Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K/Pid.Sus/2012)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Amiruddin dan Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Huku. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar grafika.

Arief, Barda Nawawi. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Semarang : Citra Aditya Bakti. B Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. 2004. Hukum Pajak. Jakarta : Salemba empat.

Bohari. 1999. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Boediono. 2001. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Diadit Media.

Dharmasaputra, Metta. 2013. Saksi Kunci. Tempo.

Ekaputra, Mohammad. 2013. Dasar-dasar Hukum Pidana. Medan : USU Press. Fidel. 2014, Tax Law. Carofin Media.

Hamzah, Andi. 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sapta Artha Jaya. Hamzah, Andi. 2005. Hukum Acara Pidana Edisi Revisi. Jakarta : Sinar Grafika.

Harahap, M. Yahya. 2006. Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP. Jakarta, Sinar Grafika.

Huda, Chairul. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan menuju kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta : Kencana.

Hamzah, Andi Jur. 2012. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya. 2012. Jakarta : Softmedia.

Kuffal, H.M.A. 2004. Penerapan KUHAP dalam Praktik hukum. Malang : UMM Press. Kanter, E.Y dan S.R Sianturi. 2012. Asas-AsasHukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta : Storia Grafika.


(2)

Nahak, Simon. 2014. Hukum Pidana Perpajakan Konsep Penal Policy Tindak Pidana Perpajakan dalam Perspektif Pembaharuan Hukum. Malang : Setara Press.

Mulyadi, Mahmud dan Antoni Feri Surbakti. 2010. Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi. Jakarta : Softmedia.

Marlina. 2011. Hukum Penitensier. Bandung : Refika Aditama.

Mulyadi, Lilik. 2014. Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta. Pudyatmoko, Sri. Pengantar Hukum Pajak. Ed.II. Yogyakarta : Andi.

Pudyatmoko, Sri. Pengantar Hukum Pajak (edisi revisi). Ed.IV. Yogyakarta : Andi. Prakoso, Djoko. 1988. Hukum Penitensier di Indonesia. Yogyakarta : Liberty.

Priyatno, Dwidja. 2004. Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia. Bandung : Utomo.

Prasetyo, Teguh. 2013. Hukum Pidana. Jakarta : Rajawali Pers.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Syamsudin, Aziz. 2011. Tindak Pidana Khusus. Jakarta : Sinar Grafika.

Sianturi dan Mompang L Panggabean. Hukum Penitensia di Indonesia. Jakarta : Alumni Ahaem-Petahaem.

Sudarsono. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Saleh, Roeslan. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana. Jakarta : Aksara Baru.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.

Sianturi dan Mompang. 1997. Hukum Penitensia di Indonesia. Jakarta : Percetakan BPK Gunung Mulia.


(3)

Supramono, Gatot. 1998. Surat Dakwaan dan Putusan Hakim yang Batal Demi Hukum. Jakarta : Djambatan.

Saidi, Muhammad Djafar dan Eka Merdewawati Djafar. 2012. Kejahatan di Bidang Perpajakan. Jakarta: Rajawali Press.

Tongat. 2003. Hukum Pidana Materil. Malang : UMM Press.

Usfa, A Fuad dan Tongat. 2004. Pengantar Hukum Pidana. Malang : UMM Press. Widyana, I Made. 2010. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Fikahati Aneska. Waluyo, Bambang. 2004. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta : Sinar Grafika.

Sumber Undang-undang :

Buku Lengkap. 2011. KUHP dan KUHAP. Jogjakarta : Harmoni.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Sumber internet:

http://m.tempo.co/read/news/2013/01/11/087453787/Asian-Agri-Berkukuh-Sudah-Membayar-Pajak. Diakses pada 5 Juni 2015.

http://www.pajak.go.id/content/pembiayaan-negara-70-persen-dari-pajak diakses pada 11 Juni 2015.

http://www.pajak.go.id/content/article/menikmati-namun-tidak-merasakan diakses pada 11 Juni 2015.

Hukum dan Sumber. “Pengertian Tindak Pidana”. 17 April 2015.

http://www.hukumsumberhukum.com/2014/06/apa-itu-pengertian-tindak-pidana.html#_ “Modul 1 : Pengantar Hukum Pajak” . 30 April 2015

https://audiiayu.wordpress.com/2013/04/07/modul-1-pengantar-hukum-pajak/

Komisi Yudisial RI : “Problematik Hukum dalam putusan berbasis perspektif masyarakat dan riset putusan”. 12 Oktober 2015.


(4)

http://www.pajak.go.id/content/article/pajak-sebagai-ujung-tombak-pembangunan

http://www.pajak.go.id/content/article/penyelesaian-kasus-tindak-pidana-di-bidang-perpajakan. Diakses pada tanggal 5 juni 2015.

http://www.kompasiana.com/bagjasiregar/kasus-manipulasi-pajak-dari-bakrie-hingga-bca_54f97f04a333111a648b4784 diakses pada 29 Juni 2015.

http://hasanudinnoor.blogspot.com/2010/05/penerapan-pertanggungjawaban-korporasi.html, diakses pada 8 Juli 2015.


(5)

BAB III

ANALISA KASUS PADA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG (NOMOR : 2239/K/Pid.Sus/2012)

A. Kasus Posisi 1) Kronologis

Dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri Group akhirnya terungkap. Bersumber dari hasil laporan perencanaan pajak fiktif Asian Agri Group selama periode 2002-2005 oleh pegawainya yang ketika itu menjabat sebagai group financial controller membawahi perusahaan Asian Agri Group. Vincentius Amin Sutanto (VAS), sebelumnya melakukan pembobolan dana PT. AAG pada Bank Fortis yang bertempat di singapura senilai US$ 3,1 Juta, sejumlah dana tersebut dialihkan ke rekening yang dibuat bersama rekannya pada tanggal 13 November 2006.121

Tak berselang lama aksinya terendus oleh pihak Asian Agri Group yang langsung melaporkannya ke polda metro jaya sehingga VAS memutuskan melarikan diri ke singapura dengan membawa sejumlah dokumen penting perusahaan sehingga keberadaannya terus diburu. Dalam pelariannya, sempat terbesit niat mengakhiri hidup dengan upaya bunuh diri, namun beruntung niat tersebut diurungkannya setelah terjalin komunikasi dengan wartawan tempo yang bersedia membantu mengungkap praktek penggelapan pajak oleh Asian Agri Group berdasarkan bukti data yang dikantongi VAS. Pada Tanggal 3 Desember 2006 VAS difasilitasi oleh KPK melaporkan dugaan penggelapan pajak tersebut dengan dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.122

Terdakwa Suwir Laut alias Liu Che Sui alias Atak selaku Tax Manager Asian Agri Group (AAG) bertanggung jawab membuat Laporan Keuangan Konsolidasi (Neraca dan Laporan Rugi Laba) dan mempersiapkan, mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahunan

121 Metta Dharmasaputra, Op. Cit., Hlm 36-40. 122Ibid., Hlm xxi.


(6)

(SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak (WP) Badan untuk seluruh perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Group, (Tempus delicti) pada tanggal 29 Maret 2003 sampai dengan tanggal 14 November 2006 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006, (Locus Delicti) bertempat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Tanah Abang Dua Jakarta Pusat, KPP Tanah Abang Satu Jakarta Pusat, KPP Madya Jakarta Pusat, KPP Wajib Pajak Besar Satu Jakarta Pusat dan KPP Kisaran Sumatera Utara atau setidak-tidaknya pada suatu tempat pada daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Kisaran.

Berdasarkan Pasal 84 ayat (4) KUHAP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, terhadap beberapa yang dianggap sebagai perbuatan berlanjut, (Dader) wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan (Delict) tindak pidana di bidang perpajakan, DenganSengaja Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau Keterangan yang Isinya Tidak Benar atau Tidak Lengkap atas nama PT. Dasa Anugrah Sejati, PT. Raja Garuda Mas Sejati, PT. Saudara Sejati Luhur, PT. Indo Sepadan Jaya, PT. Nusa Pusaka Kencana, PT. Andalas Intiagro Lestari, PT. Tunggal Yunus Estate, PT. Rigunas Agri Utama, PT. Rantau Sinar Karsa, PT. Sispra Matra Abadi, PT. Mitra Unggul Pusaka, PT. Hari Sawit Jaya, PT. Inti Indosawit Subur dan PT. Gunung Melayu (Asian Agri Group/AAG) sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara sebesar Rp. 1.259.977.695.652,- (satu triliun dua ratus lima puluh sembilan milyar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus sembilan puluh lima ribu enam ratus lima puluh dua rupiah) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut, dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut:

1. Terdakwa membuat isian SPT Tahunan PPh WP Badan untuk seluruh perusahaan di bawah AAG, berdasarkan laporan keuangan konsolidasi yang Terdakwa buat setelah


(7)

diverifikasi dan disetujui (lisan) oleh Vincentius Amin Sutanto (VAS), kemudian Terdakwa membuat isian SPT Tahunan PPh WP Badan untuk seluruh perusahaan yang berada di bawah AAG. Kemudian Terdakwa mengirimkan hasil pengisian SPT Tahunan Pph WP Badan tersebut dan laporan Keuangan Neraca ke Medan setelah dikonfirmasikan VAS, kemudian ditandatangani oleh Direktur masing-masing perusahaan yang berada dibawah AAG, untuk kemudian disampaikan ke KPP terkait atas perintah Terdakwa;

2. Pada Agustus s/d Desember 2002 (3X), Terdakwa bersama-sama dengan Eddy Lukas (EL), Lee Boon Heng (LBH), Yoe Gie (YG), Vincentius Amin Sutanto (VAS), Djoko Soesanto Oetomo (DO) dan Paulina Shih (PS) mengadakan tax planning meeting di kantor Jakarta dan Medan untuk membahas perencanaan mengecilkan pembayaran pajak melalui beberapa cara yaitu :

a. Mengecilkan penjualan antara lain berupa rekayasa penjualan.

Rekayasa penjualan dilakukan melalui penjualan ekspor yang pengiriman barangnya langsung ditujukan ke negara pembeli (End Buyer) tetapi dokumen keuangan transaksi ekspor tersebut (Letter of Credit/LC, Invoice) dibuat seolah-olah dijual kepada perusahaan di Hong Kong (Twin Bonus Edible Oils Ltd., Goods Fortune Oils & Fats Ltd., United Oils & Fats Ltd., atau Ever Resources Oils & Fats Industries Ltd), kemudian dijual lagi ke perusahaan di Macau (Global Advance Oils and Fats) atau British Virgin Island/BVI (Asian Agri Abadi Oils and Fats Ltd.), baru selanjutnya dijual ke End Buyer. Padahal perusahaan di Hong Kong, Macau maupun di BVI adalah perusahaan Paper Company atau Special Purpose Vehide (SPV) yang digunakan sebagai fasilitator untuk secara dokumentasi mendukung transaksi tersebut dan sebagai tempat untuk menampung selisih harga jual.

Rekayasa penjualan produk-produk AAG ke luar negeri dengan maksud mengubah harga jual yang seharusnya ke End Buyer diganti dengan harga yang lebih rendah


(8)

(under invoicing) ke perusahaan-perusahaan tersebut di Hong Kong sehingga keuntungan

(profit) menjadi lebih rendah untuk perusahaan di Indonesia. Akibat transaksi penjualan ekspor dengan cara under invoicing tersebut adalah laba yang dilaporkan oleh perusahaan di Indonesia menjadi lebih rendah dari pada yang seharusnya, sehingga pajak terutang yang dilaporkan menjadi lebih kecil dari pada yang seharusnya.

b. Menggelembungkan Biaya antara lain berupa pembebanan :

1. Biaya Jakarta yaitu melakukan penggelembungan Biaya yang dibuat dengan Memo Voucher di Kantor AAG di Jakarta oleh Terdakwa. Biaya Jakarta ini dibuat tiap akhir tahun pajak dan dialokasikan sebagai Biaya pada Harga Pokok Penjualan (HPP) sebagai Biaya mendalamkan parit, grading, garuk/piringan, sirtu, rawat gawangan dan buat & refiab gorong-gorong sehingga mengurangi jumlah pajak penghasilan yang seharusnya dibayar oleh perusahaan-perusahaan yang tergabung daiam AAG;

2. Biaya Hedging, adalah Biaya fiktif yang dilakukan dengan menciptakan rugi (loss creating) berupa pembebanan Biaya "washout/hedging loss".

3. Biaya Management Fee, adalah Biaya fiktif yang dibebankan pada Biaya Umum dan Adminstrasi yang pembebanannya didasarkan hanya pada kontrak semata yang dibuat antar perusahaan dalam satu group baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Pembebanan yang tidak seharusnya ini merupakan penciptaan Biaya (loss creating) dan hanya upaya memperkecil penghasilan kena pajak ;

Meskipun 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam AAG tersebut telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (Ernst & Young dan Paulus Hadiwinata), Terdakwa tidak melakukan perubahan/pembetulan atas SPT Tahunan PPh WP Badan 14 (empat belas) perusahaan yang telah disampaikan kepada KPP terkait dan Terdakwa secara sadar mengetahui bahwa ada perbedaan Neraca dan Rugi Laba antara SPT yang Terdakwa buat dan telah dikirimkan ke KPP dengan hasil audit KAP;


(9)

Perbuatan Terdakwa tersebut dapat mengakibatkan kerugian pada pendapatan Negara sebesar Rp. 1.259.977.695.652,- (satu trilyun dua ratus lima puluh sembilan milyar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus sembilan puluh lima ribu enam ratus lima puluh dua rupiah) atau setidaktidaknya sekitar jumlah tersebut;123

2) Dakwaan

Perbuatan Terdakwa tersebut didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan124,

sebagai berikut :

1. Dakwaan Primer:

Melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang RI No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP;

2. Dakwaan Subsider:

Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 38 huruf b jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang RI No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP ;

3) Fakta-Fakta Hukum125

Terdakwa sebagai pegawai pada PT. Indosawit Subur, sebagai salah satu perusahaan di bawah AAG, secara fungsional bertugas sebagai Tax Manager AAG, yang berkantor di Jakarta. Terdakwa telah melakukan perbuatan berlanjut, selaku Tax Manager atau setidak-tidak pegawai dari Wajib Pajak, menyuruh melakukan, menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana, di bidang perpajakan, "Dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan, dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atas nama : PT. Dasa Anugerah Sejati, PT. Sadudara Sejati Luhur, PT. Indo Sepadan Jaya,

123 Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 2239.K/Pid.Sus/2012.

124 Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 2239.K/Pid.Sus/2012, Hlm. 1-24. 125 Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 2239K/Pid.Sus/2012, Hlm. 467-471.


(10)

PT. Nusa Pusaka Kencana, PT. Andalas Intiagro Lestari, PT.Tunggal Yunus Estatate, PT. Rigunas Agre Utama, PT. Rantau Sinar Karsa, PT. Supora Matra Abadi, PT. Mitra Unggul Perkasa, PT. Hari Sawit Jaya, PT.Inti Idosawit Subur, dan PT. Gunung Melayu yang kesemuanya tergabung di dalam Asian Agri Group (AAG) sehingga dapat menimbulkan kerugian Negara sebesar Rp. 1.259.977.695,652,-. Terdakwa secara bersama dengan Eddy Lukas, Lee Boon Heng, You Gie, Vincentius Lucas Sutanto, Djoko Susanto Utomo dan Paulina Sih. Terdakwa dalam membuat SPT tahunan PPH WP Badan untuk 14 perusahaan yang tergabung di dalam AAG, tahun pajak 2002, sampai dengan 2005, seolah-olah tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, padahal sebenarnya laporan keuangan berupa Neraca Rugi dan Laba, untuk 14 perusahaan tersebut telah diaudit, oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) pada tahun 2002 dan 2003 oleh Ernst & Young, tahun 2004 dan 2005, oleh Kantor Akuntan Publik Paulus Hadiwinata ;

Berikut rincian fakta hukumnya :

a. Tentang adanya SPT dari 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung di dalam AAG pada tahun pajak 2002, 2003, 2004, 2005 telah diisi secara tidak benar dan tidak lengkap, di dalam semua SPT tertulis belum diaudit, meskipun fakta sesungguhnya telah diaudit, akibatnya pendapatan Negara yang seharusnya diterima menjadi berkurang, sebagai akibat adanya SPT yang isinya tidak benar oleh AAG, sehingga menurut perhitungan Direktorat Jenderal Pajak total seluruhnya berjumlah Rp.1.259.977.695.652,- yang rinciannya adalah dari tiga jenis komponen PPh, WP Badan, PPh WP Orang/Pribadi dan PPh WP Luar Negeri Tahun 2002, 2003, 2004, 2005 sebagai berikut : tahun 2002 Rp. 276.145.706.827,- + tahun 2003 Rp.296.172.548.868,- + tahun 2004 Rp. 478.385.792.915,- + tahun 2005 sebesar Rp.246.235.801.943,- ;Sedangkan menurut perhitungan fiskus dari Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp. 1.259.977.695.652,- yang dalam hal ini jumlahnya lebih besar perhitungan yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak ;


(11)

b. Dari hasil pemeriksaan bukti permulaan terhadap apa saja yang dilakukan oleh Terdakwa atas 14 perusahaan yg tergabung di dalam AAG, dengan modus operandi sebagai berikut :

Telah melakukan penjualan di bawah pasar, melakukan Hedging fiktif, membebankan biaya yang disebut sebagai biaya Jakarta dan Management Fee. Dengan demikian maka pembuatan atau pengisian SPT tidak dilakukan berdasarkan laporan hasil audit Kantor Akuntan PubIik, padahal perusahaan sesungguhnya telah diaudit, dan telah dibuat laporan hasil audit Kantor Akuntan Publik, dengan mencantumkan tanda "Tidak di audit" sekalipun sudah diaudit, bahkan kemudian SPT yang diajukan ke KPP ternyata berbeda dengan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik ;

Mencermati modus operandi a quo dan fakta fakta hukum di atas maka tentulah perbuatan Terdakwa telah dilakukan secara sengaja dan terencana adalah salah satu bentuk modus operandi penghindaran pajak "Tax Evation".

Dengan fakta hukum tersebut di atas dikaitkan dengan sistem perpajakan yang berlaku adalah "self assesment" Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri pajak yang seharusnya dibayar berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku, kemudian melaporkan jumlah pajak terutang dengan cara yang benar dan dilakukan beritikad baik didalam SPT kepada KPP setempat.

Makna itikad baik yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak atau kuasanya adalah menjadi bagian dari "aspek kepercayaan yang terkandung di dalam "self assesment" sehingga secara runtut akan diberikan pendekatan "'administrasi di dalam proses penyelesaian di seputar perpajakan yang menjadi bagian dari tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan fungsinya.

