Identifikasi Jenis-jenis Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Hutan Mangrove
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,
terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak
yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin atau payau (Santoso, 2000).
Ekosistem mangrove merupakan ekoton (daerah peralihan) yang unik, yang
menghubungkan kehidupan biota daratan dan laut. Fungsi ekologis ekosistem
mangrove sangat khas dan kedudukannya tidak terganti oleh ekosistem lainnya.
Misalnya, secara fisik hutan mangrove berfungsi menjaga stabilitas lahan pantai yang
didudukinya dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Secara biologis,
hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai, termasuk
kehidupan biotanya (Nugroho, dkk. 1991).
Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dalam
ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu
ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun biologis, disamping itu, ekosistem
mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (Kusmana, 2002).
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem
yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis.

Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah

intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground),
tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning
ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan
fungsi ekonominya antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, dan penghasil bibit.
Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua
jenis spesies mangrove. Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kekeringan, energy gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi,
efek neotektonik. Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies
dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan
pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
Potensi dan Manfaat Mangrove
Ekosistem hutan mangrove mengambarkan adanya hubungan yang erat antara
sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai habitat
(Sukardjo, 1996). Fenomena yang muncul di kawasan pantai adalah terjadinya proses
pengendapan sedimen dan kolonisasi oleh tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora
stylosa yang dikenal sebagai jenis pioner, sehingga memungkinkan bertambahnya
luas areal hutan mangrove. Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi apabila kawasan

pantai tersebut tidak terlindung, hal ini disebabkan oleh adanya proses erosi pantai
sebagai akibat gelombang laut. Terkait dengan fenomena tersebut, Percival dan
Womersley (1975) mengungkapkan bahwa ekosistem hutan mangrove merupakan
refleksi dinamik antara variasi variasi iklim dari proses-proses yang terjadi di

kawasan pesisir dan kombinasi interaksi biologis, antara lain seperti flora, fauna dan
elemen fisiknya termasuk intervensi aktivitas manusia.
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam hayati yang mempunyai
berbagai keragaman potensi yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik
yang secara langsung maupun tidak langsung dan bisa dirasakan, baik oleh
masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan mangrove maupun masyarakat yang
tinggal jauh dari kawasan hutan mangrove (Kustanti 2011). Hutan mangrove
merupakan salah satu bentuk ekosistem yang unik dan khas, terdapat di daerah
pasang surut di wilayah pesisir pantai dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan
sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis
dan ekologis yang tinggi akan tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang
bijaksananya dalam mempertahankan, melestarikan dan mengelolahnya.
Secara teoritis menurut Arief (2003), hutan mangrove memiliki fungsi dan
manfaat. Secara ekologis, ekosistem mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan
(Spawning grounds) dan daerah pembesaran (Nursery grounds) berbagai jenis ikan,

udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu, serasah mangrove (berupa
daun, ranting dan biomassa lainnya) yang jatuh di perairan menjadi sumber pakan
biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan
perairan laut di depannya. Dengan system perakaran dan kanopi yang rapat serta
kokoh, hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gelombang
tsunami, angina topan, perembesan air laut, menahan lumpur, melindungi pantai dari
abrasi, pengendali banjir dan gelombang pasang.

Potensi sumberdaya hutan mangrove diera otonomi saat ini merupakan aset
daerah yang tidak kecil, artinya dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan
daerah khususnya pembangunan daerah pesisir. Karena itu, pelestarian hutan
mangrove merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan, dengan tetap
mempertahankan manfaat ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya setempat.
Nilai penggunaan langsung adalah manfaat yang langsung diambil dari
sumber daya alam (Ramdan,dkk. 2003). Nilai ini dapat diperkirakan melalui kegiatan
konsumsi atau produksi. Pada hutan mangrove yang dimasukkan sebagai penggunaan
langsung adalah penyedia kayu mangrove, daun mangrove sebagai bahan baku obat
atau makanan ternak, buah sebagai sumber benih dan lain-lain yang dimanfaatkan
langsung oleh masyarakat dari hutan mangrove yang akan berbeda pada setiap
daerah.

Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan
Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan
Jenis Mangrove
Sonneratia

(Perepat,

Pedada)

Bagian

Buah

Buah

Nypa (Nipah)

Buah

Rhizophora (Bakau)


Hasil setelah diolah

Dimanfaatkan

Avicennia (Api-api)

Bruguiera (Burus)

yang

Sirup, Jus, Dodol, Permen, Sabun

Sayuran, Kue, Bubur sumsum, Cendol,
Puding, Kerupuk, Agar-agar
Gula, Manisan, Kolak, Pelengkap es
buah

Buah


Tepung, Kue

Kulit

Pewarna tekstil

Buah

Kerupuk

Kulit

Pewarna tekstil

Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan
Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan (Lanjutan)
Jenis Mangrove

Bagian


yang

Hasil Setelah Diolah

Dimanfaatkan

Xylocarpus (Nirih)

Buah

Bahan baku kosmetik, Sabun

Ceriops (tengar)

Kulit

Pewarna tekstil

Dewasa ini pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan pangan mulai banyak
dilirik dan dianjurkan. Sudah tentu buah atau bagian lain tanaman mangrove yang

dapat dikonsumsi tidaklah ditujukan sebagai makanan utama, melainkan lebih untuk
tujuan penganekaragaman pangan. Selain untuk mengurangi konsumsi makanan
pokok (nasi, beras, jagung dan sagu), hasil olahan dari buah mangrove yang berupa
tepung dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menggantikan terigu sebagai
sumber karbohidrat. Dari berbagai jenis mangrove yang ada buah pedada atau
Bruguiera gymmorrhiza, dengan kandungan karbohidrat 19,66 % sangat potensial
untuk diolah menjadi tepung (Priyono, dkk.2010).
Dari segi ketersediaan, buah mangrove sangat melimpah dan bagi
masyarakat pesisir mudah mendapatkan mangrove tanpa mengeluarkan biaya yang
banyak. Faktor ketidaktahuan manfaat dan ketrampilan pengolahan harus lebih
diintrodusir untuk menggalakkan pemanfaatan mangrove.
Meskipun pemanfaatan buah mangrove sebagai sumber pangan sudah
digalakkan upaya ini masih terbatas pada program pemberdayaan penduduk yang
hidup di area hutan mangrove. Buah mangrove dapat diolah menjadi tepung dan
beragam bahan pangan olahan seperti sirup, keripik, dodol, dan olahan makanan

ringan lainnya (Priyono, dkk. 2010). Produk olahan dari buah mangrove memiliki
prospek yang bagus jika dapat diolah dengan standar mutu yang baik serta didukung
oleh promosi yang baik. Dengan usaha menghasilkan produk pangan yang komersil
diharapkan masyarakat dapat menambah kemampuan finansial untuk akses terhadap

sumber pangan lainnya.
Ditinjau

dari

segi

kesehatan

ternyata

mangrove

memiliki

potensi

menguntungkan. Secara tradisional sudah banyak kelompok masyarakat pesisir
memanfaatkan daun mangrove menjadi teh seduhan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mangrove ternyata mengandung senyawa biokimia alami yang aktif antara lain

flavonoids, antrokuinon, kelompok fenolik, alkaloid dan triterpenoid
(Ravikumar dkk., 2010). Kelompok senyawaan aktif yang sangat tinggi ini membuat
jenis buah mangrove memiliki aktifitas sebagai anti mikroba maupun antioksidan.
Dikutip dari sebuah hasil peneletian di Thailand, ternyata ekstrak buah-buah
mangrove memiliki aktifitas sebagai antioksidan yang tinggi.
Ekosistem mangrove memiliki peran yang strategis dalam pengembangan
wilayah di kawasan pesisir, tertutama dalam aspek pengembangan perekonomian
wilayah. Sebagaimana dijelaskan dalam Dephut (1997), ekosistem mangrove
merupakan ekosistem yang memiliki peranan sangat penting bagi ketersediaan biota
laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir. Dengan
demikian, ekosistem utama memiliki peranan yang sangat strategis bagi
perekonomian masyarakat pesisir. Anonimous (1995) juga menjelaskan bahwa
secara teknis hutan mangrove memiliki fungsi ekonomis untuk pemenuhan :

