

Reduksi asam nitrat pekat menghasilkan NO2, sedangkan reduksi
asamnitrat encer mungkin menghasilkan NO, N2, NH4+, dan bergantung
pada zat pereduksi dan tingkat keenceran asam itu.

d.

Ion pemanggonat, MnO4- direduksi menjadi Mn2+ dalam yang nyata – nyat
asam, sebagaimana juga MnO2, hasil reduksi permanganat di dalam larutan
netral atau alkali mungkin MnO(OH), MnO2.

e.

Jika peroksida di reduksi, hasil reduksi harus mengandung oksigen dalam
keadaan oksidasi, -11, seperti dalam H2O atau OH-, jika peroksida di
oksidasi, akan terbentuk olsigen molekul.

f.

Dikromat, Cr2O72-, direduksi dalam larutan-larutan menjadi Cr3+.
( Rosemberg, 1980).
Reduktometri adalah teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu

reduktor,salah satu teknik ini adalah iodometri di bedakan menjadi iodometri
langsung dan tidak langsung.pada iodometri langsung di gunakan sebagai
titran,iodometri tidak langsung adalah metode titrasi berdasarkan reduksi zat
analat oleh ion iodium sehingga timbul l 2.Kemudian di titrasi dengan natrium
tiosulfat dan di tentukan jumlahnya, ion tiosulfat yang bereaksi dengan iodium
membentuk ion titiationat (S4082-),keunggulan tiosulfat yang di pakai adalah tidak
mudah teroksidasi dengan udara,baik iodometri langsung maupun iodometri tidak
langsung menggunakan amilum sebagai indicator perubahan waran(Keenan,1992)
Syarat-syarat suatu larutan dapat menjadi titran yaitu :
1.
Larutan harus benar-benar dalam keadaan murni dengan kadar pengotor <
2.

0,02%
Larutan harus stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat

3.

higroskopis
Larutan memiliki berat ekivalensi yang besar, sehingga meminimalkan
kesalahan akibat penimbangan.

BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1

Alat dan Bahan

3.1.1

Alat - Alat

1.

Neraca digital

2.

Labu ukur

3.

Pipet tetes

4.

Pipet volume

5.

Erlenmayer

6.

Hot Plate

7.

Buret dan corong

8.

Spatula

9.

Bola penghisap

10.

Kaca arloji

11.

Termometer

12.

Spatula

3.1.2 Bahan - Bahan
1.

FeCl2

2.

HCl

3.

Natrium thiosulfat 0,1 N

4.

KI 20%

5.

NaHCO3

6.

Amilum

3.2

Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang harus dilakukan adalah:
7

8

1.

Dimasukkan 2 ml larutan FeCl2 dan 3 ml larutan HCl 4N kedalam
erlenmeyar, kemudian ditambah KI 5 ml dan 1 gram NaHCO 3 , kemudian
ditutup.

2.

Didiamkan diselama 10 menit,kemudian dititrasi dengan thio 0,1 N .

3.

Setelah dititrasi ditambahkan amilum sebanyak 5 tetes sampai terdapat

4.
5.

endapan.
Kemudian ditrasi kembali menggunakan thio 0,1 N
Hitung kadar FeCl2 dan Fe.
%FeCl2 =
%Fe =

100
2

×

V × N × BeCl2
×100%
Berat sampel ×100

BM Fe
× % FeCl2
BM FeCl

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Hasil

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Analisa Oksidimetri/Reduktometri
No
1

Cara Kerja

Hasil Pengamatan

2 ml FeCl2 +3ml HCl

Berbuih, dan warnanya menjadi

4N + Larutan KI 5 ml + 1 gram coklat

4.2

2

NaHCO3
Didiamkan 10 menit, dititrasi Warna coklat jadi kuning dengan

3

dengan thio 0,1N
Setelah dititrasi, ditambahkan

volume titrasi 1 ml
Menghasilkan endapan-endapan

4

amilum 5 tetes
Kemudian dititrasi kembali

Endapan lebih halus,volume titrasi

menghasilkan thio 0.1 N

1,5 ml

Pembahasan
Ketika 2 ml larutan FeCl2 di tambahkan 3 ml HCl 4N, 5 ml KI 20% dan 1

gram NaHCO3 menghasilkan larutan yang berbuih dan berwarna coklat. Buih-buih
dan gelembung yang tredapat dalam larutan tersebut adalah gas CO2 terperangkap
di dalam Erlenmeyer tertutup berguna untuk membentuk CO2 dalam larutan.
Tujuan dari menambahkan larutan HCl sebagai larutan untuk menstandarisasi atau
sebagai menentu suasana asam,sebab larutan yang terdiri dari kalium iodide dalam
kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut:
IO3-+ 5I- + 6H+→ 3I2 + 3H2O
Selain itu HCl adalah pelaru tterbaik untuk besi sehingga membantu proses
kelarutan. FeCl2 adalah larutan yang bersifat oksidator dan dapat mengoksida
kalium iodide yang di tambahkan membentuk iodium. Iodium yang terbentuk
dapat di tentukan dengan menggunakan larutan baku natrium thiosulfat jadi
dengan kata lain tujuan dari kalium iodium adalah sebagai standarisasi dalam
proses pembakuan natrium thiosulfat. Tujuan dari penambahan NaHCO3 untuk
menurunkan keasaman larutan dan untuk mengusir oksigen dari wadah karena

9

10

CO2 lebih berat dan mencegah kontak O2 dengan larutan dan menjadi alasan
ditutupnya erlenmeyer adalah untuk mencegah kontak langsung O2 juga.
Pada percobaan kedua larutan di titrasi dengan thio 0,1N menghasilkan
perubahan warna coklat menjadi kuning dan di capai volume titrasi sebesar 1
ml.Sedangkan tujuan penambahan 5 tetes amilum ke larutan yang telah di titrasi
adalah karena larutan tersebut memiliki potensial reduksi rendah jadi untuk
mereaksiakannya secara sempurna di perlukan suasana asam.Untuk itu di
perlukan indicator, indicator tersebut adalah larutan amilum yang dapat
membentuk senyawa absorpsi dengan thio. Pada percobaan ini menghasilkan
endapan-endapan. Endapan-endapan itu adalah endapan yang berasal dari FeCl2
yang telah larut dengan HCl + KI + NaHCl3. Dan terpisah dengan indikator
amilum,setelah itu larutan di titrasi kembali menggunakan thio 0,1N
menghasilkan endapan yang lebih halus dan mencapai volume titrasi kedua
sebesar 1,5 ml.Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir
titrasi dimasudkan agar amilum tidak membungkus kalium iodium karena akan
menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses
titrasi harus dilakukan segera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah
menguap % Fe yang di dapat pada percobaan adalah 1,22% dan % FeCl adalah
5,55%.

