Penggunaan Kitosan Nanopartikel Sebagai Adsorben Pada Limbah Cair Industri Benang Karet Untuk Menurunkan Kadar Logam Zn dan Na, Nilai COD, BOD5, TSS, dan TDS

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan

Kitosan adalah jenis polimer alam yang mempunyai rantai tidak linear dan mempunyai rumus umum (C6H11NO4)n atau disebut sebagai (β(1-4)-2-amino-2- Deoksi-D-glukopiranosa. Kitosan merupakan suatu turunan utama dari kitin, dimana untuk mendapatkan kitosan yang baik tergantung dari kitin yang diperoleh dan kekuatan suatu alkali serta waktu yang digunakan dalam reaksi deasetilasi (Zakaria, 1995).

Gambar 2.1 Struktur Kitosan

Kitosan mengandung unsur nitrogen yang tinggi (sekitar 70 %) dapat mengambil ion logam yang tinggi. Elektron terpencil pada atom nitrogen dan oksigen pada gugus amina dapat membentuk ikatan kovalen dengan ion logam berat dan ion logam peralihan. Gugusan amina pada kitosan juga merupakan tempat pengkhelat ion logam perlaihan dan gugus ini bersifat stabil dalam NaOH 50 % walaupun mencapai temperatur 160oC (Muzzarelli, 1977).

2.1.1 Sifat - Sifat Kitosan

Kitosan mudah mengalami degrdasai secara biologis dan tidak beracun, kationik kuat, flokulan dan koagulan yang baik, mudah membentuk membran atau film serta membentuk gel dengan anion bervalensi ganda. Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, alkali atau asam-asam mineral pada pH diatas 6,5.


(2)

Kitosan larut dengan cepat dalam asam organik seperti asam formiat, asam sitrat dan asam asetat (Zakaria, 1995).

Kitosan adalah biopolimer dengan berat molekul yang tinggi. Ini dipengaruhi oleh sumber polisakarida dan metode pembuatannya. Viskometri adalah cara yang paling sederhana dan cepat untuk menentukan berat molekul kitosan. Yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat 1 % dengan pH sekitar 4,0. Pada pH diatas 7,0 stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas. Pada pH tinggi, cendrung terjadi pengendapan dan larutan kitosan membentuk kompleks polielektrolit dengan hidrokoloid anionik menghasilkan gel (Asteria, 2003).

Kitosan bersifat polielektrolit kation yang dapat mengikat logam berat, sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah. Prinsip dasar dalam mekanisme pengikatan antara kitosan dan logam berat yang terkandung dalam limbah cair adalah prinsip penukar ion. Gugus amina khususnya N dalam kitosan akan beraksi dan mengikat logam dari persenyawaan limbah cair. Kitosan yang tidak dapat larut dalam air akan menggumpalkan logam menjadi flok-flok yang akan bersatu dan dapat dipisahkan dari air limbah. Kitosan dapat bekerja sempurna jika dilarutkan dalam larutan asam (Marganof, 2003; Widodo, 2005).

Kitosan juga bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada harga pH asam dan sedikit asam, disebabkan sifat kationik kitosan. Viskositas juga meningkat dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Gel kitosan terdegradasi secara berangsur – angsur, sebagaimana halnya kitosan melarut (Muzzarelli, 1985).

2.1.2 Penggunaan Kitosan

Kitosan juga telah digunakan secara luas dalam bidang pengobatan, bioteknologi, menjadi bahan yang penting dalam aplikasi farmasi, karena mempunyai kemampuan biodegradasi dan biocompatibility dan rendah toksisitasnya (Berger, 2004). Kitosan juga memperlihatkan aktivitas biologi seperti hypocholesterolemic, antimikroba, anti jamur (Rhoades, 2000).


(3)

Tabel 2.1 Pemanfaatan Kitosan Pada Beberapa Industri

Industri Manfaat

Industri pengolahan Penyerapan ion logam, koagulan, protein, asam amino, dan Limbah bahan pencelup.

Industri makanan Pengawet, penstabil makanan, penstabil warna, bahan pengental, dan lain – lain.

Industri kesehatan Penyembuh luka dan tulang, pengontrol kolesterol

darah, kontak lensa, penghambat plat gigi, dan lain – lain .

Industri pertanian Pupuk, pelindung biji dan lain – lain.

Kosmetik Pelembab ( moisturizer ), krem wajah, tangan dan badan, dan lain – lain.

Bioteknologi Dapat immobolisasi enzim, chromatography, penyembuh sel dan lain – lain.

Sumber : Fernandez-Kim, 2004

2.1.3 Interaksi Kitosan Dengan Ion Logam

Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana pertukaran ion, penyerapan, dan pengkhelatan terjadi selama proses berlangsung. Ketiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing-masing. Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu pula pada logam yang bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah (Muzzarelli, 1973,1977).

Kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks logam-kitosan. Sifat penyerapan ion logam yang sangat baik oleh kitosan dengan selektif dan kapasitas penyerapan yang tinggi yang disebabkan 3 (tiga) sifat yaitu :

1. Sifat hidrofilik kitosan dengan jumlah yang besar pada gugusan hidroksil. 2. Gugus amina primer dengan aktivitas yang tinggi.

3. Struktur rantai polimer kitosan yang fleksibel yang dapat membentuk konfigurasi untuk pengkompleksan kitosan dengan ion logam (Amelia, 1991).


(4)

2.1.4 Proses Pengikatan Logam Oleh Kitosan

Kitosan bersifat polielektrolit kation yang dapat mengikat logam berat, sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben terhadap logam dalam air limbah. Prinsip dasar dalam mekanisme pengikatan antara kitosan dan logam berat yang terkandung dalam limbah cair adalah prinsip penukar ion.Gugus amina khususnya nitrogen dalam kitosan akan bereaksi dan mengikat logam dari persenyawaan limbah cair. Kitosan yang tidak larut dalam air akan menggumpalkan logam menjadi flok – flok yang akan bersatu dan dapat dipisahkan dari air limbah. Kitosan dapat bekerja sempurna jika dilarutkan dalam larutan asam.(Marganof, 2003; Widodo, 2005). Proses koagulasi logam berat oleh kitosan seperti gambar berikut

Gambar 2.2 Mekanisme Pengikatan Logam Berat Oleh Kitosan

Contoh di atas menggunakan logam Cu atau tembaga. Terjadi pengikatan Cu oleh gugus N (nitrogen ) dan O (oksigen). Logam Cu tersebut akan terikat atau terserap, terkumpul dan terjadi flok – flok logam. Kitosan dengan kemampuan daya ikat atau daya serapnya mampu menjadikannya jadi tidak berbahaya.

Polielektrolit merupakan bagian dari polimer khusus yang dapat terionisasi dan mempunyai kemampuan untuk membuat terjadinya suatu flokulasi dalam medium cair. Kitosan merupakan salah satu contoh dari polielektrolit. Koagulasi yang disebabkan oleh polielektrolit meliputi empat tahap, yaitu:

1. Dispersi dari polielektrolit dalam suspensi. 2. Adsorpsi antara permukaan solid- liquid.


(5)

4. Penyatuan dari masing –masing polielektrik yang telah terlingkupi oleh partikel untuk membentuk flok-flok kecil dan berkembang menjadi flok yang lebih besar.

Keempat proses tersebut digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Tahap-Tahap Koagulasi Polielektrolit Kitosan

Logam berat dan logam lain secara keseluruhan dalam larutan elektrolit merupakan partikel bermuatan positif, sedangkan kitosan adalah polielektrolit bermuatan negatif, reaksi antara kedua partikel akan menuju ke arah penghilangan gradien muatan dan terbentuk senyawa produk yang tidak bermuatan ditunjukkan oleh Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Mekanisme Koagulasi Perbedaan Muatan

Kitosan juga bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada pH asam dan sedikit asam, disebabkan sifat kationik kitosan.viskositas gel kitosan akan meningkat dengan meningkatnya berat molekul atau jumlah polimer. Viskositas juga meningkat dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Gel kitosan terdegradasi secara berangsur-angsur sebagaimana halnya kitosan melarut (Muzzarelli, 1985).


(6)

2.2 Nanopartikel

Dalam nanoteknologi, suatu partikel digambarkan sebagai satu obyek kecil yang bertindak secara unit keseluruhan dalam hal transport dan sifat-sifatnya. Dengan nanoteknologi, material dapat didesain sedemikian rupa dalam orde nano, sehingga dapat memperoleh sifat dan material yang kita inginkan tanpa melakukan pemborosan atom-atom yang tidak diperlukan. Aplikasi nanoteknologi akan membuat revolusi baru dalam dunia industri dan diyakini pemenang persaingan global di masa yang akan datang adalah negara-negara yang dapat menguasai nanoteknologi.

Ruang lingkup nanoteknologi meliputi usaha dan konsep untuk menghasilkan material/bahan berskala nanometer, mengeksplorasi dan merekayasa karakteristik material/bahan tersebut, serta mendisain ulang material/bahan tersebut ke dalam bentuk, ukuran dan fungsi yang diinginkan.

Nanopartikel sebagai partikulat material dengan paling sedikit satu dimensi lebih kecil dari 100 nanometer. Satu nanometer adalah 10-9 m. Nanopartikel merupakan hal ilmiah besar sebagaimana adanya secara efektif satu jembatan antara bahan-bahan curah dan struktur-struktur molekul atau atom. Satu material curah mempunyai sifat fisika tetap dengan mengabaikan ukuran nya, tetapi pada skala nano bergantung ukuran sifat-sifat diamati seperti pembatasan kuantum di dalam partikel-partikel semi penghantar, permukaan resonansi plasmon dalam beberapa partikel-partikel logam dan superparamagnetik di dalam bahan magnet.

Nanopartikel mempunyai luas permukaan yang besar terhadap perbandingan volume. Karakteristik nanopartikel umumnya dilakukan dengan teknik mikroskop elektron [TEM,SEM], mikroskop atomik [AFM], penghamburan cahaya dinamik [DLS], x-ray mikroskop fotoelektron [XPS], bubuk x-ray difraktometri [XRD], FTIR, spektroskopi UV-Vis (Anisa, 2003).


(7)

2.2.1 Kitosan Nanopartikel

Untuk meningkatkan daya adsorpsinya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetik nanokitosan. Penggunaan kitosan dan magnetik nanokitosan telah digunakan untuk mengadsorpsi ion Fe(II) dan Fe(III), Cu(II), Co(II), zat warna dan furosemida (Wan-Ngah, 1998). Hasil penelitian mengenai adsoprsi ion Ni(II) oleh kitosan dan magnetik nanokitosan telah membahas kondisi optimal untuk mengadsorpsi ion Ni(II) oleh kitosan dan magnetik nanokitosan.

Kitosan nanopartikel adalah kitosan yang mana partikelnya berukuran 100-400 nm. Sekarang ini, banyak ahli-ahli menggunakan kitosan dengan nano teknologi, Yau Shan Szeto dan Zhigang Hu untuk menyiapkan kitosan nano-partikel dimana kitosan dilarutkan dalam larutan asam lemah kemudian ditambahkan larutan yang bersifat basa seperti larutan amoniak, natrium hidroksida atau kalium hidroksida distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonik bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil (Szeto, 2007). Sebagian ahli juga mencoba metode lain untuk menyiapkan kitosan nano menambahkan larutan tripoliposfat kedalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm kemudian emulsi dibuat pH 3,5 dengan menambahkan asam asetat hasilnya akan berupa suspensi kitosan (Cheung, 2008).

2.3 Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan komponen-komponen dalam bentuk fasa cair atau gas (adsorbat) oleh zat padat yang disebut adsorben. Berkat selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Adsorpsi digunakan dalam pengolahan air buangan industri, terutama untuk mengurangi komponen-komponen organik misalnya warna, fenol, detergen, zat-zat toksik dan zat-zat organik yang sukar diuraikan (nonbiodegradable). Sesuai dengan jenis ikatan yang terdapat antara bahan yang diadsorpsi dan


(8)

adsorbennya, maka dibedakan antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika merupakan interaksi Van der Waals antara adsorben dengan adsorbat. Sedangkan adsorpsi kimia adalah merupakan interaksi antara elektron-elektron pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul adsorbat membentuk ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan adsorpsi fisika.

Proses adsorpsi meliputi tiga tahap mekanisme yaitu :

1. Pergerakan molekul-molekul adsorbat menuju permukaan adsorben. 2. Penyebaran molekul-molekul adsorbat kedalam rongga-rongga adsorben.

3. Penarikan molekul-molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk ikatan, yang berlangsung sangat cepat (Metcalf, 1979).

Adsorben (untuk adsorpsi fisik) adalah bahan padat dengan luas permukaan yang besar. Permukaan yang luas ini termasuk karena banyaknya pori yang halus pada padatan tersebut. Tergantung pada tujuan penggunaannya adsorben dapat berupa granulat (dengan ukuran butir sebesar beberapa mm) atau serbuk (khusus untuk adsorpsi campuran cair). Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben diantaranya yaitu : karbon aktif, silika gel, tapis molekular (molekular sieves), dan zeolit.

2.4 Limbah Industri

Pengertian limbah menurut peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan jumlahnya baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk air.

Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri atas bahan kimia organik dan anorganik. Buangan industri yang mengandung unsur atau senyawa logam berat merupakan toksikan yang mempunyai daya racun tinggi. Buangan industri yang mengandung persenyawaan logam berat tersebut bukan hanya bersifat racun bagi tumbuhan, tetapi juga terhadap hewan dan manusia.


(9)

Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mungkin dalam jangka waktu singkat tidak akan memberi pengaruh yang berarti, namun dalam jangka panjang mungkin berakibat fatal terhadap lingkungan.

Beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan adalah:

1. Lingkungan tidak mendapat pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.

2. Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran. 3. Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.

Berdasarkan nilai ekonomisnya, limbah dibedakan menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Sedangkan berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian (Chandra, 2007) :

1. Limbah cair;

2. Limbah gas dan partikel; 3. Limbah padat.

2.4.1 Limbah Cair Industri

Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Limbah cair secara umum dapat dibagi menjadi human excreate (fases dan urine), sewage (air limbah), industrial waste (bahan buangan dan sisa proses industri).

Limbah cair industri yang bersumber dari pabrik, biasanya banyak menggunakan air dalam proses produksinya. Di industri, fungsi dari air antaranya yaitu :


(10)

1. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku.

2. Sebagai air pendingin. Berfungsi untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses produksi.

3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman. 4. Untuk mencuci dan membilas produk, gedung atau instalasi.

Limbah cair industri mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya yang dikenal dengan sebutan B3 (bahan beracun dan berbahaya). Air dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel, baik yang larut maupun yang mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan ada yang halus. Kerapkali air buangan pabrik berwarna keruh dan bersuhu tinggi. Berdasarkan persenyawaan yang ditemukan dalam air buangan industri, sifat limbah cair tersebut dapat dikatagorikan berdasarkan karakteristik fisik, kimia, dan biologi. Pengamatan mengenai karakteristik ini penting untuk menetapkan jenis parameter pencemar yang terdapat didalamnya. Sifat kimia dan fisika masing-masing parameter dapat menunjukkan akibat yang ditimbulkannya terhadap lingkungan. (Chandra, 2007)

2.4.2 Kandungan Logam Berat (Zinkum dan Natrium) Dalam Limbah Cair Industri

Logam menurut pengertian awam adalah barang yang padat dan berat yang biasanya selalu digunakan oleh orang untuk alat-alat dapur atau untuk perhiasan, yaitu besi, baja, emas, dan perak. Padahal masih banyak logam lain yang sangat kecil dan penting serta berperan dalam proses biologis makhluk hidup, misalnya selenium, kobalt, mangan, dan lain-lainnya.

Menurut Soemirat (2003), definisi logam adalah elemen yang dalam larutan air dapat melepaskan satu atau lebih elektron dan menjadi kation. Sedangkan logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas > 5 g/cm3. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Logam berat biasanya


(11)

menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup. Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Namun demikian, meski semua logam berat dapat mengakibatkan keacunan atas makhluk hidup, sebagian dari logam-logam berat tersebut tetap dibutuhkan oleh makhluk hidup. atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.

Logam berat berdasarkan sifat racunnya yang berdampak terhadap kesehatan manusia dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu:

1. Sangat beracun, yaitu dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan dalam waktu singkat. Logam-logam tersebut antara lain: Pb, Hg, Cd, As, Sb, Ti, Be, dan Cu.

2. Moderat, yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih dalam waktu yang relatife lama. Logam-logam tersebut antara lain: Ba, Be, Cu, Au, Li, Mn, Se, Te, Va, Co, dan Rb.

3. Kurang beracun, dalam jumlah besar dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Logam-logam tersebut antara lain: Bi, Co, Fe, Ca, Mg, Ni, K, Zn (Seng), dan Ag. 4. Tidak beracun, yaitu tidak menimbulkan gangguan kesehatan seperti: Al dan Na

(Natrium).

Dalam penelitian ini yang ingin di analisis yaitu kandungan logam Zn (Seng) dan Na (Natrium), dimana Zn merupakan logam yang tingkat toksisitasnya rendah (kurang beracun), sedangkan logam Na merupakan logam yang tingkat toksisitasnya sangat kecil (tidak beracun). Tetapi kelebihan logam Zn dapat mempengaruhi metabolisme kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, dan dapat mempercepat


(12)

timbulnya aterosklerosi, juga dapat menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan, anemia dan gangguan reproduksi. Sedangkan natrium sendiri bagi tubuh tidak merupakan benda asing, tetapi toksisitasnya tergantung pada gugus senyawanya, karena Natrium dalam air bisa sangat reaktif (Almatsier, 1987). Tentunya kandungan logam Zn dan Na menjadi suatu hal yang penting dan perlu dilakukan proses pemisahannya dalam limbah cair menggunakan adsorben seperti kitosan.

2.5 Parameter Untuk Menentukan Kualitas Air 2.5.1 Parameter Fisika

Ada beberapa parameter fisik yang menentukan kualitas air, antara lain: 1. Warna

Untuk air alami yang sama sekali belum mengalami pencemaran, berwarna bening, atau sering dikatakan tak berwarna. Timbulnya warna disebabkan oleh kehadiran bahan-bahan tersuspensi yang berwarna, ekstrak senyawa-senyawa organik ataupun tumbuh-tumbuhan dan karena terdapatnya mikro organisme seperti plankton, disamping itu juga akibat adanya ion-ion metal alami seperti besi dan mangan. Komponen penyebab warna, khususnya yang berasal dari limbah industri kemungkinan dapat membahayakan bagi manusia mau bagi biota air. Disamping itu warna air juga memberi indikasi terdapatnya senyawa-senyawa organik, yang melalui proses klorinasi dapat meningkatkan pertumbuhan mikro organisme air.

2. Bau dan Rasa

Air alami yang sama sekali belum tercemar dikatakan tidak berbau dan tidak berasa. Air yang berbau sudah pasti menimbulkan rasa yang tidak menyenangkan. Adanya bau dan rasa pada air, menunjukkan terdapatnya organisme penghasil bau dan juga adanya bahan-bahan pencemar yang dapat mengganggu kesehatan.

3. Suhu

Dalam setiap penentuan kualitas air, pengukuran suhu merupakan hal yang mutlak dilakukan. Pengukuran suhu air biasanya dilakukan langsung di lapangan.


(13)

Suhu air yang normal berkisar ± 30 oC dari suhu udara. Peningkatan suhu air bisa disebabkan oleh berbagai hal, antara lain, air (sungai) yang dekat dengan gunung berapi, ataupun akibat adanya pembuangan limbah cair yang panas ke badan air. Disamping itu adanya limbah bahan organik, yang lebih lanjut mengalami proses degradasi baik secara biologis maupun kima, seringkali meningkatkan suhu air. Kenaikan suhu air dapat mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang, sehingga konsumsi oksigen oleh biota air juga menjadi terganggu.

4. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid,TSS)

Total padatan tersuspensi adalah total bahan-bahan yang tersuspensi (diameter >1μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser.

Total padatan tersuspensi merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lainlain. Misalnya air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk tersuspensi.

Air buangan selain mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah yang bervariasi, juga sering mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid, seperti protein. Air buangan industri makanan mengandung padatan tarsuspensi yang relatif tinggi. Padatan terendap dan padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesa. Pengukuran langsung padatan tersuspensi (TSS) sering memakan waktu cukup lama. TSS adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam volume air tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam mg/L atau ppm. Partikel tersuspensi akan menyebarkan


(14)

cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan. Padatan tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, sisa tanaman dan limbah industri (Sunu, 2001).

5. Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid,TDS)

Total padatan terlarut (sering disingkat TDS) adalah ukuran dari isi gabungan semua bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam cairan di molekul, terionisasi atau mikro-butiran (sol koloid) bentuk tersuspensi. Total padatan terlarut biasanya dibahas hanya untuk sistem air tawar, seperti salinitas terdiri beberapa ion merupakan definisi TDS.

Aplikasi utama dari TDS adalah dalam studi kualitas air untuk sungai, sungai dan danau, meskipun TDS umumnya tidak dianggap sebagai polutan primer (misalnya tidak dianggap terkait dengan efek kesehatan) digunakan sebagai indikasi karakteristik estetika air minum dan sebagai indikator agregat kehadiran array yang luas dari kontaminan kimia.

Sumber utama untuk TDS dalam menerima perairan limpasan pertanian dan perumahan, pencucian kontaminasi tanah dan titik sumber air pembuangan polusi dari industri atau limbah tanaman pengobatan. Konstituen kimia yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida, yang ditemukan di limpasan gizi, limpasan stormwater umum dan limpasan dari iklim bersalju di mana jalan de-icing garam diterapkan. Bahan kimia dapat kation, anion, molekul, atau aglomerasi pada urutan seribu atau lebih sedikit molekul, asalkan granula mikro-larut terbentuk. Elemen lebih eksotik dan berbahaya dari TDS adalah pestisida yang timbul dari limpasan permukaan. Tertentu yang terjadi secara alami total padatan terlarut timbul dari pelapukan dan pembubaran batu dan tanah. Amerika Serikat telah menetapkan standar kualitas air sekunder dari 500 mg/l untuk menyediakan palatabilitas air minum. (http://tomoutu.net/Total_dissolved_solids).


(15)

2.5.2 Parameter Kimia

Ada banyak parameter kimia yang menentukan kualitas air, namun yang umum ada beberapa parameter, diantaranya:

1. BOD

Biological oxygen demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air untuk memecah atau mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat didalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerob membutuhkan oksigen untuk bereaksi secara biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel. Komponen organik yang mengandung senyawa nitrogen dapat pula dioksidasi menjadi nitrat, sedangkan komponen organik yang mengandung komponen sulfur dapat dioksidasi menjadi sulfat (Sunu, 2001).

Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk ataupun industri dan untuk mendesain sistim pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah proses alamiah, yang kalau suatu badan air dicemari oleh zat organik maka selama proses penguraiannya mikroorganisme dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air. Disamping itu kehabisan oksigen dapat mengubah keadaan menjadi anaerobik sehingga dapat menimbulkan bau busuk.

Pengukuran BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik oleh oksigen dalam air, dan proses tersebut berlangsung disebabkan adanya bakter aerobik. Menurut penelitian, untuk supaya 100% bahan organik terurai, diperlukan waktu kira-kira 20 hari. Namun dalam waktu 5 hari, pada temperatur inkubasi 20 0C, bahan organik yang dapat diuraikan mencapai 75%, sehingga waktu ini sudah dianggap cukup. Maka timbullah istilah BOD520 dapat ditentukan dengan mencari selisih antara harga DO0-DO5 dengan metode Azida modifikasi.


(16)

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik, sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, amoniak dan air. Reaksi biologis pada uji BOD dilakukan pada temperatur inkubasi 20oC dan dilakukan selama 5 hari (Alaerts, 1987).

Prinsip analisa BOD yaitu oksigen dalam sampel akan menoksidasi MnSO4 yang ditambahkan kedalam larutan pada keadaan alkalis, sehingga terjadi endapan MnO2 . dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan dibebaskan iodin yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisa dengan metode titrasi iodometris yaitu dengan larutan standar tiosulfat dengan indikator kanji (Alaerts, 1987) :

2. COD

COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi adalah jumlah O2 (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi total zat-zat organik yang terdapat dalam 1 liter sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh total zat-zat organik baik yang dapat diuraikan secara biologis, maupun yang hanya dapat diuraikan dengan proses kimia. Analisa COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Secara umum perbandingan BOD5/COD = 0,40 – 0,60. Pengukuran COD dilakukan dengan metode refluks – titrimtri.


(17)

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom didasarkan adanya adsorbsi gelombang elektromagnetik oleh atom-atom. Atom mempunyai dua keadaaan tingkat energi, yaitu energi keadaaan dasar (ground state) dan energi keadaan tereksitasi (excited state). Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya dengan panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan adsorpsi energi berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat eksitasinya pun bermacam-macam (Khopkhar, 2001).

Ada dua tipe instrument SSA, yaitu nyala berkas tunggal (singel beam) dan nyala berkas ganda (double beam). Umumnya instrumen SSA terdiri dari :

Gambar 2.5 Skematis Instrumentasi SSA Keterangan :

1. Lampu katoda berongga, dimana lampu katoda ini berfungsi sebagai sumber radiasi yang memancarkan spektrum atom dari unsur yang ditentukan. Lampu katoda berongga terdiri dari dua elektroda dalam sebuah tabung silinder gelas yang mempunyai jendela yang transparan pada letak yang berlawanan dengan katoda.

2. Chopper (pembagi cahaya), dimana cahaya dari lampu katoda dibagi oleh alat pembagi untuk diteruskan ke ruangan contoh disebut sinar contoh dan bagian lain sinar referen yang diteruskan ke sekeliling ruangan contoh.


(18)

3. Unit Pengatoman Analit (atomizer) berfungsi untuk mengubah larutan yang akan diuji menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Oleh karena itu sistem ini sering disebut sebagai atomizer. Berdasarkan kerjanya atomizer mempunyai dua komponen utama : pengembun (nebulizer) dan pembakar (burner).

4. Monokromator berfungsi untuk mengontrol pancaran cahaya yang datang dari lampu katoda berongga dan memisahkan garis spektrum yang lain yang menganggu pengamatan. Kemampuan untuk menyeleksi suatu panjang gelombang yang berbeda merupakan suatu karakteristik monokromator yang sangat penting.

5. Detektor berfungsi untuk menangkap dan mengatur sinar yang ditransmisikan serta memberikan sinyal sebagai respon terhadap sinar diterima.

6. Rekorder berfungsi untuk menerima dan merekam sinyal yang disampaikan oleh detektor dan menyampaikannya ke sistem read-out.

7. Sistem read-out berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi bentuk digital yaitu dalam satuan absorbansi. Ini berarti mencegah dan mengurangi kesalahan pembacaan skala secara paralaks, kesalahan interpolasi di antara pembagian skala dan sebagainya serta menyeragamkan tampilan data. (Novianty, 1999).


(1)

Suhu air yang normal berkisar ± 30 oC dari suhu udara. Peningkatan suhu air bisa disebabkan oleh berbagai hal, antara lain, air (sungai) yang dekat dengan gunung berapi, ataupun akibat adanya pembuangan limbah cair yang panas ke badan air. Disamping itu adanya limbah bahan organik, yang lebih lanjut mengalami proses degradasi baik secara biologis maupun kima, seringkali meningkatkan suhu air. Kenaikan suhu air dapat mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang, sehingga konsumsi oksigen oleh biota air juga menjadi terganggu.

4. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid,TSS)

Total padatan tersuspensi adalah total bahan-bahan yang tersuspensi (diameter

>1μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS

terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser.

Total padatan tersuspensi merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lainlain. Misalnya air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk tersuspensi.

Air buangan selain mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah yang bervariasi, juga sering mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid, seperti protein. Air buangan industri makanan mengandung padatan tarsuspensi yang relatif tinggi. Padatan terendap dan padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesa. Pengukuran langsung padatan tersuspensi (TSS) sering memakan waktu cukup lama.


(2)

cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan. Padatan tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, sisa tanaman dan limbah industri (Sunu, 2001).

5. Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid,TDS)

Total padatan terlarut (sering disingkat TDS) adalah ukuran dari isi gabungan semua bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam cairan di molekul, terionisasi atau mikro-butiran (sol koloid) bentuk tersuspensi. Total padatan terlarut biasanya dibahas hanya untuk sistem air tawar, seperti salinitas terdiri beberapa ion merupakan definisi TDS.

Aplikasi utama dari TDS adalah dalam studi kualitas air untuk sungai, sungai dan danau, meskipun TDS umumnya tidak dianggap sebagai polutan primer (misalnya tidak dianggap terkait dengan efek kesehatan) digunakan sebagai indikasi karakteristik estetika air minum dan sebagai indikator agregat kehadiran array yang luas dari kontaminan kimia.

Sumber utama untuk TDS dalam menerima perairan limpasan pertanian dan perumahan, pencucian kontaminasi tanah dan titik sumber air pembuangan polusi dari industri atau limbah tanaman pengobatan. Konstituen kimia yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida, yang ditemukan di limpasan gizi, limpasan stormwater umum dan limpasan dari iklim bersalju di mana jalan de-icing garam diterapkan. Bahan kimia dapat kation, anion, molekul, atau aglomerasi pada urutan seribu atau lebih sedikit molekul, asalkan granula mikro-larut terbentuk. Elemen lebih eksotik dan berbahaya dari TDS adalah pestisida yang timbul dari limpasan permukaan. Tertentu yang terjadi secara alami total padatan terlarut timbul dari pelapukan dan pembubaran batu dan tanah. Amerika Serikat telah menetapkan standar kualitas air sekunder dari 500 mg/l untuk menyediakan palatabilitas air minum. (http://tomoutu.net/Total_dissolved_solids).


(3)

2.5.2 Parameter Kimia

Ada banyak parameter kimia yang menentukan kualitas air, namun yang umum ada beberapa parameter, diantaranya:

1. BOD

Biological oxygen demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air untuk memecah atau mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat didalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerob membutuhkan oksigen untuk bereaksi secara biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel. Komponen organik yang mengandung senyawa nitrogen dapat pula dioksidasi menjadi nitrat, sedangkan komponen organik yang mengandung komponen sulfur dapat dioksidasi menjadi sulfat (Sunu, 2001).

Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk ataupun industri dan untuk mendesain sistim pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah proses alamiah, yang kalau suatu badan air dicemari oleh zat organik maka selama proses penguraiannya mikroorganisme dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air. Disamping itu kehabisan oksigen dapat mengubah keadaan menjadi anaerobik sehingga dapat menimbulkan bau busuk.

Pengukuran BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik oleh oksigen dalam air, dan proses tersebut berlangsung disebabkan adanya bakter aerobik. Menurut penelitian, untuk supaya 100% bahan organik terurai, diperlukan waktu kira-kira 20 hari. Namun dalam waktu 5 hari, pada temperatur inkubasi 20 0C, bahan organik yang dapat diuraikan mencapai 75%, sehingga waktu ini sudah dianggap cukup. Maka timbullah istilah BOD520 dapat ditentukan dengan mencari selisih


(4)

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik, sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, amoniak dan air. Reaksi biologis pada uji BOD dilakukan pada temperatur inkubasi 20oC dan dilakukan selama 5 hari (Alaerts, 1987).

Prinsip analisa BOD yaitu oksigen dalam sampel akan menoksidasi MnSO4

yang ditambahkan kedalam larutan pada keadaan alkalis, sehingga terjadi endapan MnO2 . dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan dibebaskan

iodin yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisa dengan metode titrasi iodometris yaitu dengan larutan standar tiosulfat dengan indikator kanji (Alaerts, 1987) :

2. COD

COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi adalah jumlah O2 (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi total zat-zat organik yang

terdapat dalam 1 liter sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh total zat-zat organik baik yang dapat diuraikan secara biologis, maupun yang hanya dapat diuraikan dengan proses kimia. Analisa COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Secara umum perbandingan BOD5/COD = 0,40 – 0,60. Pengukuran COD dilakukan


(5)

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom didasarkan adanya adsorbsi gelombang elektromagnetik oleh atom-atom. Atom mempunyai dua keadaaan tingkat energi, yaitu energi keadaaan dasar (ground state) dan energi keadaan tereksitasi (excited state). Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya dengan panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan adsorpsi energi berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat eksitasinya pun bermacam-macam (Khopkhar, 2001).

Ada dua tipe instrument SSA, yaitu nyala berkas tunggal (singel beam) dan nyala berkas ganda (double beam). Umumnya instrumen SSA terdiri dari :

Gambar 2.5 Skematis Instrumentasi SSA Keterangan :

1. Lampu katoda berongga, dimana lampu katoda ini berfungsi sebagai sumber radiasi yang memancarkan spektrum atom dari unsur yang ditentukan. Lampu katoda berongga terdiri dari dua elektroda dalam sebuah tabung silinder gelas yang mempunyai jendela yang transparan pada letak yang berlawanan dengan katoda.


(6)

3. Unit Pengatoman Analit (atomizer) berfungsi untuk mengubah larutan yang akan diuji menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Oleh karena itu sistem ini sering disebut sebagai atomizer. Berdasarkan kerjanya atomizer mempunyai dua komponen utama : pengembun (nebulizer) dan pembakar (burner).

4. Monokromator berfungsi untuk mengontrol pancaran cahaya yang datang dari lampu katoda berongga dan memisahkan garis spektrum yang lain yang menganggu pengamatan. Kemampuan untuk menyeleksi suatu panjang gelombang yang berbeda merupakan suatu karakteristik monokromator yang sangat penting.

5. Detektor berfungsi untuk menangkap dan mengatur sinar yang ditransmisikan serta memberikan sinyal sebagai respon terhadap sinar diterima.

6. Rekorder berfungsi untuk menerima dan merekam sinyal yang disampaikan oleh detektor dan menyampaikannya ke sistem read-out.

7. Sistem read-out berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi bentuk digital yaitu dalam satuan absorbansi. Ini berarti mencegah dan mengurangi kesalahan pembacaan skala secara paralaks, kesalahan interpolasi di antara pembagian skala dan sebagainya serta menyeragamkan tampilan data. (Novianty, 1999).