Akan tetapi sejak tahun 2005 tersebut Terdakwa tidak melakukan pembayaran atau mengikuti program pengampunan. Baru pada tahun 2008 tepatnya dengan surat AAG tanggal 07 Januari 2008, surat AAG No. 016/JKT/IIS-EXT/I/08 tanggal 17 Januari 2008 dan surat No.


(12)

035/JKT/IIS-EXT/I/08 tanggal 25 Januari 2008, PT. AAG ingin beraudensi dengan Direktur Jenderal Pajak, permohonan pemaparan perkara, dan permohonan untuk diterbitkan SKP kurang bayar, padahal persoalan PT. AAG telah dalam tahap penyidikan sehingga tidak mungkin diselesaikan secara administratif kecuali jika pajak terutang tersebut dilunasi.

Terlebih lagi bahwa menurut ketentuan Pasal 44 B UUP No. 28 Tahun 2007 : Ayat (1) : Penghentian penyidikan hanya dilakukan atas permintaan Menteri Keuangan. Ayat (2) : Penghentian penyidikan hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar.

Oleh karena itu Mahkamah Agung berpendapat bahwa sekalipun Direktorat Jenderal Pajak melakukan proses penyidikan akan tetapi masih termasuk lingkup pembinaan, hal mana sesuai dengan Pasal 44 B Undang-Undang KUP dengan persyaratan tertentu yang jelas limitatif untuk kepentingan penerimaan Negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke Pengadilan dan hanya dapat dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

Dengan demikian, peluang bagi Wajib Pajak atau kuasanya sejak dimulainya proses penyidikan hingga diajukannya perkara pidana pajak a quo tidak menunjukkan adanya itikad baik untuk menyelesaikan masalah perpajakan yang muaranya berbasis pada Tindak Pidana Perpajakan. Dengan hilangnya peluang penyelesaian secara administratif tersebut, maka harus dipandang telah diabaikannya peluang proses penyelesaian secara administrasi, oleh karena itu adalah sudah tepat jika Direktiorat Jenderal Pajak memilih dan menempuh "Law Enforcement" untuk menegakkan ketentuan perpajakan sebagaimana tersebut dalam dakwaan Penuntut Umum tanpa mengabaikan prinsip Ultimum Remidium.


(13)

Sekalipun dipahami bahwa kebijakan hukum pajak sebagai kebijakan yang bersifat aspek prevensi atau pencegahan namun karena hukum pajak termasuk hukum administrasi penal, maka pelaku tindak pidana perpajakan dalam hal tertentu jika melakukan pelanggaran atau kejahatan dibidang perpajakan diancam sanksi denda administrasi tetapi juga dapat dikenakan sanksi pidana (Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang KUP).

4) Tuntutan126

Tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tanggal 19 Desember 2011 sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa Suwir Laut alias Liu Che Sui alias Atak bersalah melakukan tindak pidana Perpajakan yaitu telah melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran ada hubungannya sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara sebagaimana dalam surat dakwaan Primair ; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa SUWIR LAUT alias LIU CHE SUI alias ATAK berupa pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar Terdakwa segera ditahan, ditambah dengan denda sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan ;

3. Menyatakan barang bukti berupa dokumen sejumlah 8144 item yang Dipergunakan dalam berkas perkara lain yaitu Tersangka Eddy Lukas, dkk ;

4. Menetapkan agar Terdakwa, membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,-(lima ribu rupiah).


(14)

5) Pertimbangan Hakim127

Terdakwa didakwa dengan dakwaan subsidaritas dengan dakwaan Primair melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf C jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan unsur-unsur yang terkandung :

1. Setiap orang ; 2. Dengan sengaja ;

3. Menyampaikan surat pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap ;

4. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara ; 5. Dilakukan secara berlanjut ;

Unsur-unsur diatas yang mana diperinci, sebagai berikut :

1. Setiap orang yang dimaksud adalah setiap subyek hukum baik selaku perorangan ataupun badan hukum, dalam diri Terdakwa sebagai subyek hukum dan setiap perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan tidak diketemukan adanya unsur pemaaf ataupun penghapus tanggung jawab atas perbuatannya, karena berdasarkan identitas yang telah dibenarkan menunjukkan unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan ;

2. Terdakwa selaku Tax Manager pada Asian Agri Group (AAG), berdasarkan fakta telah melakukan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan sadar mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan dan Penghasilan tidak sesuai dengan yang sebenarnya, hal mana terlihat dari hasil audit independen dari kelompok perusahaan itu sendiri yang memperlihatkan perbedaan hasil akhir dari penghasilan perusahaan ;

Perbuatan itu Terdakwa lakukan guna mengurangi pembayaran pajak yang semestinya dibayar oleh AAG (14 perusahaan yang tergabung di dalamnya) dan juga perbuatan itu dilakukan dengan menyatakan perusahaan yang pengisian dan penyampaian


(15)

SPT nya diwakili oleh Terdakwa, dengan demikian unsur dengan sengaja telah terbukti dan terpenuhi ;

3. Terdakwa selaku Tax Manager pada 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG yang diwakilinya mempunyai kewajiban mengisi dan menyampaikan laporan SPT tahun pajak Badan dan penghasilan mendasarkan pada pembukuan akhir tahun perusahaan-perusahaan tersebut, namun berdasarkan fakta di dalam perusahaan-perusahaan itu telah melakukan rekayasa-rekayasa harga pasar, membebankan biaya-biaya dan fee yang semestinya tidak ada, sehingga dari perbuatan itu dapat memperkecil penghasilan perusahaan dan dapat memperkecil pula pembayaran SPT Badan dan Penghasilan, padahal senyatanya tidaklah demikian hasil yang diperoleh jauh di atas dari yang dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak ;

Penyampaian SPT yang tidak benar ini juga terbukti adanya surat-surat ataupun pendekatan yang dilakukan oleh AAG untuk memperbaiki SPT-SPT dimaksud akan tetapi tidak dapat dilakukan karena atas hal tersebut telah dimulai penyidikan oleh DPK ;

Selain itu penyampaian SPT itu telah berlangsung sejak tahun 2002 s.d tahun 2005 dan telah merugikan pendapatan Negara sebesar Rp. 1.259.977.695.652,- (satu trilyun dua ratus lima puluh sembilan milyar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus sembilan puluh lima ribu enam ratus lima puluh dua rupiah) dengan demikian unsur inipun telah terbukti ;

4. Apa yang dilakukan oleh Ter dakwa dalam pengisian SPT Tahun Badan dan Penghasilan di dalam 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG telah mengakibatkan kerugian pendapatan Negara sebagaimana rincian dalam dakwaan Jaksa/Penuntut Umum yang keseluruhannya berjumlah Rp. 1.259.977.695.652,- (satu trilyun dua ratus lima puluh sembilan milyar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus sembilan puluh lima ribu enam ratus lima puluh dua rupiah) sehingga unsur inipun telah terbukti ;


(16)

5. Pengisian SPT yang dilakukan Terdakwa untuk 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG sejak tahun 2002 s/d tahun 2005 dapatlah dipandang sebagai perbuatan berlanjut.

Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut di atas unsur-unsur dalam Dakwaan Primair telah terbukti, maka sudah tepat bahwa Terdakwa haruslah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.

Dengan Pertimbangan, Terdakwa selaku Tax Manager AAG sekaligus sebagai Kuasa, Pegawai, wakil dari Wajib Pajak telah secara sengaja menganjurkan, membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan untuk dan atas nama 14 (empat belas) perusahaan (korporasi) yang tergabung di dalam AAG yaitu : 1. PT. Dasa Anugerah Sejati, 2. PT. Raya Garuda Mas Sejati, 3. PT. Saudara Sejati Luhur, 4. PT. Indo Sepadan Jaya, 5. PT. Nusa Pusaka Kecana, 6. PT. Andalas Inti Agro Lestari, 7. PT. Tunggal Junus Estate, 8. PT. Riguna Agri Utama, 9. PT. Rantau Sinar Karsa, 10. PT. Supra Matra Abadi, 11. PT. Mitra Unggul Pusaka, 12. PT. Hari Sawit Jaya, 13. PT. Inti Indo Sawit Subur, 14. PT. Gunung Melayu. Bahwa, Perbuatan Terdakwa berbasis pada kepentingan bisnis yang menguntungkan bagi 14 (empat belas) korporasi namun disisi lain telah mengakibatkan berkurangnya pendapatan Negara dari sektor pajak dari Pajak Penghasilan dan Pajak Badan yang jumlahnya menurut perhitungan dari Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp. 1.259.977.695.752,- (satu trilyun dua ratus lima puluh sembilan milyar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta senam ratus sembilan puluh lima ribu tujuh ratus lima puluh dua rupiah).

