Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(1)

PENETAPAN KADAR KOTRIMOKSAZOL DENGAN

METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

(KCKT)

TUGAS AKHIR

OLEH:

ARAHMAN AKBAR

NIM 102410034

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan doa restu, kasih sayang dan motivasi hingga Tugas Akhir ini selesai.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 4. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh perhatian hingga selesainya Tugas Akhir ini.

5. Bapak Drs. Ismail M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.


(4)

6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

7. Bapak Drs. I Gede Nyoman Suandi, M.M., Apt., selaku Kepala Balai Besar POM Medan.

8. Ibu Lambok Okta SR, M.Kes., Apt., selaku Manager Mutu di Balai Besar POM Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

9. Kakak Dewi Afriani, S.Si., Apt., selaku Penanggung jawab Laboratorium Obat di Balai Besar POM Medan yang telah membantu penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan.

10.Bapak dan Ibu seluruh staff di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek kerja lapangan.

11.Abang dan Adik penulis “Iwa dan Yoga” tersayang, yang selalu memberikan nasehat dan kasih sayang kepada penulis.

12.Sahabat-sahabat terbaik penulis, Riska, Nazly, Kiki, Asro, Janu, Ojan, Astri, Nadya, Rama, Lia, Devi, Nisa, Vitta, Tiwi, Dina dan Yohanna yang selalu semangat dan selalu menghibur penulis setiap saat.

13.Seluruh teman-teman seperjuangan “Analis Farmasi 2010” dan semua pihak tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan berjasa kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari dalam tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun yang pada akhirnya dapat digunakan untuk


(5)

menambah pengetahuan dan berguna bagi kita semua. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karuni-Nya untuk kita semua, Amin.

Medan, April 2013 Penulis,

Arahman Akbar NIM 102410034


(6)

DETERMINATION OF KOTRIMOKSAZOL BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Kotrimoksazol is combination mixture sulfametoksazol and trimethoprim between 5:1 to bacterisid with the spectrum bigger than sulfonamide.Trimetoprim and sulfametoksazol will survive enzimatik obligat reaction with 2 steps so this combination will give sinergistik effect. The qualitatif test of each drug was done to suspension sulfametoksazol and trimetoprim solution to system HPLC with coloum, mobile phase, flow rate and detector same as included in United States Pharmacopeia (USP) 34TH Edition 2011. The requirement oral suspension of United States Pharmacopeia (USP) 34TH Edition namely containing sulfametoxazole and trimetoprim not less than 90.0 % and not more than 110.0 % from the label declared. The validation test of the tablet mixture who made by researcher showed the concentration 101.17% for sulfametoxazole and for trimetoprim showed the concentration 105.14%.


(7)

PENETAPAN KADAR KOTRIMOKSAZOL DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari sulfametoksazol dan trimetoprim dengan perbandingan 5:1, bersifat bakterisid dengan spektrum kerja lebih lebar dibandingkan dengan sulfonamida. Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada bakteri sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergistik. Pengujian ini bertujuan untuk menetapkan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom, fase gerak, laju alir dan detektor yang tertera pada United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXXIV tahun 2011. Persyaratan kadar suspensi kotrimoksazol menurut USP Edisi XXXIV tahun 2011 baik untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar suspensi kotrimoksazol yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yaitu untuk kadar sulfametoksazol sebesar 101,17% dan kadar trimetropim sebesar 105,14%.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Suspensi ... 4

2.2 Suspensi Kotrimoksazol ... 6

2.2.1 Uraian Kotrimoksazol ... 6

2.2.1.1 Sulfametoksazol ... 6

2.2.1.2 Trimetoprim ... 7

2.2.2 Mekanisme Kerja ... 7

2.2.3 Farmakokinetika ... 8

2.2.4 Efek Samping ... 9

2.2.5 Kegunaan ... 9


(9)

2.2.7 Dosis ... 10

2.3 Kromatografi ... 10

2.3.1 Pembagian Kromatografi ... 11

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 11

2.4.1 Klasifikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 12

1. Kromatografi Absorbsi ... 12

2. Kromatografi Partisi ... 13

3. Kromatografi Penukar Ion ... 15

4. Kromatografi Ekslusi ... 15

2.4.2 Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 15

1. Wadah Fase Gerak ... 15

2. Pompa ... 16

3. Injektor ... 17

4. Kolom ... 17

5. Detektor ... 17

6. Komputer ... 18

BAB III METODE PERCOBAAN ... 19

3.1 Tempat Pengujian ... 19

3.2 Alat ... 19

3.3 Bahan ... 19

3.4 Sampel ... 19

3.5 Prosedur ... 20

3.5.1 Penentuan Bobot Jenis ... 20

3.5.2 Pembuatan Fase Gerak ... 20


(10)

3.5.3.1 Sulfametoksazol ... 21

3.5.3.2 Trimetoprim ... 21

3.5.4 Larutan Uji ... 21

3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 22

3.6.1 Pengaturan Kondisi Sistem ... 22

3.6.2 Mengaktifkan Sistem ... 22

3.6.3 Penentuan Garis Alas ... 22

3.7 Penetapan Kadar Kotrimoksazol ... 22

3.8 Interprestasi Hasil ... 23

3.9 Persyaratan ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Hasil ... 25

4.2 Pembahasan ... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) ... 31

Lampiran 2. Gambar alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 32

Lampiran 3. Gambar Alat Ultrasonic Cleaner dan Penyaring ... 33

Lampiran 4. Neraca Mikro Dan Neraca Analitik ... 34

Lampiran 5. Kromatogram Larutan Baku Kotrimoksazol ... 35

Lampiran 6. Kromatogram Larutan Uji Kotrimoksazol ... 36

Lampiran 7. Perhitungan Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dalam Suspensi Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 37


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kadar Kotrimoksazol Suspensi ... 25

Tabel 2. Berat Jenis Suspensi Kotrimoksazol ... 37

Tabel 3. Data Kromatogram Larutan Baku Kotrimoksazol ... 39

Tabel 4. Data Kromatogram Larutan Uji Kotrimoksazol ... 39


(13)

DETERMINATION OF KOTRIMOKSAZOL BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Kotrimoksazol is combination mixture sulfametoksazol and trimethoprim between 5:1 to bacterisid with the spectrum bigger than sulfonamide.Trimetoprim and sulfametoksazol will survive enzimatik obligat reaction with 2 steps so this combination will give sinergistik effect. The qualitatif test of each drug was done to suspension sulfametoksazol and trimetoprim solution to system HPLC with coloum, mobile phase, flow rate and detector same as included in United States Pharmacopeia (USP) 34TH Edition 2011. The requirement oral suspension of United States Pharmacopeia (USP) 34TH Edition namely containing sulfametoxazole and trimetoprim not less than 90.0 % and not more than 110.0 % from the label declared. The validation test of the tablet mixture who made by researcher showed the concentration 101.17% for sulfametoxazole and for trimetoprim showed the concentration 105.14%.


(14)

PENETAPAN KADAR KOTRIMOKSAZOL DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari sulfametoksazol dan trimetoprim dengan perbandingan 5:1, bersifat bakterisid dengan spektrum kerja lebih lebar dibandingkan dengan sulfonamida. Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada bakteri sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergistik. Pengujian ini bertujuan untuk menetapkan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom, fase gerak, laju alir dan detektor yang tertera pada United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXXIV tahun 2011. Persyaratan kadar suspensi kotrimoksazol menurut USP Edisi XXXIV tahun 2011 baik untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar suspensi kotrimoksazol yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yaitu untuk kadar sulfametoksazol sebesar 101,17% dan kadar trimetropim sebesar 105,14%.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari sulfametoksazol dan trimetoprim dengan perbandingan 5:1, bersifat bakterisid dengan spektrum kerja lebih lebar dibandingkan dengan sulfonamida. Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada bakteri sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergistik. Spektrum antibakteri trimetoprim mirip sulfametoksazol. Namun demikian, Trimetoprim 20-50 kali lebih poten (kuat) dari sulfametoksazol (Mycek, 1995).

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapetik yang diharapkan. Prosedur pengujian dan penetapan kadar pengujian diberikan untuk menetapkan kesesuaian dengan persyaratan kadar, mutu dan kemurnian yang tertera pada Farmakope (Depkes, 1995).

Kotrimoksazol merupakan pengobatan yang efektif untuk infeksi-infeksi seperti: saluran kemih, alat kelamin (prostatitis), saluran cerna, dan pernapasan

(bronchitis) sehingga pengawasan terhadap zat berkhasiat kotrimoksazol perlu

dijaga karena jika tidak memenuhi persyaratan dapat mengakibatkan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan.

Menurut Clarke’s Analysis of Drug & Poisons Edisi Ketiga (2004), Sulfametoksazol dan Trimetoprim dapat ditetapkan kadarnya dengan


(16)

menggunakan Kromatografi Lapis Tipis, Spektrofotometri UV, Spektrofotometri Inframerah, Spektrofotometri Massa, Kromatografi Gas, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Menurut United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXXIV (2011) bahwa kombinasi Sulfametoksazol dan Trimetoprim ditentukan kadarnya menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan fase gerak campuran air:asetonitril:trietilamin (1400:400:2) v/v, menggunakan detektor 254 nm dengan kolom L1 (25 cm x 4,6 mm), dan laju alir 2 ml/menit dimana persyaratan kadar untuk suspensi kotrimoksazol baik untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Metode kromatografi cair kinerja tinggi memiliki banyak keuntungan yaitu: kecepatan analisis tinggi, daya pisahnya baik, mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah untuk memperoleh kembali cuplikan, kolom dapat dipakai berulang kali, dan perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dan kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

Berdasarkan hal ini, penulis melakukan pengujian kadar Kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar Kotrimoksazol dalam sediaan suspensi adalah untuk mengetahui apakah kadar Kotrimoksazol dalam sediaan suspensi memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXXIV.


(17)

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar Kotrimoksazol dalam sediaan suspensi adalah agar dapat mengetahui bahwa sediaan suspensi Kotrimoksazol yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXXIV sehingga aman untuk dikonsumsi.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suspensi

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali. Suspensi umumnya mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitasnya, sebagai stabilisator dapat dipergunakan bahan-bahan disebut sebagai emulgator (Joenoes, 1990).

Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat minimum. Beberapa suspensi resmi diperdagangkan tersedia dalam bentuk siap pakai, telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan tambahan farmasetik lainnya (Ansel, 1989).

Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semipadat, dan fase terdispersi atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya tidak larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu (Lieberman, 1994).

Menurut Anief (1999), suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara:


(19)

− Tetes Mata (Guttae opthalmicae) − Per oral

− Per rektal

Menurut Ansel (2005), ada beberapa alasan pembuatan suspense oral. Salah satunya karena adanya obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tetapi stabil apabila disuspensi. Dalam hal ini, suspensi oral menjamin stabilitas kimia dan memungkinkan terapi untuk cairan. Pada umumnya, bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat karena pemberiannya lebih mudah, aman, dan keluwesan dalam pemberian dosis terutama untuk anak-anak.

Menurut Joenoes (1990), beberapa faktor penting dalam formulasi sediaan obat bentuk suspensi adalah:

− Derajat kehalusan partikel yang terdispersi.

− Tidak tebentuk garam kompleks yang tidak dapat diabsorbsi dari saluran pencernaan.

− Tidak terbentuk kristal/hablur. − Derajat viskositas cairan.

Menurut Ansel (1989), sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasi adalah:

− Sediaan suspensi harus mengendap secara lambat dan mudah rata apabila dikocok.

− Karakteristik suspensi harus stabil dan tersuspensi kembali ketika penyimpanan dalam waktu lama.


(20)

− Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.

2.2 Suspensi Kotrimoksazol

Suspensi Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol C10H11N3O3S dan

Trimetoprim, C14H18N4O3, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

dari jumlah yang tertera pada etiket (USP Edisi XXXIV, 2011).

2.2.1 Uraian Kotrimoksazol 2.2.1.1 Sulfametoksazol

Rumus struktur :

Nama kimia : N1 – (5-metil-3-isoksazolil) sulfanilamida Rumus molekul : C10H11N3O3S

Berat molekul : 253, 28

Pemerian : Serbuk hablur, putih, dan praktis tidak berbau.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam kloroform, mudah larut dalam aseton dan dalam larutan natrium hidroksida encer, agak sukar larut dalam etanol.


(21)

2.2.1.2 Trimetoprim

Rumus struktur :

Nama kimia : 2,4-Diamino-5-(3,4,5-trimetoksibenzil)pirimidina Rumus molekul : C14H18N4O3

Berat molekul : 290, 36

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih sampai krem, dan tidak berbau.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam benzyl alkohol, agak sukar larut dalam kloroform dan dalam methanol, sangat sukar larut alam etanol dan dalam aseton, praktis tidak larut dalam eter dan dalam karbon tetraklorida.

2.2.2 Mekanisme Kerja

Aktivitas antibakteri kombinasi antara sulfametoksazol dan trimetoprim (kotrimoksazol) berdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berurutan pada reaksi enzimatik untuk pembentukan asam tetrahidrofolat. Sulfonamida menghambat masuknya para-aminobenzoic acid (PABA) ke dalam molekul asam folat dan trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (Mycek, 2001).


(22)

Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom C, seperti pembentukan basa purin (adenine, guanine dan timidin) dan beberapa asam amino. Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel mamalia (Mariana, 1995).

Untuk mendapatkan efek sinergi diperlukan perbandingan kadar yang optimal dari kedua obat tersebut. Kotrimoksazol ini bersifat bakterisid untuk beberapa jenis mikroba dengan perbandingan kadar sulfametoksazol dengan trimetoprim yang optimal adalah 20:1. Sifat farmakokinetik sulfonamid untuk kombinasi dengan trimetoprim sangat penting untuk kadar yang relatif tetap dari kedua obat tersebut dalam tubuh. Trimetoprim pada umumnya 20-100 kali lebih poten daripada sulfametoksazol, sehingga sediaan kombinasi diformulasikan untuk mendapatkan kadar sulfametoksazol 20 kali lebih besar daripada trimetoprim (Mariana, 1995).

2.2.3 Farmakokinetika

Trimetoprim biasanya diberikan secara oral, baik tunggal maupun dikombinasikan dengan sulfametoksazol, kombinasi ini merupakan bentuk terakhir yang dipilih karena trimetoprim dan sulfametoksazol memiliki waktu paruh yang hampir sama (Katzung, 2004).

Menurut Sukandar, dkk., (2008), waktu paruh dengan pemberian oral pada trimetoprim adalah 8-11 jam dan sulfametoksazol adalah 10-12 jam. Trimetoprim dan sulfametoksazol diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Sekitar 44% trimetoprim dan 70% sulfametoksazol terikat dengan protein.


(23)

Trimetoprim diabsorbsi dengan baik di usus dan didistribusikan secara luas dalam cairan dan jaringan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Karena trimetoprim lebih larut dalam lemak dibandingkan sulfametoksazol, maka volume distribusi trimetoprim lebih banyak dibandingkan sulfametoksazol. Jika 1 bagian trimetoprim diberikan dengan 5 bagian sulfametoksazol, maka konsentrasi plasma puncaknya adalah pada rasio 1:20 yang merupakan konsentrasi optimal. Sulfametoksazol lebih banyak terikat pada protein plasma dibandingkan trimetoprim (Katzung, 2004).

2.2.4 Efek samping

Biasanya berupa gangguan kulit dan gangguan lambung-usus, stomatitis. Pada dosis tinggi efek sampingnya juga berupa demam dan gangguan fungsi hati dan kelainan pada darah (neutropenia, trombositopenia). Oleh karena itu, penggunaan lebih dari dua minggu hendaknya disertai dengan pengawasan darah. Resiko kristal uria dapat dihindari dengan meminum lebih dari 1,5 liter air sehari (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.2.5 Kegunaan

Kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim merupakan pengobatan yang efektif untuk infeksi-infeksi saluran kemih dengan komplikasi, alat kelamin

(prostatitis) dan saluran cerna (Katzung, 2004).

Kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim menjadi terapi efektif untuk berbagai infeksi, meliputi pneumonia akibat Pneumocystis jiroveci, shigelosis, infeksi salmonella sistematik, infeksi saluran kemih, dan beberapa infeksi


(24)

2.2.6 Bentuk sediaan

Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral yang mengandung 400 mg Sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim atau 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim. Untuk anak- anak tersedia dalam bentuk suspensi oral yang mengandung 200 mg Sulfametoksazol dan 40 mg Trimetoprim/5 ml, serta tablet pediatrik yang mengandung 100 mg Sulfametoksazol dan 20 mg Trimetoprim. Untuk pemberian intravena tersedia sediaan infus yang mengandung 400 mg Sulfametoksazol dan 80 mg Trimetoprim/5 ml (Gunawan, 2007).

2.2.7 Dosis

Dosis dewasa 800 mg Sulfametoksazol dan 160 mg Trimetoprim setiap 12 jam. Pada infeksi yang berat diberikan dosis lebih besar. Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak adalah Sulfametoksazol 40 mg/kg/BB/hari dan 8 mg/kg/BB/hari Trimetoprim (Mariana, 1995).

2.3 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (Johnson dan Stevenson, 1991).

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik. Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia untuk


(25)

melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif atau preparative dalam bidang farmasi. (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.1 Pembagian Kromatografi

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Rohman, 2009).

Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut kromatografi planar, (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d) kromatografi gas (KG). Bentuk kromatografi yang paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang besar (Rohman, 2009).

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Perpormance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat (Rohman, 2009).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan teknik yang mana solute atau zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute-solute ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solute-solute ini diatur oleh distribusi solute dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan


(26)

kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, detektor sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

Menurut Roth dan Gottfried (1998), kromatografi cair kinerja tinggi merupakan jenis yang khusus dari kromatografi kolom. Berbeda dengan kromatografi gas, metode ini menggunakan cairan dengan tekanan tinggi sebagai fase mobil (fase gerak) sebagai pengganti gas. Metode ini dapat dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh empat sifat yang khas yaitu:

- Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.

- Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1 sampai 3 mm, untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro.

- Ukuran partikel bahan sorbsi (penyerap) terletak dibawah 50 µm, hingga akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.

- Pelarut elusi dialirkan kedalam kolom dengan tekanan untuk mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom.


(27)

Menurut Synder (1979), banyak kelebihan metode kromatografi cair kinerja tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Beberapa kelebihan kromatografi cair kinerja tinggi antara lain:

1. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran. 2. Mudah melaksanakannya.

3. Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi.

4. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis. 5. Resolusi yang baik.

6. Dapat digunakan bermacam-macam detektor. 7. Kolom dapat dipergunakan kembali.

2.4.1 Klasifikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) berdasarkan pada sifat fase diam yaitu:

1. Kromatografi Absorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi menggunakan fase diam silika gel atau alumina. Fase geraknya berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekoran puncak, seperti n-heksana ditambah metanol. Jenis KCKT ini sesuai untuk pemisahan-pemisahan campuran isomer struktur dan untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional yang berbeda (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Kromatografi Partisi

Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat. Kebanyakan fase diamnya adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau


(28)

fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon non polar seperti oktadesilsilana, oktilsilana, atau dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilana (ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah dengan fase terbalik. Sedangkan fase geraknya adalah campuran asetonitril atau metanol dengan air atau dengan larutan buffer. (Gandjar dan Rohman, 2007).

Ditinjau dari jenis fase diam dan fase geraknya, maka kromatografi partisi dapat dibedakan atas:

a. Kromatografi Fase Normal

Kromatografi fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak ini biasanya tidak polar. Dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana, heksana, heptana maupun iso-oktana sering digunakan. Halida alifatis seperti diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan. Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal (Munson, 1991).

b. Kromatografi Fase Terbalik

Kromatografi fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Kandungan utama fase gerak fase terbalik adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air seperti metanol, etanol, asetonitril, dioksan, tetrahidrofuran dan dimetilformamida ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak. Dapat ditambahkan pula asam, basa, dapar dan/atau surfaktan (Munson, 1991).


(29)

3. Kromatografi Penukar Ion

KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaanya adalah polistiren resin (Rohman, 2007).

Tehnik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion diantara fase gerak dan tempat-tempat berion dari kemasan. Kebanyakan resin-resin berasal dari polimer stiren divinilbenzen dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah. Resin-resin tipe asam sulfonat dan amin kuarterner merupakan jenis resin pilihan paling baik dan banyak digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah digunakan. Tehnik ini dipakai secara luas dalam life sciences dan dikenal secara khas untuk pemisahan asam-asam amino. Tehnik ini dapat dipakai untuk keduanya, kation-kation dan anion-anion (Johnson dan Stevenson, 1991).

4. Kromatografi Eksklusi

Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi (filtrasi) gel, yang digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul lebih besar dari 2000 Dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus atau berdifusi melewati fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pemisahan tehnik ini berdasarkan pada ukuran molekul dari solut. Kemasan adalah suatu gel dengan suatu permukaan berlubang-lubang sangat kecil yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalam jaringan dan ditahan dalam fase gerak yang menggenang. Molekul-molekul yang lebih besar tidak


(30)

dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.4.2 Instrumentasi Kromatogarfi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Bagan instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat dilihat pada Lampiran 1 hal 31. Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada dasarnya terdiri atas enam komponen pokok yaitu:

1. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak yang digunakan harus bersih. Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Pompa

Menurut Mulja dan Suharman (1995), pompa yang cocok untuk KCKT mempunyai beberapa ciri yaitu : pompa harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua macam pelarut, mampu menghasilkan tekanan sampai 5000-6000 psi pada kecepatan alir sampai 3 ml/menit, sedangkan jika untuk skala preparative perlu kecepatan alir sampai 20 ml/menit, dan menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan terulangkan ke dalam kolom. Ada tiga macam jenis pompa yang banyak dipakai pada KCKT antara lain:

- Reciprocating Pumps

- Displacement Pumps (Syringe Pumps)

- Pneumatic Pumps (Constant Pressure Pumps)


(31)

3. Injektor

Menurut Mulja dan Suharman (1995), sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik (injektor). Ada tiga macam sistem injektor pada KCKT yaitu:

- Injektor dengan memakai diafragma (septum) - Injektor tanpa septum

- Injektor dengan pipa dosis

4. Kolom

Kolom merupakan komponen yang vital pada analisis kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi merupakan bagian yang sangat penting, karena proses separasi (pemisahan) komponen-komponen sampel akan terjadi di dalam kolom. Kolom akan menjadi kunci penentu keberhasilan pemisahan komponen-komponen sampel serta hasil akhir analisis dengan KCKT. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 µm di jalur antara penyuntik dan kolom untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan memperjang umur dari kolom (Gritter, 1991; Munson, 1991; Mulja dan Suharman, 1995).

5. Detektor

Menurut Rohman (2007), Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di dalam efluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik sangat peka, tidak banyak berderau, rentang tanggapan liniernya lebar,


(32)

dan menanggapi semua jenis senyawa. Kita menginginkan pula detektor yang kurang peka terhadap perubahan aliran dan suhu, tetapi hal itu selalu tidak terpenuhi. Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu:

- Detektor universal yaitu detektor yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif seperti detektor indeks bias dan spektrofotometri massa.

- Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia

5. Komputer

Alat pengumpul data seperti komputer dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi olehs seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2007).


(33)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dilakukan di Laboratorium Obat, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalahSeperangkat alat KCKT dengan kolom L1 (25 cm x 4,6 mm), detektor 254 nm; sonikator, penyaring membrane PTFE 0,45 μm, penyaring vakum, timbangan analitik, beaker glass, piknometer 25 ml, batang pengaduk, labu tentukur 50 ml, 100 ml, 1000 ml, membran filterukuran 0,45 μm, pH meter, dan pipet volume ukuran 1,0 ml, 2,0 ml, 5,0 ml.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah akuabides, asetonitril, metanol, asam asetat glasial, NaOH 0,2 N, trietilamin, sulfametoksazol baku pembanding, dan trimetoprim baku pembanding.

3.4 Sampel


(34)

− Wadah/Kemasan : Botol/Suspensi 50 ml − No. Batch : 006189

− No Reg : DKL 8304116833A1

− Komposisi : setiap 5 ml suspense mengandung sulfametoxazol 200 mg dan trimetoprim 40 mg

− Kadaluarsa : Jun 2013

− Produksi : PT. Combiphar, Bandung – Indonesia

3.5 Prosedur

3.5.1 Penentuan Bobot jenis

Sediakan piknometer 25 ml. Diatur suhu termometer hingga mencapai suhu kamar (250C). Ditimbang dalam keadaan kosong. Diisi piknometer tersebut dengan air hingga penuh. Diatur suhu termometer hingga mencapai suhu kamar. Ditimbang kembali. Dikeluarkan air dalam piknometer dan bersihkan. Lalu piknometer tersebut diisi dengan sampel yang diuji hingga penuh. Diatur suhu termometer hingga mencapai suhu kamar. Ditimbang dan hitung bobot jenisnya. Data perhitungan bobot jenis dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 37.

3.5.2 Pembuatan Fase Gerak

Campuran 400 ml asetonitril dan 2,0 ml trietilamin dimasukkan ke dalam gelas ukur 2000 ml. Kemudian diadkan dengan air sampai garis tanda. Biarkan hingga suhu kamar dan atur pH hingga 5,9±0,1 menggunakan natrium hidroksida


(35)

0,2 N atau asam asetat glasial P (1:100). Disaring menggunakan penyaring vakum yang sudah dilapisi membran 0,45 μm.

3.5.3 Larutan Baku Pembanding 3.5.3.1 Sulfametoksazol

Ditimbang seksama ±8 mg sulfametoksazol BP, masukkan ke dalam labu tentukur 5 ml, tambahkan 3 ml metanol, sonikasi selama 15 menit, didinginkan. Diadkan dengan metanol sampai garis tanda.

3.5.3.2 Trimetoprim

Ditimbang seksama ±3 mg trimetoprim BP, masukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, tambahkan 5 ml metanol, sonikasi selama 15 menit, didinginkan. Diadkan dengan metanol sampai garis tanda.

Masing-masing larutan baku sulfametoksazol dan larutan baku trimetoprim dipipet 1,0 ml dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml dan diadkan dengan fase gerak sampai garis tanda. Kemudian dikocok dan disaring dengan penyaring membran dengan porositas 0,45 µm kedalam vial.

3.5.4 Larutan Uji

Dipipet 2,0 ml suspensi (setara lebih kurang 80 mg sulfametoksazol). Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, tambahkan 30 ml metanol dan disonikasi selama 10 menit, didiamkan sampai suhu ruang dan diadkan dengan metanol sampai garis tanda. Kemudian dipipet 5,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan diadkan dengan fase gerak sampai garis tanda, dan disaring dengan penyaring membran dengan porositas 0,45 µm ke dalam vial.


(36)

3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 3.6.1 Pengaturan Kondisi Sistem

Sistem diperiksa dan dicek untuk meyakinkan apakah sistem pengalir pelarut telah disambungkan dengan baik, kolom telah dipasang, tersedia cukup pelarut di dalam botol pelarut, sistem pengawasan pelarut bekerja dengan baik untuk menghilangkan gelembung udara, penyaring pelarut sudah dipasang, dan detektor yang sesuai sudah terpasang dengan benar.

3.6.2 Mengaktifkan Sistem

Setelah masing-masing sistem diatur, hubungkan setiap sistem dengan sumber arus listrik. Tekan tombol power pada pompa, detektor UV-VIS ke posisi ON dan CBM (Communication Bus Module) ke posisi ON.

3.6.3 Penentuan Garis Alas

Bila nilai absorbansi yang ditampilkan pada detektor UV-VIS telah menunjukkan 0,000 lalu biarkan beberapa menit sampai diperoleh garis alas yang relatif cukup lurus yang menandakan sistem telah stabil.

3.7 Penetapan Kadar Kotrimoksazol

Kemudian larutan uji dan baku diinjeksikan secara terpisah kedalam kolom kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan dilakukan elusi dengan kondisi menggunakan kolom fase balik L1 (ODS berukuran 25 cm x 4,6 mm),

detektor dengan panjang gelombang 254 nm, dengan laju alir 2 ml/menit, dengan volume injeksi 20 µl, dengan fase gerak campuran air:asetonitril:trietilamin (1400:400:2) v/v dan diinjeksikan kedalam KCKT.


(37)

Hasil yang diperoleh dapat dilihat dari terbentuknya puncak yang direkam oleh CBM (Communication Bus Module) yakni sejenis penghubung dengan sistem komputer yang dilengkapi dengan pencetak kromatogram.

Kromatogram larutan baku dan larutan uji dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 35 dan Lampiran 6 halaman 35.

3.8 Interpretasi Hasil

Kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Au : Luas puncak larutan uji Ab : Luas puncak larutan baku

Bb : Bobot baku yang ditimbang dalam mg Bu : Bobot uji yang ditimbang dalam mg Fu : Faktor pengenceran larutan uji Fb : Faktor pengenceran larutan baku

5 : Menunjukkan bahwa takaran setiap 5 ml suspensi mengandung 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg Trimetoprim

Bj : Berat jenis sampel


(38)

3.9 Persyaratan

Persyaratan suspensi oral menurut USP Edisi XXXIV tahun 2011 baik untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket sulfametoksazol dan trimetoprim.


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada penetapan kadar Kotrimoksazol dalam sediaan suspensi dengan kromatografi cair kinerja tinggi diperoleh kadar sulfametoksazol dan trimetoprim yang dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Kadar kotrimoksazol dalam suspensi

Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) diperoleh kadar sulfametoksazol sebesar 101,17% dan trimetoprim 105,65%.

Kromatogram hasil pengujian dari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 35 dan Lampiran 6 halaman 36. Sedangkan perhitungan penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode KCKT dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 37.

Kombinasi

Kotrimoksazol Bobot Uji

Waktu retensi

Luas

Puncak Kadar

Kadar Rata-rata Sulfametoksazol

2,1358 gram 9,394 6012882 100,98%

101,17% 2,1394 gram 9,403 6126941 102,90%

Trimetoprim

2,1358 gram 5,257 557330 105,78%

105,65% 2,1394 gram 5,287 555978 105,52%


(40)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diperoleh hasil bahwasanya suspensi kotrimoksazol yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh USP Edisi XXXIV tahun 2011, yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket, yaitu untuk kadar sulfametoksazol sebesar 101,17% dan kadar trimetropim sebesar 105,65%.

Kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim (kotrimoksazol) dalam sediaan suspensi dapat ditetapkan kadarnya dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) karena analisis dengan KCKT cepat, daya pisah baik, peka, penyiapan sampel yang mudah, dan dapat dihubungkan dengan detektor yang sesuai. Panjang gelombang analisis yang dipilih adalah 254 nm, karena pada panjang gelombang tersebut kotrimoksazol memberikan respon puncak yang baik.

Metode KCKT yang digunakan pada penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi adalah kromatografi partisi metode kolom fase terbalik yakni fase diam bersifat non polar berupa Oktadesilsilan (L1) dan fase gerak bersifat polar yaitu air:asetonitril:trietilamin (1400:400:2). Pada saat penggunaan metode kolom fase terbalik terjadi kompetisi antara fase gerak dengan sampel yang diuji yang terjadi di dalam kolom. Pada dasarnya, sulfametoksazol dan trimetoprim memiliki sifat kepolaran yang berbeda-beda sehingga trimetoprim yang bersifat polar akan lebih cepat keluar dari kolom dibandingkan dengan sulfametoksazol yang bersifat non polar. Hal ini dapat dilihat pada panjang gelombang 254 nm, sulfametoksazol yang terkandung didalam suspensi ditunjukkan dengan adanya puncak pada waktu retensi 9,394 (penyuntikan I) dan 9,403 (penyuntikan II) menit setelah sampel


(41)

disuntikkan dengan luas area 6012882 (penyuntikan I) dan 6126941 (penyuntikan II) sedangkan trimetoprim yang terkandung di dalam suspensi ditunjukkan dengan adanya puncak pada waktu retensi 5,257 (penyuntikan I) dan 5,287 (penyuntikan II) menit setelah sampel disuntikkan dengan luas area 557330 (penyuntikan I) dan 555978 (penyuntikan II).

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat dinyatakan bahwa penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan menggunakan prinsip kromatografi partisi metode kolom fase terbalik merupakan metode yang cukup baik untuk pemisahan dan penetapan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim, sehingga dapat diterapkan pada pengujian suspensi kotrimoksazol lainnya.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa suspensi yang diuji mengandung kadar sulfametoksazol sebesar 101,17% dan kadar trimetoprim sebesar 105,65% di mana suspensi kotrimoksazol yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh USP Edisi XXXIV tahun 2011, yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2Saran

Penetapan kadar suatu sediaan obat sebaiknya dilakukan dengan berbagai metode lain agar dapat dibandingkan hasilnya, sehingga dapat diperoleh kadar yang akurat.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1994). Ilmu Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 89.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press. Hal. 354.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 769-771.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 378-394, 406.

Gritter, R.J., dan Bobbitt, J.M., (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB Press. Hal 221.

Gunawan, S.G. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 591. Lieberman, H. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta: UI Press.

Hal. 986.

Joenoes, N.Z. (1990). Ars Prescribendi Resep yang Rasional. Surabaya: UNAIR. Hal. 88-89.

Johnson, E.L., dan Stevenson, R (1991). Basic Liquid Chromatography. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 291-302.

Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal. 73-80.

Katzung, B.G. (2007). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi X. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal. 791.

Mariana, J. (1995). Sulfonamid dan Trimetoprim-Sulfametoksazol. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 460, 470-471.

Mulja, M., dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 248.

Munson, J.W. (1991). Analisis Farmasi Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 27.


(44)

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan

Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. Hal. 297.

Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 2.

Roth, H.J., dan Gottfried, B. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 431-432.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., dan Sigit., J.I. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI. Hal. 738.

Tan, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi V. Cetakan ke-2. Jakarta: PT. Gramedia. Hal. 80-81.

USP Pharmacopeia, (2011). The National Formulary. Edisi tiga puluh empat. Washington: The United States Pharmacopeial Convention. Hal. 4305.


(45)

(46)

Lampiran 2. Gambar Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


(47)

Lampiran 3. Gambar Alat Ultrasonic Cleaner dan Penyaring

Gambar 3. Alat Ultrasonic Cleaner


(48)

Lampiran 4. Neraca Mikro Dan Neraca Analitik

Gambar 5. Neraca Mikro


(49)

Lampiran 5. Kromatogram Larutan Baku Kotrimoksazol (Sulfametoksazol dan Trimetoprim)


(50)

Lampiran 6. Kromatogram Larutan Uji Kotrimoksazol (Sulfametoksazol dan Trimetoprim)


(51)

Lampiran 7. Perhitungan Penetapan Kadar Kotrimoksazol dalam Suspensi Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Setiap 5 ml suspensi Bactoprim Combi mengandung sulfametoksazol 200 mg dan trimetoprim 40 mg.

Penentuan Bobot Jenis

Pemerian

Bentuk : Suspensi Warna : Merah Muda Rasa : Normal Bau : Ragi

Tabel 2. Berat Jenis Suspensi Kotrimoksazol

Piknometer Kosong Piknometer Kosong + Air

Piknometer Kosong + Zat

32,7995 gram 57,2687 gram 58,9338 gram

Maka:

Baku Pembanding Kotrimoksazol: Sulfametoksazol BPFI


(52)

Kadar : 99,26% Susut pengeringan : 0,14%

Trimetoprim BPFI

No Kontrol : 199341

Kadar : 100,03%

Susut pengeringan : 0,16%

Baku Pembanding yang ditimbang: − Sulfametoksazol : 7,8 mg − Trimetoprim : 3,05 mg

Bobot baku Sulfametoksazol

Bobot baku Trimetoprim

Sampel

Bobot uji yang akan ditimbang (setiap 5 ml suspensi) :


(53)

Penimbangan uji yang dilakukan: − Berat uji 1 : 2,1358 gram − Berat uji 2 : 2,1394 gram

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode KCKT

Fase gerak : 400 ml acetonitrile dan 2.0 ml trietilamin dan diadkan dengan air hingga 2 L, pH hingga 5,9±0,1 menggunakan NaOH 0,2 N atau asam asetat glasial (1:100).

Kolom : Kolom oktadesilsilanan (L1), 4,6 mm x 25 cm Detektor : 254 nm

Laju alir : 20 ml / menit

Volume : 20 μl

Baku pembanding : Sulfametoksazol BPFI dan Trimetoprim BPFI

Tabel 3. Data Kromatogram Larutan Baku Kotrimoksazol

Nama Zat Bobot Faktor Volume Respon

Baku Pembanding

Wadah + Zat

Wadah +

Sisa Pengenceran Penyuntikan Puncak

Sulfametoksazol 7,8 mg 7,7422 mg 50 20 μl 5763026

Trimetoprim 3,05 mg 3,0509 mg 100 20 μl 501518

Tabel 4. Data Kromatogram Larutan Uji Kotrimoksazol

Bobot Nama Zat Faktor Volume Respon

Uji Uji Pengenceran Penyuntikan Puncak

2,1358 gram Sulfametoksazol 500 20 μl 6012882

Trimetoprim 557330

2,1394 gram Sulfametoksazol 500 20 μl 6126941


(54)

Rumus:

Keterangan:

Au : Luas puncak larutan uji Ab : Luas puncak larutan baku

Bb : Bobot baku yang ditimbang dalam mg Bu : Bobot uji yang ditimbang dalam mg Fu : Faktor pengenceran larutan uji Fb : Faktor pengenceran larutan baku Bj : Berat jenis sampel

Ki : Kadar Sulfametoksazol dan Trimetropim dalam setiap 5 ml suspensi

Sulfametoksazol 1:

Sulfametoksazol 2:


(55)

Trimetoprim 1:

Trimetoprim 2:


(56)

(1)

Lampiran 7. Perhitungan Penetapan Kadar Kotrimoksazol dalam Suspensi Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Setiap 5 ml suspensi Bactoprim Combi mengandung sulfametoksazol 200 mg dan trimetoprim 40 mg.

Penentuan Bobot Jenis Pemerian

Bentuk : Suspensi Warna : Merah Muda Rasa : Normal Bau : Ragi

Tabel 2. Berat Jenis Suspensi Kotrimoksazol

Piknometer Kosong Piknometer Kosong + Air

Piknometer Kosong + Zat

32,7995 gram 57,2687 gram 58,9338 gram

Maka:

Baku Pembanding Kotrimoksazol: Sulfametoksazol BPFI


(2)

Kadar : 99,26% Susut pengeringan : 0,14%

Trimetoprim BPFI

No Kontrol : 199341 Kadar : 100,03% Susut pengeringan : 0,16%

Baku Pembanding yang ditimbang: − Sulfametoksazol : 7,8 mg − Trimetoprim : 3,05 mg

Bobot baku Sulfametoksazol

Bobot baku Trimetoprim

Sampel

Bobot uji yang akan ditimbang (setiap 5 ml suspensi) :


(3)

Penimbangan uji yang dilakukan: − Berat uji 1 : 2,1358 gram − Berat uji 2 : 2,1394 gram

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode KCKT

Fase gerak : 400 ml acetonitrile dan 2.0 ml trietilamin dan diadkan dengan air hingga 2 L, pH hingga 5,9±0,1 menggunakan NaOH 0,2 N atau asam asetat glasial (1:100).

Kolom : Kolom oktadesilsilanan (L1), 4,6 mm x 25 cm Detektor : 254 nm

Laju alir : 20 ml / menit Volume : 20 μl

Baku pembanding : Sulfametoksazol BPFI dan Trimetoprim BPFI Tabel 3. Data Kromatogram Larutan Baku Kotrimoksazol

Nama Zat Bobot Faktor Volume Respon

Baku Pembanding

Wadah + Zat

Wadah +

Sisa Pengenceran Penyuntikan Puncak Sulfametoksazol 7,8 mg 7,7422 mg 50 20 μl 5763026 Trimetoprim 3,05 mg 3,0509 mg 100 20 μl 501518

Tabel 4. Data Kromatogram Larutan Uji Kotrimoksazol

Bobot Nama Zat Faktor Volume Respon

Uji Uji Pengenceran Penyuntikan Puncak

2,1358 gram Sulfametoksazol 500 20 μl 6012882

Trimetoprim 557330

2,1394 gram Sulfametoksazol 500 20 μl 6126941


(4)

Rumus:

Keterangan:

Au : Luas puncak larutan uji Ab : Luas puncak larutan baku

Bb : Bobot baku yang ditimbang dalam mg Bu : Bobot uji yang ditimbang dalam mg Fu : Faktor pengenceran larutan uji Fb : Faktor pengenceran larutan baku Bj : Berat jenis sampel

Ki : Kadar Sulfametoksazol dan Trimetropim dalam setiap 5 ml suspensi

Sulfametoksazol 1:

Sulfametoksazol 2:


(5)

Trimetoprim 1:

Trimetoprim 2:


(6)