Evaluasi Rehabilitasi Mangrove Tahun Berjalan dan Pengaruh Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat

(1)

LAMPIRAN

DATA DIRI RESPONDEN

No Nama Jenis Kelamin Umur (Tahun) Pendidikan Terakhir Lama Menetap (Tahun) Jumlah anggota keluarga (orang)

Suku Agama

Pekerjaan

Pendapatan (Rp./Bln) Pokok Sampingan

1 Sri Yulita Perempuan 29 SD 3 2 Melayu Islam Nelayan 0.000

2 Siti Rohani Perempuan 40 SD 40 7 Jawa Islam Ibu rumah tangga 0.000

3 Sita Perempuan 45 SD 45 2 Melayu Islam Petani 0.000

4 Halimatul Sakhdiah Perempuan 42 SMP 42 4 Melayu Islam Nelayan 100.000

5 Salha Perempuan 62 SMP 62 5 Melayu Islam Nelayan 500.000

6 Basariah Perempuan 62 SD 62 2 Melayu Islam Ibu rumah tangga 0.000

7 Siti Hazar Perempuan 40 SMP 40 6 Melayu Islam Nelayan 500.000

8 Jelli Laki-laki 42 SD 42 Melayu Islam Nelayan 0.000

9 Sariana Perempuan 40 SMP 40 Melayu Islam Nelayan 500.000

10 M. Iman Laki-laki 42 SD 42 7 Melayu Islam Tidak tetap 0.000

11 Samsiah Perempuan 32 SD 32 4 Melayu Islam Nelayan 0.000

12 Rosnani Perempuan 32 SMP 32 Melayu Islam Nelayan 1.000.000

13 Masita Perempuan 31 SMP 31 Melayu Islam Nelayan 1.000.000

14 Rostina Perempuan 37 SD 37 Melayu Islam Nelayan 1.000.000

15 Salbiah Perempuan 67 SD 67 9 Melayu Islam Ibu rumah tangga 0.000

16 Abdul Munir Laki-laki 40 SMP 2 2 Mandailing Islam Wiraswata 1.500.000

17 Misnah Perempuan 47 SD 30 7 Melayu Islam Wiraswata 1.500.000

18 Yuli Perempuan 30 SMA 11 4 Jawa Islam Ibu rumah tangga 0.000

19 Burhanuddin MN Laki-laki 61 SD 61 8 Melayu Islam Nelayan Budidaya 2.000.000


(2)

21 Yusnita Perempuan 31 SMA 20 3 Melayu Islam Ibu rumah tangga 0.000

22 Rukiyah Perempuan 63 SD 50 5 Banjar Islam Ibu rumah tangga 900.000

23 Hidayah Perempuan 33 SMA 1 2 Melayu Islam Guru SDN TPQ 500.000

24 Jamilah Perempuan 38 SMA 13 6 Melayu Islam Wiraswata 3.000.000

25 Siti Darmawan Perempuan 40 SD 40 3 Melayu Islam Pedagang 3.000.000

26 Fitriana Perempuan 25 SD 4 3 Melayu Islam Ibu rumah tangga 0.000

27 Siti Hawa Perempuan 25 SMP 25 7 Melayu Islam Pedagang 6.000.000

28 Lina Perempuan 38 SD 38 5 Melayu Islam Nelayan 3.000.000

29 Syafrizal Laki-laki 36 SD 36 5 Melayu Islam Nelayan Ternak 2.500.000

30 Mahdalena Perempuan 34 SD 14 Melayu Islam Ibu rumah tangga 0.000

31 Junarti Perempuan 42 SD 19 Jawa Islam Ibu rumah tangga 0.000

32 Sulastri Perempuan 24 SMP 3 2 Jawa Islam Ibu rumah tangga 1.500.000

33 Asiah Perempuan 60 SD 20 5 Kalimantan Islam Ibu rumah tangga 0.000

34 Isnawati Perempuan 32 SMP 32 5 Banjar Islam Ibu rumah tangga 0.000

35 Izhar Laki-laki 46 SMA 46 Melayu Islam Swasta (PLN) 2.000.000

36 Vegiati br. Manik Perempuan 30 SMP 6 4 Mandailing Islam Ibu rumah tangga Pedagang 1.000.000

37 Ridwan Laki-laki 35 SD 35 4 Mandailing Islam Buruh Tambak 2.000.000

38 Sunardi Laki-laki 43 SMP 22 4 Jawa Islam lain-lain 1.000.000

39 Maysarah Perempuan 35 SMA 35 5 Melayu Islam Ibu rumah tangga 0.000

40 Safaruddin Laki-laki 54 SD 54 Banjar Islam Nelayan Petani 2.000.000

41 Ani Perempuan 46 SD 28 7 Jawa Islam Ibu rumah tangga Pedagang 1.500.000

42 Anisa Perempuan 70 Tdk Sekolah 70 Jawa Islam Ibu rumah tangga 0.000

43 Raha Perempuan 35 SMP 35 3 Banjar Islam Pedagang 1.000.000

44 Mila Perempuan 34 SMA 34 4 Jawa Islam Ibu rumah tangga 0.000

45 Rafia Perempuan 47 SD 47 Melayu Islam Ibu rumah tangga 0.000

46 Ita Perempuan 47 SMA 7 5 Jawa Islam Buruh harian 1.500.000


(3)

48 Sumiati Perempuan 43 SD 15 3 Jawa Islam Nelayan 400.000

49 Iswansyah Laki-laki 47 SD 47 5 Kalimantan Islam Nelayan Pedagang 1.000.000

50 Budi Saputra Laki-laki 30 SMA 30 4 Melayu Islam Nelayan Becak barang 3.000.000

51 Parisem Perempuan 51 SD 10 6 Jawa Islam Berkebun Petani 1.500.000

52 Sunarti Perempuan 38 SD 17 5 Jawa Islam Nelayan 700.000

53 Jumaiah Perempuan 43 SD 43 2 Melayu Islam Ibu rumah tangga 0.000

54 Wadimin Laki-laki 51 SD 46 7 Kalimantan Islam Petani Nelayan 1.000.000

55 Sulaiman Laki-laki 50 SD 15 7 Jawa Islam Nelayan 300.000

56 M. Ratnashuno Laki-laki 64 SD 36 5 Karo Islam Nelayan 700.000

57 Doni Laki-laki 28 SMP 28 4 Melayu Islam Nelayan 800.000

58 Sulastri Perempuan 53 SD 53 6 Jawa Islam Nelayan Pedagang 500.000

59 Idris Laki-laki 36 SD 36 4 Jawa Islam Nelayan 2.000.000


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alongi, D. M. Present state and future of The world’s mangroves forest environtmental conservation 29 (3): 331-349.

Alwidakdo. A, A. Zikri dan K. Legowo. 2014. Studi Pertumbuhan Mangrove Pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Di Desa Tanjung Limau Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara. Fakultas Pertanian. Universitas 17 Agustus 1945. Samarinda.

Ansori, S. 1998. Studi sifat Fisik dan Pasang Surut Air Laut terhadap Penyebaran Jenis Rhizophora Hutan Mangrove Pantai Tampora Jatim. Fahutan. IPM. Malang.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius. Yogykarta.

Arikonto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistika, 2009. Kecamatan Pangkalan Susu dalam Angka. Badan Pusat Statistika KSK pangkalan Susu Kabupaten Langkat.

Bengen, D. G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.

Dahuri, R., J. Rias, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu, 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta. Darusman, D. Dan Sukarjito Didik. 1998. Kehutanan Masyarakat. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Departemen Kehutanan 1986, Laporan Prosiding Survey tahun 1986. Kecamatan Pantai Labu dalam Angka.

Dinas Kehutanan. 2013. Kerusakan Hutan Mangrove. Kabupaten Langkat.

Fitri, R dan Iswahyudi. 2010. Evaluasi karakteristik lahan hutan mangrove di Kabupaten Aceh Timur. Jurnal Hidrolotan (1): 1-9.

Haikal, 2008. Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Nipah Pnajang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hutching, P. Dan P. Saenger. 1987. Ecology of Mangrove. University of

Qeensland Press.

Kartawinata, 1991. Krisis Biologi. Hilangnya Keanekaragaman Biologi, Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.


(5)

Kusmana, C. 2004. Kajian ekologi hutan pantai di suaka margasatwa Pulau Rambut, Teluk. Jakarta. Jurnal Komunikasi 16 (6): 77-82.

Mac Nae, W. 1968. A general account of the fauna dan flora of mangrove swamps

dan forest the Indo-West-Pacific Region. Advances in Marine Biology 6: 73-270.

Mardiana, S. 2005. Perbedaan kondisi fisik lingkungan terhadap pertumbuhan berbagai tanaman mangrove (3): 31-35

Nugroho, A, dan Murtijo. 2005. Antropologi Kehutanan. Wana Aksara. Banten. Pelly, Usman, 1991. Dampak Kegiatan Pembangunan pada Sosial Budaya

(Sebuah Kerangka Analisis Dampak Lingkungan Sosial. Kursus dasar Amdal ke- X Universitas Sumatera Utara, Medan.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 70/ Menhut-11/2008. Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Rahmawaty. 2006. Upaya Pelestarian Mangrove Berdasarkan Pendekatan Masyarakat. Departemen Kehutanan. Sumatera utara.

Sastroadnojo. 2002. Melibatkan Masyarakat dalam Perlindungan Hutan.

Savitri, L.A. dan Khazali. M. 1999. Pemberdayan Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir. Pengalaman Pelaksanaan Pengembangan Tambak Ramah Lingkungan dan Rehabilitasi Mangrove di Indramayu. WI-IP/PKSPL-IPB. SNM (Strategi Nasional Mangrove). 2003. Strategi Nasional Pengelolaan

Mangrove di Indonesia (Draft Revisi); Buku II: Mangrove di Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Spalding, M., Kainuma, L, Collins. 2010. World Atlas of Mangroves Earthscan. London. SKRIPSI, USU, Medan.