Sebagaimana dipertimbangkan di atas bahwa perbuatan Terdakwa berbasis pada kepentingan bisnis 14 (empat belas) korporasi yang diwakilinya untuk menghindari Pajak Penghasilan dan Pajak Badan yang seharusnya dibayar oleh karena itu tidaklah adil jika tanggung jawab pidana hanya dibebankan kepada Terdakwa selaku individu akan tetapi sepatutnya juga menjadi tanggung jawab korporasi yang menikmati atau memperoleh dari hasil Tax Evation tersebut ;


(17)

Sekalipun secara individual perbuatan Terdakwa terjadi karena ”mensrea” dari

Terdakwa, namun karena perbuatan tersebut semata-mata untuk kepentingan dari korporasi maka Mahkamah Agung berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Terdakwa adalah dikehendaki atau ”mensrea” dari 14 (empat belas) korporasi, sehingga dengan demikian

pembebanan tanggung jawab pidana ”Individual Liability” dengan “corporate liability” harus diterapkan secara simultan sebagai cerminan dari doktrin respondeat superior atau doktrin ”Vicarious Liability” diterapkan pertanggungan jawab pidana kepada korporasi atas

perbuatan atau prilaku Terdakwa sebagai personifikasi dari korporasi yang diwakilinya menjadi tugas dan tanggung jawab lagi pula apa yang dilakukan Terdakwa telah diputuskan secara kolektif ;

Mahkamah Agung menyadari gagasan menuntut pertanggung jawaban pidana korporasi belum diterima seutuhnya karena alasan yang sangat formal bahwa korporasi dalam perkara a quo tidak didakwakan ;

Namun perkembangan praktek hukum pidana telah mengintrodusir adanya pembebanan pertanggungan jawab seorang pekerja di lingkungan suatu korporasi kepada korporasi di tempat ia bekerja dengan menerapkan pertanggung jawaban fungsional sebagaimana telah dipertimbangkan diatas ;

Perkembangan hukum pajak di Belanda telah pula menerima pertanggung jawaban pidana dari korporasi karena pajak menjadi andalan anggaran pendapatan Negara yang dilandasi pada kepentingan praktis untuk menegakan hukum khususnya terhadap tindak pidana pajak badan atau korporasi dan Indonesia telah perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi sendi-sendi penegakan hukum di sektor perpajakan di Belanda.

Tentang pidana yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa diterapkan sistem pemidanaan Pasal 14 a, 14 b dan 14 c sekalipun difahami mungkin dipandang tidak tepat, namun hal tersebut mencerminkan titik berat tanggung jawab pidana lebih pada ketentuan


(18)

pemidanaan yang diatur di dalam undang-undang perpajakan dan tidak pada pendekatan retributif kepada pelaku individualnya tetapi lebih bertitik berat pada rasa keadilan khususnya pembayaran Pajak Pendapatan Penghasilan dan Pajak Badan dari 14 (empat belas) korporasi tersebut ;

Berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 241/PID/2012/PT.DKI. tanggal 23 Juli 2012

yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.

234/PID.B/2011/PN.JKT.PST. tanggal 15 Maret 2012 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut;

Oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum dikabulkan akan tetapi Terdakwa tetap dinyatakan bersalah serta dijatuhi pidana, maka biaya perkara pada semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ini dibebankan kepada Terdakwa.

6) Vonis

A. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 234/PID.B/-2011/PN.JKT.PST. tanggal 15 Maret 2012 yang amarnya menyatakan128 sebagai berikut :

1. Mengabulkan Eksepsi Prematur dari Penasehat Hukum Terdakwa ;

2. Menyatakan surat dakwaan Jaksa/Penuntut Umum terhadap Terdakwa Suwir Laut karena Prematur tidak dapat diterima ;

3. Menetapkan barang bukti tetap terlampir dalam berkas perkara129 ; 4. Menetapkan biaya perkara ini dibebankan kepada Negara.

B. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 241/PID.2012/PT.DKI. tanggal 23 Juli 2012 yang amarnya menyatakan130, sebagai berikut :

1. Menerima permintaan banding dari : Jaksa/Penuntut Umum ;

128 Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 2239K/Pid.Sus/2012, Hlm. 227-430. 129 Terlampir dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2239K/Pid.Sus/2012.


(19)

2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 234/PID.B/2011/-N.JKT.PST. tanggal 15 Maret 2012 yang dimohonkan banding tersebut ;

3. Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat Pengadilan kepada Negara

C. Putusan Mahkamah Agung No. 2239 K/Pid.Sus/2012. Pada tanggal 18 Desember 2012 yang amarnya menyatakan131 sebagai berikut :

Memperhatikan Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ; Mengadili :

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa/-Penuntut Umum Pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tersebut ;

Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 241/PID/2012/-PT.DKI. tanggal 23 Juli 2012 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 234/PID.B/2011/PN.JKT.PST. tanggal 15 Maret 2012 ;

Mahkamah Agung Mengadili Sendiri :

1. Menyatakan Terdakwa Suwir Laut alias Liu Che Sui alias Atak tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”Menyampaikan Surat Pemberitahuan Dan/Atau Keterangan Yang Isinya Tidak Benar Atau Tidak Lengkap Secara Berlanjut” ;

2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun ;


(20)

3. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak akan dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim karena Terdakwa dipersalahkan melakukan sesuatu kejahatan atau tidak mencukupi suatu syarat yang ditentukan sebelum berakhirnya masa percobaan selama 3 (tiga) tahun, dengan syarat khusus dalam waktu 1 (satu) tahun , 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam AAG/Asian Agri Group yang pengisian SPT tahunan diwakili oleh Terdakwa untuk membayar denda 2 (dua) kali pajak terutang yang kurang dibayar masing-masing132

4. Menetapkan barang bukti berupa.133

5. Membebankan Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

B. Analisa Kasus

Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa yaitu melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, benar termasuk kualifikasi Tindak Pidana Perpajakan.134

Telah terbukti berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa telah melakukan penjualan di bawah pasar, melakukan Hedging fiktif, membebankan biaya yang disebut sebagai biaya Jakarta dan Management Fee. Dengan demikian maka pembuatan atau pengisian SPT tidak dilakukan berdasarkan laporan hasil audit Kantor Akuntan PubIik, padahal perusahaan sesungguhnya telah diaudit, dan telah dibuat laporan hasil audit Kantor Akuntan Publik, dengan mencantumkan tanda "Tidak di audit" sekalipun sudah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Ernst & Young 2002 dan 2003 dan Kantor

132 Terlampir dalam Putusan Mahkamah Agung No.2239K/Pid.Sus/2012. 133 Terlampir dalam Putusan Mahkamah Agung No.2239K/Pid.Sus/2012.

134 Lihat Penjelasan Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007, Tindak Pidana Perpajakan

adalah informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undang-undang yang mengatur perpajakan.134


(21)

Akuntan Publik Paulus Hadiwinata, bahkan kemudian SPT yang diajukan ke KPP ternyata berbeda dengan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik ;

Tindak pidana pajak yakni, suatu perbuatan yang berhubungan dengan tindak kejahatan di bidang Perpajakan, yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana sesuai ketentuang undang-undang yang berlaku, biasanya kejahatan perpajakan ini dilakukan tanpa kekerasan, sehingga kejahatan ini masuk dalam kelompok kejahatan jenis Concursus Idealis, artinya memiliki basis dasar dari kejahatan tertentu seperti : Penggelapan, Penipuan, Pemalsuan dan Pencurian dan sebagainya.

Terdakwa didakwa melakukan penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar. Pengertian Surat Pemberitahuan Yang Isinya Tidak Benar adalah mengisi surat permberitahuan yang seluruh atau sebagian isinya palsu sehingga dikategorikan tidak benar. Oleh karena itu, palsu diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya yang tercantum dalam surat pemberitahuan itu. Pada hakikatnya, kejahatan ini dapat dikatakan sebagai pemalsuan surat pemberitahuan oleh wajib pajak.135

Lebih lanjut dapat diterangkan mengenai, Menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar boleh secara utuh (surat pemberitahuan dan keterangan) sebagai suatu kejahatan. Ataukah, berdiri sendiri antara surat pemberitahuan dengan ketrangan yang isinya tidak benar. Sementara itu, seluruh atau sebagian dari surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya palsu sehingga dikategorikan tidak benar. Oleh karena itu, palsu diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya tercantum dalam surat pemberitahuan dan/atau keterangan itu. Pada hakikatnya, kejahatan ini dapat dikatakan sebagai pemalsuan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang dilakukan oleh wajib pajak.136

135 M. Djafar Saidi & Eka Merdekawati Djafar, Kejahatan di Bidang Perpajakan (Jakarta : Rajawali

Pers, 2012), Hlm 48.


(22)

Disamping itu, Perbuatan terdakwa telah memenuhi rumusan pasal yang didakwakan yang meliputi unsur-unsur. Kejahatan menyampaikan surat pemberitahuan yang isinya tidak benar, memuat unsur sebagai berikut :

1. Dilakukan oleh setiap orang 2. Dengan sengaja

3. Surat pemberitahuan yang disampaikan itu isinya tidak benar 4. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa berbasis pada kepentingan bisnis 14 (empat belas) korporasi yang diwakilinya untuk menghindari Pajak Penghasilan dan Pajak Badan yang seharusnya dibayar oleh karena itu tidaklah adil jika tanggung jawab pidana hanya dibebankan kepada Terdakwa selaku individu akan tetapi sepatutnya juga menjadi tanggung jawab korporasi yang menikmati atau memperoleh dari hasil Tax Evation tersebut.

Berdasarkan atas pertimbangan tersebut, kurang tepat apabila hanya terdakwa (Suwir Laut) yang mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut, karena perbuatan itu didasari kehendak korporasi termasuk yang menjabat pada posisi sentral Asian Agri. Oleh karenanya, sudah seharusnya korporasi turut menanggung akibat dari perbuatan tersebut. Sebab, ini merupakan kesalahan korporasi dengan melalui karyawannya terkhusus Suwir Laut alias Liu Che Sui alias Atak sebagai tax manager untuk melakukan pemalsuan SPT yang dilakukan secara berlanjut.

