Tingkat Produktivitas Primer Fitoplankton di Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang

TINJAUAN PUSTAKA
Sungai Ular
Sungai Ular pada bagian hulu berada pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten
Simalungun dan Kabupaten Karo, sedangkan hilirnya berada di dua kabupaten,
yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai (batas administrasi kedua
kabupaten). Sungai Ular secara teknis merupakan bagian dari Satuan Wilayah
Sungai (SWS) Belawan/Belumai/Ular (SWS. 01.10). Sungai Ular bermuara di
Selat Malaka di Pulau Sumatera. Secara geografis Sungai Ular berada sekitar 30
km dari pusat Kota Medan arah ke Timur berada pada 03o23’ Lintang Utara dan
98o55’ Bujur Timur. Panjang keseluruhan Sungai Ular adalah sekitar 31,65 km,
dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sekitar 1133,43 km2. Debit maksimum
Sungai Ular mencapai 57,53 m3/det dan debit minimum 22,42 m3/det. Sejumlah
sungai di Sumatera Utara dalam kondisi kritis dan mengancam kehidupan
masyarakat. Luasan daerah aliran sungai Ular yang termasuk ke dalam golongan
hutan diperkirakan tinggal 10-15% dari luas keseluruhan DAS Ular, luasan areal
ini cenderung berkurang setiap waktu (Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera
Utara, 2004).
Keberadaan Sungai Ular secara umum menjadi sumber utama penyediaan
air untuk pertanian, keperluan industri (perusahaan), domestik (rumah tangga) dan
perkotaan (perkantoran, sosial, sekolah) di sekitar Kabupaten Deli Serdang dan
Kabupaten Serdang Bedagai. Penduduk yang bermukim di sekitar Satuan Wilayah

Sungai (SWS) Ular pada Tahun 2004 tercatat sebanyak 349.930 jiwa yang
tersebar di 150 desa/kelurahan dengan luas areal 35.310 hektar (Dinas Pengairan
Provinsi Sumatera Utara, 2004). Sungai Ular memiliki dua cabang sungai yaitu

Universitas Sumatera Utara

Sungai Karai dan Sungai Buaya dan beberapa anak cabang sungai. Letak Sungai
Ular yang mengalir antara Kota Lubuk Pakam dan Kota Perbaungan menjadikan
Sungai Ular sebagai sumber air utama untuk kedua kota tersebut. Masyarakat
yang tinggal Kota Lubuk Pakam Kabupaten Deli serdang dan Kota Perbaungan
Kabupaten Serdang Bedagai sangat tergantung dengan besarnya debit Sungai
Ular, yang disebabkan adanya kepentingan air sungai untuk beberapa peruntukan
antara lain irigasi pertanian masyarakat, air bersih, industri, tambak perikanan,
domestik, komersial (bahan baku air minum). Keberadaan Sungai Ular secara
langsung sangat mempengaruhi tingkat sosial ekonomi masyarakat pada daerah
yang dialirinya, sehingga naik turunnya debit dan permukaan Sungai Ular akan
sangat berarti bagi kawasan tersebut (Suroto, 2008).
Produktivtas Primer Perairan
Setiap


ekosistem

atau

komunitas

atau

bagian-bagiannya

memiliki

produktivitas dasar atau disebut produktivitas primer. Batasan produktivitas
primer adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen,
melalui proses fotosintesis dan kemosintesis dalam bentuk bahan-bahan organik
yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Beberapa kategori produktivitas,
yaitu:
1) Produktivitas primer kotor yaitu kecepatan total fotosintesis, mencakup pula
bahan organik yang dipakai untuk respirasi selama pengukuran.
2) Produktivitas primer bersih yaitu kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik

dalam jaringan tumbuhan, sebagai kelebihan bahan yang dipakai untuk
respirasi tumbuhan selama pengukuran.

