Penentuan Kadar Oktil Metoksisinamat pada Alas Bedak Sari Ayu dan Pond’s Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(1)

CAIR KINERJA TINGGI

KARYA ILMIAH

WULANDARI UTAMI SIAHAAN 092401016

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

Telah dilakukan analisa kadar senyawa Oktil Metoksisinamat pada alas bedak Sari Ayu dan Pond’s menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi, dengan fase gerak campuran larutan metanol-aquadest dengan perbandingan volume (90:10). Analisa yang dilakukan mengacu pada luas area puncak dan waktu retensi larutan standar senyawa Oktil Metoksisinamat yaitu 14288593 dan 7,563 menit. Berdasarkan analisa yang dilakukan kadar senyawa Oktil Metoksisinamat pada alas bedak Pond’s yang diperoleh 0,13% sampai dengan 0,1655% dan pada alas bedak Sari Ayu yang diperoleh 0,915% sampai dengan 7,832%. Kadar Oktil Metoksisinamat yang didapat memenuhi persyaratan MA PPOM 2001, yaitu dengan kadar kurang dari 10%.


(3)

v LIQUID CHROMATOGRAPHY METHODE

ABSTRACT

Determinating of Octyl Metoxycinnamate compound rate in Sari Ayu and Pond’s foundation has been carried out by using high performance liquid chromatography with mobile phase mixing of metanol-aquadest with comparison volume (90:10). The analysis was based on the peak area and retention time of standart solution Octyl Metoxycinnamate compound that is 14288593 and 7,563 minutes. The result show that Octyl Metoxycinnamate compound rate in Pond’s foundation was obtained 0.13% to 0.1655% and in Sari Ayu foundation was obtained 0.915% to 7.832%. Octyl Metoxycinnamate compound rate was obtained as according to clauses in MA PPOM 2001, with levels less than 10%.


(4)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang tahun. Sebagian penduduknya bekerja diluar ruangan sehingga mendapatkan banyak paparan sinar matahari bahkan pada saat matahari sedang terik. Untuk mencegah efek buruk paparan sinar matahari pada kulit wajah dapat dilakukan dengan cara menghindari paparan yang berlebihan dari sinar matahari, yaitu tidak berada diluar ruangan pada jam 10.00 – 16.00, atau dengan memakai pelindung seperti tabir surya tropikal (Tahir, 2002 ).

Senyawa tabir surya merupakan suatu senyawa yang dapat digunakan untuk menyerap radiasi sinar matahari terutama pada daerah emisi panjang gelombang ultraviolet (UV) senyawa ini akan dapat mencegah terjadinya gangguan kulit akibat paparan sinar matahari. Sinar radiasi UV berdasarkan efek klinik digolongkan tiga bagian berdasarkan klasifikasi oleh Kimrough (1997) yakni senyawa tabir surya tipe A (menyerap sinar UV pada panjang gelombang 315-400 nm), tipe B (menyerap sinar UV pada panjang gelombang 290-315 nm), tipe C (menyerap sinar UV pada panjang gelombang 280-10 nm). Radiasi UV-C memiliki panjang gelombang yang pendek dan hampir secara utuh terfiltrasi oleh lapisan ozon dari atmosfer. Radiasi UV-B adalah radiasi yang menyebabkan pembakaran dan tanning yang biasanya dihubungkan dengan kanker kulit. Radiasi UV-A hanya dapat menyebabkan warna kulit tua tanpa menyebabkan kulit terbakar. Walaupun demikian baru-baru ini, ditemukan bahwa UV-A mampu melakukan penetrasi ke kulit lebih dalam dan dapat menyebabkan kerusakan kulit dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini menyebabkan radiasi UV-B meningkat


(5)

dan memiliki potensi untuk menyebabkan kanker dan menurunkan sistem kekebalan tubuh (Rahmi, 2005).

Senyawa yang beraktifitas sebagai tabir surya anatara lain turunan asam amino benzoat (PABA), asam salisilat, antranilat, sinamat, dan benzofenon (Finnen, 1987).

Senyawa tabir surya yang sudah banyak digunakan dalam industri kosmetika adalah senyawa turunan alkil sinamat, seperti oktil metoksisinamat. Senyawa ini efektif menyerap sinar UV-B pada konsentrasi yang relatif rendah yaitu sebesar 2% sampai dengan 7,5%, mudah dikombinasikan dengan zat aktif lainnya dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit (Tahir, 2002).

Oktil Metoksisinamat atau dengan nama lain octinoxate adalah suatu senyawa organik dengan rumus molekul C18H26O3 yang tidak larut dalam air. Oktil

Metoksisinamat berupa cairan berwarna kuning atau kuning bening yang memiliki densitas 1.007-1,017 g.cm-3, titik beku -25oC, titik didih 185-195oC pada 0,75 mmHg.

Oktil Metoksisinamat (OMC) adalah filter UV-B yang paling luas digunakan dengan perlindungan potensial yang paling bagus dan merupakan UV-filter dan dapat dengan mudah tersebar ke fase minyak dari preparat kosmetik. OMC merupakan turunan dari asam sinamat (asam lemak yang tidak tersaturasi) yang memiliki koefisiensi yang besar sebagai filter UV-B. Maka dari itu OMC cocok digunakan sebagai pelindung sinar matahari dan produk perlindungan bahaya sinar UV-B sehari-hari

OMC telah terbukti menurunkan fotosensitifitas saat terkena sinar matahari, yang menyebabkan penurunan efisiensi serapan sinar UV. Hanya beberapa reaksi fotosensitifitas dan/atau fotoalergik yang diinduksi oleh senyawa ini (Kyowa Hakko Europe GmbH Octyl Methoxycinnamate; Duale, 2009).


(6)

Konsentrasi senyawa Oktil Metoksisinamat maksimum yang direkomendasikan untuk digunakan pada tabir surya di Indonesia ditetapkan oleh Badan POM yaitu sebesar 10% (MA PPOM, 2001).

Pada pengujian ini dilakukan penentuan konsentrasi senyawa Oktil metoksisinamat yang terdapat pada alas bedak dari dua merk yang berbeda, yaitu Sari Ayu dan Pond’s sesuai dengan standar pengujian di Balai Besar POM.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam pembuatan karya ilmiah adalah:

- Apakah kadar Oktil Metoksisinamat dalam alas bedak Sari Ayu dan Pond’s memenuhi persyaratan?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah adalah :

- Untuk menentukan kadar Oktil Metoksisinamat dalam alas bedak Sari Ayu dan Pond’s

- Untuk mengetahui apakah kadar Oktil Metoksisinamat dalam alas bedak Sari Ayu dan Pond’s memenuhi persyaratan

1.4. Manfaat

- Dengan dilakukannya analisa ini maka dapat diketahui kadar Oktil Metoksisinamat pada alas bedak Sari Ayu dan Pond’s.


(7)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan.

Sejak tahun 1938, di Amerika Serikat dibuat Akta tentang definisi kosmetika yang kemudian menjadi acuan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/Menkes/Per/X/76 tanggal 6 September 1976 yang menyatakan bahwa:

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan kedalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat.

2.1.1. Kandungan Kosmetika

Pada umumnya kosmetika terdiri atas berbagai macam bahan, yang mempunyai tugas tertentu di dalam campuran tersebut. Maka pembagian isi kosmetik yang disusun berdasarkan tugas bahan kosmetika tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bahan Dasar (Vehikulum)

Bahan dasar sebagai pelarut atau merupakan tempat dasar bahan lain sehingga umumnya menempati volume yang jauh lebih besar dari bahan lainnya.


(8)

b. Bahan Aktif (Active Ingredients)

Merupakan bahan kosmetik terpenting yang dalam konsenterasi kecil mempunyai daya kerja diunggulkan dalam kosmetika tersebut sehingga memberikan nama daya kerja pada seluruh campuran bahan tersebut.

c. Bahan yang Menstabilkan Campuran (Stabilizer)

Bahan yang menstabilkan campuran (stabilizer sehingga kosmetika tersebut dapat lebih lama lestari dalam warna, baud an bentuk fisik.

d. Bahan Pelengkap Kosmetik

Sebagai bahan pelengkap yang berupa pewangi (perfumery, maksudnya agar kosmetika segar baunya bila di pakai, dan pewarna (coloring), agar kosmetika enak dipandang mata sebelum dan sewaktu dipakai.