Pihak-pihak yang melakukan kejahatan di bidang perpajakan tergolong sebagai pelaku delik pajak adalah wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.

Dalam hukum pajak yang menjadi subjek hukum adalah wajib pajak. Wajib pajak menurut pengertian Pasal 1 ayat 2 UU KUP adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban


(23)

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pada hakikatnya, wajib pajak tidak boleh terlepas dari konteks perorangan agar tetap dalam kedudukannya sebagai orang pribadi. Sementara itu, badan sebagai wajib pajak, dapat berupa badan tidak berstatus badan hukum dan badan yang berstatus badan hukum, baik yang tunduk pada hukum privat maupun yang tunduk pada hukum publik. 137

Subjek hukum perbuatan pidana di bidang perpajakan pada kasus ini adalah wajib pajak badan yang diwakili oleh karyawan perusahaan yang bernama Suwir Laut alias Liu che Sui alias Atak selaku tax manager, sebagaimana telah diuraikan tentang ruang lingkup subjek hukum yaitu dikenal Manusia (persoon) dan Badan Hukum (recht persoon). Dalam perkara tersebut perbuatan pidana berupa penyampaian surat pemberitahuan yang isinya tidak benar dilakukan oleh beberapa karyawan yang memiliki jabatan fungsional menjalankan tugas untuk kepentingan dan keuntungan perusahaan.

Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseoran terbatas, perseroan komanditer, perseoran lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa secara berlanjut sehingga bukan lagi merupakan pelanggaran Perpajakan yang hanya dikenakan sanksi administrasi. Sebagaimana diatur dalam Pasasl 13A yang berbbunyi, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Namun, bagi wajib pajak yang melanggar pertama kali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak dikenai sanksi pidana,

137Ibid., Hlm 33.


(24)

tetapi dikenasi sanksi administrasi. Karena dilakukan secara berturut-turut selama periode 2002-2005.

Perbuatan berlanjut (voorgezette handeling), diatur dalam Pasal 64 KUHP yang menyatakan, dalam hal aturan beberapa perbuatan meskipun perbuatan itu masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran sedemikian perhubungannya sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, maka hanya satu aturan pidana saja yang dikenakan, jika berlainan. Maka dipakai aturan dengan pidana pokok terberat.138

Mahkamah Agung memutus perkara ini dengan putusan yang menerapkan hukuman pemidanaan kumulatif, yaitu menghukum terdakwa dengan pidana penjara sekaligus menghukum 14 perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Group dengan hukuman denda sebesar dua kali jumlah pajak terutang atau kurang bayar.

Berdasarkan uraian kasus posisi sebelumnya, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Terdakwa secara bersama-sama dengan Eddy Lukas (EL), Lee Boon Heng (LBH), Yoe Gie (YG), Vincentius Amin Sutanto (VAS), Djoko Soesanto Oetomo (DO) dan Paulina Shih (PS), dengan merencanakan SPT tahunan PPH WP Badan fiktif untuk 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung di dalam Asian Agri Group. SPT dari 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam AAG Tahun Pajak 2002, 2003, 2004 dan 2005 diisi dengan tidak benar dan tidak lengkap. Di dalam SPT tertulis belum diaudit padahal faktanya telah diaudit. Terdapat rekening atas nama Harel dan Eldo untuk menampung dana pembebanan biaya-biaya fiktif. Unsur dengan sengaja dan perbuatan terdakwa Menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf C jo Pasal 43 UU KUP telah terpenuhi serta unsur menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan Dilakukan secara

138 Jur Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya (Jakarta :


(25)

berlanjut sesuai dengan dakwaan primair yang didakwakan Penuntut Umum telah terbukti. Maka, terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.

Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan Terdakwa Suwir laut alias Liu Che Sui alias Atak Terbukti secara Sah dan Meyakinkan Bersalah Melakukan Tindak Pidana ”Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau Keterangan Yang Isinya Tidak Benar Atau Tidak Lengkap Secara Berlanjut” dan menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama dua tahun dengan masa percobaan tiga tahun. Mahkamah Agung juga menghukum 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Group untuk membayar denda dua kali jumlah pajak terutang.

Berikut unsur-unsur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No.16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP yang didakwakan Penuntut Umum :

1. Setiap Orang 2. Dengan Sengaja

3. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap

4. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara 5. Dilakukan secara berlanjut

Penjelasan tentang unsur pasal yang didakwakan dengan relevansinya pada pokok perkara :

1) Unsur setiap orang, Terdakwa secara fungsional sebagai Tax Manager Asian Agri Group yang memegang andil dalam urusan perpajakan terhadap 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG. Termasuk merencanakan upaya penggelapan pajak.

2) Unsur dengan sengaja, Terdakwa dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan, dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atas nama 14 perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Group.


(26)

3) Unsur Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, bahwa terdakwa bersama rekannya mengisi dan menyampaikan SPT secara tidak benar dan tidak lengkap dan ditulis belum diaudit, padahal faktanya telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Ernst & Young.

4) Unsur dapat menimbulkan kerugian negara, perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.259.977.695.652,00 sebagaimana yang dihitung oleh DJP.

5) Unsur perbuatan berlanjut, perbuatan terdakwa dilakukan selama periode 2002-2005. Mahkamah Agung dalam perkara ini menyatakan mengadili sendiri. Oleh karena suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. Dengan demikian, Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan putusan yang dianggapnya tepat dan benar, setelah putusan pengadilan yang dikasasi dibatalkan.139

Bahwa perbuatan terdakwa tersebut seperti yang didakwakan Penuntut Umum adalah Perbuatan Pidana.140

Memperhatikan adanya unsur kesengajaan dan unsur tersebut telah terpenuhi, perlu diterangkan kembali agar lebih terang apa yang dimaksud dengan sengaja agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam penafsiran. Menurut Von Hippel, bahwa kesengajaan adalah kehendak untuk membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat dari perbuatan itu.141 Yang artinya seseorang tetap melakukan suatu perbuatan dengan menyadari konsekuensi dari perbuatan tersebut. Dalam hal ini terpidana melakukan perbuatan mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan dan Penghasilan tidak sesuai dengan yang sebenarnya dikategorikan sebagai kesengajaan dengan maksud, yaitu untuk mengurangi pembayaran pajak yang seharusnya dibayar oleh 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG. Terpidana selaku Tax Manager AAG dengan sengaja menyiapkan, mengisi dan

139 M. Yahya Harahap. Op. Cit, Hlm. 593.

140 Perbutan pidana (Strafbaar feit) menurut Simons adalah kelakuan yang diancam pidana yang

bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu dan bertanggung jawab.


(27)

menyampaikan SPT dari 14 (empat belas) perusahaan dibawah AAG pada tahun Pajak 2002, 2003, 2004, 2005 yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

Pada poin ke-3 putusan a quo, Mahkamah Agung menerapkan pidana bersyarat, yang pada amarnya menetapkan hukuman penjara selama 2 (dua) tahun kepada terdakwa Suwir Laut serta hukuman percobaan selama 3 (tiga) tahun sebagai syarat umum dan syarat khususnya menghukum 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam AAG membayar denda 2 (dua) kali jumlah pajak terutang.

Pidana Percobaan atau Pidana Bersyarat merupakan pidana yang menggantungkan syarat-syarat tertentu. Pidana Bersyarat menurut P.A.F Lamintang, adalah suatu pemidanaan yang pelaksanaanya oleh hakim telah digantungkan pada syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam putusannya.142 Muladi menyatakan, bahwa pidana bersyarat adalah suatu

pidana, dalam hal mana si terpidana tidak perlu menjalani pidana tersebut, kecuali bilamana selama masa percobaan terpidana telah melanggar syarat umum atau khusus yang ditentukan oleh pengadilan.143

Mengenai Pidana Bersyarat diatur dalam Pasal 14a-14f KUHP.144 Ketentuan tentang Pidana Bersyarat masih tetap terikat dengan ketentuan pasal 10 KUHP, hanya batas pidana yang dapat digunakan tidak akan lebih satu tahun penjara atau kurungan.145 Dalam Pasal 14a KUHP Hakim dapat menjatuhkan pidana atau kurungan “Maksimal satu tahun”, dalam putusannya hakim dapat memerintahkan agar putusan tidak perlu dijalani. Kecuali, jika di kemudian hari terdapat putusan yang menentukan lain, akibat dari si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaannya berakhir atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang ditentukan dalam putusan tersebut.146

142 P.A.F Lamintang, Hukum Penitentier Indonesia. Dalam Marlina, Hukum Penitensier (Bandung :

Refika Adiatama, 2011) Hlm. 135.

143 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat. Dalam Ibid.

144Marlina, Hukum Penitensier (Bandung : Refika Aditama, 2011). Hlm. 137. 145 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana. Ibid. Hlm 281.


(28)

Mengenai aturan lamanya pidana percobaan ini adalah bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal 492, 504, 505, 506, dan 536 KUHP maksimal tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya maksimal dua tahun.

Pidana bersyarat diperintahkan apabila147 :

1. Dijatuhkan pidana penjara maksimal 1 tahun

2. Dijatuhi pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti

3. Dijatuhi pidana denda, yang akan sangat memberatkan terpidana, tidak termasuk yang merupakan penghasilan negara, misalnya dalam delik narkotika sepanjang tidak diberlakukan pasal 30 ayat (2).

