Pemanfaatan Limbah Botol Plastik dan Abu Batu Sebagai Bahan Substitusi Dalam Pembuatan Batako
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batako
2.1.1 Pengertian Batako
Bata beton atau yang dikenal dimasyarakat umum adalah batako
merupakan bahan yang di bentuk dari campuran pasir bercampur dengan
kerikil (agregat) yang dicampur dengan semen portland dan air untuk
mempermudah bahan-bahan pembentuknya dapat dengan mudah tercampur
dan bereaksi dengan sempurna. Menurut PUBI-1982 pasal 6, “Batako adalah
bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”.
Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak
beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen portland
atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive),
dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan
sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Perbandingan bahan baku batako
terdiri dari pasir, semen, dan air dengan perbandingan 75: 20: 5.
Perbandingan komposisi ini sesuai dengan Pedoman Teknis yang dikeluarkan
oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1986.
Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan
non struktural. Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaannya
rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi.
Persyaratan batako menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di
9
Universitas Sumatera Utara
Indonesia 1982 (PUBI-1982) pasal 6 antara lain adalah berumur minimal satu
bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ±400
mm, lebar ±200 mm, tebal ±100-200 mm, kadar air 25-35% dari berat, dan
memiliki kuat tekan antara 2-7 N/mm2.
Berdasarkan persyaratan fisik batako standar dalam PUBI-1982
memberikan batasan standar bahwa untuk batako dengan nilai kuat tekan 23,5 MPa dapat dipakai pada konstruksi yang tidak memikul beban. Untuk
kuat tekan 2 MPa dapat dipasang pada tempat yang terlindung dari cuaca luar
dan diberi lapisan pelindung.
2.1.2 Klasifikasi Batako
Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke
dalam 3 jenis, yaitu :
A. Batako Putih (tras)
Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran
tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan
yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi, warnanya ada yang
putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran
panjang 25-3 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.
Gambar 2.1 Contoh Batako Putih
10
Universitas Sumatera Utara
B. Batako Semen/Batako Press
Batako press dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada
yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang
menggunakan mesin. Perbedaanya dapat dilihat pada kepadatan permukaan
batakonya. Umumnya memiliki panjang 36-40 cm dan tinggi 18-20 cm.
Gambar 2.2 Contoh Batako Semen/Batako Press
C. Bata Ringan
Bata ringan dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan
bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat
jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton
ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang-kadang melebihi.
Dimensinya yang lebih besar dari bata konvensional yaitu 60 x 20 cm dengan
ketebalan 7 hingga 10 cm menjadikan pekerjaan dinding lebih cepat selesai
dibandingkan bata konvensional.
11
Universitas Sumatera Utara
Mutu batako sangat dipengaruhi oleh komposisi dari penyusun-penyusunnya,
disamping itu dipengaruhi oleh cara pembuatannya yaitu melalui proses
manual (cetak tangan) dan pres mesin. Perbedaan dari proses pembuatan ini
dapat dilihat dari kepadatan permukaannya. Batako terdiri dari berbagai
bentuk dan ukuran. Istilah batako berhubungan dengan bentuk persegi
panjang yang digunakan untuk dinding beton. Batako dapat digolongkan
menjadi dua kelompok:
Batako Padat
Batako Berlubang
Gambar 2.3 Batako Padat dan Berlubang
Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik
dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama.
Batako berlubang memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya
hanya 1/3 dari batu bata dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat
kali lebih cepat dan lebih kuat untuk semua penggunaan yang biasanya
menggunakan batu bata. Di samping itu keunggulan lain batako berlubang
adalah tahan terhadap panas dan suara. Batako secara umum dibagi menjadi 6
tipe, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini :
12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Tipe-tipe Batako
Pada pemakaian batu batako diperhatikan hal-hal berikut:
a. Disimpan dalam keadaan cukup kering.
b. Penyusunan batu cetak sebelum dipakai cukup setinggi lima lapis, untuk
keamanan dan juga untuk memudahkan pengambilan.
c. Pada pemasangan tidak perlu dibasahi terlebih dahulu, serta tidak boleh
direndam air.
d. Untuk pemotongan batu batako dipergunakan palu dan tatah untuk
membuat goresan pada batu yang akan dipatahkan.
13
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Bentuk Ikatan Dinding Batako
Agar didapat mutu batako yang berkualitas, banyak faktor yang
mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi kualitas batako tergantung pada
faktor air semen, umur batako, kepadatan batako, bentuk tekstur batuan,
ukuran agregat, kekuatan agregat, dan lain-lain.
Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan batako.
Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan batako adalah:
a. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika
dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif
terdapat suatu pengurangan.
b. Pembuatan mudah dan dapat dibuat secara sama.
c. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos juga lebih hemat.
d. Khusus jenis yang berlubang dapat befungsi sebagai isolasi udara.
14
Universitas Sumatera Utara
e. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.
f. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan
potongan.
g. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.
Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:
a. Karena proses pengerasannya membutuhkan waktu yang cukup lama (3
minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya sebelum
memakainya.
b. Bila diinginkan lebih cepat mengeras perlu ditambah dengan semen,
sehingga menambah biaya pembuatan.
c. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengarasannya cukup lama
mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.
2.2 Bahan Pembentuk Batako
2.2.1 Semen Portland
Semen Portland ditemukan pada tahun 1824 pada abad ke 19 oleh
seorang tukang batu dari Inggris yang bernama Joseph Aspdin. Pembuatan
semen portland yang pertama kali oleh Joseph Aspdin yaitu dengan cara
membakar campuran kapur dan tanah liat dan kemudian menggilingnya
hingga halus. Diberi nama semen Portland bukan karena dibuat di daerah
tertentu atau menjadi nama merek dagang tertentu, tapi merupakan istilah
generik karena warnanya yang kelabu dan kekuatan yang dihasilkan
15
Universitas Sumatera Utara
menyerupai semen alami yang berasal dari pulau Portland di Inggris. (Paul
Nugraha, 2004).
Menurut Standar Industri Indonesia (SII), SII 0013-1981, definisi
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
bersifat hidrolis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu-ikat
(umumnya gypsum).
Klinker semen Portland dibuat dari batu kapur (CaCo3), tanah liat dan
bahan dasar berkadar besi. Bahan dasar dari klinker semen Portland dapat
dipabrikasikan secara dua proses, yaitu basah dan kering. Pada proses
basah,sebelum dibakar bahan dasar dicampur dengan air(‘slurry’) dan digiling
sampai halus berupa “bubur halus”. Pada proses kering, bahan dasar
dicampur dan dikeringkan kemudian digiling berupa “bubuk kasar”
selanjutnya kedua produksi ini dibakar dalam tanur-putar-datar pada
tempertur yang sangat tinggi sehingga diperoleh klinker semen Portland.
Proses pemabrikan klinker semen Portland adalah sebagai berikut :
Proses Basah
Proses Kering
dan dicampur dengan air
digiling
“bubur halus”
“bubur kasar”
Tanur semen (1400°C)
Klinker semen Portland
Garnulasi (udara dingin atau air)
Klinker + bahan campur (gips)
16
Universitas Sumatera Utara
Bagian utama dari klinker ini adalah :
dikalsium silikat
2CaO.SiO2
atau C2S
trikalsium silikat
3CaO.SiO2
atau C3S
trikalsium aluminat
3CaO.A12O3
atau C3A
tetra kalsium aluminat ferrit
4CaO.A12O3Fe2O3
atau C3AF
akhirnya semen Portland didapatkan secara menggilas klinker tersebut
dalam kilang-peluru (‘kogelmolens’) sampai halus dengan ditambah beberapa
prosen gips (CaSO42H2O). (R. Sagal, 1994).
2.2.2 Pasir
Pasir adalah contoh bahan material yang berbentuk butiran. Butiran
pada pasir, umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi
pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan
subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Hanya beberapa tanaman yang
dapat tumbuh di atas pasir, karena pasir memiliki rongga-rongga yang cukup
besar. Pasir memiliki warna sesuai dengan asal pembentukannya. Dan seperti
yang kita ketahui pasir juga sangat penting untuk bahan material bangunan
bila dicampurkan dengan perekat semen.
Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia, agregat halus sebagai
campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat
sebagai berikut:
1.
Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.
2.
Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.
17
Universitas Sumatera Utara
3.
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila
lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum
digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang
melewati ayakan 0,063 mm.
4.
Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.
5.
Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.
(Paul Nugraha, 2004)
2.2.3 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi
semen, untuk membasahi agregat dan akan memberikan kemudahan pada
adukan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai
campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya,
yang tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya, bila dipakai
dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat
mengubah sifat-seifat beton yang dihasilkan. Air yang berlebihan akan
menyebabkan banyaknya gelembung-gelembung air setelah proses hidrasi
selesai, sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak
sempurna, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton (Mulyono, 2005).
Semen memerlukan jumlah air sebesar 32% berat semen untuk
bereaksi secara sempurna, akan tetapi apabila kurang dari 40 % berat semen
maka reaksi kimia tidak selesai dengan sempurna. Apabila kondisi seperti ini
dipaksakan akan mengakibatkan kekuatan batako berkurang. Jadi air yang
dibutuhkan untuk bereaksi dengan semen dan untuk memudahkan pembuatan
18
Universitas Sumatera Utara
batako, maka nilai f.a.s. pada pembuatan dibuat pada batas kondisi adukan
lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara
optimal. Disini tidak dipakai patokan angka sebab nilai f.a.s. sangat
tergantung dengan campuran penyusunnya. Nilai f.a.s. Diasumsikan berkisar
antara 0,3 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah
dikerjakan (Utomo, 2010).
Syarat air yang digunakan untuk campuran batako adalah sebagai
berikut:
a.
Air tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung lainnya yang
dapat dilihat secara visual.
b.
Air tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.
c.
Air tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak
batako (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
d.
Bila air meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya
menurut pemakaiannya (Latief, 2010).
2.2.4 Botol Plastik Jenis PET
PET atau PETE adalah polyethylene terephtalate. Plastik ini
digunakan untuk membuat sebagian besar botol plastik dan kontainer dari
minuman, dan juga digunakan untuk salad dressing kontainer, botol minyak
sayur dan tempat makanan ovenproof. PET dapat didaur ulang menjadi
pakaian, tote bags, furniture, karpet, hiasan jalur, dan kontainer baru.
Limbah plastik dapat digunakan sebagai pengganti material agregat
kasar untuk menghasilkan beton atau batako dengan berat ringan. Salah satu
19
Universitas Sumatera Utara
limbah plastik adalah limbah plastik dari bekas botol air kemasan. Umumnya
botol air kemasan berasal dari plastik jenis Polyethylene terephthalate (PET).
Pemakaian limbah ini juga akan mendukung upaya untuk penyelamatan
lingkungan.
PET merupakan polyester termoplastik yang diproduksi secara
komersial melalui produk kondensasi yang dikarakterisasi dengan banyaknya
ikatan ester yang didistribusikan sepanjang rantai utama polimer. PET bahan
dasar dari botol minuman plastik, dengan nama IUPAC-nya polioksi etilen
neooksitereftaoil.
Proses pembuatan PET memerlukan suhu yang sangat tinggi di atas
100oC untuk produk yang secara komersial memiliki kemampuan kristalisasi
cepat. Menurut Ehrig, material PET ini memiliki sifat mekanik yang baik,
ketahanan terhadap pelarut yang bagus, dan stabilisasi hidrolitiknya baik.
PET dan poliester lain pada umumnya bebas dari hasil pembakaran berbahaya
CO2. Titik leleh PET murni di atas 280oC untuk sampel yang “annealing”
secara lengkap. Sedangkan produk komersialnya meleleh pada suhu 255oC265oC, karena hasil kristalisaai berkurang dengan adanya pengotor pada
rantai utamanya. Pengotor yang ada dalam PET mengakibatkan kekuatan
produk akan berkurang, baik sebagai produk film atau serat. Titik transisi
gelas bervariasi dalam interval yang luas tergantung pada kemurnian
polimernya.
Salah satu hal yang dapat dilihat langsung dari limbah ini adalah berat
yang ringan dan tidak mudah berubah bentuk. Dengan pelelehan limbah botol
20
Universitas Sumatera Utara
PET melalui “perebusan” dapat dihasilkan gumpalan plastik yang apabila
dipecahkan akan mencadi pecahan dan butiran yang dapat dijadikan sebagai
agregat halus dan kasar pada beton. Berat jenisnya yang kecil memungkinkan
beton yang menggunakan agregat PET ini mempunyai berat jenis yang kecil
juga, sehingga termasuk dalam katergori beton ringan (beratnya lebih kecil
1800 kg/m3).
Kuat tekan yang dihasilkan dari pembuatan beton dengan agregat dari
limbah PET dan beberapa campuran limbah lainnya berkisar antara 7-15
MPa. Kuat tekan tersebut memang dapat digunakan untuk material elemen
non struktural, seperti panel dinding. Namun demikian, masih perlu dikaji
kaitannya dengan kuat tarik, kuat lentur, performa rambatan panasnya dan
rambatan serta redaman bunyi. Tabel 2.1 menunnjukkan Massa jenis dan
suhu operasi maksimum pada berbagai jenis plastik.
Tabel 2.1. Massa Jenis dan Suhu Operasi Maksimum Plastik
Massa jenis Temteratur operasi maksimum
(kg/m3)
(°C)
Homo polymer
1420
85
Jenis plastik
Acrylic
1180
50
PET
1360
110
Polycarbonate
1150
125
PVC (rigid)
1400
50
PVC (flexible)
1300
50
Sumber: (plastic engineering, R.J. Crawford,31)
21
Universitas Sumatera Utara
Jenis kode plastik yang umum beredar di antaranya:
•
PET (Polietilena tereftalat). Umumnya terdapat pada botol minuman atau
bahan konsumsi lainnya yang cair.
•
HDPE (High Density Polyethylene, Polietilena berdensitas tinggi)
biasanya terdapat pada botol detergen.
•
PVC (polivinil klorida) yang biasa terdapat pada pipa.
•
LDPE (Low Density Polyethylene, Polietilena berdensitas rendah) biasa
terdapat pada pembungkus makanan.
•
PP (polipropilena) umumnya terdapat pada tutup botol minuman, sedotan,
dan beberapa jenis mainan.
•
PS (polistirena) umum terdapat pada kotak makan, kotak pembungkus
daging, cangkir, dan peralatan dapur lainnya. (Pitra Ardhiantika,dkk,2014)
2.2.5 Abu Batu
Abu batu merupakan agregat buatan. Agregat yang yang merupakan
merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran < 0,075 mm),
diperoleh dari hasil sampingan pabrik pabrik semen atau mesin pemecah
batu. Material jenis ini banyak dibutuhkan untuk campuran dalam proses
pengaspalan dan bisa digunakan sebagai pengganti pasir. Material ini adalah
bahan utama dari pembuatan gorong-gorong dan Batako Press.
22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Batako Press Menggunakan Abu Batu
Abu batu saat ini merupakan bahan hasil sampingan dalam industri
pemecahan batu yang jumlahnya tidak sedikit. Saat ini abu batu tidak begitu
laku untuk dijual karena pemakaian dalam industri konstruksi sudah sangat
sedikit mengingat konstruksi perkerasan jalan dengan Lapen sudah banyak
beralih ke lapisan aspal beton. Perkerasan Lapen yang biasanya penaburan
lapis atas dengan abu batu sudah banyak diganti dengan pasir, sehingga abu
batu pada stone crusher menjadi bahan limbah yang harus diupayakan
penanganannya
Pada bendungan tipe rockfill, embankment Sheel (pelapis timbunan)
biasanya terdiri dari material random (campuran) atau abu batu yang
berfungsi sebagai pengisi antara struktur dan lapisan kedap air.
(Tukang Bata. 2014)
23
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pengujian Batako
Hasil produksi batako sebelum dipasarkan harus menjalani pengujian mutu
yang meliputi :
2.3.1 Pengujian Ukuran dan Tampak Luar
Pengujian ukuran dilakukan untuk melihat dan mengamati apakah
batako sudah sesuai dengan standar yang ditentukan, karena apabila belum
sesuai dapat menpengaruhi nilai kekuatan pada bangunan. Sedangkan
pengujian tampak luar dilakukan agar tidak mengurangi nilai jual. Apabila
batako tampak dari segi fisik sudah bagus, maka nilai jualnya akan baik.
Sebaliknya, apabila secara fisik sudah tampak tidak kuat maka batako
tersebut tidak akan laku dipasaran.
Untuk mengetahui ukuran benda rata-rata batako, dipakai 7 buah
benda uji yang utuh. Sebagai alat pengukur dipakai mistar sorong yang dapat
mengukur teliti sampai 1 mm atau bisa juga digunakan alat ukur yang biasa
dipakai dengan satuan cm. Setiap pengukuran panjang, lebar, tinggi atau tebal
dinding batako berlubang, dilakukan paling sedikit tiga kali pada tempat yang
berbeda-beda, kemudian dihitung harga rata-rata dari ketiga pengukuran
tersebut. Harga pengukuran dari 7 buah benda uji, dilaporkan mengenai
ukuran rata-rata serta besar penyimpangan ukuran batako dari syarat mutu
yang telah ditetapkan pada SNI 03 0349 1989.
Dalam pembuatan batako terdapat tiga macam ukuran yaitu seperti
yang terdapat dalam tabel sebagai berikut:
24
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Persyaratan Ukuran dan Toleransi (PUBI hal. 28)
Ukuran nominal ± toleransi (mm)
Jenis batako
Panjang
Lebar
Tebal
Besar
400±3
200±3
100±2
Sedang
300±3
150±3
100±2
Kecil
200±3
100±2
80±2
Keterangan : Ukuran nominal = ukuran bata ditambah 10 mm tebal siar.
2.3.2 Pengujian Daya Serap
Persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut
serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut
kadar air. Besar kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga
yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton
maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan
berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang
tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunannya. Pengaruh rasio
yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak
bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga. Berdasarkan SNI
03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai penyerapan air
maksimum adalah 25%
Untuk pengukuran penyerapan air batako, mengacu pada standar SNI
03-0349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:
=
100%.................................................................................(2.1)
25
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Wa = Water Absorption (%)
Mk = Massa benda kering (gr)
Mj = Massa benda dalam kondisi jenuh (gr)
2.3.3 Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan batako adalah proses pengujian kemampuan
batako untuk menahan beban, misalnya berat atap yang mendukung dinding,
ditambah berat dinding itu sendiri. Serta untuk memastikan bahwa batako
akan mampu membawa beban yang diletakkan di atasnya, termasuk beban
hidup. Kuat tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban
maksimum yang dapat ditahan beban dengan luas penampang bahan yang
mengalami gaya tersebut.