2.1.2. Efek Samping Kosmetika

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik serta mengubah rupa. Karena terjadi kontak antara kosmetika dengan kulit, maka ada kemungkinan kosmetika diserap oleh kulit dan masuk ke bagian tubuh yang lebih dalam dari tubuh.

1. Efek Samping Pada Kulit

Beberapa dampak yang terjadi akibat pemakaian kosmetika yang dikenakan pada kulit dapat berupa dermatitis kontak alergik atau iritan, akne kosmetika, fotosensitivitas, pigmented cosmetic dermatitis, merupakan kelainan mirip melanosis Riehl yang kadang-kadang terasa gatal.

2. Efek Samping pada Rambut dan Kuku

Efek samping kosmetika pada rambut atau kuku berupa kerontokan rambut, kerusakan kuku dan rambut, dan perubahan warna kuku atau rambut.


(9)

3. Efek Samping pada Mata

Kosmetika mata atau kosmetika lain yang pemakaiannya dekat mata, dapat menimbulkan efek samping pada mata berupa rasa tersengat (stinging) dan rasa terbakar (burning) , konjungtivitas alergik dengan atau tanpa dermatitis, infeksi mata ringan sampai berat.

4. Efek Samping pada Saluran Pernafasan

Keluhan pada saluran napas dapat terjadi pada pemakaian kosmetika terutama dalam bentuk aerosol (spray) yang digunakan dalam ruangan dengan ventilasi yang buruk.

5. Efek Toksik Jangka Panjang

Penggunaan kosmetika mungkin menimbulkan efek jangka panjang pada berbagai organ tubuh, misal, darah, hati, ginjal, limpa, paru-paru, embrio (teratogen), alat endoktrin dan kelenjar limfe. Kelainan ini dapat terjadi akibat efek kumulatif pemakaian kosmetika yang umumnya dipakai dalam jangka waktu lama (puluhan tahun) dan daerah pemakaian yang luas. Kemungkinan mutagenitas kosmetika dikhawatirkan dapat terjadi, dan penilaian retrospektif di kemudian hari yang dapat menimbulkan kemungkinan tersebut.

2.1.3. Penggolongan Kosmetika

Dewasa ini terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah produk pabrik kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai anngka ribuan. Data terakhir menunjukkan lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar secara resmi di Indonesia,dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat pabrik kosmetika yang tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan.


(10)

Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika, baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika.

Sub Bagian Kosmetika Medik Bagian/SMF Ilmu Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, membagi kosmetika atas :

1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan, yang terdiri atas : a. Kosmetika pembersih (cleansing)

b. Kosmetika pelembab (moisturizing) c. Kosmetika pelindung (protecting) d. Kosmetika penipis (thinning)

2. Kosmetika rias/dekoratif, yang terdiri atas : a. Kosmetika rias kulit terutama wajah b. Kosmetika rias rambut

c. Kosmetika rias kuku d. Kosmetika rias bibir e. Kosmetika rias mata

3. Kosmetika pewangi/parfum, yang terdiri atas : a. Deodoran dan antiperspiran

b. After shave lotion


(11)

2.1.4. Kosmetika Pelindung

Kosmetika pelindung adalah kosmetik yang dikenakan pada kulit yang sudah bersih dengan tujuan melindungi kulit dari berbagai pengaruh lingkungan yang merugikan kulit.

Menurut tujuan spesifiknya, masing-masing kosmetik pelindung dapat dibagi dalam kelompok berikut.

1. Preparat yang melindungi kulit dari bahan-bahan kimia (bahan kimia yang membakar, larutan detergen, urin yang sudah terurai, dll.).

2. Preparat untuk melindungi kulit dari debu, kotoran, tir, bahan pelumas, dll. 3. Preparat yang melindungi kulit dari benda fisik yang membahayakan kulit

(sinar ultraviolet, panas).

4. Preparat yang melindungi kulit dari luka secara mekanis (dalam bentuk kosmetik pelumas).

5. Preparat untuk mengusir serangga agar tidak mendekati kulit. 2.2. Bahaya Sinar Matahari

Sinar matahari, di satu pihak, sangat diperlukan oleh makhluk hidup sebagai sumber energi dan penyehat kulit dan tulang, misalnya dalam pembentukan vitamin D, tetapi dilain pihak sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang membahayakan kulit. Sinar ultraviolet ini dapat menimbulkan berbagai kelainan pada kulit mulai dari kemerahan, noda hitam, penuaan dini, kekeringan, keriput, sampai kanker kulit.

Sinar matahari terdiri atas sinar yang dapat dilihat (panjang gelombang 4000-7400 nm/A), sinar infra merah (7500-53.000 A), dan sinar ultraviolet (UV) yang terdiri


(12)

atas sinar UV-A (3200-3800 A), sinar UV-B (2900-3200 A) dan sinar UV-C (2000-2900 A) yang memiliki panjang gelombang paling pendek, tetapi memiliki energi serta daya perusak yang paling besar. Untunglah sinar UV-C tidak sampai ke bumi karena diserap oleh lapisan ozon di angkasa luar.

Sinar ultraviolet matahari dapat menembus awan yang tipis dan air yang tidak terlalu dalam, seperti air di kolam renang dan di tepi pantai serta dapat diteruskan ke kulit oleh pantulan cermin, logam yang berkilau, pasir putih di pantai, bahkan oleh salju. Karena orang tidak mungkin menghentikan kegiatan di siang hari atau tidak melakukan kegiatan olah raga di pantai, di kolam renang, dan lain-lain, maka kulit perlu dilindungi dari bahaya sinar UV matahari.

2.3. Perlindungan Kulit

Secara alami, kulit sudah berusaha melindungi dirinya beserta organ-organ di bawahnya dari bahaya sinar UV matahari, antara lain dengan membentuk butir-butir pigmen kulit (melanin) yang sedikit banyak memantulkan kembali sinar matahari. Secara artifisial, ada dua cara perlindungan kulit, yaitu:

1. Perlindungan secara fisik, misalnya memakai payung, topi lebar, baju lengan panjang, celana panjang, serta pemakaian bahan-bahan kimia yang melindungi kulit dengan jalan memantulkan sinar yang mengenai kulit, misalnya Titan dioksida, seng oksida, kaolin, kalsium karbonat, magnesium karbonat, talkum, silisium dioksida dan bahan-bahan lainnya sejenis yang sering dimasukkan dalam alas bedak (foundation) atau bedak.

2. Perlindungan secara kimiawi dengan memakai bahan kimia. Ada dua kelompok bahan kimia ini:


(13)

a. Bahan yang menimbulkan dan mempercepat proses penggelapan kulit (tanning) misalnya dioksi aceton dan 8-methoksi psoralen, yang dikonsumsi 2 jam sebelum berjemur. Bahan ini mempercepat pembentukan pigmen melanin di permukaan kulit.

b. Bahan yang menyerap UV-B tetapi meneruskan UV-A ke dalam kulit, misalnya Para Amino Benzoic Acid (PABA) dan derivatnya, Sinnamat, Anthranilat, Benzophenon, Digalloyl trioleat, dan petrolatum veteriner merah. Tetapi perlu diingat bahwa PABA dan sejumlah bahan tersebut bersifat Photosensitizer, yaitu jika terkena sinar matahari terik seperti halnya di negara tropis Indonesia dapat menimbulkan berbagai reaksi negatif pada kulit, seperti photoallergy, phototoxic, disamping pencoklatan kulit (tanning) yang tidak disukai oleh orang Asia yang menyukai kulit yang berwarna putih.

2.3.1. Syarat Untuk Sediaan Tabir Surya

Syarat-syarat bagi preparat kosmetik tabir surya (sunscreen): 1. Enak dan mudah dipakai.

2. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan. 3. Bahan aktif dan bahan dasar mudah tercampur.


(14)

Syarat-syarat bagi bahan aktif untuk preparat tabir surya:

1. Efektif menyerap radiasi UV-B tanpa perubahan kimiawi, karena jika tidak demikian akan mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau menimbulkan iritasi.

2. Meneruskan UV-A untuk mendapatkan tanning ( di kulit Kaukasia/Eropa). 3. Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap.

4. Mempunyai daya larut yang cukup untuk mempermudah formulasinya. 5. Tidak berbau atau boleh berbau ringan.

6. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak menyebabkan sensitisasi (Tranggono, 2007).

2.4. Oktil Metoksisinamat

Oktil Metoksisinamat atau dengan nama lain octinoxate adalah suatu senyawa organik dengan rumus molekul C18H26O3 yang tidak larut dalam air. Oktil

Metoksisinamat berupa cairan berwarna kuning atau kuning bening yang memiliki densitas 1.007-1,017 g.cm-3, titik beku -25oC, titik didih 185-195oC pada 0,75 mmHg. (Kyowa Hakko Europe GmbH Octyl Methoxycinnamate).


(15)

Oktil Metoksisinamat (OMC) adalah filter UV-B yang paling luas digunakan dengan perlindungan potensial yang paling bagus. OMC terdaftar sebagai bahan kimia dengan volume produksi yang paling tinggi dalam database informasi zat kimia Eropa. (Kyowa Hakko Europe GmbH Octyl Methoxycinnamate; Duale, 2009).

Oktil Metoksisisnamat adalah cairan yang larut dalam minyak yang merupakan UV-filter dan dapat dengan mudah tersebar ke fase minyak dari preparat kosmetik. OMC paling sesuai dengan bahan-bahan kosmetik. Karena OMC merupakan turunan dari asam sinamat (asam lemak yang tidak tersaturasi), antioksidan harus ditambahkan ke dalam komposisi kosmetik, untuk menjamin stabilitas oksidatif dari produk. Antioksidan yang dapat digunakan sebagai contoh vitamin E atau BHT.

OMC besar pengunaannya pada berbagai jenis kosmetik karena OMC memiliki koefisiensi yang besar sebagai filter UV-B. Hanya beberapa reaksi fotosensitifitas dan/atau fotoalergik yang diinduksi oleh senyawa ini (Pattanaargson, S and P. Limbong., 2000). Maka dari itu OMC cocok digunakan sebagai pelindung sinar matahari dan produk perlindungan bahaya sinar UV-B sehari-hari (Kyowa Hakko Europe GmbH Octyl Methoxycinnamate).

Pemakaian topikal dari OMC ditoleransi dengan baik, dengan iritasi kulit sedikit atau diabaikan, reaksi kontak alergi, dan efek fototoksik. Namun, sebelumnya telah dilaporkan bahwa toksisitasnya meningkat sebagai akibat dari kerusakan radiasi UV. Imbas kerusakan dari terkena sinar UV adalah dapat mengganggu proses seluler atau menyebabkan kerusakan oksidatif pada kulit manusia. OMC telah terbukti menurunkan fotosensitifitas saat terkena sinar matahari, yang menyebabkan penurunan efisiensi serapan sinar UV. Fotosensitifitas mungkin memiliki toksisitas lebih tinggi dari OMC itu sendiri. Efek samping lain dari tabir surya adalah pembentukan oksigen tunggal dan


(16)

berbagai efek estrogenic setelah in vivo dan in vitro untuk paparan beberapa UV filter. Tabir surya digunakan sebagai pertahanan utama terhadap sinar UV matahari, dan akan mengantisipasi reduksi besar dari UV yang menyebabkan transkripsi kerusakan gen DNA ketika sel-sel dilindungi dengan OMC (Duale, 2009).

Oktil metoksisinamat memiliki sifat yang baik untuk melarutkan UV_filter padat contohnya Butil Metoksidibenzoil Methana. Jika ingin mencapai nilai SPF yang lebih tinggi harus diingat, bahwa campuran UV-filter yang berbeda adalah solusinya.

Penggunaan lokal Oktil Metoksisinamat pada kosmetik yang direkomendasikan: Eropa 10%

Amerika 7,5% Jepang 20% Australia 10% Indonesia 10%


(17)

2.5. Metode Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi anatara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak adapt berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair.

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut dengan kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT); dan kromatografi gas (KG).

2.5.1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisa bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik, serta obat dalam cairan biologis.


(18)

2.5.1.1. Sistem Peralatan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas:

a. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembab (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak.

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi (Rohman, 2008).

b. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang inert terhadap fase gerak, harus menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan terulang ke kolom, harus mempunyai volume tertahan yang minimum sehingga memungkinkan pergantian pelarut dengan cepat dan elusi landaian secara efisien (Rohman, 2008; Gritter, 1991).

Ada dua jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.

c. Tempat penyuntikan sampel

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat


(19)

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup Teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal dan eksternal.

d. Kolom

Panjang kolom pada KCKT biasanya sekitar 5-25cm. Kolom KCKT dikemas dengan memakai tekanan tinggi dan memerlukan tekanan yang tinggi (Gritter, 1991).

Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solute/analit.

e. Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektormetri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia (Rohman, 2008).


(20)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Bahan

Bahan kimia dan bahan sampel yang digunakan dalam analisis ini adalah: - Aquadest(aq)

- Metanol(l) (p.a)

- Baku Oktil Metoksisinamat(l) (p.a)

- Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Langsat - Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Pengantin - Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Gading

- Pond’s White Beauty UV Protection Cream

- Pond’s White Beauty Spotless

- Pond’s White Beauty Pinkish White

3.2. Alat

Alat yang digunakan dalam analisis ini adalah:

Alat Merk

- Pipet volumetrik Pyrex

- Neraca analitik Scaltec

- Kertas saring Whatman

- Membran filter Whatman

- Botol vial -


(21)

- Bola karet -

- Aluminium foil -

- Erlenmeyer Pyrex

- Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Shimadzu LC-20AD

3.3. Prosedur Kerja Larutan Uji

Sampel sebanyak 10 mg ditimbang dengan neraca analitik dan menggunakan wadah yang sesuai, lalu ditambahkan 5 ml metanol dan diaduk. Setelah homogen, campuran sampel dan metanol tersebut dituang kedalam labu takar 10 cc dan diencerkan dengan metanol sampai garis tanda. Larutan yang telah diencerkan tersebut dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan kedalam labu takar 50 cc dan diencerkan dengan metanol sampai garis tanda (Larutan Sampel).

Larutan Standar

Ditimbang 10 mg OMC p.a dengan neraca analitik dan menggunakan wadah yang sesuai, lalu ditambahkan 5 ml metanol dan diaduk. Setelah homogen, campuran OMC BP dan metanol tersebut dituang kedalam labu takar 10 cc dan dan diencerkan dengan metanol sampai garis tanda. Larutan yang telah diencerkan tersebut dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan kedalam labu takar 50 cc dan diencerkan dengan metanol sampai garis tanda (Larutan Standar).


(22)

Cara Penetapan Kadar

Larutan Sampel dan Larutan Standar masing – masing disuntikkan secara terpisah dan dilakukan KCKT sebagai berikut :

Kolom : Baja tahan karat, panjang antara 150 – 300 mm, diameter dalam 4 mm berisi oktadesil silana dengan ukuran partikel antara 5 – 10 µm.

Detektor : Cahaya UV pada 280 nm Fase gerak : Metanol : air ( 90 : 10 ) Laju alir : 1,5 ml per menit


(23)

3.4. Bagan Alir Analisa

Sampel

masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg

dimasukkan kedalam erlenmeyer ditambahkan 5 ml metanol dan diaduk dituang kedalam labu takar 10 ml diencerkan dengan metanol sampai garis tanda

dipipet larutan sebanyak 1 ml

dimasukkan kedalam labu takar 50 cc

diencerkan dengan metanol sampai garis tanda

.

Oktil Metoksisinamat p.a


(24)

BAB 4

DATA DAN HASIL PEMBAHASAN 4.1. Data Hasil Analisa

Hasil yang diperoleh dari penentuan kadar Oktil Metoksisinamat pada alas bedak Sari Ayu dan Pond’s terdapat dalam tabel 4.1

Tabel 4.1. Penentuan Kadar Oktil Metoksisinamat pada alas bedak Sari Ayu dan Pond’s

Nama Zat

Bobot Faktor

Pengenceran (ml) Volume Penyuntikan (µl) Respon Puncak Wadah + Zat

(g)

Wadah + Sisa (g)

Larutan

Standar 39,4033 39,3679 100 20 14288593

901 38,2865 38,1401 500 20

19686 20222

902 35,4216 35,2752 500 20

19109 19111

903 37,9576 37,8320 500 20

15678 16131

1047 37,7711 37,6514 500 20

769534 769887

1048 37,5790 37,4133 500 20

133326 134107

1049 35,8925 35,7667 500 20

101187 101067


(25)

4.1.1. Perhitungan Kadar Oktil Metoksisinamat

Lu = Luas puncak larutan uji Lb = Luas puncak larutan baku

Bb = Bobot oktil metoksisinamat BP yang ditimbang dalam mg Bu = Bobot cuplikan yang ditimbang dalam mg

F = Faktor pengenceran

Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Langsat (901)

2

2 %

1

%kadar kadar r ata


(26)

Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Pengantin (902)

2

2 %

1

%kadar kadar r ata

Rata   

Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Gading (903)

2

2 %

1

%kadar kadar r ata

Rata   


(27)

2

2 %

1

%kadar kadar r ata

Rata   

Pond’s White Beauty Spotless (1048)

2

2 %

1

%kadar kadar r ata

Rata   

Pond’s White Beauty Pinkish White (1049)

2

2 %

1

%kadar kadar r ata


(28)

4.2. Pembahasan

Oktil Metoksisinamat merupakan suatu zat anti sinar UV yang memiliki khasiat ganda untuk melindungi kulit dari efek negatif sinar matahari yang mampu menembus kedalam kulit hingga menimbulkan kerutan dan membakar lapisan luar kulit dan menyebabkan tampilan kulit jadi hitam. Sehingga banyak alas bedak yang menggunakan Oktil Metoksisinamat sebagai pelindung dari sinar UV. Tetapi terdapat batasan yang ditetapkan oleh Badan POM, dimana kadar Oktil Metoksisinamat yang diizinkan terdapat dalam alas bedak adalah kurang dari 10%. Analisis penentuan kadar Oktil Metoksisinamat pada alas bedak Sari Ayu dan Pond’s di Balai Besar POM dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi. Jika waktu retensi pada luas area puncak baku pembandingnya sama dengan sampel maka sampel tersebut mengandung Oktil Metoksisinamat.

Dari analisis yang dilakukan, didapat puncak area sampel yang waktu retensinya sama dengan puncak area baku Oktil Metoksisinamat. Hal ini menunjukkan bahwa sampel mengandung Oktil Metoksisinamat. Kadar Oktil Metoksisinamat pada Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Langsat memiliki kadar sebesar 0,16555%; Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Pengantin memiliki kadar sebesar 0,13%; Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Gading memiliki kadar sebesar 0,1535% dan pada Pond’s White Beauty UV Protection Cream memiliki kadar sebesar 7,823%; Pond’s White Beauty Spotless memiliki kadar sebesar 0,975%; dan Pond’s White Beauty Pinkish White memiliki kadar sebesar 0,9785%.

Dari hasil analisa yang dilakukan didapati bahwa kandungan Oktil Metoksisinamat pada alas bedak Pond’s lebih besar dibandingkan alas bedak Sari Ayu. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya khasiat yang berbeda antara alas bedak Pond’s


(29)

dan Sari Ayu. Ditinjau dari khasiat keduanya, alas bedak Pond’s memiliki khasiat untuk melindungi kulit wajah dari penggelapan akibat sinar UVA dan SPF 15 yang berguna untuk melindungi kulit dari terbakar akibat sinar UVB, meratakan warna kulit wajah dengan memberikan nutrisi dari dalam sehingga memberikan kulit yang tampak lebih putih merona dan bersinar, mencerahkan dan menyamarkan vlek hitam, membantu memperlambat pembentukan noda hitam dan mencegah kekusaman pada kulit wajah. Sedangkan alas bedak Sari Ayu memiliki khasiat menjadikan warna kulit tampak lebih rata, menyamarkan noda/flek agar kulit terlihat lebih halus, tahan lama,dan sesuaI untuk pesta maupun riasan panggung. Maka dapat disimpulkan bahwa Pond’s lebih mengutamakan sebagai pelindung wajah dari sinar UV yang merupakan khasiat daripada Oktil Metoksisinamat. Namun demikian, kadar Oktil Metoksisinamat pada masing-masing sampel tidak lebih dari 10%, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.


(30)

(31)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa :

- Kadar Oktil Metoksisinamat pada alas bedak Sari Ayu adalah 0,13% sampai dengan 0,1655% dan pada alas bedak Pond’s adalah 0,915% sampai dengan 7,832%.

- Kadar Oktil Metoksisinamat pada alas bedak Sari Ayu alas bedak Pond’s

memenuhi persyaratan MA PPOM 2001 5.2. Saran

Perlu dilakukan kajian lanjut untuk analisis penentuan kadar senyawa Oktil Metoksisinamat dengan menggunakan metode lain selain Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan analisis untuk senyawa tabir surya lainnya seperti senyawa Para Amino Benzoic Acid (PABA), senyawa Antranilat, ataupun senyawa Benzophenon yang terdapat dalam kosmetik.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Duale, N., Olsen, A. K., Christensen, T., Butt, S. T., and Brunborg, G., 2009. Octyl Methoxycinnamate Modulates Gene Expression and Prevents Cyclobutane Pyrimidine Dimer Formation but not Oxidative DNA Damage in UV-Exposed Human Cell Lines. Oxford Jurnal, Toxicological Sciences, 114(2): 272-284. Finnen, M. J., 1987, Skin Metabolism by Oxidation and Conjugation, J. Pharmacol Skin

72.4: 69-88.

Gritter, R. J., 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi Kedua. Bandung: Penerbit ITB. http://pondsinstitute.com (Online) (diakses pada 05 Juli 2012)

http://sariayu.com (Online) (diakses pada 05 Juli 2012)

Kyowa Hakko Europe GmbH. Octyl Methoxycinnamate. (Online) http:// kyowa.eu/ octyl methoxy cinnamate omcx.pdf (diakses pada 25 Maret 2012).

MA PPOM 15/KO/2001

Pattanaargson, S., and Lomphong, P., 2000. Stability of Octyl Methoxycinnamate and Identification of Its Photo-degradation Product. International Journal of Cosmetic Science. 23: 153-160.

Rahmi dan Iqmal, T., 2005. Analisis in Silico Aktivitas Tabir Surya Senyawa Turunan Oksibenzon Menggunakan Perhitungan Orbital Molekul Semiempirik Zindo/s. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol 2. No 1.

Rohman, A., 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tranggono, R. I., dan Latifah, F., 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik, Jakarta: PT. Gramedia.

Tahir, I., Jumina dan Yuliastuti, I., 2002. Analisis Aktivitas Perlindungan Sinar UV Secara In Vitro dan In Vivo dari Beberapa Senyawa Ester Sinamat Produk Reaksi Kondensasi Benzaldehida Tersubstitusi dan Alkil Asetat. Makalah Seminar Nasional Kimia XI, Jurusan Kimia FMIPA UGM.


(33)

LAMPIRAN Lampiran 01


(34)

Lampiran 02


(35)

Lampiran 03


(36)

Lampiran 04


(37)

Lampiran 05


(38)

Lampiran 06


(39)

Lampiran 07


(1)

(2)

Kromatogram dan Tabel Peak Sari Ayu Martha Tilaar Alas Bedak Kuning Pengantin


(3)

(4)

Kromatogram dan Tabel Peak Pond’s White Beauty UV Protection Cream


(5)

(6)

Kromatogram dan Tabel Peak Pond’s White Beauty Pinkish White