Triana, 2011. Mangrove peredam gelombang laut dan abrasi pantai, mengurangi resiko bencana. Warta konservasi lahan basah (1): 6-7

Wisadirana, J. 2001. Motivasi dan pemotivasian dalam Manajemen. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Zain, 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Statifikasi Hutan Rakyat Rinika Cipta Jakarta.


(6)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat yaitu di salah satu desa yang memiliki pantai dan hutan mangrove, memiliki dan berinteraksi dengan hutan mangrove. Adapun daerah yang menjadi titik fokus kegiatan penelitian program rehabilitasi adalah wilayah Desa pulau Sembilan. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei 2015 samapai September 2015.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian Alat dan Bahan

Alat Yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS untuk mengetahui koordinat titik pengamatan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove, meteran untuk


(7)

mengukur jarak dan tinggi tanaman, tali, refraktometer untuk mengukur kadar salinitas, kaliper digital untuk mengukur diameter batang, mirometerscrub digital untuk mengukur tebal daun, dan kamera untuk dokumentasi.

Bahan penelitian yang digunakan adalah tanaman mangrove jenis

Rhizophora apiculata hasil pembibitan, serta lembar kuisioner survey Masyarakat Desa Pulau Sembilan.

Pengamatan dan Pengumpulan Data Tanaman

Pengambilan data dilakukan pada empat plot. Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, diameter batang, tebal daun, kondisi tanaman.

a. Pengukuran Tinggi

Pengukuran tinggi dilakukan dua minggu setelah tanam pada empat plot dengan 2 kali pengamatan, pengamatan awal pada 16 Mei dan pengamatan akhir pada 20 Agustus 2015. Alat yang digunakan adalah penggaris dengan ketelitian 1 cm. pengukuran tinggi dimulai dari ujung propagul dimana tunas tumbuh sampai ujung daun terpanjang.

Gambar 2. Ilustrasi Pengukuran Tinggi Pohon Tinggi Pohon


(8)

b. Pengukuran Diameter

Pengukuran diameter dilakukan dua minggu setelah tanam pada empat plot dengan 2 kali pengamatan, pengamatan awal pada 16 Mei dan pengamatan akhir pada 20 Agustus 2015. Untuk mendapatkan pengukuran yang lebih akurat, pengukuran diameter batang dilakukan 10 cm dari ujung propagul dimana tunas tumbuh dengan menggunakan kalifer digital.

Gambar 3. Ilustrasi Pengukuran Diameter Batang c. Tebal Daun

Tebal daun diukur dengan menggunakan micrometer scrub. Untuk mendapatkan pengukuran yang lebih akurat pengukuran dilakukan pada 3 helai daun yang masih muda dan kemudian dihitung rata-ratanya. Pengukuran tebal daun dilakukan dua minggu setelah tanam pada empat plot dengan 2 kali pengamatan, pengamatan awal pada 16 Mei dan pengamatan akhir pada 20 Agustus 2015.

10 cm Diameter Batang


(9)

Gambar 4. Ilustrasi Pengukuran Tebal Daun d. Kondisi Tanaman

Kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi tanaman adalah “sehat” jika tanaman tumbuh segar dan batang lurus, “kurang sehat” jika tanaman memiliki daun kuning atau warna daun tidak normal serta batang bengkok, “merana” jika tanaman terserang hama/penyakit atau tumbuh tidak normal, dan “mati’ jika tanaman tidak memiliki daun lagi, batangnya mengering dan tidak adanya aktivitas kehidupan.

Analisis Data

Hasil dari pengamatan tiap petak ukur dihitung untuk mengetahui persentasi tumbuh tanaman dengan pengolahan data sebagai berikut :

a. Persentasi Tumbuh Tanaman

Persentasi tumbuh tanaman dihitung dengan cara membandingkan jumlah tanaman yang ada pada suatu petak ukur dengan jumlah tanaman yang seharusnya ada di dalam petak ukur bersangkutan. Perhitungan persentasi tumbuh mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.70/Menhut-II/2008.

T =∑ ��

∑ �� � 100%

Dimana :

Tebal Daun


(10)

T : Persen (%) tumbuh tanaman sehat

∑ �� : Jumlah tanaman sehat yang terdapat pada plot ukur ke i

∑ �� : Jumlah tanaman yang seharusnya ada pada plot ukur i

Metode Pengumpulan Data di Desa Pulau Sembilan Observasi

Pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan observasi langsung lokasi penelitian dengan mengamati sepanjang garis pantai dan sungai Desa Pulau Sembilan untuk mengetahui kondisi secara umum ekosistem hutan mangrove serta pengamatan jenis tumbuhan penyusunnya. Observasi terhadap masyarakat desa juga dilakukan dengan mengamati aktivitas keseharian serta kondisi lokasi perumahan masyarakat.

Kuisioner

Pembagian lembar kuisioner kepada masyarakat untuk mempermudah dalam memperoleh data sosial budaya masyarakat dan sekaligus melakukan sosialisasi perkenalan program rehabilitasi terhadap objek yang diteliti.

Wawancara

Melakukan wawancara mendalam (depth interview) dengan tokoh masyarakat serta warga yang dianggap memiliki pemahaman atau pengalaman di lokasi penelitian guna memperoleh informasi mengenai kondisi dan karakteristik sosial ekonomi di desa tersebut.


(11)

Populasi dan Sampel

Populasi yang menjadi objek penelitan yaitu seluruh masyarkat bertempat tinggal atau telah menetap di Desa Pulau Sembilan. Jumlah kepala keluaraga (KK) di Desa Pulau Sembilan sebesar 600 kepala keluarga (KK). Metode penentuan sampel sebagai responden pada populasi masyarakat yang tinggal di Desa Pulau Sembilan berdasarkan rumus Arikonto (2006), bahwa jika jumlah subjek masyarakat yang ingin diwawancarai kurang dari 100 orang maka diambil semua sebagai penelitian populasi, selanjutnya apabila jumlah populasinya lebih dari 100 orang maka diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih tergantung pertimbangan peneliti. Maka sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 10% dari jumlah total dari kepala keluarga (KK) Desa Pulau Sembilan yaitu sebanyak 60 sampel warga sebagai objek penelitian.

Analisis Data

Penelitian memperoleh data yang diolah secara deskriptif kuantitatif yang menggambarkan secara sistematis dan karakteristik suatu populasi dari daerah. Sedangkan formulasi data dilakukan dengan analisisis persentase kuantitatif. Teknik Merehabilitasi Hutan Mangrove

Penyiapan areal tanam : (1) Pengukuran ulang batas-batas areal, pemancangan patok batas luar areal tanam; (2) Pembuatan jalur tanaman dimulai dengan penentuan arah larikan tanaman melintang terhadap pasang surut sesuai pola tanam yang telah dirancang pada lokasi dan areal tanam yang bersangkutan dengan jarak tanam satu meter; (3) Pembersihan jalur tanam dari sampah, ranting pohon, dan potongan kayu serta tumbuhan liar; (4) Pemancangan ajir sesuai jarak


(12)

tanam, dipasang tegak lurus dan kuat pada areal tanam; (5) Penyiapan titik bagi bibit (di masing-masing areal penanaman).

Pemilihan jenis tanaman 1) Jenis tanaman dipilih yang sesuai dengan hasil analisis tapak dan dituangkan dalam rancangan. 2) Jenis tanaman mangrove disesuaikan dengan zonasi berbagai tanaman, yakni dengan memperhatikan ketahanan terhadap pasang surut dan tingkat ketinggian air, antara lain : zona Avicennia , zona Rhizophora , zona Bruguiera , dan zona kering serta nipah. Secara alami zonasi dalam ekosistem mangrove berdasarkan jenis tanaman yang tumbuh.

Penanaman 1) Pelaksanaan penanaman di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan dilakukan dengan menerapkan jenis tanaman dan pola tanam sebagaimana tertuang dalam rancangan (dengan jumlah tanaman per hektar minimum 1.100 batang dan maksimum 10.000 batang sesuai kondisi lapangan). 2) Pelaksanaan penanaman sebaiknya dimulai pada musim ombak tenang dan dari

garis terdekat dengan darat agar terhindar dari ombak besar (Permenhut, 2008).


(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pemilihan Jenis Bibit

Untuk pemilihan jenis bibit harus sesuai dengan kondisi lokasi yang hendak direhabilitasi. Jenis yang digunakan untuk kegiatan rehabilitasi yaitu

Rhizophora apiculata yang diambil dari lokasi pembibitan di Desa Pulau Sembilan. Bibit mangrove dianggap memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan barunya lebih rendah daripada propagul. Ini disebabkan bibit yang telah memiliki lingkungan awalnya terlebih dahulu (persemaian). Kemudian dipindahkan kelingkungan barunya, yaitu lokasi penanaman.

Gambar 5. Lokasi pembibitan Rhizophora apiculata

Walaupun daya adaptasi terhadap lingkungan barunya dianggap rendah daripada propagul, bibit mangrove memiliki daya ketahanan terhadap lingkungannya yang lebih tinggi di bandingkankan propagul karena struktur tubuh yang sudah lengkap, memiliki daya tangkal terhadap gelombang yang lebih baik dibandingkan propagul.


(14)

Penanaman

Penanaman mangrove dibagi menjadi dua cara, yaitu penanaman langsung dan penanaman tidak langsung. Penanaman langsung adalah penanaman yang dilakukan tanpa proses pembibitan terlebih dahulu yaitu langsung dari propagul. Sedangkan penanaman tidak langsung yaitu melalui pembibitan. Penanaman yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu penanaman secara tidak langsung.

Gambar 6. Penaman bibit Rhizophora apiculata

Dengan seringnya dilakukan kegiatan penanaman, harapannya hutan mangrove dapat kembali lestari kembali.

Hasil Evaluasi Tahun Berjalan Pengamatan Pertama Pada 18 Mei 2015 Dari pengamatan yang dilakukan kondisi areal penelitian dibagi menjadi empat plot, setiap plot terdiri 100 tanaman. Kondisi areal penelitian berada di samping aliran muara sungai, yang ditumbuhi beberapa jenis mangrove seperti

Rhizophora apiculata, Ceriops tagal, Sonneratia alba, dan lain-lain. Berikut ini adalah kondisi hasil dari evaluasi tahun berjalan pengamatan pertama.


(15)

Gambar 7. Evaluasi Tahun Berjalan Pengamatan Pertama

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa anakan R. apiculata yang paling tinggi persentase hidupannya pada plot 4 yaitu sebesar 100%, dan persentase kehidupan

R. apiculata yang terendah pada plot 3. Dari keempat plot menunjukkan persentase kehidupan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan anakan mangrove berasal dari bibit yang bukan ditumbuhkan di areal lokasi penelitian. Bibit mangrove dianggap memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan barunya lebih rendah dibandingkan dari propagul disebabkan bibit anakan mangrove telah memiliki lingkungan awal. Tabel 1 menunjukkan persentase dari keempat plot, dari keempat plot secara keseluruhan persentase kehidupan di peroleh rata-rata sebesar 74%.

Tabel 1. Jumlah Persentase setiap Plot

Plot 1 2 3 4


(16)

Dari Gambar 7 menunjukkan tanaman yang paling tinggi terkena penyakit klorosis yaitu pada plot 4 sebesar 50 %. Pada plot 4 juga tumbuhan mengalami penampakan tidak normal dengan bercirikan daun berguguran yang diduga mengalami perubahan fisiologis karena jauhnya tempat pengangkutan bibit.

Gambar. 8 Pertambahan tinggi tanaman R. apiculata dari bulan Mei-Agustus

Dari Gambar 8 pertumbuhan tinggi dari anakan R. apiculata pada plot 1 sebesar 5,33 cm, plot 2 sebesar 6,68 cm, plot tiga 3,25 cm, dan plot plot 4 sebesar 2,19 cm. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman salah satunya cahaya, karena cahaya berperan sangat besar dalam fotosintesis seperti yang dikemukakan oleh Mac Nae (1968) cahaya merupakan satu faktor yang penting dalan proses fotosintesis dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Tumbuhan akan lebih bagus pertumbuhannya apabila mendapatkan cahaya yang cukup seperti plot 2.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

2,19 cm 5.33 cm

6,68 cm


(17)

Gambar 9. Pertumbuhan semai R.apiculata di plot 4

Tabel 2. Pertambahan rata-rata diameter, tebal daun dan jumlah daun dari bulan Mei-Agustus

No plot Rata-rata diameter daun (cm)

Rata-rata tebal daun (mm)

Rata-rata jumlah daun Plot 1 0,1904566 0,264651391 0,6353846515 Plot 2 0,188286 0,279964539 3,301864799 Plot 3 0,119525 0,135713675 3,978291321 Plot 4 0,182 0,234496124 4,612272727

Dari Tabel 2 terlihat bahwa diameter batang rata-rata yang tertinggi dari keempat plot diatas terdapat pada plot 1 hal ini dikarenakan plot 1 dan 2 berada di samping muara sungai sehingga pasang surut berpengaruh terhadap perpindahan masa antara air tawar dengan air laut hal ini didukung oleh pernyataan Ansori (1998) pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi organisme mangrove. Lingkungan untuk pertumbuhan mangrove yang baik yaitu pada lingkungan air tawar dan air laut yang seimbang sehingga pertumbuhan jumlah diameter pada plot 1 lebih tinggi dari yang lain.


(18)

Rata-rata tebal daun yang tertinggi pada anakan R. apiculata yaitu pada plot 2. Hal ini diduga karena intensitas cahaya matahari pada plot 2 cukup tinggi yang mempengaruhi respirasi, transpirasi, fisiologi, dan struktur fisik tumbuhan.

Rata-rata jumlah daun tertinggi yaitu pada plot 4 hal ini diduga karena pada plot 4 pengamatan kedua anakan R. apiculata rata-rata sehat semua dan sedikit terkena penyakit dan ini mempengaruhi pertambahan jumlah daun pada plot 4.

Hasil Evaluasi Tahun Berjalan Pengamatan Kedua Pada 20 Agustus 2015

Gambar 10. Evaluasi Tahun Berjalan Pengamatan Kedua

Terlihat pada Gambar 10 tanaman yang terserang penyakit pada plot 1 sebesar 7 %, dan tanaman yang mati 31%. Pada plot 2 tanaman yang sakit sebanyak 5% dan tanaman yang mati sebesar 33%, kemudian tanaman pada plot 3 tanaman yang sakit sebesar 2 % dan tanaman dengan penampakan yang tidak normal 13 %. Pada plot 4 tanaman yang terkena penyakit sebesar 4 % dan dengan penampakan yang tidak normal sebesar 2 %. Hal dikarenakan tanaman pada plot 4 pada saat pengamatan pertama banyak terkena serangan penyakit dan penampakan


(19)

fisiknya tidak normal pada saat pengamatan kedua sudah mampu beradaptasi pada lingkungan setempat sehingga tanaman tampak lebih sehat dibandingkan pada saat pengamatan pertama. Persentase kehidupan pada evaluasi pengamatan kedua pada plot 1 yaitu 69 %, pada plot 2 sebesar 67%, pada plot 3 sebesar 55%, dan plot sebesar 99% hal ini diduga perbedaan adaptasi pada keempat plot berbeda-beda. Persentasi kehidupan rata-rata pengamatan ke 2 sebesar 72% dengan kata lain program rehabilitasi ini dikatagorikan berhasil sesuai dengan pereturan menteri kehutanan nomor 70 tahun 2008 yaitu apabila pelaksanaan penyulaman dalam kawasan hutan negara pada pemeliharaan tanaman tahun pertama (pemeliharaan I) dengan biaya pemerintah dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman tahun berjalan setelah sulaman ≥ 70 %.

Karakteristik Responden Penelitian Umur

Umur responden yang diteliti berdasarkan pertimbangan bahwa responden memiliki pengetahuan mangrove mengenai lingkungan sekitar berdasarkan usia, yakni terkait dengan pengalaman hidupnya dengan lingkungan sekitar di mana responden melakukan interaksinya. Umur responden dikatagorikan ke dalam lima kelas umur, mulai dari 21 tahun sebagai umur responden termuda yang dianggap cukup mengetahui lingkungannya dan dapat menggkomonikasikan prespektifnya hingga umur 70 tahun yang diperkirakan mewakili usia tertua yang dapat diwawancarai.


(20)

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan umur

No Kelas Umur Jumlah Persentase 1 2 3 4 5 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 8 23 15 8 6 13.33 38.33 25.00 10.00 13.33

Total 60 100

Tabel 4 terlihat bahwa responden dengan umur 31-40 tahun lebih banyak di temukan di lapangan yaitu sebesar 38.33%. dan didominasi oleh perempuan yang ikut membantu suaminya untuk mencari nafkah sekitar Desa Pulau Sembilan.

Lama Menetap

Lamanya menetap pada wilayah tertentu baik yang tinggal/berdomisili sementara, lama atau permanent sangat mempengaruhi pengenalaannya terhadap kondisi lingkungan yang ditempatinya. Terkait dengan kearifan lokal atau sosial budaya daerah setempat yang menjadi tempat tinggalnya. Interaksi baik langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan dari segi intensitas serta frekuensi akan dipengaruhi oleh lama tidaknya seseorang berada di suatu daerah.

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan lama menetap

No Lama Menetap Jumlah Persentase 1 2 3 4 5 0-15 16-30 31-45 46-60 61-70 13 11 22 8 6 21.67 18.33 36.67 13.33 10.00

Total 60 100

Menurut Tabel 5 jumlah responden yang menetap di Desa Pulau Sembilan persentase tertinggi pada kategori ketiga yaitu 31-45 (36,67%). Mereka biasanya putra daerah di wilayah tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada responden yang menetap lima belas tahun kebawah cukup mengetahui mengenai


(21)

perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi ditempatnya. Sementara responden yang sejak lahir berada di daerah tersebut maupun yang telah menetap di atas lima belas tahun ternyata lebih mengerti mengerti perubahan-perubahan lingkungan setempat.

Pekerjaan

Masyarakat Desa Pulau Sembilan yang merupakan masyarakat pesisir dengan latar belakang bermata pencarian nelayan. Secara umum sistem perekonomian masyarakat setempat ditopang oleh hasil-hasil laut.

Tabel 6. Jenis pekerjaan responden

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa pekerjaan responden yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah nelayan karena masyarakat Pulau Sembilan yang merupakan masyarakat pesisir dengan latar belakang perekonomiaannya tidak dapat dipisahkan oleh hasil laut. Pekerjaan sampingan yang paling banyak ditemukan pada responden yang berprofesi sebagai nelayan. Apabila hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan saja tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, No Jenis-jenis

Pekerjaan

Pekerjaan

Pokok Sampingan

Jumlah Pesentase Jumlah Persentase

1 Nelayan 25 41.67 8 13.33

2 Buruh 2 3.33 - -

3 Ibu rumah tangga

19 31.67 - -

4 Wiraswasta/ pedagang

6 10 - -

5 Guru, dan PLN

2 3.33 - -

6 Petani 3 5 2 3.33

7 Lain-lain 1 1.67 - -

8 Tidak bekerja tetap dan berkebun

2 3.33 - -

9 Tidak bekerja sampingan

0 0 50 83.33

10 Tidak bekerja 0 0 0 0


(22)

dengan memanfaatkan pekarangan rumah meraka dapat berternak, selain berternak pekerjaan sampingan lain yaitu membawa becak barang, membuat ambi (alat menangkap udang), jualan, dan tambak.

Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapat masyarakat Desa Pulau Sembilan secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh jumlah atau banyaknya tangkapan hasil laut khususnya ikan. Dari hasil wawancara, jumlah pendapatan yang didapat tidak menentu karena dipengaruhi faktor cuaca, dan juga berkurangnya hutan mangrove akibat alih fungsi lahan yang mengakibatkan ikan berkurang.

Tabel 7. Distribusi responden menurut tingkat pendapatan

No Pendapatan Jumlah Persentase

1 ≤500.000 28 46.67

2 500.000-1.000.000 13 21.67 3 1.000.000-1.500.000 8 13.33 4 1.500.000-2.000.000 5 8.33 5 2.000.000-2.500.000 1 1.67 6 2.500.000-3.000.000 4 6.67

7 ≥3.000.0000 1 1.67

Total 60 100

Berdasarkan Tabel 7 tingkat pendapatan masyarakat di Desa Pulau Sembilan secara umum tergolong rendah bahkan tidak menentu setiap bulannya yaitu lebih kecil atau sama dengan Rp. 500.000 sebesar 46.67%. Pendapatan Rp.1.000.000 sebesar 21.67% dan pendapatan Rp. 1.000.000-1.500.000 sebesar 13.33% dengan kata lain bahwa terdapat 81.67% responden yang memiliki pendapatan di bawah atau sama dengan Rp.1.500.000. kondisi jumlah pendapatan tersebut rendah dibandingkan dengan gaji UMR minimum Sumatera Utara sebesar Rp.1.811.875. terdapat hanya lima orang saja yang memiliki pendapatan Rp.2.000.000 samapai Rp.3.000.000.


(23)

Pendapatan masyarakat berkaitan erat dengan daerah lingkungannya yaitu pesisir yang didominasi sebagai nelayan. Profesi nelayan sering menjadi opsi satu-satunya bagi masyarakat pesisir dengan masalah kemiskinannya yang klasik. Terkendalanya hasil tangkapan ikan sangat mempengaruhi pendapat masyarakat yang di akibatkan oleh faktor cuaca. Dari sisi cuaca sangat menentukan baik dan tidaknya hasil tangkapan, karena pengaruh angin yang terlalu besar biasanya membuat takut para nelayan untuk melaut.

Berdasarkan informasi dari responden, penurunan tangkapan ikan di laut dikarenakan berkurangnya hutan mangrove yang disebabkan oleh konversi perkebunan kelapa sawit. Hutan mangrove merupakan tempat bertelur dan menetas bagi beberapa spesies ikan dan hewan laut tertentu. Akar pohon mangrove yang padat akan melindungi telur ikan dan anakan ikan yang baru menetas. Lahan mangrove yang subur menyediakan banyak makanan bagi ikan-ikan kecil sebelum dapat hidup mandiri dilaut.

Eksistensi Hutan Mangrove Terhadap Masyarakat

Secara umum masyarakat sekitar hutan mangrove di berbagai daerah yang pantainya memiliki hutan mangrove serta memiliki interaksi dengan hutan mangrove. Sebagaimana disebutkan oleh Savitri dan Khazali (1999) potensi yang demikian besar tentunya memberikan peluang yang besar pula terhadap terciptanya berbagai bentuk pemanfaatan seperti usaha pertambakan, pertanian, perindutrian, pemukiman, pariwisata, pertambangan dan penangkapan ikan.

Kenyataannya keberlangsungan masyarakat pesisir bergantung pada hutan mangrove. Pengetahuan masyarakat sekitar hutan mangrove akan peranan dan manfaat hutan mangrove terhadap kehidupannya sebenarnya akan sangat


(24)

mempengaruhi kondisi hutan mangrove. Namun demikian harus disadari bahwa hutan mangrove yang kita manfaatkan mempunyai keterbatasan dibanyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitas. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan hutan mangrove yang baik dan bijaksana.

Tabel 8. Pemahaman/pengetahuan masyarakat terhadap hutan mangrove

No Pertanyaan Kelas Umur (Tahun) Total Persen-tasi 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70

1 Mengetahui/mengenal

a. Ya 7 18 11 5 5 46 76.67

b. Tidak 1 5 4 1 3 14 23.33

2 Memahami manfaat

a. Memahami 6 11 9 4 4 34 56.67

b. Tidak 2 12 6 2 4 26 43.33

3 Berpengaruh terhadap perekonomia/pendapatan

a. Berpengaruh 6 12 11 3 7 39 65.00 b. Tidak berpengaruh 2 11 4 3 1 21 35.00 4 Berpengaruh terhadap

kehidupan sosial

a. Berpengaruh 4 13 10 3 5 35 58.33 b. Tidak berpengaruh 4 10 5 3 3 25 41.67 5 Berpengaruh dengan

budaya masyarakat

a. Ada 2 8 5 2 4 21 35.00

b. Tidak 6 15 10 4 4 39 65.00

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa persentase pemahaman/pengetahuan masyarakat terhadap hutan mangrove tergolong baik. Terdapat 76.67% responden mengetahui/mengenal hutan mangrove. Ini dikarenakan masyarakat kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dari hutan mangrove mulai dari mencari kayu bakar hingga bermain di derah sekitar hutan bagi anak-anak setempat. Responden yang memahami manfaat hutan mangrove sebesar 56.67 % dilihat dari data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat belum begitu besar terhadap manfaat hutan mangrove dan hanya sebatas mengenal hutan mangrove itu saja. Pada hakikatnya kegiatan masyarakat mulai dari mencari kayu bakar, menangkap ikan, mengambil kayu


(25)

untuk kontruksi bangunan, itu semua manfaat dari hutan mangrove yang tidak disadari oleh masyarakat.

Sebanyak 65% responden hutan mangrove berpengaruh terhadap perekonomian. Ini dikarenakan sebagian masyarakat menganggap bahwa hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pesisir, karena merupakan sumber mata pencarian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, juga merupakan tempat pemijahan ikan yang hidup di laut bebas. Keragaman jenis mangrove dan keunikannya juga memiliki potensi sebagai wahana hutan wisata yang akan membantu perekonomian masyarakat. 35 % responden menganggap hutan mangrove tidak berpengaruh terhadap perekonomian, ini dikarenakan profesi responden bukan nelayan, melainkan pedagang, pns, ataupun berkebun sehingga responden tidak mengaggap manggrove berpengaruh terhadap perekonomiannya.

Peranan hutan mangrove dalam kehidupan masyarakat yang hidup di daerah pesisir sangat banyak sekali. Baik itu langsung dirasasakan penduduk sekitar maupun peranan, manfaat dan fungsi yang tidak langsung dari hutan mangrove itu sendiri. Peran mangrove sebagai penyangga adalah melindungi zona perbatasan darat lautdi sepanjang garis pantai sebagaimana yang di kemukakan oleh Mardiana (2005) hutan mangrove mempunyai beberapa manfaat baik ditinjau dari manfaat secara fisik, manfaat secara biologis, maupun manfaat secara ekonomis, secara fisik hutan mangrove mempunyai manfaat menjaga garis pantai agar stabil dan melindungi pantai dari abrasi. Pohon dan akar yang kuat dan berlapis-lapis dapat meredam hantaman ombak dan mempercepat pengendapan lumpur yang dibawa oleh sungai sekitarnya untuk dapat membentuk lahan baru.


(26)

Tabel 9. Perhatian masyarakat terhadap perubahan kondisi mangrove

No Pertanyaan Kelas Umur (Tahun) Total Persen-tasi 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70

1

Mengetahui perubahan kondisi (±5 tahun belakangan)

a. Ada 7 17 14 5 7 50 88.33

b. Tidak 1 6 1 1 1 10 16.67

2 Setuju dikonversi

a. Setuju 3 11 2 2 2 20 33.33

b. Tidak Setuju 5 12 13 4 6 40 66.67 3 Kondisi saat ini

a. Baik 2 5 3 0 4 14 23.33

b. Tidak Baik 4 13 11 5 3 10 60.00 c. Tidak Tahu 2 5 1 1 1 10 16.67 4 Perbedaan kondisi dulu

dengan sekarang

a. Semakin Baik 3 5 2 0 2 12 20.00 b. Semakin Buruk 3 12 11 5 5 36 60.00 c. Tidak Tahu 2 6 2 1 1 12 20.00 5 Tanggapan terhadap

kondisi yang rusak

a. Perihatin 8 14 15 5 7 49 81.67 b. Tidak Peduli 0 9 0 1 1 11 18.33

Kepadatan penduduk di suatu daerah selalu memberikan suatu kontribusi untuk terjadinya perubahan untuk daerah tersebut, hal ini dapat diakbatkan karena masyarakat yang berada di dalam dan tepi hutan mangrove sangat tergantung kehidupannya pada htan mangrove tersebut. Ketergantungan itu dapat dilihat dari pemanfaatan, eksploitasi sumber daya alam sekitarnya, seperti pemukiman masyarakat di tepian hutan memicu, mempercepat meluasnya perambahan, ladang, kebun. Kondisi ini dapat memacu pada konversi, modifikasi kawasan hutan (Departemen Kehutanan, 1986).

Dari Tabel 9 dapat dilihat rasa peduli masyarakat terhadap hutan mangrove sangat besar tetapi tidak menjamin hutan mangrove disekitaran mereka tetap terjaga. 83.33% responden masyarakat Desa Pulau Sembilan mengetahui bahwa adanya perubahan lingkungan sejak lima tahun belakangan. Dengan adanya perubahan tersebut mengurangi luasan kawasan hutan mangrove akibat


(27)

pengaruh pemanfaatan yang berlebihan oleh masyarakat disekitar hutan. Sebagaimana disebutkan oleh Kartawinata (1991) keberadaan masyarakat di sekitar hutan mangrove secara langsung menimbulkan keinginan dan motivasi pemanfaatan lahan hutan mangrove tersebut. Timbulnya keinginan dan motivasi pemanfaatan lahan hutan dan kawasan-kawasan yng dilindungi dipicu oleh kesadaran disamping faktor sosial. Sebanyak 66.67% responden tidak setuju untuk dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit, pertanian, dan lain-lain karena masyarakat takut apabila dikonversi akan menimbulkan ancaman bagi kehidupan mereka.