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah di uraikan, maka dapat di

simpulkan bahwa :
1.

Terjadi perubahan warna karena telah terjadinya reaksi kimia,yaitu dengan
terbentuk endapan.

2.

Volume titrasi pertama sebanyak ml dengan hasil warna coklat menjadi
kekuning-kuningan.

3.

Volume titrasi yang kedua adalah 1,5 ml dengan perubahan bentuk
endapan yaitu endapan yang terbentuk menjadi lebih halus di banding
volume titrasi yang pertama.

4.

Saat titrasi dengan amilum terbentuk endapan.

5.

Kadar FeCl2 dalam sampel yaitu 11,105 %

6.

Kadar Fe dalam sampel yaitu 2,25 %

5.2

Saran
Dari praktikum yang telah dilakukan terdapat saran yang perlu

disampaikan yang diantaranya adalah:
1.
2.

Ketelitian pada saat melakukan penitrasian mencapai end point
Keakuratan data pada saat perhitungan kadar % FeCl 2 dan % Fe yang

3.

terkandung dalam sampel yang digunakan.
Fokus dalam mengamati percobaan tahap demi tahap.

11

12

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Judul Praktikum

: Analisa Konsentrasi
A. Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air
Sampel
B. Analisa Konsentrasi NaOH dalam Air
Sampel
C. Analisa Kadar NaCl dalam Air Laut
D. Analisa % HCl

1.2 Tanggal Pratikum

: 5 Oktober 2015
9 November 2015

1.3 Pelaksana Praktikum

1.4 Tujuan Praktikum

:1. Amrizal
2. Chairun Nisa
3. Fathan Zakian
4. Junidar A Saragih
5. Nurul Azmi
:1. Menentukan kadar CO2 dalam air sampel
2. Untuk menghitung kadar NaOH dalam
air sampel
3. Untuk menghitung kadar NaCl dalam Air
Laut
4. Untuk menghitung % HCl

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Larutan
Campuran zat-zat yang homogen disebut larutan, yang memiliki

komposisi merata atau serba sama di seluruh bagian volumenya. Suatu larutan
mengandung satu zat terlarut atau lebih dari satu pelarut. Zat terlarut merupakan
satu komponen yang jumlahnya sedikit, sedangkan pelarut adalah komponen yang
terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Suatu larutan dengan jumlah
maksimum zat terlarut pada temperatur tertentu disebut larutan jenuh, Sebelum
mencapai keadaan jenuh, larutan tidak jenuh.Kadang-kadang dijumpai suatu
keadaan dengan zat terlarut dalam larutan lebih banyak daripada zat terlarut yang
seharusnya dapat melarut pada temperatur tersebut. Larutan yang demikian
disebut larutan lewat jenuh.
Banyaknya zat terlarut yang dapat menghasilkan larutan jenuh, dalam
jumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan. Kelarutan
suatu zat bergantung pada sifat zat itu, molekul pelarut, temperatur, dan tekanan.
Meskipun larutan dapat mengandung banyak komponen, tetapi pada kesempatan
tertentu larutan dapat mengandung dua komponen yaitu larutan biner. Lomponen
dari larutan biner yaitu zat terlarut dan pelarut (Hiskia, 1996).
Berdasarkan daya hantar larutan dapat dibedakan menjadi 2 macam antara
lain larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan
yang dapat menghantarkan arus listrik. Sedangkan larutan non elektrolit yang
dapat menghantarkan arus listrik (Team Jurusan Teknik Kimia, 2012).
Fasa larutan dapat berupa fasa padat yang bergantung pada sifat-sifat
kedua komponen pembentuk larutan dan fasa zat-zat pembentuknya sama. Jenisjenis larutan yaitu gas, cair, dan padat antara lain:
1.

Larutan gas, penyusunnya campuran antara gas antar uap (dalam semua
perbandingan), contoh: udara dengan N2 sebagai pelarut.

14

15

2.

Larutan cair, zat padat, zat cair atau gas melarut ke dalam pelarut cair atau
gas melarut ke dalam zat padat dan pelarut cair. Contoh: asam asetat dalam

3.

air.
Larutan padat, gas terlarut dalam zat padat (gas H 2 dalam logam
palladium), zat cair terlarut dalam zat padat (raksa dalam logam emas), zat

4.

padat terlarut dalam zat padat (seng dalam tembaga, karbon dalam besi).
Larutan baku/larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya telah .
Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan
buret, yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku.
Larutan yang akan ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur
volumenya dengan menggunakan pipet volumetri dan ditempatkan di

erlenmeyer.
a.
Larutan baku primer
Larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutan diketahui
secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan
untuk menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Nilai
konsentrasi

dihitung

melalui

perumusan

sederhana,

setelah

dilakukan

penimbangan teliti dari zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume
tertentu. Contohnya K2CrO7, AS2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat (Beni,
1997).
b.
Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat
karena berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini
ditentukan dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya
melalui metode titrimetri. Contohnya AgNO3, KmnO4, Fe(SO4)2 (Basset J, 1994).
2.2

Reaksi dalam Larutan
Banyak reaksi baik di dalam laboratorium mapupun di alam lingkungan

kita, satu atau lebih pereaksi berada dalam larutan. Pereaksi tersebut larut dalam
bermacam-macam cairan, misalnya air. Dalam tubuh kita misalnya, makanan larut
dalam darah dan dibawa ke dalam sel, di mana terjadi reaksi rantai yang kompleks
dan disebut metabolisme.
Adanya pereaksi larut dalam suatu pelarut, ebberapa keuntungan dapat
diperoleh jika terjadi jika suatu reaksi, misalnya pencampuran bubuk natrium
klorida (NaCl), dengan kristal bubuk perat nitrat (AgNO3), tidak terlihat adanya

16

sesuatu terjadi. Tetapi jika kedua senyawa ini masing-masing kita larutkan terlebih
dahulu dalam air dan kemudian dicampur, suatu reaksi, yang cepat akan terjadi.
Tetapi jika kedua senyawa ini masing-masing kita larutkan terlebih dahulu dalam
air dan kemudian dicampur, suatu reaksi yang cepat akan terjadi, seperti prinsip
pereaksi larut.
Alasan terjadinya perbedaan dalam keadaan yang padat dan keadaan cair
tidak begitu sukar untuk dipahami. Jika kristal dicampur, hanya permukaan
luarnya saja yang dapat kontak, yang berarti hnaya sebagian kecil pereaksi yang
mungkin dapat bereaksi. Jika senyawa ini dilarutkan dalam air, masing-masing
partikel pereaksi dalam keadaan bebas dan dapat dengan mudah bercampur
dengan molekul air. Jika keduan senyawa ini bercampur dan menyebabkan
terjadinya reaksi diantara dua senyawa tersebut lebih cepat. Persamaan reaksi
yang terjadi NaCl(aq) + AgNO3(aq)→AgCl(s) + NaNO3(aq) di mana kita menggunakan
kata (aq) untuk memperlihatkan NaCl, AgNO3, dan NaNO 3 berada dalam keadaan
larut dalam air (aqous solution) dan (s) unturk memperlihatkan AgCl dalam
keadaan padat (solut). Cairan yang berbentuk susu kental dari hasil reaksi
campuran disebabkan oleh munculnya zat padat putih (AgCl). Zat padat yang
terbentuk dalam larutan sebagai hasil suatu reaksi kimia seperti ini disebut
endapan (presipitat).
Suatu reaksi kimia dalam reaksi tidak selalu dilihat dengan terbentuknya
suatu endapan. Dalam beberapa reaksi terbentuk gas, seperti misalnya reaksi
antara asam klorida dan natrium karbohidrat. Kadang-kadang yang terjadi hanya
perubahan warna dan ada pula yang kelihatannnya tidak terjadi perubahan sama
sekali, karena semua pereaksi dan hasil reaksi larut dalam air dan tidak berwarna.
2.3

Terminologi yang Digunakan untuk Larutan
Merupakan hal yang sangat umum dalam membicarakan larutan meng

gunakanan kata-kata solut (zat yang terlarut) dan solven (pelarut). Biasanya, kita
menggunakan kata solven (pelarut) sebagai komponen di mana secara fisika tidak
berubah jika larutan terbentuk. Semua komponen lainnya yang larut dalam pelarut
tersebut disebut solute (zat terlarut). Larutan garam dalam air misalnya, air yang

17

cair adalah pelarut (solven) dan garam yang padat dan larut dalam air disebut
solute (zat yang terlarut).
Di dalam definisi larutan yang berupa suatu campuran homogen yang
komposisinya berbeda, misalnya sejumlah garam larut dalam sejumlah air yang
diketahui, dapat berbeda dari satu larutan ke larutan lainnya. Jika kita ingin
mengubah menjadi jumlah relatif solut dan solven dalam suatu larutan yang
mengandung sejumlah besar solute dalam suatu solven yang diketahui jumlahnya
disebut itu mengandung solute yang pekat. Jika

membandingkan secara

kuantitatif konsentrasi relatif dari larutan itu, kita menggunakan istilah pekat dan
encer. Suatu larutan pekat adalah solut (zat terlarut) yang relative konsentrasinya
tinggi dan larutan encer adalah solute yang konsentrasinya kecil. Suatu hal yang
perlu diingat adalah larutan pekat yang lain adalah larutan encer. Larutan encer
adalah istilah yang relatif. Larutan yang menbgandung 0.01 g NaCl perliter adalah
larutan encer yang jika dibandingkan dengan larutan pekat yang mengandung 0,1
g NaCl perliter, tetapi larutan 0,1 g NaCl adalah larutan encer jika dibandingkan
dengan larutan 10 g NaCl per liter.
2.4
2.4.1

Proses Pelarutan
Solvasi dan hidrasi
Senyawa polar pada umumnya melarut dalam pelarut polar. Air adalah

pelrut senyawa polar yang baik karena memiliki momen dipole besar yaitu 1,84
D. Pelarut lain yang mempunyai dipole besar seperti HCN (2,9 D), HF cair (1,9
D), namun jarang digunakan karena sangat sukar bekerja dengan zat-zat ini.
Pelarut suatu senyawa dalam suatu pelarut dapat dianggap sebagai reaksi anatara
zat terlarut dan pelarut. Jika pelarutnya S da zat terlarutnya adalah senyawa ion
maka ion reaksi yang terjadi:
MX(s)+yS(l)→(MSa)+ + (XSb)-+ =1484 (y-a-b)S(l) ..............................................(2.1)
Peristiwa ini disebut solvasi. Jika pelarutnya adalah air,
MX(s) + yH2O(l) → (M(H2O)s)+ + (x(H2O)b)- + (y-a-b) H2O(l)..............................(2.2)
Peristiwa ini disebut hidrasi dan biasanya,
(M(H2O)a)+ ditulis M+(aq)

18

(X(H2O)b)- ditulis X-(aq) (James E Brady, 1995).
2.5

Energi Pelarutan

Peristiwa pelarutan suatu senyawa ion MX(s) dapat ditulis sebagai berikut,
MX(s) → M+(aq) + X-(aq) .........................................................................................(2.3)
E1 = ∆H
∆H = kalor pelarutan
Kalor pelarutan suatu senyawa ion dalam proses pelarutan terdiri atas tiga faktor
yaitu:
1.

2.

2.6

Energi yang diperlukan untuk memecahkan struktur kisi padat menjadi ion
gas (kebalikan energy kisi).
MX(s) → M+(g) + X(g) .......................................................................(2.4)
E2 = EK
Ek adalah energy kisi
Energi solvasi (untuk pelarutan air disebut energy hidrasi)
M+(g) + X-(g) → M+(aq) + X-(aq) .....................................................(2.5)
E3 = Eh
Eh adalah energi hidrasi (Hiskia, 1996).
Sifat Larutan
Jenis zat terlarut dan jenis prlarut akan mempengarughi sifat larutan yang

terbentuk. Air merupakan pelarut yang tidak asing lagi dalam pelarut air, dan sifat
larutannya. Sifat-sifat air seperti mudah diperoleh, mudah digunakan, memiliki
berbagai trayek cair yang panjang dan kemampuannya untuk melarutkan berbagai
zat adalah sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh pelarut lainnya. Sifat ini
menempatkan air menjadi pelarut yang universal. Kenyataan inilah yang
mendorong banyaknya usaha pengkajian perilaku, perubahan sifat dan analisis
kimia zat seing dilakukan dalam medium air.
2.7
1.

Proses Melarut
Melarut (to dissolve) dapat diartikan sebagai
Terdispersinya molekul-molekum zat terlarut di dalam molekul-molekul
air: misalnya gula dalam air, minyak dalam air atau dalam hal lain CCl 4

2.

dalam benzene.
Berinteraksinya molekul/ion zat terlarut dalam molekul-molekul air.
Interaksi dengan air disebut hidrasi. Hal ini terjadi pada pelarut polar yang
bersifat ionis, seperti HCl, NaCl, KCl, dan lain-lain.

19

3.

Berinteraksimya zat terlarut dengan pelarut (air).

2.8

Konsentrasi Larutan
Konsentrasi didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut dalam setiap satuan

larutan atau pelarut. Pada umumnya konsentrasi dinyatakan dalam satuan fisik,
misalnya satuan berat atau satuan volume atau satuan kimia, misalnya mol, massa
rumus dan equivalen. Cara menyatakan konsentrasi dalam satuan fisik yaitu,
persen berat, % w/w, persen volume: % vn, persen berat-volume: % w/v, gram zat
terlarut dalam satuan millimeter larutan, parts per million, parts per billion.
Cara menyatakan konsentrasi dalam satuan kimia yaitu, kemolaran (M),
kemolalan (m), kenormalan (N), keformalan (F), fraksi mol. Di bidang kedokteran
dan ilmu-ilmu biologi biasanya digunakan satuan konsentrasi dalam persen beratvolume (%w/v), persen milligram, ekivalen (Ea), mili ekivalen (mEa), dan
keosmopolaran (Mulyono, 2006).
2.8.1

Persen Konsentrasi
Dalam bidang kimia sering digunakan persen untuk menyatakan

konsentrasi larutan. Persen konsentrasi dapat dimyatakan dalam persen berat (%
w/w), persen volume (% v/v), dan persen berat/volume (% w/v).
1.
Persen berat (% w/w)
gram zat terlarut
× 100 ..(2.8)
Persen berat (% w/w) =
gram zat terlarut + gram pelarut
gram zat terlarut
Persen berat (% w/w) =
× 100 ...........................(2.9)
gram larutan
2.
Persen volume (% v/v)
ml zat terlarut
×100 ...........................................(2.10)
Persen volume ¿
ml larutan
3.

Persen Berat/Volume (% w/v)
Persen Berat/Volume (% w/v) =

2.8.2

gram zat terlarut
ml larutan

× 100 ...................(2.11)

Parts per Milion dan Parts per billion
Jika larutan sangat encer digunakan satuan konsentrasi parts per million

(ppm), dan parts per billion (ppb). Satu ppm ekivalen dengan 1 mg zat terlarut
dalam 1 L larutan.
Satu ppb 1 mg zat terlarut per 1 L larutan.

20

1 ppm =
1 ppb =

1 mg zat terlarut
1 L larutan
1 α zat terlarut
1 L larutan

.......................................................................(2.12)

.............................................................................(2.13)

Parts per million dan parts per billion adalah satuan yang mirip persen berat. Jika
persen berat, gram zat terlarut per 100 gram larutan, ppm gram zat terlarut
persejuta gram larutan.
ppm =

berat zat terlarut
berat larutan

×106 ...................................................................(2.14)

ppb =

berat zat terlarut
berat larutan

× 109 ...................................................................(2.15)

2.8.3

Fraksi Mol (X)

Fraksi mol A = XA =

Jumlah mol A
Jumlah mol semua komponen
Jumlah mol zat terlarut

................................(2.16)

Fraksi mol zat terlarut = Jumlah mol senyawa komponen
Fraksi mol pelarut =

..........(2.17)

Jumlah mol pelarut
Jumlah mol zat terlarut + jumlah mol pelarut

.....(2.18)

Jumlah kedua fraksi mol (fraksi mol terlarut + jumlah mol pelarut) sama
dengan satu.

2.8.4

Keformalan (F)

Keformalan =
2.8.5

Jumlah massa rumus terlarut
Liter larutan

............................................(2.19)

Kemolaran (M)
Kemolaran atau konsentrasi molar, M, suatu larutan menyatakan jumlah

mol spesi zat terlarut dalam 1 liter larutan atau jumlah milimol dalam 1 ml larutan.
Kemolaran (M) =

Mol zat terlarut
Kg pelarut

.........................................................(2.20)

21

Jika mM adalah massa molar (g mol-1)
2.8.7

Kenormalan (N)

Kenormalan =
2.9

Ekivalen zat terlarut
Liter Larutan

.........................................................(2.21)

Kadar Karbondioksida
Kadar karbondioksida (CO2) yang baik bagi organisme perairan yang

kurang lebih 15 ppm. Jika lebih dari sangar membahayakan karena menghambat
pengikatan oksigen (O2). Lebih lanjut dikatakan kadar karbondioksida yang
berlebih dapat diatasi dengan melakukan air secara rutin agar tidak mengurangi
pertumbuhan organism misalnya ganggang (Mujiman, 1989).
Tinggi dan rendahnya suatu karbondioksida dalam perairan tidak lepas
dari pengaruh parameter seperti oksigen, alkanitas, kesadahan, suhu, cahaya dan
sebagainya. Di mana semakin tinggi karbondioksida maka oksigen yang
diperlukan bertambah. Konsentrasi karbondioksida sangat erat hubungannya
dengan konsentrasi tidak terdapat dalam bentuk gas. Hal ini karena adanya
pembentukan adanya pembentukan kalsium dan magnesium karbonat yang
memiliki sifat rendah sehingga mengalami presipitasi (Zonneveld, 1991).
2.10

Titrasi
Titrasi merupakan metode analisa secara kuantitatif yang biasa digunakan

dalam laboratorim untuk menentukan kadar atau konsentrasi dari reaktan. Karena
pengukuran volume titrasi memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik
ini juga dikenal dengan analisa volumetrik. Analisa titrimetri merupakan satu dari
bagian utama dari kimia analitik dan perhitungannya berdasarkan hubungan
titrimetri.
Titrasi asam basa didasarkan atas reaksi penetralan oleh suatu asam oleh
basa atau sebaliknya. Jika suatu basa bebas atau basa yang terbentuk dari
hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dititrasi dengan larutan standar
asam, maka titrasi dikenal sebagai titrasi asidimetri, untuk titrasi alkalimetri,
proses titrasi dengan larutan standar basa untuk menitrasi asama bebas atau asam
yang terbentuk dari hidrolis garam yang berasal dari basa lemah (Harijadi, 1986).

22

Di dalam titrasi dikenal istilah indikator asam basa. Indikator bertujuan sebagai
tanda bila penambahan titran berhenti. Indikator asam basa bertanggung terhadap
adanya titran berlebih dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau
tidak tepat terjadi pada titik ekivalen (Underwood, 1986).

BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1.

Alat dan Bahan

3.1.1 Peralatan yang digunakan
3.1.1.1 Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air
1.
Buret
2.
Pipet tetes
3.
Erlenmeyer
4.
Pipet volume
5.
Bola penghisap
6.
Aluminium foil
7.
Gelas ukur
8.

Statif dan klam

3.1.1.2 Analisa Konsentrasi NaOH dalam Braine
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Buret
Pipet tetes
Erlenmeyer
Pipet volume
Bola penghisap
Aluminium foil
Gelas ukur

8.

Statif dan klam

3.1.1.3 Analisa Konsentrasi NaCl dalam Air Laut
1.
Buret
2.
Pipet tetes
3.
Erlenmeyer
4.
Labu ukur
3.1.1.4 Analisa % HCl
1.
Buret
2.
Pipet tetes
3.
Erlenmeyer
4.
Neraca digital
3.1.2 Bahan yang digunakan
3.1.2.1 Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air
1.
2.
3.

Natrium Hidroksida (NaOH) 2N
Indikator fenolfthalein (PP) 1% 3 tetes
Air keran 5 ml

4.

Air mineral 5 ml

23

24

3.1.2.2 Analisa Konsentrasi NaOH dalam Braine
1.
Thio 1N
2.
Asam Klorida (HCl) 0,1N
3.
Indikator metil orange 3 tetes
4.
Indikator fenolfthalein (PP) 3 tetes 1%
5.
Air kolam 10 ml
6.

Air garam 10 ml

3.1.2.3 Analisa Konsentrasi NaCl dalam Air Laut
1.
2.
3.1.2.3
1.
2.
3.

AgNO3 0,1 N
Indikator K2CrO4
Analisa % HCl
NaOH 0,1 N
Indikator fenolfthalein (PP)
Aquadest

3.2.
3.2.1

Cara Kerja
Analisa Konsentrasi dalam Air
Adapan prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut

1.

Air keran dan air mineral diambil menggunakan pipet volume masing-

2.
3.
4.
3.2.2
1.

masing 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Kemudian ditambahkan indikator fenolfthalein 3 tetes
Lalu dititrasi dengan larutan NaOH 2N yang telah diketahui normalitasnya
Dihitung kadar CO2
Analisa Konsentrasi NaOH dalam Sampel
Air kolam dan air garam diambil menggunakan pipet volume masing-

2.
3.
4.
5.

maisng 10 ml, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Lalu ditambahkan 1 ml thio
Kemudia ditambahkan 2 tetes indikator fenolfthalein (PP)
Lalu dititrasi dengan HCl sampai berubaha keruh dan catat volumenya
Lalu ditambahkan 3 tetes indikator meti; orange larutan menjadi merah
muda, titrasi dilanjutkan sampai mencapai titik akhir titrasi (berwarna

6.

merah muda) dan dicatat volumenya
Kemudian dihitung kadar NaOH

3.2.3

Analisa Konsentrasi NaCl dalam Air Laut

1.

Sampel dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50

2.

ml
Sampel diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas

25

3.

Sampel yang telah diencerkan kemudian diambil sebanyak 10 ml

4.
5.
6.
3.2.3
1.
2.

dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan indikator K2CrO4 sebanyak 3 tetes
Dititrasi dengan AgNO3 0,1 N sampai end point (terbentuk endapan)
Dihitung kadar NaCl
Analisa % HCl
Ditimbang 10 gram sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Diambil 2 ml aquadest, dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi

3.
4.
5.

sampel
Ditambahkan 3 tetes indikator PP
Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai end point (berwarna pink)
Dihitung % kadar HCl

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1 Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air
No

Sampel

Cara
Kerja

Ket.

.

1.

Air
keran

2.

Air
mineral

4.1.2

5 ml air
keran +
3 tetes
indikator
PP 1%
5 ml air
mineral
+ 3 tetes
indikator
PP1%

Volume
NaOH
(ml)
I
II

Ket.

Kadar CO2
(ppm)
I

II

Warna
bening

0,3

0,4

Warna
pink

5.180

7.040

Warna
bening

0,1

0,1

Warna
pink

1.760

1760

Analisa Konsentrasi NaOH dalam sampel

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Analisa Konsentrasi NaOH dalam sampel
No
.

Sampel

Cara
Kerja

Ket.

1.

Air
garam

10 ml air
garam +
Thio +
Indikator
PP 1%

Warna
Pink

2.

Air
kolam

10 ml air
kolam
+Thio+
Indikator
PP1%

Warna
Pink

Volume
HCl
(ml)
I
II
0,9 0,4

1

4.1.3
Analisa Konsentrasi dalam Air Laut

26

1

Ket

Ditamb
ah MO
warnab
erubah
menjad
i pink
Ditamb
ah MO
beruba
h
orange

Kadar CO2(ppm)
I
7.200

II
3.200

8.000

8.000

27

No
1
2

Tabel 4.3 Hasil Percobaan Analisa Konsentrasi dalam Air Laut
Cara Kerja
Hasil Pengamatan
10 ml air laut + 3 tetes indikator
Larutan berwarna kuning
K2CrO4
Dititrasi dengan AgNO3

-

Menghasilkan titran
-

3

Percobaan di atas diulangi dua
kali

sebnayak 1,5 ml
Terdapat endapan
berwarna putih
Menghasilkan titran

-

sebanyak 0,6 ml dan 1 ml
- Terdapat endapan
berwarna putih

4.1.3 Analisa % HCl
Tabel 4.4 Hasil Percobaan Analisa % HCl
No
Cara Kerja
1
10 gram air keran + 2 ml aquadest + 3 tetes

Hasil Pengamatan
- Larutan

indikator PP
2

Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N

berwarna
-

bening
Menghasilk
an titran
sebanyak

-

0,1 N
Terjadi
perubahan
warna
merah muda

3

Air keran 10 gram + 2 ml aquadest + indikator

4

PP sebanyak 3 tetes
Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N

Larutan berwarna bening
Menghasilkan
titran sebanyak
0,25 ml
Terjadi

28

perubahan warna
menjadi merah
muda
4.2
Pembahasan
Ketika 5 ml air keran dan 3 tetes indikator PP 1% dimasukkan ke dalam
erlenmeyer diamati larutan berwarna bening. Hasil yang sama juga diperoleh saat
5 ml air mineral ditambah 3 tetes indikator PP 1%. Larutan kemudian dititrasi
dengan menggunakan larutan NaOH 2N. Titrasi adalah metode analisis kimia
secara kuantitatif untuk menentukan konsentrasi reaktan. Pada 5 ml air keran yang
pertama volume titrasinya 0,3 ml dan yang kedua 0,4 ml. Sedangkan sampel air
mineral volume titrasinya untuk kedua-duanya ialah 0,1 ml. Pada percobaan
analisa konsentrasi CO2 setelah itu digunakan indikator untuk mengetahui
penambahan titran berhenti. Indikator bertanggap pada adanya titran berlebih
dengan berubah warna. Sehingga pada percobaan analisa konsentrasi CO 2 setelah
dititrasi dengan NaOH larutan yang telah bercampur dengan indikator PP 1%
berubah warna menjadi merah muda. Pada saat belum ada penambahan NaOH ke
dalam larutan titrat, larutan titrat masih berada dalam suasana netral, sehingga di
dalam larutan masih banyak terdapat ion H +. Hal ini menyebabkan molekul
indikator PP 1% di dalam larutan lebih banyak dari ionnya, sehingga warna
larutan dipengaruhi oleh warna indikator PP 1%, yaitu tidak berwarna. Sedangkan
pada saat titrasi dimulai, yang menyebabkan larutan yang berwarna merah muda
pda pH larutan terus meningkat dengan adanya NaOH. Peningkatan pH larutan
menyebabkan larutan menjadi semakin basa. Karena larutan menjadi semakin
basa, jumlah ion H+ menjadi tidak ada dan jumlah ion OH - dalam larutan akan
semakin banyak. Ion-ion akan meningkat dan mengikat ion H +, sehingga
konsentrasi ion H+ akan berkurang dan keseimbangan adak bergeser ke kanan.
Jadi dengan penmabahn NaOH, jumlah molekul indikator PP 1% jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah ionnya. Sehingga warna larutan dipengaruhi
oleh warna ionnya dan warna larutan menjadi merah muda. Selain itu, indikator
PP 1% akan berubah warna menjadi merah muda saat larutan mencapai pH 8,2

29

atau melewatinya. Setelah didapat volume titrasi dan hasil pengamatan dapatlah
dihitung kadar CO2 yang terdapat di dalam air keran dan air mineral. Pada sampel
air keran volume titrasi yang pertama dan kedua 5280 ppm dan yang kedua 7040
ppm. Sedangkan air mineral yang pertama dan kedua volume titrasinya 1760 ppm.
Hasil yang berbeda-beda disebabkan karena perbedaan volume titrasi pula.
Volume titrasi yang berbeda-beda disebabkan karena metode yang digunakan
yaitu dengan metode visual (titik akhir pada saat berubah warna). Perubahan
warna ini dapat atau tidak terjadi tepat pada saat titik akhir titrasi. Dalam
percobaan ini satuan yang digunakan adalah ppm. Sebab ppm merupakan
penyataan konsentrasi untuk larutan yang sangat encer.
Kadar CO2 yang diperoleh dalam percobaan ini dapat menajdi cara kita
untuk mengetahui sampel mana yang baik dikonsumsi, sebab kadar CO 2 yang
tinggi menamdakan bahwa air itu kurang baik untuk dikonsumsi. Sehingga dalam
percobaan ini air mineral lebih layak konsumsi daripada air keran. Jumlah CO 2
yang terdapat dalam air yang ideal adalah 103 mg/liter (ppm).
Sedangkan untu k analisa konsentrasi NaOH dalam braine ketika 10 ml
air garam ditambahkan indikator PP 1% dicampurkan larutan berwarna bening
disebbakan oleh banyak terdapat ion H+ sehingga warna larutan dipengaruhi oleh
warna indikator PP 1% yaitu tidak berwarna. Hal sama juga dihasilkan sampel air
keran kemudian kedua sampel larutan dititrasi dengan thio 0,1N dan
menghasilkan perubahan wrana menajdi keruh. Perubahan warna menjadi tanda
titik akhir titrasi. Titrasi sampel air garam pertama memiliki volume 0,9 ml dan
yang kedua 0,4 ml. Sedangkan volume titrasi air kolam yang sama untuk
percobaan pertama dan kedua yaitu sebesar 1 ml. Titrasi ini merupakan titrasi
asam kuat (HCl). Indikator PP 1% memiliki trayek 8,0 – 9,6. Pada percobaan ini
indikator PP 1% mengalami disosiasi menjadi ion-ionnya. Pada larutan masih
banyak mengandung ion H+, sehingga warna arutan dipengaruhi warna
indikatormya. Air kolam juga mengalami hal yang sama. Stelah itu kedua larutan
diteteskan 3 tetes metal orange menghasilkan perubahan warna untuk dikedua
sampel orange. Hal tersebut terjaid karena metal orange merupakan indikator yang
memiliki trayek pH 3,7 – mendekati netral. Sehingga tidka mampu menyesuaikan
pH dengan lingkungannya yang bersifat asam.

30

Setelah didapat volume titrasi diketahui kadar NaOH yang tekandung
dalam sampel. Di dalam sampel air garam pada percobaan pertama terdapat 7200
ppm dan yang kedua 3200 ppm. Untuk air kolma kadarnya 8000 ppm untuk
kedua percobaanya. Volume titrasi yang berbeda-beda disebabkan karena metode
visual (melihat titik akhit berdasarkan perubahan warna larutan). Peubahan warna
dapat atau tidak terjadi tepat saat titrasi. Sama halnya dengan analisa konsentrasi
CO2 dalam air, satuan yang dipakai adalah ppm menyatakan konsentrasi larutan
yang sangat encer.
Pada percobaan ini sampel yang digunakan adalah air laut. Ketika air laut
ditambahkan dengan indikator K2Cr2O4, larutan berwarna kuning,
perubahan menjadi kuning pada larutan ini disebabkan oleh penambahan
senyawa K2Cr2O4 yang apabila ditambahkan dengan senyawa apapun akan
merubah sebuah senyawa atau larutan menjadi kuning. Hal ini dikarenakan
sifat dari unsur yang terdapat dalam senyawa K2Cr2O4 berawarna kuning.
Kemudian larutan dititrasi dengan AgNO3 dan menghabiskan volume
titrasi sebanyak 1,5 ml yang kemudian terbentuk endapan. Terbentuknya
endapan menandakan bahwa titik akhir titrasi telah terjadi. Pada percobaan
ini, penambahan indikator berguna untuk mempercepat terjadinya reaksi
dan perubahan pada larutan. Kemudian percobaan diulangi, ternyata pada
percobaan

kedua

volume

titrasi

yang

dihabiskan

lebih

sedikit

dibandingkan volume titrasi pada percobaan pertamayaitu sebanyak 0,6
ml. Begitu pula saat pengulangan percobaan ketiga larutan menghabiskan
volume titrasi sebanyak 1 ml. sama halnya dengan percobaan pertama,
percobaan kedua maupun ketiga menghasilkan endapan berwarna putih,.
Endapan tersebut merupakan tanda titik akhir atau end point titrasi.
Perbedaan banyaknya volume titrasi yang digunakan berpengaruh terhadap
konsentrasi larutan yang diperoleh. Semakin besar volume titrasi yang
terjadi, maka semakin tinggi konsentrasi NaCl, sebaliknya semakin sedikit
volume titrasi yang digunakan, maka semakin sedikit pula konsentrasi
NaCl tersebut.

31

Pada percobaan ini sampel yang diganakan adalah air keran. Pada saat air
keran ditambahkan aquadest dan juga ditambahkan 3 tetes indikator PP
menghasilkan larutan bening. Hal tersebut terjadi karena larutan bersifat
netral sehingga tidak merubah warna dasar dan sifat larutan yang terdiri
atas air keran, aquadest dan indikator yang tidak berwarna atau bening.
Setelah larutan dititrasi dengan NaOH 1 N dan menghasilkan warna
larutan berubah menjadi merah muda. Perubahan warna larutan terjadi
karena larutan telah berubah menjadi asam dengan pH dibawah 7.
Kemudian melalui titrasi tersebut diperoleh volume titrasi sebanyak 0,2
ml. perubahan warna larutan juga menandakan bahwa titik akhir titrasi
telah terjadi.
Kemudian percobaan analisa % HCl pengulangan sebanyak 2 kali dengan
prosedur kerja yang sama. Pada pengulangan keduan dihasilkan volume titrasi
0,25 ml dan pada pengulangan ketiga didapat volume titrasi sebanyak 0,2 ml.
sama halnya pada percobaan pertama, larutan berubah warna dari larutan bening
menjadi merah muda. Sebab titrasi adalah metode analisa kimia untuk
menentukan konsentrasi suatu reaktan. Untuk mengetahui penambahan titran telah
berhenti, digunakan indikator yang bertanggap terhadap titran berlebih terhadap
perubahan warna. Titik titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik
akhir, oleh karena itu pada percobaan analisa % HCl ini larutan berubah warna
menjadi merah muda.
Melalui percobaan ini diketahui volume kadar % HCl pada volume titrasi
0,2 ml adalah 0,000728%. Pada volume titrasi 0,25 ml % HCl yaitu
0,000091125%. Sedangkan konsentrasi NaCl pada percobaan analisa konsentrasi
dalam air laut adalah 0,8775N untuk volume titrasi 1,5 ml dan pada volume titrasi
0,6 ml kadar NaCl sebanyak 0,351N dan yang terakhir pada percobaan yang
menghasilkan volume titrasi sebanyak 1 ml menghasilkan kadar NaCl 0,085N.

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat dihasilkan kesimpulan sebagai

berikut:
1.
Volume titrasi untuk menentukan kadar CO2 dalam air keran adalah 0,3 ml
dan 0,4 ml. Sedangkan untuk menentukan kadar CO2 dalam air mineral 0,1
2.

ml
Saat dititrasi dengan dengan NaOH air keran dan air mineral berubah

3.

warna menjadi merah muda
Jika kadar CO2 tinggi dalam air, maka air tersebut tidak baik untuk

4.
5.

dikonsumsi
Perubahan warna setelah dititrasi oleh indikator PP 1 % adalah bening
Kadar CO2 dalam air keran 5280 ppm dan 7040 ppm. Sedangkan dalam

6.

air mineral 1760 ppm.
Volume titrasi air garam untuk menentukan konsentrasi NaOH 0,9 ml dan

7.

0,4 ml. Sedangkan volume titrasi air kolam 1 ml
Kadar NaOH yang terdapat dalam air garam 7200 ppm dan 3200 ppm.

8.

Sedangkan dalam air kolam 8000 ppm
Penambahan indikator PP 1 % akan mengubah warna sampel dan akan

9.

mempermudah titik akhir titrasi
Terbentuknya endapan pada percobaan analisa konsentrasi NaCl dalam air

10.

laut menunjukkan bahwa titik akhir titrasi telah dicapai.
Terjadinya perubahan warna larutan pada percobaan analisa % HCl

11.

menandakan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai.
Dalam percobaan ini digunakan indikator K 2CrO4 dan indikator PP yang

12.

berguna untuk mempercepat terjadinya reaksi pada larutan.
Semakin besar volume titrasi yang dihabiskan, maka semakin tinggi pula
konsentrasinya,

sebaliknya

semakin

sedikit

volume

titrasi

yang

dihabiskan, maka semakin rendah pula konsentrasinya.
4.2

Saran
Dalam percobaan analisa konsentrasi selain menggunakan metode

analisis titrimetri. Dikenal juga metode analisa gravimetri. Gravimetri pada tahap
pengukuran dalam metodenya adalah penimbangan. Analitnya secar fisik
dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu maupun dari pelarutnya.

32

33

Pengendapan merupakan teknik yang paling luas penggunaannya untuk
memisahkan analit dari pengganggunya. Tetapi dalam percoabaan ini, sampel dan
kadar yang masih akan ditentukan kadarnya berbentuk sangat cair sehingga
digunakan metode titrasi.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3

Judul Praktikum
Tanggal Praktikum
Pelaksana Praktikum

: Analisa Dengan Peralatan Instrument
: 2 November 2015
: Kelompok 2
1. Amrizal
2. Chairun Nisa
3. Fathan Zakian
4. Junidar A Saragih
5. Nurul Azmi

1.4
1.4.1

Tujuan Praktikum :
pH Meter
a. Merangkai instalasi pH meter, mengkalibrasi dan mempergunakan pH
meter
b. Menghitung derajat keasaman / basa dalam pernyataan konsentrasi ion

1.4.2

hidrogen dalam larutan sampel.
Analisa Fe Secara Spektrofotometri
Untuk mengetahui kadar Fe dalam air sampel

34

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian Spektrofotometer
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada

pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma
atau kisi difraksi dan detector vacuum phototube atau tabung foton hampa. Alat
yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu sutu alat yang digunakan untuk
menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan
mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari
konsentrasi. Pada titrasi spektrofotometri, sinar yang digunakan merupakan satu
berkas yang panjangnya tidak berbeda banyak antara satu dengan yang lainnya,
sedangkan dalam kalorimetri perbedaan panjang gelombang dapat lebih besar.
Dalam hubungan ini dapat disebut juga spektrofotometri adsorpsi atomic
(Harjadi, 1990).
Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Kelebihan spectrometer dibandingkan fotometer
adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh
dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada fotometer filter
dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu. Pada fotometer filter tidak mungkin diperoleh panjang
gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang
gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang
yang benar-benar terseleksi dapatdiperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya
seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontiniu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko
dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko
ataupun pembanding (Khopkar, 2002).

35

36

Sinar yang melewati suatu larutan akan terserap oleh senyawa-senyawa
dalam larutan tersebut. Intensitas sinar yang diserap tergantung pada jenis
senyawa yang ada, konsentrasi dan tebal atau panjang larutan tersebut. Makin
tinggi konsentrasi suatu senyawa dalam larutan, makin banyak sinar yang diserap.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Kelebihan spectrometer dibandingkan fotometer
adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini
ndiperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada
fotometer filter berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu.
Pada fotometer filter tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang
benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm.
Sedangkan pada spektrofotometer, pnjang gelombang yang benar-benar terseleksi
dapatdiperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu
spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu,
monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat
untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun
pembanding. Pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau pengertiannya lebih
sempit karena ditunjukan pada interaksi antara materi dengan cahaya (baik yang
dilihat maupun tidak terlihat), sedangkan pengertian spektroskopi lebih luas
misalnya cahaya maupun medan magnet termasuk gelombang elektromagnetik
(Eka, 2007 ).
Pengertian spektroskopi dan spektrofotometri pada dasarnya sama yaitu di
dasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Namun
pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau pengertiannya lebih sempit karena
ditunjukan pada interaksi antara materi dengan cahaya (baik yang dilihat maupun
tidak terlihat). Sedangkan pengertian spektroskopi lebih luas misalnya cahaya
maupun medan magnet termasuk gelombang elektromagnetik.
Radiasi elektromagnetik memiliki sifat ganda yang disebut sebagai sifat
dualistik cahaya yaitu:

37

1) Sebagai gelombang
2) Sebagai partikel-partikel energi yang disebut foton.
Karena sifat tersebut maka beberapa parameter perlu diketahui misalnya
panjang gelombang, frekuensi dan energi tiap foton. Hubungan dari ketiga
parameter di atas dirumuskan oleh Planck yang dikenal dengan persamaan Planck.
Hubungan antara panjang gelombang frekuensi dirumuskan sebagai.
c= λ . v atau λ = c/v atau v = c/λ
Persamaan Planck: hubungan antara energi tiap foton de