Pemanfaatan Limbah Botol Plastik dan Abu Batu Sebagai Bahan Substitusi Dalam Pembuatan Batako

(1)

LAMPIRAN 1


(2)

1. Persiapan Bahan

Botol Plastik PET sebelum di gunting Botol Plastik PET setelah di gunting

Semen Padang Tipe I Abu Batu


(3)

Analisa Ayak Pasir Berat Jenis Pasir

3. Persiapan Alat Cetakan


(4)

4. Proses Pengecoran dan Perawatan Benda Uji

Pengecoran Bahan Uji Pencetakan Batako dan Bahan Uji Silinder

Batako dan Bahan Uji Silinder Setelah di Cetak


(5)

Kehalusan permukaan dan Pengukuran batako ketajaman ujung ujung batako


(6)

5. Mesin Uji Kuat Tekan Batako dan Kuat Tarik Belah Silinder

Compression Machine dan alat splitting test


(7)

LAMPIRAN 2


(8)

BERAT ISI AGREGAT HALUS UNTUK

MATERIAL BATAKO

ASTM C 29/C 29M–90

Nama : M RidhaAhyat Nim : 100424021

1. Calibration Of Measure

SuhuRuangan oC 28

Suhu Air oC 26

BeratBejana Kg 0.47

Berat Air Kg 1.85

Berat Isi Air kg/m3 996.77

FaktorKoreksi, C=(B/A) 539.96

Diameter AgregatMaksimum Mm 5

2. HasilPemeriksaan

Berat

Cara Merojok Cara Longgar

Sampel 1 (kg) 3.01 2.86

Sampel 2 (kg) 3.06 2.84

Total (kg) 6.07 5.7

Rata-rata (kg) 3.035 2.85

Net Weight (G), kg 2.571 2.386

Berat Isi (G*K), kg/m3 1373.37 1274.54

Mengetahui, Asisten Lab.Beton USU


(9)

ANALISA AYAKAN PASIR UNTUK MATERIAL BATAKO

(ASTM C 136 - 84a)

Nama :M RidhaAhyat Nim : 100424021

Diameter Ayakan. (mm) (No.) BeratFraksiTertahan Kumulatif BeratSampel 1 (gram) BeratSampel 2 (gram) Berat Total (gram) % Tertahan (%) Lolos (%)

9.50 (3/8 - in) 0 0 0 0.00 0 100

4.75 (No.4) 0 3 3 0.15 0.15 99.85

2.36 (No.8) 7 5 12 0.60 0.75 99.25

1.18 (No.16) 121 115 236 11.80 12.55 87.45

0.60 (No.30) 257 260 517 25.85 38.4 61.6

0.30 (No.50) 284 274 558 27.90 66.3 33.7

0.15 (No.100) 245 261 506 25.30 91.6 8.4

Pan 86 82 168 8.40 100 0

Total 1000 1000 2000 100

Fineness Modulus (FM) = 209.75 = 2.10

100 Klasifikasipasir yang baik :

Halus : 2.2 < FM < 2.6 Sedang : 2.6 < FM < 2.9 Kasar : 2.9 < FM < 3.2

Mengetahui, Asisten Lab. Beton USU


(10)

BERAT JENIS DAN ABSORBSI

AGREGAT HALUS UNTUK

MATERIAL BATAKO

ASTM C 128–88

Nama :M RidhaAhyat Nim : 100424021

Sampel 1 Sampel 2 Rata-rata

Beratagregatdalamkeadaan SSD di udara, g (S) 500 500 500

Beratpiknometer + agregat + air yang dikalibrasi,

g ( C ) 981 979 980

Beratkering oven agregat di udara, g (A) 482 483 482.5

Beratpiknometer yang terisi air, g (B) 668 669 668.8

BeratJenisKering = A 2.58 2.54 2.56

(B+S-C)

BeratJenis SSD = S 2.67 2.63 2.65

(B+S-C)

BeratJenisSemu = A 2.85 2.79 2.82

(B+A-C)

Absorbsi, % = (S-A)x100 3.73 2.79 2.82

A

Mengetahui, Asisten Lab.Beton USU


(11)

PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR

AGREGAT HALUS UNTUK

MATERIAL BATAKO

ASTM C 117–90

Nama :M RidhaAhyat Nim : 100424021

Sample 1 Sample 2 Rata -rata

Beratagregatmula-mula, g 500 500 500

Beratkeringagregatsetelahdicuci, g 490 491 490

Beratlumpur yang telahdicucidenganayakan

No.200, g 10 9 9.5

Kadar lumpurpadaagregat yang

telahdicucidenganayakan No.200, % 2 1.8 1.9

Mengetahui, Asisten Lab.Beton USU


(12)

PENGUJIAN COLORIMETRIC

KANDUNGAN BAHAN ORGANIK AGREGAT HALUS

(ASTM c40 - 84)

Nama :M RidhaAhyat Nim : 100424021

Sample

LebihTerang PerbandinganTerhadap

Sama No. 3

Organic Plate

LebihGelap

Mengetahui, Asisten lab. Beton USU


(13)

UJI BERAT JENIS SEMEN PORTLAND

Nama :M RidhaAhyat

Nim : 100424021

Jenis Semen : Semen Padang Tipe I I II III

Berat Benda Uji, gr B 60.11 60.06 63.9

Volume Awal, gr V1 0.1 0.1 0

Volume Akhir, gr V2 20.7 20.6 21.4

BeratJenis Semen B*d/(V2-V1) 3.01 3.02 3.08

3.03

Mengetahui, Asisten Lab.Beton USU


(14)

UJI BERAT JENIS ABU BATU

Nama :M RidhaAhyat Nim : 100424021

Berat (gr) Sampel 1 Sampel 2

Berat abu batu SSD 500 500

Berat piknometer 170 170

Berat piknometer + air + abu batu 975 974

Berat piknometer + air 670 668

Berat abu batu kering oven 495 494

BJ Kering 2,538 2,546

BJ SSD 2,564 2,577

BJ Semu 2,603 2,627

BJ Kering rata-rata 2,542

BJ SSD rata-rata 2,570

BJ Semu rata-rata 2,616

Mengetahui, Asisten Lab Beton USU


(15)

HASIL PENGUJIAN DAYA SERAP BATAKO

Nama :M RidhaAhyat Nim : 100424021

No. Benda Uji Komposisi campuran Berat Benda uji Nilai Absorpsi (%) A (gr) B (gr)

1

Batako Normal

18,79 18,24 2,9

2 19,90 19,29 3,1

3 19,44 18,78 3,5

4 19,05 18,44 3,3

5 20,11 19,47 3,3

Rata-rata 3,25

1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 10%)

18,30 17,53 4,4

2 17,69 16,99 4,1

3 17,49 16,86 3,7

4 17,59 16,91 4,0

5 17,42 16,71 4,2

Rata-rata 4,08

1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 15%)

17,49 16,88 3,6

2 18,52 17,97 3,0

3 16,85 16,28 3,5

4 16,87 16,26 3,7

5 16,02 15,31 4,6

Rata-rata 3,68

1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 20%)

16,32 15,59 4,6

2 16,10 15,41 4,4

3 16,17 15,52 4,1

4 16,08 15,42 4,2

5 15,36 14,63 4,9

Rata-rata 4,44

Mengetahui Asisten Lab Beton USU


(16)

HASIL PENGUJIAN KUAT TEKAN

Nama :M RidhaAhyat

Nim : 100424021 Komposis

i abu batu + botol plastik tanggal Umur (hari) Berat benda uji No. Benda uji Luas (mm2)

Beban (KN) Kuat tekan (kg/cm2 ) Kuat tekan (MPa) Dicetak Dites Batako abu batu +

botol plastik (0%) 25-april-15

23-mei-15 28 11,14 1 176,6 134 91,40 7,58

25-april-15

23-mei-15 28 10,97 2 176,6 136 92,40 7,70

25-april-15

23-mei-15 28 10,50 3 176,6 84 68,21 5,66

Rata-rata 6,98 Batako abu batu + botol plastik (25%) 25-april-15

23-mei-15 28 10,77 1 176,6 98 66,85 5,54

25-april-15

23-mei-15 28 10,42 2 176,6 62 42,30 3,51

25-april-15

23-mei-15 28 10,69 3 176,6 86 58,66 4,87

Rata-rata 4,46 Batako abu batu + botol plastik (30%) 2-mei-15

30-mei-15 28 10,37 1 176,6 96 65,48 5,43

2-mei-15

30-mei-15 28 10,88 2 176,6 124 84,58 7,02

2-mei-15

30-mei-15 28 10,49 3 176,6 98 66,85 5,54

Rata-rata 6,00 Batako abu batu + botol plastik (35%) 2-mei-15

30-mei-15 28 10,14 1 176,6 58 39,56 3,28

2-mei-15

30-mei-15 28 9,82 2 176,6 54 36,83 3,05

2-mei-15

30-mei-15 28 9,57 3 176,6 40 34,10 2,83

Rata-rata 3,05

Mengetahui Asisten Lab Beton USU


(17)

HASIL PENGUJIAN KUAT TARIK BELAH

Nama :M RidhaAhyat

Nim : 100424021

Komposisi abu batu +

botol plastik tanggal Umur (hari) Berat benda uji No. Benda uji Luas (mm2)

Beban (KN)

Kuat tarik (kg/cm2)

Kuat tarik (MPa) Dicetak Dites Batako abu batu + botol plastik (0%) 25-april-15

23-mei-15 28 11,19 1 1413 48 15,15 1,25

25-april-15

23-mei-15 28 10,77 2 1413 54 15,91 1,32

25-april-15

23-mei-15 28 10,80 3 1413 50 14,73 1,22

Rata-rata 1,24 Batako abu batu + botol plastik (25%) 25-april-15

23-mei-15 28 10,84 1 1413 36 10,61 0,88

25-april-15

23-mei-15 28 10,66 2 1413 42 12,38 1,02

25-april-15

23-mei-15 28 10,55 3 1413 40 11,79 0,97

Rata-rata 0,96 Batako abu batu + botol plastik (30%) 2-mei-15

30-mei-15 28 10,01 1 1413 46 13,56 1,12

2-mei-15

30-mei-15 28 9,73 2 1413 54 15,91 1,32

2-mei-15

30-mei-15 28 10,05 3 1413 49 14,44 1,19

Rata-rata 1,21 Batako abu batu + botol plastik (35%) 2-mei-15

30-mei-15 28 9,73 1 1413 34 10,02 0,83

2-mei-15

30-mei-15 28 9,37 2 1413 32 9,43 0,78

2-mei-15

30-mei-15 28 9,60 3 1413 36 10,61 0,88

Rata-rata 0,83

Mengetahui Asisten Lab Beton USU


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Ardhiantika, Pitra. Itsna Fauziah R. Adi Purwoko W. Aditya Nugraha.2014. Agregat Beton dari Limbah PET. Tugas Mahasiswa S1 Teknik Sipil. UNS. Surakarta.

Civil Research. 2011. Sifat-sifat Beton. Di unduh dari (http://civilresearch.blogspot.co.id/2011/01/sifat-sifat-beton-catatan-kuliah.html) pada tanggal 29/09/2015.

Damaris, Ricky Afi, 2011. Optimasi Kuat Tekan dan Daya Serap Air dari Batako yang Menggunakan Bottom Ash dengan Pendekatan Respon Serentak, Tesis Program Studi Magister Manajemen Teknologi Bidang Keahlian Manajemen Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember.. Surabaya: ITS.

Departemen Pekerjaan Umum, 1982. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.

Departemen P.U., 1989, SNI 03-0349-1989 Bata Beton untuk Pasangan Dinding, Balitbang, Jakarta.

Harutun G. Karian. 2003. “Handbook Of Polypropylene and Poly Polypropylene

Composites”. Second Edition. Marcel Dekker, Inc. New York.

Kasiati, Endang. 2011. Pembuatan Paving Blok dengan Menggunakan Semen Portland dan Semen Pozzolan dengan Bahan Tambahan Serbuk Kaca dan Abu Batu. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011.

Latief, Abdul. 2010. Kuat Tarik Langsung, Kuat Tarik Lentur, Susut Dan Density Mortar Campuran Semen, Abu Sekam Padi, Dan Precious Slag Ball Dengan Persentase 30%; 30%; 40%, Skripsi Program Studi Teknik Sipil Depok. Depok: UI.

Lamudi Indonesia. 2014. 5 Jenis Pasir untuk Bahan Bangunan. Di unduh dari (http://www.lamudi.co.id/journal/5-jenis-pasir-untuk-bahan-bangunan/) pada tanggal 21/09/2015.


(19)

Mulyono, Tri. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Nugraha, Paul, & Antoni. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta. Penerbit ANDI.

Renaldo Glantino Regar, Marthin D. J. Sumajouw, Servie O. Dapas. 2014. Nilai Kuat

Tarik Belah Beton dengan Variasi Ukuran Dimensi Benda Uji. Jurnal Sipil

Statik Vol.2 No.5, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Manado.

R.J. Crawford. 1998.“Plastics Engineering”. Third Edition. Elsever Butterworth. Oxford.

Sagal.R, Kole.P, Gideon Kusuma. 1994. Pedoman Pengerjaan Beton. Jakarta. Erlangga.

Sudarno, A.P. 2006. Batu Abu Sebagai Bahan Campuran Pembuatan Tegel. Skripsi Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Sutarno. 2007. Pemanfaatan Abu Batu Limbah Stone Crusher untuk Bahan Paving Block. Jurnal Teknik Sipil, Politeknik Negeri Semarang.

Tukang Bata. 2014. Abu Batu Sebagai Material Konstruksi. Di unduh dari (http://tukangbata.blogspot.co.id/2014/09/abu-batu-sebagai-material-konstruksi.html) pada tanggal 20/09/2015.

Utomo, Hendratmo Muji. 2010. Analisis Kuat Tekan Batako dengan Limbah Karbit Sebagai Bahan Tambah, Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta: UNY.

Pratikto. 2010. Beton Ringan Ber-agregat Limbah Botol Plastik Jenis PET (Poly Ethylene Terephthlate). Seminar Nasional Teknik Sipil 2010 Politeknik Negeri Jakarta.

Widodo, Apriyadi Dwi dkk. 2014. Pengaruh penambahan limbah botol plastik polypthylene Terepthalate (PET) dalam campuran laston-wc terhadap Parameter marshall. Jurnal Penelitian. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UMY. Yogyakarta.


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian eksperimen. Sedangkan faktor yang diteliti adalah faktor komposisi campuran cacahan botol plastik dan abu batu pada batako, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh cacahan botol plastik dan abu batu sebagai bahan tambah dengan mengurangi jumlah pasir pada ukuran daya serap air, kuat tekan dan kuat tarik belah batako. Rancangan penelitian pada batako akan dibuat benda uji dengan perbandingan campuran 1Pc : 7Ps, dimana campuran ini akan diberi tambahan cacahan botol plastik dan abu batu sebagai bahan tambah dengan mengurangi jumlah persentase dari berat pasir dengan variasi perbandingan komposisi yang digunakan berdasarkan atas kategori perbandingan volume dari agregat penyusun batako, yaitu 0%, 10%, 15% dan 20% cacahan botol plastik dan abu batu masing-masing 15% dari berat pasir. Pembuatan benda uji dan prosedur pengujian kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 03-0349-1989).

3.2 Desain Penelitian

1. Pengujian fisik, yaitu pengujian visual, pengujian ukuran, dan pengujian sifat mekanik yaitu pengujian daya serap air, kuat tekan dan kuat tarik belah batako.


(21)

3. Pasir berasal Sungai di Binjai, Sumatera Utara.

4. Kebutuhan air, ditetapkan pada kondisi adukan lengas tanah.

5. Keadaan cacahan botol plastik dan abu batu, yaitu dipakai dalam kondisi kering udara.

6. Pembuatan seluruh benda uji dilakukan secara masinal.

7. Umur batako, pengujian batako berupa silinder ditetapkan pada umur 28 hari.

8. Cara pengujian, sesuai dengan ketentuan cara uji dalam SNI 03-0349-1989.

3.3 Lokasi dan Waktu Pengujian 1. Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Struktur Beton Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

2. Waktu

Pengujian dilakukan mulai pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2015.

3.4 Bahan yang Digunakan

Bahan penyusun batako terdiri dari semen portland, agregat halus dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat batako yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun batako yang lebih


(22)

ekonomis dan efektif. Bahan-bahan penyusun batako yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland, pasir, air, cacahan botol plastik dan abu batu.

3.4.1 Semen Portland

Semen Portland type I yang digunakan adalah semen dengan merk dagang Semen Padang dalam kemasan 50 kg.

3.4.2 Pasir

Pasir yang dipergunakan dalam penelitian ini diambil dari quarry Sei Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi: a. Analisa ayakan pasir;

b. Pemeriksaan berat isi agregat halus;

c. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus; d. Pemeriksaan berat jenis pada semen dan abu batu;

e. Pemeriksaan kadar lumpur agregat halus;

3.4.3 Air

Air yang digunakan sebagai bahan pencampur berasal dari Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(23)

3.4.4 Botol Plastik dan Abu Batu

Botol Plastik yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol plastik bekas minuman jenis PET dan Abu batu yang digunakan berasal dari pabrik pemecah batu.

3.5 Pemeriksaan Bahan-bahan Penyusun Batako

3.5.1 Analisa Ayak Agregat Halus (SNI 03-1968-1990) a. Tujuan Percobaan

1) Menentukan gradasi/distribusi butiran pasir

2) Mengetahui modulus kehalusan (fineness modulus) pasir b. Peralatan

1) Timbangan

2) Sieve shaker machine 3) 1 set ayakan

4) Oven

5) Sample splitter c. Bahan

Pasir kering oven sebanyak 1000 gram. d. Prosedur Percobaan

1) Ambil pasir yang telah kering oven (110±5)ºC;

2) Sediakan pasir sebanyak 2 sampel masing-masing seberat 1000 gr dengan menggunakan sampel splitter;


(24)

4) Tempatkan susunan ayakan tersebut diatas sieve shaker machine; 5) Masukkan sampel 1 pada ayakan yang paling atas lalu ditutup rapat; 6) Mesin dihidupkan selama 5 (lima) menit;

7) Timbang sampel yang tertahan pada masing-masing ayakan; 8) Lakukan percobaan diatas untuk sampel 2.

e. Rumus

FM = Ʃ % (3.1)

Dimana:

FM = Fineness Modulus

Derajat kehalusan (kekasaran) suatu agregat ditentukan oleh modulus kehalusan (fineness) dengan batasan-batasan sebagai berikut:

- Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60 - Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90 - Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20

f. Hasil Percobaan

Modulus kehalusan pasir (FM) = 2,10


(25)

Gambar 3.1. Bagan Alir Pengujian Analisa Ayak Agregat Halus

3.5.2 Berat Isi Agregat Halus (ASTM C-29) a. Tujuan Percobaan

Menentukan berat isi agregat halus (pasir) b. Peralatan

1) Timbangan dengan tingkat kepekaan 0,1% dari berat sampel 2) Batang perojok

3) Bejana besi

Alat:

1. Timbangan 0,01 gr 2. Cawan keramik atau

tempayan baja 3. Saringan agregat

halus 1 set Bahan:

1. Agregat halus

Timbang agregat halus 1000 gram Persiapan

Oven agregat halus sampai berat tetap

Ayak agregat halus

Timbang agregat halus yang tertahan disetiap saringan

Selesai

Hitungmodulus kehalusanagregat halus Mulai


(26)

4) Termometer 5) Sekop Kecil c. Bahan

1) Pasir≤Saringan Ø 4,75 mm kering oven suhu 110±5 ºC 2) Air

d. Prosedur Percobaan 1) Dengan cara merojok:

a) Bejana besi ditimbang dan kemudian diisi dengan pasir sampai bagian tinggi bejana tersebut lalu rojok sebanyak 25 kali secara merata pada permukaannya;

b) Pasir ditambah lagi hingga mencapai ⅔ tinggi bejana dan dirojok 25 kali secara merata pada permukaannya, kemudian bejana diisi pasir sampai penuh dan dirojok 25 kali secara merata lalu permukaannya diratakan. Dalam perojokan untuk setiap lapis tidak boleh menembus lapisan dibawahnya;

c) Timbang bejana + pasir;

d) Pasir dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu diisi oleh air hingga penuh, timbang berat bejana + air dan diukur suhu air didalam bejana;

2) Cara menyiram:

a) Bejana besi ditimbang kemudian diisi pasir dengan cara menyiram dengan sekop setinggi ± 5 cm dari bagian atas bejana sampai bejana tersebut penuh, lalu ratakan permukaannya.


(27)

b) Timbang bejana + pasir.

c) Pasir dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu diisi air hingga penuh, timbang berat bejana + air dan diukur suhu air didalam bejana.

Percobaan dilakukan untuk 2 sampel. e. Rumus

ρ = (3.2)

Dimana:

ρ = Berat isi pasir (gr/cm3) m = Berat pasir (gr)

v = volume bejana (cm3) f. Hasil Percobaan

Berat isi dengan cara merojok: 1,37 gr/cm3 Berat isi dengan cara menyiram: 1,27 gr/cm3

Bahan:

1. Agregat halus 2. Air

Alat:

1. Timbangan 2. Batang perojok 3. Bejana besi 4. Termometer 5. Sekop kecil

Pasir ditambah lagi hingga mencapai⅔ tinggi bejana Persiapan

Timbang bejana dan isi pasir lalu dirojok 25 kali atau disiram. Mulai


(28)

Gambar 3.2. Bagan Alir Pengujian Berat Isi Agregat Halus

3.5.3 Pengujian Kadar Organik Pasir/Colorimetric Test (SNI 03-2816-1992)

a. Tujuan Percobaan

Mengetahui tingkat kandungan bahan organik dalam agregat halus. b. Peralatan

1) Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet kapasitas 350 ml 2) Gelas ukur kapasitas 1000 ml

3) Timbangan 4) Mistar

5) Standar warna Gardner 6) Sendok pengaduk

Selesai

Bejana diisi pasir sampai penuh

Timbang bejana + pasir

Pasir dikeluarkan lalu diisi oleh air hingga penuh

Percobaan dilakukan untuk 2 sampel Timbang berat bejana + air


(29)

7) Sampel splitter c. Bahan

1) Pasir kering oven lolos ayakan Ø 4,75 mm 2) NaOH padat

3) Air

d. Prosedur percobaan

1) Sediakan pasir secukupnya dengan menggunakan sampel splitter sehingga terbagi seperempat bagian;

2) Sampel dimasukkan ke dalam botol gelas setinggi ± 3 cm dari dasar botol;

3) Sediakan larutan NaOH 3% dengan cara mencampur 12 gram kristal NaOH kedalam 388 ml air menggunakan gelas ukur. Aduk hingga kristal NaOH larut;

4) Masukkan larutan tersebut sampai tinggi larutan ± 2 cm dari permukaan pasir (tinggi pasir + larutan = 5 cm);

5) Larutan diaduk menggunakan sendok pengaduk selama 7 menit; 6) Botol gelas ditutup rapat menggunakan penutup karet dan

diguncang-guncang pada arah mendatar selama 8 menit; 7) Campuran didiamkan selama 24 jam;

8) Bandingkan perubahan warna yang terjadi setelah 24 jam dengan standar warna Gardner.


(30)

e. Rumus/standar

Pengelompokkan standar warna Gardner adalah sebagai berikut: 1) Standar warna no. 1 : berwarna bening/jernih

2) Standar warna no. 2 : berwarna kuning muda 3) Standar warna no. 3 : berwarna kuning tua

4) Standar warna no. 4 : berwarna kuning kecoklatan 5) Standar warna no. 5 : berwarna coklat

Perubahan warna yang diperbolehkan menurut standar warna Gardner adalah standar warna no. 3. Jika perubahan warna yang terjadi melebihi standar warna no. 3 maka, pasir tersebut mengandung bahan organik yang banyak dan harus dicuci dengan larutan NaOH 3% kemudian bersihkan dengan air.

f. Hasil Percobaan

Warna kuning terang (standar warna no. 3), memenuhi persyaratan.

Mulai

Persiapan

Alat:

1. Timbangan

2. Botol tembus pandang 3. Gelas ukur

4. Mistar

5. Standar warna Gardner

6. Sendok pengaduk 7. Sampel splitter Bahan:

1. Agregat halus 2. NaOH 3% 3. Air

Isikan agregat ke dalam botol


(31)

Gambar 3.3. Bagan Alir Pengujian Colorimetric Test

3.5.4 Pengujian Berat Jenis Semen (SNI 15-2531-1991) a. Tujuan Percobaan:

Menentukan berat jenis semen. b. Peralatan:

1) Timbangan dengan ketelitian 0.001 gr 2) Botol Le Chatelir

3) Cawan Porselin 4) Gelas Ukur 5) Corong Kaca c. Bahan

1) Semen Portland

2) Minyak Kerosin bebas air atau naptha dengan berat jenis 62 API (American Petroleoum Institute)

Kocok botol selama 8 menit

Diamkan selama 24 jam

Amati warna cairannya


(32)

d. Prosedur Percobaan:

1) Isi botol Le Chatelir dengan kerosin atau naphta sampai antara skala 0 dan 1, bagian dalam piknometer diatas permukaan cairan.

2) Masukkan botol Le Chatelir ke dalam bak air dengan suhu ditetapkan pada botol Le Chatelir  20oC untuk mengunakan suhu cairan dalam piknometer l dengan suhu yang ditetapkan dalam botol Le Chatelir. 3) Setelah suhu dalam botol Le Chatelir sama dengan suhu yang

ditetapkan pada botol Le Chatelir, baca skala pada botol Le Chatelir (V1).

4) Masukkan semen portland sebanyak 64 gr, sedikit demi sedikit ke dalam botol Le Chatelir, hindarkan penempelan semen pada dinding dalam botol Le Chatelir diatas cairan.

5) Setelah benda uji dimasukkan, putar botol Le Chatelir dengan posisi miring secara perlahan-lahan sampai gelembung udara tidak timbul lagi pada permukaan cairan.

6) Ulangi pekerjaan no. 2 setelah suhu dalam botol Le Chatelir sama dengan suhu yang ditetapkan pada botol Le Chatelir, baca skala pada botol Le Chatelir (V2).

e. Rumus:

Berat Jenis = ( ₂ ₁) (3.3)

Dimana:

V1 = Pembacaan pertama pada skala botol Le Chatelir


(33)

V2- V1 = Isi cairan yang dipindahkan oleh semen dengan berat tertentu

Catatan:

- Berat jenis semen portland antara 3 - 3.2

- Suhu ruangan yang diperbolehkan 20oC - 24oC. f. Hasil Percobaan:

Berat jenis semen: 3,03 gr/ml

Gambar 3.4. Bagan Alir Pengujian Berat Jenis Semen Mulai

Persiapan

Alat:

1. Timbangan dengan ketelitian 0.001 gr 2. Botol Le Chatelir 3. Cawan Porselin 4. Gelas Ukur 5. Corong Kaca Bahan:

1. Semen Portland 2. Minyak Kerosin

bebas air atau naptha

Isi botol Le Chatelir dengan kerosin atau naphta

Masukkan botol Le Chatelir ke dalam bak air

Baca skala pada botol Le Chatelir (V1).

Masukkan semen portland sebanyak 64 gr ke dalam botol Le Chatelir

Putar botol Le Chatelir dengan posisi miring sampai gelembung udara tidak timbul lagi

Selesai

Ulangi pekerjaan no. 2, baca skala pada botol Le Chatelir (V2).


(34)

3.5.5 Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan No.200)

a. Tujuan Percobaan

Menentukan persentase kadar lumpur pada pasir. b. Peralatan

1) Ayakan no. 200 2) Oven

3) Timbangan 4) Pan

c. Bahan

1) Pasir kering oven 2) Air

d. Prosedur Percobaan

1) Sediakan 2 (dua) sampel pasir sebanyak masing-masing 500 gram dalam keadaan kering oven;

2) Tuang pasir kedalam ayakan no. 200 dan disiram dengan air melalui kran;

3) Pada saat pencucian, pasir harus diremas-remas hingga air keluar melalui ayakan terlihat jernih dan bersih;

4) Letakkan sampel kedalam pan dan keringkan dalam oven selama 24 jam;

5) Setelah 24 jam, sampel yang ada didalam pan ditimbang dan hasilnya dicatat;


(35)

6) Lakukan percobaan untuk sampel kedua.

e. Rumus

KL= A-BA ×100 (3.4)

Dimana:

KL = Kadar lumpur agregat (%) A = Berat sampel mula-mula

B = Berat sampel setelah dikeringkan selama 24 jam

Pasir yang memenuhi persyaratan dan layak untuk digunakan, bila kadar lumpur pasir < 5%.

f. Hasil Penelitian

Kadar lumpur pasir rata-rata = 1,9% (pasir memenuhi persyaratan dan layak untuk digunakan).

Persiapan

Alat:

1. Timbangan 0,01 gr 2. Oven

3. Cawan keramik 4. Ayakan no. 200 Bahan:

1. Agregat 2. Air

Oven agregat sampai berat tetap

Timbang agregat (A)

Cuci agregat sampai bersih Mulai


(36)

Gambar 3.5. Bagan Alir Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus

3.6 Pemotongan atau Pencacahan Botol Plastik Jenis PET

Pada penelitian ini dilakukan pemotongan atau pencacahan botol plastik jenis PET secara manual. Bagian yang diambil untuk peneliatian adalah bagian tengah botol, sedangkan bagian kepala dan alas botol tidak digunakan karena bertekstur keras sehingga akan susah bercampur dengan pasir, abu batu maupun semen. Hasil cacahan botol yang digunakan berukuran antara 1 mili meter hingga 1 cm. Adapun alat dan bahan serta langkah-langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut:

1. Alat dan Bahan:

a. Botol Plastik Jenis PET b. Gunting

2. Prosedur pengerjaan:

a. Bersihkan botol-botol plastik dari sisa-sisa kotoran; b. Gunting bagian kepala dan alas botol dan keringkan;

Oven agregat setelah dicuci sampai berat

tetap

Timbang agregat (B)

Selesai


(37)

c. Bagian tengah botol yang telah kering lalu digunting manual dengan ukuran 1 mili sampai 1 cm;

3.7 Pembuatan Benda Uji 3.7.1 Benda Uji Batako

a. Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan benda uji batako: 1) Ayakan, untuk mengayak pasir dengan ukuran 4,8 mm.

2) Timbangan, untuk menimbang kebutuhan bahan yang dipergunakan dalam pembuatan benda uji.

3) Ember, untuk tempat menampung kebutuhan air yang dipergunakan sebagai pencampuran bahan-bahan pembuat batako.

4) Sendok spesi, untuk mencampur dan memasukkan adonan adukan kedalam cetakan.

5) Molen, untuk mengaduk campuran batako.

6) Batang perojok untuk memadatkan adukan didalam cetakan.

7) Cetakan, terbuat dari pelat besi berbentuk balok dengan ukuran cetakan adalah 400 mm x 200 mm x 100 mm.

b. Prosedur Pembuatan benda uji batako:

1) Siapkan semua bahan dan alat yang diperlukan.

2) Timbang semen, pasir, cacahan botol PET dan abu batu dengan perbandingan 1 pc : 7 ps. Penambahan cacahan botol PET dimulai dari


(38)

0%, 10%, 15% dan 20% dari berat pasir dengan mengurangi jumlah pasir awal.

3) Campurkan bahan dengan perbandingan menjadi 1 pc : 7 ps (tanpa penambahan cacahan botol PET dan abu batu ), untuk campuran selanjutnya dengan penambahan cacahan botol PET dimulai dari 10%, 15% dan 20% dan abu batu 15%. Aduk semua bahan sampai rata. 4) Adonan batako yang sudah dicampur hingga rata ditambah air

secukupnya sampai tercapai campuran setengah basah (lengas tanah) yang merata. Secara sederhana, keadaan ini dapat diketahui dengan cara: Campuran yang telah merata dikepal dengan telapak tangan. Kemudian dijatuhkan dari ketinggian lebih kurang lebih kurang 1,2 meter kepermukaan tanah keras. Bila campuran sudah baik, 2/3 bagian tetap mengumpul dan 1/3 lainnya tersebar (Utomo, 2010).

5) Masukkan adonan batako kedalam cetakan setinggi 2/3 bagian cetakan, kemudian dipadatkan dengan cara ditumbuk sampai benar-benar padat dengan alat pemadat.

6) Setelah 24 jam buka, lepas cetakan dengan hati-hati dan letakan adonan batako ditempat yang teduh, tidak terkena cahaya matahari langsung dan terlindung dari hujan.

3.7.2 Benda Uji Silinder

a. Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan benda uji silinder: 1) Ayakan, untuk mengayak pasir dengan ukuran 4,8 mm.


(39)

2) Timbangan, untuk menimbang kebutuhan bahan yang dipergunakan dalam pembuatan benda uji.

3) Ember, untuk tempat menampung kebutuhan air yang dipergunakan sebagai pencampuran bahan-bahan pembuat batako.

4) Sendok spesi, untuk mencampur dan memasukkan adonan adukan kedalam cetakan.

5) Molen untuk mengaduk campuran batako.

6) Batang perojok untuk memadatkan adukan didalam cetakan.

7) Cetakan, terbuat dari besi berbentuk silinder dengan ukuran 15 x 30 cm.

b. Prosedur Pembuatan benda Silinder:

1) Siapkan semua bahan dan alat yang diperlukan.

2) Timbang semen, pasir, cacahan botol PET dan abu batu dengan perbandingan 1 pc : 7 ps. Penambahan cacahan botol plastik dimulai dari 0%, 10%, 15% dan 20% dari berat semen dengan mengurangi jumlah pasir awal.

3) Campurkan bahan dengan perbandingan menjadi 1 pc : 7 ps (tanpa penambahan abu batu dan cacahan botol plastik), untuk campuran selanjutnya dengan penambahan abu batu 15% dan cacahan botol plastik dimulai dari 10%, 15% dan 20%. Aduk semua bahan sampai rata.

4) Adonan batako yang sudah dicampur hingga rata ditambah air secukupnya sampai tercapai campuran setengah basah (lengas tanah)


(40)

yang merata. Secara sederhana, keadaan ini dapat diketahui dengan cara: Campuran yang telah merata dikepal dengan telapak tangan. Kemudian dijatuhkan dari ketinggian lebih kurang lebih kurang 1,2 meter kepermukaan tanah keras. Bila campuran sudah baik, 2/3 bagian tetap mengumpul dan 1/3 lainnya tersebar (Utomo, 2010).

5) Masukkan adonan batako kedalam cetakan silinder setinggi 2/3 bagian cetakan, kemudian dipadatkan dengan cara ditumbuk sampai benar-benar padat dengan alat pemadat.

6) Setelah 24 jam buka, lepas cetakan dengan hati-hati dan letakan adonan batako ditempat yang teduh, tidak terkena cahaya matahari langsung dan terlindung dari hujan.

3.8 Perawatan Benda Uji 3.8.1 Benda Uji Batako

Perawatan batako yang baik, yaitu sesuai dengan langkah-langkah berikut:

a. Hindarkan batako dari sinar matahari langsung dan air hujan agar pengikatan adonan sesuai yang diharapkan.

b. Perawatan batako selama 28 hari yaitu dengan menyiram dengan air setiap pagi dan sore hari.

3.8.2 Benda Uji Silinder

Sama dengan perawatan beton, perawatan ini dilakukan setelah benda uji mencapai final setting (mengeras). Perawatan ini dilakukan agar proses


(41)

hidrasi selanjutnya tidak mengalami gangguan. Jika hal ini terjadi, beton akan mengalami keretakan karena kehilangan air yang begitu cepat (Mulyono, 2003).

Pada penelitian ini, perawatan benda uji silinder dilakukan dengan cara merendam benda uji di bak perendaman khusus di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.9 Pengujian Benda Uji 3.9.1 Pengujian Visual

a. Peralatan yang diperlukan pada pemeriksaan tampak luar:

Penggaris siku dipergunakan untuk memeriksa kesikuan pada tiap-tiap sudut dan kedataran permukaan bidang dari batako pejal. Selebihnya pemeriksaan tampak luar dilakukan dengan menggunakan alat indra, seperti pemeriksaan pada ketajaman dan kekuatan rusuk-rusuk batako tidak mudah dirapihkan dengan kekuatan jari-jari tangan.

b. Peralatan yang diperlukan pada pemeriksaan ukuran:

Kaliper atau mistar sorong, dipergunakan untuk mengukur dimensi batako. Kaliper yang dipergunakan sampai dengan ketelitian 0,01 mm. c. Prosedur Pengujian:

Setelah masa perawatan selama 28 hari, batako yang diuji harus dalam keadaan kering. Tahapan yang harus dilakukan yaitu:


(42)

2) Ukur panjang, lebar dan tebal benda uji.

3) Pengamatan permukaan benda uji meliputi: keadaan permukaan, kerapatan dan keadaan sudut-sudutnya.

Bagan pengujian visual sebagai berikut :

Gambar 3.6. Bagan Alir Pengujian Visual

3.9.2 Pengujian Penyerapan Air

a. Peralatan yang diperlukan pada pengujian penyerapan air:

1) Wadah berisi air untuk merendam benda uji hingga batako jenuh air. 2) Kain lap dipergunakan untuk menyeka permukaan batako dari

kelebihan air setelah di rendam.

3) Timbangan dipergunakan untuk menimbang batako dalam keadaan jenuh air dan kering oven. Timbangan yang dipergunakan dengan kapasitas 60 kg dengan ketelitian 0,1 gr.

Mulai

Bersihkan batako dari semua kotoran

Ukuran panjang, lebar dan tebal batako

Amati permukaan dan keadaan batako


(43)

4) Oven dipergunakan untuk mengeringkan batako akan kandungan air setelah direndam. Oven yang dipergunakan dilengkapi pengatur suhu, dengan suhu antara 105oC sampai dengan 110oC.

b. Prosedur Pengujian:

Batako yang akan diuji penyerapan airnya harus dalam keadaan kering. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengujian ini adalah:

1) Batako dibersihkan dari bahan-bahan lain yang menempel.

2) Batako dimasukan kedalam oven selama 24 jam/sehari, sehingga didapati batako dalam kering oven.

3) Timbang batako, sehingga didapat berat batako dalam keadaan kering oven.

4) Rendam batako selama 24 jam /sehari atau hingga batako sudah keadaan jenuh.

5) Timbang batako, sehingga didapati berat batako dalam keadaan jenuh. Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan, penyerapan air dapat dihitung dengan persamaan rumus (2.1).

Bagan pengujian penyerapan air seperti pada Gambar 3.7. Bagan Alir Pengujian Penyerapan Air.


(44)

Gambar 3.7. Bagan Alir Pengujian Penyerapan Air

3.9.3 Pengujian Kuat Tekan

a. Peralatan yang diperlukan pada pengujian kuat tekan: 1) Wadah berisi air sebagai tempat merendam batako.

2) Kain lap dipergunakan untuk menyeka permukaan batako dari kelebihan air setelah direndam.

3) Timbangan dipergunakan untuk menimbang batako dalam keadaan jenuh air dan kering oven. Timbangan yang dipergunakan dengan kapasitas 60 kg dengan ketelitian 0,1 gr.

4) Mistar sorong dipergunakan untuk mengukur luas bidang tekan. Selesai

Masukan batako kedalam oven selama 24jam Bersihkan batako dari semua kotoran

Keluarkan batako dari oven

Timbang batako sehingga didapat berat kering oven

Rendam batako selama 24 jam/sehari

Timbang batako sehingga didapati beratjenuh (b) Keluarkan batako kemudian keringkan permukaan batako


(45)

5) Alat uji yang digunakan adalah mesin uji kuat tekan beton (compression machine).

b. Prosedur Pengujian:

1) Benda uji dikeluarkan dari bak perendaman, lalu dijemur selama ± 24 jam.

2) Timbang berat benda uji lalu letakkan pada compressor machine sedemikian sehingga berada tepat ditengah-tengah alat penekannya. 3) Secara perlahan-perlahan beban tekan diberikan pada benda uji

dengan cara mengoperasikan mesin sampai benda uji runtuh.

4) Pada saat jarum penunjuk skala tidak naik lagi atau bertambah, maka cata skala yang ditunjuk oleh jarum tersebut yang merupakan beban maksimum yang dapat dipikul benda uji tersebut.

5) Percobaan diulang untuk setiap benda uji.

6) Hitung kuat tekan batako dengan persamaan rumus (2.2). Bagan pengujian kuat tekan sebagai berikut:

Hidupkan alat tekan beton Letakan benda uji pada alat tekan

Tarik tuas alat tekan Mulai


(46)

Gambar 3.8. Bagan Alir Pengujian Kuat Tekan

3.9.4 Pengujian Kuat Tarik Belah

a. Peralatan yang diperlukan pada pengujian kuat tarik belah: 1) Wadah berisi air sebagai tempat merendam batako.

2) Kain lap dipergunakan untuk menyeka permukaan batako dari kelebihan air setelah direndam.

3) Timbangan dipergunakan untuk menimbang batako dalam keadaan jenuh air dan kering oven. Timbangan yang dipergunakan dengan kapasitas 60 kg dengan ketelitian 0,1 gr.

4) Mistar sorong dipergunakan untuk mengukur luas bidang tarik belah. Mistar sorong dipergunakan sampai dengan ketelitian 0,01 mm.

5) Alat uji yang digunakan adalah mesin uji kuat tarik belah beton (compression machine) dengan menggunakan benda uji silinder. b. Prosedur Pengujian:

1. Benda uji silinder dikeluarkan dari bak perendaman, lalu dijemur Selesai

Lihat jarum pada alat ukur

Catat hasil pengamatan pada alat ukur


(47)

2. Timbang berat benda uji lalu masukkan ke dalam alat splitting test kemudian benda uji beserta alat splitting dimasukkan kedalam compressor machine. Lapisi permukaan benda uji dengan pelat baja agar permukaan yang ditekan rata, dan usahakan benda uji berada dalam keadaan sentris.

3. Jalankan mesin desak dengan kecepatan penambahan beban yang konstan, kemudian catat besarnya beban maksimum yang dapat diterima pada masing-masing benda uji.

4. Pada saat jarum penunjuk skala tidak naik lagi atau bertambah, maka catat skala yang ditunjuk oleh jarum tersebut yang merupakan beban maksimum yang dapat dipikul benda uji tersebut.

5. Percobaan diulang untuk setiap benda uji.

6. Hitung kuat tarik belah batako dengan persamaan rumus (2.3). Bagan pengujian kuat tarik belah sebagai berikut:

Hidupkan alat compression machine benda uji beserta alat splitting dimasukkan kedalam compressor machine

dalam keadaan tidak bergerak Mulai


(48)

Gambar 3.9. Bagan Alir Pengujian Kuat Tarik Belah

Adapun tahapan keseluruhan penelitian ini dirangkum sebagai berikut : Selesai

Tarik tuas alat tekan

Lihat jarum pada alat ukur

Catat hasil pengamatan pada alat ukur

Hitung kuat tarik belah batako

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi literature & Pengumpulan data

Persiapan bahan


(49)

Gambar 3.10. Bagan Alir Tahapan Penelitian

Pengujian bahan

Pembuatan benda uji

Data Batako

Masa pemeliharaan Selama 28 hari

Pengujian ukuran dan tampak luar Pengujian daya serap,

Pengujian kuat tekan, dan Pengujian kuat tarik belah

Silinder

Analisa data dan pembahasan

Memenuhi Standar SNI ?

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Tidak Ya


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Visual

4.1.1 Pemeriksaan Tampak Luar

Tabel 4.1. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Visual dengan Syarat Mutu

Uraian

Perbandingan berat bahan

SNI 03-0349-1989 Batako Normal Batako abu batu + botol plastik

(25%)

Batako abu batu + botol plastik

(30% Batako abu batu + botolplastik (35%) 1. Bidang-bidang a. Kerataan b. Keretakan c. Kehalusan 2. Rusuk-rusuk a. Kesikuan b. Ketajaman c. Kekuatan Rata Tidak Retak Halus Siku Tajam Kuat Rata Tidak Retak Halus Siku Tajam Kuat Rata Tidak Retak Halus Siku Tajam Kuat Rata Tidak Retak Halus Siku Tajam Kuat Rata Tidak Retak Halus Siku Tajam Kuat (Sumber : Data Primer)

Dari keempat komposisi campuran batako dalam Tabel 4.1. yang dicoba telah memenuhi syarat tampak luar menurut ketentuan dalam SNI 03-0349-1989, yaitu menghasilkan batako yang mempunyai permukaan bidang rata, tidak retak dan halus dan memiliki Rusuk-rusuk yang siku, tajam dan kuat.

4.1.2 Pemeriksaan Ukuran

Setelah melakukan pemeriksaan tampak luar dan mendapatkan analisis data yang tidak menyimpang dengan ketentuan SNI. 0349-1989.


(51)

Tabel 4.2. Analisis Penyimpangan Ukuran Batako

Komposisi

Campuran No

Panjang Rata-rata

(mm) Lebar Rata-rata (mm) Tebal Rata-rata (mm)

Benda Uji SNI

0349-1989 Benda Uji

SNI

0349-1989 Benda Uji

SNI 0349-1989 Batako Normal 1 400.2 390 +3 200.0

190 ± 2

100.5

100 ± 2

2 398.5 200.0 101.0

3 400.0 198.0 100.5

4 400.0 -5.0 200.0 100.5

5 395.0 200.3 101.0

Rara-rata 398.7 199.6 100.7

Batakoabubatu +botolplastik (15% + 10%)

1 398.0

390 +3

199.5

190 ± 2

101.0

100 ± 2

2 400.0 200.0 100.1

3 400.0 200.0 100.5

4 400.5 -5.0 200.0 100.5

5 399.5 200.5 100.0

Rara-rata 399.6 200 100.4

Batakoabubatu +botolplastik (15% + 15%)

1 398.0

390 +3

200.0

190 ± 2

100.5

100 ± 2

2 395.0 199.5 101.0

3 400.0 200.0 100.0

4 395.0 -5.0 200.0 100.0

5 397.5 201.0 100.0

Rara-rata 397.1 200.1 100.3

Batakoabubatu +botolplastik (15% + 20%)

1 400.0

390 +3

200.0

190 ± 2

100.5

100 ± 2

2 400.0 197.0 100.5

3 400.0 199.5 100.0

4 398.0 -5.0 199.5 100.0

5 401.0 200.0 101.0

Rara-rata 399.8 199.2 100.4

(Sumber : Data Primer)

Berikut merupakan rekapitulasi hasil pemeriksaan ukuran batako rata-rata dengan syarat mutu dari keempat macam campuran yang dicoba, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4.3.


(52)

Tabel 4.3. Perbandingan Penyimpangan Ukuran Rata-Rata dengan Syarat Mutu KomposisiCampuran PanjangRata-rata (mm) Lebar Rata-rata (mm) TebalRata-rata (mm) Benda Uji SNI 0349-89 Benda Uji SNI 0349-89 Benda Uji SNI 0349-89 Batako Normal 398.7

390 +3 -5.0

199.6

190 ± 2

100.7

100 ± 2

Batako Abu Batu+Plastik

25% 399.6 200 100.4

Batako Abu Batu+Plastik

30% 397.1 200.1 100.3

Batako Abu Batu+Plastik

35% 399.8 199.2 100.4

Rata-rata Penyimpangan

(mm) 398.8 199.7 100.4

(Sumber : Data Primer dan SNI 03-0349-1989 )

Berdasarkan data penyimpangan ukuran rata-rata dengan syarat mutu seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4.3 diatas, batako telah memenuhi syarat ukuran sesuai dengan ketentuan dalam SNI 03-0349-1989. Hal tersebut disebabkan karena abu batu mempunyai butiran hampir sama dengan semen yaitu lolos saringan No. 200 dan bahan tambah abu batu dapat mengisi rongga antar pasir yang menyebabkan batako menjadi lebih padat sehingga permukaan bidang batako menjadi rata dan tidak retak.

Ditinjau dari data hasil pengujian, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kondisi tersebut dikarenakan cara pembuatan batako secara manual sehingga diperoleh batako dengan kepadatan yang tidak seragam. Karena kerapatan pori-pori yang terdapat didalam batako akan sangat berpengaruh pada kepadatan komposisi batako tersebut.


(53)

4.2 Pengujian Daya Serap

Pengujian penyerapan air dari keempat macam komposisi campuran yang dicoba, diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Penyerapan Air

No. Benda Uji Komposisi campuran Berat Benda uji Nilai Absorpsi (%) A (gr) B (gr)

1

Batako Normal

18,79 18,24 2,9

2 19,90 19,29 3,1

3 19,44 18,78 3,5

4 19,05 18,44 3,3

5 20,11 19,47 3,3

Rata-rata 3,25

1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 10%)

18,30 17,53 4,4

2 17,69 16,99 4,1

3 17,49 16,86 3,7

4 17,59 16,91 4,0

5 17,42 16,71 4,2

Rata-rata 4,08

1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 15%)

17,49 16,88 3,6

2 18,52 17,97 3,0

3 16,85 16,28 3,5

4 16,87 16,26 3,7

5 16,02 15,31 4,6

Rata-rata 3,68

1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 20%)

16,32 15,59 4,6

2 16,10 15,41 4,4

3 16,17 15,52 4,1

4 16,08 15,42 4,2

5 15,36 14,63 4,9

Rata-rata 4,44

(Sumber : Data Primer)

Berikut merupakan rekapitulasi hasil pemeriksaan daya serap batako dengan syarat mutu dari empat macam campuran yang telah dicoba, seperti pada Tabel 4.5.


(54)

Tabel 4.5. Perbandingan Daya Serap Air Rata-Rata dengan Syarat Mutu

Komposisi Campuran

Daya Serap Air (%)

Tingkat Mutu Benda Uji

SNI 03-0349-1989

Batako Normal 3,25 25 1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 10%)

4,08 25 1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 15%)

3,68 25 1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 20%)

4,44 25 1

Sumber : Data Primer dan SNI 03-0349-1989 )

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Daya Serap Batako terhadap Kadar Abu Batu + cacahan botol plastik

Pada Gambar 4.1 menunjukkan perbedaan nilai penyerapan air. Nilai penyerapan air terbesar pada batako yang menggunakan abu batu dan cacahan botol plastik adalah

3.25 4.08 3.68 4.44 0 0.51 1.52 2.53 3.54 4.55

0% 25% 30% 35%

pe ny er ap an (% )

variasi abu batu + cacahan botol plastik

absorpsi


(55)

pada komposisi campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (15% + 20%) dengan nilai penyerapan air mencapai 4,44 %, sedangkan nilai penyerapan air terkecil adalah pada campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (15% + 15%) dengan nilai penyerapan air sebesar 3,68 %.

Dari Tabel 4.5, keempat komposisi batako yang diuji telah memenuhi syarat penyerapan air menurut ketentuan SNI 03-0349-1989, yaitu dengan besar penyerapan air dibawah 25% untuk batako tingkat mutu I. Semakin kecil persentase kadar air yang diserap batako maka akan semakin baik batako tersebut, karena berarti batako memiliki kepadatan campuran yang baik. Tetapi dalam grafik diatas menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan dari perbandingan keempat komposisi campuran. Hal ini dikarenakan jumlah komposisi campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik yang berbeda-beda. Dalam pengujian ini penambahan abu batu dan cacahan botol plastik yang dapat menghasilkan batako dengan penyerapan terkecil ada pada campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (15% + 15%) dengan nilai penyerapan air sebesar 3,68 %. Penambahan abu batu lebih dan cacahan botol plastik lebih dari 15% menyebabkan ikatan antar agregat dalam batako menjadi kurang kuat dan menyebabkan penyerapan air semakin besar dengan semakin bertambahnya persentase abu batu lebih dan cacahan botol plastik, tetapi masih dalam batas persyaratan penyerapan air tingkat mutu I menurut ketentuan dalam SNI 03-0349-1989.

4.3 Pengujian Kuat Tekan

Kuat tekan batako akan bertambah tinggi dengan bertambahnya umur dari batako. Oleh karena itu sebagai standar kekuatan batako, ditetapkan batako pada umur 28 hari, sesuai dengan ketentuan didalam PUBI-1982 bahwa batako harus berumur 1 (satu) bulan sebelum dapat dipakai. Kuat tekan dihitung berdasarkan besarnya beban per satuan


(56)

maksimum yang dihasilkan oleh mesin tekan. Dalam pengujian batako di buat dalam bentuk silinder dengan dimensi 15 x 30 cm. Kuat tekan dapat dihitung dengan persamaan rumus 2.1.

Tabel 4.6. Hasil Pengujian Kuat Tekan Komposis

i abu batu + botol plastik Tanggal Umur (hari) Berat benda uji No. Benda uji Luas (mm2)

Beban (KN) Kuat tekan (kg/cm2 ) Kuat tekan (MPa) Dicetak Dites Batako abu batu +

botol plastik (0%) 25-april-15

23-mei-15 28 11,14 1 176,6 134 91,40 7,58

25-april-15

23-mei-15 28 10,97 2 176,6 136 92,40 7,70

25-april-15

23-mei-15 28 10,50 3 176,6 84 68,21 5,66

Rata-rata 6,98 Batako abu batu + botol plastik (25%) 25-april-15

23-mei-15 28 10,77 1 176,6 98 66,85 5,54

25-april-15

23-mei-15 28 10,42 2 176,6 62 42,30 3,51

25-april-15

23-mei-15 28 10,69 3 176,6 86 58,66 4,87

Rata-rata 4,46 Batako abu batu + botol plastik (30%) 2-mei-15

30-mei-15 28 10,37 1 176,6 96 65,48 5,43

2-mei-15

30-mei-15 28 10,88 2 176,6 124 84,58 7,02

2-mei-15

30-mei-15 28 10,49 3 176,6 98 66,85 5,54

Rata-rata 6,00 Batako abu batu + botol plastik (35%) 2-mei-15

30-mei-15 28 10,14 1 176,6 58 39,56 3,28

2-mei-15

30-mei-15 28 9,82 2 176,6 54 36,83 3,05

2-mei-15

30-mei-15 28 9,57 3 176,6 40 34,10 2,83

Rata-rata 3,05

(Sumber : Data Primer)

Berikut merupakan rekapitulasi hasil pengujian kuat tekan batako dari empat macam campuran yang dicoba, seperti pada Tabel 4.7.


(57)

Tabel 4.7. Perbandingan Kuat Tekan Rata-Rata dengan Syarat Mutu Komposisi Campuran KuatTekan Tingkat Mutu Benda Uji (MPa) SNI 03-0349-1989 (MPa)

Batako Normal 6,98 8,3 1

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 10%)

4,46 5,81 2

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 15%)

6,00 5,81 2

Batako abu batu + botol plastik

(15% + 20%)

3,05 3,32 3

(Sumber : Data Primer dan SNI 03-0349-1989 )

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Kuat Tekan Batako terhadap variasi Abu Batu + Cacahan Botol Plastik 6.98 4.64 6 3.05 0 1 2 3 4 5 6 7 8

0% 25% 30% 35%

ku at te ka n (M Pa )

variasi abu batu + cacahan botol plastik


(58)

Dari Tabel 4.7, hasil diatas menunjukkan adanya kenaikan kuat tekan pada campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (15% + 15%) yang mempunyai kuat tekan 6 MPa yang kemudian mengalami penurunan kuat tekan sebesar 1,54 MPa dengan campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (15% + 10%) yang mempunyai kuat tekan 4,46 MPa. Kuat tekan mengalami penurunan, hal ini dikarenakan proses pengikatan senyawa yang melambat akibat pengurangan fungsi semen itu sendiri dimana unsur senyawa Alite (trikalsium silikat) yang berfungsi sebagai pembangun kekuatan awal batako berkurang.

Apabila digolongkan menurut SNI 03-0349-1989, campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (15% + 10%) dengan kuat tekan rata-rata 4,46 MPa, masuk dalam tingkat mutu II. campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (15% + 15%) dengan kuat tekan rata-rata 6,00 MPa, masuk dalam tingkat mutu II dan campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (15% + 20%) dengan kuat tekan 3,05 MPa termasuk dalam tingkat mutu II dengan kuat tekan bruto rata-rata minimum 3,32 MPa.

4.4 Pengujian Kuat Tarik Belah

Berikut ini merupakan data kuat tarik yang diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium:

Tabel 4.8. Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Komposisi

abu batu + botol plastik tanggal Umur (hari) Berat benda uji No. Benda uji Luas (mm2)

Beban (KN)

Kuat tarik (kg/cm2)

Kuat tarik (MPa) Dicetak Dites Batako abu batu + botol plastik (0%) 25-april-15

23-mei-15 28 11,19 1 1413 48 15,15 1,25

25-april-15

23-mei-15 28 10,77 2 1413 54 15,91 1,32

25-april-15

23-mei-15 28 10,80 3 1413 50 14,73 1,22


(59)

1.24 0.96 1.21 0.83 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

0% 25% 30% 35%

ku at ta rik (M Pa )

variasi abu batu + cacahan botol plastik

kuat tarik belah

kuat tarik belah Batako abu batu + botol plastik (25%) 25-april-15

23-mei-15 28 10,84 1 1413 36 10,61 0,88

25-april-15

23-mei-15 28 10,66 2 1413 42 12,38 1,02

25-april-15

23-mei-15 28 10,55 3 1413 40 11,79 0,97

Rata-rata 0,96 Batako abu batu + botol plastik (30%) 2-mei-15

30-mei-15 28 10,01 1 1413 46 13,56 1,12

2-mei-15

30-mei-15 28 9,73 2 1413 54 15,91 1,32

2-mei-15

30-mei-15 28 10,05 3 1413 49 14,44 1,19

Rata-rata 1,21 Batako abu batu + botol plastik (35%) 2-mei-15

30-mei-15 28 9,73 1 1413 34 10,02 0,83

2-mei-15

30-mei-15 28 9,37 2 1413 32 9,43 0,78

2-mei-15

30-mei-15 28 9,60 3 1413 36 10,61 0,88

Rata-rata 0,83

(Sumber : Data Primer)

Gambar 4.3. Grafik Hubungan Kuat Tarik Batako terhadap Abu Batu dan Cacahan Botol Plastik


(60)

Dari Tabel 4.8 dan Gambar 4.3 dapat dilihat nilai kuat tarik tertinggi berada pada campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (30 %) sebesar 1,21 MPa. Sedangkan untuk kuat tarik terendah berada pada campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (30%) dengan nilai sebesar 0,83 MPa. Pada campuran batako abu batu dan cacahan botol plastik (30 %) memiliki nilai kuat tarik paling optimum dikarenakan penambahan abu batu dan cacahan botol plastik terhadap campuran sudah sesuai dan optimal.

4.5 Penentuan Komposisi Terbaik

Penentuan komposisi terbaik berdasarkan atas hasil perbandingan syarat-syarat mutu keempat komposisi yang dicoba dengan batako kontrol, SNI 03-0349-1989. Hasilnya komposisi terbaik adalah batako dengan campuran abu batu + cacahan botol plastik (15% + 15%) dengan kuat tekan rata-rata sebesar 6,00 MPa menurut syarat mutu SNI 03-0349-1989 masuk tingkat kuat tekan II dengan kuat tekan rata-rata minimal 5,81MPa, kuat tarik belah rata-rata sebesar 1,21 MPa dan penyerapan air rata-rata sebesar 3,68 %, menurut ketentuan SNI 03-0349-1989, besar penyerapan air dibawah 25% masuk kedalam batako tingkat mutu I. Penyimpangan ukuran panjang rata-rata sebesar 399,5 mm; penyimpangan ukuran lebar rata-rata sebesar 199,4 mm; penyimpangan ukuran tebal rata-rata sebesar 99,7 mm, masih memenuhi syarat ukuran sesuai dengan ketentuan dalam SNI 03-0349-1989.

4.6 Diskusi Hasil Pengujian

Penulis membuat sub-bab hasil penelitian ini karena adanya beberapa kesalahan metode dalam pencampuran material pada saat mengecor, sehingga proses trial and error pun telah dilakukan dengan baik oleh penulis, dosen


(61)

pembimbing, serta asisten laboratorium Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan hasil penelitian yang ideal dan memuaskan. Seperti yang telah dipaparkan dalam sub-bab hasil penelitian kuat tekan, penyerapan, dan kuat tarik belah beton bahwa terjadi kesalahan campuran satu variasi yaitu variasi batako dengan bahan substitusi 15% abu batu dan 10% botol plastik. Pada penelitian tersebut seharusnya didapatkan hasil yang lebih tinggi dari variasi substitusi 30% (15% abu batu dan 15% botol plastik). Menurut grafik terjadi penurunan yang cukup signifikan dari kuat tekan batako variasi 0% ke variasi batako 25%. Hal ini disebabkan metode pencampuran yang salah.

Proses pencampuran yang penguji lakukan bersama asisten laboratorium yaitu mencampur bahan ke molen dengan cara memasukkan pasir terlebih dahulu bersama dengan abu batu kemudian memasukkan cacahan botol plastik secara bersamaan baru kemudian memasukkan semen dan air. Ternyata hal tersebut menyebabkan campuran plastik tidak menyatu dengan rata bersama pasir, justru secara visual seperti sedikit memisah, namun tetap bisa dicetak dan dipadatkan dalam cetakan silinder dan batako serta berhasil mengeras dengan baik keesokan harinya. Sehingga untuk pencampuran selanjutnya yang kami lakukan seminggu kemudian, setelah melakukan peninjauan dan konsultasi bersama asisten senior dan dosen pembimbing, akhirnya kami melakukan metode pencampuran material dengan sedikit perubahan.

Bahan pertama yang kami masukkan ke dalam molen atau mixer tetap pasir, abu batu, dan semen terlebih dahulu, setelah bahan tadi tercampur dengan baik barulah kami memasukkan plastik yang jumlahnya terlihat banyak secara


(62)

perlahan- lahan dan sedikit demi sedikit sampai campuran pasir, abu batu, semen dan cacahan botol plastik menyatu dengan baik. Terakhir baru kami masukkan air secara perlahan- lahan sampai merata dengan baik. Sehingga metode baru yang kami dapatkan dan kami lakukan berhasil membuat pasta batako menjadi lebih baik dan terbukti dengan adanya hasil kuat tekan dan kuat tarik belah batako yang meningkat setelah diuji pada umur beton 28 hari.

Hal selanjutnya yang ingin kami bagi pada tugas akhir ini mengenai campuran abu batu yang sifatnya sesuai dengan sifat pasir dan bisa dikategorikan secara fisik bahwa abu batu ini bersifat organik karena pada dasarnya abu batu berasal dari proses pemecahan batu di pabrik-pabrik pemecah batu. Dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang penulis ketahui, seharusnya abu batu dapat meningkatkan kekuatan beton secara umum, namun pada hasil penelitian yang kami lakukan terjadi trend penurunan secara berangsur-angsur terhadap kekuatan batako, hal ini terjadi dikarenakan batako yang kami uji tidak menggunakan bahan substitusi tunggal, melainkan 2 bahan substitusi yaitu abu batu dan plastik.

Kesimpulan yang kami dapatkan dari hasil penelitian ini adalah abu batu jelas bisa digunakan sebagai bahan substitusi pada beton atau batako, sama halnya dengan botol plastik juga bisa digunakan sebagai bahan substitusi dalam pembuatan beton, perbedaannya adalah bahan cacahan botol plastik bersifat non-organik dan bersifat tidak persis seperti pasir, sehingga semakin banyak plastik yang digunakan maka semakin berkurang juga kekuatan yang terdapat pada beton atau batako pada pengujian ini.


(63)

(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh dan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Semakin besar kadar campuran abu batu dan cacahan plastik PET pada batako, secara berangsur-angsur menurunkan kuat tekan dan kuat tarik belah pada batako. 2. Hasil uji penyerapan membuktikan bahwa semua komposisi substitusi batako pada

penelitian ini memenuhi syarat SNI 03 -0349-1989, yaitu dengan rata-rata penyerapan di bawah 25%, dan masuk dalam kategori mutu I beton pejal.

3. Hasil penyerapan berbanding terbalik dengan hasil kuat tekan dan kuat tarik belah. Semakin tinggi komposisi cenderung menyebabkan naiknya nilai penyerapan, yang artinya semakin besar pori batako. Nilai penyerapan terbesar terdapat pada komposisi batako 35%, yaitu sebesar 4,44%. Sedangkan nilai penyerapan terendah yaitu sebesar 3,25%.

4. Hasil pengujian kuat tekan menunjukkan bahwa semakin besar komposisi campuran abu batu dan cacahan plastik PET maka akan cenderung semakin berkurang nilai kuat tekan batako. Nilai kuat tekan tertinggi terdapat pada bataako 0% tanpa tambahan yaitu sebesar 6,98 Mpa, sedangkan yang terendah yaitu pada komposisi campuran 35%, yaitu sebesar 3,05 Mpa. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak plastik yang menggantikan pasir dalam pembuatan batako dan penambahannya sangat signifikan. Seperti yang kita ketahui bahwa sifat antara plastik dan pasir


(65)

5. Menurut SNI 03-0349-1989, batako dengan komposisi substitusi 0% termasuk dalam mutu I batako, dan komposisi substisusi batako 25% dan 30% termasuk dalm mutu II batako. Sedangkan batako komposisi 35% termasuk dalam mutu III batako menurut SNI 03-0349-1989. Ditinjau dari batasan masalah yang Penulis buat, maka batako komposisi substitusi 35% tidak termasuk dalam spesifikasi yang telah ditentukan karena kuat tekannya lebih kecil dari 4 Mpa.

6. Ditinjau dari data hasil pengujian kuat tarik belah, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Nilai kuat tarik belah terbesar terdapat pada komposisi substitusi batako 0%, yaitu sebesar 1,24 Mpa. Sedangkan nilai terendah terdapat pada komposisi batako 35%, yaitu sebesar 0,83Mpa. Trend penurunan kuat tarik belah sama persis dengan trend penurunan yang terjadi pada nilai kuat tekan batako. 7. Dari semua hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa abu batu dan plastik

PET dapat digunakan sebagai bahan pengganti sebagian berat pasir dalam pembuatan batako.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan sebelumnya maka dapat disarankan sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan kuat tekan batako yang maksimal, disarankan pada penelitian berikutnya untuk menggunakan ekplorasi abu batu dan plastik PET di antara 5% sampai 25%.

2. Kesulitan pencampuran bahan-bahan pembuat batako pada penelitian kali ini dapat teratasi karena adanya pemikiran mengenai metode pencampuran bahan. Pada saat mencampur sebaiknya didahulukan memasukkan pasir, abu batu, dan semen terlebih


(66)

menambahkan air pada campuran batako tadi. Penulis menyarankan untuk tetap menggunakan metode ini agar mempermudah pencampuran bahan-bahan utama pembentuk batako dengan bahan plastik. Hal ini terjadi karena berat jenis plastik yang lebih kecil dibandingkan dengan bahan utama lainnya, sehingga semakin banyak jumlah plastik yang dibutuhkan dan secara fisik sangat memberi dampak signifikan,

3. Begitu banyaknya keterbatasan pada penelitian ini, sehingga diharapkan untuk penelitian lebih lanjut mengenai jenis plastik lain sehingga di dapat kualitas yang lebih baik.

4. Memperbanyak jumlah sampel. Pada penelitian ini, jumlah sampel pengujian relatife sedikit yang memungkinkan adanya keterbatasan data.

5. Meninjau limbah sekitar lainnya yang mempunyai potensi besar dan berpengaruh pada kekuatan batako agar inovasi terhadap batako ramah lingkungan tidak terhenti sampai disini.


(67)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batako

2.1.1 Pengertian Batako

Bata beton atau yang dikenal dimasyarakat umum adalah batako merupakan bahan yang di bentuk dari campuran pasir bercampur dengan kerikil (agregat) yang dicampur dengan semen portland dan air untuk mempermudah bahan-bahan pembentuknya dapat dengan mudah tercampur dan bereaksi dengan sempurna. Menurut PUBI-1982 pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”. Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Perbandingan bahan baku batako terdiri dari pasir, semen, dan air dengan perbandingan 75: 20: 5. Perbandingan komposisi ini sesuai dengan Pedoman Teknis yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1986.

Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural. Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di


(68)

Indonesia 1982 (PUBI-1982) pasal 6 antara lain adalah berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ±400 mm, lebar ±200 mm, tebal ±100-200 mm, kadar air 25-35% dari berat, dan memiliki kuat tekan antara 2-7 N/mm2.

Berdasarkan persyaratan fisik batako standar dalam PUBI-1982 memberikan batasan standar bahwa untuk batako dengan nilai kuat tekan 2-3,5 MPa dapat dipakai pada konstruksi yang tidak memikul beban. Untuk kuat tekan 2 MPa dapat dipasang pada tempat yang terlindung dari cuaca luar dan diberi lapisan pelindung.

2.1.2 Klasifikasi Batako

Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu :

A. Batako Putih (tras)

Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran panjang 25-3 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.


(69)

B. Batako Semen/Batako Press

Batako press dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang menggunakan mesin. Perbedaanya dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya. Umumnya memiliki panjang 36-40 cm dan tinggi 18-20 cm.

Gambar 2.2 Contoh Batako Semen/Batako Press

C. Bata Ringan

Bata ringan dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang-kadang melebihi. Dimensinya yang lebih besar dari bata konvensional yaitu 60 x 20 cm dengan ketebalan 7 hingga 10 cm menjadikan pekerjaan dinding lebih cepat selesai dibandingkan bata konvensional.


(70)

Mutu batako sangat dipengaruhi oleh komposisi dari penyusun-penyusunnya, disamping itu dipengaruhi oleh cara pembuatannya yaitu melalui proses manual (cetak tangan) dan pres mesin. Perbedaan dari proses pembuatan ini dapat dilihat dari kepadatan permukaannya. Batako terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran. Istilah batako berhubungan dengan bentuk persegi panjang yang digunakan untuk dinding beton. Batako dapat digolongkan menjadi dua kelompok:

Batako Padat Batako Berlubang

Gambar 2.3 Batako Padat dan Berlubang

Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama. Batako berlubang memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya hanya 1/3 dari batu bata dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat kali lebih cepat dan lebih kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata. Di samping itu keunggulan lain batako berlubang adalah tahan terhadap panas dan suara. Batako secara umum dibagi menjadi 6 tipe, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini :


(71)

Gambar 2.4 Tipe-tipe Batako

Pada pemakaian batu batako diperhatikan hal-hal berikut: a. Disimpan dalam keadaan cukup kering.

b. Penyusunan batu cetak sebelum dipakai cukup setinggi lima lapis, untuk keamanan dan juga untuk memudahkan pengambilan.

c. Pada pemasangan tidak perlu dibasahi terlebih dahulu, serta tidak boleh direndam air.

d. Untuk pemotongan batu batako dipergunakan palu dan tatah untuk membuat goresan pada batu yang akan dipatahkan.


(72)

Gambar 2.5 Bentuk Ikatan Dinding Batako

Agar didapat mutu batako yang berkualitas, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi kualitas batako tergantung pada faktor air semen, umur batako, kepadatan batako, bentuk tekstur batuan, ukuran agregat, kekuatan agregat, dan lain-lain.

Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan batako. Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan batako adalah:

a. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan.

b. Pembuatan mudah dan dapat dibuat secara sama.


(73)

e. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.

f. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan.

g. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.

Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:

a. Karena proses pengerasannya membutuhkan waktu yang cukup lama (3 minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya sebelum memakainya.

b. Bila diinginkan lebih cepat mengeras perlu ditambah dengan semen, sehingga menambah biaya pembuatan.

c. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengarasannya cukup lama mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.

2.2 Bahan Pembentuk Batako 2.2.1 Semen Portland

Semen Portland ditemukan pada tahun 1824 pada abad ke 19 oleh seorang tukang batu dari Inggris yang bernama Joseph Aspdin. Pembuatan semen portland yang pertama kali oleh Joseph Aspdin yaitu dengan cara membakar campuran kapur dan tanah liat dan kemudian menggilingnya hingga halus. Diberi nama semen Portland bukan karena dibuat di daerah tertentu atau menjadi nama merek dagang tertentu, tapi merupakan istilah generik karena warnanya yang kelabu dan kekuatan yang dihasilkan


(74)

menyerupai semen alami yang berasal dari pulau Portland di Inggris. (Paul Nugraha, 2004).

Menurut Standar Industri Indonesia (SII), SII 0013-1981, definisi Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu-ikat (umumnya gypsum).

Klinker semen Portland dibuat dari batu kapur (CaCo3), tanah liat dan

bahan dasar berkadar besi. Bahan dasar dari klinker semen Portland dapat dipabrikasikan secara dua proses, yaitu basah dan kering. Pada proses basah,sebelum dibakar bahan dasar dicampur dengan air(‘slurry’) dan digiling sampai halus berupa “bubur halus”. Pada proses kering, bahan dasar

dicampur dan dikeringkan kemudian digiling berupa “bubuk kasar” selanjutnya kedua produksi ini dibakar dalam tanur-putar-datar pada tempertur yang sangat tinggi sehingga diperoleh klinker semen Portland.

Proses pemabrikan klinker semen Portland adalah sebagai berikut :

Proses Basah Proses Kering

dan dicampur dengan air digiling

“bubur halus” “bubur kasar”

Tanur semen (1400°C) Klinker semen Portland

Garnulasi (udara dingin atau air) Klinker + bahan campur (gips)


(75)

Bagian utama dari klinker ini adalah :

dikalsium silikat 2CaO.SiO2 atau C2S

trikalsium silikat 3CaO.SiO2 atau C3S

trikalsium aluminat 3CaO.A12O3 atau C3A

tetra kalsium aluminat ferrit 4CaO.A12O3Fe2O3 atau C3AF

akhirnya semen Portland didapatkan secara menggilas klinker tersebut dalam kilang-peluru(‘kogelmolens’) sampai halus dengan ditambah beberapa prosen gips (CaSO42H2O). (R. Sagal, 1994).

2.2.2 Pasir

Pasir adalah contoh bahan material yang berbentuk butiran. Butiran pada pasir, umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Hanya beberapa tanaman yang dapat tumbuh di atas pasir, karena pasir memiliki rongga-rongga yang cukup besar. Pasir memiliki warna sesuai dengan asal pembentukannya. Dan seperti yang kita ketahui pasir juga sangat penting untuk bahan material bangunan bila dicampurkan dengan perekat semen.

Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia, agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:


(76)

3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.

4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. 5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.

(Paul Nugraha, 2004)

2.2.3 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, untuk membasahi agregat dan akan memberikan kemudahan pada adukan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-seifat beton yang dihasilkan. Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung-gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak sempurna, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton (Mulyono, 2005).

Semen memerlukan jumlah air sebesar 32% berat semen untuk bereaksi secara sempurna, akan tetapi apabila kurang dari 40 % berat semen maka reaksi kimia tidak selesai dengan sempurna. Apabila kondisi seperti ini dipaksakan akan mengakibatkan kekuatan batako berkurang. Jadi air yang


(77)

batako, maka nilai f.a.s. pada pembuatan dibuat pada batas kondisi adukan lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara optimal. Disini tidak dipakai patokan angka sebab nilai f.a.s. sangat tergantung dengan campuran penyusunnya. Nilai f.a.s. Diasumsikan berkisar antara 0,3 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah dikerjakan (Utomo, 2010).

Syarat air yang digunakan untuk campuran batako adalah sebagai berikut:

a. Air tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual.

b. Air tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter. c. Air tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak

batako (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. d. Bila air meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya

menurut pemakaiannya (Latief, 2010).

2.2.4 Botol Plastik Jenis PET

PET atau PETE adalah polyethylene terephtalate. Plastik ini digunakan untuk membuat sebagian besar botol plastik dan kontainer dari minuman, dan juga digunakan untuk salad dressing kontainer, botol minyak sayur dan tempat makanan ovenproof. PET dapat didaur ulang menjadi pakaian, tote bags, furniture, karpet, hiasan jalur, dan kontainer baru.


(78)

limbah plastik adalah limbah plastik dari bekas botol air kemasan. Umumnya botol air kemasan berasal dari plastik jenis Polyethylene terephthalate (PET). Pemakaian limbah ini juga akan mendukung upaya untuk penyelamatan lingkungan.

PET merupakan polyester termoplastik yang diproduksi secara komersial melalui produk kondensasi yang dikarakterisasi dengan banyaknya ikatan ester yang didistribusikan sepanjang rantai utama polimer. PET bahan dasar dari botol minuman plastik, dengan nama IUPAC-nya polioksi etilen neooksitereftaoil.

Proses pembuatan PET memerlukan suhu yang sangat tinggi di atas 100oC untuk produk yang secara komersial memiliki kemampuan kristalisasi cepat. Menurut Ehrig, material PET ini memiliki sifat mekanik yang baik, ketahanan terhadap pelarut yang bagus, dan stabilisasi hidrolitiknya baik. PET dan poliester lain pada umumnya bebas dari hasil pembakaran berbahaya CO2. Titik leleh PET murni di atas 280oC untuk sampel yang “annealing”

secara lengkap. Sedangkan produk komersialnya meleleh pada suhu 255o C-265oC, karena hasil kristalisaai berkurang dengan adanya pengotor pada rantai utamanya. Pengotor yang ada dalam PET mengakibatkan kekuatan produk akan berkurang, baik sebagai produk film atau serat. Titik transisi gelas bervariasi dalam interval yang luas tergantung pada kemurnian polimernya.

Salah satu hal yang dapat dilihat langsung dari limbah ini adalah berat yang ringan dan tidak mudah berubah bentuk. Dengan pelelehan limbah botol


(79)

PET melalui “perebusan” dapat dihasilkan gumpalan plastik yang apabila dipecahkan akan mencadi pecahan dan butiran yang dapat dijadikan sebagai agregat halus dan kasar pada beton. Berat jenisnya yang kecil memungkinkan beton yang menggunakan agregat PET ini mempunyai berat jenis yang kecil juga, sehingga termasuk dalam katergori beton ringan (beratnya lebih kecil 1800 kg/m3).

Kuat tekan yang dihasilkan dari pembuatan beton dengan agregat dari limbah PET dan beberapa campuran limbah lainnya berkisar antara 7-15 MPa. Kuat tekan tersebut memang dapat digunakan untuk material elemen non struktural, seperti panel dinding. Namun demikian, masih perlu dikaji kaitannya dengan kuat tarik, kuat lentur, performa rambatan panasnya dan rambatan serta redaman bunyi. Tabel 2.1 menunnjukkan Massa jenis dan suhu operasi maksimum pada berbagai jenis plastik.

Tabel 2.1. Massa Jenis dan Suhu Operasi Maksimum Plastik

Jenis plastik Massa jenis (kg/m3)

Temteratur operasi maksimum (°C)

Homo polymer 1420 85

Acrylic 1180 50

PET 1360 110

Polycarbonate 1150 125

PVC (rigid) 1400 50

PVC (flexible) 1300 50


(80)

Jenis kode plastik yang umum beredar di antaranya:

• PET (Polietilena tereftalat). Umumnya terdapat pada botol minuman atau bahan konsumsi lainnya yang cair.

HDPE (High Density Polyethylene, Polietilena berdensitas tinggi) biasanya terdapat pada botol detergen.

• PVC (polivinil klorida) yang biasa terdapat pada pipa.

LDPE (Low Density Polyethylene, Polietilena berdensitas rendah) biasa terdapat pada pembungkus makanan.

• PP (polipropilena) umumnya terdapat pada tutup botol minuman, sedotan, dan beberapa jenis mainan.

• PS (polistirena) umum terdapat pada kotak makan, kotak pembungkus daging, cangkir, dan peralatan dapur lainnya. (Pitra Ardhiantika,dkk,2014)

2.2.5 Abu Batu

Abu batu merupakan agregat buatan. Agregat yang yang merupakan merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran < 0,075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik‐pabrik semen atau mesin pemecah batu. Material jenis ini banyak dibutuhkan untuk campuran dalam proses pengaspalan dan bisa digunakan sebagai pengganti pasir. Material ini adalah bahan utama dari pembuatan gorong-gorong dan Batako Press.


(81)

Gambar 2.6 Batako Press Menggunakan Abu Batu

Abu batu saat ini merupakan bahan hasil sampingan dalam industri pemecahan batu yang jumlahnya tidak sedikit. Saat ini abu batu tidak begitu laku untuk dijual karena pemakaian dalam industri konstruksi sudah sangat sedikit mengingat konstruksi perkerasan jalan dengan Lapen sudah banyak beralih ke lapisan aspal beton. Perkerasan Lapen yang biasanya penaburan lapis atas dengan abu batu sudah banyak diganti dengan pasir, sehingga abu batu pada stone crusher menjadi bahan limbah yang harus diupayakan penanganannya

Pada bendungan tipe rockfill, embankment Sheel (pelapis timbunan) biasanya terdiri dari material random (campuran) atau abu batu yang berfungsi sebagai pengisi antara struktur dan lapisan kedap air.


(82)

2.3 Pengujian Batako

Hasil produksi batako sebelum dipasarkan harus menjalani pengujian mutu yang meliputi :

2.3.1 Pengujian Ukuran dan Tampak Luar

Pengujian ukuran dilakukan untuk melihat dan mengamati apakah batako sudah sesuai dengan standar yang ditentukan, karena apabila belum sesuai dapat menpengaruhi nilai kekuatan pada bangunan. Sedangkan pengujian tampak luar dilakukan agar tidak mengurangi nilai jual. Apabila batako tampak dari segi fisik sudah bagus, maka nilai jualnya akan baik. Sebaliknya, apabila secara fisik sudah tampak tidak kuat maka batako tersebut tidak akan laku dipasaran.

Untuk mengetahui ukuran benda rata-rata batako, dipakai 7 buah benda uji yang utuh. Sebagai alat pengukur dipakai mistar sorong yang dapat mengukur teliti sampai 1 mm atau bisa juga digunakan alat ukur yang biasa dipakai dengan satuan cm. Setiap pengukuran panjang, lebar, tinggi atau tebal dinding batako berlubang, dilakukan paling sedikit tiga kali pada tempat yang berbeda-beda, kemudian dihitung harga rata-rata dari ketiga pengukuran tersebut. Harga pengukuran dari 7 buah benda uji, dilaporkan mengenai ukuran rata-rata serta besar penyimpangan ukuran batako dari syarat mutu yang telah ditetapkan pada SNI 03 0349 1989.

Dalam pembuatan batako terdapat tiga macam ukuran yaitu seperti yang terdapat dalam tabel sebagai berikut:


(1)

vi

2.2.2 Pasir ... 17

2.1.3 Air ... 18

2.2.4 Botol Plastik Jenis PET ... 19

2.2.5 Abu Batu ... 22

2.3 Pengujian Batako ... 24

2.3.1 Pengujian Ukuran dan Tampak Luar ... 24

2.3.2 Pengujian Daya Serap ... 25

2.3.3 Pengujian Kuat Tekan ... 26

2.3.4 Pengujian Kuat Tarik Belah ... 29

2.4 Penelitian Abu Batu dan Cacahan Botol Plastik Terdahulu 31 2.4.1 Pratikto (UI Depok, 2010)... 31

2.4.2 Endang Kasiati (ITS, 2011)... 33

2.4.3 Apryadi Dwi Widodo (UMY, 2014) ... 33

2.4.4 A.P. Sudarno (Univ. Sebelas Maret, 2006)... 34

2.4.5 Sutarno (Politeknik Negeri Semarang, 2007) ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

39

3.1 Umum ... 39

3.2 Desain Penelitian ... 39

3.3 Lokasi dan Waktu Pengujian ... 40

3.4 Bahan yang Digunakan ... 40

3.4.1 Semen Portland ... 41


(2)

vii

3.4.3 Air ... 41

3.4.4 Botol Plastik dan Abu Batu ... 42

3.5 Pemeriksaan Bahan-bahan Penyusun Batako ... 42

3.5.1 Analisa Ayak Agregat Halus (SNI 03-1968-1990) 42 3.5.2 Berat Isi Agregat Halus (ASTM C-29) ... 44

3.5.3 Pengujian Kadar Organik Pasir/Colorimetric Test (SNI 03-2816-1992) ... 47

3.5.4 Pengujian Berat Jenis Semen (SNI 15-2531-1991) 50 3.5.5 Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan No.200) ... 53

3.6 Pemotongan atau Pencacahan Botol Plastik Jenis PET... 55

3.7 Pembuatan Benda Uji ... 56

3.7.1 Benda Uji Batako ... 56

3.7.2 Benda Uji Silinder ... 57

3.8 Perawatan Benda Uji ... 59

3.8.1 Benda Uji Batako ... 59

3.8.2 Benda Uji Kubus ... 59

3.9 Pengujian Benda Uji ... 60

3.9.1 Pengujian Visual ... 60

3.9.2 Pengujian Penyerapan Air ... 61

3.9.3 Pengujian Kuat Tekan ... 63


(3)

viii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

69

4.1 Pengujian Visual ... 69

4.1.1 Pemeriksaan Tampak Luar ... 69

4.1.2 Pemeriksaan Ukuran ... 62

4.2 Pengujian Daya Serap ... 72

4.3 Pengujian Kuat Tekan ... 74

4.4 Pengujian Kuat Tarik Belah ... 77

4.5 Penentuan Komposisi Terbaik... 79

4.6 Diskusi Hasil Pengujian ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

82

5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ...

85


(4)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Jumlah Keseluruhan Benda Uji... 6

Tabel 2.1. Massa Jenis dan Suhu Operasi Maksimum Plastik... 21

Tabel 2.2. Persyaratan Ukuran dan Toleransi (PUBI hal. 28) ... 25

Tabel 2.3. Syarat-Syarat Fisis Bata Beton Menurut SNI 03-0349-1989 .... 28

Tabel 4.1. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Visual dengan Syarat Mutu ... 69

Tabel 4.2. Analisis Penyimpangan Ukuran Batako ... 70

Tabel 4.3. Perbandingan Penyimpangan Ukuran Rata-Rata dengan Syarat Mutu... 71

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Penyerapan Air ... 72

Tabel 4.5. Perbandingan Daya Serap Air Rata-Rata dengan Syarat Mutu ... 73

Tabel 4.6. Hasil Pengujian Kuat Tekan ... 75

Tabel 4.7. Perbandingan Kuat Tekan Rata-Rata dengan Syarat Mutu... 76


(5)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Bentuk Benda Uji ... 6

Gambar 2.1. Contoh Batako Putih ... 10

Gambar 2.2. Contoh Batako Semen/Batako Pres ... 11

Gambar 2.3. Batako Padat dan Berlubang ... 12

Gambar 2.4. Tipe-tipe Batako... 13

Gambar 2.5. Bentuk Ikatan Dinding Batako ... 14

Gambar 2.6. Batako Press Menggunakan Abu Batu... 23

Gambar 2.7. Proses Hasil Pengujian Kuat Tarik Beton ... 30

Gambar 3.1. Bagan Alir Pengujian Analisa Ayak Agregat Halus ... 44

Gambar 3.2. Bagan Alir Pengujian Berat Isi Agregat Halus ... 47

Gambar 3.3. Bagan Alir Pengujian Colorimetric Test... 50

Gambar 3.4. Bagan Alir Pengujian Berat Jenis Semen... 52

Gambar 3.5. Bagan Alir Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus ... 55

Gambar 3.6. Bagan Alir Pengujian Visual... 61

Gambar 3.7. Bagan Alir Pengujian Penyerapan Air ... 63

Gambar 3.8. Bagan Alir Pengujian Kuat Tekan ... 65

Gambar 3.9. Bagan Alir Pengujian Kuat Tarik Belah ... 67

Gambar 3.10. Bagan Alir Tahapan Penelitian ... 68 Gambar 4.1. Grafik Hubungan Daya Serap Batako terhadap Kadar


(6)

xi Abu Batu + cacahan botol plastik ... 73

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Kuat Tekan Batako terhadap variasi

Abu Batu + Cacahan Botol Plastik ... 76 Gambar 4.3. Grafik Hubungan Kuat Tarik Batako terhadap Abu Batu