Universitas Sumatera Utara

Kecepatan penyimpanan energi potensial pada tingkat trofik konsumen dan
pengurai, disebut produktivitas sekunder (Resoedarmo, 1993)
Produktivitas Primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik
yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Secara umum produktivitas
pimer dianggap sebagai padanan fotosintesis, walaupun sejumlah kecil
produktivitas primer dapat dihasilkan oleh bakteri kemosintetik

(Nybakken.

1988). Di ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer dilakukan oleh
fitoplankton (Wetzel, 1983).
Proses fotosintesis terjadi baik di atas permukaan lautan, di darat, di air
tawar maupun di dalam laut. Sinar matahari bergabung dengan komponenkomponen kimiawi dalam air untuk menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan
hidup dengan reaksi kimia sederhana:
Cahaya


6CO2 + 6Hmataha
2O

C6H12O6 + 6O2

Reaksi kimia ini terjadi pada semua organisme fotosintetik dan merupakan
dasar bagi semua kehidupan di perairan, kecuali bakteri tertentu dan biota laut
yang mampu berkemosintesis atau membuat makanan tanpa bantuan sinar
matahari (Romimohtarto, 2001).
Organisme fitoplankton memegang peranan penting

dalam penentuan

produktivitas primer suatu perairan, karena berperan sebagai produsen bagi
berlangsungnya proses kehidupan (transfer energi melalui rantai makanan) dalam
suatu perairan. Keberadaan fitoplankton dapat digunakan sebagai indikator
kesuburan atau produktiitas perairan

(Odum. 1994). Lingkungan yang tidak


menguntungkan bagi fitoplankton dapat menyebabkan jumlah individu atau
kelimpahan maupun jumlah spesies fitoplankton berkurang. Keadaan ini dapat

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi tingkat kesuburan perairan, karena suatu tingkat kesuburan suatu
perairan salah satunya ditentukan oleh tingkat kelimpahan fitoplankton
(Nugroho, 2006).
Menurut Raymond (1980) ada suatu hubungan yang positif antara
kelimpahan fitoplankton dengan produktivitas primer, yaitu jika kelimpahan
fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka perairan tersebut cenderung
mempunyai produktivitas primer yang tinggi pula.
Hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil
disebut sebagai Produktivitas Primer. Fotosintesis memainkan peranan sangat
penting dalam pengaturan metabolisme komunitas yang sangat dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari, konsentrasi karbondioksida terlarut dan faktor
temperatur. Laju fotosintesis bertambah 2 – 3 kali lipat untuk setiap kenaikan
temperatur sebesar 10oC. Namun intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim
cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis. Dalam

fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta
pelepasan oksigen yang berupa salah satu produk dari fotosintesis tersebut. Proses
kebalikan dari fotosintesis dikenal proses respirasi yang meliputi pengambilan
oksigen serta pelepasan karbondioksida dan energi. Apabila cahaya tidak ada
maka proses fotosintesis akan terhambat, sementara aktivitas respirasi terus
berlangsung (Barus, 2004).
Produktivitas primer dapat diukur dengan beberapa cara, misalnya dengan
metode

14

C, metode klorofil, dan metode oksigen (Michael, 1995). Metode

oksigen dengan botol gelap terang banyak digunakan, meskipun hasilnya terbatas
dalam botol (Odum, 1993). Boehme (2000) memberikan gambaran metode

Universitas Sumatera Utara

oksigen rmelalui pembacaan kurva oksigen harian. Sampel yang diteliti tidak
dibatasi ukurannya dan dapat diukur setiap saat, namun ada kemungkinan terjadi

persinggungan oksigen di atmosfer dan di dalam air. Banyaknya model
perhitungan produktivitas primer perairan mengakibatkan hasil yang didapat
berbeda-beda (Wiryanto, 2002).
Pengkuran produktivitas primer fitoplankton yang banyak digunakan adalah
metode oksigen (botol gelap terang), metode