1. Keperluan rumah tangga: kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan
makanan dan obat-obatan.
2. Keperluan industri: bahan baku kertas, bahan baku tekstil, bahan baku
kosmetik, penyamak kulit dan pewarna alami.
3. Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang-kerangan, madu dan
telur burung.

4. Sebagai tempat pariwisata dan tempat penelitian serta pendidikan.
Selain fungsi ekologi, ekosistem mangrove memiliki mafaat sosial ekonomi
bagi masyarakat di sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Manfaat sosial ekonomi
tersebut antara lain, hutan mangrove sebagai sumber mata pencaharian dan produksi
berbagai jenis hasil hutan dan hasil hutan ikutannya, tempat rekreasi atau wisata alam
dan sebagai objek pendidikan, latihan serta pengembangan ilmu pengetahuan.
Besarnya manfaat yang ada pada ekosistem hutan mangrove menjadikannya
sangat rentan terhadap eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan yang
cukup parah, sehingga mengakibatkan berkurangnya luasan hutan mangrove untuk
setiap tahunnya. Pengembangan hutan mangrove sangat diperlukan untuk
meningkatkan baik pendapatan ekonomi maupun kondisi sosial masyarakat. Namun
semua hal ini tidak terlepas dari penilaian, pertimbangan dan analisis lingkungan
yang baik bagi masyarakat tanpa harus memberikan dampak buruk bagi hutan
mangrove yang telah ada.

Kondisi Umum Lokasi Penelitan
Pulau Sembilan memiliki luas ± 15,65 km2 atau ± 9,67% dari total luas
wilayah kecamatan Pangkalan Susu (151,35 km2) Kabupaten Langkat Kecamatan
Pangkalan Susu secara geografis berada pada 409’15,42” LU dan 98014’54” BT.
Adapun batas-batas lokasinya, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Pulau Kampai,
sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan
Pangkalan Susu, dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Aru. Jumlah total
penduduk di Pulau Sembilan ini ± 2.047 dengan bermata pencarian antara lain
sebagai pertani sebanyak 413 KK, pengrajin 9 KK, pegawai negeri 19 KK,
pedagang 29 KK, supir angkutan 11 KK dan buruh 161 KK. Luas berdasarkan
penggunaan lahan antara lain sawah seluas 1,90 km2, tanah kering seluas 9,29 km2
dan lainnya seluas 4,46 km2 . Selain itu masih tersisa hutan mangrove yang
termasuk dalam hutan sekunder. Hutan yang masih tersisa tersebut tidak termasuk
dalam kawasan hutan negara, melainkan lahan milik masyarakat. Namun, sebagian
masyarakat memelihara tegakan mangrove khususnya yang terletak pada areal
kawasan lindung seperti kanan kiri sungai dan tepi pantai (BPS, 2010).

Gambar 1. Kondisi Pulau kampai dan Pulau Sembilan dari Citra Satelite
Pulau Kampai merupakan suatu desa yang berada di gugusan pulau-pulau
Kabupaten Langkat. Pulau Kampai memiliki luas ±10.000 ha. Desa Pulau Kampai
berdekatan dengan Selat Malaka. Pulau Kampai secara administrasi terletak di
Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pulau Kampai
secara geografis berada pada 4013’45” LU dan 98013’19” BT. Adapun batas-batas
lokasinya yaitu sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Pematang Jaya, sebelah
selatan berbatasan dengan Pulau Sembilan, sebelah barat berbatasan dengan
Pangkalan Susu dan sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka