Dampak Pengembangan Kawasan Agropolitan terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika Studi Kasus : Desa Bintang Meriah, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Agropolitan

Agropolitan merupakan konsepsi kesisteman yang utuh, terintegrasi, dan bersifat multi sektor, terdiri atas subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa-jasa penunjang. Karena itu pembangunan dengan pendekatan agropolitan sering disebut pembangunan pertanian perdesaan yang didukung pembangunan industri dan jasa. Kota-kota yang berkembang adalah rural-urban dimana karakteristik rural (perdesaan) dan karakteristik urban (perkotaan) terintegrasi secara harmonis (Anugrah, 2003).

Program Pengembangan Kawasan Agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perdesaan melalui percepatan pengembangan wilayah dengan membangun berbagai infrastruktur ekonomi dan prasarana pendukungnya. Oleh karena itu diperlukan adanya kemitraan antar petani perdesaan, pelaku usaha bermodal dan pemerintah. Pola kemitraan semacam (kemitraan permodalan, produksi pengolahan, pemasaran) akan menjamin terhindarnya eksploitasi pelaku usahatani di tingkat perdesaan oleh pelaku usaha lain di satu pihak, dan memungkinkan terjadinya nilai tambah yang bias dinikmati pelaku usahatani. Ini akan menjamin peningkatan pendapatan, dan peningkatan pendapatan memungkinkan kawasan perdesaan melakukan investasi baik yang berupa pendidikan, maupun penciptaan lapangan usaha baru. (Anonimousc, 2014)


(2)

Friedmann dan Douglass (1976), menyebutkan bahwa kondisi yang diperlukan untuk keberhasilan pengembangan agropolitan atau strategi untuk menafsirkan ide pembangunan perdesaan dipercepat dari konsep agropolitan adalah sebagai berikut:

1. Mengubah daerah perdesaan dengan cara memperkenalkan gaya hidup kota (urbanism) yang telah disesuaikan pada lingkungan perdesaan tertentu. Ini berarti bahwa tidak lagi mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, dengan menanam modal di daerah perdesaan dan dengan demikian merubah tempat pemukiman yang sekarang ini untuk dijadikan suatu bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang. Atau dengan kata lain mentransformasikan fasilitas-fasilitas perkotaan ke perdesaan;

2. Memperluas hubungan sosial perdesaan sampai ke luar batas-batas daerahnya, sehingga terbentuk ruang sosial ekonomi, dan politik yang lebih luas, atau agropolitan distrik (agropolitan district dapat disesuaikan untuk dipakai sebagai dasar satuan tempat pemukiman untuk kota-kota besar atau pusat kota-kota tertentu yang berada di sekitarnya dan yang selalu berkembang);

3. Memperkecil keretakan sosial (social dislocation) dalam proses pembangunan, memelihara kesatuan keluarga, memperteguh rasa aman, dan memberikan kepuasan pribadi dalam sosial dalam membangun suatu masyarakat baru;

4. Menstabilkan pendapatan antara masyarakat desa dengan kota melalui penambahan kesempatan kerja yang produktif dan khususnya mendukung kegiatan pertanian dengan kegiatan non pertanian di dalam lingkungan masyarakat yang sama;


(3)

5. Memanfaatkan tenaga kerja secara efektif dan mengarahkan pada usaha pengembangan sumber-sumberdaya alam secara luas di tiap agropolitan district, termasuk peningkatan hasil pertanian, proyek-proyek untuk memelihara dan mengendalikan air, pekerjaan umum di perdesaan, memperluas pemberian jasa-jasa untuk perdesaan dan industri yang berkaitan dengan pertanian;

6. Merangkai agropolitan distrik menjadi jaringan regional dengan cara membangun dan memperbaiki sarana hubungan agropolitan districts dan yang ke kota-kota besar, dan menempatkan pada daerah (regional) jasa-jasa tertentu dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang dapat menbutuhkan tenaga kerja yang lebih besar daripada yang terdapat dalam satu district;

7. Menyusun suatu pemerintahan dan perencanaan yang sesuai dengan lingkungannya yang dapat mengendalikan pemberian prioritas-prioritas pembangunan dan pelaksanaannya pada penduduk daerahnya, yang berupa pemberian wewenang kepada agropolitan district untuk mengambil keputusan sendiri agar mereka dapat menggunakan kesempatan lingkungan yang ada (dengan menyadari batas-batas lingkungan yang ada), menyalurkan pengetahuan dan kepandaian perorangan dari penduduk setempat pada ilmu pengetahuan abstrak teoritis dari para ahli-ahli dan orang yang berkecimpung dalam pembangunan agropolitan dan memupuk rasa persatuan dari penduduk setempat dengan bagian masyarakat yang lebih besar;

8. Menyediakan sumber-sumber keuangan untuk membangun agropolitan dengan cara: a) menanam kembali bagian terbesar dari tabungan setempat pada tiap-tiap distrik, b) menerapkan sistem bekerja sebagai pengganti pajak bagi semua anggota masyarakat yang telah dewasa, c) mengalihkan dana pembangunan dari


(4)

pusat-pusat kota dan kawasan industri khusus untuk pembangunan agropolitan, dan d) memperbaiki nilai tukar barang-barang yang merugikan antara petani dan penduduk kota agar lebih menguntungkan petani.

Menurut Husodo (2004), teknologi yang diterapkan dalam mendukung pembangunan pertanian Indonesia merupakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, peningkatan mutu dan diversifikasi produk olahan di sektor hilir, baik untuk skala kecil, menengah, maupun besar. Teknologi digunakan baik pada kegiatan on farm maupun off farm. Pada kegiatan on farm, pemanfaatan teknologi meliputi teknologi biologis untuk menghasilkan benih, varietas unggulan termasuk penggunaan teknologi untuk pertanian organik serta pengadaan peralatan dan mesin pertanian. Sementara pada kegiatan off farm, teknologi yang diterapkan meliputi teknologi pengolahan, pengawetan, pengemasan, pengepakan, dan distribusi.

Teknologi harus diartikan sebagai cara yang lebih baik dan lebih efisien untuk suatu kegiatan sehingga dapat meningkatkan produktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan daya serap masyarakat. Teknologi tidak harus serba baru yang belum terdapat dalam lingkungan masyarakat setempat, meskipun juga tidak harus bersifat tradisional. Teknologi yang berdaya guna dan berkembang tumbuh adalah yang dapat diserap dengan mudah oleh kebudayaan masyarakat dan dengan demikian menciptakan nilai tambah secara berkesinambungan, pengembangannya justru adalah inovasi-inovasi baru yang bertolak dari kepentingan para petani itu sendiri (Hanani, dkk.,2003).


(5)

Sarana produksi pertanian terdiri dari bahan yang meliputi benih, pupuk, pestisida, zat pengatur tumbuh, obat-obatan lainnya yang digunakan untuk melaksanakan produksi pertanian (Djakfar, dkk.,1990).

Alat mesin pertanian ialah susunan dari alat-alat yang kompleks yang saling terkait dan mempunyai sistem transmisi (perubah gerak), serta mempunyai tujuan tertentu di bidang pertanian dan untuk mengoperasikannya diperlukan masukan tenaga. Alat mesin pertanian bertujuan untuk mengerjakan pekerjaan yang ada hubungannya dengan pertanian, seperti alat mesin pengolahan tanah, alat mesin pengairan, alat mesin pemberantas hama, dan sebagainya. Macam alat dan mesin pertanian secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok (Sukirno,1999), yaitu:

1. Alat mesin pembukaan lahan

2. Alat mesin untuk produksi pertanian, meliputi: a. Alat mesin pengolahan tanah

b. Alat mesin penanam

c. Alat mesin pemeliharaan tanaman d. Alat mesin pemanen

3. Alat mesin processing hasil pertanian (pascapanen), meliputi: a. Alat mesin pengering

b. Alat mesin pembersih atau pemisah


(6)

2.1.2. Kopi

2.1.2.1. Karakteristik Kopi

Kopi (Coffea sp), adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam family Rubia ceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lain. Kopi dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan, tetapi untuk mencapai hasil yang optimal memerlukan persyaratan tertentu.

Zona terbaik pertumbuhan kopi adalah antara 200 LU dan 200 LS. Indonesia yang terletak pada zona 50 LU dan 100 LS secara potensial merupakan daerah kopi yang baik. Sebagian besar daerah kopi di Indonesia terletak antara 0-100 LS yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0-50 LU yaitu Aceh dan Sumatera Utara. Unsur iklim yang banyak berpengaruh terhadap budidaya kopi adalah elevasi (tinggi tempat), temperatur dan tipe curah hujan.

Tanaman kopi menuntut persyaratan tanah yang berpori, sehingga memungkinkan air mengalir ke dalam tanah secara bebas. Tanaman kopi tidak cocok untuk ditanam ditanah liat yang terlalu lekat karena menahan terlalu banyak air, sebaliknya tidak pula cocok untuk ditanam di daerah yang berpasir karena terlalu berpori (porous).

2.1.2.2. Budidaya Kopi

Tanaman kopi pada umumnya memiliki syarat tumbuh dengan ketinggian 400-800 meter dpl, rata-rata temperatur harian 21-24o C. Untuk curah hujan


(7)

rata-rata membutuhkan 2000-3000 mm/tahun dan pH atau Derajat keasaman 5,5 - 6,5. Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa proses yang berkesinambungan. Proses-proses itu antara antara lain adalah sebagai berikut:

a. Persemaian

Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan biji untuk benih kulit dan daging buah dipisahkan dan lender dibersihkan/disterilkan dengan abu pembakaran jerami. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah disiapkan. Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan pasir tebal kira-kira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan ke persemaian lapangan.

b.Penanaman

Penanaman dilakukan pada musim hujan. Untuk itu tiga sampai enam bulan sebelumnya harus dibuat dengan ukuran 0,4 x 0,4 x 0,4 m. Pembuatan lubang dan luasnya tergantung pada struktur tanah. Makin berat struktur tanah makin lama lubang harus dibuat, makin besar dan luas. Setelah itu baru dilakukan penanaman serta diberi serasah. Untuk memperoleh produksi yang optimal jarak kopi perlu diperhatikan. Jarak tanam harus dipilih sesuai dengan jenis kopi, kesuburan tanah dan tipe iklim. Untuk tanah lebih subur atau yang mempunyai


(8)

iklim lebih basah diperlukan jarak tanam lebih lebar daripada tanah yang kurang subur atau mempunyai iklim kering.

c. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan agar diperoleh hasil yang optimal. Kegiatan pemeliharaan meliputi :

1. Pemeliharaan Tanah atau Lahan

Pemeliharaan tanah dimaksudkan untuk menjaga agar media tanam kopi tetap dalam kondisi baik. Disini yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan gulma yang dapat menyaingi pengambilan makanan. Untuk itu pemberian serasah perlu dilakukan untuk mencegah pertumbuhan gulma. Serasah dapat diperoleh baik dari rembesan pohon pelindung atau dari hasil siangan.

2. Pemeliharan Tanaman Pokok

Pemeliharaan dapat berupa pemangkasan dan penyulaman. Tujuan pemangkasan adalah untuk mengatur pertumbuhan vegetatif ke arah pertumbuhan generatif yang lebih produktif. Terdapat tiga macam pemangkasan yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi serta pemangkasan rejuvinasi. Pemangkasan bentuk bertujuan untuk membentuk kerangka tanaman yang kuat dan seimbang. Sedangkan pemangkasan produksi bertujuan mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman yang telah diperoleh melalui pemangkasan bentuk. Sementara itu, pemangkasan rejuvinasi bertujuan untuk peremajaan batang.

Dilihat dari jumlah batang, terdapat dua sistem dalam pemangkasan yaitu pemangkasan berbatang ganda dan pemangkasan berbatang tunggal.


(9)

Pemangkasan berbatang ganda dilakukan biasanya di perkebunan rakyat, sedangkan pemangkasan berbatang tunggal dilakukan di perkebunan besar.

Sistem pemangkasan batang dipengaruhi oleh kondisi ekologis dan jenis kopi yang ditanam. Sistem berbatang tunggal lebih sesuai untuk jenis kopi yang banyak membentuk cabang-cabang sekunder. Oleh karena itu bila peremajaan batang kurang diperhatikan maka produksi cepat menurun karena pohon menjadi berbentuk payung. Sistem berbatang ganda lebih diarahkan pada peremajaan batang. Oleh karena itu lebih sesuai bagi daerah yang basah dan letaknya rendah dimana pertumbuhan batang baru berjalan lebih cepat. Peremajaan tidak hanya mengganti tanaman yang rusak atau tua dengan tanaman yang baru, tetapi juga perlu pergantian varietas atau klon yang unggul serta perbaikan kultur teknis. Rejuvinasi sebaiknya dilakukan pada akhir suatu panen besar, pada waktu akhir musim kemarau. Rejuvinasi dilakukan secara :

1. Total, yaitu mengganti seluruh pohon kopi dari suatu area.

2. Selektif, yaitu rejuvinasi selektif yang dipilih pada pohon-pohon yang jelas sudah tua atau rusak dan produksinya rendah.

3. Sistematis, yaitu peremajaan bertahap untuk diremajakan seluruhnya.

d.Pemupukan

Pupuk diperlukan karena adanya pengambilan hara oleh tanaman dan persediaan dalam tanah. Kopi mengambil hara dalam tanah untuk pertumbuhan vegetatif serta untuk pertumbuhan buah. Tujuan pemupukan adalah :

1. Memperbaiki kondisi tanaman

Tanaman yang dipupuk secara optimal dan teratur akan memiliki daya tahan lebih besar, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan yang ekstrim.


(10)

2. Peningkatan produksi dan mutu

Walaupun pada tahun pertama pemupukan lebih banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, tetapi pemupukan ini juga meningkatkan mutu yaitu besarnya biji kopi dan rendemen lebih tinggi.

3. Stabilisasi produksi

Tanaman kopi bersifat biannual bearing (panen raya setiap empat tahun sekali). Oleh karena itu, untuk menjaga agar produksi tidak turun terlalu banyak maka perlu pemupukan yang teratur, dosis dan jenis pupuk harus disesuaikan sebab pemberian pupuk yang salah tidak hanya tidak efektif tetapi juga menurunkan produksi. Demikian pula dengan waktu pemupukan yang harus sesuai dengan kebutuhan tanaman dan iklim. Dosis dan waktu pemupukan baiknya dilakukan pada awal musim dan akhir musim hujan.

e. Hama dan Penyakit

Terdapat banyak sekali hama dan penyakit yang dapat menyerang kopi di antaranya :

1. Serangan bubuk buah akan mengakibatkan gugurnya buah muda, menurunkan mutu akibat biji berlubang dan penyusustan berat. Pemberantasan terhadap hama ini dilakukan dengan pemusnahan sumber infeksi (petik bubuk, lelesan) dan pemutusan siklus hidup.

2. Bubuk cabang, yang menyerang cabang dan wiwilan yang masih muda dan mengakibatkan cabang kering atau patah. Untuk mengatasi serangan hama bubuk cabang, maka yang harus dilakukan adalah memperbaiki kondisi tanaman kopi, menghambat pertumbuhan cendawan, memusnahkan cabang-cabang yang terserang.


(11)

3. Kulit putih, akibat dari serangan ini mengakibatkan tanaman kopi menjadi kerdil dan buah mudah gugur. Untuk mengatasinya maka dilakukan pemberantasan semut, membabat tanaman yang disenangi kutu, memusnahkan tanaman pelindung yang terserang dan menyemprot obat-obatan.

4. Cendawan akar coklat dan akar hitam, tanaman yang terserang daunnya akan layu kuning dan kering. Untuk menghindari serangan lebih luas maka tanaman yang terserang didongkel dan dimusnahkan, kemudian diisolasi dengan pembuatan parit.

f. Panen dan Pasca Panen

Kopi berbuah tidak serentak, maka panennya juga tidak dapat dilakukan sekali saja. Untuk itu pemetikan haruslah dipilih yang lazim disebut petik merah, yaitu pemetikan buah yang masak berwarna merah dipetik satu demi satu dari tiap dongkolan. Ada tiga tahap pemetikan kopi untuk menghasilkan mutu yang tinggi yaitu :

1. Petik pendahuluan, yaitu pemetikan pada buah-buah yang terserang bubuk buah, biasanya dilakukan pada buah kopi yang berwarna kuning sebelum usia delapan bulan.

2. Panen raya atau sistem petik merah, yakni pemetikan buah yang sebenarnya, pemetikan sistem petik merah dapat berjalan antara empat sampai lima bulan dengan giliran sepuluh sampai 14 hari.

3. Rajutan, yaitu pemetikan terakhir tanpa dipilih, petik ini dilakukan bila sisa kopi dipohon masih berkisar 10 persen. Setelah kopi dipetik perlu dilakukan penggilingan dua tahap kemudian penjemuran kira-kira 36 jam (Tjokrowinoto, 2002).


(12)

2.2. Penelitian Terdahulu

Eyverson Ruauw (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Program Agropolitan terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Kumelembuay Kota Tomohon” menyatakan dari keempat jenis Program Agropolitan yang telah dilaksanakan di Kota Tomohon untuk sementara ini hanya satu program yang sudah dapat digunakan bahkan bermanfaat bagi masyarakat terlebih petani yaitu jalan usahatani di daerah Kumelembuay. Manfaat jalan usahatani terhadap petani sekitar dapat dilihat dari pendapatan petani sebelum dan sesudah ada jalan usahatani yang mengalami peningkatan, dimana sebelum ada jalan usahatani pendapatan petani/ha dari cabang usahatani kubis dan wortel sebesar Rp11.155.566 dan pendapatan petani/ha sesudah ada jalan usahatani dari kedua cabang usahatani tersebut sebesar Rp12.062.334 atau terjadi kenaikan sebesar 8,13%. Peningkatan pendapatan ini dikarenakan adanya pengurangan biaya angkutan sesudah ada jalan usahatani.

Sherly (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Pengembangan Agropolitan Basis Jagung dan Partisipasi Masyarakat, di Provinsi Gorontalo, studi kasus Kabupaten Pohuwata” menyatakan bahwa Program Agropolitan meningkatkan pendapatan usahatani petani di kawasan agropolitan dengan adanya penyuluhan, intervensi harga dari pemerintah daerah, dan tersedianya infrastruktur jalan usahatani. Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pendapatan usahatani di kawasan agropolitan dengan pendapatan usahatani di kawasan non agropolitan. Rata-rata pendapatan usahatani di kawasan agropolitan di kawasan agropolitan lebih tinggi daripada rata-rata


(13)

pendapatan usahatani non agropolitan, yaitu sebesar Rp 10.080.016.00/ha/thn dan Rp 5 506.966.00/ha/thn.

Harniwati (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Pengaruh Program Agropolitan terhadap Usahatani Hortikultura di Kecamatan X Koto, Kapubaten Tanah Datar” menyatakan bahwa pengaruh Program Agropolitan terhadap usahatani hortikultura di Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar ternyata mempunyai dampak yang beragam sesuai dengan aspek dan indikator usahatani hortikultura. Dampak Program Agropolitan yaitu keahlian petani dalam melakukan budidaya meningkat, kualitas sarana dan prasarana pemasaran semakin baik serta lembaga-lembaga petani mulai berkembang di kawasan agropolitan.

Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Agropolitan di Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar belum membawa dampak yang berarti terhadap usahatani maupun dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Untuk itu direkomendasikan agar dilakukan peningkatan kemampuan menajemen usaha dan keuangan petani, mengaktifkan Sub Terminal Agribisnis Koto Baru dan meningkatkan kapasitas pasar nagari Koto Baru, serta percepatan transformasi lembaga tradisional menjadi lembaga modern untuk mendukung usahatani.

2.3. Landasan Teori

Schultink mendefinisikan pembangunan pertanian merupakan upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam untuk memastikan kapasitas produksi


(14)

pertanian jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui pilihan-pilihan pendekatan yang ramah terhadap lingkungan.

Konsep pembangunan pertanian adalah penggambaran suatu proses bagian utuh dari upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam untuk memastikan kapasitas produksi pertanian jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui pilihan-pilihan pendekatan yang ramah terhadap lingkungan.

Ada beberapa aspek aspek dalam pembangunan pertanian, yang pertama, adalah pengelolaan sumberdaya pertanian secara optimal untuk memenuhi kebutuhan manusia pertanian berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing ekspor dan kesejahteraan petani maka pembangunan pertanian juga harus dapat menciptakan lapangan kerja guna mengatasi angka pengangguran yang tinggi. Aspek yang kedua adalah peningkatan taraf hidup petani. Pembangunan pertanian juga harus mampu mengatasi nilai kemiskinan yang selama ini mayoritas dialami oleh petani. Petani ditempatkan dalam sistem sosial yang meletakkan petani sebagai elemen yang dibuat bergantung dan tak berdaya sepenuhnya. Pilihan yang akan dilakukan oleh petani tidak sepenuhnya merupakan keputusan dirinya, melainkan pengaruh dari pihak luar petani. Kebijakan pemerintah terkadang juga belum berpihak pada kaum petani. Terutama berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang kurang mendukung sebagai contoh penyebaran distribusi produk pertanian antar pulau lebih mahal dibanding mengangkutnya ke luar negeri. Apalagi di era perdagangan bebas mendatang, petani dituntut untuk melakukan perubahan. Aspek yang ketiga adalah meningkatkan pertumbuhan pertanian secara berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan hidup.


(15)

Pembangunan pertanian juga harus mengedapankan aspek pelestarian lingkungan hidup. Sekarang ini pemerintah sedang mendorong sistem pertanian organik. Petani selama ini masih mengalami ketergantungan dengan ketersediaan pupuk kimia. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan kita untuk merubahnya, karena memerlukan waktu dan proses yang bertahap. Selain dari pelestarian alam juga harus didukung pula ketersediaan Sumberdaya Manusia yang berkelanjutan karena tidak bisa dipungkiri bahwasanya banyak tenaga kerja di sektor pertanian beralih profesi ke sektor Industri. Harus diakui bahwasanya sektor pertanian memiliki resiko yang amat tinggi terutama karena anomali cuaca ekstrim yang terjadi juga banyak berpengaruh berkurangnya peminat di sektor pertanian.

Menurut Garis – Garis Besar Haluan Negara dan Pelaksanaan Pelita II, pembangunan pertanian yang ada di Indonesia ditujukan untuk: 1) Meningkatkan produksi pangan menuju swasembada karbohidrat non terigu, sekaligus meningkatkan gizi masyarakat melalui penyediaan protein, lemak, vitamin, dan mineral, 2) Meningkatkan tingkat hidup petani melalui peningkatan penghasilan petani, 3) Memperluas lapangan kerja di sektor pertanian dalam rangka pemerataan pendapatan, 4) Meningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor hasil pertanian, 5) Meningkatkan dukungan yang kuat terhadap pembangunan industri untuk menghasilkan barang jadi atau setengah jadi, 6) Memanfaatkan dan memelihara kelestarian sumber alam, serta memilihara dan memperbaiki lingkungan hidup, 7) Meningkatkan pertumbuhan pembangunan perdesaan secara terpadu dan serasi dalam kerangka pembangunan daerah.


(16)

Menurut Mosher (1968), ada 5 syarat mutlak untuk keberlangsungan pembangunan pertanian, yaitu:

1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani. 2. Teknologi yang senantiasa berkembang.

3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal. 4. Adanya perangsang produksi bagi petani.

5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontiniu.

Kelima komponen ini mutlak sangat dibutuhkan, dan harus bersinergi satu sama lain. contohnya ketika pasar untuk hasil-hasil pertanian sudah tersedia dengan baik, namun jika tidak didukung dengan tersedianya pengangkutan yang memadai, maka proses distribusi hasil hasil pertanian tidak akan berjalan dengan baik, begitu juga hubungan antara komponen yang lainnya.

Disamping ke lima syarat mutlak itu, menurut Mosher ada lima syarat lagi yang termasuk syarat-syarat atau sarana pelancar, yaitu :

a. Pendidikan Pembangunan. b. Kredit Produksi.

c. Kegiatan gotong royong petani.

d. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian. e. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan bagian dari potensi

kewilayahan kabupaten dimana kawasan agropolitan itu berada. Pengembangan

kawasan agropolitan yang merupakan penguatan sentra-sentra produksi pertanian

yang berbasiskan kekuatan internal, akan mampu berperan sebagai kawasan


(17)

Konsep agropolitan muncul dari permasalahan adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian tertinggal. Proses interaksi kedua wilayah selama ini secara fungsional ada dalam posisi saling memperlemah. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sektor primer, khususnya pertanian, mengalami permasalahan produktivitas yang stagnan. Di sisi lain, wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan menerima beban berlebih (over urbanization), sehingga memunculkan ketidaknyamanan akibat permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan (Pranoto, 2005).

Tujuan dari pengembangan kawasan agropolitan itu sendiri adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan masyarakat) di kawasan agropolitan. Dengan berkembangnya sistem dan usaha agribisnis, maka di kawasan agropolitan tersebut tidak saja membangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi juga “off farm" nya, yaitu usaha agribisnis hulu (pengadaan sarana pertanian), agribisnis hilir (pengolahan hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan menigkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Perencanaan pengembangan kawasan agropolitan perlu disusun berdasarkan mekanisme penyusunan anggaran agropolitan dengan


(18)

pendekatan buttom-up secara bersama antara Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten / Kota), Swasta dan Masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan petani. Dukungan infrastruktur kawasan agropolitan meliputi :

1. Peningkatan produktivitas hasil pertanian, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian yang berdaya saing tinggi dan diminati pasar jalan usahatani, jalan poros desa, talud jalan desa, gorong-gorong, plat duiker, box culvert, dll.

2. Pengolahan hasil pertanian, sebagai upaya untuk mendapatkan nilai tambah atas produk hasil pertanian dari semula hanya berbentuk produk primer menjadi produk olahan, baik intermediate product mapun final product sehingga dapat meningkatkan nilai tambah seperti (packing house, tempat penjemuran, sarana industri kecil, penyediaan air bersih, dll).

3. Pemasaran hasil pertanian, sebagai upaya untuk menunjang pemasaran hasil yang dapat memperpendek mata rantai tata niaga perdagangan hasil pertanian, mulai dari sentra produksi sampai ke sentra pemasaran akhir (outlet) seperti, (pembangunan pasar dan kios-kios agro, sub-terminal agribisnis (STA).

2.3.1 Teori Pendapatan

Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah, Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang rendah, dengan mengatur biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simanjuntak, 2004).


(19)

Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor (penerimaan) usahatani adalah nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tangga petani, dan disimpan di gudang pada akhir tahun. Sedangkan pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian bibit, obat-obatan dan pupuk yang digunakan oleh usahatani. Pendapatan keluarga yang diperoleh petani berasal dari pendapatan bersih dijumlahkan dengan biaya tenaga kerja keluarga (Soekartawi, 2003).

Faktor produksi dalam usaha pertanian mencakup tanah, modal dan tenaga kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil usaha tani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi faktor yang harus diperhatikan, yaitu luasnya, topografinya, kesuburannya, keadaan fisiknya, lingkungannya, dan sebagainya.

Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yaitu pengeluaran tunai usahatani yang dikeluarkan oleh petani itu sendiri. Biaya yang diperhitungkan (opportunity cost) adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja keluarga, dan sewa lahan. Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan di sektor pertanian merupakan tenaga kerja keluarga, yang opportunity cost-nya dianggap setingkat dengan harga sewa buruh di luar pertanian (Soekartawi, 1986; Gray C, 2002).


(20)

2.3.1.1. Faktor Pendapatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan terdiri dari faktor produksi (input) dan jumlah produksi (output). Faktor produksi terbagi dalam dua hal, yaitu ketersediaan dan harga. Harga yang tinggi akan menentukan besar atau kecilnya biaya dan pendapatan dari usahatani. Jumlah produksi terdiri dari permintaan dan harga. Jika petani berhasil meningkatkan produksinya, tetapi harga turun maka pendapatan petani akan rendah. Faktor produksi dan jumlah produksi berpengaruh terhadap biaya dan pendapatan usahatani (Suratiyah K, 2009).

2.4. Kerangka Pemikiran

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan program yang berfokus pada percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (wewenang berada di pemerintah daerah dan masyarakat) di kawasan agropolitan. Namun pada kenyataannya, kegiatan agribisnis pertanian yang ada baik antara subsistem agribisnis hulu, lembaga penunjang, dan subsistem agribisnis hilir belum saling mendorong antara satu sama lain.

Subsistem agribisnis hulu dalam penelitian ini sering juga disebut subsistem faktorinput (input factor subsystem), yaitu subsistem pengadaan sarana produksi pertanian. Kegiatan subsistem ini berhubungan dengan pengadaan sarana produksi pertanian, yaitu memproduksi dan mendistribusikan bahan, alat, dan mesin yang dibutuhkan usahatani atau budidaya pertanian (on-farm agribusiness).


(21)

Subsistem lembaga penunjang (off-farm) adalah seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya).

Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) atau off-farm adalah berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agibisnis hilir ini antara lain adalah industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, dan lain-lain beserta kegiatan perdagangannya.

Setelah adanya Program Pengembangan Kawasan Agropolitan ini, diharapkan akan dapat merangsang berkembangnya korelasi antara subsistem yang satu dengan subsistem yang lain, baik antara subsistem agribisnis hulu dengan subsistem penunjang, maupun antara subsistem penunjang dengan subsistem agribisnis hilir di daerah penelitian sehingga akan memberikan pengaruh pada hasil produksi Kopi Arabika, apakah berpegaruh positif atau negatif tehadap peningkatan hasil produksi sehingga pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan (pendapatan) petani Kopi Arabika di daerah penelitian.

Dampak Program Pengembangan terhadap pendapatan petani nantinya akan diuji dengan menggunakan metode Analisis Beda Rata-Rata untuk sampel


(22)

berpasangan (Paired Samples t Test) apakah berpengaruh atau tidak, maupun nyata atau tidaknya pengaruh tersebut.

Keterangan:

: Menyatakan pengaruh : Menyatakan hubungan

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

Dampak Pengembangan

Kawasan Agropolitan

Sebelum Pengembangan Sesudah pengembangan

Pendapatan

Analisis Uji

t

Produksi Produksi

Agribisnis Hulu

Agribisnis Hilir Lembaga

Penunjang

Agribisnis Hulu

Lembaga Penunjang

Agribisnis Hilir

Ketersediaan Saprodi dan

Alsintan

Ketersediaan Saprodi dan


(23)

2.5. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang telah diuraikan, maka diajukan hipotesis penelitian yang akan diuji sebagai berikut:

1. Tingkat keberhasilan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun tergolong tinggi. 2. Terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan petani Kopi Arabika

sebelum dan sesudah Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.


(1)

pendekatan buttom-up secara bersama antara Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten / Kota), Swasta dan Masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan petani. Dukungan infrastruktur kawasan agropolitan meliputi :

1. Peningkatan produktivitas hasil pertanian, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian yang berdaya saing tinggi dan diminati pasar jalan usahatani, jalan poros desa, talud jalan desa, gorong-gorong, plat duiker, box culvert, dll.

2. Pengolahan hasil pertanian, sebagai upaya untuk mendapatkan nilai tambah atas produk hasil pertanian dari semula hanya berbentuk produk primer menjadi produk olahan, baik intermediate product mapun final product sehingga dapat meningkatkan nilai tambah seperti (packing house, tempat penjemuran, sarana industri kecil, penyediaan air bersih, dll).

3. Pemasaran hasil pertanian, sebagai upaya untuk menunjang pemasaran hasil yang dapat memperpendek mata rantai tata niaga perdagangan hasil pertanian, mulai dari sentra produksi sampai ke sentra pemasaran akhir (outlet) seperti, (pembangunan pasar dan kios-kios agro, sub-terminal agribisnis (STA).

2.3.1 Teori Pendapatan

Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah, Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang rendah, dengan mengatur biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simanjuntak, 2004).


(2)

Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor (penerimaan) usahatani adalah nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tangga petani, dan disimpan di gudang pada akhir tahun. Sedangkan pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian bibit, obat-obatan dan pupuk yang digunakan oleh usahatani. Pendapatan keluarga yang diperoleh petani berasal dari pendapatan bersih dijumlahkan dengan biaya tenaga kerja keluarga (Soekartawi, 2003).

Faktor produksi dalam usaha pertanian mencakup tanah, modal dan tenaga kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil usaha tani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi faktor yang harus diperhatikan, yaitu luasnya, topografinya, kesuburannya, keadaan fisiknya, lingkungannya, dan sebagainya.

Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yaitu pengeluaran tunai usahatani yang dikeluarkan oleh petani itu sendiri. Biaya yang diperhitungkan (opportunity cost) adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja keluarga, dan sewa lahan. Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan di sektor pertanian merupakan tenaga kerja keluarga, yang opportunity cost-nya dianggap setingkat dengan harga sewa buruh di luar pertanian (Soekartawi, 1986; Gray C, 2002).


(3)

2.3.1.1. Faktor Pendapatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan terdiri dari faktor produksi (input) dan jumlah produksi (output). Faktor produksi terbagi dalam dua hal, yaitu ketersediaan dan harga. Harga yang tinggi akan menentukan besar atau kecilnya biaya dan pendapatan dari usahatani. Jumlah produksi terdiri dari permintaan dan harga. Jika petani berhasil meningkatkan produksinya, tetapi harga turun maka pendapatan petani akan rendah. Faktor produksi dan jumlah produksi berpengaruh terhadap biaya dan pendapatan usahatani (Suratiyah K, 2009).

2.4. Kerangka Pemikiran

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan program yang berfokus pada percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (wewenang berada di pemerintah daerah dan masyarakat) di kawasan agropolitan. Namun pada kenyataannya, kegiatan agribisnis pertanian yang ada baik antara subsistem agribisnis hulu, lembaga penunjang, dan subsistem agribisnis hilir belum saling mendorong antara satu sama lain.

Subsistem agribisnis hulu dalam penelitian ini sering juga disebut subsistem faktor input (input factor subsystem), yaitu subsistem pengadaan sarana produksi pertanian. Kegiatan subsistem ini berhubungan dengan pengadaan sarana produksi pertanian, yaitu memproduksi dan mendistribusikan bahan, alat, dan mesin yang dibutuhkan usahatani atau budidaya pertanian (on-farm agribusiness).


(4)

Subsistem lembaga penunjang (off-farm) adalah seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya).

Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) atau off-farm adalah berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agibisnis hilir ini antara lain adalah industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, dan lain-lain beserta kegiatan perdagangannya.

Setelah adanya Program Pengembangan Kawasan Agropolitan ini, diharapkan akan dapat merangsang berkembangnya korelasi antara subsistem yang satu dengan subsistem yang lain, baik antara subsistem agribisnis hulu dengan subsistem penunjang, maupun antara subsistem penunjang dengan subsistem agribisnis hilir di daerah penelitian sehingga akan memberikan pengaruh pada hasil produksi Kopi Arabika, apakah berpegaruh positif atau negatif tehadap peningkatan hasil produksi sehingga pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan (pendapatan) petani Kopi Arabika di daerah penelitian.

Dampak Program Pengembangan terhadap pendapatan petani nantinya akan diuji dengan menggunakan metode Analisis Beda Rata-Rata untuk sampel


(5)

berpasangan (Paired Samples t Test) apakah berpengaruh atau tidak, maupun nyata atau tidaknya pengaruh tersebut.

Keterangan:

: Menyatakan pengaruh : Menyatakan hubungan

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

Dampak Pengembangan

Kawasan Agropolitan

Sebelum Pengembangan Sesudah pengembangan

Pendapatan

Analisis Uji

t

Produksi Produksi

Agribisnis Hulu

Agribisnis Hilir Lembaga

Penunjang

Agribisnis Hulu

Lembaga Penunjang

Agribisnis Hilir

Ketersediaan Saprodi dan

Alsintan

Ketersediaan Saprodi dan


(6)

2.5. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang telah diuraikan, maka diajukan hipotesis penelitian yang akan diuji sebagai berikut:

1. Tingkat keberhasilan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun tergolong tinggi. 2. Terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan petani Kopi Arabika

sebelum dan sesudah Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.