Mutu Pelayanan Kefarmasian di Empat Apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, pelayanan
kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada
pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif.
Pelayanan kefarmasian tidak lagi hanya sebagai pengelola obat, namun dalam
pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk
mendukung penggunaaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan
obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (Menkes, RI., 2014). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (Presiden, RI., 2009).
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes,
RI., 2014).
Yusmainita (2008), berpendapat bahwa mayoritas apoteker tidak
memberikan edukasi pada pasien secara rutin atau secara sistematik, namun ada

sebagian apoteker yang terlihat memberikan pelayanan konseling yang menarik,
familiar dan menyenangkan. Dua puluh lima persen kesembuhan pasien
diharapkan diperoleh dari kenyamanan serta baiknya pelayanan kefarmasian yang

1

Universitas Sumatera Utara

diberikan apotek oleh apoteker. Pelayanan yang bermutu selain mencegah
terjadinya medication error, juga memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat
sehingga masyarakat akan memberikan persepsi yang baik terhadap apotek.
Pelayanan bermutu adalah pelayanan sesuai standar yang akan berujung pada
kepuasan pasien.
Penelitian tentang penerapan standar pelayanan kefarmasian di Apotek di
kota Medan menyimpulkan, bahwa 52,49% apoteker tidak hadir setiap harinya,
83,82% pelayanan langsung kepada pasien dilakukan oleh asisten apoteker, dan
skor rata-rata pelaksanaan pelayanan kefarmasian adalah 47,63% (Ginting, 2008).
Penelitian tentang pelayanan kefarmasian di apotek juga pernah dilakukan di
Kecamatan Semampir wilayah Surabaya, hasilnya adalah 27,27% apotek kategori
baik, 36,36% kategori sedang dan 36,36% kategori kurang (Rosita, 2012).

Menimbang bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/
SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek sudah tidak sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan hukum serta untuk melaksanakan ketentuan
pasal 21 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian, Menteri Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian
di apotek (Menkes, RI., 2014).
Peran dan fungsi pelayanan kerfarmasian di Apotek belum begitu
dirasakan oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya
mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan apoteker di apotek (Ditjen Binfar dan
Alkes, 2008). Berdasarkan latar belakang di atas peneliti bermaksud untuk

2

Universitas Sumatera Utara

mengetahui Mutu pelayanan kefarmasian di apotek dan tingkat kepuasan
konsumen di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Untuk menentukan mutu pelayanan kefarmasian di apotek dan tingkat

kepuasan dapat dibagi atas variabel terikat dan variabel bebas. Mutu pelayanan
kefarmasian di apotek dan tingkat kepuasan konsumen adalah variabel terikat.
Variabel bebas untuk mutu pelayanan kefarmasian adalah ketenagaan, pelayanan,
administrasi, dan evaluasi mutu pelayanan. Sedangkan untuk tingkat kepuasan
konsumen adalah kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati dan fasilitas
berwujud. Selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini
ditunjukkan pada Gambar 1.1
Variabel bebas

Variabel terikat

Elemen-elemen Mutu
Pelayanan Kefarmasian

Mutu pelayanan
kefarmasian

Ketenagaan

Baik


( 81-100)

Pelayanan kefarmasian

Cukup Baik

( 61-80 )

Administrasi

Kurang Baik ( 20-60 )

Evaluasi mutu pelayanan
Indikator Tingkat
Kepuasan

Kepuasan konsumen

Kehandalan


Sangat puas

Ketanggapan

Puas

Keyakinan

Kurang puas

Empati

Tidak puas

Fasilitas berwujud

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

3


Universitas Sumatera Utara

1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran
Kabupaten Asahan ?
b. Bagaimana tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di
empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ?
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, diperoleh hipotesis penelitian sebagai
berikut:
a. Mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten
Asahan masih belum mencapai kategori baik.
b. Tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian belum
mencapai kategori sangat puas.
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mengetahui:

a. Mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten
Asahan.
b. Mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian
di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan.

4

Universitas Sumatera Utara

1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dan
sebagai dasar perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di apotek
di Kota Kisaran Kabupaten Asahan agar lebih baik kedepannya.

5

Universitas Sumatera Utara