Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia Terhadap Pengirim Yang Kehilangan Barang (Studi Kargo Pt. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)

(1)

BAB II

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

PENGIRIM MENURUT PERATURAN

A. Pengertian Transportasi Udara dan Jenis-Jenisnya 1. Pengertian Transportasi

Kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata” transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut. Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare

berarti mengangkut atau membawa. Transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Berikut beberapa pengertian tentang transportasi udara.

Transportasi udara adalah merupakan alat angkutan mutakhir dan tercepat. Transportasi ini menggunakan pesawat udara sebagai alat angkutan sedangkan udara atau angkasa sebagai jalur atau jalannya. Dimana pesawat udara Yang dimaksud dilengkapi dengan navigasi dan alat telekomunikasi yang canggih.4

Pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang

4

Srikandi Rahayu pengertian.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-dan-karakteristik-transportasi-udara.html (diakses tanggal 29 September 2015).


(2)

angkutan dan kemajuan teknologi.5 Selanjutnya pengangkutan memiliki tiga dimensi pokok, yaitu pengangkutansebagai usaha, pengangkutan sebagai perjanjian dan pengangkutan sebagai proses.6

Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi

Pengangkut menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 1 ayat (25): “Pengangkut adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga”

7

5

Abdulkadir Muhammad, (1) Arti Penting dan strategis multimoda pengangkutan niaga di Indonesia, dalam perspektif hukum bisnis di era globalisasi ekonomi,(Yogyakarta:Genta Press, 2007), hal 1.

6

Abdulkadir Muhammad, (2) Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2008), hal 12.

7

Abdulkadir Muhammad, (1) Op.cit., hal 1

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa definisi pengangkutan udara adalah orang atau badan hukum yang mengadakan perjanjian angkutan untuk mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan dengan menerima suatu imbalan. Pengangkutan udara diatur dengan UU Penerbangan. Angkutan udara diadakan dengan perjanjian antara pihak-pihak. Tiket penumpang atau tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan.


(3)

Pengangkutan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berdasarkan suatu perjanjian;

2. Kegiatan ekonomi di bidang jasa; 3. Berbentuk perusahaan;

4. Menggunakan alat angkut mekanik.

Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapiselalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulisyang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji,carter kapal untuk pengangkutan barang dagang Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuattertulis yang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutanjemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang dagangan.

Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai serangkaian perbuatanmulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju tempat yang telahditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan.8

a. Dalam arti luas, terdiri dari:

Sedangkan pendapat lainmenyatakan pengangkutan niaga adalah rangkaian kegiatan atau peristiwa pemindahanpenumpang dan/atau barang dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempatpenurunan penumpang atau pembongkaran barang. Rangkaian kegiatan pemindahan tersebutmeliputi :

1) Memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut 2) Membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan

8


(4)

3) Menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat tujuan.

b. Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penumpang dan/atau barang daristasiun/terminal/pelabuhan/bandar udara tempat tujuan.9

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimanapengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orangdari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkandiri untuk membayar uang angkutan.10 Defenisi ini memiliki kesamaan dengan defenisisebelumnya, dengan sedikit perbedaan yaitu adanya penekanan pada aspek fungsi darikegiatan pengangkutan, yaitu memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempatlain, dengan maksud untuk meningkatkan daya guna atau nilai. Selain defenisi di atas ada yang menyatakan bahwa Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, dengan adanya perpindahan tersebut maka mutlak diperlukannya untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.11

9

Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal 134.

10

HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3:Hukum Pengangkutan,(Jakarta: Djambatan,2003) hal 2

11

Sution Usman Adji, Dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia,(Jakarta:Rineka Cipta,2001) hal 1

Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, Angkutan udara adalah setiap kegiatan denganmenggunakan pesawat udara untuk mengangkutpenumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalananatau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yanglain atau beberapa bandar udara.


(5)

Pengangkutan udara terbagi atas beberapa yaitu:

a. Angkutan Udara Niaga adalah angkutan udara untuk umum dan memungut pembayaran.

b. Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan.

Asas-asas dalam pengangkutan udara merupakan suatu hal yang menjadi pedoman dan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pengangkutan udara. Asas pengangkutan udara ini tercantum dalam Pasal 2 UU Penerbangan, yaitu ”Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri”.

Asas manfaat berarti bahwa penerbangan haruslah dapat memberikan nilai guna atau berguna bagi manusia dan kesejahteraan masyarakat. Usaha bersama dan kekeluargaan yaitu bahwa penyelenggaraan angkutan udara dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk tujuan untuk mewujudkan cita-cita dan aspirasi bangsa. Adil dan merata dimaksudkan bahwa penyelenggaraan penerbanganharus memberikan pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat. Keseimbangan maksudnya kegiatan penerbangan harus dilakukan dengan keseimbangan antara sarana dan prasarana, serta antara pengangkut dan pengguna, kepentingan individu dan masyarakat. Kepentingan umum disini jelas bahwa penerbangan harus dapat lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat. Keterpaduan, bahwa penerbangan haruslah merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang dan saling mengisi antar maupun intra maskapai penerbangan. Kesadaran hukum dimaksudkan agar


(6)

masyarakat selalu sadar dan taat kepada hukum pengangkutan, serta penyelenggara penerbangan taat pada aturan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan asas percaya pada diri sendiri maksudnya bahwa suatu maskapai penerbangan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan pada kepribadian bangsa12

Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau moda ataujenisnya(modes of transportation) yang dapat ditinjau dari segi barang

.

Pasal 3 UU Penerbangan disebutkan tujuan dari penerbangan, yaitu ”Tujuan penerbangan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdayaguna, dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, dengan mengutamakan dan melindungi penerbangan nasional, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, sebagai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional serta mempererat hubungan antar bangsa”

Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat dengan selamat, dan meningkatkan nilai guna bagi penmpang ataupun barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan lain berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang menyebabkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut adalah barang, selamat artinya nilai sumber daya manusia dan barang ditempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan mansusia dan pelaksanaan pembangunan.

12


(7)

yang diangkut, darisegi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari sudut alatangkutannya. Secara rinci klasifakasi transportasi sebagai berikut :

1. Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi: a. angkutan penumpang (passanger);

b. angkutan barang (goods);

c. angkutan pos (mail).

2. Dari sudut geografis. Ditinjau dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi menjadi;

a. Angkutan antar benua: misalnya dari Asia ke Eropah;

b. Angkutan antar kontinental: misalnya dari Francis ke Swiss dan diseterusnya sampaike Timur Tengah;

c. Angkutan antar pulau: misalnya dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera; d. Angkutan antar kota: misalnya dari Jakarta ke Bandung;

e. Angkutan antar daerah: misalnya dari Jawa Barat ke Jawa Timur; f. Angkutan di dalam kota: misalnya kota Medan, Surabaya dan lain-lain 3. Dari sudut teknis dan alat pengangkutnya, Jika dilihat dari sudut teknis dan

alatangkutnya, maka transportasi dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Angkutan jalan raya atau highway transportation(road transportation),

sepertipengangkutan dengan menggunakan truk,bus dan sedan;

b. Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu angkutan kereta api, trem listrik dansebagainya. Pengangkutan jalan raya dan pengangkutan rel kadang-kadang keduanyadigabung dalam golongan yang disebut rail and road transportation atau landtransportation (angkutan darat);


(8)

c. Pengangkutan melalui air di pedalaman( inland transportation), seperti pengangkutansungai, kanal, danau dan sebagainya;

d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation), seperti transportasi untuk mengangkutatau mengalirkan minyak tanah,bensin dan air minum;

e. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan denganmenggunakan kapal laut yang mengarungi samudera;

f. Pengangkutan udara (transportation by air atau air transportation), yaitupengangkutan dengan menggunakan kapal terbang yang melalui jalan udara.

2. Jenis-Jenis Transportasi

Pentingnya pengangkutan bagi perpindahan barang dan/atau orang tidak hanya mendukung dalam hal sebagai pelengkap sarana fisik saja akan tetapa juga dapat berperan sebagai penentu harga barang yang berada di pasar, oleh karena itu pengangkutan dapat dibedakan dalam beberapa jenis angkutan. MenurutHasnil Basri membagi pengangkutan atas tiga jenis, yaitu:

a. Ruang lingkup pengangkutan darat

Pengangkutan darat ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang dan selebar negara, yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup negara. Angkutan darat dapat dilakukandengan berjenis-jenis alat pengangkutan, antara lain dengan kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan kereta api dan listrik di atas rel. Pada dasarnya pengangkutan melalui darat digunakan untuk menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang lain di satu pulau. Selain dari jenis angkutan tersebut, pengangkutan


(9)

surat-surat/ paket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk juga pengangkutan darat.

Pengangkutan melalui jalan raya, yaitu pengangkutan dengan menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di setiap jalan dalam bentuk apapun yang terbuka untuk lalu lintas umum. Adapun pengangkutan melalui jalan raya diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pengangkutan dengan kereta api, yaitu pengangkutan dengan menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di atas rel. Adapun pengangkutan dengan kereta api diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

b. Pengangkutan laut

Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai sumber makanan dan mata pencaharian bagi umat manusia, sebagai tempat berekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup angkutan laut jauh berbeda dari ruang lingkup angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

1) Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri, 2) Ruang lingkup angkutan laut luar negeri


(10)

Hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada satu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum publik dan privat nasional maupun internasional.

c. Pengangkutan Udara

International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara diseluruh dunia telah menyetujui syarat-syarat umum pengangkutan (General Condition of Carriage), baik untuk penumpang, bagasi maupun untuk barang. Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya.Syarat-syarat umum ini perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia (S. 1939-100). Dengan membeli tiket pengangkutan udara, maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket pengangkutan udara telah berlaku.13

B. Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia

Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.

13

Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan, (Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan, 2002), hlm. 22-27.


(11)

Terjadinya pengangkutan udara tidak lepas dari adanya pihak-pihak didalamnya. Pihak-pihak dalam angkutan udara terdiri atas, pengangkut, penumpang, pengirim dan penerima.Secara umum, dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkutan, kecuali dalam pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang. Singkatnya pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan. Maka pada pengangkutan udara pengangkut adalah pihak maskapai penerbangan yang menyelenggarakan pengangkutan udara.

Pengangkut menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pada Pasal 1 ayat 26 adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuanundang-undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian udara niaga.

Penumpang adalah orang yang mengikat diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini ia berhak untuk memperoleh kasa pengangkutan. Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus mampu melakukan perbuatan hukum


(12)

atau mampu membuat perjanjian seperti yang termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.14

1. Kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan pengangkut udara

Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar berhak memperoleh pelayanan pengangkutan dari pengangkutan udara niaga. Penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong sebagai subjek hukum pengangkutan.

Subjek hukum merupakan orang atau badan yang dikenakan hak dan kewajiban. Seperti apa yang telah diketahui subjek hukum pengangkutan adalah pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian dan pihak yang tidak secara langsung terikat dalam perjanjian.Pelaksanaan pengangkutan udara tidak terlepas dari hak dan kewajiban para pihaknya. Dalam mewujudkan hak dan kewajiban para pihak tidak boleh terdapat tumpang tindih, semua harus dilakukan seadil-adilnya. Perjanjian pengangkutan tidak hanya mengatur hak dan kewajiban pengangkut tetapi juga penumpang, pengirim, dan penerima.

Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan udara adalah pengangkut udara bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau jejas (lichamelijke letsel) pada tubuh penumpang, bila:

14

HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, 3, Hukum Pengangkutan, (Djambatan, Jakarta,2001), hal.2.


(13)

2. Terjadi diatas pesawat terbang;

3. Selama jangka waktu antara naik dan turun dari pesawat terbang seperti yang terdapat dalam Pasal 24 ayat (1) OrdonansiPengangkutanUdara (OPU). Kalau luka itu menimbulkan kematian si penumpang, maka ahli waris penumpang yang sah, dapat menuntut ganti kerugian yang dinilai sesuai kedudukan, kekayaan dan keadaan yang bersangkutan.

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati kemudian ada pula para ahli yang mebedakan kedua terminologi di atau ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, terdapat pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kualitas antara subjek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada srtict liability, hubungan itu harus ada sementara pada absolute liability, dapat saja si tergugat yang diminta pertanggungjawabannya itu bukan si pelaku langsung kesalahan tersebut (misalnya dalam kasus bencana alam).

Praduga Selalu Bertanggung Jawab (Presumption of Liability). Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab(presumption of liability principle),sampai ia dapat membuktikan ia tidakbesalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat. Berkaitan denganprinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin hukum pengangkutan khususnya,dikenal empat variasi yaitu :


(14)

1. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal hal diluar kekuasaannya.

2. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian.

3. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, kerugian yang tibul bukan karena kesalahannya.

4. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan oleh kesalahan/kelalaian penumpang karena kualitas/mutu barang yang diangkut tidak baik.

Tanggung jawab berdasarkan kesalahan(Liability Basen on Fault)Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan(fault liabilityatau liability based on fault)adalah prinsip yang cukup umum berlakudalam hukum pidana dan perdata. Dalam kitab undang-undang hukum perdata khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata, prinsip inidipegang secara teguh.Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintapertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yangdilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasaltentang perbuatan melawan hukum mengharuskan terpenuhinya empatunsur pokok yaitu:

1. Adanya perbuatan; 2. Adanya unsur kesalahan; 3. Adanya kerugian yang diderita;


(15)

Kesalahan adalah unsur yang bertentangan denganhukum. Pengertian “hukum” tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan(limitation of liabilityprinciple)sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagaiklausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.

Berkenaan dengan ganti kerugian, KUH Perdata telah mengatur didalam beberapa pasal-pasalnya, antara lain sebagai berikut :

- Pasal 1365 menyebutkan :

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepadaseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkankerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

- Pasal 1366 menyebutkan :

“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yangdisebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang hati-hatinya.”

Tanggung jawab pelaku usaha juga berlaku untuk kerugian yangdisebabkan oleh perbuatannya atau oleh orang-orang yang menjadi tanggungannya yang berada di bawah pengawasannya sebagaimanaditegaskan dalam 1367 KUH Perdata :“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yangdisebabkan karena perbuataannya sendiri, tetapi juga untukkerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yangmenjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barangyang berada di bawah pengawasannya.”“Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lainuntuk mewakili


(16)

urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawabtentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan ataubawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untukmana orang-orang ini dipakainya.

Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab(Presumption ofNon Liability)Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuktidak selalu bertanggung jawab(presumption of nonliability principle)hanya dikenal dalam lingkup transaksi penumpang yang sangat terbatas, danpembatasan demikian biasanya secaracommon sensedapat dibenarkan.Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan.Kehilangan, kerusakan, dan keterlambatan pada pengiriman barang, yangbiasanya dilaksanakan pekerjaannya oleh perusahaan jasa pengirimanbarang adalah tanggung jawab dari pengguna jasa pengiriman barangtersebut yang kurang cermat dalam informasi layanan jasa pengirimanbarang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintapertanggungjawabannya.

Prinsip ini menekankan bahwa selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti rugi kerugian itu.15 Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut.16

15

Musa Taklima, Pengertian, Fungsi Dan Kegunaan Pengangkutan, Disampaikan dalam perkuliahan pertama hukum pengangkutan dan transportasi hukum bisnis syariah tanggal 22 September 2010, hal. 23

16

Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan, Pengangkutan Darat Melalui Jalan Umum dan Kereta Api, Pengangkutan Laut Serta Pengangkutan Udara di Indonesia, UMM Press, Malang, 2007, hlm. 89.

Pada prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini, pembuktian kesalahan tergugat harus dilakukan oleh penggugat (yang dirugikan). Sebagai contoh, prinsip ini di


(17)

Indonesia dianut dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang dikenal dengan pasal tentang perbuatan melawan hukum (onrechtnatigedaad) (Pasal 1401 BW Belanda) sebagai aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang tentang masing-masing pengangkutan.

Tanggung jawab pengangkut dapat didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.17

a. Pasal 468 KUHD

Tanggung jawab pengangkut menurut KUHD diatur dalam:

Ayat 1 :

“Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut”.

Ayat 2 (a).

“Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”.

Ayat 2 (b).

“tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila tidak dapat diserahkan atau rusaknya barang itu disebabkan karena:

a. suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya. b. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.

c. suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.

17


(18)

Ayat 3 :

“Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :

1) Segala perbuatan mereka yang dipekerjakan bagi kepentingan pengangkut itu.

2) Sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.

3) Segala barang (alat-alat) yang dipakainya untuk menyelenggarakan pengangkutan itu.

d. Selain itu disebutkan pula dalam Pasal 477 KUHD bahwa: “pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut kecuali apabila dibuktikan keterlambatan itu disebabkan karena suatu malapetaka yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya .”

e. Khusus untuk rusaknya barang, pengangkut bebas dari tanggung jawab apabila dapat membuktikan rusaknya barang itu karena cacat barang atau karena kesalahan pengirim.

Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 2 Pengangkut yangmengoperasikan pesawat udara wajibbertanggung jawab atas kerugianterhadap :

a. Penumpang yang meninggal dunia, cacattetap atau luka-luka b. Hilang atau rusaknya bagasi kabin

c. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasitercatat d. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo.


(19)

f. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga g. Batas Tanggung Jawab Pengangkut

Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2)

(1) Tanggung jawab pengangkut kepadapenumpang dimulaisejak penumpangmeninggalkan ruang tunggu Bandar udaramenuju pesawat udara sampaidengan penumpang memasukiterminalkedatangan di bandar udara tujuan.

(2) Tanggung jawab pengangkut terhadapbagasi tercatat dimulaisejak pengangkutmenerima bagasi tercatat padasaatpelaporan (check-in) sampai denganiterimanya bagasi tercatat olehpenumpang.

Pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi sebagai akibat kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang muatan penumpang bila :Peristiwa yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama pengangkutan udara;Termasuk “selama pengangkutan udara” ialah selama bagasi atau barang muatan itu ada dibawah pengawasan pengangkut, baik di lapangan terbang, di dalam pesawat atau diluar lapangan terbang;Waktu pengangkutan udara tidak meliputi pengangkutan di darat, laut atau sungai, yang dilaksanakan di luar suatu lapangan terbang terdapat dalam Pasal 25 OPU.

Ganti kerugian yang harus dibayarkan pengangkut bila bagasi atau barang muatan itu. Hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan harga barang yang semacam dan sama sifatnya di tempat tujuan, pada waktu atau barang atau bagasi itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan jumlah uang yang karena barangnya tidak ada itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya


(20)

lain terdapat dalam Pasal 26 OPU. Bila rusak, diperhitungkan harga barang sebagai diatas, dikurangi dengan harga barang yang rusak, dan sisanya dikurangi pula dengan jumlah uang, yang karena kerusakan itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 27 OPU.Terlambat datang ditempat tujuan. Hal ini tidak hanya mengenai barang muatan bagasi, tetapi juga mengenai penumpang, kecuali kalau ada perjanjian lain terdapat dalam Pasal 28 OPU.18

1. Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan Pengangkut udara wajib mengangkut orang dan/atau kargo pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan udara. Pengangkut udara wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa pengangkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan udara yang telah disepakati. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut sebagai biaya pengangkutan udara.

Tanggung jawab PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut terhadap penumpang menurut pasal 141 undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, luka-luka, yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.tetapi dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan terdapat batasan-batasan tanggung jawab dari PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut terhadap penumpang yaitu :

18


(21)

dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara dan wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung

2. Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya

3. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.

4. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

C. Pengaturan Hukum terhadap PT. Garuda Indonesia

Pengangkutan udara dengan pesawat diatur dengan UU Penerbangan melalui Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1. Pengangkutan Udara adalah setiap kegiatan yang menggunakan pesawat untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Perjanjian pengangkutan


(22)

udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang.19

Pihak yang berhak untuk diangkut adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket penumpang tersebut termasuk bagasinya. Dalam hal terjadinya musibah,pemegang dokumen pengangkutan udara adalah orang yang berhak atas santunan atau ganti kerugian dari perusahaan asuransi.

Pengangkutan udara diadakan dengan perjanjian antara perusahaan pengangkutan udara dan penumpang atau pemilik barang. Tiket penumpang dan tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan. Tiket Penumpang dan tiket bagasi diterbitkan atas nama dan karena itu tidak boleh dialihkan atau diserahkan kepada orang lain.

20

Pengaturan pengangkutan udara diatur dalam Undang-undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Selain itu juga terdapat dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) S.100 tahun 1939 yang sebagian besar aturan-aturan tersebut mengacu pada Konvensi Warsawa tahun 1929.Luchtverkeersverordening

(S. 1936 – 426), peraturan ini mengatur lalu lintas udara, contohnya: tentang penerangan, tanda-tanda dan isyarat- isyarat yang harus dipergunakan dalam penerbangan dan lain-lain. Verordening Toezicht Luchtvart (S. 1936 – 425), yang adalah suatu peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain pengawasan atas personal penerbangan, syarat jasmani, surat tanda kecakapan sebagai ahli mesin dan ahli radio serta pengawasan atas materil (penerbangan). (4)

Luchtvaart quarantaine Ordonantie (S. 1939 – 149, jo. S. 1939 – 150), antara lain

19

Abdlkadir Muhammad, (2) Op.cit,hal.10

20


(23)

mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-penumpang pesawat terbang.21

21

Achmad Zainuddin, Selintas Pelabuhan Udara, (Yogyakarta, Ananda, 2003), hal 29. Pengangkutan menganut Asas hukum pengangkutan yang merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu : asas hukum publik dan asas hukum perdata. Asas hukum publik adalah landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum publik meliputi : asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepentingan umum, asas keterpaduan, asas tegaknya hukum, asas percaya diri, asas keselamatan penumpang, asas berwawasan lingkungan hidup, asas kedaulatan negara, asas kebangsan.Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang. Asas hukum perdata meliputi: asas perjanjian, asas koordinatif, asas campuran, asas retensi, asas pembuktian dengan dokumen.

Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat dengan selamat, dan meningkatkan nilai guna bagi penmpang ataupun barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan lain berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai yang direncanakan.


(24)

Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang menyebabkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut adalah barang, selamat artinya nilai sumber daya manusia dan barang ditempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan mansusia dan pelaksanaan pembangunan.


(1)

f. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga

g. Batas Tanggung Jawab Pengangkut

Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2)

(1) Tanggung jawab pengangkut kepadapenumpang dimulaisejak penumpangmeninggalkan ruang tunggu Bandar udaramenuju pesawat udara sampaidengan penumpang memasukiterminalkedatangan di bandar udara tujuan.

(2) Tanggung jawab pengangkut terhadapbagasi tercatat dimulaisejak

pengangkutmenerima bagasi tercatat padasaatpelaporan (check-in) sampai

denganiterimanya bagasi tercatat olehpenumpang.

Pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi sebagai akibat kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang muatan penumpang bila :Peristiwa yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama pengangkutan udara;Termasuk “selama pengangkutan udara” ialah selama bagasi atau barang muatan itu ada dibawah pengawasan pengangkut, baik di lapangan terbang, di dalam pesawat atau diluar lapangan terbang;Waktu pengangkutan udara tidak meliputi pengangkutan di darat, laut atau sungai, yang dilaksanakan di luar suatu lapangan terbang terdapat dalam Pasal 25 OPU.

Ganti kerugian yang harus dibayarkan pengangkut bila bagasi atau barang muatan itu. Hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan harga barang yang semacam dan sama sifatnya di tempat tujuan, pada waktu atau barang atau bagasi itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan jumlah uang yang karena barangnya tidak ada itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya


(2)

lain terdapat dalam Pasal 26 OPU. Bila rusak, diperhitungkan harga barang sebagai diatas, dikurangi dengan harga barang yang rusak, dan sisanya dikurangi pula dengan jumlah uang, yang karena kerusakan itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 27 OPU.Terlambat datang ditempat tujuan. Hal ini tidak hanya mengenai barang muatan bagasi, tetapi juga mengenai penumpang, kecuali kalau ada perjanjian lain

terdapat dalam Pasal 28 OPU.18

1. Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut

calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan Pengangkut udara wajib mengangkut orang dan/atau kargo pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan udara. Pengangkut udara wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa pengangkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan udara yang telah disepakati. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut sebagai biaya pengangkutan udara.

Tanggung jawab PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut terhadap penumpang menurut pasal 141 undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, luka-luka, yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.tetapi dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan terdapat batasan-batasan tanggung jawab dari PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut terhadap penumpang yaitu :

18


(3)

dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara dan wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung

2. Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau

rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya

3. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang

karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.

4. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena

keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

C. Pengaturan Hukum terhadap PT. Garuda Indonesia

Pengangkutan udara dengan pesawat diatur dengan UU Penerbangan melalui Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1. Pengangkutan Udara adalah setiap kegiatan yang menggunakan pesawat untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Perjanjian pengangkutan


(4)

udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau

pengirim kargo untuk mengangkut penumpang.19

Pihak yang berhak untuk diangkut adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket penumpang tersebut termasuk bagasinya. Dalam hal terjadinya musibah,pemegang dokumen pengangkutan udara adalah orang yang berhak atas santunan atau ganti kerugian dari perusahaan asuransi.

Pengangkutan udara diadakan dengan perjanjian antara perusahaan pengangkutan udara dan penumpang atau pemilik barang. Tiket penumpang dan tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan. Tiket Penumpang dan tiket bagasi diterbitkan atas nama dan karena itu tidak boleh dialihkan atau diserahkan kepada orang lain.

20

Pengaturan pengangkutan udara diatur dalam Undang-undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Selain itu juga terdapat dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) S.100 tahun 1939 yang sebagian besar aturan-aturan

tersebut mengacu pada Konvensi Warsawa tahun 1929.Luchtverkeersverordening

(S. 1936 – 426), peraturan ini mengatur lalu lintas udara, contohnya: tentang penerangan, tanda-tanda dan isyarat- isyarat yang harus dipergunakan dalam

penerbangan dan lain-lain. Verordening Toezicht Luchtvart (S. 1936 – 425), yang

adalah suatu peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain pengawasan atas personal penerbangan, syarat jasmani, surat tanda kecakapan sebagai ahli mesin dan ahli radio serta pengawasan atas materil (penerbangan). (4) Luchtvaart quarantaine Ordonantie (S. 1939 – 149, jo. S. 1939 – 150), antara lain

19

Abdlkadir Muhammad, (2) Op.cit,hal.10 20


(5)

mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan

disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-penumpang pesawat terbang.21

21

Achmad Zainuddin, Selintas Pelabuhan Udara, (Yogyakarta, Ananda, 2003), hal 29.

Pengangkutan menganut Asas hukum pengangkutan yang merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu : asas hukum publik dan asas hukum perdata. Asas hukum publik adalah landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum publik meliputi : asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepentingan umum, asas keterpaduan, asas tegaknya hukum, asas percaya diri, asas keselamatan penumpang, asas berwawasan lingkungan hidup, asas kedaulatan negara, asas kebangsan.Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang. Asas hukum perdata meliputi: asas perjanjian, asas koordinatif, asas campuran, asas retensi, asas pembuktian dengan dokumen.

Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat dengan selamat, dan meningkatkan nilai guna bagi penmpang ataupun barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan lain berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai yang direncanakan.


(6)

Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang menyebabkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut adalah barang, selamat artinya nilai sumber daya manusia dan barang ditempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan mansusia dan pelaksanaan pembangunan.