Dari pengamatan responden dari lima tahun terakhir perubahan lingkungan dari dulu sampai sekarang sebanyak 60% responden melihat kondisi semakin buruk atau tidak baik, responden melihat kondisi semakin baik sebanyak 23.3%, dan responden yang tidak tau sebanyak 16.67%. Masyarakat yang menyadari bahwa kondisi semakin buruk di dominasi oleh para nelayan karena sering berinteraksi langsung dengan hutan mangrove. Sedangkan masyarakat yang menyatakan kondisi semakin baik yaitu responden yang kesehariannya jarang berinteraksi dengan hutan mangrove dan bermukim jauh dari hutan mangrove.

Banyaknya perubahan hutan mangrove sejak lima tahun terakhir responden yang tidak peduli terhadap perubahan hutan mangrove sebanyak 18.33% mereka beranggapan bahwa hutan mangrove tidak menguntungkan secara langsung bagi mereka sebagaimana dengan berjualan atau bertani. Sedangkan responden merasa prihatin terhadap kondisi hutan sebesar 81.67% ini dikarenakan apabila kondisi hutan rusak maka mata pencarian mereka berkurang derastis, dan tingkat abrasi akan semakin tinggi.


(28)

Tabel 10. Perspektik masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi

No Pertanyaan Kelas Umur (Tahun) Total Persen-tasi 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70

1 Pengetahuan cara penanaman/pemeliharaan

a. Tahu 4 8 10 2 6 29 48.33

b. Tidak Tahu 4 15 5 4 3 31 51.67 2 Perlu/tidak dipulihkan

a. Perlu 8 18 13 4 7 50 83.33

b. Tidak Perlu 0 5 2 2 1 10 16.67 3 Setuju Hutan Mangrove

direhabilitasi

a. Setuju 8 18 14 4 7 51 85.50

b. Tidak Setuju 0 5 1 2 1 9 15.00 4 Yang harus terlibat dalam

rehabilitasi

a. Pemerintah saja 0 2 2 1 1 6 10.00 b. Masyarakat saja 0 0 0 0 0 0 0 c. Lembaga/institusi 0 0 0 1 0 1 1.67 d. semua pihak a,b dan c 8 21 13 4 7 53 88.33 5 Tanggapan terhadap

mahasiswa/instansi

a. Sangat mendukung 8 21 15 5 6 55 91.67 b. Tidak mendukung 0 2 0 2 1 7 11.67 6 Partisipasi terhadap

kegiatan rehabilitasi

a. Mau terlibat 7 20 15 4 53 88.33 b. Tidak mau terlibat 1 3 0 2 1 7 11.67

Perubahan ekosistem hutan mangrove membuat masyarakat prihatin sehingga memotivasi mereka untuk mengatasi masalah lingkungan yang terjadi saat ini. Keprihatinan masyarakat menjadi dorongan untuk pembinaan masyarakat melalui program rehabilitasi hutan mangrove di Desa Pulau Sembilan.

Pada Tabel 10 pengetahuan responden menanam atau memelihara mangrove sebanyak 51.67% . Responden yang berpendapat hutan mangrove perlu dipulihkan sebanyak 83.33%, yang setuju untuk direhabilitasi sebanyak 85%. Sedangkan responden memilih keterlibatan semua pihak untuk kegegiatan rehabilitasi (pemerintah, masyarakat, institusi) sebesar 88.33%, yang dilakukan pemerintah saja sebanyak 10% dan institusi 1.67%.

Pengetahuan masyarakat tentang menanam mangrove secara umum yaitu mengambil propagul dari indukan yang tumbuh secara alami di lingkungan sekitar


(29)

dan menanamnya di tempat yang ia kehendaki. Tujuan masyarakat untuk menanam mangrove yaitu untuk perlindungan dari abrasi, angin kencang, dan sumber mata pencarian mereka, hutan mangrove merupakan tempat berpijah bagi ikan-ikan dan sumber makananbagi ikan dan biota laut yang lainnya.

Sebesar 91.67% responden sangat mendukung mahasiswa dalam kegiatan rehabilitasi di wilayah Desa Pulau Sembilan. Hanya sedikit responden yang tidak mendukung kegiatan mahasiswa yaitu sebesar 8.33% dikarenakan lokasi tempat yang direhabilitasi hanya seputaran bagian depan pulau sembilan saja. Kemudian responden yang mau terlibat untuk program rehabilitasi sebesar 88.33% dan yang tidak mau terlibat yaitu sebesar 11.67% ini dikarenakan tidak menguntungkan bagi mereka dan mengganggu aktivitas keseharian mereka.

Pengaruh Rehabilitasi Hutan Mangrove terhadap Sosial dan Budaya Masyarakat

Hutan mangrove membawa dampak yang baik bagi manusia yang bermukim di sekitar pesisir. Manfaatnya bisa dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Namun seiring berkembangnya zaman dan banyaknya orang yang memanfaatkan lahan mangrove sebagai perkebunan kelapa sawit, tambak dan lain-lain. Oleh karena itu perlu diadakan upaya perbaikan melalui program rehabilitasi sehingga mangrove yang ada sekarang tidak berkurang dan dapat dirasakan manfaaatnya di masa yang akan datang.


(30)

Gambar 11. Pengaruh eksistensi hutan mangrove terhadap sosial dan budaya masyarakat sekitar hutan

Dari Gambar 11 menunjukkan pengaruh rehabilitasi hutan mangrove terhadap sosial dan budaya masyarakat. Persentasi pengaruh dari perspektif responden bervariasi. Pengaruh hutan mangrove terhadap sosial sebanyak 58.33%. hal ini dikarenakan seringnya masyarakat berinteraksi langsung dengan hutan mangrove sebagai mana diungkapkan oleh Sastroadmojo (2002) masyarakat yang tinggal di sekitar hutan baik yang memanfaatkan hasil hutan tersebut secara langsung maupun tidak langsung. Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun jumlahnya tidak diketahui secara pasti tinggal di dalam atau pinggir hutan yang hidupnya tergantung pada hutan. Sebanyak 41.67% responden menyatakan hutan mangrove sama sekali tidak berpengaruh terhadap kehidupan sosial. Responden sama sekali tidak berinteraksi dengan hutan mangrove karena keseharian responden banyak di habiskan untuk bertani, berdagang dan yang lainnya, sehingga tidak terjadi interaksi di dalamnya.

Sebanyak 35% responden menyatakan hutan mangrove berpengaruh terhadap budaya di daerah setempat. Hal ini sulit di ungkapkan karena hasil hasil

58,33% 41,67% 35% 65% 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% Berpengaruh terhadap kehidupan sosial Hubungan dengan budaya masyarakat Berpengaruh Tidak berpengaruh Berpengaruh Tidak berpengaruh


(31)

hutan tidak tampak dipergunakan untuk acara- acara adat di daerah tersebut. Tetapi hutan merupakan tumpuhan hidup meraka, hutan menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sebagaimana pernyataan Nugroho dan Murtijo (2005) hutan tidak hanya sebatatas sebagai tempat tinggal dan sumber pemenuhan kebutuhan hidup saja. Hutan dalam perspektif antropologi ekologi memiliki fungsi sosial, budaya, dan religiusitas. Hutan sebagai satu kesatuan lingkungan budaya menjadi tumpuan hidup masyarakat desa hutan untuk menopang sistem kehidupannya. Dengan demikian hutan menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.


(32)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Evaluasi tahun berjalan tingkat keberhasilan penanaman mangrove pada Mei-September 2015 sebesar 72 %.

2. Masyarakat Desa Pulau Sembilan sangat merespon dan sangat mendukung terhadap kegiatan rehabilitasi hutan manngrove yaitu sebesar 91.67% serta mau terlibat/berpartisipasi yaitu sebesar 88.33%.

3. Pengaruh hutan mangrove terhadap kehidupan sosial masyarakat sebanyak 58.33%. Berhubungan dengan seringnya masyarakat berinteraksi langsung dengan hutan mangrove. Sebanyak 35% kegiatan rehabilitasi hutan mangrove berpengaruh terhadap budaya masyarakat. Kemungkinan hasil-hasil hutan sangat jarang digunakan di acara-acara adat daerah tersebut. Saran

Disarankan untuk diadakan penelitian serupa dengan menambahkan aspek salinitas, karena salinitas menentukan zonasi mangrove yang ada didaerah setempat.


(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi dan Manfaat Hutan Mangrove

Mangrove merupakan suatu formasi hutan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dengan keadaan tanah yang anaerobik dan tumbuhnya tidak tergantung pada iklim. Beberapa jenis mangrove penting yang umumnya dijumpai di Indonesia dikelompokkan kedalam beberapa famili, antara lain famili

Rhizophoraceae, famili Aconthaceae, famili Sonneratiaceae, famili Verbaneceae, dan famili Meliaceae.

Hutan mangrove dapat berkembang dengan baik pada lingkungan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang.

2. Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun tergenang pada saat pasang purnama, karena frekuensi genangan akan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove itu sendiri.

3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan kualitas salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur.

4. Airnya payau dengan salinitas 2-33 ppm atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppm (Mardiana, 2005).

Ekosistem mangrove terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (SNM, 2003), namun


(34)

tanpa hadirnya tumbuhan mangrove, kawasan ini tidak dapat disebut ekosistem mangrove. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di daerah pantai terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat surut yang komunitas tumbuhan bertoleransi terhadap garam. Hutan mangrove sering disebut juga hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau. Istilah bakau sering dipakai karena kebanyakan suku tumbuhan yang ada dihutan mangrove adalah suku Rhizophoraceae. Bakau adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizophora, suku Rhizophoraceae.

Hutan mangrove mempunyai beberapa manfaat baik ditinjau dari manfaat secara fisik, manfaat secara biologis, maupun manfaat secara ekonomis, secara fisik hutan mangrove mempunyai manfaat menjaga garis pantai agar stabil dan melindungi pantai dari abrasi. Pohon dan akar yang kuat dan berlapis-lapis dapat meredam hantaman ombak dan mempercepat pengendapan lumpur yang dibawa

oleh sungai sekitarnya untuk dapat membentuk lahan baru (Mardiana, 2005).

Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove a. Salinitas

Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi jenis mangrove. Tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppm. Salinitas yang sangat tinggi (hyper salinity) misalnya ketika salinitas air permukaan melebihi salinitas yang umum di laut (±35 ppm) dapat berpengaruh buruk pada vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif.


(35)

Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum menjadi kerdil dan berkurang komposisi jenisnya (Kusmana, 2004).

b. Tanah

Jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama di daerah endapan lumpur terakumulasi. Di Indonesia substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata dan Avicennia marina. Jenis tanah yang mendominasi kawasan mangrove biasanya adalah fraksi lempeng berdebu, akibat rapatnya bentuk perakaran-perakaran yang ada. Jika kerapatan rendah, tanah akan mempunyai nilai pH yang tinggi. Nilai pH tidak banyak

berbeda, yaitu antara 4,6-6,5 dibawah tegakan jenis Rhizophora spp ( Arief, 2003).

c. Suhu

Pada Rhizophora spp., Ceriops spp., Exocoecaria spp. Dan Lumnitzera spp., laju tertinggi produksi daun baru adalah pada suhu 26-28 ºC, untuk Bruguiera spp

adalah 27ºC dan Avicennia marina memproduksi daun baru pada suhu 18-20 ºC (Hutchings dan Saenger, 1987)

d. Pasang Surut

Pasang surut menetukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik dan menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove. Pasang surut juga


(36)

berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh kerenanya mempengaruhi organisme mangrove (Ansori, 1998).

e. Cahaya

Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi, transpirasi, fisiolagi dan struktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya didalam kualitas dan juga lama penyinaran juga merupakan satu faktor penting untuk tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan intensitas tinggi (Mac Nae, 1968).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Pulau Sembilan merupakan nama suatu desa yang berada digugusan pulau-pulau di Kabupaten Langkat. Desa Pulau Sembilan berdekatan dengan Selat Malaka dan merupakan salah satu tujuan wisata utama di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan secara administrasi terletaak di Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat. Desa ini terletak sekitar 90 km dari Kota Medan. Adapun Batas-batas Lokasinya sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan Pulai Kampau • Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka

• Sebelah selatan berbatasan dengan Pangkalan susu dan • Sebelah barat berbatasan dengan Teluk Aru

Berdasarkan data BPS (2010) bahwa Pulau Sembilan mempunyai luas ± 15.65 km2, dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebesar 600 (KK). Mata


(37)

pencaharian masyarakat antara lain petani, nelayan, kerajinan tangan dan pegawai negeri.

Masalah yang dihadapi desa Pulau Sembilan adalah masalah pengeboran minyak yang dilakukan oleh pihak BUMN di wilayah Pulau Sembilan dan Berimbas kepada sumberdaya laut yang berkurang tahun-tahun terakhir. Masalah lain yang dihadapi yaitu konversi hutan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit.

Rehabilitasi Hutan Mangrove

Rehabilitasi merupakan kegiatan/upaya, termasuk didalamnya pemulihan dan penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih stabil. Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekosistem atau memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Namun demikian, rehabilitasi mangrove sering diartikan secara sederhana, yaitu menanam mangrove atau membenihkan mangrove lalu menanamnya tanpa adanya penilaian yang memadai dan evaluasi terhadap keberhasilan penanaman dalam level ekosistem. Selain itu untuk alasan ekonomi usaha pemulihan kembali ekosistem mangrove seringkali terbatas pada jenis-jenis tertentu dari mangrove. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap habitat dan penurunan fungsi ekologi ekosistem mangrove tersebut karena sifatnya homogen dibandingkan dengan yang alami (heterogen dan banyak spesies), yang merupakan biodiversitas dalam kaitannya dengan kekayaan genetik (Haikal, 2008).


(38)

Kegiatan Rehabilitasi

Kegiatan rehabilitasi mangrove pada umumnya dilakukan dengan penanaman mangrove jenis Rhizophora sp. Pemilihan jenis ini selain ketersediaan bibit yang relatif mudah juga didasarkan pada kondisi substrat pasir berlumpur dan kemampuan tumbuh jenis ini yang tinggi. Tanpa disadari kegiatan rehabilitasi mangrove telah mengarah kepada monospecies. Kondisi ini dalam jangka pendek dapat memberikan keuntungan terhadap ekosistem mengingat pertumbuhan mangrove jenis Rhizopora sp lebih cepat dan daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dibandingkan dengan mangrove jenis lainya. Dalam jangka panjang dikhawatirkan terjadi pengurangan spesies mangrove alami akibat dominansi satu jenis tanaman. Kekhawatiran lainnya adalah rentannya mangrove rehabilitasi terhadap serangan hama akibat sistem monospecies. Disarankan kepada pelaku rehabilitasi untuk menanam mangrove dari berbagai jenis sesuai dengan kesesuaian lahan untuk lokasi penanaman (Fitri dan Iswahyudi 2010).

Upaya rehabilitasi hutan mangrove dapat dilaksanakan baik pada kawasan yang telah dikuasai oleh masyarakat maupun pada kawasan yang tidak dikuasai oleh masyarakat dapat berjalan sesuai yang diinginkan, hal tersebut dapat didukung dengan melibatkan unsur masyarakat sekitar kawasan pesisir dan instansi pemerintah terkait (Alwidakdo dkk, 2014).

Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan lembaga yang terlibat langsung dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dalam hal ini


(39)

Dinas Kehutanan Sumatra Utara serta masyarakat selaku pelaksana yang diberi bantuan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove.

Pengambilan data dilakukan dengan membuat jalur transek sepanjang 100 meter pada tiga lokasi lahan rehabilitasi yang berbeda karakteristik berdasarkan genangan-nya. Pengamatan dilaksanakan dengan untuk mengamati, mengukur tinggi dan diameter tanaman. Data yang dicatat dan diukur pada setiap jalur transek meliputi data tanaman (jenis tanaman, jumlah tanaman yang hidup, tinggi tanaman dan kondisi tumbuh tanaman sehat).

Melaksanakan penilaian terhadap kesehatan tanaman digolongkan dalam tiga kriteria, yaitu sehat, kurang sehat, dan merana dengan tanda sebagai berikut: Sehat: Tanaman tumbuh segar, batang lurus dan tajuk menutup.

Kurang Sehat: Tanaman tajuknya menguning atau berwarna tak normal, batang bengkok-bengkok atau percabangan sangat rendah.

Merana: Tanaman tubuhnya tidak normal atau terserang hama penyakit, sehingga

kalau dipelihara kecil kemungkinan akan tumbuh dengan baik (Alwidakdo dkk, 2014).

Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal disekitar hutan baik yang memanfaatkan hasil hutan tersebut secara langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung. Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun jumlahnya tidak diketahui secara pasti tinggal di dalam atau dipinggir hutan yang hidupnya tergantung pada hutan (Sastroadmojo, 2002).


(40)

Menurut Betrand dalam Wisadirana (2004) masyarakat merupakan hasil dari suatu priode perubahan budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat bukan hanya sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dimana dari hubungan antara mereka itu terbentuk suatu kumpulan manusia yang kemudian menghasilkan suatu kebudayaan. Jadi, masyarakat merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama menghasilkan kebudayaan yang sama atau setidaknya mempunyai sebuah kebudayaan bersama yang dapat dibedakan dari yang dipunyai oleh kelompok lainnya dan yang ditinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai perasaan akan adanya persatuan diantara anggota-anggotanya dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan yang berbeda dari lainnya. Darusman dan Sukarjito (1998) menyatakan bahwa ciri-ciri budaya masyarakat meliputi hubungan interpersonal saling menguntungkan, persepsi terhadap kehidupan kurang baik, bersifat kekeluargaan, kurang bersifat inovatif, berserah kepada nasib, sempitnya terhadap pandangan terhadap dunia dan empati rendah.

Hutan dalam perspektif budaya masyarakat desa hutan tidak hanya sebatatas sebagai tempat tinggal dan sumber pemenuhan kebutuhan hidup saja. Hutan dalam perspektif antropologi ekologi memiliki fungsi sosial, budaya, dan religiusitas. Hutan sebagai satu kesatuan lingkungan budaya menjadi tumpuan hidup (staff of life) masyarakat desa hutan untuk menopang sistem kehidupannya. Hutan merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang hidup disekitarnya. Hutan menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidup


(41)

masyarakat, baik untuk pemenuhan ragawi maupun rohani (Nugroho dan Murtijo, 2005).

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Hutan Mangrove

Bila ditinjau secara menyeluruh perambahan atau pemanfaatan hutan dapat dapat diakiabatkan beberapa hal yang berikut ini antara lain: faktor sosial

ekonomi, tingkat pendidikan, kesadaran, perilaku di suatu kawasan hutan. 1. Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat

Kepadatan penduduk di suatu daerah selalu memberikan suatu kontribusi untuk terjadinya perubahan untuk daerah tersebut, hal ini dapat diakbatkan karena masyarakat yang berada di dalam dan tepi hutan mangrove sangat tergantung kehidupannya pada htan mangrove tersebut.

Ketergantungan itu dapat dilihat dari pemanfaatan, eksploitasi sumber daya alam sekitarnya, seperti pemukiman masyarakat di tepian hutan memicu, mempercepat meluasnya perambahan, ladang, kebun. Kondisi ini dapat memacu pada konversi, modifikasi kawasan hutan (Departemen Kehutanan, 1986).

Hutan mangrove merupakan hutan yang menggunakan prodoksi biologi dengan siklus panjang dan mempunyai implikasi besae terhadap keberadaan ikan-ikan dan biota-biota lain di sekitar hutan mangrove tersebut sehingga keberadaan hutan mangrove tersebut sangat menentukan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat disekitarnya.

Indikator sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan mangrove sangat diperlukan untuk mengkaji sosial ekonomi secra lengkap, utuh dan menyeluruh, melalui kriteria ini dinilai kondisi dan aspirasi masyarakat serta juga dapat dilihat


(42)

perubahan kondisi sosial ekonominya. Kriteri faktor sosial ekonomi hutan mangrove antara lain: (Departemen Kehutanan, 1986)

1. Nilai ekonomi hutan dan hasil hutan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Manfaat langsung dan tidak langsung dari masyarakat dan sekitar hutan. 3. Pendapatan penduduk sekitar dan dalam hutan.

4. Pengaruh sembilan bahan pokok dalam masyarakat di sekitar dan dalam kawasan hutan.

5. Jumlah kepemilikan lahan untuk bertani.

6. Sarana dan prasarana ekonimi di sekitar dan dalam kawasan hutan. 2. Faktor Pendidikan Masyarakat

Pembangunan, pengelolaan maupun pemanfaatan hutan mangrove sangat tergantung pada tingkat pendidikan (pengelolaan, pemahaman) masyarakat yang berada di sekitar hutan mangrove tersebut. Sebenarnya pembangunan kehutanan sangat memerlukan dengan berupa kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, peraturan perundang-undangan, penyediaan informasi serta penelitian dan pengembangan (Zain,1998).

3. Faktor Kesadaran Masyarakat

Keberadaan masyarakat di sekitar hutan mangrove secara langsung menimbulkan keinginan dan motivasi pemanfaatan lahan hutan mangrove tersebut. Timbulnya keinginan dan motivasi pemanfaatan lahan hutan dan kawasan-kawasan yng dilindungi dipicu oleh kesadaran disamping faktor sosial.

ekonomi, budaya, adat istiadat, pendidikan dan perilaku masyarakat (Kartawinata, 1991).


(43)

4. Faktor perilaku masyarakat

Pemanfaatan serta eksploitasi sumber daya hutan memberikan kesejahteraan bagi segelintir masyarakat tetapi sebaliknya menjanjikan kehancuran bagi kebanyakan masyarakat secara menyeluruh dapat berupa banjir, kekeringan, tingginya erosi, timbulnya sedimen, hilangnya keanekaragaman hayati, hilangnya tingkat pendapatan masyarakat, terancamnya ekosistem dan keperihatianan sosial.

Perilaku masyarakat berkembang semakin rumit, sumber daya alam dan lingkungan hidup semakin mundur daya dukungnya. Pada kondisi seperti ini sumber daya hutan terasa sekali akibat faktor sosial ekonomi, budaya, perilaku masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan masalah- masalah kelestarian sumber daya hutan.

Perilaku tidak bisa dipersalahkan tanpa melihat penyebab terjadinya sikap dan perilaku yang demikian bukan hanya diakibatkan besarnya kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat tersebut saja tetapi juga dipengaruhi oleh dorongan dan desakan pada pemodal/pengusaha. Pengusaha yang selalu ingin mendapatkan hasil yang maksimal dan efisien tanpa memperhatikan kondisi lahan hutan, kerusakan hutan dan akibat serangan balik ekologi (blackslow ecological): berupa banjir, kekeringan, erosi dan lain-lain (Departemen Kehutanan, 1986).

5. Dampak Sosial Ekonomi

Pada dasarnya lingkungan hidup bila dipandang sebagai suatu sistem dapat terdiri dari lingkungan hidup alam (ekosistem), lingkungan hidup sosial ekonomi (sosio sistem), lingkungan hidup binaan (tekno sistem) (Fandeli,2001). Demikian


(44)

halnya perubahan fungsi lahan juga akan membawa dampak terhadap lingkungan alam, lingkungan binaan dan lingkungan sosial ekonomi maka selayaknya setiap adanya pembangunan hendaknya memperhitungkan aspek-aspek berdasarkan ketiga aspek tersebut. Dampak sosial ekonomi adalah konsekuensi sosial ekonomi dari kegiatan perubahan yang direncanakan, baik perubahan biogenik, sosial ataupun ekonomi (Pelly, 1991).


(45)

Latar Belakang

Mangrove merupakan suatu varietas komunitas hutan tropik dan sub tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras,

Aegiatilis, Snadae, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni mencakup 21% dari luas total dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir diseluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke papua, dengan luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat

kondisi hidrologi, dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut (Spalding dkk, 2010).

Sebagai suatu negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, Indonesia memiliki kawasan pesisir yang sangat luas. Selain menempati wilayah yang sangat luas, kawasan pesisir yang terdiri dari berbagai ekosisistem pendukung seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan basah. Memiliki keanekaragaman hayati dan berbagai sumber daya alam seperti ikan dan bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi. Potensi yang demikian besar


(46)

tentunya memberikan peluang yang besar pula terhadap terciptanya berbagai bentuk pemanfaatan seperti usaha pertambakan, pertanian, perindustrian,

pemukiman, pariwisata, pertambangan dan penangkapan ikan (Savitri dan Khazali, 1999).

Luas hutan mangrove yang ada di sembilan kecamatan di Kabupaten langkat mencapai 35.000 hektar. Sekitar 25.000 mengalami rusak, termasuk yang rusak berat dan sedang, karena alih fungsi lahan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit maupun tambak (Dinas Kehutanan, 2013). Konversi lahan menjadi pertambakan, permukiman, industri, pencemaran, dan pemanfaatan sumber daya pesisir yang berlebihan memberikan pengaruh negatif pada kestabilan kawasan pantai (Triana, 2011).

Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi/rehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Dengan demikian, usaha retorasi seharusnya mengandung makna member jalan/peluang kepada alam untuk mengatur/memulihkan dirinya sendiri. Manusia sebagai pelaku mencoba membuka jalan dan peluang serta mempercepat proses pemulihan terutama karena dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisik akan lebih murah dibanding usaha penanaman mangrove secara langsung (Rahmawaty, 2006). Oleh karena itu, perlu dilakukan studi perspektif masyarakat setempat untuk mengetahui pemahaman dan respon masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove sebagaimana telah diterapkan di beberapa negara seperti Bangladesh, Kuba dan Pakistan (Alongi, 2002).


(47)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui tingkat keberhasilan penanaman mangrove pada bulan Mei 2015 di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat.

2) Menganalisis respon masyarakat melalui kegiatan rehabilitasi di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat.

3) Mengetahui pengaruh program rehabilitasi terhadap sosial budaya masyarakat Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat

Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya mangrove bagi kehidupan.

2) Meningkatkan eksistensi masyarakat untuk menjaga hutan mangrove melalui program rehabilitasi di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat.


(48)

FUAD KHALIL HARAHAP : The Evaluation of Rehabilitation Mangrove on current years and the Effect of Rehabilitation Mangrove to social and Cultural of Community Pulau Sembilan Langkat Regency. Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and LOLLIE AGUSTINA P.PUTRI.

The evaluation of rehabilitation mangrove on current years rarely performed in damaged mangrove forest, this activity was done by using Rhizophora apiculata seeds. This study particularly was made to see the level of succed of cultivation and the effect of rehabilitation mangrove to social and cultural of local people by using quisioner. This research was carried out from May to September 2015. The aim of research was purpose to analyzing response from people through rehabilitation mangrove in Pulau Sembilan Village. The result showed that the persentage of plant life as much as 72%. Response from people to rehabilitation activity is also high as 91,67% and want to involved as high as 88,33%. The effect to social is 58,33% and to cultural is 35% and the posibility of forest products were useless from traditional event in that village.


(49)

FUAD KHALIL HARAHAP : Evaluasi Rehabilitasi Mangrove Tahun Berjalan dan Pengaruh Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan LOLLIE

AGUSTINA P.PUTRI.

Evaluasi rehabilitasi mangrove pada tahun berjalan jarang dilaksanakan pada daerah hutan mangrove yang rusak, kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan bibit Rhizophora apiculata. Penelitian ini secara khusus meneliti tingkat keberhasilan penanaman dan pengaruh rehabilitasi mangrove terhadap sosial budaya masyarakat setempat dengan menggunakan kuisioner. Penelitian ini dilaksanakan Mei 2015 hingga September 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon masyarakat melalui kegiatan rehabilitasi di Desa Pulau Sembilan. Hasil studi menunjukkan persentase hidup tanaman Rhizophora apiculata sebesesar 72%. Respon masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi sebesar 91.67% serta mau terlibat sebesar 88.33%. Pengaruh terhadap sosial sebanyak 58.33% dan terhadap budaya sebesar 35% kemungkinan hasil-hasil hutan sangat jarang digunakan di acara adat daerah tersebut.


(50)

MASYARAKAT DESA PULAU SEMBILAN

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh :

Fuad Khalil Harahap 121201016 BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016


(51)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Evaluasi Rehabilitasi Mangrove Tahun Berjalan Dan Pengaruh Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat

Nama : Fuad Khalil Harahap NIM : 121201016

Minat : Budidaya Hutan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D

Ketua Anggota

Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri M.Si

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D


(52)

FUAD KHALIL HARAHAP : The Evaluation of Rehabilitation Mangrove on current years and the Effect of Rehabilitation Mangrove to social and Cultural of Community Pulau Sembilan Langkat Regency. Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and LOLLIE AGUSTINA P.PUTRI.

The evaluation of rehabilitation mangrove on current years rarely performed in damaged mangrove forest, this activity was done by using Rhizophora apiculata seeds. This study particularly was made to see the level of succed of cultivation and the effect of rehabilitation mangrove to social and cultural of local people by using quisioner. This research was carried out from May to September 2015. The aim of research was purpose to analyzing response from people through rehabilitation mangrove in Pulau Sembilan Village. The result showed that the persentage of plant life as much as 72%. Response from people to rehabilitation activity is also high as 91,67% and want to involved as high as 88,33%. The effect to social is 58,33% and to cultural is 35% and the posibility of forest products were useless from traditional event in that village.


(53)

FUAD KHALIL HARAHAP : Evaluasi Rehabilitasi Mangrove Tahun Berjalan dan Pengaruh Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan LOLLIE

AGUSTINA P.PUTRI.

Evaluasi rehabilitasi mangrove pada tahun berjalan jarang dilaksanakan pada daerah hutan mangrove yang rusak, kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan bibit Rhizophora apiculata. Penelitian ini secara khusus meneliti tingkat keberhasilan penanaman dan pengaruh rehabilitasi mangrove terhadap sosial budaya masyarakat setempat dengan menggunakan kuisioner. Penelitian ini dilaksanakan Mei 2015 hingga September 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon masyarakat melalui kegiatan rehabilitasi di Desa Pulau Sembilan. Hasil studi menunjukkan persentase hidup tanaman Rhizophora apiculata sebesesar 72%. Respon masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi sebesar 91.67% serta mau terlibat sebesar 88.33%. Pengaruh terhadap sosial sebanyak 58.33% dan terhadap budaya sebesar 35% kemungkinan hasil-hasil hutan sangat jarang digunakan di acara adat daerah tersebut.


(54)

Penulis lahir di Desa Bandar Khalipah 2 Februari 1994, anak dari Bapak Drs. Mora Harahap Ma dan Ibu Aidar. Penulis Meupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan Sekolah Pendidikan Dasar di SD Negeri 106161 Percut Seituan pada tahun 2006, menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 27 Medan pada tahun 2009, menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Negeri Satu Medan (Man 1 Medan) pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis di terima di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN Undangan.

Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi baik didalam maupun diluar kampus yaitu: Anggota Kaderisasi BKM Baytul Asyjar pada tahun 2014, Kordinator Liputan Garda Media USU 2015, Promosi dan Humas One Day One Juz (ODOJ) DPA Deliserdang pada tahun 2015-2016, Kordinator Ikhwan Odoj DPA Deliserdang tahun 2016 sampai sekarang.

Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat pada tahun 2014. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di BBKSDA Papua Barat pada tanggal 3 Februari 2016 sampai 18 Maret 2016.


(55)

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Evaluasi Rehabilitasi Mangrove Tahun Berjalan Dan Pengaruh Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat”.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua, Ayahanda Drs. H. Mora Harahap MA. dan Ibunda Aidar yang meberikan kasih sayangnya serta dukungan moril maupun materil. Setiap dukungan dan pengorbanannya merupakan kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan karya besar yang pertama bagi penulis.

2. Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri M.Si selaku Komisi Pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, serta memberikan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini.

3. Masayarakat Desa pulau Sembilan yang sudah mendukung kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove.

4. Rekan tim penelitian (Muammar safwan, Taufik Ferdiman T., Arif Syuhada, Marnida Uli Lubis, Desya Alvionita, dan Nina B. Manalu) yang telah memberikan semangat dan kerjasama saat melakukan penelitian,


(56)

6. Serta sahabat-sahabat penulis Muhammad Fauzi Batubara, Muhammad Fata Maulana, Dimas Ridho, Ariantika, M.Taris Ritonga, Joko Triwijanarko, dan Ahmad Rudiansyah.

7. Yang terakhir rekan-rekan yang takdapat disebutkan satu persatu namanya yang selalu mendoakan dan membantu selama penyelesaian skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.


(57)

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penulisan ... 3

Manfaat Penulisan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Manfaat Hutan Mangrove ... 4

Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove ... 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 7

Rehabilitasi Hutan Mangrove ... 8

Kegiatan Rehabilitasi ... 9

Teknik Pengumpulan Data ... 9

Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 10

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Hutan Mangrove 12 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Pengamatan dan Pengumpulan data Tanaman ... 17

Analisis Data ... 19

Metode Pengumpulan Data di desa Pulan Sembilan ... 20

HASIL DAN PEMBAHASN Pemilihan Jenis Bibit ... 23

Penanaman ... 24

Hasil Evalusi Tahun Berjalan Pengamatan Pertama ... 24

Hasil Evalusi Tahun Berjalan Pengamatan Kedua ... 28


(58)

Budaya Masyarakat ... 41 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 44 Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA


(59)

1. Jumlah Persentase Plot ... 25

2. Pertumbuhan Rata-rata Diameter, Tebal daun, Pengamatan Pertama . 27 3. Pertumbuhan Rata-rata Diameter, Tebal daun, Pengamatan Kedua .... 29

4. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 32

5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap ... 32

6. Jenis Pekerjaan Responden ... 33

7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan... 34

8. Pemahaman/pengetahuan Masyarakat Terhadap Hutan Mangrove ... 36

9. Perhatian Masyarakat Terhadap Perubahan Kondisi Hutan Mangrove 38 10. Perspektif Masyarakat Terhadap Kegiatan Rehabilitasi ... 40


(60)

1. Peta Lokasi Penelitian ... 25

2. Ilustrasi Pengukuran Tinggi Pohon ... 17

3. Ilustrasi Pengukuran Diameter Batang... 17

4. Ilustrasi Pengukuran Tebal Daun ... 17

5. Lokasi Pembibitan Rhizophora apiculata ... 23

6. Penanaman Bibit Rhizophora apiculata ... 24

7. Evaluasi Tahun Berjalan Pengamatan Pertama... 25

8. Pertumbuhan Tinggi Tanaman R. apiculata Pengamatan Pertama ... 26

9. Pertumbuhan Semai R. apiculata ... 27

10. Evaluasi Tahun Berjalan Pengamatan Kedua ... 28

11. Pengaruh Eksistensi Hutan Mangrove Terhadap Sosial dan Budaya Masyarakat Sekitar Hutan ... 40


(1)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Evaluasi Rehabilitasi Mangrove Tahun Berjalan Dan Pengaruh Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat”.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua, Ayahanda Drs. H. Mora Harahap MA. dan Ibunda Aidar yang meberikan kasih sayangnya serta dukungan moril maupun materil. Setiap dukungan dan pengorbanannya merupakan kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan karya besar yang pertama bagi penulis.

2. Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri M.Si selaku Komisi Pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, serta memberikan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini.

3. Masayarakat Desa pulau Sembilan yang sudah mendukung kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove.

4. Rekan tim penelitian (Muammar safwan, Taufik Ferdiman T., Arif Syuhada, Marnida Uli Lubis, Desya Alvionita, dan Nina B. Manalu) yang telah memberikan semangat dan kerjasama saat melakukan penelitian,


(2)

5. serta teman-teman angkatan 2012 di Program Studi Kehutanan, khususnya di Budidaya Hutan 2012.

6. Serta sahabat-sahabat penulis Muhammad Fauzi Batubara, Muhammad Fata Maulana, Dimas Ridho, Ariantika, M.Taris Ritonga, Joko Triwijanarko, dan Ahmad Rudiansyah.

7. Yang terakhir rekan-rekan yang takdapat disebutkan satu persatu namanya yang selalu mendoakan dan membantu selama penyelesaian skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.


(3)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penulisan ... 3

Manfaat Penulisan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Manfaat Hutan Mangrove ... 4

Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove ... 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 7

Rehabilitasi Hutan Mangrove ... 8

Kegiatan Rehabilitasi ... 9

Teknik Pengumpulan Data ... 9

Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 10

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Hutan Mangrove 12 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Pengamatan dan Pengumpulan data Tanaman ... 17

Analisis Data ... 19

Metode Pengumpulan Data di desa Pulan Sembilan ... 20

HASIL DAN PEMBAHASN Pemilihan Jenis Bibit ... 23

Penanaman ... 24

Hasil Evalusi Tahun Berjalan Pengamatan Pertama ... 24

Hasil Evalusi Tahun Berjalan Pengamatan Kedua ... 28

Karakteristik Responden Penelitian... 31


(4)

Eksistensi Hutan Mangrove Terhadap Masyarakat ... 35 Pengaruh Rehabilitasi Hutan Mangrove Terhadap Sosial dan

Budaya Masyarakat ... 41 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 44 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

viii

DAFTAR TABEL

1. Jumlah Persentase Plot ... 25

2. Pertumbuhan Rata-rata Diameter, Tebal daun, Pengamatan Pertama . 27 3. Pertumbuhan Rata-rata Diameter, Tebal daun, Pengamatan Kedua .... 29

4. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 32

5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap ... 32

6. Jenis Pekerjaan Responden ... 33

7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan... 34

8. Pemahaman/pengetahuan Masyarakat Terhadap Hutan Mangrove ... 36

9. Perhatian Masyarakat Terhadap Perubahan Kondisi Hutan Mangrove 38 10. Perspektif Masyarakat Terhadap Kegiatan Rehabilitasi ... 40


(6)

DAFTAR GAMBAR

1. Peta Lokasi Penelitian ... 25

2. Ilustrasi Pengukuran Tinggi Pohon ... 17

3. Ilustrasi Pengukuran Diameter Batang... 17

4. Ilustrasi Pengukuran Tebal Daun ... 17

5. Lokasi Pembibitan Rhizophora apiculata ... 23

6. Penanaman Bibit Rhizophora apiculata ... 24

7. Evaluasi Tahun Berjalan Pengamatan Pertama... 25

8. Pertumbuhan Tinggi Tanaman R. apiculata Pengamatan Pertama ... 26

9. Pertumbuhan Semai R. apiculata ... 27

10. Evaluasi Tahun Berjalan Pengamatan Kedua ... 28

11. Pengaruh Eksistensi Hutan Mangrove Terhadap Sosial dan Budaya Masyarakat Sekitar Hutan ... 40