14

C, dan metode klorofil . Hal ini

didasarkan pada teori, bahwa nilai fotosintesis bersih dari suatu populasi
fitoplankton dapat disetimasi dengan mengukur nilai perubahan dari beberapa
komponen kimia yang berperan dalam reaksi fotosintesis, seperti nilai oksigen,
atau karbondioksida yang dikonsumsi oleh fitoplankton. Metode oksigen,
didasarkan atas terbentuknya oksigen selama berlangsungnya proses fotosintesis.
Didalam proses fotosintesis, jumlah oksigen setara dengan jumlah karbondioksida
(CO2) yang terpakai (Asriyana, 2012).
. Metode oksigen yang diperkenalkan oleh Gardeer dan Grad (1927)
mengukur perubahan kandungan oksigen dalam botol terang dan gelap yang berisi
contoh air air setelah disimpan selama jangka waktu tertentu. Botol terang terjadi

proses fotosintesis dan respirasi sedangkan dalam botol gelap hanya terjadi
respirasi.

Diasumsikan bahwa respirasi dalam kedua botol itu sama, maka

perbedaan kandungan oksigen pada botol terang dan botol gelap pada akhir
percobaan menunjukkan produktivitas primer kotor. Perbedaan antara kandungan
oksigen pada botol terang dan botol awal yang tidak diinkubasi menunjukkan
produktivitas bersih dalam satuan okigen persatuan waktu. Produktivitas dalam

Universitas Sumatera Utara

satuan karbon kemudian dapat dijabarkan dengan menggunakan faktor konversi
(Boyd, 1981 diacu oleh Bachir 1999).
Fitoplankton
Plankton meliputi biota yang hidup terapung atau terhanyut di daerah
pelagik. Plankton berasal dari kata Yunani yang berarti pengembara. Organisme
ini biasanya berukuran relatif kecil atau mikroskopis, hidupnya selalu terapung
atau melayang dan daya geraknya tergantung pada arus atau pergerakan air.
Plankton dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu fitoplankton (plankton

tumbuhan/nabati) dan zooplankton (plankton hewani) (Arinardi dkk., 1997).
Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik yang bebas melayang dan
hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis. Fitoplankton memiliki klorofil
untuk dapat berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat
dan oksigen. Plankton berdasarkan daur hidupnya dibagi menjadi dua, yaitu
holoplankton (seluruh daur hidupnya bersifat planktonik) dan meroplankton
(sebagian dari daur hidupnya bersifat planktonik) (Nybakken, 1992).
Kemampuan fitoplankton yang dapat berfotosintesis dan menghasilkan
senyawa organik membuat fitoplankton disebut sebagai produsen primer
(Prabandani, 2002). Fitoplankton sebagai produser primer di perairan merupakan
sumber kehidupan bagi seluruh organisme hewani lainnya dan makanan bagi
konsumer primer yaitu zooplankton. Dalam hal ini perkembangannya sangat
dipengaruhi oleh zooplankton. Fitoplankton akan berkembang dengan cepat pada
saat populasi zooplankton menurun. Fitoplankton tergolong sebagai organisme
autotrof, yang membangun tubuhnya dengan mengubah unsur-unsur anorganik

Universitas Sumatera Utara

menjadi zat organik dengan memanfaatkan energi karbon dari CO2 dan bantuan
sinar matahari melalui proses fotosintesis (Basmi, 1988).

Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting
dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil
mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang
dilakukan fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi
kelompok organisme aur lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai
dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok oragnisme air lainnya yang
membentuk rantai makanan. Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang
dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut dengan
produktivitas primer. Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang
mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis
(Barus, 2004).
Hubungan antara komunitas fitoplankton dengan perairan adalah positif.
Bila kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat diduga perairan
tersebut memiliki produktivitas perairan yang tinggi pula (Raymont, 1981).
Fitoplankton yang berukuran besar dan biasanya tertangkap oleh jaring plankton
terdiri dari dua kelompok besar yaitu diatom dan dinoflagellata. Di perairan
Indonesia diatom paling sering ditemukan kemudian dinoflagellata. Menurut
Arinardi dkk., (1997), kelas Bacillariophyceae lebih mampu beradaptasi dengan
kondisi lingkungan yang ada, kelas ini bersifat kosmopolitan serta mempunyai
toleransi dan daya adaptasi yang tinggi. Kelas Dinoflagelata (Dinophyceae)

adalah group fitoplankton yang sangat umum ditemukan di laut setelah diatom
(Nontji, 2006)