Pedoman Hakim dalam menjatuhkan Pidana Bersyarat, dengan

mempertimbangkan148 :

Pertimbangan yang bersifat Yuridis yaitu, pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan, antara lain :

a. Dakwaan jaksa penuntut umum b. Keterangan saksi

c. Keterangan terdakwa d. Barang-barang bukti.

Hal yang memberatkan dan meringankan dalam KUHP, terdiri dari : a. Jabatan (Pasal 52 KUHP)

b. Residivis atau Pengulangan (Titel 6 Buku 1 KUHP) c. Gabungan atau Samenloop (Pasal 65 dan 66 KUHP).

Berdasarkan uraian diatas, bahwa hukuman Pidana bersyarat yang diterapkan Mahkamah Agung adalah tidak tepat, karena telah jelas diterangkan diatas vide pasal 14a

147 Sianturi & Mompang L Panggabean, Hukum Penitensia di Indonesia (Jakarta : Alumni

Ahaem-Petahaem), Hlm. 131.


(29)

KUHP. Bahwa, ketentuan tersebut hanya dapat diterapkan pada hukuman berupa penjara atau kurungan maksimal satu tahun. Dengan demikain, Putusan a quo seharusnya tidak dapat dieksekusi karena tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dikarenakan telah menyalahi aturan KUHAP serta tidak relevan dengan ketentuan Hukum Acara Pidana.

Tindak pidana dalam perkara ini melibatkan korporasi (Asian Agri Group) yang dapat dikategorikan sebagai otak pelaku tindak pidana penggelapan pajak. Salah satu teori yang berkaitan erat disampaikan oleh Millar, dalam bukunya (white collar crime) menyatakan bahwa kejahatan korporasi (corporate crime) yang menjadi pelakunya adalah kalangan eksekutif dengan melakukan kejahatan untuk kepentingan korporasi dalam mencapai keuntungan.149 Terdakwa secara bersama dengan Eddy Lukas, Lee Boon Heng, You Gie, Vincentius Lucas Sutanto, Djoko Susanto Utomo dan Paulina Sih. Terdakwa merencanakan SPT tahunan PPH WP Badan fiktif untuk 14 perusahaan yang tergabung di dalam AAG. Meskipun perbuatan ini dilakukan oleh beberapa orang karyawan seperti yang telah disebutkan. Namun, pertanggung jawaban pidana dapat turut dilimpahkan kepada korporasi karena perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang memiliki jabatan fungsional yang menggunakan wewenang yang diberikan perusahaan serta menjalankan tugas untuk mencapai tujuan atau kepentingan perusahaan.150

Teori-teori pertanggungjawaban pidana korporasi151 yang dikenal, sebagai berikut :

1. Dokrtin pertanggungjawaban pidana langsung (Direct Liability Doctrine) perbuatan/kesalahan pejabat senior diidentifkasi sebagai perbuatan/kesalahan korporasi.

2. Doktrin pertanggungjawaban pidana pengganti (Vicarious Liability) bahwa majikan adakah penanggung jawab utama dari perbuatan pada buruh/karyawan.

149 Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, Op. Cit., Hlm. 24.

150http://hasanudinnoor.blogspot.com/2010/05/penerapan-pertanggungjawabankorporasi.html,

diakses pada 8 Juli 2015.


(30)

3. Doktrin pertanggungjawaban pidana yang ketat menurut UU (Strict Liability) pertanggungjawban pidana korporasi dapat juga semata-mata berdasarkan Undang-undang. Yaitu dalam hal korporasi melanggar atau tidak memenuhi kewajibam/kondisi/situasi tertentu yang ditentukan oleh Undang-undang.

Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan sengaja dan kesalahan, dalam pengertian hukum pidana dapat disebut ciri atau unsur kesalahan dalam arti luas, yaitu :

1. Dapat dipertanggungjawabkan pembuat

2. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya sengaja atau kesalahan dalam arti sempit (Culpa).

3. Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapuskan dapatnya dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.152

Perbuatan Pidana a quo dilakukan dengan sengaja. Von Hippel dalam bukunya tentang teori kehendak “Die Grenze von Vorsatz und Fahrlassigkeit, 1903. Sengaja, berarti akibat suatu perbuatan dikehendaki dan ini ternyata apabila akibat itu sungguh-sungguh dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu. Perbuatan tersebut merupakan kehendak dari terdakwa terutama korporasi.153

Mengenai Pertanggung jawaban pidana sebelum lebih jauh perlu kiranya diterangkan kembali, pertanggung jawaban pidana adalah pertanggung jawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya pertanggung jawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggung jawaban pidana pada

152 Jur Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya (Jakarta :

Softmedia, 2012), Hlm 173-174.


(31)

hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas kesepakatan menolak suatu perbuatan tertentu.154

Dalam hukum pidana dikenal asas gein straft zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan). Namun, khusus tindak pidana yang dilakukan atau melibatkan korporasi, dalam hal pertanggungjawabannya dapat dianut doktrin strict liability, yaitu pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan (meniadakan unsur kesalahan) ataupun doktrin vicaious liability

(tanggung jawab pengganti). Sehingga, korporasi dapat dipidana apabila memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana sesuai dengan perbuatan yang didakwakan tanpa harus membuktikan unsur kesalahannya terlebih dahulu ataupun jika telah terbukti, namun pertanggungjawabannya dapat dialihkan kepada majikan atau korporasi. Mahkamah Agung dalam perkara a quo menggunakan teori Vicarious Liability sebagai pertimbangannya, yaitu menggabungkan Individual Liability dengan Corporate Liability. Tetapi, terdapat kekeliruan fatal yang disadari, bahwa Korporasi tidak didakwakan atau dijadikan sebagai subjek hukum dalam dakwaan Penuntut Umum.

Barda N. Arief memandang Strict Liability sebagai pengecualian berlakunya asas tiada pidana tanpa kesalahan. Pada strict liability pembuatnya tetap diliputi kesalahan. Kesalahan dalam pengertian normatif. 155

Rancangan KUHP juga mengakui Strict Liability sebagai pertanggung jawaban pidana berdasar kesalahan, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 32 ayat 3 RUU KUHP. Ditentukan bahwa : untuk tindak pidana tertentu, undang-undang dapat menentukan bahwa seseorang dapat dipidana semata-mata karea telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana tanpa memperhatikan kesalahan. Anak kalimat tanpa memperhatikan kesalahan bukan berarti

154 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan menuju kepada Tiada Pertanggung Jawaban

Pidana Tanpa Kesalahan (Jakarta : Kencana, 2006), Hlm 68.


(32)

dalam Strict Liability pertanggung jawaban pidana dilakukan dengan mengabaikan kesalahan pembuat. Sebaliknya kesalahan dipandang ada, sekalipun tidak tampak bentuknya.156

Dalam Kapasitasnya, Mahkamah Agung terkesan telah melampaui batas kewenangannya (abuse of power) dalam memutus perkara a quo. Karena, Judex Juris dengan telah menyadari sebelumnya yang mana turut menghukum korporasi yang tidak didakwakan maupun disebut dalam tuntutan oleh Penuntut Umum dengan tanpa berpijak pada landasan hukum yang jelas. Penuntut Umum mengajukan dakwaan yang berbentuk subsidair, yaitu Dakwaan Primer : Melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang RI No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP; Dakwaan Subsider : Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 38 huruf b jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang RI No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berdasarkan pada ketentuan bahwa Dakwaan merupakan dasar dari pemeriksaan di persidangan dan putusan, seharusnya putusan a quo berakibat cacat hukum. Sebab, Judex Juris telah keliru dalam menerapkan hukum dengan menyalahi ketentuan dalam pasal 182 ayat (4) KUHAP yang menyatakan, bahwa musyawarah hakim wajib berdasarkan pada Surat Dakwaan serta segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan persidangan. Putusan a quo

dalam hal ini adalah tidak tepat karena hukuman terhadap korporasi tidak termuat dalam surat dakwaan dan telah menciderai keadilan dan kepastian hukum. Sebagaimana hukum yang dicita-citakan (Ius Constituendum.).157 Meskipun, setelah memperhatikan pertimbangan yang diuraikan terdapat kebenaran serta bermaksud menyelamatkan kerugian keuangan negara.158

156 Ibid., Hlm 84.

157 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), Hlm. 193.

158 Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti


(33)

Namun, hal tersebut tidak memiliki landasan hukum yang tepat karena tidak dimuat dalam surat dakwaan sebagai pedoman dalam mengadili suatu perkara pidana. Mengingat, Dakwaan merupakan dasar penting Hukum Acara Pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu dan putusan hakim hanya boleh mengenai peristiwa-peristiwa dalam batas itu.159

Disamping itu, Mahkamah Agung dalam putusan a quo terkesan memaksakan bahwa hukum yang berlaku di Republik ini wajib menuruti perkembangan hukum di belanda yang artinya membatasi lahirnya perangkat hukum nasional yang mandiri, melalui pertimbangannya yang menyatakan bahwa perkembangan hukum pajak di belanda telah menerima pertanggung jawaban pidana korporasi karena pajak menjadi andalan anggaran pendapatan negara yang dilandasi pada kepentingan praktis untuk menegakan hukum khususnya terhadap tindak pidana pajak badan atau korporasi dan Indonesia telah perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi sendi-sendi penegakan hukum di sektor perpajakan di Belanda. Mahkamah Agung dalam kapasitasnya sebagai penegak hukum, seharusnya mengerti bagaimana tata cara mengadopsi paham atau peraturan hukum negara lain secara baik dan benar. Sebelum dipergunakan sebagai bagian dari pertimbangan hukumnya dalam menjatuhkan sebuah putusan yang berkeadilan. Perihal ini tentu dapat berakibat pada buruknya reputasi penegakan hukum pada lembaga peradilan setingkat Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan puncak. Demikian pula berimbas terhadap citra lembaga Peradilan Umum yang menjadikan Mahkamah Agung sebagai panutan dalam penegakan hukum.

