Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

BAB II
FORMULASI PERBUATAN PIDANA DAN PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA
DALAM TINDAK PIDANA PERPAJAKAN

A. Perbuatan Pidana dalam Lingkup Perpajakan
Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagaimana dinamakan
“Perbuatan Pidana” juga disebut orang dengan “delik”. Menurut wujudnya atau sifatnya,
perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan ini juga merugikan
masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tata dalam
pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan
pidana adalah perbuatan yang antisosial.43
Dalam literatur Hukum Pajak belum dilahirkan secara tegas definisi dari Tindak
Pidana Perpajakan baik oleh para ahli maupun akademisi dan dalam undang-undang pajak
sendiri tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Perpajakan.
Berikut pendapat beberapa ahli tentang definisi Pajak dan Hukum Pajak :
Menurut Rochmat Sumitro, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan
undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.44
Menurut P.J.A. Adriani, Guru Besar Hukum Pajak Universitas Amsterdam
mengatakan bahwa Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

43

Bachtiar Agus Salim dalam Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia (Yogyakarta, Liberty,
1988), Hlm. 107.
44
Simon Nahak, Op. Cit, hlm 6.

Universitas Sumatera Utara

pengeluaran

umum

berhubungan

dengan


tugas

negara

harus

menyelenggarakan

pemerintahan.45
Tindak Pidana Perpajakan merupakan tindak pidana khusus yang diatur dalam
Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lex Specialis)46. Segala bentuk
pelanggaran ataupun kejahatan yang termasuk delik47 perpajakan harus diadili berdasarkan
undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku serta peraturan terkait
lainnya.
Tindak Pidana Pajak adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan tindak
kejahatan di bidang perpajakan, yang pelakunya dapat dikenakan Hukum Pidana sesuai
ketentuan undang-undang yang berlaku. Biasanya, kejahatan perpajakan ini dilakukan tanpa
kekerasan, sehingga kejahatan ini masuk dalam kelompok kejahatan jenis Concursus Idealis,
artinya memiliki basis dasar dari kejahatan tertentu seperti : Penggelapan, Penipuan,
Pemalsuan, Pencurian dan sebagainya.48

Dalam UU Perpajakan tidak dijelaskan apa yang dimaksud Tindak Pidana pajak,
namun demikian dalam kepustakaan hukum dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
tindak pidana (delict) adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman
pidana. Apabila ketentuan yang dilanggar berkaitan dengan Undang-undang perpajakan,
disebut dengan tindak pidana pajak dan pelakunya dapat dikenakan hukum pidana (termasuk
yang diatur dalam undang-undang pajak) sebenarnya merupakan senjata pamungkas (terakhir)
atau Ultimum Remedium yang akan diterapkan apabila sanksi administrasi dirasa belum
cukup untuk mencapai penegakan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Oleh

45

Boediono. B, Op. Cit., hlm 8.
Aziz Syamsudin, Tindak Pidana Khusus (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), Hlm. 8.
47
Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap
undang-undang tindak pidana.
48
Rochim, Modus Operandi Tindak Pidana Pajak dalam Simon Nahak, Hukum Pidana Perpajakan,
Op. Cit, hlm 43
46


Universitas Sumatera Utara

karenanya, tidak heran apabila dalam undang-undang perpajakan juga mengatur masalah
ketentuan pidana.49
Undang-undang Penanaman Modal pula yang mengatur tentang pengertian Tindak
Pidana Perpajakan secara parsial. Dalam Penjelasan Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi Tindak
Pidana perpajakan adalah informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan
pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undang-undang
yang mengatur perpajakan.50
Kapan seseorang dikatakan telah melakukan tindak pidana pajak? Jawaban atas
pertanyaan tersebut tentu baru dapat diketahui bila telah dilakukan pemeriksaan terlebih
dahulu oleh pemeriksa pajak dan diperoleh bukti-bukti bahwa Wajib Pajak benar melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 38 yang memuat unsur subjektif berupa karena
keaalpaan, unsur objektifnya : tidak menyampaikan surat pemberitahuan, atau menyampaikan
surat pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, merugikan keuangan negara
dan Pasal 39 yang memuat unsur subjektif yaitu dengan sengaja, dan unusr objektifnya : tidak
mendaftarkan diri atau tidak melaporkan usaha, menyalahgunakan NPWP, tidak

menyampaikan Surat pemberitahuan, menyampaikan Surat pemberitahuan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap, menolak dilakukan pemeriksaan, tidak menyelenggarakan
pembukuan di Indonesia, tidak menyimpan buku atau catatan pembukuan yang dikelola
secara elektronik, tidak menyetorkan pajak, dan merugikan keuangan negara.51

49

Wirawan B Ilyas & Richard Burton, Hukum Pajak (Jakarta : Salemba empat, 2004), Hlm 73-74.
Pasal 33 Ayat 3 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007.
51
Wirawan B Ilyas & Richard burton, Op. Cit., Hlm 68.
50

