KONSUMSI Prinsip dan Batasan dalam Persp (1)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat beserta pengikutnya hingga akhir zaman nanti.

Alhamdulillah wa syukurillah. Allah Maha Besar dengan segala nikmat yang selalu tercurah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul: “Konsumsi (Teori, Prinsip dan Batasan dalam Perspektif Islam) ”.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda ku Azwar dan Ibunda ku Ernawati tercinta yang tak henti- hentinya memberikan do’a yang tulus dan kasih sayang selalu untuk keberhasilan ananda serta selalu bersedia memberikan bantuan moril dan materil. Kakak ku Prengki dan Ayunda ipar ku Dewi tersayang yang selalu memberikan semangat untuk kesuksesan penulis juga selalu mendukung dalam setiap kegiatan penulis. Suami Ku tercinta Apriadi, S.Pd.I yang selalu membantu moril dan materiil, memotivasi penulis dan selalu setia menemani penulis dalam suka dan duka serta tak henti-hentinya selalu siaga dalam situasi dan kondisi penulis. Dan yang tersayang ananda ku Sayyid Tsabit Ad-Dailamy yang selalu menjadi motivasi dan semangat bagi penulis untuk bekerja dan berkarya.

Semoga jasa semua pihak yang telah memberikan andilnya dalam menyelesaikan buku ini dinilai oleh Allah SWT sebagai ibadah dan dihitung sebagai pahala amal jariyah.

iii

Akhirnya harapan penulis, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua orang terutama untuk mahasiswa/mahasiswi ku.

Palembang, 17 Januari 2017

Melis

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................ i KATA PENGANTAR .........................................................

iii DAFTAR ISI .......................................................................

BAB I : PENDAHULUAN ............................................

1 Selayang Pandang Konsumsi ............................

BAB II : KONSUMSI: KONVENSIONAL VS ISLAM A.Definisi Konsumsi .........................................

13 B.Konsumsi Intertemporal Konvensional .........

16 C.Konsumsi Konsumen Muslim .......................

18 D.Tujuan Konsumsi ..........................................

E. Etika Konsumsi Islami ..................................

25 G.Definisi Perilaku Konsumen .........................

F. Pengaruh Riba dan Zakat ..............................

H. Landasan Al-Qur'an tentang Konsumsi........

BAB III : PRINSIP KONSUMSI DALAM ISLAM .........

BAB IV : MASHLAHAH DALAM KONSUMSI ............

61 A.Kebutuhan dan Keinginan .............................

85 B.Preferensi Konsumsi ......................................

C. Budget Line ....................................................

D. Indifferent Curve ..........................................

E. Kurva Konsumsi Islami ................................ 103

F. Fungsi Konsumsi Islam................................. 104

BAB V : BATASAN KONSUMSI DALAM ISLAM ..... 107

A. Batasan Konsumsi Makanan dalam Islam .. 107

B. Batasan Konsumsi Pakaian dalam Islam ...... 147

C. Batasan Konsumsi Tempat Tinggal dalam Islam 157

BAB VI : ANALISIS TERHADAP PERILAKU

KONSUMEN KONTEMPORER DALAM PERSPEKTIF ISLAM ......................................

A. Perilaku Konsumen Kontemporer ................ 163

B. Perilaku Konsumen Kontemporer dalam Perspektif Islam ...........................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 174

BIODATA PENULIS .......................................................... 181

vi

BAB I PENDAHULUAN: SELAYANG PANDANG KONSUMSI

Allah SWT telah melimpahkan untuk manusia karunia kenikmatan yang melimpah di bumi. Bersama itu pula amanah juga dibebankan kepada manusia untuk mengelolanya. Karunia dan amanah atas sumber daya tersebut pada intinya memunculkan tiga masalah utama dalam kehidupan sosioekonomi masyarakat, yaitu apa dan berapa banya barang/jasa yang diperlukan (what), bagaimana cara menghasilkannya (how) dan bagaimana cara mendistribusikan kepada masyarakat secara adil (for whom ), sehingga tercipta suatu keadilan dan kesejahteraan yang luas. Keinginan manusia agar terpenuhi kebutuhannya telah melahirkan konsep teori konsumsi. Perilaku konsumsi manusia biasa bersumber pada dualitas yaitu economic rasionalism dan utilitarianism yang menekankan keduanya lebih kepada kepentingan individu

dengan mengorbankan kepentingan pihak lain. Konsep self interest rationality menurut Edgeworth yang dikutip oleh Arif Pujiono (2006), meskipun secara ekonomi terkesan baik, tetap mengandung konsekuensi terhadap perilaku konsumsi yang lebih longgar karena ukuran rasional adalah memenuhi self interest tersebut. Sedangkan utilitarisme yang menekankan bagaimana manfaat terbesar dapat

(self

interest )

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _1 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _1

Kebahagiaan merupakan tujuan utama kehidupan manusia. Manusia akan memperoleh kebahagiaan ketika seluruh kebutuhan dan keinginannya terpenuhi, baik dalam aspek material maupun spiritual, dalam jangka pendek maupun panjang. Terpenuhinya kebutuhan yang bersifat material, seperti sandang, rumah, dan kekayaan lainnya, dewasa ini lebih banyak mendapatkan perhatian dalam ekonomi Islam. Terpenuhinya kebutuhan material inilah yang disebut dengan sejahtera. Sejahtera atau kesejahteraan dalam perspektif Islam dimaknai dengan istilah “falaḥ” yang berarti kesejahteraan holistik dan seimbang antara dimensi material-spiritual, individual- sosial, dan kesejahteraan duniawi dan akhirat. Sejahtera dunia diartikan sebagai segala yang memberikan kenikmatan hidup indrawi, baik fisik, intelektual, biologis ataupun material. Sedangkan kesejahteraan akhirat diartikan sebagai kenikmatan yang akan diperoleh setelah kematian manusia. Perilaku manusia di dunia diyakini akan berpengaruh terhadap kesejahteraan di akhirat yang abadi. Informasi mengenai kesejahteraan ini hanya dapat diperoleh dari Tuhan, yaitu melalui ajaran yang diwahyukan dalam Alquran dan Sunnah. (Munrokhim Misanam dkk, 2008: 1-2)

Dalam upaya mencapai fala ḥ, manusia menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan ini sangat kompleks dan sering kali saling terkait antara satu faktor dengan faktor lainnya. Adanya berbagai keterbatasan, kekurangan,

2_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 2_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Peran ilmu ekonomi sesungguhnya adalah mengatasi masalah ‘kelangkaan’ ini sehingga dapat mencapai fala ḥ, yang diukur dengan maṣlaḥah. Kelangkaan bukanlah terjadi dengan sendirinya namun bisa juga disebabkan oleh perilaku manusia. Oleh karena itu, ilmu ekonomi Islam mencakup tiga aspek dasar yaitu, produksi, distribusi, dan konsumsi. Konsumsi yaitu komoditas apa yang dibutuhkan dalam

mewujudkan ma ṣlaḥah. Masyarakat harus memutuskan komoditas apa yang diperlukan, dalam jumlah berapa dan kapan diperlukan sehingga ma ṣlaḥah dapat terwujud. Pada dasarnya sumber daya dapat digunakan untuk memenuhi berbagai keinginan dan kebutuhan manusia, jadi terdapat pilihan- pilihan alternatif pemanfaatan sumber daya untuk berbagai komoditas yang benar-benar dibutuhkan untuk mencapai fala ḥ. (Arief Hoetoro, 2007: 304)

Hambatan berupa sumber daya alam menjadi alasan manusia untuk dapat terus meningkatkan skill, peningkatan kualitas serta perluasan jejaring produk kebutuhan manusia, agar segala kebutuhan dan keinginan dapat terpenuhi. Transfer atau pergerakan

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _3 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _3

Pola hubungan dan ketergantungan seperti di atas serta keterbukaan dari berbagai aspek kehidupan lainnya inilah yang lazim disebut serbagai globalisasi. Hal ini menjadi tidak terhindarkan karena bertambahnya variasi kebutuhan maupun karena bertambahnya populasi manusia itu sendiri. Dengan segala bentuk keuntungan maupun kerugiannya, globalisasi semakin memberikan banyak macam pilihan yang dapat ditemukan konsumen untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Banyaknya macam dan ragam pilihan pemenuhan kebutuhan hidup akan sangat menguntungkan konsumen. Konsumen lebih leluasa memilih sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan keinginan. Barang dari luar negeri banyak ditemukan dengan berbagai macam variasi. Model baru yang sebelumnya belum diproduksi di dalam negeripun akan dengan mudah ditemukan. Konsumen juga memperoleh lebih banyak pilihan harga dengan segala macam produk yang ada. Bisa memilih dari harga yang paling murah sampai harga yang paling mahal. Tergantung pada anggaran (budget) dan keinginan konsumen. (Sri Wigati, 2011: 23)

4_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Dengan lahirnya berbagai segmen tersebut, produsen hanya akan mampu memasarkan hasil dengan optimal kepada konsumen apabila telah memahami dan menguasai berbagai segmen pasar. Di sini penulis menyatakan bahwa distribusi dan produksi akan menjadi lancar apabila telah mengetahui pola perilaku konsumen di suatu wilayah. Dengan begitu kegiatan dalam menyalurkan produk barang ataupun jasa dari produsen ke konsumen dengan berbagai teknik dan cara yang efisien dan efektif.

Untuk mengenali perilaku konsumen tidaklah mudah, konsumen tidak selalu terus terang menyatakan kebutuhan dan keinginannya, namun sering pula mereka bertindak sebaliknya. Konsumen bahkan sering bereaksi untuk mengubah pikiran, dan konsumen baru pada menit- menit terakhir akhirnya memutuskan untuk melakukan pembelian. Untuk itulah para pemasar perlu mempelajari keinginan, persepsi, prefensi, dan perilakunya dalam berbelanja.

