Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017 Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif yaitu
untuk mengetahui kadar merkuri (Hg) pada air sawah masyarakat akibat limbah
penambangan emas tradisional di Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot
Kabupaten Mandailing Natal.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada air sawah masyarakat Saba Padang
Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal dan pemeriksaan sampel air
dilakukan di laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan & Pengendalian
Penyakit
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016- Maret 2017
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah warga berusia di atas 15 tahun, sesuai
data demografi yang diperoleh dari jumlah keseluruhan penduduk yang ada di
Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal berkisar

216 jiwa.

36
Universitas Sumatera Utara

37

3.3.2. Sampel
Untuk menentukan ada atau tidak ada nya merkuri di dalam air sawah
masyarakat, Peneliti menggunakan metode pengambilan sampel secara Purposiv
Sampling sehingga teknik pengambilan sampel ini di lakukan berdasarkan
pertimbangan peneliti sendiri, adapun dalam peneliti ini di ambil berdasarkan
jarak dengan jarak mulai dari 10 - 99 m (Notoadmojo,2010)
Sedangkan

untuk

menentukan

proporsi


keluhan

kesehata

pada

masyarakat, peneliti menggunakan metode pengambilan sampel secara Random
Sampling sehingga teknik pengambilan sampel ini dilakukan secara acak dan
menggunakan metode Cluster Sampling dimana pemelihan mengacu pada
kelompok bukan secara individu.
3.3.2.1 Besar Sampel
Besar Sampel dihitung dengan menggunakan Rumus Lameshow :
2

n=Z

P (12
P) d


1- α/2

n = 1.96 × 0,5 × 0,5
2
0,1
= 96,04
Ket :
n = jumlah sampel
Z = score berdasarkan nilai α yang diinginkan
p = proporsi (+) keluhan kesehatan pada masyarakat :
d= limit eror = 10 %
Dengan menggunakan Rumus Lameshow, maka didapatkan besar sampel
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian adalah sebanyak 96 jiwa dari
216 jiwa.

Universitas Sumatera Utara

38

3.3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam pelaksanaan ini adalah seluruh warga yang ada di Desa Desa
Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal. berdasarkan
data demografi yang diperoleh dari data, Jumlah secara keseluruhan penduduk
adalah sebanyak 216 jiwa .maka untuk menentukan sampel peneliti menggunakan
teknik Random Sampling dan dengan metode Cluster Sampling dimana pemilihan
sampel ditentukan berdasarkan kelompok. Sehingga dari 96 populasi akan
diperoleh 4 kelompok.
Sedangkan untuk menentukan sampel pada air sawah di Desa Desa Saba
Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing

Natal, peneliti

menggunakan dengan Teknik Purposive Sampling.
Dimana pemilihan sampel air sawah ini ditentukan berdasarkan 10 titik,
antara lain :
Pengambilan Sampel
Titik 1

Jarak/ Meter
10


Keterangan
Sawah Masyarakat

Titik 2

18

Sawah Masyarakat

Titik 3

37

Sawah Masyarakt

Titik 4

46


Sawah Masyarakt

Titik 5

64

Sawah Masyarakt

Titik 6

65

Sawah Masyarakt

Titik 7

70

Sawah Masyarakt


Titik 8

84

Sawah Masyarakt

Titik 9

99

Sawah Masyarakt

Titik 10

5

Air Limbah

Tabel 3.1. titik pengambilan sampel air sawah dan air limbah.


Universitas Sumatera Utara

39

3.4.

Metode Pengumpulan Data
3.4.1.

Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pengukuran merkuri air sawah masyarakat
Desa Sabapadang yang diukur di laboratorium Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan Kota Mdan data keluhan kesehatan diperoleh dengan observasi
langsung dan wawancara dengan masyarakat.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh dari Kecamatan dan Puskesmas seperti data
demografi dan data penyakit di Kecamatan Huta Bargot.
3.5. Pelaksanaan Penelitian
3.5.1. Pengambilan dan Pengiriman Sampel ke Laboratorium

1.

Botol mineral digunakan sebagai wadah sampel.

2.

Botol yang akan digunakan dibilas terlebih dahulu dengan air sampel.

3.

Botol sampel yang terbuat dari plastik dimasukkan ke dalam air sampel.

4.

Sampel diambil sampai botol terisi penuh.

5.

Botol sampel diberi label.


6.

Dan dibawa ke laboratorium.
3.5.2. Pemeriksaan Sampel di Laboratorium
3.5.2.1.Alat dan Bahan
3.5.2.1.1.

Alat

1. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
2. Pemanas listrik
3. Pipet volume 3, 5, 10, 25 mL
4. Labu ukur 1000 mL ,Corong & Erlenmeyer 250 mL

Universitas Sumatera Utara

40

3.5.2.1.2. Bahan
1. Larutan standar Hg 1000 mg/L

2. Air suling
3. Asam Nitrat
4. Kertas saring & Gas argon
3.5.2.2. Persiapan Sampel
3.5.2.2.1. Pengujian Raksa Terlarut
1. Saring sampel sebanyak 50 mL ke dalam Erlenmeyer 250 mL
2. Filtrat hasil saringan siap untuk diuji
3.5.2.2.2. Pengujian Raksa Total
1. Masukkan 50 mL sampel ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
2. Tambahkan 5 mL HNO3 pekat dan panaskan perlahan-lahan sampai
sisa volumenya 15-20 mL.
3. Tambahkan lagi 5 mL HNO3 pekat, tutup Erlenmeyer dengan kaca
arloji dan panaskan lagi.
4. Lanjutkan penambahan asam dan pemanasan sampai semua logam
larut, yang terlihat dari warna endapan dalam sampel menjadi agak
putih atau sampel menjadi jernih.
5. Tambahkan lagi 2 mL HNO3 pekat dan panaskan kira-kira 10 menit.
6. Bilas kaca arloji dan masukkan air bilasannya ke dalam Erlenmeyer.
7. Sampel siap untuk di uji.

Universitas Sumatera Utara

41

3.5.2.3. Pembuatan Larutan Baku Raksa
1. Pembuatan Larutan Baku Raksa 5 mg/L
a. Pipet 5 mL larutan baku Hg 1000 mg/L ke dalam labu ukur 1000
mL.
b. Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera.
2. Pembuatan Larutan Baku Raksa 0.05 mg/L
a. Pipet 10 mL larutan baku Hg 5 mg/L ke dalam labu ukur 1000 mL.
b. Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera.
3. Pembuatan Larutan Kerja Raksa
a. Pipet 0, 3, 5, 10, 15, 25 ml larutan baku Hg 0.05 mg/L ke dalam
labu ukur 1000 mL.
b. Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh
kadar raksa 0 ; 0,015 ; 0,025 ; 0,050 ; 0,075 ; 0,125 mg/L.
c. Masukkan masing-masing larutan kerja tersebut ke dalam
erlenmeyer 250 ml.
3.5.2.4. Prosedur Analisa dan Pengoprasian Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS)
3.5.2.4.1. Prosedur Analisa
1. Atur alat AAS dan optimalkan sesuai dengan petunjuk penggunaan
alat untuk pengujian kadar raksa.
2. Isapkan larutan baku dan larutan sampel satu per satu ke dalam alat
AAS melalui pipa injeksi alat.
3. Catat konsentrasi masing-masing sampel yang terbaca di layar
computer.

Universitas Sumatera Utara

42

3.5.2.4.2. Pengoperasian Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
1. Alirkan gas argon, tunggu sekitar 3 menit untuk memastikan aliran
sudah stabil.Hidupkan komputer, pilih program AAS Expert.

2. Hidupkan water chiller, tunggu sampai tempratur stabil
menunjukkan angka 19-20 ºC.
4. Lakukan kalibrasi panjang gelombang komplit, pilih parameter
yang akan diperiksa dan jumlah sampel beserta standar
melalui menu yang ada di komputer.
5. Hidupkan

plasma,

tunggu

sekitar

3

menit

untuk

memastikan plasma sudah stabil.Tekan STAR ANALYSIS.
6. Celupkan slang AAS ke dalam masing-masing larutan sampel
sesuai perintah yang muncul di layar komputer.
7. Konsentrasi sampel akan terbaca di layar komputer.Setelah analisis
selesai, matikan alat, komputer, dan water chiller.
3.6. Definisi Operasional
1.

Air sawah adalah air sungai atau air irigasi yang mengalir ke sawah – sawah
masyarakat dan digunakan untuk pertembuhan padi.

2.

Masyarakat Pengguna adalah masyarakat Desa Saba Padang Kecamatan Huta
Bargot yang menggunakan air sawah untuk keperluan sehari-hari.

3.

Keluhan Kesehatan adalah keluhan yang dirasakan oleh masyarakat Desa
Saba Padang Kecamatan Huta Bargot akibat air tercemarnya merkuri pada air
sawah

untuk

keperluan

sehari-hari

misalnya

Perasaan

mual

pada

lambung,terasa gemetaran pada anggota badan seperti lengan dan kaki, dan
terasa peka terhadap kulit yang tidak di tutupi (Palar, 2008).

Universitas Sumatera Utara

43

4.

Pemeriksaan

Laboratorium

adalah

pemeriksaan

yang

dilakukan

di

laboratorium Balai Teknik Kesehatan lingkungan dan Pengendalian Penyakit
guna untuk mengetahui kadar Hg pada air sawah masyarakat Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS).
5.

Memenuhi syarat adalah apabila tidak ditemukan merkuri di dalam sampel air
sawah masyarakat atau jumlahnya belum melampaui batas maksimum
cemaran logam pada air sawah menurut PP No.82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Air Kelas II, standar kandungan
merkuri di dalam air yang aman adalah 0,002 mg/L.

6.

Tidak memenuhi syarat adalah apabila ditemukan merkuri di dalam sampel
air atau jumlahnya melampaui batas maksimum cemaran logam pada air
Sawah masyarakat menurut PP No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan
Kualitas Air Dan Pengendalian Air Kelas II, standar kandungan merkuri di
dalam air yang aman adalah 0,002 mg/L.

