Nilai titik potong kadar angiostatin urin sebagai prediktor keganasan pada tumor ovarium epitel

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kanker Ovarium
Kanker ovarium adalah penyebab kematian utama pada keganasan

ginekologi. Kanker ovarium dikenal sebagai “silent killer” karena biasanya
tidak ditemukan gejala apapun sampai diketahui massa telah membesar
dan metastasis ke bagian tubuh lain.19

2.1.1. Prevalensi Kanker Ovarium
Kanker ovarium merupakan kanker ketujuh paling umum yang
terjadi pada wanita (kanker urutan ke 18 secara keseluruhan) di seluruh
dunia. Sekitar 239.000 kasus kanker yang tercatat di Amerika Serikat
pada tahun 2012, kanker ovarium tercatat hampir 4% dari semua kasus
baru kanker yang terjadi pada wanita atau 2% dari kasus kanker secara
keseluruhan. Kanker ovarium biasanya berakibat fatal dan menempati
urutan ke-8 penyebab kematian karena kanker pada wanita di seluruh
dunia atau urutan ke-14 penyebab kematian secara keseluruhan. Tingkat

kejadian kanker ovarium lebih tinggi pada negara dengan penghasilan
tinggi daripada negara-negara berpenghasilan rendah-menengah. Di
seluruh dunia, tingkat insidensi berdasarkan standar usia (age-standardise
incidence rate) berkisar dari lebih dari 11 per 100.000 wanita di Eropa
Tengah dan Timur sampai kurang dari 5 per 100.000 di Afrika. Tingkat
insidensi 11,7 per 100.000 di Inggris; 8,0 per 100.000 di Amerika Serikat;

9

5,2 per 100.000 di Brazil dan 4,1 per 100.000 di Cina. Risiko kanker
ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tetapi risiko
tersebut akan menurun setelah seorang wanita mengalami menopause.
Hanya ada 10-15% kasus kanker ovarium terjadi sebelum menopause,
tetapi kanker ovarium yang berasal dari sel germinal, dimana jenis kanker
ini walaupun jarang terjadi, ditemukan terbanyak pada wanita berusia
antara 15 sampai 35 tahun. Dari seluruh kanker ovarium terdapat sekitar
85-90% adalah karsinoma ovarium tipe epitel.2

2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko
Kanker epitel ovarium diyakini berasal dari transformasi maligna

dari permukaan epitel ovarium yang mengalami ruptur berulang-ulang dan
mengalami perubahan pada saat ovulasi. Beberapa hipotesa tentang
etiologi kanker ovarium diantarnya yang dikenal dengan hipotesa ovulasi
yang terus menerus, hipotesa gonadotropin, hipotesa hormonal, dan
hipotesa inflamasi. Hipotesa ovulasi menjelaskan bahwa kerusakan epitel
permukaan ovarium yang terjadi terus menerus, diikuti proliferasi
permukaan sel epitel setelah ovulasi dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya mutasi, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium
epitel. Hipotesa gonadotropin mengatakan bahwa akibat paparan
terhadap kadar gonadotropin yang tinggi dapat memicu terjadinya
transformasi

malignan,

kemungkinan

diakibatkan

meningkatnya


pertumbuhan sel dan menghambat apoptosis, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui stimulasi estrogenic permukaan epitel

10

ovarium. Hipotesa hormonal mengatakan bahwa stimulasi androgen yang
berlebihan dapat menyebabkan meningkatnya risiko kanker epitel
ovarium, yang pada akhirnya mungkin menurun akibat stimulasi
progesteron. Hipotesa inflamasi dimulai dari adanya asumsi bahwa
terjadinya kanker ovarium disebabkan respon terhadap kerusakan genetik
yang disebabkan faktor-faktor inflmasi, seperti yang berasal dari
lingkungan, endometriosis, infeksi saluran genital, atau proses ovulasi itu
sendiri.20
Faktor risiko berkembangnya kanker ovarium epitel adalah
nullipara, menarche dini, menopouse terlambat, bertambahnya usia,
riwayat keluarga, ras putih, tinggal di Amerika Utara dan Eropa Utara.
Riwayat keluarga pernah menderita kanker payudara atau kanker ovarium
sebelumnya menunjukkan risiko sebesar 5-10% untuk memiliki kelainan
genetik yang diwariskan.1,21,22
Faktor risiko yang berhubungan dengan siklus ovulasi yang tidak

terganggu selama bertahun-tahun juga menimbulkan hipotesa bahwa
stimulasi

yang

berulang

pada

epitel

permukaan

ovarium

akan

menyebabkan perubahan kearah keganasan. Teori patogenesis tumor
ovarium ini disebut dengan hipotesis “incessant ovulation”. Proses
perbaikan jaringan epitel ovarium akibat periode panjang ovulasi yang

berulang dan siklik menyebabkan proliferasi seluler yang cukup sering.
Hal ini akan dapat memicu adanya mutasi gen p53 pada fase DNA.
Sehingga

peristiwa

ini

dianggap

berkontribusi

terhadap

proses

karsinogenesis tumor ovarium.23 Upaya-upaya untuk mencegah ovulasi

11


dengan penggunaan kontrasepsi oral kombinasi jangka panjang dianggap
dapat

mengurangi

risiko

kanker

ovarium

sebesar

50%.

Durasi

perlindungan berlangsung sampai dengan 25 tahun setelah penggunaan
terakhir.24
Suatu penelitian mendapatkan bahwa wanita nullipara akan

memiliki dua kali risiko yang lebih tinggi terkena kanker ovarium, tetapi
alasan pastinya belum sepenuhnya jelas. Risiko ini akan menurun dengan
riwayat melahirkan dan stabil pada wanita yang melahirkan sebanyak
enam kali.25,26
Peningkatan risiko yang juga telah dikaitkan dengan kanker
ovarium adalah menarche dini dan menopause terlambat. Risiko akan
menurun pada wanita yang melahirkan yang memberikan ASI dimana hal
ini mungkin memiliki efek perlindungan dengan memperpanjang periode
amenore.

Pemberian

regimen

terapi

pengganti

estrogen


setelah

menopause akan meningkatkan risiko kanker ovarium.24
Perempuan ras putih akan memiliki risiko 30-40% lebih tinggi
kanker ovarium dibandingkan dengan perempuan kulit hitam dan
Hispanik. Patogenesis peningkatan risiko pada suatu ras ini belum
diketahui secara jelas.21
Wanita yang telah menjalani operasi ligasi tuba dan histerektomi
masing-masing telah dikaitkan dengan pengurangan risiko kanker
ovarium. Prosedur ginekologi ini diduga akan menghalangi iritasi yang
bisa mencapai ovarium melalui kenaikan dari saluran tuba sehingga akan
memberikan efek perlindungan terhadap ovarium.27

12

Proses pertambahan usia akan memungkinkan perpanjangan
waktu untuk menyebabkan perubahan genetik secara acak dalam epitel
permukaan ovarium. Insidensi kanker ovarium meningkat dengan
bertambahnya usia ke pertengahan 70 tahun dan menurun sedikit di usia
80 tahun. Bila dilihat dari segi geografis angka kejadian sangat bervariasi,

wanita yang tinggal di Amerika Utara, Eropa Utara, atau negara industri
barat, memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker ovarium namun negaranegara berkembang dan Jepang memiliki tingkat terendah. Pola makan di
daerah tertentu juga dianggap berpengaruh terhadap risiko kanker
ovarium dimana konsumsi makanan rendah lemak tetapi tinggi serat,
karoten, vitamin dapat sebagai pelindung sel epitel ovarium.4
Risiko kanker ovarium juga akan meningkat 3 kali lipat bila memiliki
riwayat keluarga dengan kanker ovarium dalam generasi tingkat pertama
yaitu ibu, anak perempuan atau saudara perempuan. Oleh karena itu,
skrining pasien dengan keluarga yang mempunyai kanker ovarium, kanker
payudara, atau kanker kolon merupakan strategi pencegahan terbaik. Bila
diketahui keluarga dengan riwayat kanker usus besar, harus diwaspadai
kemungkinan suatu hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC)
atau sindroma Lynch karena pasien dengan sindroma ini memiliki risiko
menderita kanker usus besar sebesar 85% dan kanker ovarium sebesar
10-12%.28

13

2.1.3. Klasifikasi
Karsinoma ovarium epitelial berasal dari sel-sel mesothelial

ovarium dan termasuk beberapa tipe sel: serosa, mucinous, endometrioid,
clear cell, transisional sel, dan undifferentiated. Tipe epitelial mencakup
lebih dari 60% tumor ovarium dan lebih dari 90% dari karsinoma ovarium.
Sebanyak

35-40%

adalah

serosa,

6-10%

musinosa,

15-25%

endometrioid, 5% clear cell, dan 10 mm

Stadium IIIA2


mikroskopis, keterlibatan rongga peritoneum ekstra
pelvis (di atas pinggir pelvis) ± positif kelenjar getah
bening retroperitoneal.

Stadium IIIB

makroskopis, ekstra pelvis, metastase peritoneum ≤
2 cm ± positif kelenjar getah bening retroperitoneal.
Termasuk perluasan ke kapsul hepar/spleen.

Stadium IIIC

makroskopis, ekstra pelvis, metastase peritoneum
>2 cm ± positif kelenjar getah bening retroperitoneal.
Termasuk perluasan ke kapsul hepar/spleen.

Stadium IV

Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium
dengan

metastasis

jauh

kecuali

metastase

peritoneal.
Stadium IVA

efusi pleura dan hasil sitologinya positif

Stadium IVB

metastasis

parenkim

hepar

dan/atau

spleen,

metastase ke organ ekstra abdominal (termasuk
kelenjar getah bening inguinal dan kelenjar getah
bening di luar cavum abdomen).

2.2.

Proses Angiogenesis
Pertumbuhan tumor membutuhkan perkembangan pembuluh darah

baru dari proses yang disebut angiogenesis. Pembuluh darah baru ini
berkembang dari kapiler lokal, arteri, dan vena sebagai respon terhadap
pelepasan faktor pertumbuhan dari massa tumor. Tanpa angiogenesis,
tumor hanya dapat tumbuh maksimal sampai 3 cm. Kapiler yang
merupakan pembuluh darah mikro utama, berperan dalam berbagai
proses angiogenesis tumor, terdiri dari tiga komponen yaitu membran
dasar yang merupakan kompleks matriks ekstraselular yang mengelilingi

22

dan mendukung komponen selular, sel endotel yang membentuk lapisan
sel datar yang membatasi lumen pada membran basal, serta perisit yang
membentuk jaringan selular periendotel pada membran basal.33
Mekanisme angiogenesis tumor dipicu oleh sekresi sejumlah
mediator kimiawi berupa faktor angiogenesis dari koloni sel kanker. Faktor
ini berdifusi melalui jaringan dan kemudian menyebabkan gradien kimiawi
yang mencapai kapiler terdekat dan pembuluh darah lainnya. Sebagai
respon terhadap faktor angiogensis, sel endotel pada kapiler terdekat
akan menebal dan memproduksi enzim proteolitik (protease), yang dapat
mendegradasi membran basal. Selain itu, permukaan sel endotel mulai
membentuk pseupodia yang akan memfasilitasi penetrasi mediator ke
membran basal yang lemah. Sel endotel kemudian akan berakumulasi
dan berkembang dari segi panjang, jumlah sel, dan jumlah lingkaran yang
kemudian

membentuk

anastomosis.

Hasilnya

akan

terbentuk

mikrovaskularisasi yang akan mendukung perkembangan dan invasi
tumor. Selain itu ada juga ditemukan bahwa secara haptotaksis,
fibronektin dapat memicu migrasi langsung sel endotel dengan gradien
adhesif.34
Secara singkat, mekanisme angiogenesis yang dijelaskan di atas
meliputi sprouting (mulai tumbuh), mimikri vaskulogenik, dan mobilisasi sel
pembuluh darah laten. Sel endotel luminal bermigrasi melalui membran
basal pembuluh darah ke matriks ekstraselular, membentuk morfologi
sprouting. Kemudian, mikrovaskular akan berkembang dengan morfologi
mimikri vaskulogenik. Mediator angiogenik juga akan menyebabkan

23

pertumbuhan pembuluh darah untuk mendukung ekspansi tumor.
Dibandingkan dengan pembuluh darah normal, pembuluh darah tumor
lebih banyak dan rapuh, bahkan perivaskular juga berbeda. Komponen
anti angiogenik yang kemudian akan menghambat proses ini salah
satunya adalah angiostatin.35,36
Pada proses terjadinya pertumbuhan tumor, terdapat suatu
hubungan antara kompartemen endotel dan kompartemen tumor. Sel-sel
tumor (T compartment) akan memproduksi faktor angiogenik seperti
VEGF dan FGF serta juga memproduksi inhibitor angiogenesis termasuk
angiostatin

dan

angiogenik

dari

endostatin.
suatu

Perubahan

tumor

kepada

membutuhkan

keadaan
up-regulasi

fenotipe
faktor

angiogenesis dan down-regulasi dari inhibitor angiogenesis. Bila suatu
tumor telah menjadi angiogenik, maka tumor-infiltrating endothelial cells (E
compartment) akan memproduksi stimulator pertumbuhan tumor. Faktorfaktor parakrin ini dapat sebagai faktor survival dan pertumbuhan, yang
akan memicu pertumbuhan tumor.37

Gambar 1.

Hubungan Kompartemen Endotel dan Tumor.37

24

Gambar 2. Proses Angiogenesis38
Evolusi dinamik angiogenesis diregulasi oleh homeostasis sejumlah
molekul proangiogenik dan antiangiogenik. Keadaan seperti stres
oksidatif,

stres

mekanik,

asidosis,

sitokin,

faktor

pertumbuhan

proangiogenik (seperti VEGF, FGF, PDGF) dilepaskan dari sel endotel
dan sel stromal. Mediator ini akan mengaktivasi sel endotel dan progenitor
sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru. Dalam keadaan
homeostasis, kadar angiogenik yang tinggi harus diseimbangkan dengan
kadar angiostatik (seperti trombospondin-1, endostatin, dan angiostatin)
yang sesuai.13
Angiostatin telah diteliti dapat memicu dormansi metastasis
berbagai sel tumor seperti tumor payudara, prostat, kolon, paru serta
menghambat perkembangan hemangioendotelioma. Efek anti tumor dari
angiostatin telah diamati melalui pengurangan densitas mikrokapiler pada
massa tumor sehingga pertumbuhan tumor juga akan terhambat.39

25

2.3.

Angiostatin (AS)

2.3.1. Definisi
Angiostatin ditemukan pada tahun 1994 dan baru populer setelah
Folkman mengenalkan teori angiogenesis tumor pada tahun 1971.
Angiostatin

adalah

inhibitor

alami

pertama

yang

ditemukan

dan

merupakan salah satu inhibitor yang memiliki spesifisitas tinggi dalam
perannya pada sel endotel pembuluh darah. Sejak ditemukan, angiostatin
menarik perhatian berbagai peneliti untuk mengevaluasinya. Banyak sel
yang dapat mensekresikan angiostatin, baik melalui sekresi enzim
maupun ditemukan pada permukaan sel.40
Selain angiostatin fragmen protein matriks ekstraselular lain yang
dapat bekerja sebagai inhibitor angiogenesis adalah endostatin, fragmen
proteolitik dari kolagen SVIII, canstatin, arresten, tumastin, seluruh
fragmen kolagen IV, dan fragmen proteolitik lain dari plasminogen
termasuk plasminogen kringle 5 (K5). Angiostatin sendiri menghambat
angiogenesis dengan menginhibisi sel endotel yang berproliferasi secara
langsung. Angiostatin manusia secara signifikan menhambat proliferasi
dan migrasi sel endotel yang dipicu bFGF pada konsentrasi 300 nM-1
mikroM.41

2.3.2. Struktur dan Rumus Molekul Angiostatin
Angiostatin adalah fragmen protein dari autoproteolisis pembelahan
plasminogen, berupa pemecahan ikatan disulfida ekstrasesular oleh
fosfogliserat kinase. Enzim yang dapat memecah selain fosfogliserat

26

kinase adalah MMP 2/3/7/9/12, elastase, antigen spesifik protease, serin
protease, atau endopeptidase. Panjang molekul protein angiostatin adalah
38 kDa, mencakup 3-5 lima modul kringle. Setiap modul terdiri dari dua
lapisan beta kecil, tiga ikatan disulfida yang dimediasi oleh enam residu
sistein. 42,43

Gambar 3. Angiostatin42

Gambar 4. Pemecahan Plasminogen42
27

Folkman et al. (1971) pertama sekali mengidentifikasi fragmen
angiostatin plasminogen atas efek antitumornya pada mencit. Angiostatin
disebut sebagai fragmen internal dari residu plasminogen, suatu regio
yang memiliki 4 domain plasminogen. Selama bertahun-tahun, struktur
angiostatin dianggap hanya memiliki empat domain kringle. Namun,
beberapa penelitian telah menegaskan bahwa berbagai protease yang
mampu memotong plasminogen menciptakan isoform yang berbeda dari
aktivitas anti-angiogenik AS dengan sangat berbeda berdasarkan
keberadaan domain kringle tertentu.40

Penelitian Cao et al. (1997)

menunjukkan bahwa ada fragmen proteolitik K5 plasminogen manusia
bahkan memiliki efek yang lebih poten dalam inhibisi proliferasi sel.44
Tiga domain kringle pertama angiostatin berikatan satu sama lain
membentuk struktur segitiga. Ikatan disulfida terdapat antara residu C169
K2 dan C297 K3 yang berkontribusi secara signifikan terhadap orientasi
relatif K2 dan K3, dengan jarak maksimal 20 nanometer. Posisi K1
dipertahankan oleh ikatan peptida antara tiga residu pendek antara K1
dan K2. Gangguan pada ikatan disulfida K2 dan K3 akan menganggu efek
antiproliferasi sel oleh angiostatin, tetapi tidak berpengaruh pada aktivitas
angiostatin itu sendiri. 45

28

Gambar 5. Domain Kringle Angiostatin45
Sebagai inhibitor angiogenesis, angiostatin memiliki kemampuan
memblok perkembangan tumor in vivo dengan inhibisi perkembangan
pembuluh darah baru.46 Setiap fragmen kringle akan berinteraksi satu
sama lain untuk menjalankan fungsi inhibisi oleh angiostatin. Domain K1K3 lebih dominan menginhibisi proliferasi sel sedangkan domain K4 lebih
dominan pada inhibisi migrasi sel. Secara keseluruhan, domain K1-K3
ditunjukkan lebih efektif dibandingkan K4.44,45
AS dihasilkan melalui pembelahan proteolitik oleh proteinase pada
plasminogen yang diaktifkan dalam kaskade sinyal angiogenik. PLG
manusia terdiri dari rantai berat (terminal amino) dan rantai ringan
(terminal karboksil). Rantai berat memiliki 5 domain kringle yaitu K1-K5.
Dalam aktivasi PLG, enzim protease mencerna PLG menjadi beberapa
fragmen.47
O’Reilly et al. (1994) juga berhasil mengisolasi protein 38 kDa, yang
kemudian dinamakan angiostatin, dari lebih dari 100 liter urin mencit Lewis

29

yang menderita karsinoma paru. Dengan analisis sekuensi, mereka dapat
menemukan bahwa protein ini merupakan fragmen internal plasminogen,
mulai dari asam amino 98 (sekuensi 98-102, valin-tirosin-leusin-serinasam glutamat) dan dengan terminal C pada asam amino 4408.48

Gambar 6. Struktur Baru Angiostatin48

2.3.3. Mekanisme Kerja Angiostatin
Mekanisme

kerja

angiostatin

adalah

dengan

menghambat

proliferasi dan migrasi sel endotel untuk angiogenesis, menghambat
pertumbuhan tumor dan neovaskularisasi. Mekanisme molekular atas efek
inhibisi ini masih terus dipelajari. Beberapa peneliti menunjukkan
angiostatin melakukan efeknya melalui proliferasi sel endotel pembuluh
darah, antiinflamasi, downregulasi langsung pada faktor angiogenik,

30

memicu apoptosis sel endotel pembuluh, dan menurunkan migrasi sel
endotel pembuluh darah.49
Angiostatin menghambat proliferasi sel melalui hambatan pada tPA
dan ATP sintase. Penelitian Schulter et al. (2001) melaporkan bahwa
angiostatin K1-4 dapat menghambat invasi sel endotel yang dipicu
PLG/plasmin dan sel melanoma yang mengekspresikan tPA. Selain itu,
bukti penelitian tingginya afinitas K1-4 ke tPA cukup tinggi. 50
Moser et al. (1999) menunjukkan bahwa angiostatin menghambat
invasi t-PA. Selain itu, peneliti menemukan bahwa subunit alfa dan beta
ATP sintase adalah tempat ikatan angiostatin pada sel endotel vena
umbilikalis manusia. Ditemukan bahwa ikatan angiostatin ke ATP sintase
pada membran plasma dapat menganggu produksi ATP sehingga
menyisakan sel endotel yang lebih rentan mengalami kerusakan sel yang
ireversibel. Dalam keadaan asidosis, tumor memicu translokasi ATP
sintase ke permukaan sel di kaveola dan ikatan angiostatin makin
menurunkan pH intraselular, kemudian memicu apoptosis.50
Setelah mengikat ATP sintase, angiostatin dapat masuk ke
intraselular atau tetap di ekstraselular. Di ekstraselular, angiostatin terus
berikatan dengan ATP sintase yang berada di membran mitokondria
interna menganggu sinyal purinergik ekstraselular sehingga menghambat
penambahan Pi ke ADP pada permukaan sel endotel untuk membentuk
ATP. Di intraselular, angiostatin akan mengikat malat dehidrogenase
(MDH2) pada matriks mitokondria sehingga pada siklus Krebs dan rantai
transpor elektron ditemukan penurunan ATP intraselular. Penurunan

31

produksi ATP akan menurunkan proliferasi sel endotel pembuluh darah.
Selain itu peneliti juga menunjukkan adanya hambatan Bcl-2 (B-cell
lymphoma 2) yang meningkatkan apoptosis sel endotel, peningkatan TSP1 (Thrombospondin-1) yang menghambat angiogenesis, dan penurunan cMyc (Myelocytomatosis) yang menurunkan proliferasi sel tumor.51

Gambar 7. Mekanisme Kerja Angiostatin51

32

Penelitian Pizzo et al. (2000) dilakukan untuk mengevaluasi efek
angiostatin dalam inhibisi ATP sintase. Peneliti menunjukkan bahwa
sintase ATP ditemukan pada seluruh permukaan sel tumor (seperti
HepG2 karsinoma hepatoselular, H1299 NSLC, K562 eritroleukemia, dan
1549 adenokarsinoma) dan ekspresinya tidak berubah dalam kondisi
normal maupun asidosis atau hipoksia. ATP sintase permukaan sel tumor
aktif mensintesis ATP, dengan aktivitas yang meningkat pada keadaan
asidosis. Antibodi ATP sintase dan angiostatin dapat menurunkan
proliferasi sel dengan menyebabkan nekrosis sel pada kondisi asidosis.52
Efek antiinflamasi angiostatin ditunjukkan oleh Benelli et al. (2002)
bahwa angiostatin menghambat migrasi monosit dan neutrofil yang picu
oleh IL-8 (Interleukin 8), MIP-2 (macrophage inflammatory protein 2), dan
growth-regulating

oncogene

α.

Angiostatin

juga

menghambat

angiogenesis in vivo yang dipicu kemokin, seiring dengan hambatan pada
leukosit tersebut. Peneliti menyatakan bahwa sangat mungkin angiostatin
memiliki efek antiinflamasi.53
Interaksi spesifik ditemukan antara domain kringle K4 angiostatin
dan M2-integrin (Mac-1) dan domain K1-3 menghambat antigen fungsi
leukosit (LFA-1) sehingga menghambat adhesi leukosit ke matriks
ekstraselular protein, menghambat migrasi leukosit ke sel endotel. Selain
itu, perlu diketahui bahwa monosit adalah sumber penghasil VEGF, bFGF,
dan

MMPs

(metalloproteinase)

yang

berperan

penting

memicu

angiogenesis. Neutrofil berfungsi memproduksi faktor pertumbuhan
proangiogenik seperti IL-8, TNF-alfa (tumor necrosis factor), sumber

33

proteinase seperti MMP-9 yang mengontrol homeostasis angiogenik
selama neovaskularisasi tumor. Hambatan adhesi dan efek antiinflamasi
dari angiostatin akan menghambat angiogenesis baik pada tumor maupun
keadaan inflamasi kronik. 54

Gambar 8. Efek Inhibisi Angiogenesis oleh Angiostatin55
Efek angiostatin dalam menghambat faktor angiogenik secara
langsung ditunjukkan oleh Hajitou et al. (2002) bahwa ada efek
downregulasi VEGF setelah pemberian angiostatin dan penelitian Redlitz
et al. (1999) menunjukkan angiostatin menurunkan aktivasi MAPK, ERK-1
(extracellular signal regulated kinase-1) dan ERK-2 yang bergantung pada
VEGF dan bFGF. Hal ini akan menandakan penurunan jalur proliferasi sel
endotel.55,56
Efek angiostatin dalam memicu apoptosis ditunjukkan Lucas et al.
(1998) bahwa angiostatin dapat memicu apoptosis sel endotel. Peneliti
menunjukkan bahwa pemberian angiostatin memicu adhesi fokal kinase

34

melalui jalur independen RGD. Proses ini akan mengaktivasi caspase-8,
3, 9.57 Sharma et al. (2004) menunjukkan angiostatin memicu p53, Bax
(Bcl

2

associated

x

protein),

tBid-mediated

cutochrome

c

dan

mengaktivasi jalur Fas untuk apoptosis. Induksi proapoptosis ditemukan
melalui mediasi seramid sfingolipid, aktivasi RhoA, dan downregulasi CDK
(cyclin

dependent

kinase).58

Penelitian

Veitonmaki

et

al.

(2004)

menunjukkan bahwa administrasi angiostatin dengan inhibitor caspase 3
akan menghambat induksi apoptosis sel.59
Lee et al (2009) menunjukkan adanya peningkatkan fragmentasi
DNA selama apoptosis, penurunan ekspresi antiapoptosis Bcl-2 dan
peningkatan p53 pada sel endotel pembuluh darah. Bahkan, mereka
menunjukkan peningkatan ekspresi trombospondin-1 pada pemberian
angiostatin di mana trombospondin-1 adalah protein angiogenesis dengan
mekanisme penurunan protein c-Myc, menurunkan proliferasi dan
meningkatkan apoptosis.60
Angiostatin menghambat migrasi sel melalui efek pada angiomotin
dan integrin. Efek angiostatin pada angiomotin ditunjukkan oleh
Troyanovsku et al. (2001) bahwa angiostatin

berikatan dengan

angiomotin, protein yang berperan dalam migrasi sel endotel. Fungsi
angiomotin adalah memicu angiogenesis sehingga ikatan angiostatin pada
struktur ini akan menghambat aktivitasnya.61
Efek angiostatin pada integrin ditunjukkan Tarui et al. (2001) bahwa
angiostatin menghambat integrin αvβ3 integrin pada permukaan sel
endotel arteri sapi. Jalur ini dengan memblok ikatan plasmin ke αvβ3.

35

Penurunan integrin akan menghambat migrasi sel endotel sehingga
proses angiogenesis akan terhambat.62

2.3.4. Manfaat Potensial dari Angiostatin Rekombinan
Penelitian O’Reilly tahun 1996 mencoba membuat angiostatin
rekombinan dengan cara mereaksikan PLG dengan elastase. Hasilnya
mereka berhasil mengisolasi suatu fragmen 40 kDa, terdiri dari K1-4 dan
mini PLG dengan K5 melekat pada domain katalitik plasmin. Senyawa ini
memiliki terminal N pada asam amino 97-99 PLG manusia, regio yang
hampir sama dengan angiostatin. Senyawa ini kemudian ditambahkan ke
model mencit dengan karsinoma paru dan menunjukkan adanya
hambatan bFGF dan VEGF. Pengamatan setelah tumor primer diangkat
adalah tidak terdeteksi lagi angiostatin, dan tidak ada lagi angiogenesis.63
Pada penelitian lain oleh Folkman et al. (1971) membuat suatu
angiostatin mencit dengan K1-K3 dan sekuensi asam amino Asp20
sampai Ser32-Ser-Arg97 sampai Gly458. Rekombinan ini memiliki
panjang molekul lebih besar yaitu 52 kDa dengan kelebihan 14 asam
amino pada terminal N, namun tidak memberikan perbedaan yang berarti
untuk efek anti angiogenesis tumor. Senyawa kemudian diberikan pada
sel tumor fibrosarkoma T241 dengan transfeksi mencit dan menunjukkan
bahwa perkembangan primer tumor dan metastasis terinhibisi.40

36

2.3.5. Ekskresi Angiostatin Melalui Ginjal
Mekanisme bagaimana ekskresi angiostatin ke urin masih belum
diketahui dengan jelas. Angiostatin merupakan fragmen pemecahan dari
plasminogen (PLG). Pasminogen sendiri dibentuk dari rantai berat (aminoterminal) dimana rantai ini terdiri dari 5 domain kringle (K) dan rantai
ringan

(carboxyl-terminal).

menyatakan bahwa

Penelitian

oleh

domain kringle ini

Urano

T

memfasilitasi

tahun

1987

plasminogen

berikatan dengan molekul besar seperti fibrinogen dan juga dengan ligan
molekul kecil seperti ion klorida (Cl). Aktivasi PLG oleh urokinase urin
manusia dihambat oleh Cl- pada konsentrasi fisiologis. Ketika absorpsi
Na+ terjadi di tubulus renalis, Cl- juga ikut diabsorpsi sebagai counter ion.
Adanya fakta bahwa konsentrasi ion Cl- berbeda-beda selama filtrasi
glomerulus, maka aktivasi plasminogen melalui ikatan dengan klorida juga
dapat terjadi secara bermakna. Hal inilah yang mengakibatkan produksi
dari fragmen plasminogen seperti angiostatin dan plasmin ada di urin.16
Linder et al. tahun 1999 meneliti angiostatin pada 117 urin pasien
kanker dengan densitometri Western blot dan menemukan bahwa kadar
angiostatin urin 27 ± 75 mikrogram/liter, yang secara signifkan lebih tinggi
dibandingkan kontrol 3 ± 3 mikrogram/liter.64 Cao et al. tahun 2000 juga
mengukur angiostatin dan PLG/plasmin di urin pasien kanker ovarium dan
menemukan bahwa PLG/plasmin berada dalam kadar yang sangat rendah
dan tidak ditemukan adanya angiostatin pada urin kontrol dibandingkan
kadar PLG/plasmin yang tinggi pada pasien kanker dan terdeteksinya
angiostatin.65

37

2.4.

Kerangka Teori
GROWTH FACTORS
(VEGF, FGF)

APOPTOSIS

ONCO-GENES DAN
TUMOR SUPPRESSOR

TUMOR OVARIUM
(fase prevaskuler)

HIPOKSIA
(Hypoxiainducible
factor, HIF-1),
pro/antiangiogenik,
protein matriks
ekstraseluler dan
protease

ANGIOGENESIS

KESEIMBANGAN PROANGIOGENIK
(angiogenic growth factors) dan
ANTIANGIOGENIK (angiogenesis inhibitors)

“ANGIOGENIC SWITCH”
PRO-ANGIOGENIK
(VEGF, FGF, Angiopoitin, integrin, TNFα, TNF-β, angiogenin, MMP-9, TGFβ,
PDGF)
meningkat (serum, urin)

TUMOR OVARIUM

ANTI-ANGIOGENIK
(angiostatin, endostatin)
meningkat (serum, urin)

ANGIOSTATIN URIN ↑

(fase vaskuler)

NEOVASKULARISASI

PREDIKTOR
KEGANASAN

TUMOR OVARIUM GANAS
(Progresif dan Metastase)

38

2.5.

Kerangka Konsep

TUMOR OVARIUM EPITEL
GANAS

ANGIOSTATIN URIN

Variabel Bebas (independen)
Variabel Tergantung (dependen)

39