Analisis Pengaruh Slice Thickness Terhadap Citra CT Scan Dengan Kasus Sinus Paranasal Pengguna Gigi Palsu Implan

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi dan Komponennya

Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher dan akar. Mahkota gigi menjulang di atas gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang sangat keras yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya terdapat rongga pulpa (Pearce,1979).

Gambar 2.1 Diagram Potongan Sagital Gigi Molar Pertama Bawah (Fawcett, 2002)

Orang dewasa memiliki 32 gigi, 16 tertanam di dalam proses alveolaris maksilla dan 16 di dalam mandibula, yang disebut gigi permanen. Mulai muncul sekitar 7 bulan setelah lahir dan lengkap pada umur 6-8 tahun. Gigi ini akan tanggal antara umur enam dan tiga belas, dan diganti secara berangsur oleh gigi permanen. Proses penggantian gigi ini berlangsung sekitar 12 tahun sampai gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18 tahun. Semua gigi terdiri atas sebuah mahkota yang menonjol diatas gusi atau gingival, dan satu atau lebih akar gigi meruncing yang tertanam di dalam lubang atau alveoulus didalam tulang maksila atau mandibula. Batas antara mahkota dan akar gigi disebut leher atau serviks (Fawcett, 2002).


(2)

Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu :

a. Gigi primer, dimulai dari tulang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi.

b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham untuk total keseluruhan 32 gigi.

2.1.1 Komponen-Komponen Gigi

Komponen-komponen gigi meliputi, email, dentin, pulpa, sementum. Email gigi merupakan substansi paling keras di tubuh ia berwarna putih kebiruan dan hampir transparan. Sembilan puluh sembilan persen dari beratnya adalah mineral dalam bentuk kristal hidroksiapatit matriks oganiks hanya merupakan tidak lebih dari 1 persen massanya (Fawcett, 2002).

Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga rongga berisi cairan. Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan rangsang ke pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan menghantarkan sinyal rasa sakit itu ke otak. Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan segar, dan berwarna agak kekuningan. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih keras. Bahannya 20% organic dan 80% anorganik.

Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Pulpa mempunyai hubungan dengan jaringan peri atau iterradikular gigi serta dengan keseluruhan jaringan tubuh. Bahan dasar pulpa terdiri dari 75% air dan 25% bahan sensitif yaitu: glukosaminoglikan, glikoprotein, proteoglikan, fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat.

Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan bermineral yang sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya, sementum lebih mirip tulang dari pada jaringan keras lain dari gigi.Ia terdiri atas matriks serat kolagen, glikoprotein, dan mukopolisakarida yang telah mengapur. Bagian servikal dan lapis tipis dekat dentin merupakan sementum aselular.sisanya adalah sementum selular.


(3)

2.1.2 Material Gigi Palsu

Gigi palsu secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu gigi palsu lepasan dan gigi palsu cekat (permanen). Masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Gigi palsu lepasan umumnya lebih murah dan mudah dibuat serta dirawat, namun jenis ini juga memiliki kelemahan yaitu secara estetika (penampilan) jenis ini kurang baik dan lebih sama dengan gigi palsu. Sementara itu gigi palsu cekat sangat dianjurkan bagi orang yang mementingkan estetika karena bentuk dan bahannya yang sangat baik, namun tentu saja ada kelemahannya. Yang paling utama dan sering membuat orang-orang menjadi ragu adalah dari segi biaya yang jauh lebih mahal dari gigi lepasan.

Komposisi resin akrilik terdiri atas : 1. Bubuk, terdiri dari

Polimer yang merupakan butiran atau granul poli (metilmetakrilat) Inisiator: benzoil peroksida (0,2-0,5%) Zat warna : merkuri sulfit atau cadmium sulfit,

atau pewarna organik. 2. Cairan, terdiri dari

Monomer: metilmetakrilat Agen Crosslinked: etilenglikoldimetil

metakrilat (1-2%) Inhibitor: hidrokuinon (0,006%)

2.1.3 Jenis–Jenis Gigi Palsu Lepasan

Adapun jenis gigi palsu yang biasanya digunakan yaitu akrilik, kerangka logam dan valplast. Akrilik merupakan jenis yang paling umum dan termasuk yang paling tua digunakan. Jenis ini juga merupakan jenis yang paling ekonomis. Gigi palsu akrilik menggunakan plat akrilik berwarna merah muda yang kaku dan tebal. Sangat baik digunakan pada orang yang memiliki kehilangan gigi dalam jumlah banyak, sayangnya gigi palsu jenis ini sering kali memerlukan bantuan kawat sebagai pegangannya agar tidak mudah terlepas. Plat tebal dan kawat inilah yang membuat gigi lepasan akrilik menjadi kurang baik secara estetik, kurang nyaman digunakan, dan akhirnya membuatnya mulai ditinggalkan.


(4)

Gambar 2.2. Gigi Partial Akrilik, Free End Akrilik, dan Full Denture Akrilik

(www.drjoygraham.com)

Apabila pada gigi lepasan akrilik menggunakan plat akrilik tebal sebagai basisnya maka gigi jenis ini menggunakan kerangka dari logam sehingga dapat dibuat menjadi lebih tipis dan ringan dan akhirnya menjadikan jenis ini lebih nyaman digunakan. Namun seperti halnya pada jenis dengan plat akrilik, jenis ini juga memerlukan pegangan yang hampir menyerupai kawat pada gigi lepasan akrilik. Hal tersebut menyebabkan gigi jenis ini tidak jauh berbeda dari gigi lepasan akrilik dari segi estetika. Kelemahan lain adalah dari segi biaya, kerangka logam merupakan jenis gigi palsu lepasan yang paling mahal.

Gambar 2.3 Kerangka Logam

Tidak seperti gigi lepasan akrilik dan kerangka logam yang kaku, valplast memiliki plat yang lebih fleksibel dan tipis. Plat fleksibel pada valplast ini bahkan berwarna nyaris transparan sehingga secara estetik plat ini termasuk sangat baik dan paling nyaman digunakan. Karena sifatnya yang fleksibel tadi maka gigi palsu jenis ini juga tidak memerlukan bantuan kawat untuk berpegangan pada gigi sebelahnya, sebuah nilai tambah kembali dari segi estetik. Valplast adalah resin yang merupakan nilon termoplastik biokompatibel dengan sifat fisik dan estetika yang unik.


(5)

Gambar 2.4 Jenis valplast (http:dentaluniverseindonesia.com/index.php/article/

68-valplast-gigi tiruan-lepasan) 2.1.4 Gigi Palsu Cekat (Permanen)

Gigi palsu permanen terdiri dari beberapa jenis yaitu

a. Crown (Mahkota) Porselen

Crown porselen merupakan pilihan untuk mahkota gigi yang patah atau hilang dalam jumlah yang cukup besar namun secara umum giginya sendiri masih sehat dan kuat sehingga tidak perlu dicabut. Untuk memasang crown maka dokter gigi perlu mengecilkan dan membentuk sisa mahkota pada gigi tersebut agar kemudian dapat dibuatkan crown yang pas dan baik. Apabila kehilangan mahkota yang terjadi sangat besar (mahkota gigi yang tersisa sangat sedikit) dan telah mengenai ruang pulpa (saraf) gigi maka dilakukan perawatan saluran akar terlebih dahulu dan dibuatkan mahkota pasak. Perbedaan keduanya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.5. Jenis gigi Palsu Crown Porselen, Mahkota Palsu


(6)

Pada gigi yang terpaksa harus dicabut maka harus dibuatkan gigi palsu yang sesungguhnya gigi ini disebut juga dengan crown porselen atau gigi tiruan jembatan.

b. Gigi Tiruan Jembatan (Bridge)

Gigi jembatan merupakan gigi palsu cekat yang paling umum digunakan. Menggunakan bahan porselen, gigi ini umumnya sangat baik secara estetik. Kelemahannya adalah penggunaan gigi sebelahnya sebagai pegangan. Berbeda dengan gigi lepasan yang menggunakan plat dan kawat sebagai pegangan, gigi jembatan sesuai namanya mengandalkan gigi disebelahnya secara harfiah. Untuk dapat memasang gigi jembatan pada tempat yang ompong maka dokter gigi juga harus mengecilkan gigi disebelahnya untuk kemudian dibuatkan crown yang menyatu/ menyambung dengan gigi palsu pada bagian yang ompong. Pada kehilangan satu gigi misalkan, maka kita harus membuat gigi palsu sebanyak tiga buah seperti pada gambar dibawah:

Gambar 2.6 Gigi Tiruan Jembatan

c. Dental Implan

Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah suatu alat yang ditanam secara bedah ke dalam jaringan lunak atau tulang rahang sehingga dapat berfungsi sebagai akar pengganti untuk menahan gigi tiruan maupun jembatan. Keuntungan implan gigi tersebut sangat menyerupai gigi asli karena tertanam di dalam jaringan sehingga dapat mendukung dalam hal estetik, perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri.


(7)

Pada prinsipnya implan gigi memerlukan bahan yang dapat diterima jaringan tubuh, dan cukup kuat. Menurut Boskar (1986) dan Reuther (1993), syarat implan gigi adalah sebagai berikut :

1. Biokompatibel

2. Yang dimaksud dengan biokompatibel adalah non toksik, non alergik,

3. non karsinogenik, tidak merusak dan mengganggu penyembuhan

4. Jaringan sekitar serta tidak korosif.

5. Cukup kuat untuk menahan beban pengunyahan 6. Resistensi tinggi terhadap termal dan korosi

7. Elastisitasnya sama atau hampir sama dengan jaringan sekitar 8. Dapat dibuat dalam berbagai bentuk

Gambar 2.7 Dental Implan (http://clinicariosruiz.com/service/implantologia)

2.1.4.1 Bahan gigi implan

Bahan yang digunakan untuk gigi implan, antara lain : 1. Logam

Terdiri dari Stainless Steel, Vitallium, Titanium dan logam. Pemakaian Stainless Steel merupakan kontra indikasi bagi pasien yang alergi terhadap nikel, pemakaiannya juga dapat menyebabkan arus listrik galvanik jika berkontak dengan logam campuran atau logam murni. Vitallium paling sering digunakan untuk kerangka implan subperiosteal. Titanium terdiri dari titanium murni dan logam campuran titanium yang tahan terhadap korosi. Implan yang dibuat dari logam dengan lapisan pada permukaan


(8)

adalah implan yang menggunakan titanium yang telah diselubungi dengan lapisan tipis keramik kalsium fosfat pada bagian strukturnya.