3.7. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan program
komputer kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data dari
hasil penelitian yang di dapat melalui uji laboratorium dibandingkan dengan baku
mutu yang ada. Hasil pemeriksaan air sawah masayarakat di laboratorium
dibandingkan dengan PP No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
Dan Pengendalian Air Kelas II, Apabila kandungan merkuri di dalam air sawah
masyarakat > 0,002 mg/L maka air tersebut tidak memenuhi syarat, dan apabila
kandungan merkuri ≤ 0,002 mg/L maka air tersebut dikatakan memenuhi syarat.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Huta

Bargot

merupakan pemekaran dari

Kecamatan

Panyabungan Utara setelah diterbitkannya Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2013
dengan ibukota kecamatan adalah Desa Bangun Sejati. Kecamatan Huta Bargot
2

memiliki luas wilayah ± 116,21 Km atau 116,20km² dengan topografi dataran
bergelombang sampai berbukit (Profil Kecamatan Pemekaran di Kabupaten

Mandailing Natal, 2016).
Kecamatan Huta Bargot memiliki 14 desa dengan luas wilayah masingmasing diuraikan sebagai berikut :
1.

Huta Bargot Dolok

±1 871,92 Ha

2.

Huta Bargot Nauli

±3 409,05 Ha

3.

Pasar Huta Bargot

±109,76Ha

4.

Bangun Sejati

±159,65Ha

5.

Huta Bargot Lombang

±127,07Ha

6.

Huta Bargot Setia

±1 137,18 Ha

7.

Mondan

±227,60Ha

8.

Sayur Maincat

±1 385,24Ha

9.

Simalagi

±1 704,52Ha

10. Hutarimbaru

±109,76Ha

11. Kumpulan Setia

±159,62Ha

12. Hutanaingkan

±109,76Ha

13. Binanga

±159,64Ha

14. Saba Padang

±950,18Ha

44
Universitas Sumatera Utara

45

4.1.1. Geografi
Batas wilayah Kecamatan Huta Bargot adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara

: Kecamatan Naga Juang

b. Sebelah Selatan

: Kecamatan Panyabungan Barat

c. Sebelah Barat

: Kecamatan Muara Batang Gadis

d. Sebelah Timur

: Kecamatan Panyabungan -Panyabungan Utara

Ketinggian tanah dari permukaan laut bervariasi yaitu disebelah timur
dengan ketinggian 250-300 meterdiatas permukaan laut seluas ± 4.798,56 Ha
dan merupakan daerah pemukiman, ketinggian 500-1000 meter diatas
permukaan laut dengan luas ± 5.596,32 Ha dan ketinggian > 1000 meter diatas
permukaan laut terletak disebelah barat dengan luas ± 1.226,10 Ha
4.1.2. Gambaran Kependudukan
Tabel 4.1.

No

Data Jumlah
Penduduk Kecamatan Huta Bargot
Kabupaten mandailing Natal Tahun 2016
Desa

Jumlah
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
1
Huta Bargot Dolok
286
288
2
Huta Bargot Nauli
511
496
3
Pasar Huta Bargot
246
249
4
Bangun Sejati
219
195
Huta Bargot Lombang
369
362
5
6
Huta Bargot Setia
107
111
7
Mondan
199
174
8
Sayur Maincat
221
241
9
Simalagi
154
140
10 Huta Rimbaru
158
155
11 Kumpulan Setia
186
175
12 Huta Naingkan
92
90
13 Binanga
149
188
14 Saba Padang
114
102
Jumlah
3.015
2.956
Sumber : Kecamatan Huta Bargot Dalam Angka Tahun 2016

Jumlah
Jiwa
574
1007
495
414
731
218
373
462
294
313
351
182
351
216
5.981

Universitas Sumatera Utara

46

Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui bahwa jumlah penduduk Kecamatan
Huta Bargot adalah 5.971 jiwa, terdiri 2.956 Perempuan dan 3.015Laki laki.
Tabel 4.2. Data Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Kelompok Umur
Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal 2016
No

Kelompok umur

Laki-laki

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Perempuan

0- 4
387
357
5- 9
371
339
10 - 14
355
319
15 - 19
332
311
20 - 24
249
242
25 - 29
212
209
30 - 34
191
195
35 - 39
184
186
40 - 44
162
168
45 - 49
155
164
50 - 54
138
142
55 - 59
108
108
60 - 64
76
81
65 - 69
44
54
70 - 74
28
39
75+
23
42
Jumlah
3.015
2.956
Sumber : Kecamatan Huta Bargot Dalam Angka Tahun 2016

Jumlah
Jiwa
744
710
674
643
491
421
386
370
330
319
280
216
157
98
67
65
5.971

4.2. Distribusi 10 Penyakit Terbesar di Desa Saba Padang Kecamatan
Huta Bargot Bulan Desember 2016
Tabel 4.3 Data Puskesmas Huta Bargot 2016
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Penyakit
ISPA
Malaria Klinis
Diare
Dermatitis
Malaria Lab.Rdt
Hipertensi
Ra
Asma
Bronkhitis
Conjungtivitis
Jumlah
Sumber : Data Puskesmas Huta Bargot 2016

Jumlah Penderita
170
39
43
39
21
12
16
1
11
6
358

Universitas Sumatera Utara

47

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa penyakit terbanyak yang
diderita masyarakat Desa Saba Padang adalah ISPA, yaitu sebanyak 170
orangsedangkan penyakit yang paling sedikit dialami Warga Kecamatan
Hutabargot adalah Asma, yaitu 1orang.
4.3 Data Demografi Responden
Tabel 4.4 Data Demografi Responden
Data Umum
Jumlah (n)

Persentase (%)

Umur
a. 15-25 Tahun

21

23,5

b. 26-50 Tahun

65

66,7

c. >51 Tahun

10

13,3

Pendidikan
a. Tidak Sekolah

15

15,6

b. SD/SMP

40

41,7

c. SMA

34

34,4

d. Perguruan Tinggi

7

7,3

Pekerjaan
a. Pegawai Negeri

3

3,1

b. Pegawai Swasta

9

9,4

c. Petani

31

32,3

d. Wiraswasta

9

9,4

e. Pelajar/Mahasiswa

8

8,3

f. lainnya

36

37,5

Berdasarkan Tabel 4.4 hasil respondendata umum yang peneliti peroleh
, bahwa umur 25-50 tahun sebanyak 65 orang, pendidikan SD-SMP sebanyak
40 orang dan para pekerja pertembangan emas sebanyak 36 orang yang paling
banyak dan bersedia untuk dijadikan responden pada penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

48

4.4 Data Khusus
Tabel 4.5 Disitribusi Data Airi
Data Khusus
Jumlah (n)
Sumber Air Minum

Persentase (%)

a. Air Sumur

79

82,3

b. Air Sungai

17

17,7

a. Ya

65

67,7

b. Tidak

31

32,3

Penggunaan Air irigasi

Lama Menggunakan Air Irigasi
a. Di bawah 1 tahun

42

43,8

b. Di atas 1 tahun

54

56,2

Berdasarkan Tabel 4.5. hasil distribusi khusus responden menunjukkan
sebagian besar masyakarat menggunakan Air Sumur (79 responden) sebagai
sumber air minum sedangkan untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci,
mck, pertanian) masyarakat lebih banyak menggunakan air irigasi (65
responden).
Tabel 4.6.
Hasil Pemeriksaan Kualitas Fisik Dalam Air
Kualitas Fisik
Jumlah (n)
Persentase (%)
Bau
Ya

31

32,2

Tidak

65

67,8

Ya

30

31,25

Tidak

66

68,75

Ya

59

61,45

Tidak

37

38,54

Rasa

Warna

Universitas Sumatera Utara

49

Berdasarkantabel 4.6. dari hasil responden yang peneliti peroleh
bahwa59responden ada merasakan perubahan fisik pada warna air akan tetapi
perubahanbau dan rasa hanya berkisar 30 responden yang merasakan adanya
perubahan.
4.5.Hasil Pemeriksaan Kandungan Merkuri
Tabel 4.7. KandunganMerkuri (Hg) Pada AirLimbah, Air Irigasi Dan
sawah masyarakat di Desa Saba Padang Kecamatan Bargot
Kaupaten Mandailing Natal Tahun 2016
No.

Sumber Air

Jarak
Ke Pengolahan
(m)

1
2

Air Limbah
Air Irigasi

5
10

0,117
0,007

3

Sawah

10

0,016

4

Sawah

18

0,016

5

Sawah

37

0,015

6

Sawah

46

0,014

7

Sawah

64

0,013

8

Sawah

65

0,009

9

Sawah

70

0,010

10

Sawah

84

0,005

11

Sawah

99

0,005

Keterangan
1. M
2. Mg/L
3. *NAB

Kadar
Merkuri
(mg/L)

= Meter
= Miligram per Liter
= 0,002 mg/L

Berdasarkanhasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa dari 11
sampel menunjukkan adanya kandungan merkuri di persawahan masyarakat, air
irigasi serta limbah tempat pengolahan pertambangan emas. sesuai dengan PP
No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Air

Universitas Sumatera Utara

50

Kelas II dengan baku mutu 0,002 mg/l, maka air irigasi yang digunakan
masyarakat dalam kebutuhan sehari-sehari (mandi, mck, pertanian)di Desa
Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal tidak layak
digunakan karena melewati nilai ambang batas yang telah ditetapkan
4.6. Hasil Keluhan Kesehatan
Tabel 4.8.

Disitribusi Keluhan Kesehatan Masyarakat

Sering
Keluhan
Kesehatan
Kulit
a. Kulit menjadi merah
b. Gatal-gatal
Saraf
a. Kesemutan
b. Gemetaran pada tangan
dan kaki
c. Sulit konsentrasi
d. Sering gugup
e. Mudah lelah
Ginjal
a. Sering buang air kecil
b. Susah buang air kecil
Saluran cerna
a. Gusi bengkak
b. Mual
c. Muntah
Mata
a. Mata Merah
b. Mata terasa gatal

(n)

(%)

KadangKadang
(n)
(%)

Tidak
Pernah
(n)
(%)

Jumlah
(%)

27
14

28,1
14,5

53
55

55,2
57,3

16
27

16,6
28,1

100
100

44
18

45,8
18,7

39
42

40,6
43,7

13
36

13,5
37,5

100
100

29
17
56

30,2
17,7
58,3

49
48
35

51
50
36,4

18
31
5

18,7
32,2
5,2

100
100
100

23
13

24
13,5

62
21

64,5
21,8

11
62

11,4
64,5

100
100

5
2
3

5,2
2
3,1

11
30
27

11,4
31,2
28,1

80
65
66

83,3
67,7
68,7

100
100
100

32
11

33,3
11,4

35
53

36,4
55,2

29
32

30,2
33,3

100
100

Berdasarkan tabel 4.8. dari hasil penelitian yang peneliti peroleh, bahwa dari
hasil keluhan kesehatan masyarakat menunjukkan adanya keluhan yang dialami oleh

masyarakat Desa Saba Padang , antara lain yaitu seringnya kelelahan menjadi angka
yang paling tinggi dari hasil penelitian (56 orang) , dan yang paling rendah adalah
mual (2 orang)

Universitas Sumatera Utara

51

Tabel 4.9.

Disitribusi Keluhan Kesehatan

Keluhan Kesehatan

Jumlah (n)

Persentase (%)

a. 1-7 Hari

27

28,1

b. 1-3 Minggu

41

42,7

c. 1-11 Bulan

18

18,8

d. >1 tahun

10

10,4

Lama keluhan

Banyak jenis Keluhan
a.

Tidak Ada

2

2,0

b.

Satu

15

15,5

c.

Dua

19

19,4

d.

Tiga

23

23,5

e.

Empat

24

24,5

f.

Lima

12

12,2

g.

Enam

1

1,0

Pernah Berobat
a.

Ya

46

47,9

b.

Tidak

50

52,1

Berdasarkan tabel 4.9 hasil distribusi keluhan kesehatan menunjukkan
bahwa banyaknya jenis keluhan kesehatan yang dialami oleh warga Desa Saba
Padang di antara nya yang paling tinggi terdapat di empat jenis keluhan sebanyak

24 responden (24,5 %) dan ada yang mengalami enam jenis penyakit

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Sawah
Sawah merupakan lahan tanah yang dikelola sedemikian rupa untuk
budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan
selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi. Perbedaan lahan sawah
dengan lahan rawa adalah masa penggenangan airnya, pada lahan sawah
penggenangan tidak terjadi terus-menerus tetapi mengalami masa pengeringan
(Musa, dkk, 2006) dalam Samosir (2010).
Menurut (Puslitbangtanah, 2003) Berdasarkan sumber air yang digunakan
dan keadaan genangannya, sawah dapat dibedakan menjadi empat, antara lain :
1. Sawah irigasi adalah sawah yang sumber airnya berasal dari tempat lain
melalui saluran-saluran yang sengaja di buat untuk itu. Sawah irigasi
dibagi menjadi sawah irigasi teknis, sawah irigasi setengah (semi) teknis,
dan sawah irigasi sederhana. Sawah irigasi teknis air pengairannya
berasaldari waduk, dam atau danau dan dialirkan melalui saluran induk
(primer) yang selanjutnya dibagi-bagi ke dalam saluran-saluran sekunder
dan tersier melalui bangunan pintu-pintu pembagi. Sawah irigasi sebagian
besar dapat ditanami padi dua kali atau lebih dalam setahun, tetapi
sebagian ada yang hanya dapat ditanami padi sekali setahun bila
ketersediaan air tidak mencukupi terutama yang terletak di ujung-ujung
saluran primer dan jauhdari sumber lainnya. Sawah irigasi teknis dan
setengah teknis dibedakan berdasarkan sistem pengelolaan jaringan
irigasinya. Irigasi teknis seluruhjaringan irigasi dikuasai dan dipelihara
oleh pemerintah, sedangkan irigasis etangah teknis pemerintah hanya

51
Universitas Sumatera Utara

52

menguasai bangunan penyadap untuk dapat mengatur dan mengukur
pemasukan air. Irigasi sederhana adalah pengairan yang sumber airnya
dari tempat lain (umumnya berupa mata air) dan salurannya dibuat
secara sederhana oleh masyarakat petani setempat,tanpa bangunanbangunan permanen.
2. Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber airnya tergantung atau
berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan-bangunan irigasi
permanen. Sawah tadah hujan umumnya terdapat pada wilayah yang
posisinya lebih tinggi dari sawah irigasi atau sawah lainnya sehingga
tidak memungkinkan terjangkau oleh pengairan. Waktu tanam padi
akan sangat tergantung pada datangnya musim hujan.
3. Sawah pasang surut adalah sawah yang irigasinya tergantung pada
gerakan pasang dan surut serta letaknya di wilayah datar tidak jauh dari
laut. Sumber air sawah pasang surut adalah air tawar sungai yang
karena adanya pengaruh pasang surut air laut dimanfaatkan untuk
mengairi melalui saluran irigasi dan drainase. Sawah pasang surut
umumnya terdapat di jalur aliran sungai besar yang terkena pengaruh
pasang surut air laut. Pada lahan pasang surut dibedakan empat tipologi
lahan berdasarkanjangkauan luapan air pasang, yaitu tipe A, B, C dan D
(Noorsyamsi et al.,1984 dalam (Subagjo, 1998). Tipe luapan A dan B
mempunyai potensi untuk persawahan karena dapat terjangkau air
pasang dan biasanya terdapat lebih dekat ke pantai, namun mempunyai
kendala potensikemasaman tanah atau salinitas tinggi. Sedangkan tipe

Universitas Sumatera Utara

53

luapan C dan Dkarena posisinya lebih tinggi dan jangkauan air pasang
lebih terbatas, sehingga lebih sesuai untuk t egalan atau tanaman tahunan.
4. Sawah lebak adalah sawah yang diusahakan di daerah rawa dengan
memanfaatkan naik turunnya permukaan air rawa secara alami, sehingga di
dalam sistem sawah lebak tidak dijumpai sistem saluran air. Sawah ini
umumnya terdapat di daerah yang relatif dekat dengan jalur aliran sungai
besar (permanen) yaitu di backswamp atau rawa belakang dengan bentuk
wilayah datar agak cekung, kondisi drainase terhambat sampai sangat
terhambat, permukaan air tanah dangkal bahkan hingga tergenang di
musim penghujan, selalu terkena luapan banjir atau kebanjiran dari sungai
didekatnya selama jangka waktu tertentu dalam satu tahun.

Oleh karena itu sawah ini baru dapat ditanami padi setelah air genangan
menjadi dangkal (surut), dan terjadi umumnya pada musim kemarau.
(Direktorat Rawa, 1984).
Daerah persawahan yang terbaik yaitu mempunyai irigasi teratur dan
kesuburan tanah yang tinggi. Daerah-daerah ini justru terdapat di daerahdaerah
berpenduduk padat. Lokasi sawah yang demikian menjadi masalahsosialekonomi sehubungan dengan perkembangannya di masa mendatang.Sifat
dinamika penduduk, baik secara kualitas dan kuantitas sangat berpengaruh
terhadap konversi lahan sawah ke non pertanian. Dampaknya adalah potensi
produksi pangan menurun, sehingga ancaman kekurangan pangan di masa
mendatang sangat besar.

Universitas Sumatera Utara

54

5.2. Proses Pengolahan Pertambangan Emas Tradisional
Desa Saba Padang merupakan salah satu Desa di Kecamatan Huta Bargot
Kabupaten Mandailing Natal yang sebahagian besar mata pencaharian penduduknya
sehari-hari menambang emas dengan cara tradisional, dengan Adanya penambangan
emas tradisional di Desa Saba Padang ini memberi lapangan pekerjaan bagi
masyarakat sekitar dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Namun
disamping

memberi

dampak

positif

berupa

meningkatnya

perekonomian,

penambangan emas tradisional juga memberi dampak negatif, yaitu diperkirakan
tercemarnya sumber air di Desa Saba Padang karena adanya pengolahan
penambangan emas tradisional dilokasi pemukiman Saba Padang.

Penambangan emas tradisional di Desa Saba Padang telah berkembang
selama 7 tahun terakhir. Kegiatan proses penambangan emas diawali dengan
penggalian batuan yang diperkirakan mengandung emas. Penggalian batuan
dilakukan didaerah perbukitan di Desa Huta Bargot Nauli dengan membuat
lobang atau terowongan. Batuan-batuan tersebut dibungkus dalam karung hingga
penuh. Kemudian, batuan tersebut dibawa untuk diolah di Desa Saba Padang.
Proses pengolahan dimulai dengan penghancuran batuan. Batuan
dihancurkan sampai berbentuk kerikil kecil berukuran kira-kira 1-2 cm.
Selanjutnya setelah batuan tersebut berbentuk kerikil, dimasukkan ke dalam
karung. Pengolahan emas menggunakan teknik amalgamasi.
Pertama mesin gelundung (mesin penghancur batu mengandung emas) dibuka
tutupnya. Masukkan air, batuan kerikil, dan merkuri. Di dalam gelundung terdapat
3-5 batang besi untuk menghancurkan batuan kerikil. Kemudian mesin dinyalakan

Universitas Sumatera Utara

55

dan tekan tombol untuk menghidupkan gelundung. Proses untuk menghancurkan
batuan tersebut berlangsung selama 4-5 jam.
Setelah 4-5 jam, mesin gelundung dimatikan dan tutup gelundung dibuka.
Hasil pengolahan terdiri dari air buangan yang mengandung merkuri, lumpur, sisa
batuan yang tidak hancur sempurna, dan amalgam (ikatan emas-perak dan
merkuri). Air buangan dan lumpur akan dialirkan ke lubang penampungan,
sementara sisa batuan yang tidak hancur sempurna ditampung untuk diolah
kembali. Kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan merkuri dengan
amalgam. Penyaringan dilakukan dengan pemerasan menggunakan kain parasut.
Kemudian amalgam dan merkuri akan terpisah. Merkuri akan digunakan kembali
untuk pengolahan berikutnya. Sementara amalgam akan dibakar untuk
menguapkan merkuri sehingga tertinggal emas dengan konsentrasi tertentu.
Menurut Widodo (2008), proses pengolahan emas dengan metode amalgamasi
ini merupakan salah satu penyebab pencemaran merkuri. Proses amalgamasi
dilakukan dengan pengikatan logam emas dari bijih tersebut dengan menggunakan
merkuri (Hg) dalam tabung yang disebut gelundung (amalgamator). Gelundung selain
berfungsi sebagai tempat proses amalgamasi juga berperan dalam mereduksi ukuran
butir bijih dari yang kasar menjadi lebih halus. Hasil amalgamasi selanjutnya
dilakukan pencucian dan pendulangan untuk memisahkan amalgam dari ampas
(tailing). Amalgam yang diperoleh diproses melalui pembakaran (penggebosan) untuk
memperoleh perpaduan logam emas-perak (bullion).
Ada 3 jenis limbah utama pertambangan emas. Pertama adalah batuan limbah
yaitu batuan permukaan atas yang dikupas untuk mendapatkan batuan bijih atau
batuan yang mengandung emas. Selanjutnya ada tailing bijih emas yang sudah

Universitas Sumatera Utara

56

diambil emasnya menggunakan merkuri

dan tailing berbentuk lumpur yang

mengandung logam berat.
Untuk penanganan limbah (tailing) penambangan emas tradisional dapat
diusahakan dengan:
1.

Air limbah dari proses pemisahan emas diperlukan proses pengolahan
sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu rangkaian proses sederhana yang
diperlukan untuk penurunan kadar merkuri adalah berupa proses koagulasi,
sedimentasi, dan filtrasi. Menurut Supriadi (2010), dari rangkaian proses
tersebut dapat menurunkan kadar merkuri sebesar 20-90 %.

2.

Pada proses pemanasan/pemijaran campuran biji emas dengan air raksa akan
menguapkan air raksa yang ada, sehingga kegiatan ini harus dilakukan jauh
dari pemukiman penduduk, dan dalam pelaksanaannya harus memperhatikan
arah angin (Supriadi, 2010).

3.

Menggunakan bioabsorber. Secara teknis dapat dilakukan dengan membuat
embung/waduk kecil sebelum pembuangan akhir (badan air). Embung tersebut
harus dijadikan sebagai muara buangan air limbah pertambangan rakyat sehingga
terkonsentrasi pada satu tempat. Pada embung tersebut ditumbuhkan eceng
gondok yang akan mengadsorpsi logam berat yang terlarut didalamnya. Sebagai
pengolahan akhir sebelum dibuang ke pembuangan air dapat digunakan saringan
karbon aktif untuk mengadsorbsi kandungan sisa yang belum dapat
diikat/diabsorbsi oleh eceng gondok (Bilad, 2009).

Universitas Sumatera Utara

57

5.3. Kandungan Merkuri
5.3.1

Kandungan Merkuri Pada Bak Penampungan Limbah
Pertambangan Emas Tradisional

Pemeriksaan kadar merkuri pada sampel air limbah pengolahan
pertambangan emas tradisional dilaboratorium menunjukkan hasil yang sangat
tinggi yaitu 0,117 mg/l sedangkan nilai ambang batas yang diperbolehkan yaitu
0,002 mg/l.
Air limbah dari proses pemisahan emas diperlukan proses pengolahan
sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu rangkaian proses sederhana yang
diperlukan untuk penurunan kadar merkuri adalah berupa proses koagulasi,
sedimentasi, dan filtrasi. Menurut Supriadi (2010), dari rangkaian proses tersebut
dapat menurunkan kadar merkuri sebesar 20-90 %.
5.3.2

Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah & Irigasi

Pemeriksaan kadar merkuri pada sampel air irigasi dan air sawah
dilaboratorium menunjukkan hasil yang sangat tinggi yaitu 0,016 mg/l pada jarak
10 meter dari tempat pengolahan pertambangan emas sedangkan yang paling
rendah yaitu 0,005 mg/l terdapat di jarak 84 meter dan 99 meter. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa jarak dari lokasi pengolahan pertambangan emas
tradisional menentukan tingkat konsentrasi yang terakumulasi dari air irgasi,
dimana semakin dekat jarak dari lokasi pengolahan pertambangan maka semakin
lebih tinggi konsentrasinya.
Pengambilan sampel yang dilakukan di 10 titik dimulai dari jarak 10-99 meter
pada tanggal 29 Februari 2017 di persawahan masyarakat Desa Saba Padang
menunjukkan bahwa sangat tinggi adanya pencemaran logam berat (merkuri)

Universitas Sumatera Utara

58

sehingga dari hasil tersebut menyatakan persawahan masyarakat yang di aliri air
irigasi tidak memenuhi syarat.
Nilai Ambang Batas (NAB) kadar merkuri berdasarkan PP No.82 Tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Air Kelas II dengan
baku mutu 0,002 mg/l, maka air irigasi Desa Saba Padang Kecamatan Huta
Bargot Kabupaten Mandailing Natal tidak layak digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari karena melewati nilai ambang batas.
5.4.

Keluhan Kesehatan Masyarakat di Desa Saba Padang
Berdasarkan wawancara yang peneliti yang di lakukan pada 96 warga di

Desa Saba Padang diperoleh data bahwa sebagian besar warga merasakan keluhan
kesehatan yang diakibatkan oleh penggunaan air irigasi tersebut yang disebabkan
adanya pertambangan emas tradisional. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini
air yang dipergunakan untuk memenuhi hajat sehari-hari sudah tidak layak
digunakan karena adanya pencemaran logam berat .
Penambangan emas tradisional yang berkembang di Desa Saba Padang
masih sekitar 7 tahun, Jika penambangan emas tradisional ini berjalan dalam waktu
±10 tahun, besar kemungkinan akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat di
Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal.

Berdasarkan ATSDR (1999), faktor-faktor yang menyebabkan seseorang
terkena dampak merkuri meliputi dosis (berapa banyak) dan durasi (berapa lama)
terpapar merkuri tersebut. Menurut Connell dan Miller (1990) dan Lu (1995),
pengaruh toksisitas logam berat pada manusia terjadi dalam kurun waktu >10
tahun, relatif lebih lama dibandingkan terhadap biota laut.

Universitas Sumatera Utara

59

Keracunan yang disebabkan oleh merkuri ini umumnya berawal dari
kebiasaan memakan makanan dari laut atau sungai seperti ikan, udang dan tiram
yang telah terkontaminasi oleh merkuri. Menurut palar (2008), Pencemaran dapat
dari industri,pertambangan domestik maupun sumber alami dari batuan dan pada
akhirnya sampai ke sungai, laut yang selanjutnya mencemari manusia melalui
ikan, air minum,atau air sumber irigasi lahan pertanian, sehingga tanaman sebagai
sumber pangan manusia tercemar. Suatu tatanan lingkungan hidup bisa tercemar
atau dapat rusak disebabkan oleh banyak hal yang paling utama yang menjadi
penyebabanya adalah limbah, antara lain limbah kimia yang mengandung bahan
toksik seperti logam berat. Menurut Setiabudi (2005), lingkungan yang
terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena
adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikroorganisme yang hidup
didalam air melalui proses metabolisme. Bahan-bahan yang mengandung merkuri
yang terbuang ke dalam tanah atau laut dimakan oleh mikroorganisme tersebut
dan secara kimiawi berubah menjadi senyawa metil-merkuri.
Maka peneliti menarik kesimpulan bahwa penambangan emas tradisonal di
Desa Saba padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal ada
hubungan nya dengan keluhan kesehatan yang dirasakan oleh responden.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.

Proses pengolahan penambangan emas tradisional di Desa Saba Padang
sebagian besar menggunakan teknik amalgamasi. Amalgamasi merupakan
proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah juga untuk
membentuk emas murni yang bebas .

2.

Adanya kandungan merkuri (Hg) pada bak penampungan air limbah
pengolahan pertambangan emas tradisional adalah 0,117 mg/l.

3.

Kandungan merkuri (Hg) pada persawahan masyarakat yang dialiri air irigasi
Desa Saba Padang sangat tinggi dan tidak memasuki kategori memenuhi
syarat berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
Dan Pengendalian Air Kelas II dengan baku mutu 0,002 mg/l. Dari hasil
laboratorium menunjukkan hasil kandungan merkuri yang paling tinggi
terdapat pada jarak pada jarak 5 meter yaitu 0,117. Sedangkan yang paling
rendah terdapat pada jarak 84 meter dan 99 meter adalah 0,005 mg/l.

4.

Dari hasil penelitian menunjukkan adanya keluhan kesehatan pada
Masyarakat Desa Saba Padang ,sehingga ditemukan keluhan kesehatan,
antara lain mudahnya lelah 56 orang ,kesemutan 44 orang dan sulit
konsentrasi 29 orang responden.

60
Universitas Sumatera Utara

61

6.2. Saran
1.

Kepada para penambang emas yang beroperasi disekitar pemukiman
masyarakat, agar mengindahkan Peraturan/UU yang telah ditetapkan oleh
pemerintah agar masyarakat desa Saba Padang sehat dan sejahtera.

2.

Kepada Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal diharapkan agar melakukan
pemantauan terhadap aktifitas penambangan emas tradisional dan melakukan
pengawasan serta memberi masukan kepada para penambang agar melakukan
pengolahan terlebih dahulu sebelum membuang air limbah yang mengandung
merkuri ke lingkungan ataupun ke badan air sehingga hal tersebut tidak
mencemari lingkungan.

3.

Kepada para penambang emas yang beroperasi disekitar pemukiman
masyarakat dan yang jaraknya dekat kebadan air agar membuat bak
penampungan air limbah sehingga dengan adanya penampungan bair limbah
dapat mengurangi pencemaran lingkungan di Desa Saba Padang .

4.

Kepada para penambang emas yang beroperasi didekat persawahan
masyarakat agar memperhatikan jarak pengolahan emas tradisional terhadap
persawahan minimal jaraknya 200 meter agar mengurangi kontaminasi dari
air limbah seperti merkuri (Hg) yang dihasilkan oleh pertambangan tersebut
yang nantinya bisa mencemari air irigasi

5.

Memberi masukan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pemeriksaan
terhadap akumulasi merkuri pada penambang dan masyarakat sekitar
penambangan emas tradisional.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Penambangan Emas Tradisional Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

3 11 100

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

2 41 136

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Penambangan Emas Tradisional Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

0 0 14

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Penambangan Emas Tradisional Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

0 0 2

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 16

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 2

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 5

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 30

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 2

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017 Appendix

0 0 54