Analisis Seksualitas Pada Wanita Usia Subur (Wus) Yang Memakai Metode Operasi Wanita (Mow) Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘melawan’ atau ‘mencegah’ dan
konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah
terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan
sel sperma.Untuk itu, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang
aktif melakukan hubungan intim/seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal
namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).
Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinyakehamilan, usahausaha itu dapat bersifat sementara atau dapat juga bersifat permanent. Kontrasepsi
berasal dari kata “kontra” berarti mencegah dan melawan dan “konsepsi” berarti
pertemuan antara sel telur yang telah matang dan sperma yang mengakibatkan
kehamilan, jadi kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dan sperma (Wiknjosastro,
2007)
Tujuan Kontrasepsi adalah sebagai berikut:
1. Untuk menunda kehamilan atau kesuburan
2. Untuk menjarang kehamilan
3. Untuk mencegah kehamilan atau kesuburan


Syarat syarat kontrasepsi menurut Hartanto (2003) antara lain sebagai berikut:
1. Aman atau tidak berbahaya
2. Dapat diandalkan
3. Sederhana
4. Harganya murah supaya dapat dijangkau masyarakat luas
5. Dapat menerima oleh orang banyak
6. Pemakaian jangka lama
2.1.1. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Kontrasepsi
Tingkat pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan ibu.
Semakin rendah pendidikan ibu maka akses terhadap informasi tentang KB akan
berkurang sehingga ibu akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif,
alat kontrasepsi yang mana akan dipilih oleh ibu (Notoadmojo, 2003).
Pengguna KB dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga.
Pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin
menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka
panjang (Sarwono, 2003).
Varney (2006) mengatakan bahwa faktor yang akan mempengaruhi pemilihan
metode kontrasepsi adalah keinginan untuk mengendalikan kelahiran secara
permanen atau sementara, keefektifan metode yang digunakan, pengaruh media,

kemungkinan efek samping dan pertanyaan yang mungkin muncul tentang keamanan
suatu metode, kemungkinan manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari setiap
metode, kemampuan suatu metode untuk mencegah penyakit (HIV, penyakit menular

seksual, kanker), perkiraan lamanya penggunaan metode kontrasepsi, biaya, frekuensi
hubungan seksual, jumlah pasangan seksual, faktor seksual, faktor agama (apakah
metode tertentu dikenakan sanksi oleh badan-badan keagamaan yang dianut individu
atau pasangan, faktor psikologis (perasaan tentang setiap aspek yang terkait dengan
metode tertentu misalnya pengalaman dimasa lalu yang tidak menguntungkan karena
penggunaan metode tertentu), dan kemudahan menggunakan suatu metode tertentu.
Handayani (2010) bahwa masih banyak akseptor yang menentukan metode
yang dipilih hanya berdasarkan informasi dari akseptor lain berdasarkan pengalaman
masing-masing. Sebagian petugas kesehatan kurang melakukan konseling dan
pemberian informasi yang menyebabkan kurangnya pengetahuan klien dalam
memilih jenis KB.Namun masyarakat mentolerir pelayanan KB meskipun pelayanan
KB belum seluruhnya memenuhi syarat pelayanan berkualitas.Informasi yang baik
dari petugas membantu klien dalam memilih dan menentukan metode kontrasepsi
yang dipakai. Informasi yang baik akan memberikan kepuasan klien yang berdampak
pada penggunaan kontrasepsi yang lebih lama sehingga membantu keberhasilan KB.
Menurut Musdalifah (2013) mengatakan bahwa umur, dukungan suami, efek

samping dan pemberian informasi petugas KB berhubungan dengan pemilihan
kontrasepsi hormonal.Umur merupakansalah satu faktor yang menentukan perilaku
seseorang dalam menentukan pemakain kontrasepsi, semakin tua seseorang maka
pemilihan kontrasepsi ke arah kontrasepsi yang mempunyai efektifitas lebih tinggi
yaitu metode kontrasepsi jangka panjang. Dukungan suami berpengaruh besar
terhadap pemilihan kontrasepsi yang dipakai istri, bila suami tidak setuju dengan