Universitas Sumatera Utara

Tindak Pidana52 di bidang Perpajakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh
wajib pajak pada umumnya berupa penghindaran terhadap pemungutan atau manipulasi atas
laporan pajak yang melanggar ketentuan hukum pajak dan/atau undang-undang perpajakan.
Perbuatan Pidana atau Tindak Pidana Perpajakan dalam lingkup perpajakan, meliputi :
1. Tindak Pidana oleh Aparat Pajak

Tindak pidana yang dapat dilakukan oleh pihak fiskus dan diancam dengan sanksi
pidana terdapat dalam :
a. Pasal 34 UU KUP, ketentuan ini memuat larangan bagi pejabat memberitahukan
kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh
Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya guna menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Larangan tersebut juga berlaku bagi
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pelanggaran
terharap ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 41 UU KUP yang menyatakan bahwa
Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan
sebagaimana dimaksud, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan
dendea paling banyak Rp 4.000.000. pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana dimaksud diancam dengan pidana penjara paling lama
dua tahun dan denda paling banyak 10.000.000 tetapi, pejabat dan tenaga ahli yang
bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan, maupun pejabat dan
tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dikecualikan dari ketentuan ini. Delik yang ini merupakan delik aduan.
b. Pasal 36 KUP, apabila petugas pajak dalam menghitung atau menetapkan pajak tidak
sesuai dengan UU Perpajakan yang berlaku sehingga merugikan negara, maka
52


Pompe, Tindak Pidana adalah Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang
dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman
trhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.

Universitas Sumatera Utara

petugas pajak yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan Undang-undang Perpajakan yang berlaku.
2. Tindak pidana oleh Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
Tindak pidana yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dan Penanggung Pajak dan
diancam dengan sanksi pidana dapat dilihat dalam :
a. Pasal 38 UU KUP, pasal ini mengatur mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh
orang, yang karena kealpaannya tidak menyampaikan surat pemberitahuan, atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan , tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga menimbulkan
kerugian negara. Ancaman pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana
tersebut adalah ancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling
banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
b. Pasal 39 UU KUP, Pasal ini mengatur mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh

setiap orang dengan sengaja :
1. Tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan, atau menggunakan tanpa hak Nomor
Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2; atau
2. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
3. menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap; atau
4. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
atau
5. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar; atau
6. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau
tidak meminjamkan buku catatan, atau dokumen lainnya; atau
7. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atai dipungut, sehingga dapat
menimbulkan kerugian keuangan pada pendapatan negara.

Universitas Sumatera Utara

Ancaman pidana bagi mereka yang melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut di
atas adalah ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak empat

kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Ancaman pidana tersebut dilipat
duakan apabila seseorang mengulangi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu
tahun, terhitung sejak pidana penjara yang dijatuhkan selesai dijalani.
Setiap orang yang mencoba untuk menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan /atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak,
diancam dengan ancaman pidana penjara paling lama dia tahun dan denda paling banyak
empat kali jumlah restitusi yang dimohon dan/atau kompensasi yang dilakukan oleh wajib
pajak.
c. Pasal 5 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001, UU ini memuat tentang perubahan atas UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berkaitan dengan
pasal ini , tindak pidana yang dimaksud adalah jika seseorang memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud agar pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atai tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya

atau

memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau

berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban yang dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Tindakan ini dikenakan ancaman pidana
penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 250.000.000.
d. Pasal 24-26 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No. 2 Tahun 1994, Pasal-pasal ini
mengatur mengenai tindak pidana berkaitan dengan pajak bumi dan bangunan. Pasal

Universitas Sumatera Utara

24 menyatakan bahwa tindak pidana terjadi ketika suatu pihak yang karena
kealpaannya tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP (Surat Pemberitahuan Objek
Pajak) kepada Direktorat Jenderal Pajak atau menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
menimbulkan kerugian keuangan negara. Sanksi yang diberlakukan terhadap pelaku
tindak pidana tersebut adalah ancaman pidana penjara paling lama enam bulan atau
denda paling tinggi sebesar dua kali pajak yang terutang.
e. Pasal 13 dan Pasal 14 UU No. 13 Tahun 1985, Bab V Pasal 13 dan Pasal 14 UU No.
13 Tahun 1985 mengatur tentang Bea Materai. Dalam pasal 13 UU tersebut
dinyatakan bahwa sanksi pidana dapat dikenakan pada orang yang :
1. meniru atau memalsukan materai tempel dan memalsukan tanda tangan yang

perlu untuk mengesahkan materai.
2. dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk mengedarkan atau
memasukkan ke Negara Indonesia materai palsu, yang dipalsukan, atai yang
dibuat dengan melawan hak.
3. dengan

sengaja

menggunakan,

menjual,

menawarkan,

menyerahkan,

menyediakan untuk dijual, atau memasukkan ke Negara Indonesia materai
yang mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya, atau tanda waktunya
telah dihilangkan, seolah-olah materai itu belum dipakai dan/atau menyuruh
orang lain menggunakannya dengan melawan hak.
4. menyimpan

bahan-bahan

atau

perkakas-perkakas

yang

diketahuinya

digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan
memalsukan benda materai.
5. Keempat hal tersebut merupakan ketentuan yang didasarkan pada KUHP
(Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
f. KUHP, di dalam KUHP ditentukan mengenai tindak pidana yang dapat berkaitan
dengan pajak, seperti penyuapan petugas pajak (Pasal 209), melawan perintah pejabat
yang melakukan pengawasan dan pemeriksaan (Pasal 216), memberi keterangan lisan
atau tertulis di bawah sumpah palsu (Pasal 242), memalsukan materai tempel (Pasal

Universitas Sumatera Utara

253), menggunakan materai tempel yang telah digunakan (Pasal 260), membuka
rahasia jabatan (Pasal 322), dan sebagainya.
3. Tindak Pidana Oleh Pihak ke-3
Selain tindak pidana yang dapat dilakukan oleh aparat pemerintah selaku fiskus dan
anggota masyarakat selaku wajib pajak ataupun penanggung pajak, terdapat kemungkinan
tindak pidana dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini, yang dimaksud sebagai pihak
ketiga adalah pihak selain fiskus dan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Beberapa tindak
pidana yang dilakukan dapat dilakukan oleh pihak ketiga tersebut antara lain meliputi :
a. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 41a jo. Pasal 35 Undang-undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan. Menurut ketentuan tersebut, apabila
dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan
keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan Wajib
Pajak yang diperiksa atau disidik, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal
Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.
Setiap orang yang menurut ketentuan Undang-undang sebagaimana tersebut diatas
waji memberi keterangan atau bukti yang diminta, tetapi dengan sengaja tidak
memberi keterangan atau bukti atau memberi keterangan atau bukti yan gtiadk benar
dapat dikenakan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000. apabila Wajib Pajak mempunyai simpanan uang di bank
dalam bentuk giro atau deposito, yang datanya diperlukan oleh aparat pajak dalam
rangka pemeriksaan, maka pihak bank diwajibkan untuk memberitahukan kepada
aparat yang bersangkutan.
b.Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 41b Undang-undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan. Menurut ketentuan tersebut, setiap orang yang dengan sengaja

Universitas Sumatera Utara

menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dapat
dikenakan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak
Rp 10.000.000. tindakan menghalangi penyidikan dapat dilakukan, baik oleh Wajib
Pajak maupun pihak ketiga.
c. Selain kedua tindak pidana tersebut masih terdapat tindak pidana di bidang pajak
yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga, khususnya berkaitan dengan ketentuan bea
materai. Misalnya meniru atau memalsukan materai tempel dan kertas materai,
dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk mengedarkan atau memasukkan
ke Negara Indonesia berupa materai yang mereknya , capnya, tanda tangannya,
tanda sahnya, atau tanda waktu mempergunakannya telah dihilangkan seolah-olah
materai itu belum dipakai dan/atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan
melawan hak atau menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang
diketahuinya dapat digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru
dan memalsukan benda materai.
Perbuatan Pidana dibagi dalam dua bentuk. Yakni Pelanggaran dan Kejahatan.
Pelanggaran yaitu perbuatan pelaku tindak pidana perpajakan tanpa sengaja. Sedangkan,
kejahatan yaitu perbuatan pelaku tindak pidana perpajakan dengan sengaja.
Selain dari sifat umum bahwa ancaman pidana bagi kejahatan adalah lebih berat
daripada pelanggaran, maka dapat dikatakan bahwa53 :
1. Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja
2. Jika menghadapi kejahatan, maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau kealpaan)

yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh Jaksa. Sedangkan jika menghadapi
Pelanggaran, pembuktian tersebut tidak diperlukan. Berhubung dengan itu,
kejahatan dibedakan pula dalam kejahatan yang dolus dan culpa.

53

Moeljatno dalam Simon Nahak, Hukum Pidana Perpajakan (Malang : Setara Press, 2014), Hlm 66.

Universitas Sumatera Utara

3. Percobaan melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 54 KUHP). Juga
pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP).
4. Tenggang kadaluarsa, baik untuk hak menentuakan maupun hak penjalanan pidana
bagi pelaggaran adalah lebih pendek daripada kejahatan tersebut. Masing-masing
adalah satu dan dua tahun.
5. Dalam hal perbarengan (concursus), cara pemidanaan berbeda buat pelanggaran dan
kejahatan. Kumulasi pidana yang enteng lebih mudah daripada pidana berat (Pasal
65, 66, 70).
Pasal 38 huruf a dan b UU KUP menentukan, bahwa setiap orang yang karena kealpaanya :
a.

Tidak menyampaikan surat pemberitahuan; atau

b.

Menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan
setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A,
didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama (satu)
tahun.

Pasal 39 ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i, ayat (2) dan (2) menentukan :
1. Setiap orang dengan sengaja :
a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;

Universitas Sumatera Utara

d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap;
e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dpidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 6(enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan denda paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua)
kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang
dijatuhkan.
3. Setiap

orang

yang

melakukan

percobaan

untuk

melakukan

tindak

pidana

menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan

Universitas Sumatera Utara

permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah
resitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
Sedangkan, tentang faktur pajak Pasal 39A huruf a dan b menentukan :
Setiap orang yang dengan sengaja :
a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang
sebenarnya, atau
b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
dipidana dengan penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun
serta denda paling sedikit dua (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak dan paling
banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
Berdasarkan ketentuan pidana perpajakan tersebut, maka uraian pasal 38 mengatur
tentang kealpaan (Culpa ) yang terkait dengan Surat Pajak Tahunan (SPT), yang berhubungan
dengan Pasasl 13A UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga Undang-undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Pasal 39 berkaitan dengan kesengajaan (Dolus) SPT, Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPKP), Pemeriksaan, Pembukuan,
Penyetoran Pajak, dan Pasal 39 ayat (2) terkait dengan Tindak Pidana Pengulangan
menentukan pidana akan ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila
seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,

Universitas Sumatera Utara

terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. Pasal 39 ayat (3) terkait
dengan Tindak Pidana Percobaan, Pasal 39A terkait dengan Tindak Pidana Faktur Pajak.
1. Subjek Hukum Pidana
Menurut Riduan Syahrani, subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban
manusia, yaitu manusia dan badan hukum.

54

Yang dapat dimintai pertanggungjawaban

hukum disebut “subyek hukum” (legal subject), yang menurut pendapat Jimly Asshidiqie,
adalah setiap pembawa atau penyandang hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan
hukum. Subyek hukum dapat merupakan orang-perorangan (natuurlijk persoon atau
menselijk persoon), dan bukan orang (Recht Persoon).55

Tindak Pidana Perpajakan dilakukan oleh Wajib Pajak yang perbuatannya merupakan
Delik Pajak dan memenuhi unsur pidana perpajakan. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.56 Wajib Pajak terdiri dari Wajib Pajak Pribadi dan Wajib Pajak Badan, Badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam
bentuk perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi politik atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.57
Hukum tidak hanya memikirkan manusia sebagai subjek dalam hukum, dengan
demikian, disamping manusia, hukum masih membuat konstruksi fiktif yang kemudian
diterima, diperlakukan dan dilindungi seperti halnya ia memberikan perlindungan terhadap
54

Riduan Syahrani dalam Simon Nahak, Ibid. Hlm 78.
Jimly Asshiddiqie dalam Simon Nahak, Ibid. Hlm 78.
56
Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
57
Muhammad Djafar Saidi dan Eka Merdewawati Djafar, Kejahatan di Bidang Perpajakan (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), hlm 33.
55

Universitas Sumatera Utara

manusia. Konstruksi yang demikian itu disebut Badan Hukum. Bagaimanapun juga,
perluasan fiktif tersebut tentulah dimaksud untuk mencapai tujuan tertentu dan dalam rangka
itulah hukum menciptakan suatu kepribadian yang baru tersebut. Badan yang diciptakannya
itu terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya hukum memasukkan unsur
animus yang membuat badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum ini

merupakan ciptaan hukum, maka kecuali penciptaannya, kematiannya pun juga ditentukan
oleh hukum.58
Mengingat kemajuan yang terjadi dalam bidang keuangan, ekonomi dan perdagangan,
lebih-lebih di era globalisasi serta berkembangnya tindak pidana terorganisasi baik yang
bersifat domestik maupun transnasional, maka subjek hukum pidana tidak dapat dibatasi
hanya pada manusia alamiah (natural person ) tetapi mencakup pula korporasi, yaitu
kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum (legal
person) maupun bukan badan hukum. Dalam hal ini korporasi dapat dijadikan sarana untuk

melakukan tindak pidana (corporate criminal) dan dapat pula memperoleh keuntungan dari
suatu tindak pidana (crimes for corporation). Dengan dianutnya paham bahwa korporasi
adalah subjek tindak pidana, berarti korporasi baik sebagai badan hukum maupun non-badan
hukum dianggap mampu melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan dalam
hukum pidana (corporate criminal responsibility).59
Subjek hukum pidana korporasi, perumusannya lebih luas bila dibandingkan dengan
pengertian korporasi menurut hukum perdata, menurut hukum pidana pengertian korporasi
bisa berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum. Muladi memberikan contoh : firma
dan CV (Perseroan Komanditer) merupakan bentuk badan usaha yang bukan badan hukum.
Suatu perkumpulan yang bukan badan hukum, tidak memerlukan syarat pengesahan akta
pendirian oleh pemerintah. Tidak semua badan usaha berbadan hukum, badan usaha yang
58
59

Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana (Medan : USU Press, 2013), Hlm 24.
Ibid,. Hlm 25.