Kekuatan tekan merupakan salah satu tolak ukur batako. Pengertian
kuat tekan batako dianalogikan dengan kuat tekan beton. Mengacu pada pada
SK SNI M–14–1989–F tentang pengujian kuat tekan beton, yang dimaksud
kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan
benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang
dihasilkan oleh mesin tekan. Teori teknologi beton menjelaskan bahwa
faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah faktor air
semen (FAS), kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah semen dan sifat
agregat (Damaris, 2011).
26
Universitas Sumatera Utara
Batako dengan mutu yang rendah ditandai dengan besar kuat tekan
dan daya serap air tidak memenuhi syarat-syarat fisis batako tingkat II yang
ditetapkan oleh SNI. Hal ini disebabkan adanya retak-retak pada permukaan
batako sehingga batako banyak berpori dan mengakibatkan kekuatannya
menurun. Selain itu, perusahaan juga menghasilkan banyak batako rusak
sehingga memerlukan pengerjaan ulang yang mengakibatkan terjadinya
penambahan biaya produksi.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan diatas, maka perlu
dilakukan suatu penelitian untuk dapat memperbaiki/merekayasa komposisi
yang tepat supaya dapat memberikan perbaikan mutu pada batako. Titik berat
pencapaian target mutu yang dikehendaki ialah pada pengaturan komposisi
bahan. Perubahan komposisi bahan akan berpengaruh pada mutu batako.
Untuk pengukuran kuat tekan batako mengacu pada standar SNI 030349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:
=
………………………………………………………………...(2.2)
Dimana:
P
= Kuat Tekan (kg/cm2)
Fmaks = Gaya Maksimum (kg)
A
= Luas permukaan benda uji (cm2)
Mengacu pada pada SK. SNI 03–0349-1989 tentang Bata Beton
Untuk Pasangan Dinding, bata beton pejal maupun berlobang dibedakan
menurut tingkat mutunya seperti yang tercantum pada Tabel 2.3 Kuat tekan
batako dan daya serap air mengidentifikasikan mutu dari sebuah batako. Oleh
27
Universitas Sumatera Utara
karena itu spesifikasi dari Karakter Kualitas yang Kritis (Critical to Quality
Characteristic/CTQ) produk batako ini adalah tingkat kuat tekan dan daya
serap air. Semakin tinggi tingkat kekuatan batako yang dikehendaki, semakin
tinggi pula mutu batako yang harus dihasilkan.
Tabel 2.3. Syarat-Syarat Fisis Bata Beton Menurut SNI 03-0349-1989
Tingkat Mutu Bata2)
Syarat Fisik
No
Satuan
Bata Pejal
Bata Berlubang
I
II
III
IV
I
II
III
IV
1
Kuat tekan rata-rata minimum
Kg/cm2
100
70
40
25
70
50
35
20
2
Kuat tekan bruto1) benda uji min.
Kg/cm2
90
65
35
21
65
45
30
17
3
Penyerapan air rata-rata maks.
%
25
35
-
-
25
35
-
-
Catatan:
1) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji
pecah dibagi dengan luas ukurannya dari permukaan bata yang tertekan,
termasuk luas lobang serta cekungan tepi
2) Tingkat Mutu:
Tingkat I
: Untuk dinding struktural tidak terlindungi
Tingkat II
: Untuk dinding struktural terlindungi (boleh ada beban)
Tingkat III
: Untuk dinding non struktural tak terlindungi boleh terkena
hujan dan panas
Tingkat IV
: Untuk dinding non struktural terlindungi dari cuaca
28
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Pengujian Kuat Tarik Belah
Kuat tarik belah adalah salah satu parameter penting kekuatan
beton.
Nilai kuat tarik belah diperoleh
melalui pengujian
tekan
di
laboratorium dengan membebani setiap benda uji silinder secara lateral
sampai pada kekuatan maksimumnya. Pengujian dapat dilakukan pada skala
tertentu dengan berbagai kondisi, jenis, beban maupun ukuran benda uji.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran benda uji
terhadap kekuatan tarik belah beton. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan mesin uji “Semiautomatic Concrete Compression Testing 400
kN Cap. Controls – Italy 50-C6632” (Renaldo Glantino Regar, 2014).
Kuat tarik beton berkisar seperdelapan belas kuat tekannya pada umur
masih muda dan berkisar seperdua puluh pada umur sesudahnya. Nilai kuat
tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus. Suatu perkiraan kasar
dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara
9% - 15% dari kuat tekannya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil
pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0.50 – 0.60 kali √f’c, sehingga
untuk beton normal digunakan nilai 0,57 √f’c.
Pengamatan kuat tarik beton khususnya pada beton bertulang sangat
penting pada penentuan kemungkinan pencegahan keretakan akibat susut dan
perubahan panas. Sedang untuk beton tidak bertulang, hasil pengujian ini
dimanfaatkan dalam perencanaan konstruksi jalan raya dan lapangan terbang
serta untuk beton prategang.
29
Universitas Sumatera Utara
Cara yang digunakan untuk mengukur kuat tarik beton adalah dengan
pengujian kuat tarik belah sesuai SK SNI M-60-1990-03 (SNI 03-24921991). Spesimen yang digunakan adalah silinder dan ditekan oleh dua plat
paralel pada arah diameternya. kuat tarik belah benda uji dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 2.3 (civilresearch, 2011).
fct =
2.P
………………………………………………………………...(2.3)
π .l.d
di mana;
fct = kuat tarik belah beton (MPa)
P = beban maksimum (N)
l = panjang benda uji (mm)
d = diameter benda uji (mm)
Pada proses kuat tarik belah dapat di ilustrasikan seperti Gambar 2.7 di
bawah ini.
Gambar 2.7. Proses Hasil Pengujian Kuat Tarik Beton
30
Universitas Sumatera Utara
2.4 Penelitian Abu Batu dan Cacahan Botol Plastik Jenis PET Terdahulu
2.4.1 Pratikto (UI Depok, 2010)
Penelitian ini menggunakan agregat ringan buatan berasal dari limbah
botol plastik yang mempunyai logo PET. Sampah plastik merupakan masalah bagi
banyak negara di dunia ini, Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai
permasalahan yang kompleks dalam hal sampah, baik dari segi kesehatan,
keindahan dan kesejahteraan. Racun dari plastik ini terlepas pada saat terurai atau
terbakar, sehingga tidak ada satu bakteripun yang dapat menguraikan sampah
plastik ini.
Tujuan yang hendak di capai pada peneliatian ini adalah menentukan
perbandingan campuran semen, agregat kasar dari limbah botol plastik, agregat
halus dan banyaknya air yang sesuai untuk pembuatan beton ringan. Sifat fisik
dan sifat mekanik campuran beton ringan yang menggunakan bahan agregat
limbah botol plastik sehingga memenuhi aspek beton ringan dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Tahapan penelitian di bagi menjadi empat bagian utama yaitu persiapan
dan pengujian bahan, penyusunan rancangan benda uji serta pembahasan dan
analisa hasil pengujian. Tahap persiapan dimulai dari pembuatan agregat kasar
dari limbah botol plastik, dilanjutkan dengan memanaskan dan mendinginkan
serta pemecahan sehingga dihasilkan agregat kasar. Untuk uji berat jenis pada
agregat kasar buatan PET didapat BJ SSD sebesar 1,338. Dengan nilai ini maka
agregat ini dapat diklasifikasikan sebagai agregat ringan karena syarat BJ
maksimum 2,4. Penyerapan air dapat didapat rata-rata 2,64%, nilai ini masih
31
Universitas Sumatera Utara
dalam batas yang diijinkan yaitu 3%. Data ini akan digunakan untuk merancang
campuran beton ringan yang menggunakan agregat batu apung sebagai agregat
kasar.
Tahapan kedua sebelum dibuat benda uji terlebih dahulu dilakukan
pengujian terhadap sifat fisik dan mekanik bahan yang akan digunakan. Dalam
penelitian ini sifat kimiawi material tidak di uji. Adapun untuk menentukan
komposisi campuran beton ringan menggunakan standard SNI dan agregat batu
apung diganti dengan agregat dari limbah plastik.
Kebutuhan Beton Ringan per m3 (kg)
o
o
o
Semen
: Pasir : Air
: PET adalah
280
: 840 : 110 : 585
Semen
: Pasir : Air
263
: 420 : 279 : 559
Semen
: Pasir : Air
263
: 420 : 238 : 530
: PET adalah
: PET adalah
Koreksi nilai slump pada pengujian pertama dan 18,5 cm pada pengujian
kedua dan berdasarkan perbedaan antara batu apung dengan PET, menghasilkan
perbandingan kebutuhan material untuk pengadukan ke III.
Setiap komposisi dibuat 25 buah untuk benda uji kuat tekan dan kuat tarik
belah untuk setiap pengadukan. Benda uji beton ringan yang dibuat kemudian di
uji sifat fisik dan mekanisnya yang meliputi waktu ikat, slump, kuat tekan dan
kuat tarik.
32
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Endang Kasiati (ITS, 2011)
Penelitian ini menggunakan serbuk kaca dan abu batu sebagai bahan
tambahan untuk pembuatan beton dan mengganti semen dengan pozzolan untuk
pembuatan paving. Pada penelitian ini dibuat 6 komposisi campuran untuk
pembuatan paving tersebut. Untuk bahan pengikat dipakai semen portlan pada 3
komposisi awal dan semen pozzoland pada 3 komposisi lainnya yaitu:
a.
PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 5% : Abu Batu 20%
b.
PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 10% : Abu Batu 15%
c.
PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 15% : Abu Batu 10%
d.
PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 5% : Abu Batu 20%
e.
PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 10% : Abu Batu 15%
f.
PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 15% : Abu Batu 10%.
Dari hasil yang didapat kuat tekan terbesar adalah paving blok dengan
komposisi 30% PC : 45% PS : 15% Serbuk Kaca : 10% Abu Batu. Paving ini
menghasilkan kuat tekan maksimal 38,47 Mpa ketika berumur 28 hari dan masuk
mutu paving kelas B sesuai SNI 03-0691-1996 yang dapat dipakai untuk pelataran
parkir.
2.4.3 Apriyadi Dwi Widodo, dkk (UMY, 2014)
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat-sifat fisik limbah botol
plastik
yang
Mengevaluasi
digunakan
sifat-sifat
sebagai
aspal
campuran aspal pada perkerasan jalan.
modifikasi
limbah
botol
plastik
dan
membandingkan dengan sifat-sifat aspal tanpa modifikasi. Mengevaluasi kinerja
33
Universitas Sumatera Utara
campuran Marshall aspal dengan aspal modifikasi limbah botol plastik dan
campuran aspal panas (tanpa modifikasi aspal). Mengevaluasi hubungan antara
stabilitas marshall dengan modulus elastisitas.
Aspek teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat mengurangi sampah
yang terdapat di sekitar lingkungan kita salah satunya limbah botol plastik
polyethylene terepthalate
(PET) dan sebagai dasar informasi ilmiah untuk
mengkaji lebih lanjut pemanfaatan limbah plastik dalam campuran Laston-WC.
Sedangkan dari segi aspek aspek aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi pertimbangan khususnya bagi kontraktor jalan untuk
menggunakan
limbah plastik sebagai campuran terhadap laston. Selain itu juga penelitian ini
diharapkan dapat meningkatakan nilai tambah plastik untuk kontruksi. Penelitian
ini merupakan jenis penelitian eskperimental laboratorium. Rangkaian uji bahan
dan uji dilakukan secara bertahap dan mengacu pada standar ASTM, 2013.
2.4.4 A.P. Sudarno (Universitas Sebelas Maret, 2006)
Dalam penelitian ini akan diteliti mutu tegel dengan bahan batu abu
sebagai bahan campuran pasir dan bagaimana kwalitas tegel apabila menggunakan
bahan batu abu sebagai campuran pasir dalam berbagai macam volumenya.
Tujuan penelitian ini dilakukan guna mendapatkan tegel yang berkualitas
tinggi dengan harga relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat luas khususnya
masyarakat yang tinggal di pedesaan ,disamping itu juga untuk memasyarakatkan
penggunaan batu abu sebagai pengganti pasir yang makin lama makin sukar
didapat. Di dalam penelitian ini, mencoba mengadakan pengujian benda uji yaitu
tegel yang menggunakan campuran batu abu sebagai pengganti sebagian pasir.
34
Universitas Sumatera Utara
Penggantian ini mempunyai alasan karena batu abu lebih mudah didapat dan
tersedia cukup banyak dimana-mana. Begitu pula menurut hasil penyelidikan,
tegel yang menggunakan campuran batu abu mempunyai sifat lebih elastis atau
ulet di bandingkan dengan menggunakan pasir tanpa campuran batu abu
(Antono,1986:41) . Disamping itu kekuatan tegel lebih meningkat dan rembesan
yang terjadi pada tegel dapat ditekan semaksimal mungkin,sehingga tegel tidak
akan pecah atau retak bila mendapat beban.
Setelah proses pemeriksaan bahan dasar selesai dilakukan dan campuran
bahan –bahan untuk tegel dibuat, kemudian adonan tersebut dimasukkan dalam
mesin cetak dengan cara melalui proses pres/cetak. Setelah umur cetakan tegel
±28 hari, kemudian diambil dan dikumpulkan untuk diberi kode-kode tertentu
mengenai formula dari masing-masing benda uji tersebut, kemudian diadakan
suatu pemeriksaan /pengujian atau pengetesan di laboratorium. Pengujian
dilakukan pada 10 macam benda uji dengan komposisi campuran yang berbedabeda.
Adapun macam campuran tersebut adalah:
1.
1 : 2 : 3 (1 Pc : 2 batu abu : 3 pasir + teras)
2.
1 : 2½ : 3½ ( 1 Pc : 2½ batu abu : 3½ pasir + teras)
3.
1 : 3 : 4 (1 Pc : 3 batu abu : 4 pasir + teras)
4.
1 : 1½ : 2½ ( 1 Pc : 1½ batu abu : 2½ pasir + teras)
5.
1 : 2½ : 4½ ( 1 Pc : 2½ batu abu : 4½ pasir + teras)
6.
1 : 3 : 5 (1 Pc : 3 batu abu : 5 pasir + teras)
7.
1 : 3½ : 4½ ( 1 Pc : 3½ batu abu : 4½ pasir + teras)
8.
1 : 3 : 5 (1 Pc : 3 batu abu : 5 pasir + teras)
9.
1 : 3½ : 5 ( 1 Pc : 3½ batu abu : 5 pasir + teras)
10. 1 : 3 : 6 (1 Pc : 3 batu abu : 6 pasir + teras)
35
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengetesan dari tiap-tiap campuran yang terdiri dari masing-masing
10 sampel akan menghasilkan besarnya bahan lentur, beban kejut dan kehalusan
tegel. Dari hasil tersebut kemudian dipilih salah satu benda uji dengan komposisi
campuran tertentu, yang memenuhi persyaratan SII.
Pengujian beban lentur dilakukan dengan menimbang 10 benda uji
kemudian diambil rata-ratanya dan dilihat pula berat terendah dari 10 benda uji
tersebut. Pengujian kerapatan air dalam tegel dilakukan dengan cara mengambil 2
sampel saja dari 10 sampel yang ada dari masing-masing benda uji kemudian
benda uji tersebut diletakkan di suatu tempat tertentu yang kemudian diisi dengan
air setinggi 5 cm dihitung dari permukaan tegel bagian terdalam, setelah 2 hari
diperiksa dan kemudian diberi air lagi dengan maksud agar air tetap setinggi 5 cm
sesaat kemudian dilakukan pengamatan lagi selama 12 jam untuk setiap 3 jam.
Bila tetap tidak ada air yang berkurang yang berarti tidak ada yang retak maka
benda uji tersebut telah memenuhi syarat.
2.4.5 Sutarno (Politeknik Negeri Semarang, 2007)
Penelitian ini merupakan penelitian laboretorium sehingga semua aktivitas
dilakukan di laboratorium yang menggunakn Laboratorium Bahan Bangunan,
Jurusan
Teknik
Sipil, Politeknik Negeri Semarang. Pengambilan
sampel,
berupa abu batu sebagai bahan paving block, dipilih yang kadar lumpurnya
paling tinggi, yaitu milik CV Selo Arto yang ada di Karang Jati, Ungaran,
Kabupaten Semarang..
Bahan – bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen portland
Type I, abu batu yang diambil dari tempat pemecah batu milik CV Selo Arto
36
Universitas Sumatera Utara
yang terletak di Ngobo Karang Jati, Kabupaten Semarang dan air dari PDAM.
Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a) Ayakan standar, untuk mengayak pasir dengan susunan berdasar
lobang ayakan 4 mm, 2 mm, 1mm,
0,5mm,
0,25mm, 0,125mm,
dan 0,075mm;
b) Timbangan timbangan kecil dengan ketelitian 0,1 gram yang digunakan
untuk menganalisis laborat dan timbangan besar untuk produksi atau
pembuatan benda uji;
c) Mikser kapasitas 150 liter
sebagai bahan pengaduk pembuatan benda
uji;
d) Cetakan paving block yang menggunakan mesin cetak paving agar
kualitas
paving block
yang
dihasilkan
akibat
variasi
gaya
pengepresan dapat merata;
e) Bak perendaman digunakan untuk merawat paving block;
f) Mesin uji tekan yang menggunakan mesin uji tekan bebas.
Proses penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap persiapan,
penganalisisan bahan, pencampuran, pencetakan, perawatan, dan pengujian
tekan.
Pengujian terhadap abu batu meliputi analisis ayak, kadar lumpur,
kadar organik, berat jenis, dan daya serap. Analisis pasir yang dilakukan adalah
analisis ayak, analisis kadar organik, berat jenis, daya serap, dan kadar
lumpur. Pencampuran dan pengadukan dilakukan dengan kondisi adukan
kering, yaitu dengan menggunakan air tidak terlalu banyak karena proses
pemadatannya dengan pres, dan diharapkan paving block dapat ditembus air
37
Universitas Sumatera Utara
sebagai
keunggulan
paving block yang memiliki daya resapan yang baik.
Proporsi setiap variasi campuran adalah
1PC : 2 Abubatu, 1 PC : 3 Abubatu,
1 PC : 4 Abubatu, 1 PC : 5 Abubatu, 1 PC : 6 Abubatu, 1 PC : 7 Abubatu, 1
PC : 8 Abubatu, dan perpandingan tersebut berdasarkan volumenya.
Dalam pencetakan variasi masing masing sebanyak 10 benda uji,
kemudian diuji pada umur 28 hari sehingga jumlah benda uji seluruhnya 70
benda uji. Pada tahap perwatan, setelah paving block
dicetak.
Satu hari
kemudian direndam dalam air dan akan diangkat satu hari sebelum diuji tekan
untuk ditiriskan agar kering. Pengujian tekan menggunakan mesin tekan
untuk beton dengan menggunakan metode British Standards Institution No
BS 6717 : Part I : 1986. Sbelum diuji paving block perlu ditimbang dan diukur
dimensinya, beban maksimum yang mampu ditahan oleh paving block dicatat
hasilnya.
38
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batako
2.1.1 Pengertian Batako
Bata beton atau yang dikenal dimasyarakat umum adalah batako
merupakan bahan yang di bentuk dari campuran pasir bercampur dengan
kerikil (agregat) yang dicampur dengan semen portland dan air untuk
mempermudah bahan-bahan pembentuknya dapat dengan mudah tercampur
dan bereaksi dengan sempurna. Menurut PUBI-1982 pasal 6, “Batako adalah
bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”.
Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak
beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen portland
atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive),
dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan
sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Perbandingan bahan baku batako
terdiri dari pasir, semen, dan air dengan perbandingan 75: 20: 5.
Perbandingan komposisi ini sesuai dengan Pedoman Teknis yang dikeluarkan
oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1986.
Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan
non struktural. Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaannya
rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi.
Persyaratan batako menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di
9
Universitas Sumatera Utara
Indonesia 1982 (PUBI-1982) pasal 6 antara lain adalah berumur minimal satu
bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ±400
mm, lebar ±200 mm, tebal ±100-200 mm, kadar air 25-35% dari berat, dan
memiliki kuat tekan antara 2-7 N/mm2.
Berdasarkan persyaratan fisik batako standar dalam PUBI-1982
memberikan batasan standar bahwa untuk batako dengan nilai kuat tekan 23,5 MPa dapat dipakai pada konstruksi yang tidak memikul beban. Untuk
kuat tekan 2 MPa dapat dipasang pada tempat yang terlindung dari cuaca luar
dan diberi lapisan pelindung.
2.1.2 Klasifikasi Batako
Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke
dalam 3 jenis, yaitu :
A. Batako Putih (tras)
Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran
tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan
yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi, warnanya ada yang
putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran
panjang 25-3 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.
Gambar 2.1 Contoh Batako Putih
10
Universitas Sumatera Utara
B. Batako Semen/Batako Press
Batako press dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada
yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang
menggunakan mesin. Perbedaanya dapat dilihat pada kepadatan permukaan
batakonya. Umumnya memiliki panjang 36-40 cm dan tinggi 18-20 cm.
Gambar 2.2 Contoh Batako Semen/Batako Press
C. Bata Ringan
Bata ringan dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan
bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat
jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton
ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang-kadang melebihi.
Dimensinya yang lebih besar dari bata konvensional yaitu 60 x 20 cm dengan
ketebalan 7 hingga 10 cm menjadikan pekerjaan dinding lebih cepat selesai
dibandingkan bata konvensional.
11
Universitas Sumatera Utara
Mutu batako sangat dipengaruhi oleh komposisi dari penyusun-penyusunnya,
disamping itu dipengaruhi oleh cara pembuatannya yaitu melalui proses
manual (cetak tangan) dan pres mesin. Perbedaan dari proses pembuatan ini
dapat dilihat dari kepadatan permukaannya. Batako terdiri dari berbagai
bentuk dan ukuran. Istilah batako berhubungan dengan bentuk persegi
panjang yang digunakan untuk dinding beton. Batako dapat digolongkan
menjadi dua kelompok:
Batako Padat
Batako Berlubang
Gambar 2.3 Batako Padat dan Berlubang
Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik
dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama.
Batako berlubang memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya
hanya 1/3 dari batu bata dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat
kali lebih cepat dan lebih kuat untuk semua penggunaan yang biasanya
menggunakan batu bata. Di samping itu keunggulan lain batako berlubang
adalah tahan terhadap panas dan suara. Batako secara umum dibagi menjadi 6
tipe, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini :
12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Tipe-tipe Batako
Pada pemakaian batu batako diperhatikan hal-hal berikut:
a. Disimpan dalam keadaan cukup kering.
b. Penyusunan batu cetak sebelum dipakai cukup setinggi lima lapis, untuk
keamanan dan juga untuk memudahkan pengambilan.
c. Pada pemasangan tidak perlu dibasahi terlebih dahulu, serta tidak boleh
direndam air.
d. Untuk pemotongan batu batako dipergunakan palu dan tatah untuk
membuat goresan pada batu yang akan dipatahkan.
13
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Bentuk Ikatan Dinding Batako
Agar didapat mutu batako yang berkualitas, banyak faktor yang
mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi kualitas batako tergantung pada
faktor air semen, umur batako, kepadatan batako, bentuk tekstur batuan,
ukuran agregat, kekuatan agregat, dan lain-lain.
Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan batako.
Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan batako adalah:
a. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika
dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif
terdapat suatu pengurangan.
b. Pembuatan mudah dan dapat dibuat secara sama.
c. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos juga lebih hemat.
d. Khusus jenis yang berlubang dapat befungsi sebagai isolasi udara.
14
Universitas Sumatera Utara
e. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.
f. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan
potongan.
g. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.
Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:
a. Karena proses pengerasannya membutuhkan waktu yang cukup lama (3
minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya sebelum
memakainya.
b. Bila diinginkan lebih cepat mengeras perlu ditambah dengan semen,
sehingga menambah biaya pembuatan.
c. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengarasannya cukup lama
mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.
2.2 Bahan Pembentuk Batako
2.2.1 Semen Portland
Semen Portland ditemukan pada tahun 1824 pada abad ke 19 oleh
seorang tukang batu dari Inggris yang bernama Joseph Aspdin. Pembuatan
semen portland yang pertama kali oleh Joseph Aspdin yaitu dengan cara
membakar campuran kapur dan tanah liat dan kemudian menggilingnya
hingga halus. Diberi nama semen Portland bukan karena dibuat di daerah
tertentu atau menjadi nama merek dagang tertentu, tapi merupakan istilah
generik karena warnanya yang kelabu dan kekuatan yang dihasilkan
15
Universitas Sumatera Utara
menyerupai semen alami yang berasal dari pulau Portland di Inggris. (Paul
Nugraha, 2004).
Menurut Standar Industri Indonesia (SII), SII 0013-1981, definisi
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
bersifat hidrolis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu-ikat
(umumnya gypsum).
Klinker semen Portland dibuat dari batu kapur (CaCo3), tanah liat dan
bahan dasar berkadar besi. Bahan dasar dari klinker semen Portland dapat
dipabrikasikan secara dua proses, yaitu basah dan kering. Pada proses
basah,sebelum dibakar bahan dasar dicampur dengan air(‘slurry’) dan digiling
sampai halus berupa “bubur halus”. Pada proses kering, bahan dasar
dicampur dan dikeringkan kemudian digiling berupa “bubuk kasar”
selanjutnya kedua produksi ini dibakar dalam tanur-putar-datar pada
tempertur yang sangat tinggi sehingga diperoleh klinker semen Portland.
Proses pemabrikan klinker semen Portland adalah sebagai berikut :
Proses Basah
Proses Kering
dan dicampur dengan air
digiling
“bubur halus”
“bubur kasar”
Tanur semen (1400°C)
Klinker semen Portland
Garnulasi (udara dingin atau air)
Klinker + bahan campur (gips)
16
Universitas Sumatera Utara
Bagian utama dari klinker ini adalah :
dikalsium silikat
2CaO.SiO2
atau C2S
trikalsium silikat
3CaO.SiO2
atau C3S
trikalsium aluminat
3CaO.A12O3
atau C3A
tetra kalsium aluminat ferrit
4CaO.A12O3Fe2O3
atau C3AF
akhirnya semen Portland didapatkan secara menggilas klinker tersebut
dalam kilang-peluru (‘kogelmolens’) sampai halus dengan ditambah beberapa
prosen gips (CaSO42H2O). (R. Sagal, 1994).
2.2.2 Pasir
Pasir adalah contoh bahan material yang berbentuk butiran. Butiran
pada pasir, umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi
pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan
subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Hanya beberapa tanaman yang
dapat tumbuh di atas pasir, karena pasir memiliki rongga-rongga yang cukup
besar. Pasir memiliki warna sesuai dengan asal pembentukannya. Dan seperti
yang kita ketahui pasir juga sangat penting untuk bahan material bangunan
bila dicampurkan dengan perekat semen.
Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia, agregat halus sebagai
campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat
sebagai berikut:
1.
Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.
2.
Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.
17
Universitas Sumatera Utara
3.
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila
lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum
digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang
melewati ayakan 0,063 mm.
4.
Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.
5.
Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.
(Paul Nugraha, 2004)
2.2.3 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi
semen, untuk membasahi agregat dan akan memberikan kemudahan pada
adukan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai
campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya,
yang tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya, bila dipakai
dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat
mengubah sifat-seifat beton yang dihasilkan. Air yang berlebihan akan
menyebabkan banyaknya gelembung-gelembung air setelah proses hidrasi
selesai, sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak
sempurna, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton (Mulyono, 2005).
Semen memerlukan jumlah air sebesar 32% berat semen untuk
bereaksi secara sempurna, akan tetapi apabila kurang dari 40 % berat semen
maka reaksi kimia tidak selesai dengan sempurna. Apabila kondisi seperti ini
dipaksakan akan mengakibatkan kekuatan batako berkurang. Jadi air yang
dibutuhkan untuk bereaksi dengan semen dan untuk memudahkan pembuatan
18
Universitas Sumatera Utara
batako, maka nilai f.a.s. pada pembuatan dibuat pada batas kondisi adukan
lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara
optimal. Disini tidak dipakai patokan angka sebab nilai f.a.s. sangat
tergantung dengan campuran penyusunnya. Nilai f.a.s. Diasumsikan berkisar
antara 0,3 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah
dikerjakan (Utomo, 2010).
Syarat air yang digunakan untuk campuran batako adalah sebagai
berikut:
a.
Air tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung lainnya yang
dapat dilihat secara visual.
b.
Air tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.
c.
Air tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak
batako (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
d.
Bila air meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya
menurut pemakaiannya (Latief, 2010).
2.2.4 Botol Plastik Jenis PET
PET atau PETE adalah polyethylene terephtalate. Plastik ini
digunakan untuk membuat sebagian besar botol plastik dan kontainer dari
minuman, dan juga digunakan untuk salad dressing kontainer, botol minyak
sayur dan tempat makanan ovenproof. PET dapat didaur ulang menjadi
pakaian, tote bags, furniture, karpet, hiasan jalur, dan kontainer baru.
Limbah plastik dapat digunakan sebagai pengganti material agregat
kasar untuk menghasilkan beton atau batako dengan berat ringan. Salah satu
19
Universitas Sumatera Utara
limbah plastik adalah limbah plastik dari bekas botol air kemasan. Umumnya
botol air kemasan berasal dari plastik jenis Polyethylene terephthalate (PET).
Pemakaian limbah ini juga akan mendukung upaya untuk penyelamatan
lingkungan.
PET merupakan polyester termoplastik yang diproduksi secara
komersial melalui produk kondensasi yang dikarakterisasi dengan banyaknya
ikatan ester yang didistribusikan sepanjang rantai utama polimer. PET bahan
dasar dari botol minuman plastik, dengan nama IUPAC-nya polioksi etilen
neooksitereftaoil.
Proses pembuatan PET memerlukan suhu yang sangat tinggi di atas
100oC untuk produk yang secara komersial memiliki kemampuan kristalisasi
cepat. Menurut Ehrig, material PET ini memiliki sifat mekanik yang baik,
ketahanan terhadap pelarut yang bagus, dan stabilisasi hidrolitiknya baik.
PET dan poliester lain pada umumnya bebas dari hasil pembakaran berbahaya
CO2. Titik leleh PET murni di atas 280oC untuk sampel yang “annealing”
secara lengkap. Sedangkan produk komersialnya meleleh pada suhu 255oC265oC, karena hasil kristalisaai berkurang dengan adanya pengotor pada
rantai utamanya. Pengotor yang ada dalam PET mengakibatkan kekuatan
produk akan berkurang, baik sebagai produk film atau serat. Titik transisi
gelas bervariasi dalam interval yang luas tergantung pada kemurnian
polimernya.
Salah satu hal yang dapat dilihat langsung dari limbah ini adalah berat
yang ringan dan tidak mudah berubah bentuk. Dengan pelelehan limbah botol
20
Universitas Sumatera Utara
PET melalui “perebusan” dapat dihasilkan gumpalan plastik yang apabila
dipecahkan akan mencadi pecahan dan butiran yang dapat dijadikan sebagai
agregat halus dan kasar pada beton. Berat jenisnya yang kecil memungkinkan
beton yang menggunakan agregat PET ini mempunyai berat jenis yang kecil
juga, sehingga termasuk dalam katergori beton ringan (beratnya lebih kecil
1800 kg/m3).
Kuat tekan yang dihasilkan dari pembuatan beton dengan agregat dari
limbah PET dan beberapa campuran limbah lainnya berkisar antara 7-15
MPa. Kuat tekan tersebut memang dapat digunakan untuk material elemen
non struktural, seperti panel dinding. Namun demikian, masih perlu dikaji
kaitannya dengan kuat tarik, kuat lentur, performa rambatan panasnya dan
rambatan serta redaman bunyi. Tabel 2.1 menunnjukkan Massa jenis dan
suhu operasi maksimum pada berbagai jenis plastik.
Tabel 2.1. Massa Jenis dan Suhu Operasi Maksimum Plastik
Massa jenis Temteratur operasi maksimum
(kg/m3)
(°C)
Homo polymer
1420
85
Jenis plastik
Acrylic
1180
50
PET
1360
110
Polycarbonate
1150
125
PVC (rigid)
1400
50
PVC (flexible)
1300
50
Sumber: (plastic engineering, R.J. Crawford,31)
21
Universitas Sumatera Utara
Jenis kode plastik yang umum beredar di antaranya:
•
PET (Polietilena tereftalat). Umumnya terdapat pada botol minuman atau
bahan konsumsi lainnya yang cair.
•
HDPE (High Density Polyethylene, Polietilena berdensitas tinggi)
biasanya terdapat pada botol detergen.
•
PVC (polivinil klorida) yang biasa terdapat pada pipa.
•
LDPE (Low Density Polyethylene, Polietilena berdensitas rendah) biasa
terdapat pada pembungkus makanan.
•
PP (polipropilena) umumnya terdapat pada tutup botol minuman, sedotan,
dan beberapa jenis mainan.
•
PS (polistirena) umum terdapat pada kotak makan, kotak pembungkus
daging, cangkir, dan peralatan dapur lainnya. (Pitra Ardhiantika,dkk,2014)
2.2.5 Abu Batu
Abu batu merupakan agregat buatan. Agregat yang yang merupakan
merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran < 0,075 mm),
diperoleh dari hasil sampingan pabrik pabrik semen atau mesin pemecah
batu. Material jenis ini banyak dibutuhkan untuk campuran dalam proses
pengaspalan dan bisa digunakan sebagai pengganti pasir. Material ini adalah
bahan utama dari pembuatan gorong-gorong dan Batako Press.
22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Batako Press Menggunakan Abu Batu
Abu batu saat ini merupakan bahan hasil sampingan dalam industri
pemecahan batu yang jumlahnya tidak sedikit. Saat ini abu batu tidak begitu
laku untuk dijual karena pemakaian dalam industri konstruksi sudah sangat
sedikit mengingat konstruksi perkerasan jalan dengan Lapen sudah banyak
beralih ke lapisan aspal beton. Perkerasan Lapen yang biasanya penaburan
lapis atas dengan abu batu sudah banyak diganti dengan pasir, sehingga abu
batu pada stone crusher menjadi bahan limbah yang harus diupayakan
penanganannya
Pada bendungan tipe rockfill, embankment Sheel (pelapis timbunan)
biasanya terdiri dari material random (campuran) atau abu batu yang
berfungsi sebagai pengisi antara struktur dan lapisan kedap air.
(Tukang Bata. 2014)
23
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pengujian Batako
Hasil produksi batako sebelum dipasarkan harus menjalani pengujian mutu
yang meliputi :
2.3.1 Pengujian Ukuran dan Tampak Luar
Pengujian ukuran dilakukan untuk melihat dan mengamati apakah
batako sudah sesuai dengan standar yang ditentukan, karena apabila belum
sesuai dapat menpengaruhi nilai kekuatan pada bangunan. Sedangkan
pengujian tampak luar dilakukan agar tidak mengurangi nilai jual. Apabila
batako tampak dari segi fisik sudah bagus, maka nilai jualnya akan baik.
Sebaliknya, apabila secara fisik sudah tampak tidak kuat maka batako
tersebut tidak akan laku dipasaran.
Untuk mengetahui ukuran benda rata-rata batako, dipakai 7 buah
benda uji yang utuh. Sebagai alat pengukur dipakai mistar sorong yang dapat
mengukur teliti sampai 1 mm atau bisa juga digunakan alat ukur yang biasa
dipakai dengan satuan cm. Setiap pengukuran panjang, lebar, tinggi atau tebal
dinding batako berlubang, dilakukan paling sedikit tiga kali pada tempat yang
berbeda-beda, kemudian dihitung harga rata-rata dari ketiga pengukuran
tersebut. Harga pengukuran dari 7 buah benda uji, dilaporkan mengenai
ukuran rata-rata serta besar penyimpangan ukuran batako dari syarat mutu
yang telah ditetapkan pada SNI 03 0349 1989.
Dalam pembuatan batako terdapat tiga macam ukuran yaitu seperti
yang terdapat dalam tabel sebagai berikut:
24
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Persyaratan Ukuran dan Toleransi (PUBI hal. 28)
Ukuran nominal ± toleransi (mm)
Jenis batako
Panjang
Lebar
Tebal
Besar
400±3
200±3
100±2
Sedang
300±3
150±3
100±2
Kecil
200±3
100±2
80±2
Keterangan : Ukuran nominal = ukuran bata ditambah 10 mm tebal siar.
2.3.2 Pengujian Daya Serap
Persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut
serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut
kadar air. Besar kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga
yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton
maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan
berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang
tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunannya. Pengaruh rasio
yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak
bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga. Berdasarkan SNI
03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai penyerapan air
maksimum adalah 25%
Untuk pengukuran penyerapan air batako, mengacu pada standar SNI
03-0349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:
=
100%.................................................................................(2.1)
25
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Wa = Water Absorption (%)
Mk = Massa benda kering (gr)
Mj = Massa benda dalam kondisi jenuh (gr)
2.3.3 Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan batako adalah proses pengujian kemampuan
batako untuk menahan beban, misalnya berat atap yang mendukung dinding,
ditambah berat dinding itu sendiri. Serta untuk memastikan bahwa batako
akan mampu membawa beban yang diletakkan di atasnya, termasuk beban
hidup. Kuat tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban
maksimum yang dapat ditahan beban dengan luas penampang bahan yang
mengalami gaya tersebut.
Kekuatan tekan merupakan salah satu tolak ukur batako. Pengertian
kuat tekan batako dianalogikan dengan kuat tekan beton. Mengacu pada pada
SK SNI M–14–1989–F tentang pengujian kuat tekan beton, yang dimaksud
kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan
benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang
dihasilkan oleh mesin tekan. Teori teknologi beton menjelaskan bahwa
faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah faktor air
semen (FAS), kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah semen dan sifat
agregat (Damaris, 2011).
26
Universitas Sumatera Utara
Batako dengan mutu yang rendah ditandai dengan besar kuat tekan
dan daya serap air tidak memenuhi syarat-syarat fisis batako tingkat II yang
ditetapkan oleh SNI. Hal ini disebabkan adanya retak-retak pada permukaan
batako sehingga batako banyak berpori dan mengakibatkan kekuatannya
menurun. Selain itu, perusahaan juga menghasilkan banyak batako rusak
sehingga memerlukan pengerjaan ulang yang mengakibatkan terjadinya
penambahan biaya produksi.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan diatas, maka perlu
dilakukan suatu penelitian untuk dapat memperbaiki/merekayasa komposisi
yang tepat supaya dapat memberikan perbaikan mutu pada batako. Titik berat
pencapaian target mutu yang dikehendaki ialah pada pengaturan komposisi
bahan. Perubahan komposisi bahan akan berpengaruh pada mutu batako.
Untuk pengukuran kuat tekan batako mengacu pada standar SNI 030349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:
=
………………………………………………………………...(2.2)
Dimana:
P
= Kuat Tekan (kg/cm2)
Fmaks = Gaya Maksimum (kg)
A
= Luas permukaan benda uji (cm2)
Mengacu pada pada SK. SNI 03–0349-1989 tentang Bata Beton
Untuk Pasangan Dinding, bata beton pejal maupun berlobang dibedakan
menurut tingkat mutunya seperti yang tercantum pada Tabel 2.3 Kuat tekan
batako dan daya serap air mengidentifikasikan mutu dari sebuah batako. Oleh
27
Universitas Sumatera Utara
karena itu spesifikasi dari Karakter Kualitas yang Kritis (Critical to Quality
Characteristic/CTQ) produk batako ini adalah tingkat kuat tekan dan daya
serap air. Semakin tinggi tingkat kekuatan batako yang dikehendaki, semakin
tinggi pula mutu batako yang harus dihasilkan.
Tabel 2.3. Syarat-Syarat Fisis Bata Beton Menurut SNI 03-0349-1989
Tingkat Mutu Bata2)
Syarat Fisik
No
Satuan
Bata Pejal
Bata Berlubang
I
II
III
IV
I
II
III
IV
1
Kuat tekan rata-rata minimum
Kg/cm2
100
70
40
25
70
50
35
20
2
Kuat tekan bruto1) benda uji min.
Kg/cm2
90
65
35
21
65
45
30
17
3
Penyerapan air rata-rata maks.
%
25
35
-
-
25
35
-
-
Catatan:
1) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji
pecah dibagi dengan luas ukurannya dari permukaan bata yang tertekan,
termasuk luas lobang serta cekungan tepi
2) Tingkat Mutu:
Tingkat I
: Untuk dinding struktural tidak terlindungi
Tingkat II
: Untuk dinding struktural terlindungi (boleh ada beban)
Tingkat III
: Untuk dinding non struktural tak terlindungi boleh terkena
hujan dan panas
Tingkat IV
: Untuk dinding non struktural terlindungi dari cuaca
28
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Pengujian Kuat Tarik Belah
Kuat tarik belah adalah salah satu parameter penting kekuatan
beton.
Nilai kuat tarik belah diperoleh
melalui pengujian
tekan
di
laboratorium dengan membebani setiap benda uji silinder secara lateral
sampai pada kekuatan maksimumnya. Pengujian dapat dilakukan pada skala
tertentu dengan berbagai kondisi, jenis, beban maupun ukuran benda uji.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran benda uji
terhadap kekuatan tarik belah beton. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan mesin uji “Semiautomatic Concrete Compression Testing 400
kN Cap. Controls – Italy 50-C6632” (Renaldo Glantino Regar, 2014).
Kuat tarik beton berkisar seperdelapan belas kuat tekannya pada umur
masih muda dan berkisar seperdua puluh pada umur sesudahnya. Nilai kuat
tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus. Suatu perkiraan kasar
dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara
9% - 15% dari kuat tekannya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil
pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0.50 – 0.60 kali √f’c, sehingga
untuk beton normal digunakan nilai 0,57 √f’c.
Pengamatan kuat tarik beton khususnya pada beton bertulang sangat
penting pada penentuan kemungkinan pencegahan keretakan akibat susut dan
perubahan panas. Sedang untuk beton tidak bertulang, hasil pengujian ini
dimanfaatkan dalam perencanaan konstruksi jalan raya dan lapangan terbang
serta untuk beton prategang.
29
Universitas Sumatera Utara
Cara yang digunakan untuk mengukur kuat tarik beton adalah dengan
pengujian kuat tarik belah sesuai SK SNI M-60-1990-03 (SNI 03-24921991). Spesimen yang digunakan adalah silinder dan ditekan oleh dua plat
paralel pada arah diameternya. kuat tarik belah benda uji dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 2.3 (civilresearch, 2011).
fct =
2.P
………………………………………………………………...(2.3)
π .l.d
di mana;
fct = kuat tarik belah beton (MPa)
P = beban maksimum (N)
l = panjang benda uji (mm)
d = diameter benda uji (mm)
Pada proses kuat tarik belah dapat di ilustrasikan seperti Gambar 2.7 di
bawah ini.
Gambar 2.7. Proses Hasil Pengujian Kuat Tarik Beton
30
Universitas Sumatera Utara
2.4 Penelitian Abu Batu dan Cacahan Botol Plastik Jenis PET Terdahulu
2.4.1 Pratikto (UI Depok, 2010)
Penelitian ini menggunakan agregat ringan buatan berasal dari limbah
botol plastik yang mempunyai logo PET. Sampah plastik merupakan masalah bagi
banyak negara di dunia ini, Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai
permasalahan yang kompleks dalam hal sampah, baik dari segi kesehatan,
keindahan dan kesejahteraan. Racun dari plastik ini terlepas pada saat terurai atau
terbakar, sehingga tidak ada satu bakteripun yang dapat menguraikan sampah
plastik ini.
Tujuan yang hendak di capai pada peneliatian ini adalah menentukan
perbandingan campuran semen, agregat kasar dari limbah botol plastik, agregat
halus dan banyaknya air yang sesuai untuk pembuatan beton ringan. Sifat fisik
dan sifat mekanik campuran beton ringan yang menggunakan bahan agregat
limbah botol plastik sehingga memenuhi aspek beton ringan dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Tahapan penelitian di bagi menjadi empat bagian utama yaitu persiapan
dan pengujian bahan, penyusunan rancangan benda uji serta pembahasan dan
analisa hasil pengujian. Tahap persiapan dimulai dari pembuatan agregat kasar
dari limbah botol plastik, dilanjutkan dengan memanaskan dan mendinginkan
serta pemecahan sehingga dihasilkan agregat kasar. Untuk uji berat jenis pada
agregat kasar buatan PET didapat BJ SSD sebesar 1,338. Dengan nilai ini maka
agregat ini dapat diklasifikasikan sebagai agregat ringan karena syarat BJ
maksimum 2,4. Penyerapan air dapat didapat rata-rata 2,64%, nilai ini masih
31
Universitas Sumatera Utara
dalam batas yang diijinkan yaitu 3%. Data ini akan digunakan untuk merancang
campuran beton ringan yang menggunakan agregat batu apung sebagai agregat
kasar.
Tahapan kedua sebelum dibuat benda uji terlebih dahulu dilakukan
pengujian terhadap sifat fisik dan mekanik bahan yang akan digunakan. Dalam
penelitian ini sifat kimiawi material tidak di uji. Adapun untuk menentukan
komposisi campuran beton ringan menggunakan standard SNI dan agregat batu
apung diganti dengan agregat dari limbah plastik.
Kebutuhan Beton Ringan per m3 (kg)
o
o
o
Semen
: Pasir : Air
: PET adalah
280
: 840 : 110 : 585
Semen
: Pasir : Air
263
: 420 : 279 : 559
Semen
: Pasir : Air
263
: 420 : 238 : 530
: PET adalah
: PET adalah
Koreksi nilai slump pada pengujian pertama dan 18,5 cm pada pengujian
kedua dan berdasarkan perbedaan antara batu apung dengan PET, menghasilkan
perbandingan kebutuhan material untuk pengadukan ke III.
Setiap komposisi dibuat 25 buah untuk benda uji kuat tekan dan kuat tarik
belah untuk setiap pengadukan. Benda uji beton ringan yang dibuat kemudian di
uji sifat fisik dan mekanisnya yang meliputi waktu ikat, slump, kuat tekan dan
kuat tarik.
32
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Endang Kasiati (ITS, 2011)
Penelitian ini menggunakan serbuk kaca dan abu batu sebagai bahan
tambahan untuk pembuatan beton dan mengganti semen dengan pozzolan untuk
pembuatan paving. Pada penelitian ini dibuat 6 komposisi campuran untuk
pembuatan paving tersebut. Untuk bahan pengikat dipakai semen portlan pada 3
komposisi awal dan semen pozzoland pada 3 komposisi lainnya yaitu:
a.
PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 5% : Abu Batu 20%
b.
PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 10% : Abu Batu 15%
c.
PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 15% : Abu Batu 10%
d.
PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 5% : Abu Batu 20%
e.
PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 10% : Abu Batu 15%
f.
PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 15% : Abu Batu 10%.
Dari hasil yang didapat kuat tekan terbesar adalah paving blok dengan
komposisi 30% PC : 45% PS : 15% Serbuk Kaca : 10% Abu Batu. Paving ini
menghasilkan kuat tekan maksimal 38,47 Mpa ketika berumur 28 hari dan masuk
mutu paving kelas B sesuai SNI 03-0691-1996 yang dapat dipakai untuk pelataran
parkir.
2.4.3 Apriyadi Dwi Widodo, dkk (UMY, 2014)
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat-sifat fisik limbah botol
plastik
yang
Mengevaluasi
digunakan
sifat-sifat
sebagai
aspal
campuran aspal pada perkerasan jalan.
modifikasi
limbah
botol
plastik
dan
membandingkan dengan sifat-sifat aspal tanpa modifikasi. Mengevaluasi kinerja
33
Universitas Sumatera Utara
campuran Marshall aspal dengan aspal modifikasi limbah botol plastik dan
campuran aspal panas (tanpa modifikasi aspal). Mengevaluasi hubungan antara
stabilitas marshall dengan modulus elastisitas.
Aspek teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat mengurangi sampah
yang terdapat di sekitar lingkungan kita salah satunya limbah botol plastik
polyethylene terepthalate
(PET) dan sebagai dasar informasi ilmiah untuk
mengkaji lebih lanjut pemanfaatan limbah plastik dalam campuran Laston-WC.
Sedangkan dari segi aspek aspek aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi pertimbangan khususnya bagi kontraktor jalan untuk
menggunakan
limbah plastik sebagai campuran terhadap laston. Selain itu juga penelitian ini
diharapkan dapat meningkatakan nilai tambah plastik untuk kontruksi. Penelitian
ini merupakan jenis penelitian eskperimental laboratorium. Rangkaian uji bahan
dan uji dilakukan secara bertahap dan mengacu pada standar ASTM, 2013.
2.4.4 A.P. Sudarno (Universitas Sebelas Maret, 2006)
Dalam penelitian ini akan diteliti mutu tegel dengan bahan batu abu
sebagai bahan campuran pasir dan bagaimana kwalitas tegel apabila menggunakan
bahan batu abu sebagai campuran pasir dalam berbagai macam volumenya.
Tujuan penelitian ini dilakukan guna mendapatkan tegel yang berkualitas
tinggi dengan harga relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat luas khususnya
masyarakat yang tinggal di pedesaan ,disamping itu juga untuk memasyarakatkan
penggunaan batu abu sebagai pengganti pasir yang makin lama makin sukar
didapat. Di dalam penelitian ini, mencoba mengadakan pengujian benda uji yaitu
tegel yang menggunakan campuran batu abu sebagai pengganti sebagian pasir.
34
Universitas Sumatera Utara
Penggantian ini mempunyai alasan karena batu abu lebih mudah didapat dan
tersedia cukup banyak dimana-mana. Begitu pula menurut hasil penyelidikan,
tegel yang menggunakan campuran batu abu mempunyai sifat lebih elastis atau
ulet di bandingkan dengan menggunakan pasir tanpa campuran batu abu
(Antono,1986:41) . Disamping itu kekuatan tegel lebih meningkat dan rembesan
yang terjadi pada tegel dapat ditekan semaksimal mungkin,sehingga tegel tidak
akan pecah atau retak bila mendapat beban.
Setelah proses pemeriksaan bahan dasar selesai dilakukan dan campuran
bahan –bahan untuk tegel dibuat, kemudian adonan tersebut dimasukkan dalam
mesin cetak dengan cara melalui proses pres/cetak. Setelah umur cetakan tegel
±28 hari, kemudian diambil dan dikumpulkan untuk diberi kode-kode tertentu
mengenai formula dari masing-masing benda uji tersebut, kemudian diadakan
suatu pemeriksaan /pengujian atau pengetesan di laboratorium. Pengujian
dilakukan pada 10 macam benda uji dengan komposisi campuran yang berbedabeda.
Adapun macam campuran tersebut adalah:
1.
1 : 2 : 3 (1 Pc : 2 batu abu : 3 pasir + teras)
2.
1 : 2½ : 3½ ( 1 Pc : 2½ batu abu : 3½ pasir + teras)
3.
1 : 3 : 4 (1 Pc : 3 batu abu : 4 pasir + teras)
4.
1 : 1½ : 2½ ( 1 Pc : 1½ batu abu : 2½ pasir + teras)
5.
1 : 2½ : 4½ ( 1 Pc : 2½ batu abu : 4½ pasir + teras)
6.
1 : 3 : 5 (1 Pc : 3 batu abu : 5 pasir + teras)
7.
1 : 3½ : 4½ ( 1 Pc : 3½ batu abu : 4½ pasir + teras)
8.
1 : 3 : 5 (1 Pc : 3 batu abu : 5 pasir + teras)
9.
1 : 3½ : 5 ( 1 Pc : 3½ batu abu : 5 pasir + teras)
10. 1 : 3 : 6 (1 Pc : 3 batu abu : 6 pasir + teras)
35
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengetesan dari tiap-tiap campuran yang terdiri dari masing-masing
10 sampel akan menghasilkan besarnya bahan lentur, beban kejut dan kehalusan
tegel. Dari hasil tersebut kemudian dipilih salah satu benda uji dengan komposisi
campuran tertentu, yang memenuhi persyaratan SII.
Pengujian beban lentur dilakukan dengan menimbang 10 benda uji
kemudian diambil rata-ratanya dan dilihat pula berat terendah dari 10 benda uji
tersebut. Pengujian kerapatan air dalam tegel dilakukan dengan cara mengambil 2
sampel saja dari 10 sampel yang ada dari masing-masing benda uji kemudian
benda uji tersebut diletakkan di suatu tempat tertentu yang kemudian diisi dengan
air setinggi 5 cm dihitung dari permukaan tegel bagian terdalam, setelah 2 hari
diperiksa dan kemudian diberi air lagi dengan maksud agar air tetap setinggi 5 cm
sesaat kemudian dilakukan pengamatan lagi selama 12 jam untuk setiap 3 jam.
Bila tetap tidak ada air yang berkurang yang berarti tidak ada yang retak maka
benda uji tersebut telah memenuhi syarat.
2.4.5 Sutarno (Politeknik Negeri Semarang, 2007)
Penelitian ini merupakan penelitian laboretorium sehingga semua aktivitas
dilakukan di laboratorium yang menggunakn Laboratorium Bahan Bangunan,
Jurusan
Teknik
Sipil, Politeknik Negeri Semarang. Pengambilan
sampel,
berupa abu batu sebagai bahan paving block, dipilih yang kadar lumpurnya
paling tinggi, yaitu milik CV Selo Arto yang ada di Karang Jati, Ungaran,
Kabupaten Semarang..
Bahan – bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen portland
Type I, abu batu yang diambil dari tempat pemecah batu milik CV Selo Arto
36
Universitas Sumatera Utara
yang terletak di Ngobo Karang Jati, Kabupaten Semarang dan air dari PDAM.
Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a) Ayakan standar, untuk mengayak pasir dengan susunan berdasar
lobang ayakan 4 mm, 2 mm, 1mm,
0,5mm,
0,25mm, 0,125mm,
dan 0,075mm;
b) Timbangan timbangan kecil dengan ketelitian 0,1 gram yang digunakan
untuk menganalisis laborat dan timbangan besar untuk produksi atau
pembuatan benda uji;
c) Mikser kapasitas 150 liter
sebagai bahan pengaduk pembuatan benda
uji;
d) Cetakan paving block yang menggunakan mesin cetak paving agar
kualitas
paving block
yang
dihasilkan
akibat
variasi
gaya
pengepresan dapat merata;
e) Bak perendaman digunakan untuk merawat paving block;
f) Mesin uji tekan yang menggunakan mesin uji tekan bebas.
Proses penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap persiapan,
penganalisisan bahan, pencampuran, pencetakan, perawatan, dan pengujian
tekan.
Pengujian terhadap abu batu meliputi analisis ayak, kadar lumpur,
kadar organik, berat jenis, dan daya serap. Analisis pasir yang dilakukan adalah
analisis ayak, analisis kadar organik, berat jenis, daya serap, dan kadar
lumpur. Pencampuran dan pengadukan dilakukan dengan kondisi adukan
kering, yaitu dengan menggunakan air tidak terlalu banyak karena proses
pemadatannya dengan pres, dan diharapkan paving block dapat ditembus air
37
Universitas Sumatera Utara
sebagai
keunggulan
paving block yang memiliki daya resapan yang baik.
Proporsi setiap variasi campuran adalah
1PC : 2 Abubatu, 1 PC : 3 Abubatu,
1 PC : 4 Abubatu, 1 PC : 5 Abubatu, 1 PC : 6 Abubatu, 1 PC : 7 Abubatu, 1
PC : 8 Abubatu, dan perpandingan tersebut berdasarkan volumenya.
Dalam pencetakan variasi masing masing sebanyak 10 benda uji,
kemudian diuji pada umur 28 hari sehingga jumlah benda uji seluruhnya 70
benda uji. Pada tahap perwatan, setelah paving block
dicetak.
Satu hari
kemudian direndam dalam air dan akan diangkat satu hari sebelum diuji tekan
untuk ditiriskan agar kering. Pengujian tekan menggunakan mesin tekan
untuk beton dengan menggunakan metode British Standards Institution No
BS 6717 : Part I : 1986. Sbelum diuji paving block perlu ditimbang dan diukur
dimensinya, beban maksimum yang mampu ditahan oleh paving block dicatat
hasilnya.
38
Universitas Sumatera Utara