Universitas Sumatera Utara

Keberadaan fitoplankton di suatu peairan juga dipengaruhi oleh faktor fisika
kimia, dan biologi perairan tersebut (Odum, 1971). Perkembangan fitoplankton
sangat ditentukan oleh intentitas sinar matahari, temperatur, unsur hara, dan tipe
komunitas fitoplankton. Fitoplankton sering dijumpai berbeda baik jenis maupun
jumlahnya pada daerah yang berdekatan, meskipun berasal dari massa air yang
sama. Perairan sering didapatkan kandungan fitoplankton yang sangat melimpah,
namun pada satu stasiun di dekatnya kandungan fitoplankton sangat sedikit
(Davis, 1995). Faktor yang dapat mempengaruhi kelimpahan dan penyebaran
fitoplankton antara lain angin, unsur hara, kedalaman perairan, dan aktivitas
pemangsaan (Fachrul, 2007).
Nutrien
Fitoplankton membutuhkan banyak materi untuk pertumbuhan dan
reproduksi. Materi yang paling penting adalah makronutrien yaitu nitrogen,
fosfor, dan silika (Kennish, 1990).
Fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor
sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya. Peningkatannya dalam air
akan meningkatkan populasi alga secara massal yang dapat menimbulkan
eutrofikasi dalam ekosistem air. Unsur hara ini terutama berasal dari limbah cair
yang dibuang ke dalam suatu ekosistem air secara terus-menerus sehingga
terakumulasi dalam jumlah yang banyak. Biomassa fitoplankton dan tumbuhan air
yang telah mati akan mengalami proses dekomposisi oleh bakteri yang
berlangsung secara aerob, artinya proses tersebut membutuhkan ketersediaan
oksigen terlarut dalam air. Hal ini mengakibatkan kandungan oksigen terlarut
akan semakin sedikit, bahkan apabila proses tersebut terus berlangsung dapat

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan kondisi anaerob karena kandungan oksigen terlarut sangat sedikit
(Barus, 2004).
Nitrogen
Nitrogen di perairan terdapat dalam berbaagi bentuk seperti gas N2, NO2,
NO2- (Nitrit), NO3- (Nitrat), NH3 Amonia dan NH4+ (Ammonium) serta sejumlah
besar N yang berikatan dalam organik kompleks.
Nitrogen berasal dari aktivitas organisme dan masukan air sungai dan juga
hujan, dalam hal ini nitrogen merupakan faktor pembatas bagi organisme sebab
nitrogen sebelum dimanfaatkan harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi
ammonia, direduksi menjadi amonium dan terbentuk nitrat, yang pada tahap ini
nitrogen dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan dan hewan untuk
pertumbuhan. Fitoplankton memanfaatkan nitrogen secara bertahap dan berturut
turut mengambil ammonia, nitrat, nitrit (Nontji, 1984).
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen dalam perairan alami dan
merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen
sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari
proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003).
Nitrat yang dihasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh produsen
(tumbuhan) diubah menjadi molekul protein. Selanjutnya jika tumbuhan atau
hewan mati, makhluk pengurai merombaknya menjdi gas amoniak (NH3) dan
garam ammonium yang larut dalam air (NH4). Nitrogen dalam bentuk nitrat yang
kemudian dimanfaatkan oleh fitoplankton bagi kehidupannya (Manampiring,
2009).

