Analisis Faktor Dan Strategi Peningkatan Populasi Sapi Bali Di Kabupaten Bener Meriah Chapter III V

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Pemilihan lokasi di Kabupaten tersebut di dasarkan bahwa Kabupaten Bener
Meriah merupakan salah satu sentra pemeliharaan ternak sapi bali, jumlah
populasi dan luas lahan yang paling tinggi di bandingkan dengan Kabupaten
lainnya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan
September 2016.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang
(crosssection). Sumber data yang digunakan adalah data primer data sekunder.
Data primer dikumpulkan dari tiap responden yaitu peternak yang mengusahakan
peningkatan populasi, dengan bantuan kuesioner dan pengamatan langsung dari
lapangan.

Data yang dikumpulkan dari peternak meliputi penggunaan input,

harga input dan output serta karakteristik peternak. Data input meliputi : (1)
investasi usaha yang terdiri dari kandang dan peralatan, (2) jumlah penggunaan
dan harga input, yaitu sapi bakalan (meliputi bobot badan saat dibeli dan bobot
lahir saat penjualan), pakan berupa hijauan dan kosentrat, vaksin, obat-obatan dan

vitamin, tenaga kerja, umur ekonomis kandang dan peralatan, transportasi serta
biaya tak terduga lainnya. Data lainnya sebagai pendukung dalam penelitian ini
adalah data tentang karakteristik peternakan (menyangkut identitas peternak) dan
teknis pemeliharaan (curahan tenaga kerja, umur jual sapi, priode pemeliharaan
per tahun). Data skunder bersumber dari berbagai intansi terkait seperti Dinas

Universitas Sumatera Utara

Peternakan, Badan Pusat Statistik, Ditjen Peternakan, Depertemen Perdagangan
dan Perindustrian, Direktorat Jendral Bea dan Cukai dan intansi terkait lainnya.
Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah peternak sapi bali yang ada di
Kecamatan Mesidah, Kecamatan Wih Pesam dan Kecamatan Bukit yang ada di
Kabupaten Bener Meriah. Penentuan daerah penelitian ini di lakukan secara
sengaja “Purposive Sampling” sedangkan daerah sampel di lakukan dengan
sistem “Sensus”. Berdasarkan tiga daerah tersebut di atas yang di ambil masingmasing tiga desa berdasarkan kriteria yang sudah diuraikan sehingga diperoleh
sampel sebesar 198 orang.
Jumlah sampel ditetapkan secara kuota, mengacu pada pengambilan sampel
dengan asumsi populasi menyebar normal, dimana menurut Cooper dan Emory
(1996), untuk ukuran sampel yang cukup besar (n > 30) rata-rata sampel akan

terdistribusi disekitar rata-rata populasi yang mendekati distribusi normal.
Penetapan peternak yang akan dijadikan sampel dilakukan dengan cara undian
dengan bantuan sampling frame yang berisi nama-nama peternak sapi bali yang
ada dilokasi yang sudah ditetapkan sebagai lokasi penelitian.
No
1
2
3

Tabel 3. Jumlah populasi dan sampel di Kabupaten Bener Meriah
Kecamatan
Peternak
Sampel
Mesidah
78
78
Wih Pesam
71
71
Bukit

49
49
Jumlah
198
198

Sumber: Data diolah (2016)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Populasi Ternak Besar Menurut Kecamatan Di Bener Meriah
Tahun 2015
No
Kecamatan
Sapi
Kerbau
Kuda
1
Timang Gajah
371

5589
17
2
Gajah Putih
2027
26
12
3
Pinte Rime Gayo
926
54
13
4
Bukit
198
2377
182
5
Wih Pesam
1097

558
29
6
Bandar
524
550
48
7
Bener Kelipah
827
831
34
8
Syiah Utama
893
198
20
9
Mesidah
3100

485
79
10
Permata
693
126
20
2015
10656
10794
454
2014
8953
8218
230
jumlah/total/tahun
2013
4788
6893
109

2012
2920
4935
85
Sumber : BPS Bener Meriah tahun 2015
Metode Analisa Data
1.

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Peternak Sapi
Bali
Faktor-faktor yang dianalisis pengaruhnya terhadap peningkatan peternak

sapi Bali dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan model regresi linier
beganda.

Penggunaan model ini ditujukan untuk menjelaskan hubungan dua

peubah atau lebih serta menelusuri pengaruh nyata peubah serta terhadap peubah
lainnya. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan populasi
ternak sapi bali di Kabupaten Bener Meriah adalah modal peternak, umur

peternak, pendidikan peternak, pengalaman peternak, mortalitas sapi bali dan
sekala pemeliharaan sapi bali. Sampel yang digunakan sebanyak 30 persen petani
dari jumlah populasi usaha sapi bali di Kabupaten Bener Meriah. Secara umum

Universitas Sumatera Utara

persamaan matematik dari fungsi cobb-douglas

dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Y=b 0 +b 1 x 1 +b 2 x 2 +b 3 x 3 +b 4 x 4 +b 5 x 5 +b 6 x 6 +b 7 x 7 +e
Y merupakan peubah respon atau variabel dependent dan X merupakan
peubah bebas atau variabel idependent. Untuk memudahkan pendugaan terhadap
model regresi berikut, maka dapat ditansformasikan kedalam bentuk linier
logaritmik sehingga model regresi untuk mendapatkan petarnak sapi bali dapat
dirumuskan sebagai berikut ini:
Ln Y = a + b 1 LnX 2 + b 2 LnX 2 + b 3 LnX 3 + b 4 LnX 4 + b 5 LnX 5 + + u
Keterangan :

Y

= Peningkatan populasi (Tahun)

a

= Konstanta (variabel yang nilai datanya bersifat tetap dan tidak bisa di
ubah)

B 1 - b 5 = Koefisien atau parameter variabel (Intersept)
X1

= Jumlah tanggungan (Jiwa)

X2

= Umur peternak (Tahun)

X3


= Pendidikan peternak (Tahun)

X4

= Pengalaman peternak (Tahun)

X5

= Mortalitas sapi bali (Ekor)

U

=Unsur galat atau error term sebagai sisaan model atau nilai-nilai dari
variabel lain yang tidak diperhitungkan/ dimasukkan.

Data-data tersebut akan dianalisis menggunakan SPSS 16

Universitas Sumatera Utara

2.


Analisis Finansial
Menurut Firdaus (2008), beberapa metode yang dapat diterapkan untuk

analisis finansial yakni sebagai berikut :
R/C (Return Cost Ratio)
Untuk menghitung kelayakan usaha tani sapi bali dianalisis dengan R/C (
retur cost ratio) atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerimaan
dan biaya.

Adapun modelnya menurut Soekartiwi (1995), dapat dituliskan

sebagai berikut :
R/C = [(Py.Y) / (FC + VC)]
Keterangan :
R
= Penerimaan
C
= Biaya
Py
= Harga Output
Y
= Output
FC
= Biaya Tetap
VC
= Biaya tidak tetap
R
= Py . Y
C
= FC + VC
Kreteria uji adalah sebagai berikut :
Jika R/C > 1, maka usaha peningkatan sapi bali layak untuk diusahakan
Jika R/C = 1, maka usaha peningkatan sapi bali impas
Jika R/C < 1, maka peningkatan sapi bali tidak layak untuk diusahakan
3. Analisis Strategi Peningkatan Sapi Bali di Kabupaten Bener Meriah
1. Tahap Perencanaan Strategis
Proses penyusunan strategis dilakukan dengan melalui tiga tahapan analisis,
yaitu tahap masukan, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Pada
proses penyusunan strategis ini, juga dilakukan pertemuan bersama dengan para

Universitas Sumatera Utara

pejabat dari Dinas Pertanian dan Peternakan, Badan Ketahan Pangan dan
Penyuluhan Kabupaten Bener Meriah serta pihak yang terkait.
Untuk lebih jelasnya, proses penyusunan perencanaan penyusunan strategis
dapat kita lihat pada kerangka formulasi strategis seperti yang ditunjukkan pada
tabel berikut ini :
Tabel 5. Kerangka Penyusunan Formula Strategis.
1. TAHAP MASUKAN
Matriks Evaluasi
Faktor Internal
(IPAS)

Matriks Evaluasi
Faktor Eksternal
(EPAS)
2. TAHAP ANALISIS
MATRIKS
SWOT

MATRIKS
Grand Strategi
3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN

2. Tahap Masukan
Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data,
tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengkelasifikasian dan pra-analisis. Pada
tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal.
a. Matriks Faktor Strategis Eksternal
Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, perlu diketahui
terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS).

Berikut adalah cara-cara

penetuan EFAS (external factors analysis summary) :
 Menentukan faktor- faktor yang menjadi peluang dan ancaman dalam kolom
1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman).
 Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 1, mulai dari 1,0 (sangat
penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).

Universitas Sumatera Utara

 Menghitung ranting (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (Outstanding).

Sampai dengan 1 (poor)

berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi kelompok peternak
yang bersangkutan. Pemberian nilai ranting untuk faktor peluang bersifat
positif (peluang yang sangat besar diberi ranting +4, tetapi jika peluangnya
kecil diberi ranting +1). Pemberian nilai ranting ancaman adalah kebaikanya.
 Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan ranting pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4, hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari
4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
 Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi kelompok peternak bersangkutan.
b. Matrik Faktor Strategi Internal
Setelah faktor-faktor strtegi internal suatu kelompok peternak di
indentifikasi kemudian disusun tabel IFAS (Internal Factors Analysis Summury)
untuk merumuskan faktor-faktor strategi internal tersebut dalam kerangka strength
and weakness kelompok peternak, tahapanya adalah :
 Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan kelompok
peternak dalam kolom 1.
 Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0
(paling penting) sampai 0,0 (tidak penting).
 Menghitung ranting (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor),

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi kelompok peternak
yang bersangkutan.

Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang

termasuk katagori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4
(sangat baik), sedangkan variabel negatif adalah kebaikannya.
 Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan ranting pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4 hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari
4,00 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
 Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi kelompok peternak yang bersangkutan.
3. Tahap Analisis
a. Analisis Martiks SWOT
Suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui pengaruh internal dan
eskternal usaha ternak sapi potong atas kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman serta perumusan strategi pengembangan berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh Kabupaten Bener Meriah.
Menurut Rangkuti (2001), kinerja suatu perusahaan dapat di tentukan oleh
kombinasi faktor lingkungan internal strength dan weakness serta lingkungan
eksternal opportunities dan theats yang dihadapi dunia bisnis, kedua faktor
tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
Matriks ini dapat dihasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis
seperti yang di tunjukkan pada tabel 6, berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Faktor Internal
Strengths (S)
(Kekuatan)

Weakness (W)
(Kelemahan)

Strategi (SO)
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk
memanfaatkan
peluang
Strategi (ST)
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk
mengatasi
ancaman.

Strategi (WO)
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan
untuk
memanfaatkan peluang
Strategi (WT)
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan
untuk
menghindari ancaman

Faktor Eksternal
Opportunities (O)
(Peluang)

Threats (T)
(Ancaman)

Strengths (Kekuatan)
Merupakan analisis kondisi kekuatan yang terdapat dalam tubuh organisasi,
proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
Weakness (Kelemahan)
Merupakan analisis kondisi kelemahan yang ada dalam tubuh organisasi,
proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
Opportunities (Peluang)
Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi.
Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep
bisnis itu sendiri.

Minsalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi

lingkungan sekitar.
Threats (Ancaman)
Merupakan kondisi yang mengancam dari luar.

Ancaman ini dapat

mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Strategi SO Strategi ini dilakukan dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk
memanfaatkan peluang.
Strategi ST Strategi ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman.
Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada
dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada.
Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defenitif dan
ditujukan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.
b. Matriks Grand Strategi
Matriks Grand Strategi ini digunakan agar diperoleh koordianat posisi
strategi yang akan digunakan.

Koordinat ditentukan dari skor faktor strategi

internal dan eksternal. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Peluang

2. Turnaround

1. Agresif

Kelemahan

Kekuatan
3. Difensif

4. Diversifikasi

Ancaman
Gambar 1. Penentuan Matriks Grand Strategi

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
Kuadran 1 : Strategi agresif yaitu strategi memanfaatkan kekuatan untuk meraih
peluang.
Kuadran 2:Strategi turnaround yaitu memanfaatkan peluang dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
Kuadran 3:Strategi difensif yaitu strategi berusaha menghindari ancaman dan
meminimalkan kelemahan.
Kuadran 4 :Strategi deversifikasi yaitu strategi mengatasi ancaman dengan meraih
peluang.
4.

Tahap Pengambilan Keputusan
Setelah tahapan-tahapan terdahulu dibuat dan dianalisis, maka tahap

selanjutnya disusun daftar prioritas yang harus diplementasikan. Pada tahap ini,
mengkaji ulang dari empat strategi (SO, ST, WO, WT) yang telah dirumuskan
dalam tahap analisis. Setelah itu diambil keputusan dalam menentukan strategi
yang paling menguntungkan, efektif dan efesien bagi organisasi berdasarkan
matriks SWOT dan Matriks Grand Strategi dan pada ahirnya dapat disusun suatu
rencana strategi yang akan dijadikan pegangan dalam melakukan kegiatan
selanjutnya.
Definisi dan Batasan Oprasional
Dalam penelitian seringkali terjadi kesalah pahaman. Untuk menghindari
kesalah pahaman dibuat suatu definisi batas oprasional.
Definisi
1. Peningkatan populasi sapi bali adalah jumlah kenaikan populasi sapi bali
per tahun.
2. Umur peternak adalah lama hidup peternak dalam tahun.

Universitas Sumatera Utara

3. Modal peternak adalah dana maupun peralatan yang digunakan untuk
kegiatan proses pemeliharaan sapi bali.
4. Pendidikan peternak adalah lama beternak menempuh pendidikan formal
dalam tahun.
5. Pengalaman peternak adalah lama peternak dalam usaha pemeliharaan
sapi bali.
6. Mortalitas sapi bali adalah angka kematian sapi bali dalam satu priode.
7. Skala pemeliharaan sapi bali adalah jumlah sapi bali yang dipelihara oleh
peternak dalam satu priode.
8. R/C adalah perbandingan antara total penerimaaan dan total cost pada
suatu usaha kegiatan pemeliharaan sapi bali dalam satu priode.
9.

Analisis kelayakan usaha adalah menganalisis suatu usaha layak atau
tidak layak untuk diusahakan.

Batasan operasional
1.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bener Meriah, Propensi
Nanggroe Aceh Darussalam

2.

Sampel penelitian adalah peternak sapi bali di Kabupaten Bener
Meriah, Propensi Nanggroe Aceh Darussalam.

3.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan
September 2016.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Bener Meriah
Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu Kabupaten baru di Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Ibu kota Kabupaten ini adalah Simpang Tiga
Redelong. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran Kabupaten Aceh Tengah,
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Bener Meriah. Secara geografis, Kabupaten Bener
Meriah terletak pada 04033’50” - 04054’50”garis Lintang Utara dan 96040’75” –
97017’50” Bujur Timur, berada pada ketinggian 100 – 2.500 m dpl. Batas-batas
Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berikut: Sebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten Aceh Timur. Sebelah Barat berbatasan dengan dengan
Kabupaten Aceh Tengah. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh
Utara dan Bireun. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah.
Kabupaten Bener Meriah merupakan kawasan beriklim tropis dengan curah hujan
berkisar 1.000 – 2.500 (mm) per tahun dengan jumlah hari hujan 143 – 178.
Hujan umumnya turun pada bulan September hingga Pebruari. Musim kemarau
terjadi pada bulan Maret sampai Agustus. Temperatur maksimum berkisar pada
260C dan minimum antara 18 – 23 (0C). Kelembaban relatif maksimum 75,8%
dan kelembaban relative minimum 20%. Prasarana yang tersedia adalah
transportasi darat, udara dan laut yang cukup memadai. Mata pencaharian dan
sumber pendapatan penduduk Kabupaten Bener Meriah adalah dibidang
perkebunan, pertanian dan beternak. Sapi Bali merupakan salah satu komoditas

Universitas Sumatera Utara

unggulan bidang peternakan di Bener Meriah sekaligus menjadi sentra produksi
daging merah di Kabupaten Bener Meriah.

Ketenagakerjaan
Kabupaten Bener Meriah bekerja di lapangan usaha pertanian, perkebunan,
kehutanan, perburuan dan perikanan; sebesar 10,83% bekerja di lapangan usaha
jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan, termasuk di dalamnya Pegawai
Negeri Sipil; sebesar 9,60% bekerja di lapangan usaha perdagangan besar, eceran,
rumah makan dan hotel; sebesar 0,75% bekerja di lapangan industri pengolahan
besar; sisanya 2,63% bekerja pada lapangan usaha lainnya seperti pertambangan
dan penggalian, listrik, gas, air, bangunan, angkutan, pergudangan dan
komunikasi, keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa
perusahaan.

Topografi
Letak topografi sebagian besar desa di Kabupaten Bener Meriah adalah di
daerah yang berbukit-bukit dan pegunungan dengan jumlah wilayah administrasi
sebanyak 115 desa. Kabupaten Bener Meriah ini bercorak sebagai daerah
pegunungan dan memiliki beberapa puncak gunung seperti Gunung Talang
(masih aktif), Gunung Geureudong, Gunung Burni Rajawali, Gunung Burni
Draung Malem, Gunung Kulam Raja. Keadaan topografi Kabupaten Bener
Meriah yang umumnya berupa pegunungan dan perbukitan sangat potensial untuk
pengembangan pertanian, perkebunan dan tanaman pangan, peternakan dan
perikanan. Selain itu, daerah ini juga memiliki potensi yang cukup menjanjikan di

Universitas Sumatera Utara

bidang pariwisata, baik wisata alam maupun wisata sejarah. Berdasarkan kelas
ketinggian maka Kabupaten Bener Meriah didominasi kelas ketinggian 100 1.200 m diatas permukaan laut.
Gambaran Umum Responden
Penelitian ini berlangsung di Kecamatan Mesidah dengan jumlah responden
78 responden, Wih Pesam sebanyak 71 responden dan Bukit sebanyak 49
responden, sehingga sampel yang di dapatkan untuk Kabupaten Bener Meriah
sebanyak 198 responden.
Tabel 7. Jumlah populasi dan sampel di Kabupaten Bener Meriah
No
1
2
3

Kecamatan
Mesidah
Wih Pesam
Bukit
Jumlah

Peternak

Sampel

78
71
49
198

78
71
49
198

Sumber: Data Primer (2016)
Umur Peternak Responden
Data karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan umur disajikan
pada tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan usia
Kabupaten Bener Meriah
Usia (tahun)
Jumlah (tahun)
Persen (tahun)
20-29
58
29,29
30-39
83
41,92
40-49
48
24,24
50-59
7
3,54
60-69
2
1,01
Jumlah
198
100,00
Sumber : Data Primer (2016)

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 8 diatas diperoleh data usia responden Kabupaten Bener
Meriah antara 20-29 tahun sebanyak 58 orang atau sebesar 29,29 persen, usia 3039 tahun sebanyak 83 orang atau sebesar 41,92 persen, 40-49 tahun sebanyak 48
orang

atau sebesar 24,24 persen, usia 50-59 tahun sebanyak 7 orang atau

sebanyak 3,54 persen dan 60-69 sebanyak 2 orang atau sebesar 1,01 persen.
Secara umum dari tabel di atas dapat kita simpulkan bahwa karakteristik
yang paling tinggi berkisar antara 30-39 tahun, untuk meningkatkan jumlah
populasi didaerah penelitian maka usahatani ternak sapi ini dilakukan oleh
peternak yang relatif muda sehingga kemampuan dalam mengelola usahatani
tersebut dapat lebih maksimal baik dari pengggunaan tenaga dan pikiran peternak.
Petani dan peternak usia lanjut umumnya fanatik terhadap tradisi dan sulit
untuk diberi pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, begitu juga sebaliknya
semakin muda usia peternak umumnya rasa ingin tahu terhadap sesuatu semakin
tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap teknologi semakin tinggi (Chamdi,
2003). Secara umum dapat dinyatakan bahwa sebahagian besar peternak di daerah
penelitian masih di katagorikan sebagai umur produktif. Hal ini di dukung dengan
pernyataan Bakir dan Manning (1983) bahwa umur produktif untuk negara-negara
yang sedang berkembang umumnya adalah 15-55 tahun.

Tingkat Pendidikan Peternak yang Dijadikan sebagai Responden
Pendidikan merupakan suatu proses menumbuh kembangkan seluruh
kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam melakukan suatu
kegiatan karena malalui pendidikanlah pengetahuan dan keterampilan serta

Universitas Sumatera Utara

perubahan sikap dapat dilakukan. Data pendidikan responden disajikan dalam
tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Data pendidikan responden
No

Tingkat Pendidikan

1
2
3
4
5

Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Sarjana
Jumlah
Sumber : Data Primer (2016)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

33
38
71
42
14
198

16,67
19,19
35,86
21,21
7,071
100

Dari Tabel 9 menerangkan bahwa karateristik responden berdasarkan
tingkat pendidikan di Kabupaten Bener Meriah, responden yang tidak sekolah
sebanyak 33 orang atau sebesar 16,67 persen, untuk tingkat SD sebanyak 38 orang
atau sebesar 19,19%, tingkat SMP sebanyak 71 orang atau sebanyak 35,86%,
tingkat SMA sebanyak 42 orang atau sebesar 21,21% dan tingkat sarjana 14
orang atau sebesar 7,08%.
Dari tabel diatas dapat kita simpulkan secara umum tingkat pendidikan yang
paling tinggi didaerah penelitian yaitu berada ditingkat SMP. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Wiraatmaja (1977), yang menyatakan bahwa pendidikan
merupakan upaya untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu
dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat. Bahwa untuk
meningkatkan jumlah populasi, maka perlu membina peternak dengan
memberikan arahan dan bimbingan teknis mengenai usahatani ternak sapi
sehingga peningkatan populasi sapi balinya dapat di tingkatkan. Walaupun
pendidikan yang di peroleh bukan pendidikan formal dan tidak memperoleh

Universitas Sumatera Utara

Ijazah, tapi peternak diharapkan dapat mengelola usahataninya dengan baik
sehingga peternak dapat terus meningkatkan jumlah populasi sapi balinya.
Pengalaman Peternak Responden
Usia

dan

pengalaman

seseorang

dalam

beternak

mempengaruhi

kemampuannya dalam menjalankan usaha peternakannya. Para peternak yang
berpengalaman dan belum berpengalaman akan sangat mempengaruhi pola pikir
dan tindakan yang akan diambil dalam usaha peternakanya. Pengalaman beternak
responden yang diteliti dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Data pengalaman responden
Pengalaman Beternak
Jumlah (orang)
No
(tahun)
1
1-5
62
2
6-10
94
3
11-15
38
4
16-20
4
5
>20
0
Jumlah
198
Sumber : Data Primer (2016)

Persentase (%)
31,31
47,47
19,19
2,02
0
100

Dari Tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengalaman responden di
Kabupaten Bener Meriah yang memiliki pengalaman 1-5 tahun adalah 62 orang
atau 31,31%, 6-10 tahun adalah 94 orang atau 47,47%, 11-15 tahun adalah 38
orang atau 19,19%, 16-20 tahun adalah 4 orang atau 2,02% dan lebih dari 20
tahun adalah 0%.
Secara umum dari tabel diatas dapat kita simpulkan bahwa pengalaman
beternak yang paling tinggi berkisar anatara 6-10 tahun, hal ini akan
mempengaruhi peternak dalam usaha ternaknya, semakin lama beternak maka
peternak semakin tahu bagaimana cara mengembangkan usaha peternakannya dan

Universitas Sumatera Utara

semakin mengarah peternakan yang menuju keberhasilan dan lebih mampu
menangkap peluang dalam usaha peternak yang dijalani. Hai ini di perkuat lagi
dengan pernyataan Padmowiharjo (1994), pengalaman baik yang menyenangkan
dan yang mengecewakan berpengaruh pada proses belajar seseorang.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga dapat dijadikan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak suatu teknologi baru yang
akan digunakan oleh peternak. Data jumlah tanggungan keluarga responden dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 11. Data jumlah tanggungan Keluarga Responden
Jumlah Tanggungan
No
Jumlah (orang)
Keluarga (orang)
1
1-5
161
2
6-10
32
3
11-15
5
Jumlah
198
Sumber : Data Primer (2016)

Persentase (%)
81,31
16,16
2,53
100

Dari data diatas diperolah bahwa di Kabupaten Bener Meriah yang memiliki
tanggungan keluarga 1-5 adalah 161 orang atau 81,31% responden yang 6-10
adalah 32 orang atau 16,16%, dan yang memiliki tanggunga keluarga 11-15
adalah 5 orang atau 2,53%.
Dari tabel di atas dapat kita simpulkan bahwa jumlah tanggungan keluarga
yang paling tinggi di daerah penelitian yaitu antara 1-5 orang, hal ini bisa
membantu dalam usaha peternakan yang di lakukannya dalam skala rumah
tangga, karena dapat membantu dalam usaha tani ternaknya sebagai tenaga kerja.
Hal ini diperkuat lagi dengan pernyataan Syafrudin (2003), yang menyatakan

Universitas Sumatera Utara

bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumber daya manusia
yang dimiliki oleh peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu
usaha ternaknya.
Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Bali
Sistem pemeliharaan yang diterapkan di Kabupaten Bener Meriah umunya
dilakukan secara tradisional yaitu dengan cara mengangonkan ternaknya setiap
hari dengan waktu yang sudah ditentukan oleh peternaknya sendiri seperti jam
08.30 pagi, ternak itu dilepaskan dari kandangnya kemudian jam 13.00 siang
peternak melihat sebentar ditempat ternak tersebut mengangon pakannya,
kemudian setelah jam 17.30 sore ternak dikumpulkan kembali untuk
dikandangkan, ini juga dilalukan apabila petani sudah siap motong padi maka
ternak diturunkan dari tengah hutan. Kebanyakan dari peternak mengantarkan
ternaknya ketengah hutan untuk memenuhi kebutuhan pakan dan air pada
ternaknya sendiri dan dibiarkan begitu saja.
Pemberian Pakan Ternak
Di daerah penelitian ini peternak tidak pernah memberikan pakan kepada
ternaknya secara langsung, hanya saja peternak mengantarkan ternaknya ketengah
hutan dan dibiarkan ternak mengangon pakannya sendiri. Tugas peternak hanya
mengantarkan ternaknya ketengah hutan dan setelah itu peternak langsung pulang
dan ternaknya dibiarkan begitu saja.

Universitas Sumatera Utara

Perkandangan
Perkandangan yang ada di daerah penelitian yaitu kandang tradisinal dan
menggunakan bahan kayu bulat yang disediakan oleh alam kemudian di potongpotong sekitar 2 meter, dan kawat duri serta paku secukupnya yang dibeli dari
pasar sesuai kebutuhan kandang.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang diperlukan untuk peternakan sapi bali di Kabupaten
Bener Meriah oleh peternak adalah tenaga kerja dalam keluarga atau cenderung
kepada jumlah tanggungan keluarga.
Pemasaran
Sapi bali hasil produksi peternak yang siap dipanen dan dipasarkan oleh
peternak melalui blantik (toke). Peternak mendapatkan potongan biaya penjualan
oleh para blantik (toke). Hal ini membuat peternak tidak menerima biaya
penjualannya dengan penuh.
Tingkat Kematian Sapi Bali di Daerah Penelitian
Jumlah ternak yang mati akan mempengaruhi populasi ternak pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu. Berikut ini adalah data tentang jumlah ternak
yang mati pada lokasi penelitian.
Tabel 12. Jumlah ternak yang mati pada lokasi penelitian
Mesidah
Wih Pesam
No Tahun
Populasi
Mati
Populasi
Mati
1
2012
834
56
358
73
2
2013
1230
130
549
90
3
2014
1798
168
709
147
4
2015
3100
300
1097
277

Bukit
Populasi
67
103
149
198

Mati
7
13
24
45

Universitas Sumatera Utara

Jumlah

6962

(%)/ Tahun

654

2713

9

587
22

517

89
17

Sumber : Data Primer (2016)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persentasi mortalitas pada sapi bali di
Kabupaten Bener Meriah 48 %. Hal ini di sebabkan beberapa faktor yaitu
peternak kurang memperhatikan ternaknya, baik dari kondisi fisiknya maupun
kebutuhannya, kemudian faktor lain yaitu bencana alam, hewan buas dan
pencurian yang dilakukan oleh manusia.

Hubungan Karakteristik Peternak Terhadap Peningkatan Populasi Sapi Bali
di Kabupaten Bener Meriah
1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan uji kesesuaian (Goodness Of Fit) model. Untuk
mendeteksi terpenuhinya asumsi dalam analisis regresi linier, model regresi linier
peningkatan populasi sapi bali pertahun didisfikasikan hasil pengujian asumsi
klasik akan dibahas pada bagian bawah ini.
a. Uji Asumsi Multikolonieritas
Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi
(keterkaitan) yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi
linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel
bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya
menjadi terganggu. Uji asumsi multikolonieritas adalah salah satu cara untuk
dapat melihat nilai toleransi dengan nilai lebih dari 0,1 dan nilai VIF dengan nilai

Universitas Sumatera Utara

lebih kecil dari 10. Jika asumsi sesuai maka tidak terjadi multikolonieritas. Nilai
kolonieritas dan VIF di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 13. Hasil uji asumsi multikoloenoeritas model peningkatan popupasi ternak
sapi bali di Kabupaten Bener Meriah
Variabel Bebas
Umur (tahun)
Pendidikan (tahun)
Jumlah Tanggungan (tahun)
Pengalaman (tahun)
Mortalitas (tahun)

Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
0,812
1.232
0,969
1,032
0,789
1,268
0,853
1,853
0,979
1,022

Sumber: Data Primer (2016)
Tabel 13 diatas memperlihatkan bahwa nilai tolerance ke-5 variabel
adalah 0.812, 0.969, 0.789, 0.853 dan 0.979 dimana seluruhnya lebih kecil dari 1,
dan nilai VIF seluruhnya lebih kecil dari 10. Hasil perhitungan ini memenuhi
persyaratan uji multikolinieritas yakni jika nilai tolerance