2. Keramik

Keramik terdiri keramik bioaktif dan bio-inert Bioaktif berarti bahan yang memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan tulang baru disekitar implan, contoh dari bahan ini adalah hidroksiapatit dan bioglass Bio-inert adalah bahan yang bertolenrasi baik dengan tulang tetapi tidak terjadi formasi tulang.

3. Polimer dan komposit

Polimer dibuat dalam bentuk porus dan padat, digunakan untuk peninggian dan penggantian tulang. Ia merupakan suatu bahan yang sukar dibersihkan pada bagian yang terkontaminasi dan pada partikel porusnya karena sifatnya yang sensitif terhadap formasi sterilisasi.

2.1.4.2 Bagian-bagian gigi Implan

Implan gigi terdiri dari beberapa komponen antara lain : a. Badan Implan

Merupakan bagian implan yang ditempatkan dalam tulang. Komponen ini dapat berupa silinder berulir atau tidak berulir, dapat menyerupai akar atau pipih. Bahan yang digunakan bias terbuat dari titanium saja atau titanium alloy dengan atau tanpa dilapisi hidroksi apatit (HA) (Mc Glumphy. EA dan Larsen, PE. Permukaan implan yang paling banyak digunakan ada tiga tipe yaitu plasma spray titanium dengan permukaan yang berbentuk granul sehingga memperluas permukaan kontaknya, machine finished titanium yang merupakan implan bentuk screw yang paling banyak digunanakan dan tipe implan dengan lapisan permukaan hidroksi apatit untuk meningkatkan osseointegrasi.

b. Healing Cup

Merupakan komponen berbentuk kubah yang ditempatkan pada permukaan implan dan sebelum penempatan abutment. Komponen ini meiliki panjang yang bervariasi antara 2 mm sampai 10 mm (Mc Glumphy. EA dan Larsen, PE., 2003).


(9)

c. Abutment

Merupakan bagian komponen implan yang disekrupkan dimasukan secara langsung kedalam badan implan. Dipasangkan menggantikan healling cup dan merupakan tempat melekatnya mahkota porselin. Memiliki permukaan yang halus, terbuat dari titanium atau titanium alloy.

d. Mahkota

Merupakan protesa gigi yang diletakkan pada permukaan abutmen dengan sementasi (tipe cemented) atau dengan sekrup (tipe screwing) sebagai pengganti mahkota gigi dan terbuat dari porselin.

2.2 Sinus paranasal

Sinus paranasal adalah sinus (rongga) pada tulang berada sekitar nasal ruangan udara yang berhubungan dengan rongga hidung. Pintu-pintu ruangan-ruangan udara tersebut disebut ostium yang terletak di meatus-meatus dinding lateral rongga hidung. Ruangan-ruangan udara tersebut disebut sinus paranasalis. Sinus paranasal ada empat bagian, dan terdapat di tulang wajah antara lain sinus frontalis pada os frontalis, sinus ethmoidalis pada os ethmoidalis, sinus sphenoidalis pada os sphenoid dan sinus maxillasris pada os maxilla (Ballinger W Phillips, 2003).

Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Lokasi sinus paranasal yang terbanyak ditemukan di sinus maksila, menandakan bahwa selain faktor rinogen atau tersumbatnya KOM (kompleks osteo meatal), faktor dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis maksilaris kronis, dimana dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi premolar dan molar atas, sehingga jika terjadi infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal dengan mudah menyebar langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfa.


(10)

2.2.1 Fungsi Sinus Paranasal

Adapun fungsi sinus paranasal adalah :

1. Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak. 2. Sebagai pengatur udara (airconditioning).

3. Peringan cranium. 4. Resonansi suara.

2.3 Gambar CT-Scan sinus maksila

CT Scan sinus paranasal merupakan gold standard karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus paranasal, adanya penyakit dalam hidung dan sinus

paranasal secara keseluruhan dan perluasannya. Sinus maksilaris yang sehat

tampak sebagai suatu bayangan segitiga yang agak jernih (kehitam-hitaman) di bawah orbita dengan basis menghadap dinding lateral rongga hidung. Sinus paranasal yang meradang tampak lebih berkabut.

Pada CT Scan udara tampak hitam dan tulang tampak putih. Daerah abu-abu di sinus paranasal menandakan kelainan, misalnya nanah, lendir, polip, atau kista. Ketika melihat CT-Scan sinus paranasal berwarna abu-abu menandakan adanya kelainan/ penyumbatan pada sinus paranasal. Seperti pada gambar 2.9.dibawah ini

Gambar 2.8 CT-Scan sinus yang bersih dan yang tersumbat (Sumber: Metson Ralph B, Steven Mardon. Populer. 2006)

Sinusitis Maxillaris Sinistra


(11)

2.4 Artefak Pada Citra Ct Scan

Artefak merupakan suatu gangguan pada tampilan citra CT Scan akibat berbagai kesalahan. Sumber artefak dapat timbul dari sifat fisik, pergerakan obyek, benda asing metal, dan peralatannya sendiri.

Adapun macam macam artefak antara lain: 1. Streak Artefact (garis-garis)

Artefak ini berbentuk garis-garis vertical yang disebabkan tidak ada keseimbangan antara scaning permulaan dan scaning akhir, akibat pergerakan pasien atau sifat mekanik yang tidak seimbang.

2. Beam hardening

Artefak yang berbentuk garis disebabkan perubahan komposisi spectrum sinar-x akibat adanya material yang lebih padat. Material ini mengapit suatu daerah yang densitasnya kurang akan lebih banyak mengabsorbsi sianar-x, sehingga daerah tersebut tampak sebagai garis hitam.

3. Partial Volume Artefact

Artefak yang terbentuk pada daerah antara kedua os petrosus, disebabkan tidak adanya kolorasi yang tepat antara atenuasi dan absorbsi pada voxel yang tidak homogen.

4. Noise

Bukan artefak yang sebenarnya tetapi menggambarkan penurunan resulusi suatu gambar tomografi komputer. Hal ini diakibatkan ketidaktepatan penentuan CT Number. Noise yang berlebihan juga dapat terjadi akibat posisi yang tidak tepat, karena dapat menghalangi radiasi optimal yang berakibat sinar-x tidak dapat mencapai detector.

5. Shading (Bayangan)

Perubahan progresif dari densitas suatu bagian dengan bagian lainnya dari suatu gambar. Penyebabnya antara lain respon detector yang tidak sincron dan spectrum energi sinar-x. Sebagai contoh adalah Cupping merupakan artefak padat pada jaringan otak dekat calvaria.


(12)

6. Moire Pattern (Pola Kain Sutra)

Artefak ini berbentuk sebagai garis radier halus yang biasanya ditemukan dekat tulang padat atau dekat batas lengkung suatu gambar yang padat, hal ini disebabkan fungsi mekanik yang kurang baik.

7. Ring Artefact

Banyak artefak berbentuk cincin ini antara lain tidak adanya keseimbangan antara detector dan tabung sinar-x yang berputar. Dalam suatu citra bisa dilakukan untuk mengurangi artefak dapat dilakukan rekalibrasi alat.

2.5 Slice Thickness

Slice thickness merupakan tebalnya irisan atau potongan dari objek yang diperiksa. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah, sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi . Nilai slice thickness pada teknologi Multi-Slice CT (MSCT) dapat dipilih antara 0,5 mm-10 mm sesuai dengan keperluan klinis. Setiap generasi MSCT, mempunyai ketebalan slice yang berbeda (Sprawls, 1995).

Semakin tipis slice thickness semakin baik kualitasnya. Tetapi, disatu sisi ukuran slice thickness yang semakin tipis akan menghasilkan artefak yang tinggi. Selain itu, dengan mempertipis irisan maka jumlah irisan akan bertambah banyak sehingga semakin besar radiasi yang diterima oleh pasien. Sehingga untuk aplikasi klinis, perlu dilakukan optimasi sesuai dengan keperluan yang digunakan (Sprawls, 1995).

Pada pemeriksaan organ yang berukuran kecil atau untuk melihat kelainan yang berukuran kecil, digunakan slice thickness tipis, demikian sebaliknya untuk organ yang berukuran besar dapat menggunakan slice thickness yang tebal. Pada pemeriksaan yang membutuhkan rekonstruksi gambar dalam potongan axial maupun coronal diperlukan slice thickness yang tipis, karena jika menggunakan slice thickness yang tebal, gambar akan tampak besar, sedangkan dengan slice thickness yang tipis gambar akan nampak lebih halus. Pada pesawat CT Scan, besarnya slice thickness diatur dengan kolimator pre pasien. Kolimator itu diatur sedemikian rupa sehingga diharapkan menghasilkan slice thickness seperti yang diharapkan.


(13)

2.6 Prinsip Kerja CT Scan

Gambar 2.9 Bagan Prinsip Kerja CT Scanner (http://en.wikipedia.org/wiki/x-ray

computed tomography)

Dengan menggunakan tabung sinar-x sebagai sumber radiasi yang berkas sinarnya dibatasi oleh kollimator, sinar x tersebut menembus tubuh dan diarahkan ke detektor. Intensitas sinar-x yang diterima oleh detektor akan berubah sesuai dengan kepadatan tubuh sebagai objek, dan detektor akan merubah berkas sinar-x yang diterima menjadi arus listrik, dan kemudian diubah oleh integrator menjadi tegangan listrik analog. Tabung sinar-x tersebut diputar dan sinarnya diproyeksikan dalam berbagai posisi, besar tegangan listrik yang diterima diubah menjadi besaran digital oleh Analog to Digital Converter (A/D C) yang kemudian dicatat oleh komputer. Selanjutnya diolah dengan menggunakan Image Processor dan akhirnya dibentuk gambar yang ditampilkan ke layar monitor TV. Gambar yang dihasilkan dapat dibuat ke dalam film dengan Multi Imager atau Laser Imager. Berkas radiasi yang melalui suatu materi akan mengalami pengurangan intensitas secara eksponensial terhadap tebal bahan yang dilaluinya. Pengurangan intensitas yang terjadi disebabkan oleh proses interaksi radiasi-radiasi dalam bentuk hamburan dan serapan yang probabilitas terjadinya ditentukan oleh jenis bahan dan energi radiasi yang dipancarkan. Dalam CT Scan, untuk menghasilkan citra obyek, berkas radiasi yang dihasilkan sumber dilewatkan melalui suatu bidang obyek dari berbagai sudut. Radiasi terusan ini dideteksi oleh detektor untuk kemudian dicatat dan dikumpulkan sebagai data masukan yang kemudian


(14)

diolah menggunakan komputer untuk menghasilkan citra dengan suatu metode yang disebut sebagai rekonstruksi.

2.6.1 Pemrosesan data

Suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray didadapatkan dari perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi oleh collimator dan detektor. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.10 Collimator dan Detektor

Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi menjadi arus listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk sinyal melaui proses berikut :

Gambar 2.11 Proses Pembentukan Citra

Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi dikonversi ke bentuk digital menggunakan A/D Convertor agar sinyal digital ini dapat diolah oleh komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya.

2.7 Interaksi Sinar-X dengan Bahan

Interaksi sinar-X dengan materi akan terjadi bila sinar-X yang dipancarkan dari tabung dikenakan pada suatu objek. Sinar-X yang terpancar merupakan


(15)

panjang gelombang elektromagnetik dengan energi yang cukup besar. Gelombang elektromagnnetik ini dinamakan foton. Foton ini tidak bermuatan listrik dan merambat menurut garis lurus.

Bila sinar-X mengenai suatu objek, akan terjadi interaksi antara foton dengan atom-atom dengan objek tersebut. Interaksi ini menyebabkan foton akan kehilangan energi yang dimiliki oleh foton. Besarnya energi yang diserap tiap satuan massa dinyatakan sebagai satuan dosis serap, disingkat Gray. Dalam jaringan tubuh manusia, dosis serap dapat diartikan sebagai adanya 1 joule energi radiasi yang diserap 1 kg jaringan tubuh (BATAN).

Interaksi radiasi dengan materi tergantung pada energi radiasi, Jika berkas sinar-X melalui bahan akan terjadi proses utama yakni:

1. Efek foto listrik

Dalam proses foto listrik energi foton diserap oleh atom yaitu elektron, sehingga elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang keluar dari atom disebut foton elektron. Peristiwa efek foto listrik ini terjadi pada energi radiasi rendah dan nomor atom besar.

Bila foton mengenai elektron dalam suatu orbit dalam atom, sebagian energi foton digunakan untuk mengeluarkan elektron dari atom dan sisanya dibawa oleh elektron sebagai energi kinetik nya. Seluruh energi foton dipakai dalam proses tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efek fotolistrik : a. Nomor atom / ketebalan bahan yang dikenai

Jika nomor atom/ketebalan bahan yang dikenainya semakin tinggi sementara faktor lainnya tetap, maka kemampuan kejadian penyerapan fotolistrik akan bertambah

b. Energi foton sinar-X yang mengenai bahan

Jika energi foton sinar-X yang mengenai bahan semakin tinggi sementara faktor lainnya tetap, maka kemampuan menembus akan semakin besar, sehingga kemungkinan kejadian penyerapan foton listrik akan berkurang.

Dalam radiografi, tulang (calsium) akan lebih banyak menyerap energi sinar-X bila dibandingkan dengan jaringan lunak yang terdiri dari otot dan lemak. Akibatnya jumlah energi yang melewati jaringan lunak lebih banyak,


(16)

yang mengenai film juga lebih banyak, sehingga gambar jaringan lunak pada fim lebih hitam.

2. Efek Compton

Penghamburan compton merupakan suatu tumbukan lenting sempurna antara sebuah foton dan sebuah elektron bebas. Dimana foton berinteraksi dengan elektron yang dianggap bebas (tenaga ikat elektron lebih kecil dari energi foton datang.

Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka tidak mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika momentum dan energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan berasumsi bahwa reaksi semakin dimungkinkan. Jika hal itu memang benar, maka menurut hukum kekekalan semua energi foton diberikan kepada elektron dan didapatkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efek Compton a. Nomor atom/ketebalan bahan yang dikenai

Jika nomor atom/ketebalan bahan yang dikenai semakin tinggi sementara faktor yang lain tetap, maka kemampuan bahan dalam menghasilkan hamburan makin besar, sehingga kemungkinan kejadian hamburan Compton akan bertambah.

b. Energi foton sinar-X yang mengenai bahan

Jika energi foton yang mengenai sinar-X yang mengenai bahan semakin tinggi sementara faktor yang lain tetap, maka hamburan berantai (multiple) dapat terjadi, sehingga kemungkinan kejadian hamburan Compton akan meningkat.

Hamburan Compton pada tulang dan pada jaringan lunak :

1. Jika nomor atom tulang lebih tinggi daripada nomor atom jaringan lunak, maka hamburan lebih banyak terjadi pada tulang dibandingkan dengan jaringan lunak.

2. Pada eksposi diagnostik, mulai 40 kV perbedaan hamburan pada tulang dan jaringan lunak signifikan, makin mendekati sampai pada 85 kV, selanjutnya hamburan pada tulang dan jaringan lunak akan sama besar.


(17)

Efek kejadian fotolistrik dan Compton :

a. Peristiwa fotolistrik dan Compton pada hakekatnya melepaskan elektron dari orbit atom bahan yang dikenainya.

b. Apabila elektron yang terlepas berasal dari orbit dalam, maka akan diikuti dengan peristiwa transisi, yang mengakibatkan terjadinya sinar-X karakteristik.

3. Produksi Pasangan

Sebuah foton yang energinya lebih dari 1.02 MeV. Pada saat bergerak dekat dengan sebuah inti, secara spontan akan menghilang dan energinya akan muncul kembali sebagai suatu positron dan elektron.

Kejadian tersebut akan diikuti oleh hilangnya kedua partikel gabungan itu (hilang masa) dan berubah menjadi sepasang foton kembar yang disebut radiasi annihilasi.

2.8 Densitas

Densitas merupakan derajat kehitaman pada suatu daerah gambaran CT Scan atau dapat pula dikatakan sebagai banyaknya cahaya yang diserap oleh daerah tertentu. Derajat kehitaman ini terjadi akibat adanya interaksi antara sinar x dengan emulsi film setelah proses kimiawi.

Densitas citra merupakan salah satu faktor yang memungkinkan gambaran objek yang mendapat penyinaran sinar x pada citra dapat dilihat oleh mata. Adanya perbedaan densitas ini membuat kita dapat membedakan struktur struktur objek yang akan diamati. Derajat kehitaman pada suatu gambaran CT Scan dapat diukur dengan suatu alat yang disebut Densitometer, yang akan menghasilkan nilai kehitaman tertentu.

Menurut (Bushberg , 2001) Nilai densitas dirumuskan sebagai berikut :

D = log

   

t

I I0

………(2.1) Keterangan :

D : Densitas


(18)

It: Intensitas sinar-x setelah menembus materi

Gambar 2.12 Skema pembentukan nilai densitas (Sumber : Radiographic Photography and Imaging Prosecesses, David Jenkins).

Densitas yang terang berasal dari bagian objek yang nilai koefisien attenuasi liniernya tinggi sehingga sebagian besar sinar-X banyak diserap oleh jaringan tersebut. Sedangkan citra dengan densitas yang hitam dihasilkan dari transmisi sinar-X yang menembus objek dengan koefisien attenuasi linier rendah. Perbedaan densitas gelap terang dari citra inilah yang menyebebkan timbulnya kontras.

2.9 Densitometer

Densitometer adalah alat pengukur densitas yang mempunyai skala 0 sampai 4,5. Sinar-X mempunyai beberapa sifat yang dapat dimanfaatkan dalam diagnosa antara lain dapat menembus bahan, menimbulkan radiasi sekunder (lumenisasi) pada semua bahan yang ditembusnya, dan menghitamkan emulsi film. Berdasarkan teori tersebut, sinar-X dapat dimanfaatkan dalam dunia kedokteran untuk menampakkan bagian dalam tubuh yang mengalami kelainan sehingga diperoleh diagnosa suatu penyakit. Sebelum dilakukan diagnosa maka terlebih dahulu diperhatikan kualitasnya. Alat yang digunakan untuk mengukur densitas dinamakan densitometer.

2.9.1 Diagram Blok

Diagram blok rangkaian alat pengukur densitas sinar-X digital dapat dilihat pada gambar 2.13. Sedangkan gambar densitometer dilihat dari arah depan seperti terlihat pada gambar 2.14. di bawah ini


(19)

Gambar 2.13 Diagram Blok Densitometer

Gambar 2.14 Densitometer Tampak Dari Depan

2.9.2 Prinsip kerja Densitometer

Prinsip kerja alat pengukuran densitas optik radiograf sinar-X adalah sebagai berikut :

1. Cahaya yang dihasilkan oleh sumber cahaya (LED) dilewatkan ke film radiograf kemudian sebagian diserap oleh radiograf dan sebagian diteruskan, cahaya yang diteruskan diterima oleh sensor fotoresistor.

2. Pada rangkaian sensor fotoresitor dibuat rangkaian pembagi tegangan sedemikian hingga tegangan keluaran rangkaian ini berbanding terbalik dengan kuat penerangan yang diterima sensor.

3. Tegangan keluaran rangkaian sensor fotoresistor diperkuat oleh Op-amp LF 356 dengan rangkaian penguat instrumentasi.

4. Sinyal keluaran dari Op-amp yang masih berupa sinyal analog diubah menjadi sinyal digital oleh pengubah sinyal analog ke digital (ADC). 5. Sinyal BCD keluaran dari ADC diterjemahkan oleh pendekode untuk

kemudian ditampilkan pada penampil tujuh ruas.

6. Sinyal keluaran dari pendekode ditampilkan oleh penampil tujuh ruas berupa bilangan decimal

LED RADIOGRAF FOTO RESISTOR OP AMP

ADC PENDEKODE

SEVEN SEGMENT


(1)

diolah menggunakan komputer untuk menghasilkan citra dengan suatu metode yang disebut sebagai rekonstruksi.

2.6.1 Pemrosesan data

Suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray didadapatkan dari perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi oleh collimator dan detektor. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.10 Collimator dan Detektor

Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi menjadi arus listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk sinyal melaui proses berikut :

Gambar 2.11 Proses Pembentukan Citra

Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi dikonversi ke bentuk digital menggunakan A/D Convertor agar sinyal digital ini dapat diolah oleh komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya.

2.7 Interaksi Sinar-X dengan Bahan

Interaksi sinar-X dengan materi akan terjadi bila sinar-X yang dipancarkan dari tabung dikenakan pada suatu objek. Sinar-X yang terpancar merupakan


(2)

panjang gelombang elektromagnetik dengan energi yang cukup besar. Gelombang elektromagnnetik ini dinamakan foton. Foton ini tidak bermuatan listrik dan merambat menurut garis lurus.

Bila sinar-X mengenai suatu objek, akan terjadi interaksi antara foton dengan atom-atom dengan objek tersebut. Interaksi ini menyebabkan foton akan kehilangan energi yang dimiliki oleh foton. Besarnya energi yang diserap tiap satuan massa dinyatakan sebagai satuan dosis serap, disingkat Gray. Dalam jaringan tubuh manusia, dosis serap dapat diartikan sebagai adanya 1 joule energi radiasi yang diserap 1 kg jaringan tubuh (BATAN).

Interaksi radiasi dengan materi tergantung pada energi radiasi, Jika berkas sinar-X melalui bahan akan terjadi proses utama yakni:

1. Efek foto listrik

Dalam proses foto listrik energi foton diserap oleh atom yaitu elektron, sehingga elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang keluar dari atom disebut foton elektron. Peristiwa efek foto listrik ini terjadi pada energi radiasi rendah dan nomor atom besar.

Bila foton mengenai elektron dalam suatu orbit dalam atom, sebagian energi foton digunakan untuk mengeluarkan elektron dari atom dan sisanya dibawa oleh elektron sebagai energi kinetik nya. Seluruh energi foton dipakai dalam proses tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efek fotolistrik : a. Nomor atom / ketebalan bahan yang dikenai

Jika nomor atom/ketebalan bahan yang dikenainya semakin tinggi sementara faktor lainnya tetap, maka kemampuan kejadian penyerapan fotolistrik akan bertambah

b. Energi foton sinar-X yang mengenai bahan

Jika energi foton sinar-X yang mengenai bahan semakin tinggi sementara faktor lainnya tetap, maka kemampuan menembus akan semakin besar, sehingga kemungkinan kejadian penyerapan foton listrik akan berkurang.

Dalam radiografi, tulang (calsium) akan lebih banyak menyerap energi sinar-X bila dibandingkan dengan jaringan lunak yang terdiri dari otot dan lemak. Akibatnya jumlah energi yang melewati jaringan lunak lebih banyak,


(3)

yang mengenai film juga lebih banyak, sehingga gambar jaringan lunak pada fim lebih hitam.

2. Efek Compton

Penghamburan compton merupakan suatu tumbukan lenting sempurna antara sebuah foton dan sebuah elektron bebas. Dimana foton berinteraksi dengan elektron yang dianggap bebas (tenaga ikat elektron lebih kecil dari energi foton datang.

Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka tidak mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika momentum dan energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan berasumsi bahwa reaksi semakin dimungkinkan. Jika hal itu memang benar, maka menurut hukum kekekalan semua energi foton diberikan kepada elektron dan didapatkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efek Compton a. Nomor atom/ketebalan bahan yang dikenai

Jika nomor atom/ketebalan bahan yang dikenai semakin tinggi sementara faktor yang lain tetap, maka kemampuan bahan dalam menghasilkan hamburan makin besar, sehingga kemungkinan kejadian hamburan Compton akan bertambah.

b. Energi foton sinar-X yang mengenai bahan

Jika energi foton yang mengenai sinar-X yang mengenai bahan semakin tinggi sementara faktor yang lain tetap, maka hamburan berantai (multiple) dapat terjadi, sehingga kemungkinan kejadian hamburan Compton akan meningkat.

Hamburan Compton pada tulang dan pada jaringan lunak :

1. Jika nomor atom tulang lebih tinggi daripada nomor atom jaringan lunak, maka hamburan lebih banyak terjadi pada tulang dibandingkan dengan jaringan lunak.

2. Pada eksposi diagnostik, mulai 40 kV perbedaan hamburan pada tulang dan jaringan lunak signifikan, makin mendekati sampai pada 85 kV, selanjutnya hamburan pada tulang dan jaringan lunak akan sama besar.


(4)

Efek kejadian fotolistrik dan Compton :

a. Peristiwa fotolistrik dan Compton pada hakekatnya melepaskan elektron dari orbit atom bahan yang dikenainya.

b. Apabila elektron yang terlepas berasal dari orbit dalam, maka akan diikuti dengan peristiwa transisi, yang mengakibatkan terjadinya sinar-X karakteristik.

3. Produksi Pasangan

Sebuah foton yang energinya lebih dari 1.02 MeV. Pada saat bergerak dekat dengan sebuah inti, secara spontan akan menghilang dan energinya akan muncul kembali sebagai suatu positron dan elektron.

Kejadian tersebut akan diikuti oleh hilangnya kedua partikel gabungan itu (hilang masa) dan berubah menjadi sepasang foton kembar yang disebut radiasi annihilasi.

2.8 Densitas

Densitas merupakan derajat kehitaman pada suatu daerah gambaran CT Scan atau dapat pula dikatakan sebagai banyaknya cahaya yang diserap oleh daerah tertentu. Derajat kehitaman ini terjadi akibat adanya interaksi antara sinar x dengan emulsi film setelah proses kimiawi.

Densitas citra merupakan salah satu faktor yang memungkinkan gambaran objek yang mendapat penyinaran sinar x pada citra dapat dilihat oleh mata. Adanya perbedaan densitas ini membuat kita dapat membedakan struktur struktur objek yang akan diamati. Derajat kehitaman pada suatu gambaran CT Scan dapat diukur dengan suatu alat yang disebut Densitometer, yang akan menghasilkan nilai kehitaman tertentu.

Menurut (Bushberg , 2001) Nilai densitas dirumuskan sebagai berikut :

D = log    

t

I I0

………(2.1) Keterangan :

D : Densitas


(5)

It: Intensitas sinar-x setelah menembus materi

Gambar 2.12 Skema pembentukan nilai densitas (Sumber : Radiographic Photography and Imaging Prosecesses, David Jenkins).

Densitas yang terang berasal dari bagian objek yang nilai koefisien attenuasi liniernya tinggi sehingga sebagian besar sinar-X banyak diserap oleh jaringan tersebut. Sedangkan citra dengan densitas yang hitam dihasilkan dari transmisi sinar-X yang menembus objek dengan koefisien attenuasi linier rendah. Perbedaan densitas gelap terang dari citra inilah yang menyebebkan timbulnya kontras.

2.9 Densitometer

Densitometer adalah alat pengukur densitas yang mempunyai skala 0 sampai 4,5. Sinar-X mempunyai beberapa sifat yang dapat dimanfaatkan dalam diagnosa antara lain dapat menembus bahan, menimbulkan radiasi sekunder (lumenisasi) pada semua bahan yang ditembusnya, dan menghitamkan emulsi film. Berdasarkan teori tersebut, sinar-X dapat dimanfaatkan dalam dunia kedokteran untuk menampakkan bagian dalam tubuh yang mengalami kelainan sehingga diperoleh diagnosa suatu penyakit. Sebelum dilakukan diagnosa maka terlebih dahulu diperhatikan kualitasnya. Alat yang digunakan untuk mengukur densitas dinamakan densitometer.

2.9.1 Diagram Blok

Diagram blok rangkaian alat pengukur densitas sinar-X digital dapat dilihat pada gambar 2.13. Sedangkan gambar densitometer dilihat dari arah depan seperti terlihat pada gambar 2.14. di bawah ini


(6)

Gambar 2.13 Diagram Blok Densitometer

Gambar 2.14 Densitometer Tampak Dari Depan

2.9.2 Prinsip kerja Densitometer

Prinsip kerja alat pengukuran densitas optik radiograf sinar-X adalah sebagai berikut :

1. Cahaya yang dihasilkan oleh sumber cahaya (LED) dilewatkan ke film radiograf kemudian sebagian diserap oleh radiograf dan sebagian diteruskan, cahaya yang diteruskan diterima oleh sensor fotoresistor.

2. Pada rangkaian sensor fotoresitor dibuat rangkaian pembagi tegangan sedemikian hingga tegangan keluaran rangkaian ini berbanding terbalik dengan kuat penerangan yang diterima sensor.

3. Tegangan keluaran rangkaian sensor fotoresistor diperkuat oleh Op-amp LF 356 dengan rangkaian penguat instrumentasi.

4. Sinyal keluaran dari Op-amp yang masih berupa sinyal analog diubah menjadi sinyal digital oleh pengubah sinyal analog ke digital (ADC). 5. Sinyal BCD keluaran dari ADC diterjemahkan oleh pendekode untuk

kemudian ditampilkan pada penampil tujuh ruas.

6. Sinyal keluaran dari pendekode ditampilkan oleh penampil tujuh ruas berupa bilangan decimal

LED RADIOGRAF FOTO RESISTOR OP AMP

ADC PENDEKODE

SEVEN SEGMENT