Universitas Sumatera Utara

Penyerapan unsur nitrogen oleh fitoplankton biasanya dalam bentuk
nitrogen-nitrat (NO3-N) dan Nitrogen Ammonia (NH3-N), tetapi dari kedua
nitrogen tersebut adsorbsi terbesar adalah pada NH3-N, karena senyawa ini
banyak dijumpai baik dalam kondisi aerobik maupun anaerobik (Welch, 1980
diacu oleh Susanti, 2001).
Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan
urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air , yang berasal dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh
mikroba dan jamur. Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah dari aktivitas
metabolisme juga banyak mengeluarkan ammonia. Sumber ammonia yang lain
adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah
industri dan domestik (Effendi, 2003)
Sebagian besar gas N2 berasal dari difusi udara, yang jumlahnya terbesar di
atmosfer (78% dari gas total). N2 dapat difiksasi secara alami oleh tumbuhan air
tertentu, sehingga masuk dalam siklus N di perairan. Fikasasi N2 juga terjadi oleh
adanya kilat pada waktu hujan, sehingga terbentuk NO (nitric oxide) yang akan
teroksidasi lebih lanjut membentuk NO3- (nitric acid) dan terbawa hujan masuk ke
perairan seperti terlihat pada reaksi reaksi berikut (Hariyadi, 2006):
1. N2 (g) + O2 (g)

2 NO (g)

2. 2NO (g) + O2

2 NO2 (g)

3. 3 NO2 + H20

2 H+ + 2 NO3-+ NO

Amonia dan bahan nitrogen organik (misalnya urea) adalah bentuk nitrogen
yang lebih disukai fitoplankton (Kennish, 1990). Pengambilan amonia

Universitas Sumatera Utara

memberikan keuntungan signifikan bagi fitoplankton karena dapat digunakan
langsung untuk pembentukan asam amino.
Fosfat
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain. Fosfor merupakan
unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini
menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta sangat
mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Sumber alami fosfor di perairan
adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Sumber
antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang
berasal dari detergen. Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air
minum adalah 0,2 mg/l dalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan
alami berkisar antara 0,005 – 0,02 mg/l (Effendi, 2003).
Fitoplankton menggunakan fosfor di perairan hanya dalam bentuk ortofosfat
(PO4, HPO4, atau H2PO4) untuk pertumbuhannnya. Intentitas pertumbuhan
fitoplankton dapat saja menghabiskan atau menurunkan fosfat di perairan. Kadar
fosfat yang terdapat dalam jumlah yang besar di perairan, maka ada kecendrungan
fitoplankton atau alga akan menggunaknnya (menyerapnya) sebanyak mungkin,
yang disebut sebagai luxury consumtion yang kemudian hasilnya akan di simpan
di dalam sel sebagai polyphospate granules. Polyphospate granules menghilang
dengan cepat saat fosfor dalam medium (perairan) menurun, dan kehadirannya
mampu mencukupi kekurangan fosfor pada granula guna mendukung sampai
dengan 20 kali pembelahan sel (Goldman dan Horse, 1983 diacu oleh Ardianor
1999).

Universitas Sumatera Utara

Fosor merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan dan
metabolisme tubuh diatom. Fosfat dapat menjadi faktor pembatas, baik secara
temporal maupun secara spasial (Raymon, 1980). Kandungan fosfat yang
optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah berkisar pada 0,09 – 1,80 ppm.
Kandungan ortofosfat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,27 –
5,51 mg/l dan jika kandungannya kurang dari 0,02 mg/l maka akan menjadi faktor
pembatas (Andriani, 2004).
Nitrgen dan fosfor sebagai nutrient utama yang dibutuhkan oleh
fitoplankton untuk pertumbuhan dan perkembangannya memiliki kadar yang
optimal. Menurut Mackentum (1969) untuk pertumbuhan optimal fitoplankton
memerlikan kandungan nitrat pada kisaran 0,9 – 3,5 mg/l dan ortofosfat adalah
0,09 – 1,80 mg/l. Unsur N dan P sering menjadi faktor pembatas dalam
produktivitas primer fitoplankton (Asriyana, 2012).
Paramater Fisika Kimia Air
Selain pengambilan sampel air, dilapangan perlu dilakukan beberapa
pengukuran secara langsung. Hal ini karena beberapa parameter kualitas air harus
langsung diukur di lapangan untuk mendapatkan data yang benar . Parameter
tersebut adalah












Suhu atau temperatur (baik air maupun udara)
Kecerahan (kedalaman secchi)
pH
Oksigen terlarut
DO awal untuk Produktivitas Primer
Kecepatan Arus

Universitas Sumatera Utara

Untuk itu perlu dipersiapkan peralatan untuk pengukuran karateristik tersebut
seperti Secchi disk, pH meter, DO meter atau titrasi kit untuk pengukuran DO di
lapangan. Penggunaan peralatan pengukuran tersebut perlu diperhatikan adalah
bahwa peralatan selalu distandarisasi secara periodik. Selain itu gunakan alat
sesuai prosedur, seperti pemanasan beberapa menit dan kalibrasi terhadap suhu,
tekanan udara (Hariyadi, 2006).
Parameter Fisika
a) Suhu
Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti : curah
hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas
radiasi matahari (Nontji, 2007). Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam
mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Alga dari filum Chlorophyta dan
diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut 30ºC – 35°C
dan 20ºC – 30ºC. Sedangkan filum Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap
kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan Chlorophyta dan diatom
(Haslam, 1995 diacu oleh Effendi, 2003).
Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan
lingkungan daratan. Hal inilah yang menyebabkan kisaran toleransi organisme
akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan.
Suhu suatu badan air dapat berubah besar pengaruhnya terhadap komunitas
akuatik. Suhu perairan dapat naik dari yang biasa, karena pembuangan sisa pabrik,
misalnya dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu sehingga dapat
mengakibatkan struktur komunitasnya berubah (Suin, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Tanah adalah penyangga yang baik terhadap pengaruh perubahan suhu
udara dan terhadap sinar matahari dan oleh karena itu suhunya jauh lebih stabil
daripada suhu udara . Maka suhu hulu sungai yang masukan airnya dari air tanah
akan mendekati suhu tanah di sekelilingnya. Suhu tersebut umumnya lebih rendah
dari suhu udara, tetepi ketika air mengalir ke hilir, suhunya akan naik perlahan
lahan akibat bersentuhan dengan udara dan oleh oleh sinar matahari. Kenaikan
suhu itu kurang lebih setara dengan logaritma dari jarak yang disentuhnya
(Damanik dkk., 1984).
b) Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara
visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta
ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003).
Intentitas cahaya merupakan faktor lingkungan pertama yang mempengaruhi
fotosintesis. Laju fotosintesis akan tinggi bila tingkat intentitas cahaya tinggi dan
menurun bila tingkat intentitas cahaya menurun. Produksi fitoplankton
berlangsung pada lapisan air teratas, karena memperoleh intentitas cahaya cukup
bagi berlangsungnya fotosintesis oleh karena itu fitoplankton banyak ditemukan
pada lapisan atas dengan kecerahan tinggi (Nugroho, 2006).
c) Kecepatan Arus
Arus adalah proses pergerakan massa air menuju kesetimbangan yang
menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air. Faktor penyebab
terjadinya arus yaitu dapat dibedakan menjadi tiga komponen yaitu gaya
eksternal, gaya internal angin, gaya-gaya kedua yang hanya datang karena fluida

Universitas Sumatera Utara

dalam gerakan yang relatif terhadap permukaan bumi.. Semakin cepat kecepatan
angin, semakin besar gaya gesekan yang bekerja pada permukaan air, dan semakin
besar arus permukaan. Dalam proses gesekan antara angin dengan permukaan air
dapat menghasilkan gerakan air yaitu pergerakan air laminar dan pergerakan air
turbulen (Supangat, 2003).
2.5.2

