Tinjauan Yuridis Penggunaan Formulir Akta Jual Beli Kapling Perumahan Oleh Ppat Di Kota Medan

36

BAB II
PELAKSANAAN JUAL BELI KAPLING PERUMAHAN DENGAN
MENGGUNAKAN FORMULIR AKTA JUAL BELI DI KOTA MEDAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
Hidup bermasyarakat mengandung arti bahwa, manusia atau setiap individu
saling ketergantungan dengan manusia atau individu lainnya. Hal tersebut tercermin
dari berbagai aktifitas yang dilakukan seperti tukar menukar, pinjam meminjam, jual
beli terhadap barang atau jasa dan sebagainya. Semua aktifitas tersebut akan menjadi
dasar lahirnya suatu perjanjian, karena adanya perikatan untuk saling mengikatkan
diri satu sama lainnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Yunirwan Rijan
mengutip pendapat Subekti yang menyatakan bahwa :“Dalam kehidupan sehari-hari,
istilah kontrak dipakai ketika seseorang ingin menyewa rumah, tempat usaha, atau
bekerja di sebuah perusahaan swasta. Dalam arti lebih sempit, istilah kontrak
pemakaiannya ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis”.65
Contohnya dapat dilihat pada perjanjian jual beli, perjanjian kerjasama,
perjanjian pemborongan pekerjaan, perjanjian utang-piutang, dan lain sebagainya.
Bila seorang kontraktor akan menerima pekerjaan merenovasi sebuah rumah maka
kontraktor tersebut membuat perjanjian pemborongan pekerjaan dengan pemilik

rumah. “Dalam pengertian sederhana, perjanjian/kontrak adalah kesepakatan antara
dua orang atau lebih tentang sesuatu hal, baik dibuat secara tertulis atau lisan. Para

65

Yunirman Rijan dan Ira Koesoemawati, Cara Mudah Membuat Surat Perjanjian/Kontrak
dan Surat Penting Lainnya, Cetakan Pertama, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009, hal. 5.

36
36

37

pihak yang membuat perjanjian/kontrak. Kini, semua perjanjian/kontrak dibuat dalam
bentuk tertulis dengan maksud untuk memudahkan pembuktian di kemudian hari”. 66
1.

Perjanjian Merupakan Sumber Perikatan
Perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak merupakan sumber perikatan


dan mengikat kedua belah pihak atau yang menandatanganinya sejak tanggal
ditandatanganinya perjanjian tersebut. Perjanjian yang dibahas dalam penelitian ini
adalah yang dimaksudkan dalam Buku III KUHPerdata. Di dalam KUHPerdata
ditulis mengenai rumusan tentang perikatan yaitu pada Pasal 1233 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa : “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan maupun
karena undang-undang”. Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa perikatan
itu terjadi dikarenakan oleh suatu persetujuan antara kedua belah pihak ataupun oleh
beberapa pihak. “Perikatan itu dapat juga terjadi bukan atas kemauan sendiri tetapi
karena dilahirkan oleh undang-undang”.67
Kata “Perikatan” (verbintenis) mempunyai arti lebih luas dari pada
“Perjanjian”. Menurut R. Subekti :
Buku III BW berjudul Perihal Perikatan, perikatan (verbintenis) mempunyai
arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”, sebab dalam buku III itu
diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada
suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari
perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan
yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan
persetujuan (zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan
pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Adapun
yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III BW itu adalah suatu hubungan

66

Ibid., hal. 5-6.
Samuel M.P. Hutabarat, Penawaran dan Penerimaan Dalam Hukum Perjanjian, Grasindo,
Jakarta, 2010, hal. 24.
67

37

38

hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak.
Satu orang untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan
orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Buku II mengatur
perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang (hak-hak
perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi objek juga suatu benda. Oleh
karena sifat hukum yang memuat dalam Buku III itu selalu berupa suatu
tuntut menuntut, maka isi Buku III itu juga dinamakan hukum perhutangan.
Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak yang berpiutang atau krebitur,
sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang

atau debitur. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan prestasi,
yang menurut undang-undang dapat berupa :
1. Menyerahkan suatu barang.
2. Melakukan suatu perbuatan.
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.68
Buku III KUHPerdata tidak ada memberikan suatu defenisi dari perikatan.
Namun ada beberapa ahli hukum memberikan defenisi tentang perikatan. Menurut
Mariam Darus Badrulzaman, “perikatan adalah hubungan yang terjadi di atara dua
orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan hukum harta kekayaan, dimana
pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi
itu”.69 Sementara itu, J. Satrio menyatakan bahwa :
Mengenai istilah verbintenis terjemahannya dalam Bahasa Indonesia masih
belum ada kesatuan pendapat. Ada yang menggunakan istilah “perutangan”,
ada yang menggunakan istilah “perikatan”, ada yang menggunakan kedua
istilah tersebut bersama-sama, malahan ada yang mengusulkan istilah
“perjanjian” untuk mengganti verbintenis, sekalipun diberikan arti yang luas,
meliputi juga yang muncul dari hukum Adat dan segi lain lebih sempit dari
verbintenis yang selama ini dikenal, karena tidak meliputi yang lahir dari
undang-undang saja (uit de wet allen) dan yang lahir dari
onrechtmatigedaad.70


68

R. Subekti, Op.cit., hal. 122-123.
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku ke III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasan, Alumni, Jakarta, 1998, hal. 1.
70
J. Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1993, hal. 1.
69

38

39

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan di atas, maka hal tersebut
memberikan kejelasan bahwa suatu perjanjian yang dibuat itu telah menimbulkan
perikatan bagi pihak-pihak yang membuatnya dan hak serta kewajiban dengan
sendirinya harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak, seperti halnya jual beli
perumahan oleh pengembang atau developer, di mana pihak pengembang atau
developer menjual kapling perumahannya kepada para konsumen yang membeli

kapling perumahan tersebut. Para konsumen sebagai pembeli membayar harga rumah
sesuai dengan kesepakatan berdasarkan perjanjian jual beli yang telah ditandatangani
oleh para pihak.
2.

Asas-Asas Hukum Perjanjian
Jual beli kapling perumahan yang dilakukan oleh pengembang kepada para

konsumen merupakan perjanjian jual beli kapling perumahan yang menggunakan
formulir akta jual beli. Formulir akta jual beli harus memuat asas-asas untuk
keabsahan suatu perjanjian yang benar karena untuk pembuatan perjanjian jual beli
kapling perumahan tersebut oleh pengembang harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping itu beberapa ahli hukum telah memberikan penjelasan-penjelasan hakikat
dari suatu perjanjian dan untuk lebih mendalami hal tersebut maka di bawah ini akan
dibahas asas-asas yang harus termuat dalam suatu perjanjian.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dalam hukum perjanjian terdapat
beberapa asas, antara lain :

39


40

1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi). Asas ini biasa
disebut juga dengan asas kebebasan berkontrak. Dalam Pasal 1320 ayat (1)
KHUPerdata disebutkan bahwa, “para pihak sepakat untuk mengikatkan
dirinya”. Hal ini terlihat bahwa masing-masing pihak ada kemauan secara
sukarela untuk saling mengikatkan diri pada suatu kondisi yang dikehendaki
bersama.
2. Asas konsensualisme. Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan
Pasal 1338 KUHPerdata. Dinyatakan dalam pasal-pasal tersebut bahwa setiap
orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan keinginannya
dalam suatu perjanjian.
3. Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel). Asas ini menyatakan bahwa dengan
mengadakan perjanjian maka masing-masing pihak akan memegang janjinya,
dengan demikian akan tumbuh atau muncul kepercayaan antara pihak yang
satu dengan pihak yang lain, sehingga masing-masing pihak akan memberikan
prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati bersama.
4. Asas kekuatan mengikat. Asas ini menyatakan bahwa dalam suatu perjanjian
terkandung makna asas kekuatan mengikat, karena masing-masing pihak yang

berjanji terikat untuk melakukan yang telah diperjanjikan, namun tidak
semata-mata terbatas pada apa yang telah diperjanjikan, tetapi juga terhadap
beberapa unsur lain sepanjang hal tersebut dikehendaki oleh kebiasaan dan
kepatutan serta moral.
5. Asas persamaan hukum. Asas ini menyatakan bahwa masing-masing pihak
mempunyai kedudukan dan persamaan derajat tanpa dibedakan satu dengan
yang lainnya oleh karena perbedaan warna kulit, bangsa, kekayaan,
kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing menghormati perbedaan ini
sebagai ciptaan Tuhan.
6. Asas keseimbangan. Pelaksanaan daripada perjanjian tersebut adalah menjadi
kehendak dari kedua belah pihak yang berjanji. Asas ini juga merupakan
kelanjutan dari asas persamaan hukum. Seorang kreditur mempunyai kekuatan
untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut perluasan prestasi
melalui kekayaan debitur, namun kreditur juga harus memikul beban untuk
melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik. Kedudukan kreditur
yang lebih kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad
baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
7. Asas kepastian hukum. Perjanjian mempunyai kekuatan mengikat bagi kedua
belah pihak karena perjanjian tersebut menjadi undang-undang bagi para


40

41

pihak yang membuatnya dan oleh karenanya perjanjian tersebut mempunyai
kepastian hukum.
8. Asas moral. Asas ini terlihat dalam perikatan yang wajar, dimana suatu
perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk
menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam
zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan secara
sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk
meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, juga asas ini terdapat dalam
Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang
bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut berdasarkan pada
kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.
9. Asas kepatutan. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata, asas ini berkaitan dengan
ketentuan-ketentuan yang dibuat di dalam perjanjian tersebut. Hal ini yang
menjadi ukuran tentang hubungan dan rasa keadilan yang satu dengan yang
lainnya.
10. Asas kebiasaan. Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo Pasal 1347 KUHPerdata

yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya
mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang
dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.71

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas mengenai asas-asas yang
terdapat dalam suatu perjanjian, maka jual beli kapling perumahan oleh pengembang
kepada para konsumen dengan menggunakan Formulir Akta Jual Beli diharapkan
dapat memenuhi beberapa asas tersebut.
3.

Jenis-Jenis Perjanjian
Penelitian ini juga membahas mengenai jenis-jenis perjanjian pada umumnya,

sehingga dari hal tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan formulir akta jual beli
oleh pengembang tersebut termasuk dalam suatu jenis perjanjian yang akan

71

Mariam Darus Badrulzaman, Loc.cit., hal. 108-115.


41

42

diutarakan di bawah ini. Ada beberapa jenis perjanjian dalam ruang lingkup hukum
perjanjian, antara lain :
a.

Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak
Menurut Abdulkadir Muhammad “perjanjian timbal balik (bilateral contract)

adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak”.72
Perjanjian ini merupakan kegiatan yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa dan lain sebagainya.
“Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang hanya memberikan atau
membebankan kewajiban kepada salah satu pihak saja tanpa diikuti penerimaan hak
dan memberikan hak kepada pihak yang lainnya tanpa dikuti dengan kewajiban”.73
Perjanjian ini dapat diberikan contoh seperti : pemberian hadiah, hibah dan lain
sebagainya. Dalam hal tersebut, pihak pemberi hadiah ataupun pemberi hibah
diwajibkan untuk menyerahkan benda yang menjadi objek dari perikatan tersebut,
sedangkan pihak lainnya berhak untuk menerima benda yang diberikan atau
dihibahkan tersebut.
b. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban
“Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi
salah satu pihak saja, dan contohnya hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah
perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra

72
73

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 1.
Ibid., hal. 2.

42

43

prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut
hukum”.74
c.

Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang memiliki nama tersendiri. Dengan

kata lain, bahwa perjanjian-perjanjian tersebut telah diatur dan diberi nama oleh
pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Perjanjian bernama terdiri dari :
1. Perjanjian yang terdapat dalam Buku III KUHPerdata Bab V – Bab XVII.
Contohnya : jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian kerja,
persekutuan perdata, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam pakai,
pinjam pakai habis, bunga tetap, persetujuan untung-untungan, pemberian
kuasa, penanggung dan perdamaian;
2. Perjanjian yang diatur dalam KUHD. Contohnya : perjanjian perwalian
khusus, perjanjian jual beli perniagaan, makelar, dan asuransi; dan
3. Perjanjian yang diatur dalam Undang-Undang khusus. Contohnya : Perseroan
Terbatas, perjanjian pengangkutan udara, Koperasi, dan Yayasan.75
Sedangkan perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tumbuh
berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam mengadakan suatu perjanjian.
Perjanjian tidak bernama ini tidak diatur dalam KUHPerdata, akan tetapi di dalam
kehidupan sehari-hari telah sering terjadi di masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak
terbatas, hal ini dikarenakan perjanjian tersebut disesuaikan dengan kebutuhan para
pihak yang akan membuat perjanjian tersebut, misalnya perjanjian kerjasama,
perjanjian pemasaran, perjanjian kuasa dan sebagainya.76

74

Ibid., hal. 3.
Much. Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, Cetakan
Pertama, Visimedia, Jakarta, 2010, hal. 14.
76
Ibid., hal. 14.
75

43

44

d. Perjanjian Kebendaan (Zakelijke Overeenkomst) dan Perjanjian Obligatoir
“Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda yang dialihkan atau
diserahkan (transfer of title) kepada pihak lain”.77
Sedangkan perjanjian obligatoir berdasarkan Pasal 1314 KUHPerdata adalah
perjanjian di antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan
penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).
Berdasarkan KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan
beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli dan untuk beralihnya hak
milik bendanya masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyerahan. 78
Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian konsensuil sudah memiliki
kekuatan mengikat karena telah tercapai persesuaian kehendak (ada kata sepakat) di
antara kedua belah pihak dalam melakukan suatu perikatan. Sedangkan perjanjian riil
berlaku atau dianggap sah apabila telah terjadi penyerahan barang (levering).
Contohnya : perjanjian penitipan barang yang tercantum dalam Pasal 1694
KUHPerdata dan lain-lain.
e.

Perjanjian Campuran (Contractus Sui Generis)
Perjanjian campuran yaitu perjanjian yang mengandung dua atau lebih ketentuanketentuan Undang-Undang dari Perjanjian Bernama. Dengan kata lain, Perjanjian
campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian.
Sebagai contoh seorang pemilik rumah yang menyewakan kamar atau sebagian
ruangan rumahnya (yang mana dalam hal ini tergolong dalam sewa menyewa),
akan tetapi juga menyajikan makanan kepada penyewa kamar atau sebagian
ruangan rumah tersebut (yang dalam hal ini tergolong dalam jual beli). 79

77
Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hal. 67.
78
Ibid., hal. 20.
79
Anke Dwi Saputro (Editor), 100 Tahun Ikatan Notaris Indonesia : Jati Diri Notaris
Indonesia Dulu, Sekarang, dan Masa Datang, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2008, hal. 82.

44

45

Berdasarkan yang telah diuraikan di atas mengenai beberapa jenis perjanjian,
maka dalam penggunaan Formulir Akta Jual Beli oleh pengembang tersebut adalah
termasuk dalam beberapa jenis yaitu perjanjian timbal balik, perjanjian tidak
bernama, perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir.
4.

Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian
Sebagaimana suatu perjanjian biasa, maka jual beli kapling perumahan yang

menggunakan formulir akta jual beli oleh pengembang tersebut memiliki syaratsyarat yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu, perlu untuk diketahui syarat-syarat sah
perjanjian pada umumnya seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata
antara lain :
1. Kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri (detoestemning);
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid);
3. Suatu hal tertentu (een bepald onderwerp); dan
4. Suatu sebab yang halal (een geoorloofde oorzaak).80
Selain syarat umum yang telah disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata,
Munir Fuady menyebutkan bahwa dalam hukum perjanjian atau hukum kontrak ada
syarat sah umum di luar Pasal 1320 KUHPerdata dan syarat sah yang khusus, sebagai
berikut :
1. Syarat sah umum di luar Pasal 1320 KHUPerdata, terdiri dari :
a. Syarat itikad baik.
b. Syarat sesuai dengan kebiasaan.
80

Fitri Susanti, “Praktek Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Berdasarkan Akta
Notaris di Jakarta Timur”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang, 2008, hal. 6.

45

46

c. Syarat sesuai dengan kepatutan.
d. Syarat sesuai dengan kepentingan umum.
2. Syarat sah yang khusus, terdiri dari :
a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu.
b. Syarat akta Notaris untuk kontrak-kontrak tertentu.
c. Syarat akta pejabat tertentu (yang bukan Notaris) untuk kontrak-kontrak
tertentu.
d. Syarat dari yang berwenang.81
Adanya kata sepakat dalam suatu perjanjian, maka berarti kedua belah pihak
haruslah mempunyai kebebasan berkehendak. Bagi para pihak tidak boleh mendapat
suatu tekanan yang akan mengakibatkan adanya kecacatan dalam perwujudan
kehendak tersebut. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai persyaratan kehendak yang
disetujui (overeentemende wilsverklaring) antar parapihak. Pernyataan pihak yang
menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Dilihat dari syarat-syarat
perjanjian tersebut, maka dapat dibedakan bagian dari perjanjian, antara lain yaitu:
1. Bagian inti (wanzenlijke naturalia oorde).
2. Sub bagian inti disebut esensialia adalah bagian yang merupakan sifat yang
harus ada di dalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan
perjanjian itu tercipta (contructieve oordeel).
3. Bagian yang bukan inti disebut naturalia adalah bagian yang merupakan sifat
bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada
perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dari benda yang dijual
(vrijwaring).
4. Bagian aksidentialia adalah bagian yang merupakan sifat yang melekat pada
perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.82
Berdasarkan Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan bahwa : “semua persetujuan,
baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan nama
tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum”. Selain dari hal tersebut, Pasal 1339
81

Munir Fuady, Hukum Kontrak : Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999, hal. 33-34.
82
Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Op.cit., hal. 57.

46

47

KUHPerdata juga menyebutkan bahwa : “persetujuan-persetujuan tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk
segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan
atau undang-undang”. Umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk
tertentu, dapat dibuat secara lisan maupun secara tertulis. Jika dibuat secara tertulis,
maka dapat berbentuk akta Notaris dan akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan
dapat berupa perjanjian baku (perjanjian standar) dan hal tersebut bersifat sebagai alat
bukti jika terjadi perselisihan dikemudian harinya. Dalam Pasal 1321 KUHPerdata
disebutkan bahwa : “jika di dalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan atau
penipuan, berarti di dalam perjanjian itu terjadi cacat pada kesepakatan antar para
pihak dan karena itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan”.
Undang-Undang membedakan dua jenis kekhilafan yaitu khilaf mengenai
orang (error inpersonal) dan khilaf mengenai barang yang menjadi pokok perjanjian
(error insubtantia). Pasal 1323 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1327 KUHPerdata
menjelaskan bahwa paksaan tersebut terjadi apabila seseorang tidak bebas untuk
menyatakan kehendaknya. Paksaan ini berwujud kekerasan jasmani atau ancaman
(akan membuka rahasia) yang menimbulkan ketakutan pada seseorang sehingga yang
bersangkutan membuat perjanjian. Selanjutnya dalam Pasal 1328 KUHPerdata
menyebutkan bahwa : “penipuan terjadi apabila salah satu pihak dengan tipu muslihat
berhasil sedemikian rupa sehingga pihak yang lain bersedia untuk membuat suatu
perjanjian dan perjanjian itu tidak akan terjadi tanpa adanya tipu muslihat tersebut”.

47

48

Berdasarkan dari ketentuan pasal tersebut, maka perjanjian yang diadakan dengan
penipuan tersebut dapat dibatalkan.
Sementara mengenai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur di dalam Pasal 1329 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1331
KUHPerdata pada dasarnya menetapkan setiap orang cakap untuk membuat
perikatan, kecuali jika Undang-Undang menyatakan bahwa orang tersebut adalah
tidak cakap. Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang
yang belum dewasa dan setiap orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dalam
keadaan pailit. Terhadap suatu hal tertentu, undang-undang menentukan benda-benda
yang tidak dapat dijadikan objek dari perjanjian. Benda-benda itu adalah yang
dipergunakan untuk kepentingan umum. Suatu perjanjian harus mempunyai objek
tertentu sekurang-kurangnya dapat ditentukan benda-benda itu dapat berupa benda
yang sekarang ada dan juga benda-benda yang nanti akan ada di kemudian hari.
5.

Penyebab Berakhirnya Suatu Perjanjian
Sebagaimana perjanjian pada umumnya, jual beli kapling perumahan dengan

menggunakan akta jual beli oleh pengembang juga memiliki ketentuan-ketentuan
kapan berakhirnya atau diakhirinya perjanjian tersebut. Oleh sebab itu, di bawah ini
akan dibahas mengenai berakhirnya suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1381
KUHPerdata, suatu perjanjian dapat berakhir atau hapus disebabkan karena, antara
lain :
a.

Pembayaran

48

49

Pembayaran merupakan salah satu alasan yang menyebabkan hapusnya
perikatan, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1382 sampai dengan Pasal 1403 Bab IV
Buku III bagian I KUHPerdata. Pasal 1382 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan,
seperti seorang yang turut berhutang atau seseorang penanggung hutang.
Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang
tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang pihak ketiga itu bertindak atas
nama dan untuk melunasi hutang debitor, atau jika ia bertindak atas namanya
sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak kreditor.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa KUHPerdata tidak
memberikan suatu pengertian tentang pembayaran, hanya saja dari rumusan tersebut
disebutkan dan dikatakan secara tegas tentang masalah pemenuhan hutang. Dengan
demikian berarti yang dimaksud dengan pembayaran adalah pemenuhan kewajiban
debitor kepada kreditor. Pembayaran dalam pengertian hukum perikatan bukan hanya
memenuhi, menyerahkan sejumlah uang tetapi juga berupa penyerahan barang sesuai
dengan perjanjian. Jadi, bukan saja pembeli membayar uang untuk pembelian tetapi
penjual pun dikatan membayar jika penjual menyerahkan barang yang dijualnya.
Selain dari hal tersebut di atas, maka ada hal lain yang berhubungan dengan
pembayaran yaitu mengenai tempat pembayaran. Menurut Gunawan Widjaja dan
Kartini Muljadi, tempat pembayaran terbagi dalam dua kelompok, antara lain :
1. Untuk perikatan yang lahir dari undang-undang, seluruh biaya yang
dikeluarkan sehubungan dengan pembayaran atau pemenuhan perikatan
adalah menjadi tanggungan debitor sepenuhnya.
2. Untuk perikatan yang lahir dari perjanjian, tempat pemenuhan perikatan
merupakan hal yang penting dalam menentukan luasnya tanggung-jawab
debitor atas biaya pembayaran atau pemenuhan perikatan. Untuk itu maka
ketentuan dalam Pasal 1393 KUHPerdata menentukan bahwa pembayaran

49

50

harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan, jika dalam
persetujuan tidak ditetapkan pada suatu tempat, maka pembayaran mengenai
suatu barang yang sudah ditentukan, harus terjadi di tempat di mana barang
tersebut berada sewaktu persetujuannya dibuat.83
b. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Dengan Penyimpanan Atau
Penitipan
Ketentuan mengenai penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan telah diatur dalam Pasal 1404 KUHPerdata sampai
dengan Pasal 1412 KUHPerdata. Hapusnya perikatan karena penawaran pembayaran
tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan hanya dapat terjadi terhadap
perikatan untuk menyerahkan atau memberikan sesuatu, baik berupa kebendaan
dalam arti luas, maupun dalam bentuk uang sebagai pemenuhan hutang dalam arti
yang sempit. Bahkan jika diperhatikan makna kata penitipan atau penyimpanan
tersebut di atas jelas bahwa kebendaan yang dimaksud hanya meliputi kebendaan
yang bergerak saja, disebabkan karena kebendaan dari penyerahan kebendaan
bergerak. Di mana menurut ketentuan Pasal 612 KUHPerdata cukup dilakukan
dengan penyerahan fisik dari kebendaan tersebut. Sedangkan kebendaan tidak
bergerak secara esensi tidak mungkin dapat dititipkan atau disimpan untuk diserahkan
kepada kreditor.
Berdasarkan uraian yang telah diutarakan di atas, maka dapat dipahami bahwa
KUHPerdata tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan debitor yang beritikad

83

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Hapusnya Perikatan, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2003, hal. 14.

50

51

baik, yang memang bermaksud untuk memenuhi perikatannya atau melakukan
pembayaran sesuai dengan kewajibannya.
c.

Pembaharuan Hutang (Novasi)
Novasi atau pembaharuan hutang merupakan salah satu cara untuk mengakhiri

suatu perjanjian. Novasi adalah suatu perjanjian baru dengan mana perikatan yang
sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan baru.84 Pasal 1413
KUHPerdata menyebutkan bahwa ada tiga cara terjadinya novasi, yaitu :
1. Novasi subjektif aktif suatu perjanjian yang bertujuan menggantikan kreditor
lama dengan seorang kreditor baru.
2. Novasi subjektif pasif adalah suatu perjanjian yang bertujuan mengganti
debitor lama dengan debitor baru dan membebaskan debitor lama dari
kewajibannya dan biasanya juga disebut dengan alih debitor.
3. Novasi objektif yaitu suatu perjanjian antara kreditor dengan dibitor untuk
memperbarui atau merubah objek ataupun isi perjanjian. Pembaruan objek
perjanjian ini terjadi jika kewajiban prestasi tertentu dari debitor diganti
dengan prestasi lain.
d. Perjumpaan Hutang (Kompensasi)
Kompensasi atau perjumpaan hutang dapat dilakukan dengan beberapa syarat
yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 1427 KUHPerdata, antara lain :
1. Kedua-duanya berpokok sejumlah uang.
2. Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Maksud dari barang yang
dapat dihabiskan adalah barang yang dapat diganti.
3. Kedua-duanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
“Menurut perkembangannya, untuk menyelesaikan kredit macet debitor dan
kreditor dapat melakukan kompensasi antara hutang debitor dengan jaminan
yang telah disediakan oleh debitor, bukan dengan hutang saja. Caranya yaitu
84

Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hal. 76.

51

52

debitor menyerahkan jaminannya kepada kreditor/bank dan bank
menghapuskan hutangnya (hutang dinyatakan lunas) dan kompensasi ini
disebut juga set off”.85
e.

Pencampuran Hutang
Pasal 1436 KUHPerdata menjelaskan makna percampuran hutang dengan

rumusan sebagai berikut, “apabila kedudukan-kedudukan sebagai orang yang
berpiutang dan orang berhutang berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi
hukum suatu percampuran hutang, dengan mana piutang dihapuskan”. Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa hanya satu hutang, kewajiban atau
perikatan yang saling meniadakan karena berkumpulnya hutang dan piutang pada
satu pihak.
Berbeda halnya dengan kompensasi yang di dalamnya terkait sekurangkurangnya dua hutang yang saling timbal balik. Menurut Pasal 1437 KUHPerdata,
konsekuensi dari adanya percampuran hutang tersebut adalah :
“Percampuran hutang yang terjadi pada dirinya si berhutang utama, berlaku
juga untuk keuntungan para penanggung hutangnya. Percampuran yang terjadi
pada dirinya si penanggung hutang, tak sekali-kali mengakibatkan hapusnya
hutang pokok. Percampuran yang terjadi pada dirinya salah satu dari orangorang yang berhutang secara tanggung-menanggung sehingga melebihi
bagiannya dalam hutang yang ia sendiri menjadi orang berhutang”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka menjadi lebih jelas lagi bahwa
meskipun perikatan pokok (yang bersifat tanggung-menanggung pasif) telah hapus
karena terjadinya percampuran hutang, namun para debitor yang secara tanggungmenanggung bertanggung-jawab atas hutang yang telah dipercampurkan (tidak

85

Sutarno, Op.cit., hal. 175.

52

53

dibebaskan dari kewajibannya yang terkait secara tanggung-menanggung pasif) untuk
memenuhi bagian hutang atau kewajiban masing-masing terhadap debitor (dalam
perikatan tanggung-menanggung pasif) karena percampuran hutangnya telah
dianggap memenuhi kewajiban yang bersifat tanggung-menanggung pasif.
f.

Pembebasan Hutang
Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan kreditor dengan
menyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari debitor.
Hal ini berarti bahwa kreditor melepaskan haknya dan tidak menghendaki lagi
pemenuhan perjanjian yang diadakan, dengan begitu debitor dibebaskan dari
prestasi yang sebenarnya harus dilakukan. Secara tegas berarti bahwa kreditor
memberitahukan secara lisan atau tulisan kepada debitor bahwa kreditor
membebaskan kepada debitor untuk tidak membayar lagi hutangnya. 86

Ketentuan Pasal 1442 KUHPerdata menyatakan bahwa :
“Pembebasan suatu hutang atau penglepasan menurut persetujuan, yang
diberikan kepada si berhutang utama, membebaskan para penanggung hutang.
Pembebasan yang diberikan kepada si penanggung hutang tidak membebaskan si
berhutang utama. Pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung
hutang tidak membebaskan para penanggung lainnya”.
Berdasarkan pernyataan dari Sutarno tentang pembebasan hutang dan
ketentuan dari Pasal 1442 KUHPerdata tentang pembebasan hutang, maka secara
langsung tidak berkaitan dengan jual beli kapling perumahan dengan menggunakan
formulir akta jual beli oleh pengembang karena biasanya pembayaran dilakukan
secara tunai, akan tetapi secara tidak langsung mempunyai hubungan dengan jual beli
kapling perumahan oleh pengembang jika dilakukan melalui Kredit Pemilikan
Rumah (selanjutnya disebut KPR).

86

Sutarno, Op.cit., hal. 88.

53

54

Hal ini dapat terjadi jika pihak konsumen yang ingin memiliki perumahan
melalui KPR, maka pihak konsumen yang berhutang dalam melakukan
pembayaran kredit pemilikan perumahan kepada pihak pengembang atau
pihak bank, maka dapat dikatakan bahwa pihak pengembang atau bank
sebagai kreditor dan pihak konsumen sebagai debitor. Pihak pengembang atau
Bank selaku kreditor harus secara tegas menyatakan tidak akan menuntut
pembayaran kredit yang terhutang dari pihak konsumen dan pihak konsumen
pun akan menggunakan perumahan tersebut tanpa adanya gangguan akan
mendapat tuntutan dari pihak pengembang maupun pihak bank selaku
kreditor.87
g.

Musnahnya Barang yang Terhutang
Mengenai musnahnya barang yang terhutang adalah jika barang yang menjadi
objek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga
barang tersebut tidak diketahui lagi apakah masih ada atau tidak maka
perjanjian menjadi hapus, dengan syarat musnahnya barang atau hilangnya
barang bukan disebabkan oleh debitor dan sebelum debitor lalai menyerahkan
barangnya kepada kreditor. Seandainya debitor lalai menyerahkan barang dan
debitor dibebaskan dari pemenuhan prestasi jika debitor dapat membuktikan
musnahnya barang atau hilangnya barang tersebut disebabkan kejadian di luar
kekuasaannya atau disebabkan overmacht. Apabila barang yang menjadi
objek dari perjanjian tersebut telah diasuransikan (memiliki hak asuransi atas
barang yang musnah/hilang tersebut), maka debitor diwajibkan untuk
menyerahkannya kepada kreditor.88
Berdasarkan pernyataan tersebut mengenai musnahnya barang yang terhutang,
maka secara langsung ada hubungannya dengan jual beli perumahan oleh
pengembang kepada konsumen, dimana menurut hasil wawancara dengan
pihak pengembang, jika rumah tersebut telah dibayar lunas oleh pihak
konsumen sementara pihak pengembang belum menyerahkan rumah tersebut
kepada pihak konsumen, maka pihak pengembang diwajibkan untuk
mengganti rumah tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
perjanjian.89

h. Pembatalan atau Kebatalan

87

Ibid., hal. 89.
Ibid., hal. 90.
89
Wawancara dengan Anton Wijaya selaku Staf Legal PT. Bangun Indah Makmur Abadi,
pada tanggal 20 Januari 2011.
88

54

55

Suatu perjanjian dapat dibatalkan ataupun batal jika tidak memenuhi
ketentuan, antara lain :
1. Tidak dipenuhinya syarat subjektif yang terdapat dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Apabila syarat subjektif ini dipenuhi, maka perjanjian tersebut
tidak dapat dibatalkan, artinya para pihak tidak melakukan pembatalan atas
perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut adalah sah dan mengikat serta
berlaku bagi para pihak.
2. Tidak dipenuhinya syarat objektif yang terdapat dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Apabila syarat objektif ini tidak dipenuhi, maka perjanjian
tersebut dengan sendirinya batal demi hukum, artinya perjanjian tersebut
dianggap dari semula tidak pernah ada, dengan begitu tidak ada perjanjian
yang dihapus.

Suatu perjanjian dapat juga dibatalkan oleh salah satu pihak bila salah satu
pihak tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi walaupun telah terpenuhinya
syarat subjektif dan syarat objektif (hal ini sesuai dengan Pasal 1266 KUHPerdata).
“Hakim berkuasa untuk membatalkan suatu perjanjian jika isi perjanjian
membebankan kewajiban yang tidak seimbang atau membebankan kewajiban yang
lebih besar kepada salah satu pihak dan memberikan keuntungan di pihak lainnya
yang disebabkan karena kebodohan, kurang pengalaman atau dalam keadaan
memaksa dari salah satu pihak”.90

90

R. Subekti, Op.cit., hal. 161.

55

56

i.

Berlakunya Suatu Syarat Batal
Sesuai denga bunyi Pasal 1265 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

“syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan perikatan dan
membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada
suatu perikatan”. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan, hanyalah
mewajibkan si berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya apabila
peristiwa yang dimaksudkan terjadi.
j.

Lewatnya Waktu (daluarsa)
Lewatnya waktu (daluwarsa) akan memberikan dua pengertian, yaitu :
1. “Membebaskan seseorang dari kewajiban setelah lewat jangka waktu tertentu
sebagaimana yang telah ditetapkan undang-undang.
2. Memberikan kepada seseorang untuk memperoleh sesuatu hak setelah lewat
jangka waktu tertentu sesuai dengan yang dtetapkan undang-undang”.91

“Selain dari hal tersebut di atas daluwarsa yang menyebabkan seseorang
dibebaskan dari kewajibannya dalam perjanjian disebut juga dengan daluarsa
extinctive, sedangkan daluwarsa yang menyebabkan seseorang memperoleh suatu hak
atas suatu barang disebut dengan daluwarsa acquisitive”.92
B. Proses Jual Beli Kapling Perumahan Oleh Pengembang
Menggunakan Formulir Akta Jual Beli PPAT di Kota Medan

Dengan

Setiap manusia membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal baik untuk tempat
berteduh dari panasnya matahari dan hujan, tempat untuk tidur, tempat untuk
91
92

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 166.
Ibid., hal. 167.

56

57

berkumpul bersama keluarga dan lain sebagainya. Disisi lain hal-hal tersebut
dilihat sebagian orang atau pihak pengembang (developer) merupakan suatu
peluang untuk melakukan kegiatan usaha yang memberikan keuntungan bagi
dirinya, namun juga memberikan keuntungan bagi pihak-pihak lain yang sedang
membutuhkan rumah sebagai pemenuhan kebutuhan hidupnya.93
Pihak pengembang dalam menawarkan produk perumahannya kepada konsumen
dengan berbagai macam cara seperti melalui pemasaran dengan menggunakan
selebaran yang diberikan dari rumah ke rumah, melalui pemasangan iklan pada
billboard di perempatan jalan ataupun di pinggir jalan, pemasangan iklan pada
media cetak seperti di koran ataupun majalah, pemasangan iklan pada media
elektronik seperti di radio ataupun televisi dan sebagainya.94
Pemasaran perumahan oleh pihak pengembang kepada konsumen tersebut
menawarkan berbagai macam fasilitas perumahan yang dimiliki seperti
spesifikasi teknis dari bangunan, tipe bangunan, pengamanan perumahan
(security), kapasitas penerangan setiap rumah (listrik), penerangan jalan pada
perumahan, air bersih setiap rumah, alas hak atas tanah setiap tipe
rumah/bangunan pada perumahan, dan lain sebagainya.95 Selain fasilitas
perumahan yang ditawarkan oleh pihak pengembang kepada pihak konsumen,
pihak pengembang juga menawarkan cara bagaimana untuk mendapatkan atau
memiliki perumahan tersebut seperti dengan cara melalui Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) pada bank-bank yang telah ditunjuk oleh pihak pengembang atau
KPR yang langsung kepada pihak pengembang ataupun pembelian secara
langsung tunai oleh pihak konsumen dari pihak pengembang.96
1.

Pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Oleh Pengembang Terhadap
Konsumen
Pengembang memberikan kemudahan kepada pihak konsumen atau

masyarakat dalam hal untuk dapat memiliki kapling perumahan dengan cara KPR
melalui bank-bank yang telah ditunjuk oleh pengembang atau tanpa melalui bank atau
langsung kepada pihak pengembang itu sendiri. Kemudahan yang diberikan kepada
93

Hermawan Wijaya, 77 Rahasia Cepat Untung Bisnis Properti, Cetakan Pertama, Pustaka
Ghratama, Yogyakarta, 2009, hal. 11.
94
Budi Santoso, Profit Berlipat Dengan Investasi Tanah dan Rumah, Cetakan Kedua, Elex
Media Komputindo, Jakarta, 2008, hal. 81-82.
95
Ibid., hal. 36.
96
Ibid., hal. 43-46.

57

58

konsumen untuk memiliki kapling perumahan dengan cara KPR melalui bank atau
tanpa melalui bank (melalui pihak pengembang sendiri) yang harus memenuhi
persyaratan kelengkapan data permohonan kredit dan persyaratan tersebut antara lain:
1. Kelengkapan Data Pribadi/Keluarga Pihak Konsumen, yaitu :
a. Fotocopy kartu identitas atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami-isteri;
b. Pasphoto suami-isteri;
c. Fotocopy kartu keluarga;
d. Fotocopy surat nikah/cerai (bagi yang telah bercerai); dan
e. Fotocopy buku tabungan bank.
2. Kelengkapan Data Pekerjaan/Usaha Pihak Konsumen yang terdiri atas :
a. Terhadap konsumen dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau
Pegawai Swasta harus menyediakan, antara lain :
1) Fotocopy Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP) atau Surat Pajak
Tahunan Pajak Penghasilan (SPTPPh);
2) Surat Keterangan Tempat Bekerja;
3) Slip gaji/penghasilan terakhir;
4) Fotocopy rekening koran tabungan/giro/deposito suatu bank dalam
waktu 3 (tiga) bulan terakhir; dan
5) Surat Kuasa Pemotongan gaji/pensiunan.
b. Terhadap konsumen dengan status wiraswasta harus menyediakan, antara
lain :
1) Fotocopy Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP), Tanda Daftar
Perusahaan (TDP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), NPWP
Perusahaan dan izin usaha lainnya;
2) Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan/Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Perusahaan dan perubahan terakhirnya;
3) Fotocopy Neraca laba-rugi/Laporan penjualan;
4) Fotocopy rekening koran tabungan/giro/deposito perusahaan dalam
waktu 3 (tiga) bulan terakhir; dan
5) Daftar rekanan perusahaan/kontrak-kontrak yang telah dilakukan
perusahaan.
3. Kelengkapan Data Agunan Pihak Konsumen yang melakukan KPR melalui
bank, antara lain :
a. Fotocopy sertifikat tanah/bangunan dengan status Sertifikat Hak
Milik/Sertifikat Hak Guna Bangunan;
b. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
c. Fotocopy Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

58

59

d. Foto rumah yang menjadi agunan; dan
e. Bukti pembayaran rekening listrik, air dan telepon.97
Persyaratan kelengkapan data permohonan kredit di atas, maka dapat
dikatakan bahwa persyaratan kelengkapan tersebut sebagai bahan dasar atau
pertimbangan bagi pihak pengembang dalam memberikan KPR kepada
konsumen yang ingin memiliki perumahan. Memang pada dasarnya dalam
pemberian suatu kredit membutuhkan suatu keyakinan dan kepercayaan
bahwa pihak konsumen (debitur) tersebut benar-benar mempunyai
kemampuan untuk
menyelesaikan KPR tersebut sampai lunas
pembayarannya.98
Untuk menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk memperoleh kredit,
pada umumnya dunia perbankan atau dunia usaha lainnya menggunakan instrumen
analisa yang terkenal dan biasa disebut the fives of credit atau disingkat 5 C, yaitu :
1. “Charakter (watak) ialah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak
dapat berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak di antara baik dan jelek.
Watak merupakan bahan petimbangan untuk mengetahui risiko yang dapat
terjadi.
2. Capital (modal). Seseorang atau badan usaha yang akan menjalankan usaha
atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan
bisnisnya.
3. Capacity (kemampuan). Seorang debitur yang mempunyai karakter atau
watak yang baik selalu akan memikirkan mengenai pembayaran kembali
hutangnya sesuai waktu yang telah ditentukan.
4. Collateral (jaminan). Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat
sebagai jaminan untuk menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian
hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan menjual jaminan dan
mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan
tersebut.
5. Condition of economy (kondisi ekonomi). Selain faktor-faktor di atas, yang
perlu mendapat perhatian penuh dari analisa adalah kondisi ekonomi negara.
97

Wawancara dengan Anton Wijaya sebagai Staf Legal PT. Bangun Indah Makmur Abadi di
Jl. Brigjen Katamso No. 329 Medan, pada tanggal 25 Januari 2011.
98
Ibid.

59

60

Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu
tertentu di mana kredit tersebut diberikan oleh bank kepada pemohon”.99
Hal yang sama juga dikatakan oleh Rachmadi Usman yang menyatakan
bahwa, “sebelum memberikan kredit atau pembiayaan, pihak kreditur harus
menganalisa berdasarkan prinsip 5 C yaitu penilaian watak (charakter), penilaian
kemampuan (capacity), penilaian modal (capital), penilaian agunan (collateral) dan
penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy)”.100 Namun
demikian menurut Munir Fuady sebagaimana yang dikutip oleh Rachmadi Usman
juga menambahkan bahwa selain menerapkan prinsip 5 C juga harus menerapkan apa
yang dinamakan prinsip 5 P, yaitu :
1. “Party (para pihak). Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan
dalam setiap pemberian kredit. Untk itu pihak pemberi kredit harus
memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap para pihak, dalam hal ini debitur.
2. Purpose (tujuan). Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui
oleh pihak kreditur. Harus dilihat apakah kredit tersebut akan digunakan
untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan income
perusahaan.
3. Payment (pembayaran). Harus diperhatiakan apakah sumber pembayaran
kredit dari calon debitur tersebut cukup tersedia dan cukup aman, sehingga
dengan demikian diharapkan kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat
dibayar.
4. Profitabilty (perolehan laba). Usaha perolehan laba oleh debitur tidak kalah
pentingnya dalam pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus berantisipasi
apakah laba yang akan diperoleh perusahaan lebih besar dari pada bunga
pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran
kembali kredit, cash flow dan sebagainya.

99

Sutarno, Op.cit., hal. 93-94.
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003, hal. 246.
100

60

61

5. Protection (perlindungan). Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit
oleh perusahaan debitur. Untk itu, perlindungan dari kelompok perusahaan,
atau jaminan dari holding, atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penting
diperhatikan”.101
Melihat penjabaran tersebut tentang instrumen analisa pemberian kredit atau
disebut dengan prinsip 5C yang telah disebutkan di atas dan dihubungkan dengan
persyaratan kelengkapan data permohonan KPR maka dapat dikatakan bahwa, antara
lain :
1. Untuk perwujudan prinsip dari charakter (watak) dan capital (modal) tersebut
dapat tercapai dari kelengkapan data pribadi pihak konsumen.
2. Untuk perwujudan prinsip dari capacity (kemampuan), collateral (jaminan)
dan condition of economy (kondisi ekonomi) tersebut dapat tercapai dari
kelengkapan data pekerjaan/usaha pihak konsumen dan kelengkapan data
agunan pihak konsumen.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka dapat dilihat bahwa
pelaksanaan KPR yang dilakukan oleh pengembang terhadap konsumen tersebut
adalah sesuai dengan instrumen analisa pemberian kredit atau disebut prinsip 5 C.
2.

Pelaksanaan Jual Beli Kapling perumahan Oleh Pengembang Dengan
Menggunakan Formulir Akta Jual Beli PPAT di Kota Medan
Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, ”Jual beli adalah suatu persetujuan dengan

mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan
pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Terhadap definisi jual beli

101

Ibid., hal. 248-249.

61

62

yang disebutkan dalam Pasal 1457 KUHPerdata tersebut jika dihubungkan dengan
jual beli kapling perumahan oleh pengembang, maka pihak pengembang mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan kapling perumahan kepada pihak konsumen (pembeli)
dan pihak konsumen (pembeli) tersebut akan membayar harga kapling perumahan
sebagaimana yang telah diperjanjikan di dalam suatu Akta Jual Beli kapling
perumahan.
Bagan 1.
Pelaksanaan Jual Beli Kapling Perumahan oleh Developer dengan Menggunakan Formulir Akta
Jual Beli PPAT

Pembeli Membayar
Uang Muka kepada
Developer

Hasil Pemeriksaan
dibuatkanlah AJB dengan
menggunakan Blangko AJB
oleh Notaris

Sumber

Developer
mengeluarkan
Kwitansi
Penermaan dan
menunjuk
Notaris untuk
Pelaksanaan
Pembayaran
selanjutnya

Pembeli
membayar
pelunasan
kepada
Developer

Notaris
melaksanakan
CEK BERSIH

PPAT mengurus
sertifikatnya di BPN

: Data Sekunder yang diolah.

Kapling perumahan yang diperjualbelikan oleh pengembang kepada pihak
konsumen selalu berkaitan dengan tanah sebagai alas hak dari kapling perumahan
tersebut. Walaupun yang dijual tersebut oleh pengembang adalah kapling perumahan,

62

63

namun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dengan tanah sebagai alas hak atas
tanah dari kapling perumahan, karena memang kapling perumahan yang dibangun
oleh pengembang di atas sebidang tanah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
di Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut BPN) Medan, “biasanya yang
dilakukan cek bersih untuk jual beli rumah adalah objek tanahnya atau alas hak atas
tanah tersebut sesuai atau tidak dengan buku tanah yang terdapat di BPN Medan dan
bukan rumahnya”.102
Hal yang sama juga dikatakan oleh Yulhamdi sebagai Notaris/PPAT di
Medan, yaitu :
Jika jual beli rumah dengan status alas hak atas tanah Hak Milik (selanjutnya
disebut HM) atau Hak Guna Bangunan (selanjutnya disebut HGB), maka
biasanya meminta kepada pihak PPAT untuk melakukan pengecekkan secara
lisan atau secara tulisan ke BPN Medan yang bertujuan untuk memastikan
apakah objek yang bersangkutan tersebut sesuai dengan yang tertera pada
buku tanah yang terdapat di BPN seperti apakah sesuai pemiliknya, lokasi,
luas tanah dan bangunan, dan kalau ada bangunannya, apakah objek tanah
yang bersangkutan tersebut sedang dibebankan Hak Tanggungan atau tidak
dan lain sebagainya.103
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jual beli kapling perumahan yang
dilakukan pengembang kepada para konsumen atau masyarakat identik atau sama
dengan jual beli tanah pada umumnya. Oleh karena itu jual beli kapling
perumahanoleh

pengembang

kepada

para

konsumen

(masyarakat)

dengan

menggunakan Formulir Akta Jual Beli di Kota Medan harus memenuhi dua
persyaratan, antara lain :

102
103

Wawancara dengan Bahrum sebagai Pegawai BPN Medan pada tanggal 2 Februari 2011.
Wawancara dengan Yulhamdi sebagai Notaris/PPAT Medan pada tanggal 5 Februari 2011.

63

64

a.

Syarat Materil
Syarat materil sangat menentukan sahnya jual beli tanah tersebut.104 Syarat

materil yang harus dipenuhi untuk suatu jual beli kapling perumahan yang dilakukan
pengembang dengan menggunakan Formulir Akta Jual Beli, yaitu :
1. “Harus ada pembeli, maksudnya pihak yang akan membeli perumahan;
2. Harus ada penjual, maksudnya pihak yang akan menjual perumahan; dan
3. Objek perumahan yang mau diperjualbelikan tersebut alas hak atas tanahnya
tidak dalam sengketa”.105
Hal yang sama juga disebutkan oleh Yulhamdi sebagai Notaris/PPAT di
Medan yang mengatakan bahwa jual beli kapling perumahan atau tanah harus
memenuhi syarat materiil yaitu :
1. Adanya pihak pembeli yang ingin membeli perumahan atau yang akan
diperjualbelikan dan dalam hal ini konsumen atau masyarakat.
2. Adanya pihak penjual yang ingin menjual perumahan atau tanah yang
bersangkutan dan dalam hal ini pihak pengembang
3. Objek perumahan atau tanah yang bersangkutan tidak dalam kondisi