Penerapan sanksi yang tepat adalah, memprioritaskan sanksi pidana denda yang berorientasi pada pengembalian kerugian keuangan Negara. Penulis sependapat dengan pernyataan Simon Nahak dalam Bukunya berjudul, “Hukum Pidana Perpajakan”. Belliau menyatakan, Terdakwa atau Terpidana yang melakukan tindak pidana perpajakan yang


(34)

mengakibatkan kerugian negara, maka ia wajib membayar kerugian negara tersebut akibat dari perbuatannya yang melanggar hukum. Apabila terdakwa tidak mau membayar lunas, maka akan dikenakan hukuman pidana penjara dan membayar “lunas kerugian negara”. Apabila terdakwa atau terpidana tidak mau membayar kerugian negara, maka sanksi pidana yang diberlakukan sesuai dengan skala besarnya kerugian negara yang ditimbulkan. Lamanya pidana penjara mengacu pada skala kerugian negara, sehingga mencerminkan peradilan negara yang menegakkan hukum demi keadilan berdasarkan Pasal 3 ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang telah diubah dengan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 2 ayat 2 menentukan “Peradilan Negara menerapkan dan menegakkan Hukum dan Keadilan berdasarkan Pancasila.160


(35)

(36)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perbuatan pidana atau diistilahkan Tindak Pidana di bidang Perpajakan adalah suatu perbuatan yang pelakunya Wajib Pajak Pribadi/Natuurlijk Persoon (Orang, Pegawai Pajak, Pihak Ketiga yaitu Bank, Notaris, Konsultan Pajak, Kantor Admnistrasi, dll) dan Wajib Pajak Badan/Recht Persoon. Pada umumnya kejahatan tersebut berupa penghindaran terhadap pemungutan atau manipulasi atas laporan pajak yang dilakukan karena kelalaian atau sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada keuangan Negara.

Dalam hal Pertanggung Jawaban terhadap Manusia, perlu diperhatikan hal mendasar yaitu adanya Kesalahan meliputi Kesengajaan atau Kelalaian, Alasan Pemaaf dan bagaimana kemampuan bertanggung jawab daripada si pelaku. Sedangkan pertanggung jawaban terhadap Badan Hukum berpedoman pada tiga teori yang mengesampingkan kesalahan atau meniadakan asas Korporasi tidak dapat dipidana (Universitas Delinquere Non Potest) yaitu Identification Theory (Teori Identifikasi), Strict Liablity (Tanggung Jawab Langsung), Vicarious Liability

(Tanggung Jawab Pengganti). Ketiga teori ini meniadakan unsur kesalahan sehingga dapat dibebankan pertanggung jawaban terhadap korporasi. Ancaman pidana yang diatur dalam UU KUP adalah pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Ancaman pidana tersebut dilipat duakan apabila seseorang mengulangi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak pidana penjara yang dijatuhkan selesai dijalani.


(37)

2. Bahwa perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa telah memenuhi rumusan pasal serta unsur-unsur Tindak Pidana Perpajakan, yaitu dengan sengaja melakukan pemalsuan surat pemberitahuan dengan menyampaikan surat pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Mengenai pertanggung jawaban pidana, dalam putusannya Mahkamah Agung telah mempertimbangakan kerugian keuangan negara yang jumlahnya tidak sedikit sehingga memutuskan turut menghukum pertanggung jawaban korporasi untuk membayar denda dengan menerapkan teori Corporate Liability. Namun, Mahkamah Agung kurang mengindahkan Dakwaan Penuntut Umum yang tidak mencantumkan hal tersebut dalam surat dakwaannya.

B. Saran

1. Formulasi mengenai perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana dalam tindak pidana perpajakan perlu disempurnakan mengikuti perkembangan zaman khususnya perkembangan teknologi dan informasi agar tidak terdapat celah hukum untuk melakukan pelanggaran ataupun kejahatan. Sehingga kerugian keuangan negara dari hasil Tindak Pidana Perpajakan dapat diminimalisir bahkan menjadi mustahil.

2. Dibutuhkan pengawasan ketat dalam upaya pemungutan pajak meskipun berlaku Sistem Self Assesment, guna mengantisipasi terjadinya penghindaran pajak khususnya oleh wajib pajak badan serta mencegah adanya praktik pemerasan oleh pegawai DJP ataupun penyuapan oleh wajib pajak. Serta penting bagi Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk mempertimbangkan penetapan target pemungutan pajak secara realistis relevan dengan situasi perekonomian masyarakat. 3. Formulasi kebijakan terhadap tindak pidana perpajakan dipandang perlu untuk


(38)

berorientasi pada konsep pengembalian kerugian pada pendapatan penerimaan negara. Karena yang menjadi sasaran dalam penegakan hukum di bidang perpajakan adalah pengembalian dan/atau pelunasan utang pajak oleh Wajib Pajak. Sehingga, lebih bermanfaat bagi pengembalian kerugian negara dan meningkatkan pendapatan penerimaan dan devisa bagi negara. Dengan demikian, Sanksi Pidana tetap merupakan Ultimum Remedium dalam proses penegakan hukum terutama di bidang perpajakan.


(39)

BAB II

FORMULASI PERBUATAN PIDANA DAN PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERPAJAKAN

A. Perbuatan Pidana dalam Lingkup Perpajakan

Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagaimana dinamakan

“Perbuatan Pidana” juga disebut orang dengan “delik”. Menurut wujudnya atau sifatnya,

perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang antisosial.43

Dalam literatur Hukum Pajak belum dilahirkan secara tegas definisi dari Tindak Pidana Perpajakan baik oleh para ahli maupun akademisi dan dalam undang-undang pajak sendiri tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Perpajakan.

Berikut pendapat beberapa ahli tentang definisi Pajak dan Hukum Pajak :

Menurut Rochmat Sumitro, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.44

Menurut P.J.A. Adriani, Guru Besar Hukum Pajak Universitas Amsterdam mengatakan bahwa Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

43 Bachtiar Agus Salim dalam Djoko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia (Yogyakarta, Liberty,

1988), Hlm. 107.


(40)

pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara harus menyelenggarakan pemerintahan.45

Tindak Pidana Perpajakan merupakan tindak pidana khusus yang diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lex Specialis)46. Segala bentuk pelanggaran ataupun kejahatan yang termasuk delik47 perpajakan harus diadili berdasarkan undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku serta peraturan terkait lainnya.

Tindak Pidana Pajak adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan tindak kejahatan di bidang perpajakan, yang pelakunya dapat dikenakan Hukum Pidana sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Biasanya, kejahatan perpajakan ini dilakukan tanpa kekerasan, sehingga kejahatan ini masuk dalam kelompok kejahatan jenis Concursus Idealis, artinya memiliki basis dasar dari kejahatan tertentu seperti : Penggelapan, Penipuan, Pemalsuan, Pencurian dan sebagainya.48

Dalam UU Perpajakan tidak dijelaskan apa yang dimaksud Tindak Pidana pajak, namun demikian dalam kepustakaan hukum dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana (delict) adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Apabila ketentuan yang dilanggar berkaitan dengan Undang-undang perpajakan, disebut dengan tindak pidana pajak dan pelakunya dapat dikenakan hukum pidana (termasuk yang diatur dalam undang-undang pajak) sebenarnya merupakan senjata pamungkas (terakhir) atau Ultimum Remedium yang akan diterapkan apabila sanksi administrasi dirasa belum cukup untuk mencapai penegakan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Oleh

45 Boediono. B, Op. Cit., hlm 8.

46 Aziz Syamsudin, Tindak Pidana Khusus (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), Hlm. 8.

47 Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap

undang-undang tindak pidana.

48 Rochim, Modus Operandi Tindak Pidana Pajak dalam Simon Nahak, Hukum Pidana Perpajakan,


(41)

karenanya, tidak heran apabila dalam undang-undang perpajakan juga mengatur masalah ketentuan pidana.49

Undang-undang Penanaman Modal pula yang mengatur tentang pengertian Tindak Pidana Perpajakan secara parsial. Dalam Penjelasan Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi Tindak Pidana perpajakan adalah informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undang-undang yang mengatur perpajakan.50

Kapan seseorang dikatakan telah melakukan tindak pidana pajak? Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu baru dapat diketahui bila telah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh pemeriksa pajak dan diperoleh bukti-bukti bahwa Wajib Pajak benar melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 38 yang memuat unsur subjektif berupa karena keaalpaan, unsur objektifnya : tidak menyampaikan surat pemberitahuan, atau menyampaikan surat pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, merugikan keuangan negara dan Pasal 39 yang memuat unsur subjektif yaitu dengan sengaja, dan unusr objektifnya : tidak mendaftarkan diri atau tidak melaporkan usaha, menyalahgunakan NPWP, tidak menyampaikan Surat pemberitahuan, menyampaikan Surat pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, menolak dilakukan pemeriksaan, tidak menyelenggarakan pembukuan di Indonesia, tidak menyimpan buku atau catatan pembukuan yang dikelola secara elektronik, tidak menyetorkan pajak, dan merugikan keuangan negara.51

49 Wirawan B Ilyas & Richard Burton, Hukum Pajak (Jakarta : Salemba empat, 2004), Hlm 73-74. 50 Pasal 33 Ayat 3 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007.


(42)

Tindak Pidana52 di bidang Perpajakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh

wajib pajak pada umumnya berupa penghindaran terhadap pemungutan atau manipulasi atas laporan pajak yang melanggar ketentuan hukum pajak dan/atau undang-undang perpajakan.

Perbuatan Pidana atau Tindak Pidana Perpajakan dalam lingkup perpajakan, meliputi : 1. Tindak Pidana oleh Aparat Pajak

Tindak pidana yang dapat dilakukan oleh pihak fiskus dan diancam dengan sanksi pidana terdapat dalam :

a. Pasal 34 UU KUP, ketentuan ini memuat larangan bagi pejabat memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya guna menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Larangan tersebut juga berlaku bagi tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pelanggaran terharap ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 41 UU KUP yang menyatakan bahwa Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan sebagaimana dimaksud, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan dendea paling banyak Rp 4.000.000. pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak 10.000.000 tetapi, pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan, maupun pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dikecualikan dari ketentuan ini. Delik yang ini merupakan delik aduan. b. Pasal 36 KUP, apabila petugas pajak dalam menghitung atau menetapkan pajak tidak

sesuai dengan UU Perpajakan yang berlaku sehingga merugikan negara, maka

52 Pompe, Tindak Pidana adalah Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang

dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman trhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.


(43)

petugas pajak yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-undang Perpajakan yang berlaku.

2. Tindak pidana oleh Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

Tindak pidana yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dan Penanggung Pajak dan diancam dengan sanksi pidana dapat dilihat dalam :

a. Pasal 38 UU KUP, pasal ini mengatur mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh orang, yang karena kealpaannya tidak menyampaikan surat pemberitahuan, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan , tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga menimbulkan kerugian negara. Ancaman pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana tersebut adalah ancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

b. Pasal 39 UU KUP, Pasal ini mengatur mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh setiap orang dengan sengaja :

1. Tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan, atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau

2. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau

3. menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau

4. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; atau

5. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau

6. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku catatan, atau dokumen lainnya; atau

7. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atai dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian keuangan pada pendapatan negara.


(44)

Ancaman pidana bagi mereka yang melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut di atas adalah ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Ancaman pidana tersebut dilipat duakan apabila seseorang mengulangi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak pidana penjara yang dijatuhkan selesai dijalani.

Setiap orang yang mencoba untuk menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan /atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, diancam dengan ancaman pidana penjara paling lama dia tahun dan denda paling banyak empat kali jumlah restitusi yang dimohon dan/atau kompensasi yang dilakukan oleh wajib pajak.

c. Pasal 5 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001, UU ini memuat tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berkaitan dengan pasal ini , tindak pidana yang dimaksud adalah jika seseorang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atai tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Tindakan ini dikenakan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 250.000.000.

d. Pasal 24-26 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No. 2 Tahun 1994, Pasal-pasal ini mengatur mengenai tindak pidana berkaitan dengan pajak bumi dan bangunan. Pasal


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat Rahmat dan Karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulisan Skripsi merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, skripsi ini mengankat judul

“Analisa Yuridis Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K/Pid.Sus/2012)”

Selama proses penulisan sampai pada selesainya penulisan skripsi ini, sangat banyak kontribusi berupa Ilmu, Doa serta Motivasi yang tak hentinya dilimpahkan berbagai pihak kepada penulis, maka pada kesempatan yang sangat berharga ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. M. Hamdan., S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

7. Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar., S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I Penulis, yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan, pengarahan dan nasehat kepada penulis sampai pada selesainya penulisan skripsi ini.

8. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum., yang telah memberikan bimbingan, pencerahan, solusi serta motivasi kepada penulis sehingga proses pengerjaan hingga penyelesaian pada skripsi ini sesuai harapan penulis.

9. Bapak Affan Mukti, S.H., M. Hum selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan petunjuk dan motivasi akademik kepada penulis baik di dalam maupun diluar waktu perkuliahan.

10.Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang secara tulus memberikan ilmunya kepada penulis baik di dalam maupun diluar proses perkuliahan.

11.Kepada Orang Tua Penulis Ayahanda Ng Seng Hwi dan Ibunda Sie Guek Choa, orang terpenting bagi penulis setelah Sang Kausal Prima Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa mencurahkan perhatian, kasih sayang, memanjatkan doa serta memberi dukungan secara moril maupun materil kepada penulis sampai pada penyelesaian skripsi ini.

12.Kepada Abang dan kakak penulis Meirany, S.S., Gunawan Kristanto, Gunadi Kristanto, Linda Swaty, S.E. yang terus memberi dukungan kepada penulis.

13. Kepada Kawan-kawan Grup A, sungguh suatu kebanggaan dapat mengenal kalian saat kali pertama memulai perkuliahan sampai dengan saat ini dan harapannya kelak, ungkapan terima kasih terkhusus penulis ucapkan kepada Sdr Yogi, Agik, Harits, Junanda, Pratiwi, Larissa, Eric, Yuendris, William, Novia, Oktaviani, Stella, Syahdani, Faisal, Baim, Defri, Astri, Kathy, Fikri, Michael, Calvin, Yegar, Roland, Roni, Herry,


(3)

Elizer. Kenangan ketika suka dan duka bersama akan tetap melekat dalam memori penulis.

14.Kepada Rekan-rekan Seperjuangan yang siap membela dan melindungi Kaum Marhaen (Termarjinalkan), terkhusus penulis ucapkan kepada : Bung Bruno, Bung Tumpal, Bung Jenrico, Bung Pir, Bung Efraim, Bung Ardi, Bung Nael, Bung Theo, Bung Leo, Bung Masslon. Kepada Sarinah Yosephine, Sarinah Conny, Sarinah Gelora, Sarinah Putri, Sarinah Stevani, Sarinah Vonny. Sang Pejoeang Pemikir, Pemikir Pejoeang. Sebuah apresiasi menjadi bagian dari perjuangan ini. Tetap Teguhkan idealisme dan dedikasikan kepada mereka yang luput dari perhatian. GmnI... JAYA! Marhaen... MENANG!

15.Kepada kawan-kawan satu team Kompetisi Peradilan Semu Tingkat Nasional di Universitas Negeri Semarang, Sdr Hadyan Purba, Sarjit Shandu, Andreas Simangunsong, Ronny Meliala, Taufik, Rizky, Ridho, Intan Pasaribu, Nida Nasution, Diba Nasution, K’Denny, K’Mentari, K’Donna sebutan saudara mungkin tak cukup menggambarkan keakraban kita setelah melalui proses panjang yang begitu luar biasa, pro-kontra, suka-duka, yang telah mendewasakan dan memperkuat jalinan hubungan ini. Penulis sangat mensyukuri bisa menjadi bagian dalam proses tersebut, semoga kelak masih ada peluang mengikuti kompetisi dengan komposisi personil yang serupa. 16.Kepada Rangers Hukum USU : Denny Satria, Richard, Thomas, Wisely, Yudifri,

Helbert Wijaya, Leonardo, Steven Khosasih, Yos Kelvin, Fredy Chayadi besar harapan kita tetap solid, sukses dalam memperjuangkan karir dan cita-cita.

17.Kepada Kawan-kawan IMADANA (Ikatan Mahasiswa Pidana) Stambuk 2011, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Mari bersama tegakkan hukum di Republik ini, dimanapun berada kita tetap SATU, Hidup IMADANA!


(4)

18.Kepada kawan-kawan satu Almamater khususnya Stambuk 2011, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

19.Berbagai pihak yang telah mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga senantiasa diberkahi Kesehatan dan Dimudahkan Langkahnya.

Medan, Maret 2016 Penulis


(5)

ANALISA YURIDIS PERBUATAN PIDANA DAN PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERPAJAKAN (STUDI PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 2239 K/PID.SUS/2012)

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Pengertian Perbuatan Pidana ... 9

2. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana ... 13

3. Pengertian Sanksi Pidana ... 15

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II FORMULASI PERBUATAN PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERPAJAKAN A. Perbuatan Pidana dalam lingkup Perpajakan ... 21

1. Subjek Hukum Pidana ... 35

2. Unsur Perbuatan Pidana ... 39

B. Pertanggung Jawaban Pidana dalam Tindak Pidana Perpajakan .... 49 1. Orang Perorangan (Natuurlijke Persoon)


(6)

b. Kesengajaan dan Kelalaian ... 57

c. Kemampuan Bertanggung Jawab ... 59

d. Alasan Pemaaf ... 60

2. Badan Hukum/Korporasi (Recht Persoon) ... 67

C. Sanksi Pidana Perpajakan ... 78

BAB III ANALISA KASUS PADA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG (NOMOR : 2239 K/PID.SUS/2012) A. Kasus Posisi 1. Kronologis ... 84

2. Dakwaan ... 89

3. Fakta Hukum ... 89

4. Tuntutan ... 94

5. Pertimbangan Hakim ... 95

6. Vonis ... 100

B. Analisa Kasus ... 102

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 122


Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung

2 84 105

Pertanggung Jawaban atas Pemblokiran Rekening Nasabah Bank (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013)

4 75 94

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA MUCIKARI DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN

0 9 55

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 9

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 1

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 1 17

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 1 54

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012) Chapter III IV

0 0 34

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 4