kontrasepsi yang dipakai istrinya maka sedikit istri yang akan memakai alat
kontrasepsi tersebut. Efek samping berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi
karena efek samping yang ditimbulkan oleh kontrasepsi tersebut membuat ibu tidak
ingin menggunakannya lagi.Selain itu, pemberian informasi petugas KB berhubungan
dengan pemilihan kontrasepsi, petugas kesehatan berperan dalam memberikan
informasi, penyuluhan dan penjelasan tentang alat kontrasepsi. Calon akseptor yang
masih ragu-ragu dalam pemakai alat kontrasepsi akhirnya memutuskan untuk
memakai alat kontrasepsi tersebut atas saran dari petugas kesehatan.
Hasil penelitian yang dilakukan Indira tahun 2009 menyatakan pemilihan alat
kontrasepsi ole PUS adalah dukungan suami dan keikutsertakan dalam Jamkesmas.
Hasil yang sama juga dinyatakan oleh Aryanti tahun 2014 di Lombok menyatakan
dukungan suami adalah faktor yang berhubunan dengan pemilihan alat kontrasepsi.
Hasil penelitian Arliana (2013) di Sulawesi Tenggara menyatakan terdapat hubungan

antar umur, pendapatan, jumlah anak hidup, biaya alat kontrasepsi dan dukungan
suami terhadap penggunaan alat kontrasepsi.

2.2. Metode Operasi Wanita (MOW)
MOW adalah suatu tindakan prosedur bedah secara sukarela (atas permintaan
pasangan suami dan istri) untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) atau membatasi
keturunan dalam jangka waktu yang tidak terbatas dengan cara penutupan kedua
saluran telur. Metode operasi wanita ini biasanya dikenal dengan Tubektomi, yaitu

pemotongan/pengikatan saluran telur kanan dan kiri, sehingga sel telur tidak dapat
melewati saluran tersebut.
Kontrasepsi mantap (kontap) merupakan terjemahan dari bahasa Inggris,
secure cotraseption. Nama lain dari kontrasepsi mantap adalah sterilisasi
(sterilization)/kontrasepsi operatif (surgical contraseption). Dari sini dikenal istilah
medis operatif pria (MOP) medis operatif wanita (MOW) untuk sterilisasi wanita
(HR.Siswosudarmo, 2001).
MOW (medis operatif wanita) adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur
yang mengakibatkan orang wanita atau pasangan yang bersangkutan tidak akan
mendapat keturunan lagi (Handayani, 2010). Tubektomi adalah metode kontrasepsi
permanen dimana saluran tuba diblokir sehingga sel telur tidak bisa masuk ke dalam

rahim.
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong
atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum
(Noviawati dan Sujiayatini, 2009) jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi
tubafallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2004).
Keuntungan MOW antara lain penyakit dan keluhan lebih sedikit bila
dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya, pada umumnya tidak menimbulkan
efek negatif terhadap kehidupan seksual, lebih ekonomis jikadibandingkan dengan
alat kontrasepsi lain karena merupakan tindakan sekali saja, permanen, pembedahan

sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal, tidak ada efek samping dalam
jangka panjang.
Kerugian MOW antara lain harus dipertimbangkan sifat permanen metode
kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali) kecuali dengan operasi Rekanalisasi,
klien dapat menyesal dikemudian hari, resiko komplikasi kecil(meningkat apabila
digunakan anastesi umum), rasa sakit/ketidak nyamanan dalam jangka pendek setelah
tindakan, dilakukan oleh dokter terlatih (dibutuhkan dokter spesialis) (BKKBN,
2003).
2.2.1. Syarat Melakukan Metode Operasi Wanita (MOW)

Syarat dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2002) yaitu sebagai berikut:
1. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara cara
kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan
tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2005)
2. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur istri
sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan anak
terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro, 2005)
3. Syarat Medis
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat
kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani
kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat

memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang
tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang
mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang
sedang hamil atau dicurigai sedang hamil (BKKBN, 2006).
Menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW (Mantap Operasi
Wanita) dapat dilakukan pada:

1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tersebut tidak hamil
2. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3. Pasca persalinan
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau
12 minggu pasca persalinan setelah dinyatakan ibu dalam keadaan tidak hamil.
4. Pasca keguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau laparoskopi setelah
triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti
infeksi pelvik. Sedangkan pada triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang
tidak ada bukti infeksi pelvik, tubektomi dapat dilakukan dengan cara
minilaparotomi saja.
2.2.2. Persiapan Pre-Operatif untuk Kontap Wanita
Persiapan pre-operatif untuk kontap wanita menurut Hartanto (2004) :
1. Informed consent
2. Riwayat medis/kesehatan, yang meliputi :

a. Penyakit-penyakit pelvis
b. Adhesi/perlekatan
c. Pernah mengalami operasi abdominal/operasi pelvis

d. Riwayat diabetes melitus
e. Penyakit paru (asthma, bronchitis, emphysema)
f. Obesitas
g. Pernah mengalami problem dengan anestesi
h. Penyakit-penyakit perdarahan
i. Alergi
j. Medikamentosa pada saat ini
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ini harus meliputi kondisi-kondisi yang mungkin dapat
mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi, serta pemeriksaan
kandungan untuk menemukan kelainan-kelainan seperti leiomyomata dan lainlain.
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan urin
c. Pap smear

Jenis dan mekanisme kerja
1. Penyinaran
Penyinaran merupakan tindakan penutupan yang dilakukan pada kedua tuba
falopii wanita yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak hamil atau tidak

menyebabkan kehamilan lagi (Handayani, 2010).
2. Operatif
Metode operatif menurut Sri Handayani (2010) yakni:
a. Abdominal
1) Laparotomi
Laparatomi sudah tidak digunakan lagi karena diperlukan insisi yang
panjang. Kontrasepsi ini diperlukan bila cara kontap yang lain gagal atau
timbul komplikasi sehingga memerlukan insisi yang lebih besar.
2) Mini-laparotomi
Laparotomi khusus untuk tubektomi yang paling mudah dilakukan 1-2
hari pasca persalinan.Sayatan dibuat di garis tengah di atas simfisis
sepanjang 3cm sampai menembus peritoneum.Untuk mencapai tuba
digunakan alat khusus (elefaktor uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan
bantuan alat tersebut uterus dalam keadaan retrofleksi dijadikan letak
antefleksi dahulu kemudian didorong ke arah lubang sayatan, lalu
dilakukan penutupan tuba dengan salah satu cara.

3) Laparoskopi
Mula-mula dipasang cunam servik pada bibir depan porsio uteri, dengan
maksud supaya dapat menggerakkan uterus jika hal tersebut diperlukan

saat laparaskopi. Sayatan dibuat di bawah pusat sepanjang lebih dari 1 cm.
Kemudian ditempat luka tersebut dilakukan pungsi sepanjang rongga
peritoneum dengan jarum khusus (jarum veres) dan melalui jarum itu
dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan CO2 sebanyak 1 sampai 3
liter dengan kecepatan kira-kira 1 liter/menit. Setelah jarum veres
dikeluarkan, troika dimasukkan laparaskop melalui tabung. Dengan
cunam yang dimasukkan dalam rongga peritoneum bersama laparaskopi,
tuba akan dijepit dan dilakukan penutupan dengan kauterisasi.
b. Vaginal
1) Kolpotomi
Sering dipakai adalah kolpotomi posterior. Insisi dilakukan di dinding
vagina transversal 3-5 cm, cavum douglas yang terletak antara dinding
depan rektum dan dinding belakang uterus dibuka melalui vagina untuk
sampai di tuba.
2) Kuldoskopi
Rongga pelvis dapat dilihat melalui alat kuldoskop yang dimasukkan ke
dalam cavum douglas. Adanya laparoskopi trans-abdominal, maka
kuldoskopi kurang mendapat perhatian/ minat dan sekarang sudah jarang
dikerjakan.Dalam posisi lutut dada kedua paha tegak lurus dan kedua


lutut terbuka suatu rektraktor perineal dimasukkan ke dalam vagina. Bila
vernik posteior terlihat sepert bagian kubah yang kecil, maka cavum
douglas bebas dari perlekatan, lalu dilakukan oklusi tuba.
c. Transcervikal
1) Histeresoskopi
Histereskopi prinsipnya seperti laparaskopi, hanya pada histereskopi tidak
dipakai trokar, tetapi suatu vakum cervical adaptor untuk mencegah
keluarnya gas saat dilatasi servik/ kavum uteri.
2) Tanpa melihat langsung
Pada cara ini operator tidak melihat langsung ke cavum uteri untuk
melokalisir orificium tubae.
3) Penyumbatan tuba secara mekanis Tubal clip merupakan penyumbatan
tuba mekanis dipasang pada isthmus tuba falopii, 2-3 cm dari uterus,
melalui laparatomi, laparoskopi, kulpotomi dan kuldoskopi. Tuba clips
meyebabkan kerusakan lebih sedikit pada tuba falopii dibandingkan cara
oklusi tuba falopii lainnya. Tubal ring dapat dipakai pada mini-laparatomi,
laparaskopi, dan cara trans-vagina dan dipasang pada ampula 2-3 cm dari
uterus.
4) Penyumbatan tuba kimiawi
Zat-zat kimia dalam cair, pasta, padat dimasukkan ke dalam melalui
serviks ke dalam uteri-tubal junction, dapat dengan visualisasi langsung
ataupun tidak. Cara kerjanya adalah zat kimia akan menjadi tissue padat

sehingga terbentuk sumbatan dalam tuba falopii (tissue adhesive), zat
kimia akan merusak tuba falopi dan menimbulkan fibrosis (sclerosing
agent).
2.2.3. Proses Tubektomi
1. Persiapan Klien
Berikut adalah persiapan klien sebelum operasi menurut Saifuddin (2006, p.PK60) meliputi :
a. Klien dianjurkan mandi sebelum mengunjungi tempat pelayanan. Bila tidak
sempat, minta klien untuk membersihkan bagian abdomen atau perut bawah,
pubis, dan vagina dengan menggunakan sabun dan air.
b. Bila menutupi daerah operasi, rambut pubis cukup di gunting, pencukuran
hanya dilakukan apabila rambut tersebut sangat menutupi daerah operasi dan
waktu pencukuran adalah sesaat sebelum operasi di laksanakan.
c. Bila menggunakan elevator rahim, sebaiknya dilakukan pengusapan larutan
antiseptik (misal povidon iodin) pada servik dan vagina.
d. Setelah pengolesan bitadin/povidon iodin pada kulit, tunggu 1 -2 menit agar
yodium bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik
2. Premedikasi dan Anestesi
Menurut Saifuddin (2006, p.PK-61) premedikasi dan anestesi pada umumnya
pemberian premedikasi untuk tubektomi tidak dibutuhkan malahan sedapat
mungkin dihindarkan. Apabila klien tampak cemas, cari penyebab kecemasan
tersebut dan lakukan konseling tambahan agar klien menjadi tenang.Bila tidak

ditemukan penyebabnya, dapat diberikan 5-10 mg diazepam secara oral, 30-45
menit sebelum operasi dilakukan.Tujuan pemberian anestesi pada tubektomi ini
yaitu untuk menghindarkan rasa nyeri dan tidak nyaman serta mengurangi
kecemasan dan ketegangan.
3. Cara Sterilisasi
Ada beberapa cara melakukan sterilisasi pada saluran telur. Cara melakukan
sterilisasi pada saluran telur menurut Mochtar (1998, p.310), Wiknjosastro (2007,
p.568-572) adalah sebagai berikut:
a. Dengan memotong saluran telur (tubektomi)

1) Cara Pomeroy
Teknik sterilisasi menurut Pomeroy ini disukai, karena paling banyak
dilakukan di antara semua teknik. Angka kegagalan adalah 0-0,4%.

2) Cara Kroener
Fimbria amat berperan dalam menangkap dan mentransfer sel telur, oleh
karena itu cara ini kurang disukai.

3) Cara Madlener
Sekarang teknik ini tidak dipakai lagi, karena angka kegagalan yang
tinggi, yaitu 1,2%.
4) Cara Aldridge
Angka kegagalan dengan cara ini kecil sekali dan mungkin kelak fimbria
yang sudah ditanamkan dapat dibuka kembali (reversible), bila ibu ingin
mendapatkan kesuburannya kembali.
5) Cara Irving

6) Cara Uchida
Menurut penemunya, Uchida dari Jepang, cara ini memiliki angka kegagalan
yang kecil sekali, bahkan mungkin tidak pernah gagal.
b. Dengan membakar saluran telur dengan menggunakan aliran listrik
c. Dengan melipat saluran telur
d. Dengan menyumbat dan menutup saluran telur menggunakan bahan kimiawi
seperti perak nitrat, seng, klorida, dan sebagainya.
4. Teknik operasi
Menurut Saifuddin (2006, p.PK-63) dikenal 2 tipe yang sering digunakan dalam
palayanan

tubektomi

yaitu

Minilaparotomi

dan

Laparoskopi.

Teknik

ini

menggunakan anestesi lokal dan bila dilakukan secara benar, kedua teknik tersebut
tidak banyak menimbulkan komplikasi,
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomy terdahulu, hanya diperlukan
sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah maupun pada lingkar
pusat bawah. Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien. Relatif murah
dan dapat dilakukan oleh dokter yang diberi latihan khusus. Operasi ini aman dan
efektif. Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba
dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian di keluarkan,
diikat dan dipotong sebagian, setelah itu dinding perut ditutup kembali, luka
sayatan ditutup dengan kassa yang kering dan steril dan apabila tidak ditemukan
masalah yang berarti, klien dapat dipulangkan setelah 2-4 jam.

b. Laparoskopi

Prosedur ini memerlukan tenaga spesialis kebidanan dan penyakit kandungan
yang terlatih, agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan
pada 6-8 minggu pasca persalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi)
5. Perawatan Pascabedah dan Pengamatan Lanjut
Menurut Saifuddin (2006, p.-PK-65) perawatan pasca bedah dan pengamatan lanjut
pada tubektomi yaitu setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan nadi.
Bila telah diperbolehkan minum, sebaiknya klien diberikan cairan yang mengandung
gula (fanta, sari buah atau gula-gula) untuk membantu meningkatkan kadar glukosa
darah, Lakukan Romberg sign (klien disuruh berdiri dengan mata tertutup), bila
penderita tampak stabil, dianjurkan mengenakan pakaian dan tentukan pemulihan
kesadaran. Apabila semua berjalan baik, klien dapat dipulangkan.

Gambar 2.1. Tubektomi

2.2.4. Indikasi MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia tahun
1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 – 40 tahun,
dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 – 30 tahun dengan 3 anak

atau lebih, umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri 35
– 40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang kurangnya
berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang
diinginkan oleh pasangan tersebut.(Wiknjosastro, 2005).
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
1. Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini
hamil lagi.
2. Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit jantung,
dan sebagainya.
3. Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis), sering
menderita psikosa nifas, dan lain lain.
4. Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea
yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.

5. Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan untuk
sekaligus melakukan sterilisasi.
6. Indikasi sosial ekonomi

Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi yang
sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
2.2.5. Kontraindikasi MOW
Kontraindikasi peserta tubektomi menurut Saifuddin (2006) :
1. Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai).
2. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus di evaluasi).
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (sehingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol).
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan.
6. Belum memberikan persetujuan tertulis
2.2.6. Efek Samping
Terdapat 3 efek samping (Handayani, 2010) yaitu:
1. Perubahan-perubahan hormonal
Efek kontap wanita pada umpan balik hormonal antara kelenjar hypofise dan
kelenjar gonad

ditemukan

kadar FSH, LH, testosteron dan estrogen tetap

normal setelah melakukan kontap wanita.

2. Pola haid
Pola haid abnormal setelah menggunakan kontap merupakan tanda dari “post
tubal ligation syndrome”
3. Problem psikologis

Dinegara maju wanita (usia< 30 tahun) yang menjalani kontap tidak merasa puas
dibanding wanita usia lebih tua dan minta dipulihkan.

2.3. Seksualitas
Istilah seks dan seksualitas adalah suatu hal yang berbeda. Kata seks sering
digunakan dalam dua cara. Paling umum seks digunakan untuk mengacu pada bagian
fisik dari berhubungan, yaitu aktivitas seksual genital. Seksualitas berhubungan
dengan bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka
mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada lawan jenis melalui tindakan yang
dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan senggama seksual, dan melalui
perilaku yang lebih halus, seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian, dan
perbendaharaan kata (Perry & Potter, 2005).
Seksualitas merupakan suatu komponen integral dari kehidupan seorang
wanita normal, dimana hubungan seksual yang nyaman dan memuaskan merupakan
salah satu faktor yang berperan penting dalam hubungan perkawinan bagi banyak
pasangan (winkjosastro, 2002). Seksualitas diartikan sebagai sebuah

identitas

individu yang secara social dibangun berdasarkan komponen biologis, kepercayaan,
nilai, minat, daya tarik, harapan dan tingkah laku (Wals, Linda V, 2008).
Manusia pada dasarnya adalah merupakan makhluk biopsikososial piritual
yang utuh dan unik.Teori kebutuhan manusia memandang manusia sebagai suatu
keterpaduan, keseluruhan yang terorganisir yang mendorong untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan dasar manusia yaitu aktualisasi diri, harga

diri,mencintai, dicintai memiliki dan dimiliki, rasa aman dan keselamatan, kebutuhan
fisiologi dan psikologi, cairan danelektrolit, nutrisi dan seks. Kebutuhan seksual itu
merupakan salah satu kebutuhan manusia.
Berdasar pengertian diatas, frekuensi hubungan seksual dapat diartikan
sebagai banyaknya atau seringnya melakukan kegiatan seks. Frekuensi hubungan
seksual sangat bervariasi, rata rata 1-4 kali seminggu bagi orang berumur 30 – 40
tahun.Hubungan seksual mungkin lebih jarang dengan meningkatnya umur. Pada
wanita gairah seks meningkat dalam masa reproduksi sampai dicapai umur 35 tahun
(Zunizap, 2006).
Frekuensi

hubungan

seksual

juga

sangat

tergantung

pada

kondisi

wanita.Semakin jarang frekuensi hubungan seks pasangan, semakin tidak sehat
perkawinan tersebut. Hal ini dikarena masing – masing kebutuhan pasangan akan ada
yang tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan rasa frustrasi karena kurangnya
perhatian dari pasangan untuk hal seks. Frekuensi berhubungan seksual pada wanita
yang tidak hamil normalnya umumnya berkisar antara 2 sampai 4 kali/minggu,
sedangkan untuk wanita bisanya antara 1-2 kali/ minggu
Pada umumnya puncak gairah seksual terjadi pada usia menjelang dua
puluhan, yang kemudian berkurang dengan bertambahnya usia. Gairah seks pada
kaum wanita tidak menunjukkan penurunan yang tajam, tetapi terdapat variasi yang
berbeda beda pada setiap individu (Hembing, 1999). Begitu juga dengan keinginan
untuk melakukan kegiatan seksual pada wanita hamil. Dapat berbeda beda. Sebagian
perempuan terjadi penurunanfrekuensi senggama secara gradual dan perlahan lahan

sejalan dengan berkurangnya keinginan, kemampuan dan kenyamanan untuk
melakukan senggama.
Menurut Masters, Jonshon, dan Kolodny (1992), seksualitas menyangkut
berbagai dimensi, diantaranya adalah dimensi biologis, psikologis, sosial dan kultur.
1. Dimensi Biologis
Berdasarkan perspektif biologis (fisik), seksualitas berkaitan dengan anatomi dan
fungsional alat reproduksi atau kelamin manusia, serta dampaknya bagi kehidupan
fisik atau biologis manusia.Termasuk didalamnya menjaga kesehatannya dari
gangguan seperti penyakit menular seksual, infeksi saluran reproduksi (ISR),
bagaimana memfungsikan seksualitas sebagai alat reproduksi sekaligus alat
rekreasi secara optimal, serta dinamika munculnya dorongan seksual secara
biologis.
2. Dimensi Psikologis
Berdasarkan dimensi ini, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana manusia
menjalani fungsi seksual sesuai dengan identitas jenis kelaminnya, dan bagaimana
dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap
seksualitas itu sendiri, serta bagaimana dampak psikologis dari keberfungsian
seksualitas dalam kehidupan manusia. Misalnya bagaimana seseorang berperilaku
sebagaimana laki-laki atau perempuan, bagaimana seseorang mendapatkan
kepuasan psikologi dari perilaku yang dihubungkan dengan identitas peran jenis
kelamin, serta bagaimana perilaku seksualnya dan motif yang melatar belakangi
a. Dimensi Sosial

Dampak sosial melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar
manusia, bagaimana seseorang beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan
tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan
fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.
b. Dimensi Kultural dan Moral
Dimensi ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai
penilaian terhadap seksualitas yang berbeda dengan negara barat.Seksualitas di
negara-negara barat pada umumnya menjadi salah satu aspek kehidupan yang
terbuka dan menjadi hak asasi manusia. Beda halnya dengan moralitas agama,
menganggap bahwasanya seksualitas sepenuhnya adalah hak Tuhan sehingga
penggunaan dan pemanfaatannya harus dilandasi dengan norma-norma agama
yang sudah mengatur kehidupan seksualitas manusia secara lengkap.
2.3.1. Respon Seksual Wanita
Untuk mencapai sebuah kepuasan seksual, seorang wanita mengalami siklus
respon seksual saat berhubungan intim. Respon ini dibagi menjadi empat tahapan:
1.

Adanya desire yaitu merupakan perasaan memiliki energi seksual yang dengan
cepat merespon untuk memulai kegiatan seksual agar aktivitas seksualnya
berjalan nyaman dan sehat.

2.

Arousal yaitu jaringan bagian dalam vagina dan luar alat kelamin menjadi
lembap akibat keluarnya cairan dari dinding alat kelamin diikuti dengan puting
susu yang menegang.

3.

Orgasme yaitu merupakan puncak dari kenikmatan seksual seorang wanita. Saat
terjadi orgasme, otot-otot rahim, vagina, klitoris, dan rektum berkontraksi secara
ritmis. Pada fase ini, wanita lebih menggebu-gebu dan penuh gairah. Keadaan ini
dapat terjadi satu kali atau berulang-ulang (multiorgasme).

4.

Resolution yaitu merupakan fase antiklimaks. Vagina, klitoris, dan rahim
kembali pada keadaan semula. (Junita, 2004)
Gairah seksual pada wanita dipengaruhi oleh hormon testoteron, faktor

psikogenik, kondisi kesehatan umum dan pengalaman seksual.Hormon testoteron
pada wanita diproduksi oleh ovarium (25%), glandula adrenal (25%) dan konversi
perifer dari androstenedione dan DHEA (50%). Penuaan pada wanita menyebabkan
kerusakan atau penekanan pada kelenjar adrenal atau ovarium sehingga menurunkan
sekresi hormon androgen. Kondisi ini menimbulkan perubahan hasrat dan gairah
seksual akibat tidak adanya pelumasan vagina dan ereksi klitoris (Junita, 2004)
2.3.2. Faktor yang Memengaruhi Penurunan Gairah Seksual
1. Kurang percaya diri
Rasa percaya diri yang minim membuat seorang perempuan kehilangan
libido.Contoh : karena tidak puas akan kondisi tubuh (kelebihan berat badan atau
kekurangan berat badan), tidak nyaman untuk menampilkan diri apa adanya di depan
dan akibatnya tidak merasa bergairah jika pasangan mengajak untuk bercinta dan
tidak menikmati aktivitas tersebut.
2. Stres

Masalah pekerjaan, keluarga, keuangan atau masalah pribadi yang berlarutlarut, stres membuat tidak bisa menikmati aktivitas lain termasuk seks.
3. Cemas atau gelisah
Libido juga bisa turun jika merasa takut pada aktivitas seks, ketakutan atau
kecemasan berlebihan disebabkan karena beberapa hal seperti trauma karena
pelecehan seksual atau ketakutan lainnya. Langkah yang harus dilakukan adalah
mengungkapkan kecemasan ini pada pasangan, minta waktu untuk menenangkan diri
dan dapatkan dukungan pasangan. Jika tidak bisa menghadapinya, wajib untuk
mengonsultasikannya kepada psikolog.
4.

Menopause
Kebanyakan wanita mengalami penurunan gairah seksual saat memasuki

masa menopause.Penyebabnya cukup banyak, mulai dari penurunan hormon estrogen
sehingga kondisi vagina menjadi kering dan menyebabkan penetrasi menjadi
menyakitkan.Menopause juga menyebabkan testosteron dalam tubuh berkurang.
5.

Cinta memudar
Pasangan yang mengalami gangguan komunikasi dan berkonflik terus

menerus hingga akhirnya sudah tidak cinta lagi, tentu sudah tak berhasrat lagi untuk
berintim-intim di tempat tidur.

6.

Depresi
Gejala/keluhan

kerja/kehidupan.

Perasaan

lesu

(lethargi),

tidak

bersemangat

dalam

7. Gangguan Siklus Haid
Gejala/keluhan yaitu tidak mengalami haid (Amenorhea), Perdarahan berupa
tetesan/ bercak-bercak (Spotting), Perdarahan diluar siklus haid (Metroragia/
breakthrough bleeding), Perdarahan haid yang lebih lama dan lebih banyak dari
biasanya (Menoragia).
2.3.3. Kenyamanan Seksual dengan Penggunaan MOW
Menurut (Mu’tadin, 2002) penggunaan MOW dapat berpengaruh pada
kenyamanan seksual karena menyebabkan perdarahan post seksual ini disebabkan
karena posisi benang menggesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga
menimbulkan pendarahan dan bisa menyebabkan keputihan, akan tetapi pendarahan
yang muncul ini jumlahnya hanya sedikit. Dari faktor sosial budaya yaitu belum
terbiasanya masyarakat setempat dalam penggunaan kontrasepsi MOW dan
pandangan bahwa MOW dapat mempengaruhi kenyamanan dalam hubungan seksual.

2.4. Kerangka Pikir

KB MOW

Lama Penggunaan KB
MOW

Kenyamanan Seksual
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengetahuan Wanita Usia Subur Terhadap Pelaksanaan Imunisasi Tetanus Toxoid 5 di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2014

2 76 45

Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur tentang Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan

10 80 82

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

1 43 116

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Usia Menikah Pada Wanita Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

19 88 123

Pengaruh Persepsi Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Kanker Leher Rahim (KLR) dan Program Inspeksi Visual Asetat (IVA) Terhadap Pemanfaatan Pelayanan IVA Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tah

6 57 85

Analisis Seksualitas Pada Wanita Usia Subur (Wus) Yang Memakai Metode Operasi Wanita (Mow) Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Tahun 2015

0 0 16

Analisis Seksualitas Pada Wanita Usia Subur (Wus) Yang Memakai Metode Operasi Wanita (Mow) Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Tahun 2015

0 0 2

Analisis Seksualitas Pada Wanita Usia Subur (Wus) Yang Memakai Metode Operasi Wanita (Mow) Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Tahun 2015

0 0 8

Analisis Seksualitas Pada Wanita Usia Subur (Wus) Yang Memakai Metode Operasi Wanita (Mow) Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Tahun 2015

0 1 3

Analisis Seksualitas Pada Wanita Usia Subur (Wus) Yang Memakai Metode Operasi Wanita (Mow) Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Tahun 2015

0 0 32