Parameter Kimia

a) pH
Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman dan kebasaan suatu perairan
yang ditunjukkan oleh keberadaan ion hidrogen. Sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap adanya perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, seperti nitrifikasi.
Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati, namun algae Chlamydomonas
acidophila masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat rendah, yaitu 1, dan

algae Euglena masih dapat bertahan hidup pada pH 1,6 (Haslam diacu oleh
Effendi, 2003).
Menurut Odum (1971) perairan dengan pH antara 6 – 9 merupakan perairan
dengan kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif karena memiliki kisaran
pH yang dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam
perairan menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton.
b) Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu

perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat

Universitas Sumatera Utara

dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air
terdapat di dalam air terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Dengan
terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan
menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan
konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).
c) Salinitas
Salinitas adalah jumlah berat semua garam (daam gram) yang terlarut satu
liter air biasanya dalam satuan (ppt) (Nontji, 2005). Sebagaimana suhu, salinitas
secara tidak langsung mempengaruhi fitoplankton melalui pengaruhnya terhadap
densitas air dan stabilitas kolom air. Salinitas secara langsung memengaruhi laju
pembelahan sel fitoplankton, juga keberadaan, distribusi, dan produktivitas
fitoplankton. Salinitas dapat mengubah karakter fotosintesis melalui perubahan
sistem karbon dioksida atau perubahan tekanan osmotik (Nielsen, 1975 diacu oleh
Kennish, 1990). Oleh karena fitoplankton hidup di perairan estuari yang
salinitasnya sangat bervariasi, organisme ini umumnya akan mengalami fluktuasi
tekanan osmotik yang sangat tinggi. Seiring perubahan tekanan osmotik dan
komposisi ion dalam sel, proses proses selular (seperti sintesis klorofil dan laju
fotosintesis) dapat juga berubah (McLachlan, 1961 diacu oleh Kennish, 1990).
Pengelolaan Wilayah Sungai Ular
Pemerintah Indonesia sedang menyusun kebi-jakan Nasional Sumber Daya
Air. Undang-Undang UU Nomor. 7 Tahun 2004 tentang SDA dimaksudkan untuk
memfasilitasi strategi pengelolaan SDA wilayah sungai, baik jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang secara berkelanjutan. Untuk memenuhi

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan air di berbagai sektor, serta memperkecil resiko berkaitan dengan
kebijakan pengelolaan sumber daya air (Istanto dkk., 2009).
Menurut PP No 82 Tahun 2001 Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4
(empat) kelas :
a. Kelas satu: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
b. Kelas dua: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Menurut UU No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air, pengelolaan sumber
daya air (SDA) adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan
mengevaluasi penye-lenggaraan konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan
pengendalian daya rusak air. Langkah awal pengelolaan SDA adalah menyusun
pola pengelolaan SDA yang merupakan kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan SDA. Penyusunan pola pengelolaan SDA meliputi 3 (tiga) aspek pengelolaan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

(1) Konservasi sumber daya air, (2) Pendayagunaan sumber daya air, dan (3)
Pengendalian daya rusak air.
Pengelolaan sungai terpadu mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau
aspek-aspek yang menyangkut kinerja sungai dapat dikelola dengan optimal
sehingga terjadi sinergi positif yang akan meningkatkan kinerja sungai dalam
menghasilkan output, sementara itu karakteristik yang saling bertentangan yang
dapat melemahkan kinerja sungai dapat ditekan sehingga tidak merugikan kinerja
sungai secara keseluruhan.
Pengelolaan wilayah sungai secara terpadu menghendaki adanya kesamaan
visi antar stakeholders. Menyadari arti penting visi pengelolaan itu, maka perlu
dipelopori perumusan visi bersama seperti terwujudnya pengelolaan sumberdaya
wilayah sungai yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang didukung
oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum,
serta penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat. (Alfin,
2012).
Upaya perlindungan ekosistem kawasan sumber air yang umumnya berada
di bagian hulu Sungai merupakan salah satu pilar penting dalam pengelolaan
berkelanjutan (Edwarsyah, 2008). Pengeloaan SDA terpadu mengisyaratkan
pengeloaan SDA tanpa dipengaruhi oleh batas batas wilayah administrasi yang
dilaluinya . Oleh karena itu, agar pengeloaan berbagai sumberdaya tersebut dapat
menghasilkan manfaat bagi masyarakat secara optimal, maka diperlukan suatu
auan pengeloaan terpadu antar lembaga dan antar wilayah serta berkelanjutan
(Istanto dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara