Kadar Angiostatin Urin pada Tumor Ovarium Epitel Jinak dan Tumor Ovarium Epitel Ganas

(1)

Seminar Hasil Tesis Spesialis

KADAR ANGIOSTATIN URIN PADA TUMOR

OVARIUM EPITEL JINAK DAN TUMOR OVARIUM

EPITEL GANAS

OLEH

Sri Damayana Harahap

PEMBIMBING :

1. dr. Deri Edianto, M. Ked (OG), SpOG.K 2. dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K

PENYANGGAH :

1. Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K

2. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked(OG), SpOG.K 3. dr. Iman Helmi Effendi, M. Ked (OG), SpOG.K

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

2014


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5

Pembimbing : dr. Deri Edianto, M. Ked (OG), Sp.OG.K

dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K

Penyanggah : Prof. dr. M. Fauzie Sahil, Sp.OG.K

Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked

(OG), SpOG.k

dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked (OG),

SpOG. K

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam


(3)

KADAR ANGIOSTATIN URIN PADA TUMOR OVARIUM EPITEL JINAK DAN TUMOR OVARIUM EPITEL GANAS

Damayana S

Sahil MF, Siregar FG, Effendi IH , Edianto D, Siregar HS,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Indonesia, Maret 2014 ABSTRAK

LATAR BELAKANGPemeriksaan klinis, pemeriksaan ultrasonografi dan pencitraan serta profil tumor marker dilakukan agar dapat membedakan tumor ovarium jinak dengan tumor ovarium ganas. Sebagian besar penanda tumor yang ditemukan untuk kanker ovarium didasarkan kepada klinikopatologi ( penentuan stadium dan perkembangan tumor) sehingga sulit mendeteksi kanker pada stadium dini. Tumor ganas dianggapmenghasilkan inhibitor angiogenesis seperti endostatin (ES), angiostatin (AS), dan trombospondin. Selain itu, endostatin dan angiostatin ditemukan dalam urin pasien kanker ovarium epitel, sehingga dapat digunakan sebagai penanda untuk kanker ovarium epitel.

TUJUAN: Untuk mengetahui perbedaan kadar angiostatin pada urin penderita tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas

METODE: Penelitian ini merupakan penelitian analisis komparatif dengan pendekatanpotong lintang. Penelitian di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi dan RS Jejaring FK USU di Medan. Pemeriksaan kadar angiostatin urindi Laboratorium Prodia Medan. Penelitian mulai bulanDesember 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi. Populasi adalah seluruh pasien tumor ovarium dan telah di rencanakanuntuk operasi elektif. Pada penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 0,05 dan interval kepercayaan 95 % maka jumlah sampel minimal masing-masing grup adalah 19 orang. Pengambilan sampel secara consecutive sampling.

HASIL:Mayoritas penderita tumor ovarium ganas adalah usia 20-50 tahun(73%), belum menopause(78%), paritas ≥1 (73%) dan usia menarche pada usia <14 tahun(89%). Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, kelompok tumor ovarium jenis ganas yang terbanyak adalah Adenocarcinoma Serosum Ovarii (26.3%). Tumor ovarium epitel ganas mempunyai kadar angiostatin urin 202,616 ± 229,1864 yang lebih tinggi dari tumor epitel ovarium jinak yaitu 90,568 ± 145,362. Dengan nilai p value 0,034. Berdasarkan uji statistik independent sample test didapatkan hasil nilai p<0,05 yang menunjukkan ada perbedaan yang bermakna kadar Angiostatin urin tumor ovarium epitel ganas dan jinak. KESIMPULAN: Terdapat perbedaan bermakna kadar angiostatin urin pada tumor ovarium epitel ganasdan tumor ovarium epitel jinak.

KATA KUNCI : Angiostatin urin, Tumor Ovarium Epitel Ganas, Tumor Ovarium Epitel Jinak

URINARY ANGIOSTATIN LEVELS IN BENIGN AND MALIGNANT OVARIAN EPITHELIAL TUMOR


(4)

Damayana S

Sahil MF, Siregar FG, Effendi IH , Edianto D, Siregar HS,

Department of Obstetric dan Gynecologic Medical Faculty of University of Sumatera Utara,

Indonesia, March 2014 ABSTRACT

BACKGROUND: Clinical examination, ultrasound and imaging and tumor marker profile performed in order to distinguish benign ovarian tumors and malignant ovarian tumors. Most of the tumor marker in ovarian cancer based on clinicopathologic (staging and tumor progression) as of difficult to detect cancer at earlier stage. Malignant tumors are considered produce angiogenesis inhibitors such as endostatin (ES), angiostatin (AS), and trombospondin. In addition, endostatin and angiostatin is found in the urine of epithelial ovarian cancer patients, so it can be used as a marker for epithelial ovarian cancer.

OBJECTIVE: To determine differences between angiostatin levels in urinary patients with benign epithelial ovarian tumors and malignant epithelial ovarian tumors

METHODS: This study is a comparative analysis with cross-sectional approach at Obstetrics and Gynecology Department at H.Adam Malik hospital, Pirngadi general hospital and Network Hospital in Medan. Examination of urinary angiostatin levels in Prodia Laboratory Medan. The study began in December 2013 until the sample size is met. The population is all patient with ovarian tumor and has been planned to elective surgery. In this study, the significance level (α) of 0.05 and 95 % confidence intervals of the minimum number of samples in each group is 19. Sampling is a consecutive sampling.

RESULTS: The majority of patients with malignant ovarian tumors were aged 20-50 years (73 %), premenopausal (78 %), parity ≥ 1 (73 %) and the age of menarche at age < 14 years (89 %). Based on the results of the histopathologic examination, the most group type of malignant ovarian tumors are serosum Adenocarcinoma of the ovary (26.3 %). Malignant epithelial ovarian tumors have urinary angiostatin levels 202.616 ± 229.1864 higher than that of benign ovarian epithelial tumors 90.568 ± 145.362 with p value of 0.034. Based on the statistical test of independent sample test, showed a p-value of < 0.05 which showed significant difference of urinary angiostatin levels of malignant and benign epithelial ovarian tumors.

CONCLUSION: There are significant differences in the urinary angiostatin level between malignant epithelial ovarian tumors and benign epithelial ovarian tumors.

KEYWORDS: urine angiostatin, Malignant Epithelial Ovarian Tumors, Benign Epithelial Ovarian Tumors.


(5)

KATA PENGANTAR

“Bissmillahirrohmanirrohim”

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur Saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam saya haturkan kepada nabi Muhammad S.A.W, beserta seluruh anbiyaa’ dan para rasul.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa Saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan Saya kiranya Tesis ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang

Kadar Angiostatin Urin pada Tumor Ovarium Epitel Jinak dan Tumor Ovarium Epitel Ganas”.

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah Saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM&H), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH), yang telah memberikan kesempatan kepada Saya untuk mengikuti


(6)

Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan

2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K); Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG (K).

3. Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K); Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG (K.

4. Kepada Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Djafar Siddik, SpOG (K);; Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K); Prof. Dr. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K); Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K); Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K); Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K); Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K); Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K); yang telah bersama-sama berkenan menerima Saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut.

5. Khususnya kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K); yang telah memberi Saya kesempatan untuk dapat menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi


(7)

FK-USU. Saya ucapkan Terimakasih yang tidak terhingga, semoga Allah SWT membalas kebaikan beliau.

6. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (K-GEH), dr. Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), SpOG.K, dr. M. Rusda, M.Ked (OG), SpOG.K, dr. Zainuddin Amir, SpP yang telah banyak membantu saya selama menjalani pendidikan ini.

7. Ketua Divisi Onkologi Ginekologi Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) dan Sekretaris Divisi Onkologi Ginekologi dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG(K) yang telah mengizinkan Saya untuk melakukan penelitian ini. 8. dr. Deri Edianto, M. Ked(OG), SpOG(K) selaku Bapak Angkat Saya

selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada Saya selama dalam pendidikan.

9. dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), dr.Henry Salim Siregar, SpOG(K) selaku pembimbing tesis Saya, bersama Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked(OG), SpOG(K), dan dr. Iman Helmi Effendi, M. Ked (OG), SpOG. K, selaku pembanding tesis Saya yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dengan penuh kesabaran dalam melengkapi penulisan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.

10. Kepada Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K dan dr. Roy Yustin Simanjuntak, SpOG.K selaku Pembimbing Tesis Magister saya


(8)

bersama dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, dr. Yostoto B. Kaban, SpOG.K, dr. Johni Marpaung, M. Ked(OG), SpOG, yang berjudul “ Efektifitas Penatalaksanaan Mual dan Muntah pada pasien Kanker Ovarium yang mendapat kemoterapi yang dinilai dengan Functional living Indeks Emesis ( FLIE) “

11. Kepada dr. Muara P. Lubis, M.Ked(OG),SpOG(K) selaku pembimbing Minireferat Magister Saya yang berjudul: “ Meckel Gruber Syndrome”. Kepada dr.Johni Marpaung, M. Ked(OG), SpOG selaku pembimbing Minireferat Fetomaternal Saya yang berjudul: ” Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS) Sebagai Tokolitik”. Kepada Dr. dr.Binarwan Halim, M. Ked(OG), SpOG(K) selaku pembimbing Minirefarat Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi Saya yang berjudul: ” GNRH dan GNRH Analog ”. Kepada Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) selaku pembimbing minirefarat Onkologi-Ginekologi Saya yang berjudul: “ Urinari Diversion ”.

12. Para guru yang saya hormati, seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik Saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik Guru-guru Saya tersebut.

13. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dr. Lukman Hakim Nasution, SpKK yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada Saya selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.


(9)

14. Kepada dr. Putri C. Eyanoer, MSEpi, Phd sebagai pembimbing statistik yang telah memberikan waktu dan tenaga dalam membantu dalam penyelesaian tesis ini.

15. Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, dr. Amran Lubis, SpJP; dan khususnya Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG(K); Ketua koordinator PPDS Obgin RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Sanusi Piliang, SpOG; Ketua Komite Penelitian di RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Fadjrir, SpOG beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada Saya selama menempuh pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

16. Kepada dr. Rushakim Lubis, SpOG terima kasih atas nasehat yang telah diberikan kepada saya selama menjalani masa pendidikan.

17. Kepada dr. John S. Khoman, SpOG (K) dan dr. Roy Yustin, SpOG(K) terima kasih banyak atas segala nasehat, arahan, dan bimbingannya kepada Saya selama bertugas di Divisi Onkologi Ginekologi RSUD dr. Pirngadi Medan.

18. Direktur Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dr. Yazim Yaqub, SpOG; beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana serta bimbingan selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.


(10)

19. Direktur Rumah Sakit Umum PTPN II Tembakau Deli; dr. Sofyan Abdul Ilah, SpOG dan dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG (K) beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama Saya bertugas menjalani pendidikan di Rumah Sakit tersebut.

20. Direktur RSU Haji Medan; dan Kepala SMF Obstetri dan Gnekologi RSU Haji Medan dr. Muslich Perangin-angin, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana serta bimbingan kepada Saya selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

21. Direktur RSU Sundari Medan; dan Kepala SMF Obstetri dan Gnekologi RSU Sundari Medan dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG dan Ibu Sundari, Am.Keb beserta staf yang telah memberi kesempatan dan bimbingan selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.

22. Direktur RSUD Panyabungan drg. Bidasari; beserta staf yang telah memberikan kesempatan untuk bekerja dan memberikan bantuan moril selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.

23. Ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK-USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama Saya bertugas di Departemen tersebut.

24. Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama Saya bertugas di Departemen tersebut.

25. Kepada senior-senior Saya, dr. Teuku Rahmat Iqbal, SpOG; dr. T.M. Rizki, SpOG; dr. Mulda, SpOG, dr. Sim Romi, SpOG, dr. Simon P.


(11)

Saing, SpOG, dr. Sukhbir Singh, SpOG, dr. Ferry Simatupang, SpOG; dr. Dwi Faradina, M.Ked(OG), SpOG; dr. Hj. Dessy Hasibuan, SpOG, dr. Rony P. Bangun, SpOG, dr. Alim Sahid, SpOG, dr. Ilham Sejahtera L, SpOG; dr. Nur Aflah, SpOG, dr. Yusmardi, SpOG, dr. Gorga IVW Udjung, SpOG, dr. Siti S. Sylvia, SpOG, dr. David Luther, SKM, M.Ked(OG), SpOG, dr. Anggia Melanie L, SpOG; dr. Maya Hasmita SpOG, dr. Riza H. Nasution, SpOG, dr. Lili Kuswani, SpOG; dr. M. Ikhwan, SpOG, dr. Edward Muldjadi, SpOG, dr. Ari Abdurrahman Lubis, SpOG, dr. Zilliyadein R, SpOG, dr. Benny J, SpOG, dr. M. Rizki Yaznil, M.Ked(OG), SpOG, dr. Yuri Andriansyah, SpOG, dr. T. Jeffrey A, SpOG; dr. Made S. Kumara, SpOG, dr. Sri Jauharah L, SpOG, dr. M. Jusuf Rahmatsyah, M.Ked(OG), SpOG; dr. Boy P. Siregar, SpOG, dr. Hedy Tan, SpOG, dr. Glugno Joshimin F, SpOG, dr. Firman A, SpOG; dr. Aidil A, SpOG; dr. Rizka H, SpOG; dr. Hatsari, SpOG, dr. Reynanta SpOG, dr. Andri P. Aswar, SpOG, dr. Alfian ZS SpOG, dr. Errol, SpOG, dr. T. Johan A., M.Ked(OG), SpOG; dr. Tigor PH, M.Ked(OG), SpOG; dr. Elvira MS, M.Ked(OG), SpOG; dr. Hendry AS, M.Ked(OG), SpOG; dr. Heika NS, M.Ked(OG), SpOG; dr. Riske EP, M.Ked(OG); dr. Ali Akbar, M.Ked(OG), SpOG; dr. Arjuna S, M.Ked(OG), SpOG; dr. Janwar S, M.Ked(OG), SpOG; dr. Irwansyah P, M.Ked(OG), SpOG; dr.Ulfah WK, M.Ked(OG), SpOG; dr. Ismail Usman, M.Ked(OG), SpOG; dr. Aries M, dr.Hendri Ginting, M.Ked(OG), SpOG, dr. Robby Pakpahan, dr. Meity Elvina, M.Ked(OG),


(12)

SpOG, dr. M. Yusuf, M.Ked(OG), SpOG; dr. Dany Aryani, M.Ked(OG), SpOG; dr. Fatin Atifa, M.Ked(OG), SpOG; Saya berterima kasih atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

26. Kepada sahabat-sahabat saya sejawat satu angkatan: dr. Pantas S Siburian, M. Ked(OG); dr. Morel Sembiring, M. Ked(OG); dr. Eka Handayani, M.Ked(OG); dr. Liza Marosa, M. Ked(OG); dr. M Rizki Pratama Yudha, M. Ked(OG); dr. M. Arif Siregar, M. Ked(OG), SpOG; dr. Ferdiansyah Putra Hrp, M.Ked(OG), SpOG; dr. Yudha Sudewo, M. Ked(OG), SpOG; dr. Henry Gunawan terima kasih untuk kebersamaan dan kerjasamanya selama pendidikan hingga saat ini.

27. Teman sejawat yang pernah bekerjasama dengan saya dalam tim jaga: dr. Eka Handayani, M.Ked(OG), dr. Liza Marosa, M.Ked(OG), dr. Hendri Gunawan, dr. Hotbin Purba, M.Ked(OG), dr. Novrial, M. Ked(OG), dr. Julita M.Ked(OG), dr. Alfred H. sinuhaji, dr. Meifi, dr. Hilma, M.Ked(OG), dr. Hamimah, dr. Hendri Tarigan Tua, dr. Yufy, dr. M. Wahyu Utomo, dr. Masithah Taharudin, dr.Mario, dr. Rizal K. Aritonang, dr. Putra, dr. Irfan Hamidi, dr. Nisa, dr. Vita, dr. Qisthi Aufa Lubis, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini, kenangan indah akan Saya ingat selamanya.

28. Rekan-rekan PPDS yang sangat baik: dr. Ika Sulaika, dr. Edward SM, M.Ked(OG), dr. Erwin Edi S, dr. Abdur Rohim, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ricca PR, M.Ked(OG), dr. Novrial, M.Ked(OG), dr. M. Rizal Sangadji,


(13)

M.Ked(OG), dr. Julita Andriani Lubis, M.Ked(OG), dr. Ivo F. Canitry, M.Ked(OG, SpOG), dr. Wahyu Wibowo, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ray Christy Barus, M.Ked(OG), SpOG, dr. Fifianty PA, dr. Anindita N, M.Ked(OG), SpOG, dr. Hiro Hidaya Danial Nst, M.Ked(OG), dr. M. Faisal Fahmi, dr. Dezarino M.Ked(OG), dr. Chandran Frinaldo Saragih, dr. Alfred HS, dr. Hilma Putri Lbs, M.Ked(OG), dr. Reni A M.Ked(OG), dr. Aliya Hanifa, dr. Dewi Andriyati, dr. Jesurun B.D. Hutabarat, dr. Meifi Elvira, dr. Juhriyani M. Lubis, dr. Hendrik A. Tarigan Tua, dr. Rahmanita, dr. Yasmien H, dr. Ninong Ade Putri, M.Ked(OG), dr. Apriza, dr. Arvitamuryani, dr. Yufi P, dr. Indra Setiawan, dr. Servin P. Djaganata, dr. Bandini, dr. Hamima Nurul Adisti, M.Ked(OG), dr. Dina Kusuma W, dr. Wahyu Utomo, dr. Nafon, dr. Obed Paul A Simatupang, dr. Reni J, dr. Eva M, dr. Eunike, dr. Donny, dr. Dalmy Iskandar, dr. T Larry A, dr. Aurora MF, dr. Irliyan Saputra, dr. Ratih Puty Hariandy, dr. Yusrizal, dr. Lydia, dr. Citra, dr. Zulkarnain T, dr. Abdul Gafur, dr. Iman Syaputra, dr. D. Irsat Syafardi, dr. Ahmad Syafiq, dr. Azano Syahriza S, dr. Tony Simarmata, dr. Imron Porkas Lubis, dr. Titi Amalia, dr. Sofwatul Mardiah, dr. Luthfi Aditiarahman, dr. Citra L Hasibuan, dr. Azano Syahriza, dr. Titi Amalia, dr. Anisya Friskasari Hasibuan, dr. Irvan Arifianto, dr. Muhar Yunan Tanjung, dr. Marissa Jentri LT, dr. Dahler Sandana Srg, dr. Devi Meliana Syam, dr. Syauki, dr. Dyah Nurvita, dr. Isnayu, dr. Ria Suci, almh. dr. Kartika Sari, dr. Nutrisia, dr. Rizky, dr. Wardy, dr. Fakhrurrazi, dr. Mervina, dr. Rina, dr. Vivi, dan dr.


(14)

RA Dewi Utari, dr. Roy Bangun, dr. Dewi Leva, dr. Cherri Kumalasari, dr.Masdarul. Terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

29. Kepada almh. Ibu Hj. Asnawati Hsb, Ibu Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah, Mimi, dan seluruh Pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

30. Dokter muda, Bidan, Paramedis, karyawan/karyawati, serta para pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, RSUD dr. Pirngadi Medan, RS. Haji Medan, RS. Sundari, Rumah Sakit Umum PTPN II Tembakau Deli, Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan, yang dari padanya Saya banyak memperoleh pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada Saya sehingga dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.

31. Tiada kata yang dapat Saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT dan sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga Saya sampaikan kepada kedua orang tua Saya yang sangat Saya cintai, Ayahanda IR. H. Nukman Harahap dan ibunda Almarhumah Hj. Nur Deliana samosir yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik Saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani


(15)

hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada Saya selama mengikuti pendidikan ini.

32. Kepada yang terhormat, kedua orangtua mertua, Drs. H. Rida Amran Siregar serta Hj. NurBainah Siregar. Terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala dukungan yang telah diberikan kepada saya dan keluarga. Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan yang telah diberikan selama ini

33. Kepada Suamiku tercinta Faizal Amri Siregar ST, terima kasih atas doa, keikhlasan dan kesetiaan yang tinggi menunggu saya menyelesaikan pendidikan ini, dan ketiga putri saya terkasih Anandya Annisa Amri Siregar, Akayla Maykeisha Amri Siregar dan Aurelza Miereyda Amri Siregar. Yang memberi inspirasi serta penyemangat saya dalam menyelesaikan pendidikan ini.

34. Kepada saudara kandung Saya, M. Fidri Ardiansyah Harahap. Kepada saudara ipar yang saya , dr. Farida Hanum siregar, Kolonel Indra Maulana Harahap, Fitra Hayati siregar SH, Al Kamra SH, dr. Finta Sari Siregar. dr. Irwansyah Batubara. Dan kakak saya Takariani, terima kasih atas bantuan, dorongan semangat dan doa kepada Saya selama menjalani pendidikan.


(16)

35. Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat Saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Medan, Maret 2014


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR SINGKATAN ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 8

2.1. Insidensi ... 8

2.2. Etiologi ... 10

2.3. Faktor Resiko ... 12

2.4. Klasifikasi Histologi ... 15

2.5. Gejala dan Tanda Klinis Tumor Ganas Ovarium ... 22

2.6. Diagnosa dan Penatalaksanaan Tumor Ganas Ovarium ... 23

2.6.1. Pembedahan ... 23

2.6.2. Kemoterapi ... 23

2.6.3. Radiasi ... 25

2.7. Penanda Tumor atau Biomarker ... 26

2.8. Angiogenesis ... 26

2.9. Angiostatin ... 29

2.9.1. Struktur Angiostatin ... 30

2.9.2. Patofisiologi ... 30

2.9.3. Deskripsi Protein ... 31

2.9.4. Homologi Penting ... 32

2.9.5. Modifikasi Paska Translasi ... 32


(18)

2.9.7. Rangsangan Pemicu dan Penghambat

Termasuk Modulator Eksogen dan Endogen ... 34

2.9.8. Penggunaan Angiostatin dalam Diagnostik ... 35

2.10. Kerangka Teori ... 39

2.11. Kerangka Konsep ... 40

2.12. Hipotesa ... 40

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 41

3.1. Rancangan Penelitian ... 41

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

3.3. Populasi dan Sampel ... 41

3.3.1. Populasi Penelitian ... 41

3.3.2. Sampel Penelitian ... 41

3.4. Kriteria Penelitian ... 42

3.4.1. Kriteria Inklusi ... 42

3.4.2. Kriteria Eksklusi ... 42

3.5. Besar Sampel ... 42

3.6. Batasan Operasional ... 43

3.7. Bahan dan Cara Penelitian ... 46

3.8. Pengolahan dan Analisa Data ... 53

3.9. Etika Penelitian ... 53

3.10. Alur Penelitian ... 54

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

4.1. Hasil Penelitian ... 55

4.2. Uji Hipotesa ... 60

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1. Kesimpulan ... 61

5.2. Saran ... 61


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Histologis Kanker Epitel Ovarium (Modifikasi Dari WHO 2003) ... 18 Tabel 2.2. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO ... 18 Tabel 2.3. Generasi Enzimatik Protein Angiostatin dari

Plasminogen dalam Sistem Sel Bebas ... 33 Tabel 2.4. Generasi Enzimatik Protein Angiostatin dari

Plasminogen dalam Sistem Sel ... 34 Tabel 2.5. Efek Protein Angistatin Manusia pada Tumor Primer ... 36 Tabel 2.6. Efek Pemindahan Gen Protein Angisotatin pada Primer 36 Tabel 2.7. Kombinasi Efek Protein Angistatin dan Radiasi pada

Berbagai Tumor ... 37 Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Pasien dengan Tumor Ovarium

Epitel ... 55 Tabel 4.2. Distribusi Hasil Histopatologi Tumor Ovarium Epitel

Jinak dan Tumor Ovarium Epitel Ganas ... 57 Tabel 4.3. Perbedaan Kadar Angiostatin Urin antar Tumor


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model pengembangan kanker epitel ovarium dan perubahan molekuler yang berhubungan dengan subtype histologis yang berbeda ... 17


(21)

DAFTAR SINGKATAN

AS angiostatin ASI Air Susu Ibu

bFGF basic Fibroblast Growth Factor BRCA Breast Cancer Antigen

CAM chick chorioallantoic membrane cDNA complementary deoxyribonucleic acid DNA Deoxyribo Nucleic Acid

ELISA Enzyme-linked immunoabsorbent assay ES endostatin

FGF Fibroblast Growth Factor

FIGO International Federation of Gynecology dan Obstetrics GF Growth Factor

hMLH1 human MutL homolog 1 hMSH2 human Muts homolog 2 HNF Hepatocyte Nuclear Factor

HNPCC HeriditerNonpolyposis Colorectal Cancer HRP horse radish peroxidase

KB Keluarga Berencana KEO KankerOvariumEpitel KGB Kelenjar Getah bening LLC Lewis Lung Carcinoma MI Microsatellite Instability


(22)

MME Metalloelastase

MMP Matrix Metalloproteinase MMPs Matrix Metalloproteinases mRNA messenger Ribo Nucleic Acid PTEN phosphatase and tensin homolog TCC Transitional Cell Carcinoma TGF tumor growth factor

TMB tetra methyl benzidine TrK Tyrosine Receptor Kinase

VEGF Vascular Endothelial Growth Factor WHO World Health Organization


(23)

KADAR ANGIOSTATIN URIN PADA TUMOR OVARIUM EPITEL JINAK DAN TUMOR OVARIUM EPITEL GANAS

Damayana S

Sahil MF, Siregar FG, Effendi IH , Edianto D, Siregar HS,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Indonesia, Maret 2014 ABSTRAK

LATAR BELAKANGPemeriksaan klinis, pemeriksaan ultrasonografi dan pencitraan serta profil tumor marker dilakukan agar dapat membedakan tumor ovarium jinak dengan tumor ovarium ganas. Sebagian besar penanda tumor yang ditemukan untuk kanker ovarium didasarkan kepada klinikopatologi ( penentuan stadium dan perkembangan tumor) sehingga sulit mendeteksi kanker pada stadium dini. Tumor ganas dianggapmenghasilkan inhibitor angiogenesis seperti endostatin (ES), angiostatin (AS), dan trombospondin. Selain itu, endostatin dan angiostatin ditemukan dalam urin pasien kanker ovarium epitel, sehingga dapat digunakan sebagai penanda untuk kanker ovarium epitel.

TUJUAN: Untuk mengetahui perbedaan kadar angiostatin pada urin penderita tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas

METODE: Penelitian ini merupakan penelitian analisis komparatif dengan pendekatanpotong lintang. Penelitian di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi dan RS Jejaring FK USU di Medan. Pemeriksaan kadar angiostatin urindi Laboratorium Prodia Medan. Penelitian mulai bulanDesember 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi. Populasi adalah seluruh pasien tumor ovarium dan telah di rencanakanuntuk operasi elektif. Pada penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 0,05 dan interval kepercayaan 95 % maka jumlah sampel minimal masing-masing grup adalah 19 orang. Pengambilan sampel secara consecutive sampling.

HASIL:Mayoritas penderita tumor ovarium ganas adalah usia 20-50 tahun(73%), belum menopause(78%), paritas ≥1 (73%) dan usia menarche pada usia <14 tahun(89%). Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, kelompok tumor ovarium jenis ganas yang terbanyak adalah Adenocarcinoma Serosum Ovarii (26.3%). Tumor ovarium epitel ganas mempunyai kadar angiostatin urin 202,616 ± 229,1864 yang lebih tinggi dari tumor epitel ovarium jinak yaitu 90,568 ± 145,362. Dengan nilai p value 0,034. Berdasarkan uji statistik independent sample test didapatkan hasil nilai p<0,05 yang menunjukkan ada perbedaan yang bermakna kadar Angiostatin urin tumor ovarium epitel ganas dan jinak. KESIMPULAN: Terdapat perbedaan bermakna kadar angiostatin urin pada tumor ovarium epitel ganasdan tumor ovarium epitel jinak.

KATA KUNCI : Angiostatin urin, Tumor Ovarium Epitel Ganas, Tumor Ovarium Epitel Jinak

URINARY ANGIOSTATIN LEVELS IN BENIGN AND MALIGNANT OVARIAN EPITHELIAL TUMOR


(24)

Damayana S

Sahil MF, Siregar FG, Effendi IH , Edianto D, Siregar HS,

Department of Obstetric dan Gynecologic Medical Faculty of University of Sumatera Utara,

Indonesia, March 2014 ABSTRACT

BACKGROUND: Clinical examination, ultrasound and imaging and tumor marker profile performed in order to distinguish benign ovarian tumors and malignant ovarian tumors. Most of the tumor marker in ovarian cancer based on clinicopathologic (staging and tumor progression) as of difficult to detect cancer at earlier stage. Malignant tumors are considered produce angiogenesis inhibitors such as endostatin (ES), angiostatin (AS), and trombospondin. In addition, endostatin and angiostatin is found in the urine of epithelial ovarian cancer patients, so it can be used as a marker for epithelial ovarian cancer.

OBJECTIVE: To determine differences between angiostatin levels in urinary patients with benign epithelial ovarian tumors and malignant epithelial ovarian tumors

METHODS: This study is a comparative analysis with cross-sectional approach at Obstetrics and Gynecology Department at H.Adam Malik hospital, Pirngadi general hospital and Network Hospital in Medan. Examination of urinary angiostatin levels in Prodia Laboratory Medan. The study began in December 2013 until the sample size is met. The population is all patient with ovarian tumor and has been planned to elective surgery. In this study, the significance level (α) of 0.05 and 95 % confidence intervals of the minimum number of samples in each group is 19. Sampling is a consecutive sampling.

RESULTS: The majority of patients with malignant ovarian tumors were aged 20-50 years (73 %), premenopausal (78 %), parity ≥ 1 (73 %) and the age of menarche at age < 14 years (89 %). Based on the results of the histopathologic examination, the most group type of malignant ovarian tumors are serosum Adenocarcinoma of the ovary (26.3 %). Malignant epithelial ovarian tumors have urinary angiostatin levels 202.616 ± 229.1864 higher than that of benign ovarian epithelial tumors 90.568 ± 145.362 with p value of 0.034. Based on the statistical test of independent sample test, showed a p-value of < 0.05 which showed significant difference of urinary angiostatin levels of malignant and benign epithelial ovarian tumors.

CONCLUSION: There are significant differences in the urinary angiostatin level between malignant epithelial ovarian tumors and benign epithelial ovarian tumors.

KEYWORDS: urine angiostatin, Malignant Epithelial Ovarian Tumors, Benign Epithelial Ovarian Tumors.


(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel. Pada tahun 2009, American Cancer Society melaporkan bahwa terdapat 21.000 wanita yang menderita kanker ovarium, dimana 70% diantaranya terdiagnosa pada stadium lanjut. Oleh karena itu, kurang dari 50% pasien dapat hidup selama 5 tahun setelah diagnosis awal.

Di seluruh dunia, sekitar 125.000 orang wanita meninggal setiap tahun karena kanker ovarium. Tingkat insiden tertinggi terjadi di negara-negara maju, terutama Eropa Utara. Dari jumlah tersebut, karsinoma ovarium epitelial terdiri dari 90 sampai 95 persen dari semua kasus, termasuk tumor diferensiasi potensi ganas rendah.

1,2,3,4,5,6

2,3,4,6

Menurut penelitian Stephen suh, Tumor ovarium baik jinak maupun ganas merupakan penyakit ginekologi yang sering diteliti dalam studi

proteomic, dalam upaya menemukan penanda tumor (tumor marker) paling efektif dalam hal membedakan keduanya. Hal ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan terapi yang optimal untuk tumor ovarium jinak maupun ganas.Dalam dua dekade terakhir telah diidentifikasi lebih dari duaratus biomarker untuk kanker ovarium.3,8


(26)

Pemeriksaan klinis yang meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan ultrasonografi dan pencitraan serta profil tumor marker dilakukan agar dapat membedakan tumor ovarium jinak dengan tumor ovarium ganas. Hal ini dilakukan agar tercapai prognosis yang lebih baik dengan penanganan yang tepat. Dalam studi

Systematic Review dinyatakan bahwa prognosis yang lebih baik dapat dicapai pada pasien kanker ovarium, apabila dapat dirujuk sedini mungkin dan ditemukan pada stadium awal sehingga dapat segera mendapat penanganan atau terapi yang tepat oleh ahli onkologi ginekologi pada pusat pelayanan kesehatan yang lengkap.

Untuk mendeteksi stadium awal kanker ovarium atau mencegah pembedahan yang tidak perlu, maka diperlukan strategi pemeriksaan dan skrining yang memiliki sensitivitas > 75% dan spesifitas 99,6%. Saat ini prosedur skrining yang dapat digunakan untuk mendeteksi kanker epitel ovarium, yaitu : pemeriksaan ginekologi, serum CA125 dan USG Transvaginal. Pemeriksaan pelvis merupakan bagian yang penting dalam pemeriksaan ginekologi tetapi sensitivitas dan spesifisitasnya kurang. Pada Penelitian Drenberg, didapati CA125 meningkat pada 80% penderita dengan kanker ovarium, tetapi pada penderita kanker ovarium stadium awal, hanya dijumpai peningkatan 50 %. CA125 dapat juga meningkat pada pasien tumor ovarium jinak. Penelitian Ali di medan, tentang sensitivitas dan spesifitas human epipidymis protein-4 (HE4) dan antigen kanker CA125 pada tumor ovarium didapat sensitivitas dan


(27)

spesifitas CA125 sebesar 84,4% dan 78,1%, sedangkan sensitivitas dan spesifitas HE4 masing-masing 75% dan 75%. Sehingga penggunaan HE4 sebagai penanda tunggal dianggap lemah. Penggunaan transvaginal USG dan CA125 meningkatkan sensitifitas, meskipun cara ini kurang praktis untuk skrining kanker karena berpotensi untuk menghasilkan hasil pemeriksaan yang positif palsu. Sehingga perlu dikembangkan penelitian-penelitian tentang biomarker yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dan non invasif.

Sebagian besar penanda tumor yang ditemukan untuk kanker ovarium didasarkan kepada klinikopatologi ( penentuan stadium dan perkembangan tumor) sehingga sulit mendeteksi kanker pada stadium dini. Penanda tumor yang bisa akurat mendeteksi dan mendiagnosis sedini mungkin akan meninggkatkan secara signifikan tingkat kelangsungan hidup pasien dengan kanker ovarium. Penelitian-penelitian saat ini tentang penanda tumor didasarkan pada perjalanan molekular terjadinya kanker ovarium. Baik itu yang diperoleh dari serum maupun dari urin.

1,3,4,6,62

Selama perkembangan awal tumor, sel-sel mempunyai kemampuan untuk merangsang angiogenesis. Angiogenesis tumor dimulai dari sel-sel tumor yang melepaskan molekul pemberi sinyal kepada jaringan normal disekitarnya. Sinyal ini mengaktifkan gen-gen tertentu pada jaringan sekitar dan pada akhirnya merangsang pembentukan pembuluh darah baru. Tumor akan tumbuh lambat dan


(28)

hanya mencapai ukuran 1-2 mm dipengaruhi oleh growth factor, onkogen dan tumor suppressor genes, namun akan tumbuh cepat dan dapat mencapai ukuran yang tidak terbatas jika telah terjadi vaskularisasi. Untuk memenuhi persyaratan ini, sel-sel neoplastik menghasilkan faktor angiogenik yang merangsang pembentukan pembuluh darah baru dari endotelium pembuluh darah utama. Perubahan ke fenotipe angiogenik selama tahap awal dari perkembangan tumor dimodulasi oleh

proangiogenic/ angiogenic growth factors dan antiangiogenic/ angiogenesis inhibitors dalam mode keseimbangan ( angiogenic switch). Banyak faktor yang mempengaruhi mekanisme angiogenesis, salah satunya adalah hipoksia ( hypoxia inducible factor, HFI-1). Pertumbuhan tumor dibagi menjadi fase prevaskular dimana aktivitas angiogenik tidak cukup, tumor tetap kecil dengan volume hanya beberapa millimeter. Fase vaskuler, disini tumor tumbuh cepat menjadi invasive dan potensi metastase meningkat. Maka evaluasi tingkat angioregulator dalam cairan tubuh dapat berkontribusi pada deteksi dini Kanker ovarium epitel. Sifat pertumbuhan tumor yang tergantung angiogenesis sangat relevan untuk tumor ini yang dapat mencapai ukuran besar dan hubungan antara densitas mikrovaskuler dan agresifitas dari tumor telah diketahui. Dengan demikian, analisa faktor angiogenik yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan Kanker Epitel Ovarium mungkin memiliki implikasi penting untuk diagnostik dan prognostik dari penyakit ini.2,10,12,24,25


(29)

Sebelumnya dilaporkan bahwa cairan kista Kanker Epitel Ovarium mengandung sejumlah besar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). VEGF dan Base Fibroblast Growth Factor (bFGF) dievaluasi pada pasien dengan kista ovarium jinak, kista fungsional, tumor borderline, dan pasien dengan tumor ganas. Ada perbedaan yang jelas dalam tingkat VEGF

antara kista ganas dan kista jinak, borderline atau kista fungsional. Neoplasma ganas memiliki rata-rata peningkatan 26 kali lipat pada kadar

VEGF dibanding lesi jinak dan peningkatan 6 kali lipat dibanding tumor borderline. Tidak seperti VEGF, Base Fibroblast Growth Factor umumnya sangat rendah atau tidak terdeteksi pada kista ganas dan tidak berhubungan dengan keganasan. Dikatakan juga bahwa kadar VEGF dalam cairan kista ovarium adalah 3 kali lipat lebih tinggi pada 6 pasien dengan bukti penyakit 1-2 tahun setelah pembedahan(~ 50 ng / ml) dibandingkan dengan 7 pasien tanpa bukti penyakit (~ 18 ng / ml) [11]. Akibatnya, evaluasi penanda angiogenik atau angiostatik yang beredar atau diekskresikan mungkin relevan secara klinis untuk Kanker Ovarium Epitel.

Pada penelitian Drenberg, ditemukan tingginya konsentrasi VEGF dan sitokin angiogenik lainnya pada tumor. Peningkatan kadar faktor pertumbuhan hepatosit (HGF) dapat terlihat dalam darah, urin dan cairan asites pada pasien kanker, termasuk kanker epitel ovarium. Tumor ganas juga menghasilkan inhibitor angiogenesis seperti endostatin (ES), angiostatin (AS), dan trombospondin. Selain itu, endostatin dan


(30)

angiostatin ditemukan dalam urin pasien kanker ovarium epitel, sehingga dapat digunakan sebagai penanda untuk kanker ovarium epitel. Hasil penelitian Drenberg tersebut didapati kadar angiostatin urin tumor ovarium jinak rata-rata 21.4 ng/mL ± 3,7 dan 41,5 ng/mL ± 8,8. Sebaliknya angiostatin urin pada tumor ovarium epitel ganas memiliki nilai rata-rata 115 ng/mL ± 39,2 dan 276 ng/mL ± 45,8. Peningkatan kadar angiostatin urin pada pasien kanker ovarium epitel tidak dipengaruhi stadium tumor, ukuran, jenis histopatologi, kadar kreatinin, status menopause, atau usia pasien. Angiostatin yang merupakan bagian proteolitik dari plasminogen dapat dipakai sebagai penanda tumor (diagnostik dan prognostik) dan dapat menjadi metode baru yang non invasive untuk deteksi kanker ovarium epitel.1,3,19,57,58,59

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan urain diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah dijumpai perbedaan kadar angiostatin dalam urin pasien tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan kadar angiostatin pada urin penderita tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas.


(31)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas berdasarkan karakteristik.

2. Mengetahui distribusi hasil pemeriksaan histopatologi tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas.

3. Mengetahui perbedaan kadar Angiostatin pada urin penderita tumor ovarium epitel ganas dan tumor ovarium epitel jinak.

1.4. Manfaat Penelitian

Mengetahui kadar angiostatin urin dalam membedakan tumor ovarium epitel jinak dan tumor ovarium epitel ganas sebagai landasan untuk penelitian biomarker dalam menegakkan diagnose dan atau prognosis tumor ovarium epitel.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Insidensi

Kanker Ovarium atau Kanker Indung Telur adalah kanker yang berasal dari ovarium dengan berbagai tipe histopatologi, dapat mengenai semua umur dan merupakan tumor ganas tersering kedua dari seluruh tumor ganas ginekologi dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari seluruh kematian akibat kanker ginekologi.

Kanker ovarium merupakan urutan keenam paling sering terjadi dan urutan ketujuh penyebab kematian dari seluruh kanker pada wanita di seluruh dunia. Tahun 2002 menyebabkan kematian lebih dari 125.000 wanita di seluruh dunia setiap tahunnya dari semua jenis kanker ginekologi lainnya. Tingkat insiden tertinggi terjadi di Eropa Utara dan Barat serta Amerika utara. Penderita umumnya didiagnosis terlambat, karena belum adanya metode deteksi dini yang akurat untuk kanker ovarium ini, sehingga hanya 25 – 30% saja yang terdiagnosis pada stadium awal.

1.2,4,5,6

1,2Deteksi pada stadium awal (I / II) memiliki angka

kelangsungan hidup lebih dari 90%, tetapi hanya sekitar 20% dari semua kasus yang dilaporkan dapat dijumpai pada stadium awal dan angka kelangsungan hidup 5 tahun yaitu sekitar 11% ketika terdeteksi pada stadium lanjut (III/IV). Gejala kanker ovarium sangat kompleks dan sering asimptomatik sehingga sering salah dalam diagnosis. Pilihan pengobatan


(33)

saat ini, termasuk metode reseksi bedah dan kemoterapi telah dikembangkan untuk stadium akhir tumor ovarium, namun statistik terbaru menunjukkan bahwa kurang dari 10% perbaikan telah dicapai untuk angka kelangsungan hidup 5-tahun selama 35 tahun terakhir.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2000 melaporkan 192.000 kasus di seluruh dunia, dengan 6000 kasus dilaporkan dari inggris.

2,3,4,10,11

2 Di Amerika Serikat, kanker ovarium merupakan kanker ganas

keempat penyebab kematian dengan ditemukannya lebih dari 20.000 kasus baru setiap tahun.

Satu dari 78 wanita Amerika (1,3%) akan mengalami kanker ovarium selama hidupnya. Insidensi telah menurun secara lambat sejak stahun 90-an, kanker ovarium turun menjadi penyebab kematian ke-8 pada wanita. Pada tahun 2007, ditemukan 22.430 kasus baru dan mungkin telah berkembang di amerika. Hanya sedikit yang dijumpai pada stadium awal. Sebagai hasilnya diperkirakan 15280 mengalami kematian, kanker ovarium menjadi urutan ke 5 penyebab kematian karena kanker, secara umum rata-rata usia didiagnosa diawal usia 60.

1,4,5,6

Di Finlandia, kanker ovarium menempati urutan kelima penyebab utama kematian dari seluruh kanker ginekologi, menyebabkan sekitar 300 kematian setiap tahunnya. Pada tahun 2004 ditemukan 486 kasus baru. Tingkat insiden tertinggi terjadi di negara-negara maju, khususnya di Eropa. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun di Finlandia menjadi 49 %.


(34)

Mortalitas kanker ovarium sesuai dengan umur adalah 5.3 per 100.000 orang dalam setahun.

Kanker Epitel Ovarium merupakan kanker ginekologi yang paling mematikan. Pada tahun 2009 terdapat 21.000 wanita, dimana 70 % diantaranya terdiagnosa pada stadium lanjut. Kurang dari 50 % pasien dapat hidup selama 5 tahun setelah diagnosa awal.

2,3,4

Umumnya secara histologis hampir seluruh kanker ovarium berasal dari epitel yaitu menempati sekitar 85-90% dari seluruh kanker ovarium. Dari penelitian di Indonesia seperti Danukusumodi Jakarta pada tahun 1990, mendapatkan kejadian kanker ovarium sebesar 13.8% dari seluruh keganasan ginekologi dan Fadlandi Medan pada tahun 1981-1990,melaporkan sebesar 10.64% dari seluruh keganasan ginekologi dan usia terbanyak ditemukan pada kelompok umur 41-50 tahun.

2,4,6

4,5,7,8,55

2.2. Etiologi

Kanker epitel ovarium diyakini berasal dari transformasi maligna dari permukaan epitel ovarium yang mengalami ruptur berulang-ulang dan mengalami perubahan pada saat ovulasi. Beberapa hipotesa tentang etiologi kanker ovarium diantaranya yang dikenal dengan hipotesa ovulasi yang terus menerus, hipotesa gonadotropin, hipotesa hormonal, dan hipotesa inflamasi. Hipotesa ovulasi menjelaskan bahwa kerusakan epitel permukaan ovarium yang terjadi terus menerus, diikuti proliferasi permukaan sel epitel setelah ovulasi dapat meningkatkan kemungkinan


(35)

terjadinya mutasi, sehingga meningkatkan resiko terjadinya kanker epitel ovarium. Hipotesa gonadotropin mengatakan bahwa akibat paparan terhadap kadar gonadotropin yang tinggi dapat memicu terjadinya transformasi malignan, kemungkinan diakibatkan meningkatnya pertumbuhan sel dan menghambat apoptosis, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui stimulasi estrogenik permukaan epitel ovarium. Hipotesa hormonal mengatakan bahwa stimulasi androgen yang berlebihan dapat menyebabkan meningkatnya resiko kanker epitel ovarium, yang pada akhirnya mungkin menurun akibat stimulasi progesteron. Hipotesa inflamasi dimulai dari adanya asumsi bahwa terjadinya kanker ovarium disebabkan respon terhadap kerusakan genetik yang disebabkan faktor-faktor inflamasi, seperti yang berasal dari lingkungan, endometriosis, infeksi saluran genital, atau proses ovulasi itu sendiri. Riwayat keluarga dengan kanker ovarium atau payudara merupakan faktor resiko yang paling penting untuk kanker ovarium dan ini dapat di telusuri dari mutasi gen yang diturunkan pada salah satu dari dua gen. BRCA1 dan BRCA2 ditemukan 10% dari semua kanker ovarium. Meningkatnya kanker ovarium dihubungkan juga dengan sindrom Heriditer Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPCC/Lynch II) dengan mutasi pada gen perbaikan DNA Mismatch, terutama hMSH2 dan hMLH1. Selain faktor genetik, proses penuaan merupakan faktor resiko untuk kanker ovarium, karena insiden meningkat seiring pertambahan usia. Untuk mendukung hipotesa ovulasi, faktor yang menyebabkan berkurangnya ovulasi


(36)

dihubungkan dengan penurunan resiko kanker epitel ovarium. Diantaranya jumlah kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, menyusui, usia menarche serta usia pada saat menopause. Selain itu, ligasi tuba dan histerektomi menunjukkan penurunan resiko kanker ovarium.

Terapi hormonal pasca menopause dinyatakan berhubungan dengan meningkatnya resiko kanker ovarium, walaupun data mengenai hubungan antara terapi pengganti hormonal dengan angka kejadian kanker ovarium tidak konsisten, tetapi penggunaan estrogen yang lama dapat dihubungkan dengan resiko kanker ovarium.

2,4,6,56

Kanker epitel ovarium tampaknya berasal dari permukaan sel epitel ovarium yang terjadi melalui salah satu dari dua alur:

7,34

1. Tumor tipe I

Terjadi melalui perkembangan yang lambat dari lesi prekursor, dari inklusi kista ke Adenoma jinak atau Cystadenoma dengan petensi keganasan yang rendah melalui metastase adenokarsinoma.

2. Tumor tipe II

6

Timbul secara spontan dan agresif dari epitel permukaan atau inklusi kista tanpa lesi prekursor.6

2.3. Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko pada kanker ovarium: 1. Faktor lingkungan


(37)

- Wanita di Amerika utara, Eropa utara atau di negara industri, contohnya Israel, memiliki resiko kanker yang lebih tinggi. Secara global Jepang memiliki angka resiko yang paling kecil. Pola makan sehari-hari juga berpengaruh terhadap resiko kanker ovarium, misalnya mengkonsumsi makanan rendah lemak tinggi serat, karoten, dan vitamin juga mempengaruhi.

2. Faktor reproduksi

2,4,6,10

- Meningkatnya siklus ovulatori berhubungan dengan tingginya resiko kanker ovarium, karena diperkirakan terjadinya perbaikan yang tidak sempurna pada permukaan epitel ovarium. Menarche dini dan menopose lama, juga berhubungan dgn meningkatnya resiko kanker ovarian.

- Induksi ovulasi dengan menggunakan clomiphene sitrat meningkatkan resiko dua sampai tiga kali.

- Terapi pengganti esterogen setelah menopouse meningkatkan resiko.

- Kondisi yang menurunkan frekwensi ovulasi dapat menurunkan resiko kanker ovarium.

- Pemakain pil KB, menurunkan resiko hingga 50% bila dipakai selama 5 tahun. Pemakaian KB kombinasi dalam jangka panjang dapat mencegah resiko kanker ovarium sebanyak 50%. Lama waktu durasi proteksi bertahan hingga 25 tahun setelah penggunaan terakhir menurut.4,6


(38)

- Paritas berhubungan dengan periode panjang dari pada ovulasi berulang dan wanita tanpa anak memiliki resiko 2 kali lipat mengalami kanker ovarium.

- Multiparitas

4,6

Resiko menetap pada wanita yg telah melahirkan lebih 5 kali. Satu teori yang menarik menjelaskan efek protektif adalah bahwa kehamilan menginduksi permukaan dari sel premaligna ovarium. - Kelahiran multipel.

4,6

- Riwayat pemberian ASI.

Wanita menyusui memiliki efek protektif amenore yg berkepanjangan.

3. Faktor genetik - 5-10% herediter.

- Angka resiko 5% pada penderita yang memiliki satu saudara dan meningkat menjadi 7% bila memiliki dua saudara yang menderita kanker ovarium. Data dari National Cancer Institute tanhun 2007, Identifikasi pasien resiko tinggi dengan keluarga yang memiliki kanker ovarian, kanker payudara, atau kanker kolon adalah strategi pencegahan terbaik.

4. Ras

4,6

- Wanita kulit putih memiliki insidensi tertinggi terhadap kanker

ovarium dari seluruh ras dan etnis, dibandingkan dengan wanita kulit gelap dan hispanik resiko meningkat 30-40%.2,4,6,10


(39)

5. Tipe kanker epitel ovarium yang diturunkan

- Site-specifik: hanya gen pembawa kanker ovarium yang di transmisikan,tetapi jarang terjadi.

- Breast ovarian cancer syndrome.

- Riwayat keluar denagn Sindroma Lynch tipe II yang melibatkan

kanker kolorektal nonpolyposis, kanker Endometrium, mammae, ovarium, dan keganasan gastrointestinari serta genitourinary lainnya. Pasien dgn sindrom ini memiliki faktor resiko sebanyak 85% sepanjang hidupnya dan kanker ovarium sebanyak 10-12%.2,4,6,10

2.4. Klasifikasi Histologi

Jenis histologi yang berbeda pada kanker epitel ovarium berhubungan dengan perubahan genetik molekuler dan kaskadenya (gbr 1).stadium awal dan stadium lanjut pada kanker serous ovarium mungkin terjadi karena jalur yang berbeda, sebelum berkembang menjadi Adenoma boderline tumour carcinoma sequence atau tumor boderline yang ditandai oleh mutasi KRAS atau BRAF, dan yang terakhir muncul de novo dari epitel dengan morfologi normal atau displastik dengan inklusi kistaatau pada permukaan ovarium melibatkan mutasi p53 dan disfungsi BRCA 1 dan/atau BRCA 2.2,4 Kanker ovarium endometroid stadium lanjut melibatkan perubahan genetik molekuler yang mirip dengan kanker serosa stadium lanjut dan karsinoma endometroid stadium awal


(40)

menunjukkan mutasi pada CTNNB1 (gen katenin-β) dan PTEN yang serupa dengan mikrosatelit (MI) yang mungkin berasal dari endometriosis ovarium atau dari tumor boderline. Karsinoma musin menunjukkan mutasi pada KRAS melalui Adenoma borderline tumour carcinoma sequence.

Karsinoma clear cell mungkin berasal dari endometriosis ovarium dan mutasi TGFbetaR2, ekspresi HNF-1beta yang berlebihan, kelainan BRCA 1dan BRCA 2 dan ketidakstabilan mikrosatelit. Perubahan molekuler yang terjadi pada transisi sel karsinoma ovarium sebagian besar tidak diketahui, dan tumor ganas mesodermal campuran serta karsinoma undifferentiated

dikelompokkan pada tumor tipe II.

2,4,6


(41)

Gambar 1. Model pengembangan kanker epitel ovarium dan perubahan molekuler yang berhubungan dengan subtipe histologis yang berbeda.2

Kanker epitel ovarium, 90% menjadi tumor ovarium ganas, diklasifikasikan sebagai subtipe histologist serosa, musin, endometrioid,

clear cell, sel transisi,sel skuamosa, campuran epitel, undifferentiated dan


(42)

Tabel 2.1. Klasifikasi Histologis Kanker Ovarium Epitel Modifikasi dari WHO 2003.

Histological subtype Frequency Overall survival rate at 5 years

2

Serous adenocarcinoma 30-70% 37% Mucinous adenocarcinoma 5-20% 63% Endometrioid adenocarcinoma 10-20% 60% Clear cell adenocarcinoma 3-10% 59%

Transitional cell carcinoma (TCC)/ rare 35% for TCC Malignant Brenner tumor

Squamous cell carcinoma rare 28% Mixed epithelial 0.5-4% 57% Undifferentiated carcinoma 4-7% 6-37% Unclassified adenocarcinoma rare not yet known

Tabel 2.2. Klasifikasi Histopatologis menurut WHO4

Klasifikasi Karsinoma Ovarium berdasarkan World Health Organization (WHO)  Adenocarcinoma serous

 Tumor mucin (Adenocarcinoma mucinous)  Adenocarcinoma

 Pseudomyxoma peritonei  Tumor endometrioid

 Malignant mixed müllerian tumor  Clear cell adenocarcinoma  Tumor sel transisional  Malignant Brenner tumor  Karsinoma sel transisional  Karsinoma sel skuamosa  Mixed carcinoma

 Undifferentiated carcinoma  Small cell carcinoma


(43)

Kanker ovarium jenis epitelial dibagi sesuai grading / differensiasinya: - GX : Grading tidak dapat ditentukan

- G1 : Berdifferensiasi baik - G2 : Berdifferensiasi sedang - G3 : Berdifferensiasi buruk.

Subtipe paling sering adalah neoplasma serosa, diikuti oleh endometrioid, musin, clearcell, undifferentiated, dan campuran epitel. Karsinoma serosa terutama ditemukan sudah dalam stadium lanjut (stadium III), sedangkan clear cell, karsinoma endometrioid dan musin cenderung lebih sering terbatas pada ovarium atau panggul (stadium I-II).

Di antara enam subtipe histologist yang paling umum terjadi, tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan selama lima tahun dimulai dari yangterendah adalah serosa(37%) dan undifferentiated(37%), sedangkan tumor musin memilik iprognosis yang paling bagus(63%) terutama pada tahap awal(88%). Selain itu, ada data yang bertentangan dengan karsinoma ovarium clear cell. Dalam beberapa penelitian sebelumnya, prognosisnya mirip dengan karsinoma ovarium lainnya, sedangkan dalam penelitian lain, subtipe clear cell dibandingkan dengan karsinoma ovarium serosa dan epitel non-clear cell, telah terbukti menunjukkan prognosis buruk pada tahap lanjut dengan ketidakpekaan terhadap kemoterapi berbasis platinum. Namun, signifikansi dari subtipe histologis sebagai prediktor prognosis independen tetap bersifat kontroversial dalam kanker epitel ovarium.2,7


(44)

Sistem grading untuk karsinoma epitel ovarium yang paling banyak digunakan adalah dari FIGO dan WHO, yang didasarkan pada struktur dari tumor. Sedangkan di Finlandia sistem grading yang dipakai dan sudah direkomendasikan oleh divisi Finlandia International Academy of Pathology adalah sistem grading Threeclass yang dibuat berdasarkan bentuk dan nukleus atipik dari tumor. Stadium histologi memiliki nilai prognostik pada kanker epitel ovarium, terutama pada stadium awal. 2,7

Penyebaran kanker epitel ovarium terjadi terutama melalui tiga mekanisme

1.

:

Ekstensi langsung ke dalam strukturpanggul yang 2.

berdekatan.

Penyebaran sel-sel kanker bebas dari ovarium ke dalam rongga peritoneum dan distribusi mereka dengan bersirkulasi dalam cairan

3.

peritoneum.

Menyebar melalui sistem limfatik.

Sebaliknya, penyebaran hematologi kanker ovarium bukan merupakan cara umum penyebaran kanker ovarium secara limfatik dari ovarium mengalir ke iliaka eksterna, common iliac, hipogastrikus, lateral dari sakral, kelenjer getah bening para-aorta, dan kadang-kadang, ke kelenjar inguinalis. Sebagai konsekuensi cara-cara penyebaran ini, metastasis yang umum terjadi pada peritoneum, termasuk omentum dan pelvis dan visceral perut, dengan keterlibatan diafragma dan yang tersering adalah pada permukaan hati, paru dan pleura. Pembagian stadium kanker ovarium menurut International Federationof Gynecology


(45)

dan Obstetrics (FIGO) staging system berdasarkan luas penyebaran kanker ovarium yang ditentukan oleh temuan operasi, sitologi, dan histopatologi pada laparotomi, dan mungkin dimodifikasi oleh temuan klinis dan radiologi.

Stadium kanker ovarium berdasarkan International Federatiom of Gynecologist and Obstetricians (FIGO) Tahun 2000.

2

Stadium I : Tumor terbatas pada ovarium.

7

Stadium IA : Pertumbuhan terbatas pada 1 ovarium Stadium IB : Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium;

Stadium IC : Tumor dengan stadium la atau Ib dengan pertumbuhan tumor di permukaan luar satu atau kedua ovarium; atau dengan kapsul pecah; atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif

Stadium II : Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul

Stadium IIA : Perluasan dan atau metastasis ke uterus dan/ atau tuba Stadium IIB : Perluasan ke jaringan pelvis lainnya

StadiumIIC : Tumor stadium IIa atau IIb tetapi dengan tumor pada permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah; atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.

Stadium III : Tumor mengenai satu atau kedua tumor dengan implan peritoneum, di luar pelvis dan/atau KGB retroperitoneal


(46)

atau inguinal positif. Metastasis ke permukaan hati masuk stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.

Stadium IIIA : Tumor terbatas di pelvis kecil dengan KGB negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya penumbuhan (seeding) di permukaan peritoneum abdominal

Stadium IIIB : Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implan di permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan KGB negatif

Stadium IIIC : Implan di abdomen dengan diameter > 2 cm dan / atau KGB retroperitoneal atau inguinal positif.

Stadium IV : Pertumbuhan mengenai satu / kedua ovarium dengan metastasis jauh. Disertai efusi pleura dengan hasil sitologi positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu juga metastasis ke parenkim hati.

2.5. Gejala dan Tanda Klinis Tumor Ganas Ovarium

Gejala pada kebanyakan pasien adalah simptomatis (95%), gejalanya tidak spesifik. Biasanya pasien mengeluh rasa tidak enak dan rasa tertekan di abdomen, dispareunia, dan bertambahnya berat badan karena asites atau massa.2


(47)

2.6. Diagnosa dan Penatalaksanaan Tumor Ganas Ovarium

Penatalaksanaan utama pada tumor ganas ovarium adalah dengan cara pembedahan untuk mengangkat massa tumor dan kemudian melakukan penentuan stadium (surgical staging), selanjutnya ditentukan apakah diperlukan pemberian terapi adjuvant seperti: pemberian obat-obat sitostatika atau kemoterapi, radioterapi dan immunoterapi.2

2.6.1. Pembedahan

Penatalaksanaan pembedahan yang baku untuk penentuan stadium (surgical staging) harus dilakukan pada karsinoma ovarium. Penatalaksanaan pembedahaan merupakan prosedur yang dapat menghilangkan fungsi reproduksi wanita. Tindakan pembedahaannya disebut dengan pembedahan radikal. Jika tindakan pembedahan pada pasien kanker usia muda dilakukan, perlu dipertimbangkan untuk mempertahankan fungsi reproduksinya, sehingga pembedahan radikal sebisanya dihindari dengan pertimbangan pada syarat-syarat tertentu, sehingga tidak perlu dilakukan pengangkatan uterus dan ovarium yang sehat. Tindakan pembedahan ini disebut dengan pembedahan konservatif.4,5

2.6.2. Kemoterapi

Prosedur pelaksanaan kemoterapi sistemik menggunakan obat-obatan yang diinjeksikan kedalam vena dan dapat diberikan secara oral.


(48)

Obat-obatan masuk ke pembuluh darah dan mencapai seluruh area tubuh, sehingga kemoterapi sangat berguna untuk kanker yang telah bermetastase. Pada beberapa kasus kanker ovarium, kemoterapi dapat diinjeksikan melalui sebuah kateter yang di hubungkan langsung kedalam kavum abdomen. Prosedur kemoterapi ini disebut sebagai kemoterapi intraperitoneal. Obat-obatan yang diberikan juga diabsorbsi kedalam pembuluh darah, sehingga kemoterapi intraperitoneal juga merupakan salah satu tipe dari sistemik kemoterapi.Obat-obatan kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker tetapi juga merusak beberapa sel normal. kemoterapi untuk kanker ovarium jenis epitel dilakukan 6 siklus. Setiap siklus di jadwal secara teratur menggunakan dosis obat secara reguler. Obat yang berbeda mempunyai siklus yang bervariasi. Obat ini biasanya diberikan secara intravena selama siklus 3 sampai 4 minggu. Kebanyakan ahli onkologi di Amerika Serikat percaya bahwa kemoterapi kombinasi lebih efektif dalam penanganan kanker ovarium daripada penggunaan obat kemoterapi tunggal.Terapi kombinasi menggunakan campuran platinum seperti cisplatin atau carboplatin, dan taxane, seperti paclitaxel (Taxol®) atau docetaxel (Taxotere®), merupakan penanganan yang baku / standard.4,38


(49)

2.6.3. Radiasi

Penatalaksanaan radiasi menggunakan sinar radiasi energi tinggi untuk membunuh sel kanker. Radiasi dilakukan dengan suatu prosedur khusus. Jenis-jenis radiasi yang biasa digunakan:

Terapi radiasi sinar eksternal : Prosedur radiasi ini menggunakan mesin yang berada diluar tubuh yang disebut sebagai “a linear accelerator” dan difokuskankepada kankernya. Ini adalah salah satu tipe terapi radiasi yang direkomendasikan untuk terapi kanker ovarium. Terapi diberikan 5 hari setiap minggu selama beberapa minggu. Seperti prosedur radiasi untuk dignostik, radiasi akan melewati kulit dan jaringan lainnya sebelum mencapai tumor. Waktu paparan terhadap radiasi sangat singkat, dan pada saat pelaksanaan radiasi, pengaturan posisi pasien secara tepat agar radiasi yang diberikan tepat mengenai kanker. Radiasi ini dapat menyebabkan kulit terlihat dan terasa terbakar. Secara bertahap akan berkurang hingga kembali normal dalam 6–12 bulan. Karena abdomen dan pelvik sensitif terhadap radiasi, dapat juga menyebabkan efek kelelahan, nausea atau diare.

Brachytherapy : Terapi radiasi juga dapat diberikan dengan cara menanamkan bahan radioaktif dilokasi yang dekat dengan kanker yang disebut brachytherapy. Hal ini jarang dilakukan untuk kanker ovarium.

Radioaktif phosphorus : Zat ini dimasukkan kedalam abdomen,mencapai sel kanker melalui permukaan abdomen.Prosedur ini sudah jarang digunakan untuk kanker ovarium.4


(50)

2.7. Penanda Tumor atau Biomarker

Biomarker digunakan untuk mendeteksi secara dini dan mendiagnosis kanker ovarium yang didasarkan pada klinikopatologis (yaitu, pertumbuhan tumor dan perkembangannya). Biomarker yang dapat digunakan untuk deteksi dini yang akurat dapat meningkatkan kelangsungan hidup. Saat ini banyak diteliti biomarker potensial berdasarkan jalur molekuler kanker ovarium tanpa mempertimbangkan fakta bahwa spesifik biomarker pada tumor ovarium tidak perlu dikaitkan dengan mekanisme dari penyakit itu sendiri. Beberapa biomarker yang kuat dapat diperoleh dari 2 atau 3 produk sampingan dalam signaling kaskade perkembangan tumor ovarium tetapi tidak secara langsung terlibat dalam jalur molekul tumor angiogenesis dari tumor ovarium primer. Metode sederhana dan minimal invasif, seperti cara pengambilan dengan tusukan pada jari atau dengan pemeriksaan urin dapat dijadikan cara pengambilan sampel untuk biomarker.11,42,54

2.8. Angiogenesis

Kemampuan tumor untuk menginduksi pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) sangat berpengaruh pada pertumbuhan tumor dan metastasis. Angiogenesis adalah suatu proses dari pembentukan pembuluh darah baru yang penting bagi reproduksi sel, perkembangan sel dan proses perbaikan luka dalam kondisi normal. Proses ini melibatkan proliferasi sel endotel, migrasi dan degradasi membran. Aktivitas


(51)

angiogenesis mengakibatkan ekspansi pertumbuhan tumor dan meningkatkan risiko metastasis. Pertumbuhan tumor primer atau sekunder akan berlangsung baik bila tumor mendapat cukup suplai darah melalui vaskularisasi untuk keperluan metabolisme dan proliferasi, dan untuk memenuhi kebutuhan ini tumor meningkatkan kemampuan neovaskularisasi.

Angiogenesis terjadi dalam tubuh sehat untuk memperbaiki luka atau memperbaiki sirkulasi darah dalam jaringan setelah trauma atau kerusakan lain. Dalam tubuh yang sehat proses ini dikendalikan oleh on/off switch yang diperankan oleh faktor yang meningkatkan angiogenesis (angiogenesis growth factors) dan menghambat angiogenesis (angiogenesis inhibitors) secara berimbang sesuai yang dibutuhkan. Angiogenesis berlangsung melalui suatu proses yang berurutan, yaitu: jaringan yang rusak memproduksi dan melepaskan faktor pertumbuhan (GF) yang berdifusi ke jaringan di sekitarnya, faktor pertumbuhan angiogenik berikatan dengan reseptor spesifik yang terdapat pada sel endotel pembuluh darah terdekat. Setelah GF berikatan dengan reseptornya sel endotel menjadi aktif. Sinyal pertumbuhan diteruskan dari permukaan sel ke nucleus. Sel-sel endotel mulai membentuk molekul-molekul baru termasuk berbagai enzim. Enzim melarutkan protein dan membentuk lubang-lubang kecil pada membrane basal. Sel endotel mulai berproliferasi dan bermigrasi melalui lubang-lubang tersebut menuju jaringan yang rusak atau sakit. Molekul adhesi atau integrin berfungsi


(52)

sebagai kait untuk membantu pembuluh darah yang baru dibentuk supaya maju. Enzim-enzim lain, misalnya matrix metalloproteinase (MMP) diproduksi untuk menghancurkan jaringan di depan ujung pembuluh darah baru yang sedang tumbuh. Sel-sel endotel yang baru menggulung untuk membentuk pembuluh darah. Setiap pembuluh darah berhubungan satu dengan lainnya supaya darah dapat bersirkulasi. Pembuluh darah baru mengalami stabilisasi bantuan sel-sel otot yang menunjang struktur pembuluh.

Banyak bukti-bukti penelitian yang menyatakan bahwa angiogenesis atau neovaskularisasi merupakan proses penting untuk pertumbuhan tumor, bahkan beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pertumbuhan tumor sangat bergantung pada angiogenesis (angiogenesis dependen). Beberapa bukti langsung yang mendukung teori ini adalah: Ditemukannya inhibitor in vitro. Ditemukannya basic fibroblast growth factor (bFGF) yang mitogenik bagi sel endotel tetapi endotel juga mempunyai reseptor untuk bFGF. Bukti bahwa bFGF bersifat bersifat angiogenesis diperoleh dari hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa injeksi sistematik bFGF merangsang densitas dan percabangan pembuluh darah dalam tumor dan menambah volume tumor hingga 2 kali lipat. Bukti lain yang mendukung sifat angiogenetik bFGF adalah bahwa apabila cDNA dari bFGF ditransfeksikan pada fibrolast tersebut berubah menjadi tumorigenic. Pertumbuhan tumor otak pada mencit dihambat apabila fungsi VEGF (vascular endotheilial growth factor) dihambat dengan cara


(53)

menekan fungsi resetor VEGF, sehingga tidak terjadi sinyal angiogenesis.

Selama pertumbuhan tumor terjadi gangguan keseimbangan antara faktor pro dan anti angiogenik yang menguntungkan angiogenesis, dikenal dengan istilah angiogenic switch, yang memungkinkan berlangsungnya proloferasi dan pertumbuhan tumor.

58

58

2.9. Angiostatin

Angiostatin adalah sebuah inhibitor angiogenesis yang dihasilkan dari pemecahan enzimatik plasminogen oleh protease matriks ekstrasel (MMPs) dan capthepsin-D yang disekresikan sel tumor. Ditemukan oleh Folkman pada tahun 1994 dengan mengidentifikasi efek antitumor pada tikus dan kemudian menjadi inhibitor poten dari angiogenesis.62 Angiostatin bersifat menghambat proliferasi dan migrasi endotel serta memacu apoptosis endotel in vitro, sedangkan in vivo terbukti menghambat sekresi bFGF dan VEGF pada tumor primer. Analisis rantai terminal N menemukan bahwa angiostatin merupakan bagian internal dari plasminogen. Kadar angiostatin urin pada individu sehat atau wanita dengan penyakit ginekologi jinak rata-rata 21,4 ng/mL – 41,5 ng/mL. Namun efek inhibisi angiogenesis dari angiostatin tidak memiliki efek sitotoksi langsung pada sel tumor, karena pertumbuhan tumor tidak terpengaruh terhadap pemaparan dari protein ini. Aktifitas antiangiogenesis dari protein ini belum diketahui secara pasti. Namun


(54)

mungkin berhubungan dengan inhibisi dari perkembangan siklus sel endotel atau merangsang proses apoptosis.11,14,30,31,58

2.9.1. Struktur Angiostatin

Angiostatin mengandung domain tiga dan empat disulfida pertama yang saling terhubung pada plasminogen, dikenal sebagai domain kringle. Setiap domain kringle mengandung hampir 80 asam amino yang tersusun menjadi pola ikatan tiga disulfida. Ikatan ini memberikan struktur intregitas. Meskipun struktur kristal angiostatin belum dapat dilihat dari X-ray, Nomor dan struktur kristal kringle individu sudah ditemukan. Pemeriksaan kristalografi X-ray dari domain kringle individu telah menunjukkan bahwa

kringle 1,2,3, dan 4 tidak hanya memperlihatkan banyak susunan homolog (48-50%), tetapi juga memiliki kesamaan struktur. Selain itu, kringle 1,2 dan 4 memperlihatkan kapasitas mengikat asam amino. Perbedaan utama antara berbagai domain kringle adalah adanya kumpulan kationik yang terpapar pada kringle 4 yang mengandung 2 pasang lisin.13,14,18,53

2.9.2. Patofisiologi

Angiostatin berasal dari pembelahan elastase plasminogen manusia. Angiostatin terbukti dapat menginhibisi angiogenesis dengan cara menghambat migrasi dan proliferasi sel endotel yang diinduksi oleh faktor pertumbuhan. Mekanisme kerja angiostatin belum banyak diketahui. Pizzo dkk menemukan bahwa angiostatin berikatan secara langsung


(55)

dengan sintesa ATP mitokondria yang ditemukan pada permukaan membrane sel endotel. Inhibisi angiogenesis poten ditemukan pada bentuk angiostatin dalam chick chorioallantoic membrane (CAM) dan juga angiogenesis yang diinduksi oleh FGF pada sampel mata tikus. Pemberian angiostatin lewat sistemik menaikkan tingkat apoptosis sel endotel dan sel tumor pada sampel tumor. Angiostatin menginhibisi pertumbuhan tumor primer dan metastasis secara langsung pada sampel

murine. Namun, pengecilan massa tumor memerlukan kadar yang lebih tinggi serta waktu paparan yang lama.

Angiostatin juga diyakini diproduksi oleh sel tumor tertentu yang dapat menghasilkan atau mengaktifkan protease yang menghasilkan angiostatin dari plasminogen yang bersirkulasi. Ada juga molekul lain yang menyebabkan pembelahan plasminogen menjadi angiostatin. Salah satunya karena aktivitas preteolisis dari elastase yang mengkatalisis produksi angiostatin pada karsinoma Paru Lewis. Pada karsinoma prostat, plasmin memproduksi angiostatin dengan adanya donor sulhidral bebas. Prostate spesicific antigen (PSA) juga dapat membelah plasminogen menjadi angistatin

11,14,38,48,50,63

14,48

2.9.3. Desktipsi Protein

Angiostatin di identifikasi sebagai fragmen plasminogen 38kDa yang mengandung lima domain kringle berurutan yang diikuti domain protease serin. Rangkaian N-terminal menemukan bahwa angiostatin


(56)

mulai dari plasminogen sisa asam amino Val79 atau Tyr80. Banyak penelitian mengenai potensi angiostatin menggunakan bentuk yang diambil dari pembelahan elastase plasminogen yang biasanya tidak termasuk kringle 4. Sekarang, nama protein angiostatin mengacu pada fragmen plasminogen yang termasuk kringle 1 sampai 3 atau kringle 1 sampai 4.11,18,43,48,53

2.9.4. Homologi Penting

Domain kringle yang sejalan dengan plasminogen dan angiostatin ditemukan pada beberapa protein termasuk apolipoprotein(a), protrombin, aktivator plasminogen jenis jaringan dan urokinase, tirosin kinase yang berhubungan dengan TrK, dan faktor pertumbuhan hepatosit.11,14,27,48,53

2.9.5. Modifikasi Pasca Translasi

Sebagai produk proteolitik plasminogen, angiostatin tidak bergantung pada modifikasi pasca translasi. Karena plasminogen manusia mempunyai dua bentuk yang berbeda dalam gliosilasi, angiostatin yang berasal dari plasminogen manusia juga memiliki dua bentuk yaitu satu terglikosilasi pada Asn289 dan Thr346 dan satunya lagi terglikosilasi pada Thr 346 dan Ser 249.19,30,3,44


(57)

2.9.6. Sumber Sel dan Ekspresi Jaringan

Asal angiostatin endogen tidak diketahui. Karena sel tumor kurang memiliki jumlah mRNA untuk plasminogen atau angiostatin, beberapa ahli menyatakan bahwa sel tersebut tidak menghasilkan angiostatin secara langsung, tetapi sebaliknya mereka mengekspresikan satu atau lebih protease yang memecahkan plasminogen menjadi angiostatin.11,27

Tabel 2.3. Generasi Enzimatik Protein Angiostatin dari Plasminogen dalam Sistem Sel Bebas 11


(58)

Tabel 2.4. Generasi Enzimatik Protein Angiostatin dari Plasminogen dalam Sistem Sel 11

2.9.7. Rangsangan Pemicu dan Penghambat Termasuk Modulator Eksogen dan Endogen

Modulator produksi angiostatin terutama melibatkan protease, yang berasal dari sel tumor atau sel yang ditemukan dalam lingkungan mikro tumor, yang mampu memecahkan plasminogen menjadi fragmen dengan aktivitas antiangiogenik. Protease ini termasuk metaloelastase (MME) yang berasal dari makrofag yang menginfiltrasi tumor Lewis Lung Carcinoma (LLC), protease serin yang tidak teridentifikasi berasal dari karsinoma prostat (PC-3, DU-145, dan LN-CaP), atau sel karsinoma pankreatik manusia (ASPC-1), dan reduktase plasmin tidak teridentifikasi yang berasal dari ovarium marmut Cina (CHO) atau sel HT1080. Enzim


(59)

lain yang terlibat dalam produksi angiostatin dari plasminogen termasuk elastase pankreatik dan berbagai matriks metaloprotease. 17,30,38,52

2.9.8. Penggunaan Angiostatin dalam Diagnostik

Menurut O’Reilly et al, Angiostatin dianggap dapat menginhibisi pertumbuhan tumor primer dan menghambat metastasis penyakit pada tikus murine. Efek biologis angiostatin dihubungkan dengan kemampuannya untuk menginhibisi neovaskularisasi. Inhibisi pembentukan pembuluh darah baru pada tumor dengan kecepatan proliferasi tetap menyebabkan kurangnya nutrisi, akumulasi metabolit toksik, dan induksi kematian sel. Karena itu, pengobatan angiostatin menyebabkan tingkat apoptosis sel tumor lebih tinggi, sedangkan tingkat proliferasi tidak dipengaruhi.

Angiostatin secara langsung menghambat neovaskularisasi, dengan menghambat proliferasi, migrasi, dan pembentukan saluran dari sel endotel dan secara tidak langsung dengan mempengaruhi produksi rmolekul angiogenik.

10,11,18,22,42,43,44

13 pengobatan angiostatin di contohkan pada tumor

glioma C6 dan 9L yang dihubungkan dengan downregulation 3 kali lipat ekspresi mRNA VEGF. Angiostatin juga ditemukan untuk menginduksi

upregulation mRNA bFGF pada tumor C6 dan untuk meningkatkan ekspresi TGFα pada tumor 9L.Menurut penelitian Kirsch et a, aktivitas anti-angiogenik dari angiostatin tidak memerlukan sistem imun yang baik,


(60)

karena pengobatan angiostatin menyebabkan inhibisi pertumbuhan tumor primer pada tikus yang kekurangan liimfosit T.

Tabel 2.5. Efek Protein Angiostatin Manusia pada Tumor Primer

12,33,34,59,60

Tabel 2.6. Efek Pemindahan Gen Protein Angiostatin pada Tumor Primer.11


(61)

Tabel 2.7. Kombinasi efek protein angiostatin dan radiasi pada berbagai tumor11

Dapat dilihat bahwa sel-sel tumor membentuk stimulator dan inhibitor angiogenesis dan bahwa keseimbangan antara faktor-faktor ini menentukan tingkat angiogenesis secara lokal maupun di tempat jauh. Angiostatin adalah molekul pertama yang diisolasi secara spesifik sebagai inhibitor angiogenesis potensial yang berasal dari tumor. Rangkaian angiostatin terbukti merupakan fragmen spesifik dari rangkaian awal penggumpalan protease plasminogen. Hal ini menarik karena memberikan contoh pendahulu spesifik yang bisa dibelah dengan cara yang berbeda-beda untuk memberikan efektor rangkaian penggumpalan (plasmin) dan proses angiogenik (angiostatin). Dianggap bahwa bukan angiostatin itu sendiri diproduksi oleh sel-sel tumor tetapi tumor tertentu bisa memproduksi atau mengaktifkan protease yang dapat menghasilkan angiostatin dari sirkulasi plasminogen. Serine protease yang secara spesifik membelah angiostatin dari plasminogen diproduksi oleh sel-sel kanker prostat. Angiostatin dilaporkan merupakan inhibitor spesifik-endotel dari proligerasi dan migrasi sel endotel dan bisa bertindak sebagai inhibitor angiogenesis bersirkulasi yang mensupresi angiogenesis di tempat hilir yang jauh dari tumor. Pengobatan angiostatin pada tikus yang


(62)

mengidap tumor menyebabkan penyusutan tumor primer dan mencegah vascularisasi dan pertumbuhan koloni-koloni metastatik.

Angiostatin merupakan fragmen internal plasminogen yang terdiri dari empat domain pertama kringle plasminogen, yang merupakan proenzym penting dalam sistem fibrinolitik. Angiostatin adalah inhibitor spesifik proliferasi sel endotel dan salah satu inhibitor alami yang paling efektif dan spesifik dalam proses angiogenesis. Angiostatin merupakan molekul yang dihasilkan tumor primer untuk menghambat pertumbuhan tumor primer dan sekunder. Angiostatin rekombinan telah berhasil di gunakan untuk menekan pertumbuhan tumor dan metastasis pada hewan percobaan.

21,25,40,47,59,60

Inhibitor endogen angiogenesis dapat berasal dari protein yang lebih besar dengan fungsi dan variasi yang berbeda. Enzim yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi pembelahan prekusor protein dan sistem pembelahannya pada protein dapat menunjukkan mekanisme baru regulasi pertumbuhan dalam sistem vaskuler. Selain itu plasmin dan plasmin reduktase bertanggung jawab sebagai penghasil angiostatin dari plasminogen. Namun tidak satupun dari tahap pembelahan enzim bisa ditentukan. Pada matrilysin manusia (MMP-7) dan neutrofil gelatinase B/type IV kolagenase (MMP-9) juga mengkonversi plasminogen manusia menjadi fragmen angiostatin. Selain itu proses pembelahan dari plasminogen oleh MMP-7 dan MMP-9 yang terletak diantara domain kringel 4, 5 dan secara estimasi bahwa angiostatin terdiri dari empat domain pertama kringel plasminogen.

20,22,24,27,32,37


(63)

2.10. Kerangka Teori

riwayat keluarga tumor ovarium HIPOKSIA

(Hypoxia inducible factor, HIF- 1), pro/anti-angiogenik, protein matriks ekstraseluler dan protease GROWTH FACTORS (VEGF, FGF)

Apoptosis ONCO-GENES

DAN TUMOR

SUPPRESSOR GENES

Tumor ovarium ( fase prevaskular)

KESEIMBANGAN PROANGIOGENIK(angiogenic growth factors) Dan

ANTIANGIOGENIK(angiogenesis inhibitors)

“ANGIOGENIC SWITCH”

Pro-angiogenik ( VEGF, FGF,

Angiopoitin, integrin, VE Cadherin, TNF-

α, TNF-β,

angiogenin, MMP-9,

TGFβ, PDGF) meningkat(serum, urine)

Anti-angiogenik (angiostatin,endost atin) meningkat (serum,urine) ANGIOSTATIN URINE TUMOR OVARIUM (fase vaskuler) NEOVASKULAR ISASI Progresivitas Metastase ANGIOGENESIS


(64)

2.11. kerangka konsep

Karakteristik pasien Variabel bebas Variabel tergantung

Variabel-variabel penelitian meliputi :

- Variable bebas yaitu kadar angiostatin (skala nominal)

- Variable tergantung yaitu tumor ovarium jinak (skala numerik), tumor ovarium ganas (skala numerik)

2.12. Hipotesa

H.1. Terdapat perbedaan kadar angiostatin antara tumor epitel ovarium ganas dan jinak

Kadar Angiostatin

Tumor ovarium

Usia

Status menopause Paritas

usia menarche

Tumor ovarium epitel ji k


(1)

32. Gupta D, Lammersfeld AC, vashi GP, Braun PD. Longitudinal monitoring of CA125 levels provides additional information about survival in ovarian cancer. Cancer Treatment Centers of America. Midwestem. USAm. 2010,

33. Griscelli F, Li Hong, Bennaceur A, Soria J, et al. Angiostatin gene transfer: Inhibition of tumor growth in vivo by blockage of endothelial cell proliferation associated with a mitosis arrest. Institut National de la Sante et de la Recherche Medicale St.Louis. France. The National Academy of Sciences. 1998. Vol. 95. Pp. 6367-6372.

34. Tortora G, Melisi D and Ciardiello F. Angiogenesis: A Target for Cancer Therapy. Division of Medical Onkology, Department of Molecular and Clinical Endocrinology and Oncology. Universita di Napoli. Italu. 2004. 10. 11-24.

35. Folkman Judah. Kalluri Raghu. Tumor Angiogenesis. Agiogenesis Research. Cancer Biologi. 1985. Section 11. 162-194

36. National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Clinical Practice Guidelines in Oncology. Ovarian Cancer, 2008. Available from:

37. Scappaticci FA, Smith R, Pathak A, et all. Combination Angiostatin and Endostatin Gene Transfer Induces Synergistic Antiangiogenic Activity in Vitro and Antitumor Efficacy in Leukemia and Solit Tumor in Mice. Department of Molecular Pharmacology and Department of


(2)

Medicine Stanford University Medical Center. Stanford. Sweden. 2001. Vol 3. No 2.

38. Gately S, Twardowski P, Stack MS, et al. The mechanism of cancer-mediated conversion of plasminogen to the angiogenesis inhibitor angiostatin. Department of Obstetrics and Gynecology Northwestern University School of Medicine. Chicago. 1997. Medical Sciences. Vol. 94, pp. 10868-10872.

39. Schorge, Schaffer, Halvorson, et al. Epithelial Ovarian Cancer. Gynecologic Oncology. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Compenies.2008:716-736

40. Nyberg Pia, Xie L, Kalluri R. Endogenous Inhibitors of Angiogenesis. Department of Medicine Beth Israel Deaconess Medical Center and Harvard Medical School. Boston. Massachusetts. 2005. ;65:3967-3979.

41. Fox SB, Gasparini G, Harris AL. Angiogenesis: pathological, prognostic, and growth-factor pathways and their link to trial design and anticancer drugs. Department of Anatomical Pathology, Canterbury Health, Christchurch. New Zealand. Vol 2. 2001. 278-89. 42. Jurasz Paul, Alonso D, Blanco SC, Murad F, Radomski MW.

Generation and role of angiostatin in human platelets. The American Society of Hematology. Department of Pharmacology University of Alberta Edmonton. Canada. 2003. Vol 102, Number 9; 3217-3223


(3)

43. Wilczynska U, Kucharska A, Szary J, Szala S. Combined delivery of an antiangiogenic protein (angiostatin) and an immunomodulatory gene(interleukin-12)in the treatment of murine cancer. Department of Molecular Biology. Center of Oncology-Maria Sklodowska-Curie Memorial Institute. Gliwice. Poland. Vol 8. No 4. 2001; 1077-1084. 44. Lucas R, Holmgren L, B Garcia, et al. Blood Multiple Forms of

Angiostatin Induce Apoptosis in Endothelial Cells. The American Society of Hematology. Department of Anasthesiology, pharmacology, and Surgycal Intensive Care, and Department of Internal Medicine. Geneva University Hospital. Geneva. Switzerland. Vol. 92, no 12. 1998: pp 730-4741.

45. Hong Yang, Yin Wu, Tonghui MA, Baiqu Huang. Progress in studies of angiostatin and its anti-tumor effects. Institute of Genetics and Cytology, Northeast Normal University. Changchun. China. Chinese Science Bulletin. Vol. 46. No 6. 2001. 456-460.

46. Wu Tianfu, Du Yong, Han Jie, et all. Urinary Angiostatin-a novel marker of renal pathology chronicity in lupus nephritis. Department of Pathology Baylor University Medical Center at Dallas. The American Society for Biochemistry and Molecular Biology. 2013. 3-31.

47. Moser TL, Stack MS, Asplin, et al. Angiostatin bonds ATP synthase on the surface of human endothelial cells. Department of Molecular Biology Odense University. Denmark. 1999. Vol. 96, pp 2811-2816.


(4)

48. Park Kyoungsoo, Lim DL, Don PS, Young KM, et al. Angiogenesis Inhibitor Derived from Angiostatin Active Sites. Department of Chemistry and Bio/Molecular Informatics Center. Konkuk University Seoul. Korea. 2004. Vol. 25, no. 9. 1331-1335

49. Alvarez AA, Krigman HR, Whitaker RS, et al. The Prognostic Significance of Angiogenesis in Epithelial Ovarian Carcinoma. Departments of Obstetrics and Gynecology and Pathology. Division of Gynecology Onkology. Duke University Medical Center. Durham. North Carolina. 1999. Vol 5. 587-591

50. O’Reilly M, Wiederschain D, Stetler-Stevenson WG, Folkman Judah, Moses MA. Regulation of Angiostatin Production by Matrix Metalloproteinase-2 in a Model of Concomitant Resistance. Department surgery and Department of Cell Biology Harvard Medical School Boston. Massachusetts. Vol 274. No 41. 1999,pp. 29568-29571.

51. Mu Wei, Long DA, Ouyang X, Agarwal A, et al. Angiostatin overexpression is associated with an improvement in chronic kidney injury by an anti-inflammatory mechanism. Division of Nephrology and Departments of Ophthamology Molecular Genetics and Microbiology University oh Florida. Gainesville. Florida. Am J Physiol Renal Physiol 296. 2009: F145-F152.


(5)

by a Lewis Lung Carcinoma. Department of Biological Structure University of Washington Seattle. Washington. 1994. Vol.79. 325-328. 53. Cao Y. Richard JW. Davidson D. Schaller J. Et al. Kringle Domains of

Human Angiostatin Characterization of the anti-proliferative activity on endothelial cells. Department of Chemistry. University of Notre Dame. South Bend. Indiana. 996. Vol. 271. No 46, pp. 29461-29467.

54. Polanski Malu and Anderson N. Leigh. A List of Candidate Cancer Biomarkers for Targeted Proteomics. The Plasma Proteome Institute. Washington. USA. 2006: 2. 1-48.

55. Hardiman A, Noviani R, dkk. Kebijakan dan Pokok – pokok Kegiatan Pengendalian Penyakit Kanker di Indonesia. Rumah Sakit Kanker Darmais. Indonesia Journal of Cancer. Volume 1, No 2.Jakarta. April – Juni 2007

56. Berek JS, Epithelial Ovarian Cancer. Practical Gynecologic Oncology, fourth edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.2005: 443-510

57. Aman RA. Gondhowiardjo S. Rachman A. et al. Basic science of oncology ilmu onkologi dasar. Perhimpunan onkologi Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2010

58. Kresno Siti Boedina. Ilmu Dasar Onkologi. Angiogenesis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta. 2012. 344-362.


(6)

59. Huey CY. Lin wH. Kwan CC. et al. Angiostatin antagonizes the action of VEGF-A in human endothelial cell via two distinct pathways. Institute of Basic Medical Sciences. National Cheng Kung University Medical College. Tainan. Taiwan. 2003. 804-810.

60. Balicka AR. Ramer C. De la Rosa CM.et al. Angiostatin inhibits endothelial MMP-2 and MMP-14 expression: A hypoxia specific mechanism of action.

61. Sopiyudin M, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, edisi 3, Penerbit Salemba Medika, 2010: 81-90.

62. Ali. Sensitivitas & Spesifisitas Human Epididymis Protein-4 (HE) Dan Antigen Kanker CA125 Sebagai Biomarker pada Tumor Ovarium Jinak dan Ganas di RSUP. H. Adam Malik Medan. Dept. Obstetri dan Ginekologi FK. USU. Medan. 2012.

63. Pizzo Sw. Moser Tl. Stack Ms et al. The Mechanism of action of Angiostatin can you teach an old dog new tricks? Thromb Haemost 2002; 87: 394-401