Universitas Sumatera Utara

dikategorikan sebagai badan hukum adalah : PT, Yayasan, Koperasi, BUMN dan bentuk
badan usaha lain yang anggaran dasarnya disahkan oleh Menteri dan diumumkan dalam
berita negara, sedangkan UD, PD, Firma dan CV adalah badan usaha yang bukan badan
hukum.60
Recht persoon biasa disebut badan hukum yang merupakan persona ficta atau orang

yang diciptakan oleh hukum sebagai persona. Pandangan demikian dianut oleh Carl von
Savigny, C.W. Opzoomer, A.N Houwing, dan Langemeyer. Oleh karena itu, badan hukum
adalah hanya fiksi hukum, dan pendapat ini disebut teori fiktif atau teori fiksi.61.
Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
perubahan ketiga atas UU No. 16 Tahun 1983 menyatakan adanya beberapa pihak yang dapat
dimintai pertanggungjawaban pidana apabila terjadi tindak pidana di bidang perpajakan
meliputi62 :
a. Wajib pajak orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan (Pasal 1 ayat (2),
Pasal 13A, 38, 39, 39A, 40).
b. Pegawai (/Pejabat (Pasal 34, 36A ayat (3) dan ayat (4), 41 ayat (1) dan ayat (2).
c. Badan, sekumpulan orang/modal yang merupakan satu kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseoran terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah dengan nama dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
invetasi kolektif dan bentuk usaha tetap (Pasal 1 ayat (3), dan Pasal 32, 38, 39, 39A).

60

Ibid,. Hlm 26.
Ibid.
62
Simon Nahak, Op. Cit., Hlm 99-100.
61

Universitas Sumatera Utara

d. Pihak ketiga meliputi bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi, instansi pemerintah, lembaga asosiasi (Pasal 35 dan 35A)
e. Setiap orang yang menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda..
(Pasal 41B).
Dalam lingkup tindak pidana di bidang perpajakan, yang berposisi sebagai pihak yang
dapat dimintai pertanggung jawaban pidana adalah Wajib Pajak, baik seseorang maupun
badan hukum/korporasi yang di dalamnya terdapat subyek hukum orang dan subyek hukum
badan hukum. Akan tetapi yang diwajibkan untuk dibuktikan unsur kesalahan kepada
pelakunya hanyalah subjek hukum orang yang memiliki akal untuk menentukan kehendaknya.
2. Unsur Perbuatan Pidana
Tidak dapat dijatuhkan pidana karena suatu perbuatan yang tidak termasuk dalam
rumusan delik. Ini tidak berarti bahwa selalu dapat dijatuhi pidana kalau perbuatan itu
tercantum dalam rumusan delik. Untuk itu diperlukan dua syarat : Perbuatan itu bersifat
melawan hukum dan dapat dicela. Dengan demikian, rumusan pengertian Perbuatan Pidana
menjadi jelas : suatu perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang
lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dapat dicela.63
Perbuatan Manusia : bukan mempunyai keyakinan atau niat, tetapi hanya melakukan
atau tidak melakukan, dapat dipidana. Yang juga dianggap perbuatan manusia adalah
perbuatan badan hukum. Dalam lingkup rumusan delik, semua unsur rumusan delik yang
tertulis harus dipenuhi.
Bersifat Melawan Hukum : Suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur rumusan
delik yang tertulis (misalnya, sengaja membunuh orang lain) tidak dapat dipidana kalau tidak

63

I Made Widyana, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta : Fikahati Aneska, 2010), Hlm 55.

Universitas Sumatera Utara

bersifat melawan hukum (misalnya, sengaja membunuh tentara musuh oleh seorang tentara
dalam perang).
Dapat Dicela : Suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur delik yang tertulis dan
juga bersifat melawan hukum, namun tidak dapat dipidana kalau tidak dapat dicela pelakunya.
Sifat melawan hukum dan sifat dapat dicela itu merupakan syarat umum untuk dapat
dipidananya perbuatan, sekalipun tidak disebut dalam rumusan delik. Inilah yang dinamakan
unsur di luar undang-undang.
Antara petindak dan suatu tindakan yang terjadi harus ada hubungan kejiwaan
(psychologisch), selain daripada penggunaan salah satu bagian tubuh, panca-indera atau alat
lainnya sehingga terwujudnya sesuatu tindakan. Hubungan kejiwaan itu adalah sedemikian
rupa, dimana petindak dapat menilai tindakannya, dapat menentukan apakah dilakukannya
atau dihindarinya, dapat pula menginsyafi ketercelaan tindakannya itu, atau setidak-tidaknya,
oleh kepatutan dalam masyarakat memandang bahwa tindakan itu adalah tercela. Bentuk
hubungan kejiwaan itu (dalam istilah hukum pidana) disebut kesengajaan atau kealpaan.
Selain daripada itu tiada terdapat dasar-dasar atau alasan-alasan peniadaan bentuk hubungan
kejiwaan tersebut.
Apabila seseorang melakukan suatu tindakan sesuai dengan kehendaknya dan
karenanya merugikan kepentingan umum/masyarakat termasuk kepentingan perseorangan,
lebih lengkap kiranya apabila harus ternyata bahwa tindakan tersebut terjadi pada suatu
tempat, waktu dan keadaan yang ditentukan. Artinya, dipandang dari sudut tempat, tindakan
itu harus terjadi pada suatu tempat dimana ketentuan pidana Indonesia berlaku, dipandang
dari sudut waktu, tindakan itu masih dirasakan sebagai suatu tindakan yang perlu diancam
dengan pidana (belum daluarsa), dan dari sudut keadaan, tindakan itu harus terjadi pada suatu
keadaan dimana tindakan itu dipandang sebagai tercela. Dengan perkataan lain suatu tindakan

Universitas Sumatera Utara

yang dilakukan diluar jangkauan berlakunya ketentuan pidana Indonesia, bukanlah
merupakan suatu tindak pidana dalam arti penerapan ketentuan pidana Indonesia.
Perlu diperhatikan pula, apabila masalah waktu, tempat dan keadaan (WTK) ini
dilihat dari sudut Hukum Pidana Formal sangat penting. Karena tanpa kejelasan WTK dalam
surat dakwaan, maka surat dakwaan itu adalah batal demi hukum karena samar dan kabur,
sama dengan unsur-unsur lain yang harus terbukti.
Dari uraian tersebut diatas, secara ringkas dapatlah disusun unsur-unsur tindak pidana
yaitu :64
1. Subjek
2. Kesalahan
3. Bersifat melawan hukum (Dari Tindakan)
4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan dan
terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana
5. Waktu, tempat dan keadaan (unsur objektif lainnya).
Y. Sri Pudyatmoko berpendapat, berdasarkan ketentuan di dalam UU No. 28 Tahun
2007 tentang Perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, maka dapat dipahami unsur-unsur dari tindak pidana perpajakan itu,
yaitu : 65
1. Tidak dilaksanakannya perbuatan yang diwajibkan, seperti tidak menyampaikan
SPT, atau adanya perbuatan yang dilarang seperti memperlihatkan pembukuan palsu.
2. Berada dalam kaitannya dengan masalah pajak
3. Dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja
4. Secara melawan hukum : tidak memenuhi kewajiban hukum ataupun melakukan
sesuatu yang dilarang oleh hukum.

64

E.Y Kanter dan S.R Sianturi,Op. Cit., Hlm 211.
Y. Sri Pudyatmoko dalam Simon Nahak, Hukum Pidana Perpajakan (Malang : Setara Press, 2014),
Hlm 117-118.
65

Universitas Sumatera Utara

5. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Azis syamsuddin menulis bahwa, Unsur-unsur Tindak Pidana Perpajakan berdasarkan
ketentuan di dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah (1) siapa saja, baik orang
pribadi maupun badan yang (2) melakukan perbuatan yang melanggar kewajiban perpajakan,
dan (3) menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.66
Berikut uraian unsur-unsur dari rumusan Pasal Undang-undang Tindak Pidana
Perpajakan beserta perubahannya :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Pasal 38
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
Unsur Subjektif :
a. Barang Siapa
b. Karena kealpaannya
Unsur Objektif :
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar
c. Dapat menimbulkan kerugian pada Keuangan Negara
Pasal 39
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
Unsur Subjektif :
a. Barang Siapa
b. Dengan sengaja
Unsur Objektif :
a. Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Nomor Pokok Wajib Pajak
66

Azis Syamsuddin dalam Simon Nahak, Hukum Pidana Perpajakan (Malang : Setara Press, 2014),

Hlm 118.

Universitas Sumatera Utara

b. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; dan/atau
c. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap; dan/atau
d. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah olah benar; dan/atau
e. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen lainnya;dan/atau
f. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut;
g. Dapat menimbulkan kerugian pada keuangan negara.
Pasal 41 Ayat (1)
a. Pejabat yang karena kealpaannya
b. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Pasal 41 Ayat (2)
a. Pejabat yang dengan sengaja
b. Tidak memenuhi kewajiban atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya
kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.

2. UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pasal 38
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
Unsur Subjektif :
a. Setiap orang
b. karena kealpaannya
Unsur Objektif :
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
c. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Pasal 39
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Unsur Subjektif :
a. Setiap orang
b. Dengan sengaja.
Unsur Objektif :
a. Tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2
b. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
c. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap; atau
d. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; atau
e. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar; atau
f. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau
tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
b. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut
c. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Pasal 41 Ayat (1)
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Pejabat
b. Karena kealpaannya
c. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Pasal 41 Ayat (2)
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Pejabat
b. Dengan sengaja
c. Tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya
kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Pasal 41A
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Setiap orang, yang menurut Pasal 35 Undang-undang ini
b. Wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta

Universitas Sumatera Utara

c. dengan sengaja
d. Tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak
benar,
Pasal 41B
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Setiap orang
b. dengan sengaja
c. Menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

3. UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Pasal 38
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
Unsur Subjektif :
a. Setiap orang
b. Karena kealpaannya
Unsur Objektif :
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
c. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
d. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali.
Pasal 39 ayat (1)
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
Unsur Subjektif :
a. Setiap orang
b. Dengan Sengaja
Unsur Objektif :

Universitas Sumatera Utara

a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap;
e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut
j. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Pasal 39A
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
Unsur Subjektif :
a. Setiap orang
b. Dengan sengaja
Unsur Objektif :
a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya; atau
b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Ayat (2)
a. Pejabat
b. Dengan sengaja

Universitas Sumatera Utara

c. Tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak
dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.

Pasal 41
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
Ayat (1)
a. Pejabat
b. Karena kealpaanya
c. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34.
Pasal 41A
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Setiap orang
b. Wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35
c. tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan
atau bukti yang tidak benar.
Pasal 41B
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Setiap orang
b. Dengan sengaja
c. Menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Pasal 41C
Yang memuat unsur-unsur sebagai berikut :
Ayat (1)
a. Setiap orang
b. Dengan sengaja
c. Tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1).
Ayat (2)
a. Setiap orang
b. Dengan sengaja

Universitas Sumatera Utara

c. Menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1).
Ayat (3)
a. Setiap orang
b. Dengan sengaja
c. Tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2).
Ayat (4)
a. Setiap orang
b. Dengan sengaja
c. Menyalahgunakan data dan informasi perpajakan
d. Menimbulkan kerugian kepada negara.
Unsur Objektif :
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
b. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
c. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A.
B. Pertanggung Jawaban Pidana dalam Tindak Pidana Perpajakan
Pertanggung jawaban pidana dalam Tindak Pidana Perpajakan, terdiri dari dua subjek
hukum yang dapat dimintai pertanggung jawaban yaitu Manusia (Natuurlijk Persoon) dan
Badan Hukum (Recht Persoon). Untuk meminta Pertanggung Jawaban terhadap Manusia,
perlu memperhatikan hal mendasar yaitu Kesalahan meliputi Kesengajaan atau kelalaian,
selanjutnya apakah terdapat Alasan Pemaaf dan bagaimana kemampuan bertanggung jawab
daripada si pelaku.
Sedangkan pertanggung jawaban terhadap Badan Hukum (Recht Persoon) berpedoman
pada tiga teori yang mengesampingkan kesalahan atau meniadakan asas Korporasi tidak
dapat dipidana (Universitas Delinquere Non Potest) yaitu Identification Theory (Teori

Universitas Sumatera Utara

Identifikasi), Strict Liablity (Tanggung Jawab Langsung), Vicarious Liability (Tanggung
Jawab Pengganti). Ketiga teori ini meniadakan unsur kesalahan sehingga korporasi dapat
dimintai pertanggungjawabannya.
1. Orang-Perorangan (Natuurlijk Persoon )
a. Kesalahan
Secara doktriner, Kesalahan diartikan sebagai keadaan psychis yang tertentu pada
orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara kesalahan tersebut
dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa, hingga orang itu dapat dicela karena
melakukan perbuatan tadi.67 Kesalahan tidak mungkin ada tanpa melakukan perbuatan yang
bersifat melawan hukum, bertentangan dengan undang-undang. Dengan perkataan lain,
kesalahan tidak mungkin ada tanpa perbuatan pidana.68
Van Hammel mengatakan bahwa kesalahan dalam suatu delik berhubungan dengan
aspek psikologis, dimana ada hubungan antara keadaan jiwa sipembuat dan terwujudnya
unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggung jawaban dalam
hukum (schuld is de verantwoordelijkheid rechtens). Pada pelanggaran norma yang
dilakukan karena kesalahan, sifat melawan hukum biasanya merupakan segi luarnya, dimana
yang bersifat melawan hukum itu adalah perbuatannya. Sedangkan, yang bertalian dengan
kehendak dari dalam si pembuat adalah kesalahan.69
Vos, dengan pandangan yang memisahkan antara tindak pidana dengan kesalahan
dengan unsurnya masing-masing (pandangan dualistis), menyatakan pengertian kesalahan
mempunyai tiga tanda khusus, yaitu :
1. Kemampuan

bertanggung

jawab

dari

orang

yang

melakukan

perbuatan

(toerekeningsvatbaarheid van de dader )

67

Moeljatno, Op. Cit., Hlm. 63.
Bambang Poernomo, Op. Cit., Hlm 150.
69
Made Sadhi Astuti dalam Simon Nahak, Hukum Pidana Perpajakan (Malang : Setara Press, 2014),
Hlm 77-78.
68

Universitas Sumatera Utara

2. Hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatannya itu dapat berupa
kesengajaan dan kealpaan.
3. Tidak terdapat dasar alasan yang menghapus pertanggungjawaban bagi si pembuat
atas perbuatannya itu.
Simons mengatakan bahwa “kesalahan” adalah keadaan psikis orang yang melakukan
perbuatan dan hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan, yang demikian rupa sehingga
orang itu dapat dicela karena perbuatan tersebut. 70 Menurut Roeslan Saleh, seseorang
mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan “perbuatan pidana”, dilihat dari segi
masyarakat, ia dapat dicela oleh karenanya sebab dapat dianggap berbuat lain, jika memang
tidak ingin berbuat demikian. “dilihat dari segi masyarakat” ini menunjukan pandangan yang
normatif mengenai kesalahan. Seperti diketahui, mengenai kesalahan ini dulu orang
berpandangan psikologis. Demikan misalnya pandangan dari pembentuk W.v.S tetapi
kemudian pandangan ini ditinggalkan orang dan orang lalu berpandangan normatif. Ada atau
tidaknya perbuatan tidaklah ditentukan bagaimana dalam keadaan senyatanya batin terdakwa,
tetapi bergantung pada bagaimana penilaian hukum mengenai keadaan batinnya itu, apakah
dinilai ada kesalahan atau tidak ada.71
Bachtiar

Agus

Salim

menyatakan

bahwa

untuk

adanya

kesalahan

yang

mengakibatkan dipidananya seseorang itu. Maka haruslah dipenuhi beberapa syarat : 72
1. Terang melakukan perbuatan pidana, perbuatan yang bersifat melawan hukum
2. Mampu bertanggung jawab
3. Melakukan perbuatan tersebut dengan sengaja atau karena kealpaanya
4. Tidak adanya alasan pemaaf.

70

Roeslan Saleh dalam Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia (Yogyakarta, Liberty, 1988),

Hlm. 106.
71
72

Ibid.
Bachtiar Agus Salim dalam Djoko Prakoso, Ibid., Hlm. 106-107.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pengertian kesalahan tersebut tersimpul, bahwa untuk adanya kesalahan
harus dipikirkan adanya dua hal di samping melakukan perbuatan/tindak pidana, yaitu :
1. Adanya keadaan psychis (batin) yang tertentu
2. Adanya hubungan tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang
dilakukan, hingga menimbulkan celaan dalam masyarakat.
Syarat pertama mengandung arti, bahwa keadaan batin pelaku haruslah sedemikian
rupa, hingga pelaku mengerti makna dari perbuatannya, misalnya pelaku telah dewasa.
Syarat kedua mengandung arti, bahwa antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan
yang dilakukan haruslah sedemikian rupa, sehingga atas perbuatannya itu ia patut dicela,
misalnya jiwanya itu normal atau sehat, dengan keadaan batin seperti itulah pelaku mestinya
insyaf atau sadar terhadap perbuatannya. Syarat kedua inilah yang secara teoritis sering
disebut dengan istilah “kemampuan bertanggung jawab”. Hanya terhadap orang-orang yang
jiwanya normal inilah, dapat harapkan tingkah lakunya sesuai dengan pola yang dianggap
baik dalam masyarakat, sehingga terhadap pelanggarnya dapat dicelakan padanya.73
Dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas sedangkan dasar dapat dipidananya
pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana
jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang
dikatakan mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang
dikatakan

mempunyai

kesalahan

merupakan

hal

yang

menyangkut

masalah

pertanggungjawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana pada waktu
melakukan tindak pidana, dilihat dari segi kemasyarakatan ia dapat dicela oleh karena
perbuatan tersebut.74

73

Moeljatno dalam A Fuad Usfa & Tongat, Pengantar Hukum Pidana (Malang : UMM Press, 2004),

Hlm. 75.
74
Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di
Indonesia (Bandung : Utomo, 2004) Hlm, 30-31.

Universitas Sumatera Utara

Sudarto juga menyatakan hal yang sama, yaitu “dipidananya seseorang tidaklah cukup
apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat
melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam undangundang dan tidak dibenarkan (an objective breach of a penal provision), namun hal tersebut
belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya
syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih ada syarat, bahwa orang yang
melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjektive guilt). Dengan
perkataan lain, orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau
jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada
orang tersebut.75
Pertanggungjawaban dalam hukum pidana berkaitan dengan apakah dalam melakukan
perbuatannya, pelaku mempunyai kesalahan atau tidak. Sebab, dalam hukum pidana, berlaku
asas geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sit rea, dimana seseorang tidak
dapat dipidana jika tidak ada kesalahan.76
Kesalahan terbagi atas dua bentuk, yaitu kesalahan yang dilaku

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Pertanggung Jawaban atas Pemblokiran Rekening Nasabah Bank (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013)

4 75 94

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Dalam Tindak Pidana Pemerkosaan (Putusan Mahkamah Agung Nomor 840 K/Pid.Sus/2009)

0 6 12

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA MUCIKARI DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN

0 9 55

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K/Pid.Sus/2012)

1 23 119

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 9

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 1

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 1 17

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012) Chapter III IV

0 0 34

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 4