Setiap hari manusia membuat sejumlah keputusan mengenai bagaimana mengalokasikan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Misalnya, kita harus memilih penggunaan waktu untuk bangun tidur terlambat atau makan pagi, untuk baca koran atau menonton televisi. Kita juga harus memilih pengunaan uang kita untuk membeli barang atau jasa yang kita butuhkan. Dalam menentukan pilihan, kita harus menyeimbangkan antara kebutuhan, preferensi dan ketersediaan sumber daya. Keputusan seseorang untuk

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _5 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _5

diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh

dalam kegiatan konsumsinya. Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu (helpfulness) atau menguntungkan (advantage). Dalam konteks ekonomi, utilitas dimaknai sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika mengonsumsi sebuah barang. Kegunaan ini bisa juga dirasakan sebagai rasa ‘tertolong’ dari suatu kesulitan karena mengonsumsi barang tersebut. Karena adanya rasa inilah, maka sering kali utilitas dimaknai juga sebagai rasa puas atau kepuasan yang dirasakan oleh seseorang konsumen dalam mengonsumsi sebuah barang. Jadi, kepuasan dan utilitas dianggap sama, meskipun sebenarnya kepuasan adalah akibat yang ditimbulkan oleh utilitas. (Misanam dkk, 2008: 145)

kepuasan

(utility)

Dalam percakapan sehari hari, istilah konsumsi selalu dihubungkan dengan kegiatan makan dan minum. Sebenarnya konsumsi bukanlah sekedar makan atau minum, tetapi merupakan setiap penggunaan atau pemakaian barang-barang dan jasa-jasa yang secara langsung dapat memuaskan kebutuhan seseorang. Dengan demikian konsumsi berarti kegiatan memuaskan kebutuhan. Dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi-konsumsi-distribusi,

seringkali muncul pertanyaan manakah yang paling penting dan paling dahulu diantara mereka. Jawaban atas pertanyaan ini jelas tidak mudah, sebab memang ketiganya merupakan

6_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 6_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen hendaknya mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika ia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik atau psikis atau material. Di sisi lain, berkah akan diperolehnya ketika ia mengonsumsi barang/jasa yang dihalalkan oleh syariat Islam atau sesuai dengan prinsip konsumsi dalam Islam. Mengonsumsi yang halal saja merupakan kepatuhan kepada Allah, karenanya memperoleh pahala. Pahala inilah yang kemudian dirasakan sebagai berkah dari barang/jasa yang telah dikonsumsi. Sebaliknya, konsumen tidak akan mengonsumsi barang/jasa yang haram karena tidak mendatangkan berkah. Mengonsumsi yang haram akan menimbulkan dosa yang pada akhirnya akan berujung pada siksa Allah. Jadi mengonsumsi yang haram justru memberikan berkah negatif. (Hakim, 2011: 2)

Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin menjamin agar sumber daya dapat terdistribusi secara adil. Salah satu upaya untuk menjamin keadilan disribusi sumberdaya adalah mengatur bagaimana perilaku konsumsi sesuai dengan syari’ah Islamiyah yang telah ditetapkan oleh Al- Qur’an dan Hadits. Konsep keberhasilan dan kesuksesan seorang muslim bukan diukur berdasarkan seberapa besar

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _7 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _7

Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya, selama dengan pemenuhan tersebut, martabat manusia akan meningkat. Semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia, namun

manusia diperintahkan untuk mengonsumsi barang/jasa yang halal dan baik saja secara wajar, tidak berlebihan. Pemenuhan kebutuhan ataupun keinginan tetap diperbolehkan selama hal itu mampu menambah ma ṣlaḥah atau tidak mendatangkan muḍarat. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:

8_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Artinya: “Makanlah di antara rezki yang baik yang Telah kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.” (QS.Thāha: 81)

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah telah menganuhgerahkan rizki yang baik kepada manusia untuk dinikmati dan disyukuri dan kita dilarang untuk melampaui batas dengan mengingkari nikmat-Nya, karena bila manusia melampaui batas maka pasti Allah akan menimpakan kemurkaan dan bagi manusia yang ditimpa kemurkaan maka pasti manusia akan terjatuh ke dalam api neraka (Jalaluddin bin Muhammadi Al- Mahalli, 2011: 459-460).

konsumen yang memperhatikan prinsip kecukupan (suffiency) dalam membeli barang/jasa, artinya ia akan berusaha untuk membeli sejumlah barang/jasa sehingga kebutuhan minimalnya tercukupi. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencukupi kebutuhan tersebut, tanpa perlu memandang ketersediaan barang bagi orang lain. Dalam kasus ketika terjadi musim paceklik pertanian, dimungkinkan terjadinya kelebihan permintaan. Dalam jangka pendek, maka akan terdapat sebagian konsumen yang tidak terpenuhi kebutuhannya. Ketika konsumen hanya mempertimbangkan aspek kecukupannya sendiri, maka ia akan berlomba-lomba dan bersaing untuk

Sebagai misal,

seorang

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _9 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _9

Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang ber- ma ṣlahah maka semakin besar pula berkah yang akan diterima oleh pelaku konsumsi atau konsumen. Dalam Al-Quran, Allah menjelaskan bahwa setiap amal perbuuatan (kebaikan maupun keburukan) akan dibalas dengan imbalan (pahala maupun siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangatlah kecil bahkan sebesar biji sawi. Dengan demikian, dapat ditafsirkan bahwa ma ṣlahah yang diterima akan merupakan perkalian antara pahala dan frekuensi kegiatan tersebut. Demikian pula dalam hal konsumsi, besarnya berkah yang diterima oleh konsumen tergantung frekuensi konsumsinya. Semakin banyak barang/jasa halal dan thoyyib yang dikonsumsi, maka akan semakin besar pula berkah yang akan diterima. (Misanam dkk, 2008: 135)

Namun faktanya, konsumsi yang dilakukan oleh konsumen muslim dewasa ini pada umumnya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam tentang

10_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 10_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _11

12_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

BAB II KONSUMSI: KONVENSIONAL VS ISLAM

A. Definisi Konsumsi

Secara etimologi, konsumsi berasal dari bahasa Inggris yaitu consumption yang berarti menghabiskan atau mengurangi atau kegiatan yang ditujukan untuk menghabiskan atau mengurangi nilai guna suatu barang atau jasa yang dilakukan sekaligus atau bertahap untuk memenuhi kebutuhan. (Pujiono, 2006: 2). Hal serupa juga dikatakan Wikipedia (dalam Pujiono) tentang konsumsi bahwa kata konsumsi berasal dari bahasa Belanda consumptie , ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsumsi adalah pemakaian barang produksi (bahan makanan, pakaian, dan sebagainya); barang-barang yang langsung memenuhi keperluan

hidup manusia. (DEPDIKNAS, 2001). Sedangkan dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Yasyin, 1997: 298), konsumsi adalah pemakaian barang produksi (bahan makanan, pakaian, dan sebagainya); barang-barang yang langsung memenuhi keperluan hidup manusia.

Dan dalam Kamus Besar Ekonomi, kata konsumsi berarti tindakan manusia baik secara langsung atau tidak

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _13 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _13

Sedangkan secara terminologi, konsumsi diartikan oleh beberapa pendapat sebagai berikut:

a. Konsumsi adalah suatu kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan yang berakibat mengurangi ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang/jasa. (Nurul Huda, 2006)

b. Konsumsi adalah penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun menurutnya, konsumsi akan dilakukan oleh manusia jika manusia yang bersangkutan memiliki uang (harta). Dan dalam Islam harta merupakan bagian fitrah untuk mencintainya. (Arif Pujiono, 2006)

c. Menurut Chaney (dalam Rivai Veithzal, 2009) konsumsi adalah seluruh tipe aktifitas sosial yang orang lakukan sehingga dapat dipakai untuk mencirikan dan mengenal mereka, selain (sebagai tambahan) apa yang mungkin mereka lakukan untuk hidup. Sedangkan Menurut Samuelson (dalam Sulistiawati, 2005), konsumsi adalah kegiatan menghabiskan utility (nilai guna) barang dan jasa. Barang meliputi barang tahan lama dan barang tidak tahan lama.

d. Don Slater (dalam Sri Wigati, 2011) mengatakan konsumsi adalah bagaimana manusia dan aktor sosial dengan kebutuhan yang dimilikinya berhubungan

14_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 14_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

e. Menurut Featherstone (2001) dari Raymond Williams yang dikutip Heri Sudarsono (2007), konsumsi adalah merusak (to destroy), memakai (to use up), membuang (to waste), dan menghabiskan (to exhaust).

f. Max weber dalam Economy And Society menyatakan bahwa tindakan konsumsi dapat dikatakan sebagai tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari individu lain dan oleh karena itu diarahkan pada tujuan tertentu. (Damsar et al, 2013)

g. Konsumsi menurut IDKF Bogor adalah suatu kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan yang berakibat mengurangi ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang/jasa.

h. Menurut Oxlay dalam artikelnya “Konsumen dan Pengertian Konsumsi ”, konsumsi merupakan kegiatan seseorang atau kelompok dalam menggunakan, memakai atau menghabiskan barang dan jasa dengan maksud memenuhi kebutuhan hidupnya. (Oxlay, 2011)

Dari beberapa redaksi terkait dengan definisi konsumsi, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumsi adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen atau konsumsi juga

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _15 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _15

B. Konsumsi Intertemporal Konvensional

Teori perilaku konsumen yang dikembangkan di konvensional sering dikenal dengan raionalisme ekonomi dan utilitarisme. Rasionalisme ekonomi menggambarkan manusia sebagai sosok yang sangat perhitungan dalam setiap aktivitas ekonominya, di mana kategori kesuksesan dihitung dari besaran materi yang berhasil dikumpulkan. Sehingga berdasarkan teori ini, maksimalisasi kepuasan adalah tujuan utama dari seorang konsumen. Manusia dianggap sebagai sosok homo economicus yaitu sosok manusia yang distimulus dalam aktivitasnya dengan materi. (M. Nur Rianto Al-Arif dan Euis Amalia, 2010: 133)

Kemudian apakah yang dimaksud dengan konsumsi intertemporal? Konsumsi intertemporal adalah konsumsi yang dilakukan dalam dua waktu yaitu masa sekarang (periode pertama) dan akan datang (kedua). Dalam ekonomi konvensional, pendapatan adalah suatu penjumlahan konsumsi dan tabungan yang secara matematis dinotasikan: Y=C+S Di mana: Y = pendapatan; C = konsumsi; S = tabungan. Misalkan pendapatan, konsumsi dan tabungan pada periode pertama adalah Y 1, C1, S1 dan pendapatan, konsumsi, dan tabungan pada periode kedua adalah Y2, C2, S2, maka persamaan di atas dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:

16_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Pendapatan pada periode pertama adalah: Y1 = C1 + S1 Pendapatan pada periode kedua adalah: Y2 = C2 + S2 Apabila konsumsi di periode pertama lebih kecil daripada pendapatan, maka tabungan dan konsumsi di periode kedua akan lebih besar. Y1 = C1 + S1, dan C1 < Y1 Y2 = C2 + S2

= (C2 + S1) + S2 Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat konsumsi yang akan dilakukan di masa datang sangat tergantung dari tingkat konsumsi yang dilakukan saat ini. Apabila pada saat ini konsumsi yang dilakukan lebih kecil daripada pendapatan, maka akan ada tabungan di masa datang akan lebih besar dikarenakan masih adanya sisa pendapatan yang tidak dibelanjakan pada periode sebelumnya.

Dalam keadaan terjadinya selisih antara pendapatan dan jumlah uang yang dibelanjakan untuk konsumsi, perilaku konsumen dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Lender, ketika jumlah konsumsi lebih kecil daripada pendapatan.

2. Borrower, ketika jumlah konsumsi lebih besar daripada pendapatan.

3. Polonius point, ketika jumlah konsumsi sama dengan jumlah pendapatan.

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _17

Dalam sistem perbankan yang menerapkan sistem bunga, tabungan yang disimpan pada periode pertama akan memberikan nilai lebih sebesar bunga, sehingga persamaan konsumsi pada periode kedua menjadi:

C2 = Y2 + S1 + r (S1) = Y2 + (Y1-C1) + r (Y1-C1) = Y2 + (1 + r) (Y1-C1)

C. Konsumsi Konsumen Muslim

Sebelum membahas lebih lanjut tentang konsumsi konsumen muslim, maka perlu disusun suatu asumsi dasar yang mendasarinya.

1. Sistem perekonomian yang ada telah mengaplikasikan aturan syariat Islam, dan sebagian besar masyarakatnya meyakini dan menjadikan syariat Islam sebagai bagian integral dalam setiap aktivitas kehidupannya.

2. Institusi zakat telah menjadi bagian dalam suatu sistem perekonomian dan hukumnya wajib untuk dilaksanakan bagi setiap individu yang mampu.

3. Pelarangan riba dalam setiap aktivitas ekonomi.

4. Prinsip mudharabah dan kerja sama diaplikasikan dalam perekonomian.

5. Tersedianya instrumen moneter Islam dalam perekonomian.

6. Konsumen mempunyai perilaku untuk memaksimalkan kepuasannya.

Dalam konsep Islam konsumsi intertemporal dimaknai bahwasanya pendapatan yang dimiliki tidak

18_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 18_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut: Y = (C + infak) + S Namun untuk mempermudah dalam melakukan

analisis grafis maka persamaan di atas disederhanakan menjadi:

Y = (C + Infak) + S Y = FS + S Di mana FS (Final Spending) adalah konsumsi yang

dibelanjakan untuk keperluan konsumtif ditambah dengan pembelanjaan untuk infak. Sehingga Final Spending adalah pembelanjaan akhir seorang konsumen muslim.

Penyederhanaan ini memungkinkan untuk menggunakan alat analisis grafis yang biasa digunakan dalam teori konsumsi, yaitu memaksimalkan fungsi utilitas (kepuasan) dengan garis anggaran (budget line) tertentu atau memaksimalkan garis anggaran dengan fungsi utilitas tertentu. Sebab bila hal tersebut tidak disederhanakan, maka analisis harus dilakukan secara tiga dimensi, yang akan mempersulit dalam pemahaman mengenai teori ini.

Dalam pola konsumsi satu periode, sumbu X dan Y menunjukkan jumlah barang X dan barang Y, sedangkan dalam pola konsumsi intertemporal (dua periode), sumbu

X menunjukkan jumlah pendapatan, konsumsi, dan KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _19 X menunjukkan jumlah pendapatan, konsumsi, dan KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _19

D. Tujuan Konsumsi Islami

Secara umum, tujuan manusia mengkonsumsi sesuatu yaitu:

1) Untuk memenuhi kebutuhan hidup

2) Mempertahankan status sosial

3) Mempertahankan status keturunan

4) Mendapatkan keseimbangan hidup

5) memberikan bantuan kepada orang lain (tujuan sosial)

6) Menjaga keamanan dan kesehatan

7) Keindahan dan seni

8) Memuaskan batin

9) Demonstration effect (keinginan untuk meniru)

Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk

20_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 20_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Konsumsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai tujuan terbesar dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan ekonomi. Bahkan ukuran kebahagiaan seseorang diukur dengan tingkat kemampuannya dalam mengkonsumsi. Dimana Al-Qur 'an telah mengungkapkan hakekat tersebut dalam firman-Nya :

Artinya: “Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang- orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka Makan seperti makannya binatang- binatang dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka ” (QS: Muhammad : 12)

E. Etika Konsumsi Islami

1. Barang dan jasa yang dikonsumsi harus halal Al- Qur’an karim memberikan kepada kita peunjuk- petunjuk yang sangat jelas dalam hal konsumsi, ia mendorong pengguna barang-barang yang halal lagi

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _21 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _21

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan

22_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 22_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung ” (QS. Al-A’raf: 157)

beriman

kepadanya.

2. Tidak melanggar batas-batas kewajaran dalam proses konsumsi Batas-batas kewajaran dan kepantasan dalam Islam merujuk kebiasaan, budaya dan adat istiadat setempat.

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan ” (QS. Ath Thalaq:7)

Dengan demikian kegiatan konsumsi dalam Islam harus sesuai batas-batas kesanggupan dan kemampuan finansial serta tidak berlebih-lebihan, boros, dan bermewah-mewahan. Berlebih-lebihan yang dimaksud

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _23 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _23

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ل ل أه ل ، ي هش ل لهب ل إ وك ْت ل لهل ه ل ل ب عهت ل ل أ ل ل كهل ل ض هَهف له ل إ و هَ هنهت ل ل أه ل ،إ وق ه هت ل لهل ه ل ع ي هَ ل لل ل ل بهِ ل إ و صهت عهت ل له يق ل ل- لثهاهث ل ل كهل ل هخ هيه ل ل- ، ُه مأ ل لل ل لله ل ل هم

Artinya: "Sesungguhnya Allah ridha untuk kalian tiga perkara dan benci untuk kalian tiga perkara: (1). Allah ridha untuk kalian agar kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. (2). Agar kalian seluruhnya berpegang teguh dengan agama Allah dan janganlah kalian berpecah belah. (3). Hendaklah kalian saling memberikan nasehat kepada orang-orang yang mengurusi urusan kalian (yakni penguasa kaum muslimin). -Dan Allah benci untuk kalian tiga perkara- : (1). Qiila wa Qaal (dikatakan dan katanya), (2). banyak meminta dan bertanya, dan (3). menyia- nyiakan harta." (HR. Muslim)

24_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

3. Tidak bermewah-mewahan dalam mengkonsumsi

Bermewah-mewahan yang dimaksud disini adalah pemakaian sutu barang atau jasa diluar kebutuhan dan keperluan. Ekonomi Islam menilai bermewah-mewahan sebagai suatau cara yang tercela dalam konsumsi. Bermewah-mewahan akan menjadi sebab turunnya azab kemunduran, dan kehancuran suatu umat.

Artinya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya ” (QS. Al-Isra : 16)

F. Pengaruh Riba dan Zakat

Menurut M. Nur Rianto Al-Arif dan Euis Amalia dalam bukunya “Teori Mikro Ekonomi”, zakat mempengaruhi orang yang akan melaksanakan maupun bagi penerimanya. Adapun pengaruh zakat bagi yang melaksanakan adalah:

Pembayaran zakat akan memicu individu untuk meningkatkan rasio tabungannya. Karena zakat dikenakan pada kekayaan dan bukan hanya pendapatan semata,

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _25 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _25

G. Definisi Perilaku Konsumen

Menurut Ismail Nawawi, terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang perilaku, yaitu: 1) teori insting: ini dikemukakan oleh Mc. Dougall sebagai pelopor psikologi sosial. Menurut Mc. Dougall perilaku disebabkan oleh insting. Insting merupakan perilaku yang innate atau perilaku bawaan dan akan mengalami perubahan karena pengalaman; 2) teori dorongan (drive theory ). Teori ini yang sering disebut dengan teori “Hull” dalam (Crider, 1983; Hergenhagen, (1976) yang juga disebut dengan reduction theory bertolak dari pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan atau drive tertentu. Dorongan itu berkaitan dengan kebutuhan yang mendorong organisme untuk berperilaku; 3) teori intensif ( intensive theory); berpendapat bahwa perilaku organisme disebabkan karena adanya intensif. Intensif disebut sebagai reinforcement. Reinforcement terdiri dari reinforcement positif yang berkaitan dengan hadiah dan reinforcement negatif yang berkaitan dengan hukuman; 4) teori atribusi. teori ini bertolak dari sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah perilaku ini disebabkan disposisi internal (motif, sikap, dan sebagainya) atau eksternal; 5) teori Kognitif. Teori ini berdasarkan alternatif pemilihan

26_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 26_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Dari enam teori perilaku itu dapat dipakai untuk memahami perilaku konsumen. Sehingga antar teori yang satu dengan teori yang lain masih dapat dipergunakan sesuai dengan perilaku konsumen yang berbeda antara konsumen satu dengan konsumen yang lain.

Secara etimologi, konsumen berasal dari bahasa Inggris yakni kata consumer adalah orang atau seseorang yang membutuhkan, menggunakan dan memanfaatkan barang atau jasa.

Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa definisi mengenai konsumen dan perilaku konsumen sebagai berikut:

a. Dalam Ilmu Ekonomi Mikro Islam (Karim, 2004: 52) yang dimaksud dengan konsumen adalah seseorang atau kelompok yang melakukan serangkaian kegiatan konsumsi barang atau jasa.

b. Menurut Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen (PK), “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _27 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _27

c. Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang. (Pujiono, 2006)

d. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1990) dalam Nurul Huda (2006), perilaku konsumen diartikan “…. Those actions directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the decision processes that precede and follow this action ” atau diartikan sebagai tindakan –tindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang suatu produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan – tindakan tersebut.

e. Menurut Mowen (1995), “Consumer behavior is defined as the study of the buying units and the exchange processes

28_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 28_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

f. The American Marketing Association (dalam Arif Pujiono, 2006) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya.

g. Dalam kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter & Olson dalam Rangkuti, 2002).

h. Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang

mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna & Wozniak, 2001).

i. Katona (dalam Munandar, 2001) memandang perilaku konsumen sebagai cabang ilmu dari perilaku ekonomika (behavioral economics) .

j. Menurut Dieben (dalam Munandar, 2001) perilaku konsumen adalah “The decision process and physical activity individuals engange in when evaluating, acquiring, using or disposing of goods and services ” mencakup perolehan, penggunaan disposisi produk, jasa, waktu,

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _29 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _29

k. Menurut Engel (dalam Mangkunegara, 2002) mengemukakan bahwa perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.

l. Loudon dan Bitta (dalam Mangkunegara, 2002) mendefinisikan perilaku konsumen yaitu sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, mempergunakan barang-barang dan jasa. Menurut Peter dan Olson (dalam Rangkuti, 2002) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.

m. Gerald Zaltman dan Melanie Wallendorf (dalam Nurul Huda, 2006) menjelaskan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan proses dan hubungan sosial yang dilakukan oleh individu, kelompok dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan sesuatu produk sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan dan sumber-sumber lainnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan atau aktivitas manusia

30_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 30_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Individu atau keluarga tidak hanya menghadapi pilihan pada situasi misalnya seorang kepala keluarga ingin menunaikan ibadah haji bersama istrinya. Biayanya mencapai sekitar Rp. 80 juta. Pada saat yang bersamaan anaknya diterima di Fakultas Kedokteran Gajah Mada dan dia harus membayar Rp. 75 juta untuk kuliah anaknya tersebut. Karena sang bapak tidak memiliki tabungan lain, maka ia menghadapi situasi harus membuat pilihan, antara ibadah haji atau membayar sekolah anaknya di FK. UGM. Atau bisa juga dalam situasi di mana seseorang membeli sesuatu barang yang sesungguhnya belum dia butuhkan tetapi karena tergiur oleh diskon yang ditawarkan akhirnya seseorang tersebut membeli barang itu. Perilaku-perilaku tersebut merupakan segelintir contoh dari perilaku konsumen. Perilaku demikian belum akan menjadi masalah serius bila masih tertutup oleh penghasilan. Namun manakala perilaku ini tidak diperbaiki, bukan tidak mungkin seseorang akan belanja melebihi dari pendapatannya.

Teori perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumber daya (resources) yang dimilikinya. Teori perilaku konsumen

paradigma ekonomi konvensional didasari pada prinsip-prinsip dasar utilitarianisme. Diprakarsai oleh Benttham dalam Mustafa Edwin Nasution dkk (2012: 56), yang mengatakan bahwa

rasional

dalam

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _31 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _31

Oleh pengikutnya John Stuart Mill dalam bukunya On Liberty yang terbit pada tahun 1859, paham ini dipertajam dengan mengungkapkan konsep “freedom of action” sebagai pernyataan dari kebebasan-kebebasan dasar manusia. Menurut Mill, campur tangan Negara di dalam masyarakat mana pun harus diusahakan seminimum mungkin dan campur tangan yang merintangi kemajuan manusia merupakan campur tangan terhadap kebebasan- kebebasan dasar manusia, dan karena itu harus dihentikan.

Lebih jauh Mill (dalam Sri Wigati, 2011) berpendapat bahwa setiap orang di dalam masyarakat harus bebas untuk mengejar kepentigannya dengan cara yang dipilihnya sendiri, namun kebebasan seseorang untuk bertindak itu dibatasi oleh kebebasan orang lain; artinya kebebasan untuk bertindak itu tidak boleh mendatangkan kerugian bagi orang lain.

Dasar filosofis tersebut melatarbelakangi analisis mengenai perilaku konsumen dalam teori ekonomi konvensional. Beberapa prinsip dasar dalam analisis perilaku konsumen adalah: (Nurul Huda, 2006: 3)

1. Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan. Adanya kelangkaan dan terbatasnya pendapatan memaksa orang menentukan pilihan. Agar pengeluaran senantiasa

32_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 32_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

2. Konsumen mampu membandingkan biaya dengan manfaat. Jika dua barang memberi manfaat yang sama, konsumen akan memilih yang biayanya lebih kecil. Di sisi lain, bila untuk memperoleh dua jenis barang dibutuhkan biaya yang sama, maka konsumen akan memilih barang yang memberi manfaat lebih besar.

3. Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat. Saat membeli suatu barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang harus dibayarkan: segelas kopi Starbuck, misalnya, ternyata terlalu pahit untuk harga Rp. 40.000,- per cangkir. Lebih nikmat kopi tubruk di warung kopi yang Rp. 3.000,- per gelasnya. Pengalaman tersebut akan menjadi informasi bagi konsumen yang akan mempengaruhi keputusan konsumsinya mengenai kopi di masa yang akan datang.

4. Setiap barang dapat disubstitusi dengan barang lain. Dengan demikian konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai cara.

5. Konsumen tunduk kepada berkurangnya tambahan kepuasan (The Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang yang dikonsumsi, semakin kecil tambahan kepuasan yang dihasilkan. Jika untuk setiap tambahan barang diperlukan biaya sebesar harga (P), maka konsumen akan berhenti membeli barang tersebut manakala tambahan manfaat

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _33 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _33

Fungsi utility dalam ilmu ekonomi konvensional dijelaskan sebagai berikut:  Dalam ekonomi, utilitas adalah jumlah dari kesenangan

atau kepuasan relatif (gratifikasi) yang dicapai. Dengan jumlah ini, seseorang bisa menentukan meningkat atau menurunnya utilitas, dan kemudian menjelaskan kebiasaan ekonomis dalam koridor dari usaha untuk meningkatkan kepuasan seseorang.

 Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utility function ) digambarkan oleh kurva indiferen (indeference curve ). Biasanya yang digambarkan adalah utility function antara dua barang (atau jasa) yang keduanya memang disukai konsumen.

Tujuan aktifitas konsumsi adalah memaksimalkan kepuasan (utility) dari mengkonsumsi sekumpulan barang/jasa yang disebut ’consumption bundle’ dengan memanfaatkan seluruh anggaran/ pendapatan yang dimiliki.

Namun Perilaku konsumsi dalam Islam berdasarkan tuntunan Al- Qur’an dan Hadits perlu didasarkan atas rasionalitas yang disempurnakan yang mengintegrasikan keyakinan kepada kebenaran yang ‘melampaui’ rasionalitas manusia yang sangat terbatas ini. bekerjanya ‘invisible hand’ yang didasari oleh asumsi rasionalitas yang bebas nilai –tidak memadai untuk

34_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 34_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Islam memberikan konsep adanya an-nafs al- muthmainnah (jiwa yang tenang). Jiwa yang tenang ini tentu saja tidak berarti jiwa yang mengabaikan tuntutan aspek material dari kehidupan. Di sinilah perlu diinjeksikan sikap hidup peduli kepada nasib orang lain yang dalam bahasa Al- Qur’an dikatakan “al-iitsar”.

Berbeda dengan konsumen konvensional. Seorang muslim dalam penggunaan penghasilanya memiliki sisi penting yaitu untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya dan sebagiannya lagi untuk dibelanjakan di jalan Allah. Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia. Keimanan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun spiritual.

Oleh karena itu, menurut Muhammad (2005) perbedaan antara ilmu ekonomi modern dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata- mata dari pola konsumsi modern.

Lebih lanjut Mannan (2012) mengatakan semakin tinggi kita menaiki jenjang peradaban, semakin kita terkalahkan oleh kebutuhan fisiologik karena faktor- faktor psikologis. Cita rasa seni, keangkuhan, dorongan-

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _35 KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _35

Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa kata konsumsi dan konsumen sangatlah berbeda. Konsumsi merupakan objek dari konsumen sedangkan konsumen sendiri merupakan subjek dari kegiatan konsumsi. Dan literatur lain mengenai konsumen adalah perilaku konsumen. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan- tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang- barang atau jasa ekonomi yang selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Dalam perilaku konsumen ada banyak faktor yang mempengaruhi seperti, faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli. Dan perilaku konsumen konvensional dengan perilaku konsumen muslim sangatlah berbeda.

H. Landasan Al-Qur’an tentang Konsumsi

Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah SWT kepada sang Khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Dalam satu pemanfaatan yang telah diberikan

36_ Melis, S.E.I., M.E.Sy 36_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Adapun dasar atau landasan Al- Qur’an tentang konsumsi diantaranya sebagai berikut:

1. Konsumen Muslim diperintahkan untuk memakan makanan yang halal dan baik sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan

bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu

KONSUMSI (Prinsip dan Batasan Dalam Perspektif Islam) _37

(waktu melepaskannya) dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya. Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka......” (QS. Al-Maidah: 4-5)

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diperintahkan untuk memakan makanan yang baik lagi halal dalam memperolehnya dan ketika menyembelihnya menyebut nama Allah SWT. Artinya binatang yang disembelih dalam keadaan menyebut selain nama Allah maka haram untuk di konsumsi.

2. Konsumen Muslim diperintahkan untuk tidak memakan bangkai, darah, daging babi, dan binatang sebagaimana firman Allah SWT:

Selain ayat di atas terdapat juga ayat tentang konsumsi yaitu surat Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi

38_ Melis, S.E.I., M.E.Sy

Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (Al-Baqarah: 173)

Penjelasan ayat di atas menurut Quraish Shihab (2006: 385), yang dimaksud bangkai adalah binatang yang berhembus nyawanya tidak melalui cara yang sah, seperti yang mati tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk, dan diterkam binatang buas, namun tidak sempat disembelih dan (yang disembelih untuk berhala). Dikecualikan dari pengertian bangkai adalah binatang air (ikan dan sebagainya) dan belalang.

Binatang yang mati karena faktor ketaatan atau mati karena terjangkit penyakit pada dasarnya mati karena zat beracun, sehingga bila dikonsumsi manusia, sangat mungkin mengakibatkan keracunan. Demikian juga binatang karena tercekik dan dipukul, darahnya mengendap di dalam tubuhnya. Ini mengidap zat beracun yang membahayakan manusia.

Darah, yakni darah yang mengalir bukan yang substansi asalnya membeku seperti limpa dan hati. Daging babi, yakni seluruh tubuh babi, termasuk tulang, lemak dan kulitnya.

Binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah, artinya bahwa binatang semacam itu baru haram dimakan bila disembelih dalam keadaan menyebut selain nama Allah. Adapun bila tidak disebut