Penentuan Kadar Oktil Metoksisinamat pada Alas Bedak Sari Ayu dan Pond’s Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Kosmetika
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan

yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan
alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari
bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan.
Sejak tahun 1938, di Amerika Serikat dibuat Akta tentang definisi kosmetika
yang

kemudian

menjadi

acuan

Peraturan


Menteri

Kesehatan

RI

No.

220/Menkes/Per/X/76 tanggal 6 September 1976 yang menyatakan bahwa:
Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan,
dituangkan,

dipercikkan

atau

disemprotkan

pada,


dimasukkan

kedalam,

dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk
membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak
termasuk golongan obat.
2.1.1. Kandungan Kosmetika
Pada umumnya kosmetika terdiri atas berbagai macam bahan, yang mempunyai
tugas tertentu di dalam campuran tersebut. Maka pembagian isi kosmetik yang disusun
berdasarkan tugas bahan kosmetika tersebut adalah sebagai berikut:
a.

Bahan Dasar (Vehikulum)
Bahan dasar sebagai pelarut atau merupakan tempat dasar bahan lain sehingga
umumnya menempati volume yang jauh lebih besar dari bahan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

5


b.

Bahan Aktif (Active Ingredients)
Merupakan bahan kosmetik terpenting yang dalam konsenterasi kecil mempunyai
daya kerja diunggulkan dalam kosmetika tersebut sehingga memberikan nama daya
kerja pada seluruh campuran bahan tersebut.

c. Bahan yang Menstabilkan Campuran (Stabilizer)
Bahan yang menstabilkan campuran (stabilizer sehingga kosmetika tersebut dapat
lebih lama lestari dalam warna, baud an bentuk fisik.
d. Bahan Pelengkap Kosmetik
Sebagai bahan pelengkap yang berupa pewangi (perfumery, maksudnya agar
kosmetika segar baunya bila di pakai, dan pewarna (coloring), agar kosmetika enak
dipandang mata sebelum dan sewaktu dipakai.
2.1.2. Efek Samping Kosmetika
Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit
manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik serta mengubah rupa.
Karena terjadi kontak antara kosmetika dengan kulit, maka ada kemungkinan kosmetika
diserap oleh kulit dan masuk ke bagian tubuh yang lebih dalam dari tubuh.

1. Efek Samping Pada Kulit
Beberapa dampak yang terjadi akibat pemakaian kosmetika yang dikenakan
pada kulit dapat berupa dermatitis kontak alergik atau iritan, akne kosmetika,
fotosensitivitas, pigmented cosmetic dermatitis, merupakan kelainan mirip melanosis
Riehl yang kadang-kadang terasa gatal.
2. Efek Samping pada Rambut dan Kuku
Efek samping kosmetika pada rambut atau kuku berupa kerontokan rambut,
kerusakan kuku dan rambut, dan perubahan warna kuku atau rambut.

Universitas Sumatera Utara

6

3. Efek Samping pada Mata
Kosmetika mata atau kosmetika lain yang pemakaiannya dekat mata, dapat
menimbulkan efek samping pada mata berupa rasa tersengat (stinging) dan rasa terbakar
(burning) , konjungtivitas alergik dengan atau tanpa dermatitis, infeksi mata ringan
sampai berat.
4. Efek Samping pada Saluran Pernafasan
Keluhan pada saluran napas dapat terjadi pada pemakaian kosmetika terutama

dalam bentuk aerosol (spray) yang digunakan dalam ruangan dengan ventilasi yang
buruk.
5. Efek Toksik Jangka Panjang
Penggunaan kosmetika mungkin menimbulkan efek jangka panjang pada
berbagai organ tubuh, misal, darah, hati, ginjal, limpa, paru-paru, embrio (teratogen),
alat endoktrin dan kelenjar limfe. Kelainan ini dapat terjadi akibat efek kumulatif
pemakaian kosmetika yang umumnya dipakai dalam jangka waktu lama (puluhan tahun)
dan daerah pemakaian yang luas. Kemungkinan mutagenitas kosmetika dikhawatirkan
dapat terjadi, dan penilaian retrospektif di kemudian hari yang dapat menimbulkan
kemungkinan tersebut.
2.1.3. Penggolongan Kosmetika
Dewasa ini terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah
produk pabrik kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai
anngka ribuan. Data terakhir menunjukkan lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar
secara resmi di Indonesia,dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat pabrik kosmetika
yang tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan.

Universitas Sumatera Utara

7


Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika, baik
untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan
kosmetika.
Sub Bagian Kosmetika Medik Bagian/SMF Ilmu Kulit dan Kelamin
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, membagi kosmetika atas :
1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan, yang terdiri atas :
a. Kosmetika pembersih (cleansing)
b. Kosmetika pelembab (moisturizing)
c. Kosmetika pelindung (protecting)
d. Kosmetika penipis (thinning)
2. Kosmetika rias/dekoratif, yang terdiri atas :
a. Kosmetika rias kulit terutama wajah
b. Kosmetika rias rambut
c. Kosmetika rias kuku
d. Kosmetika rias bibir
e. Kosmetika rias mata
3. Kosmetika pewangi/parfum, yang terdiri atas :
a. Deodoran dan antiperspiran
b. After shave lotion

c. Parfum atau eau de toilette (Wasitaatmadja, 1997).

Universitas Sumatera Utara

8

2.1.4. Kosmetika Pelindung
Kosmetika pelindung adalah kosmetik yang dikenakan pada kulit yang sudah
bersih dengan tujuan melindungi kulit dari berbagai pengaruh lingkungan yang
merugikan kulit.
Menurut tujuan spesifiknya, masing-masing kosmetik pelindung dapat dibagi
dalam kelompok berikut.
1. Preparat yang melindungi kulit dari bahan-bahan kimia (bahan kimia yang
membakar, larutan detergen, urin yang sudah terurai, dll.).
2. Preparat untuk melindungi kulit dari debu, kotoran, tir, bahan pelumas, dll.
3. Preparat yang melindungi kulit dari benda fisik yang membahayakan kulit
(sinar ultraviolet, panas).
4. Preparat yang melindungi kulit dari luka secara mekanis (dalam bentuk
kosmetik pelumas).
5. Preparat untuk mengusir serangga agar tidak mendekati kulit.

2.2.

Bahaya Sinar Matahari
Sinar matahari, di satu pihak, sangat diperlukan oleh makhluk hidup sebagai

sumber energi dan penyehat kulit dan tulang, misalnya dalam pembentukan vitamin D,
tetapi dilain pihak sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang membahayakan
kulit. Sinar ultraviolet ini dapat menimbulkan berbagai kelainan pada kulit mulai dari
kemerahan, noda hitam, penuaan dini, kekeringan, keriput, sampai kanker kulit.
Sinar matahari terdiri atas sinar yang dapat dilihat (panjang gelombang 40007400 nm/A), sinar infra merah (7500-53.000 A), dan sinar ultraviolet (UV) yang terdiri
Universitas Sumatera Utara

9

atas sinar UV-A (3200-3800 A), sinar UV-B (2900-3200 A) dan sinar UV-C (20002900 A) yang memiliki panjang gelombang paling pendek, tetapi memiliki energi serta
daya perusak yang paling besar. Untunglah sinar UV-C tidak sampai ke bumi karena
diserap oleh lapisan ozon di angkasa luar.
Sinar ultraviolet matahari dapat menembus awan yang tipis dan air yang tidak
terlalu dalam, seperti air di kolam renang dan di tepi pantai serta dapat diteruskan ke
kulit oleh pantulan cermin, logam yang berkilau, pasir putih di pantai, bahkan oleh

salju. Karena orang tidak mungkin menghentikan kegiatan di siang hari atau tidak
melakukan kegiatan olah raga di pantai, di kolam renang, dan lain-lain, maka kulit perlu
dilindungi dari bahaya sinar UV matahari.
2.3.

Perlindungan Kulit
Secara alami, kulit sudah berusaha melindungi dirinya beserta organ-organ di

bawahnya dari bahaya sinar UV matahari, antara lain dengan membentuk butir-butir
pigmen kulit (melanin) yang sedikit banyak memantulkan kembali sinar matahari.
Secara artifisial, ada dua cara perlindungan kulit, yaitu:
1. Perlindungan secara fisik, misalnya memakai payung, topi lebar, baju lengan
panjang, celana panjang, serta pemakaian bahan-bahan kimia yang melindungi kulit
dengan jalan memantulkan sinar yang mengenai kulit, misalnya Titan dioksida, seng
oksida, kaolin, kalsium karbonat, magnesium karbonat, talkum, silisium dioksida
dan bahan-bahan lainnya sejenis yang sering dimasukkan dalam alas bedak
(foundation) atau bedak.
2. Perlindungan secara kimiawi dengan memakai bahan kimia. Ada dua kelompok
bahan kimia ini:


Universitas Sumatera Utara

10

a. Bahan yang menimbulkan dan mempercepat proses penggelapan kulit (tanning)
misalnya dioksi aceton dan 8-methoksi psoralen, yang dikonsumsi 2 jam
sebelum berjemur. Bahan ini mempercepat pembentukan pigmen melanin di
permukaan kulit.
b. Bahan yang menyerap UV-B tetapi meneruskan UV-A ke dalam kulit, misalnya
Para Amino Benzoic Acid (PABA) dan derivatnya, Sinnamat, Anthranilat,
Benzophenon, Digalloyl trioleat, dan petrolatum veteriner merah. Tetapi perlu
diingat bahwa PABA dan sejumlah bahan tersebut bersifat Photosensitizer,
yaitu jika terkena sinar matahari terik seperti halnya di negara tropis Indonesia
dapat menimbulkan berbagai reaksi negatif pada kulit, seperti photoallergy,
phototoxic, disamping pencoklatan kulit (tanning) yang tidak disukai oleh
orang Asia yang menyukai kulit yang berwarna putih.
2.3.1. Syarat Untuk Sediaan Tabir Surya
Syarat-syarat bagi preparat kosmetik tabir surya (sunscreen):
1. Enak dan mudah dipakai.
2. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan.

3. Bahan aktif dan bahan dasar mudah tercampur.
4. Bahan dasar harus dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit.

Universitas Sumatera Utara

11

Syarat-syarat bagi bahan aktif untuk preparat tabir surya:
1. Efektif menyerap radiasi UV-B tanpa perubahan kimiawi, karena jika tidak
demikian akan mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau menimbulkan
iritasi.
2. Meneruskan UV-A untuk mendapatkan tanning ( di kulit Kaukasia/Eropa).
3. Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap.
4. Mempunyai daya larut yang cukup untuk mempermudah formulasinya.
5. Tidak berbau atau boleh berbau ringan.
6. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak menyebabkan sensitisasi (Tranggono,
2007).
2.4.

Oktil Metoksisinamat
Oktil Metoksisinamat atau dengan nama lain octinoxate adalah suatu senyawa

organik dengan rumus molekul C18H26O3 yang tidak larut dalam air. Oktil
Metoksisinamat berupa cairan berwarna kuning atau kuning bening yang memiliki
densitas 1.007-1,017 g.cm-3, titik beku -25oC, titik didih 185-195oC pada 0,75 mmHg.
(Kyowa Hakko Europe GmbH Octyl Methoxycinnamate).

Gambar 1.1. Struktur Oktil Metoksisinamat

Universitas Sumatera Utara

12

Oktil Metoksisinamat (OMC) adalah filter UV-B yang paling luas digunakan
dengan perlindungan potensial yang paling bagus. OMC terdaftar sebagai bahan kimia
dengan volume produksi yang paling tinggi dalam database informasi zat kimia Eropa.
(Kyowa Hakko Europe GmbH Octyl Methoxycinnamate; Duale, 2009).
Oktil Metoksisisnamat adalah cairan yang larut dalam minyak yang merupakan
UV-filter dan dapat dengan mudah tersebar ke fase minyak dari preparat kosmetik.
OMC paling sesuai dengan bahan-bahan kosmetik. Karena OMC merupakan turunan
dari asam sinamat (asam lemak yang tidak tersaturasi), antioksidan harus ditambahkan
ke dalam komposisi kosmetik, untuk menjamin stabilitas oksidatif dari produk.
Antioksidan yang dapat digunakan sebagai contoh vitamin E atau BHT.
OMC besar pengunaannya pada berbagai jenis kosmetik karena OMC memiliki
koefisiensi yang besar sebagai filter UV-B. Hanya beberapa reaksi fotosensitifitas
dan/atau fotoalergik yang diinduksi oleh senyawa ini (Pattanaargson, S and P.
Limbong., 2000). Maka dari itu OMC cocok digunakan sebagai pelindung sinar
matahari dan produk perlindungan bahaya sinar UV-B sehari-hari (Kyowa Hakko
Europe GmbH Octyl Methoxycinnamate).
Pemakaian topikal dari OMC ditoleransi dengan baik, dengan iritasi kulit sedikit
atau diabaikan, reaksi kontak alergi, dan efek fototoksik. Namun, sebelumnya telah
dilaporkan bahwa toksisitasnya meningkat sebagai akibat dari kerusakan radiasi UV.
Imbas kerusakan dari terkena sinar UV adalah dapat mengganggu proses seluler atau
menyebabkan kerusakan oksidatif pada kulit manusia. OMC telah terbukti menurunkan
fotosensitifitas saat terkena sinar matahari, yang menyebabkan penurunan efisiensi
serapan sinar UV. Fotosensitifitas mungkin memiliki toksisitas lebih tinggi dari OMC
itu sendiri. Efek samping lain dari tabir surya adalah pembentukan oksigen tunggal dan

Universitas Sumatera Utara

13

berbagai efek estrogenic setelah in vivo dan in vitro untuk paparan beberapa UV filter.
Tabir surya digunakan sebagai pertahanan utama terhadap sinar UV matahari, dan akan
mengantisipasi reduksi besar dari UV yang menyebabkan transkripsi kerusakan gen
DNA ketika sel-sel dilindungi dengan OMC (Duale, 2009).
Oktil metoksisinamat memiliki sifat yang baik untuk melarutkan UV_filter padat
contohnya Butil Metoksidibenzoil Methana. Jika ingin mencapai nilai SPF yang lebih
tinggi harus diingat, bahwa campuran UV-filter yang berbeda adalah solusinya.
Penggunaan lokal Oktil Metoksisinamat pada kosmetik yang direkomendasikan:
Eropa

10%

Amerika

7,5%

Jepang

20%

Australia

10%

Indonesia

10%

(Kyowa Hakko Europe GmbH Octyl Methoxycinnamate; MA PPOM 15/KO/01).

Universitas Sumatera Utara

14

2.5.

Metode Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam

sampel terdistribusi anatara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat
berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan
yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak
adapt berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya
dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis
tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair.
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada
pengelompokannya. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi
atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut
dengan kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT); dan
kromatografi gas (KG).
2.5.1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun
1960-an dan awal 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima
secara luas untuk analisa bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik,
serta obat dalam cairan biologis.

Universitas Sumatera Utara

15

2.5.1.1.

Sistem Peralatan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas:
a.

Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembab (inert). Wadah pelarut kosong
ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak.
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi
(Rohman, 2008).

b.

Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang inert
terhadap fase gerak, harus menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan terulang
ke kolom, harus mempunyai volume tertahan yang minimum sehingga
memungkinkan pergantian pelarut dengan cepat dan elusi landaian secara efisien
(Rohman, 2008; Gritter, 1991).
Ada dua jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa dengan tekanan
konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan
aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe
pompa dengan tekanan konstan.

c.

Tempat penyuntikan sampel
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam
fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat

Universitas Sumatera Utara

16

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup Teflon yang
dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal dan eksternal.
d.

Kolom
Panjang kolom pada KCKT biasanya sekitar 5-25cm. Kolom KCKT dikemas
dengan memakai tekanan tinggi dan memerlukan tekanan yang tinggi (Gritter,
1991).
Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.
Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat fase diam untuk
berlangsungnya proses pemisahan solute/analit.

e.

Detektor
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor
universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektormetri massa;
dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara
spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan
elektrokimia (Rohman, 2008).

Universitas Sumatera Utara