Aspek Hukum Perlindungan Kesetan Penumpang Sipil Dalam Penerbangan Militer Ditinjau Menurut Peraturan Perundang-Undangan (Studi Kecelakaan Pesawat Hercules A-1310)
BAB I
PENDAHULUAN
H. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan dunia transportasi khususnya transportasi udara
berkembang sangat pesat. Perkembangan dan pertumbuhan industri penerbangan
tersebut tidak lepas dari peningkatan jumlah pengguna jasa transportasi udara
yang juga mengalami perkembangan pesat. Salah satu transportasi udara dengan
menggunakan tenaga mesin adalah pesawat udara. Pesawat udara saat ini
merupakan salah satu alat pengangkutan modern yang menggunakan teknologi
canggih. Secara yuridis, pesawat udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat
terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara.
Transportasi udara dibandingkan dengan modal transportasi lainnya baik
darat maupun air jelas jauh lebih rumit dikarenakan segala pertimbangan serta
pelayanan terkait erat dengan keselamatan penerbangan harus benar-benar
dipikirkan. Pemerintah sendiri cukup fokus terhadap masalah dunia penerbangan,
terlebih jasa penerbangan komersial. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya
sejumlah kebijakan pemerintah
yang mengatur tentang keamanan dan
keselamatan penerbangan salah satunya lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangan.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dengan jelas
menyebutkan bahwa “perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara
pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut
1
Universitas Sumatera Utara
2
penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau
dalam bentuk imbalan jasa lainnya.” 1 Penumpang adalah seseorang yang
melakukan perjalanan dengan pesawat udara yang dilengkapi dengan tiket atau
dokumen sejenis untuk maksud tersebut. 2 Penumpang sekaligus sebagai
konsumen jasa penerbangan mempunyai hak-hak yang dilindungi oleh UUP
maupun dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Wilayah yang tersebar dalam bentuk pulau-pulau membuat rakyat harus
mengandalkan sarana transportasi udara sebagai penghubung antar pulau.
Perkembangan pesawat udara yang semakin pesat membuat persaingan antar
maskapai penerbangan menjadi tinggi. Jalur-jalur baru dibuka, lalu lintas udara
menjadi padat, sehingga harus diatur sedemikian rupa. Jika jadwal dan rute
terbang dibiarkan bebas, tak terbayangkan akibatnya, dengan segudang regulasi
penjadwalan pun, pelanggaran lalu lintas udara tetap terjadi.
Secara teoritis hubungan hukum menghendaki adanya kesetaraan di antara
para pihak, akan tetapi dalam praktiknya hubungan hukum tersebut sering berjalan
tidak seimbang terutama dalam hubungan hukum antara penyedia jasa dan
penyewa. Sehubungan dengan itu diperlukan suatu perlindungan hukum bagi
pengguna jasa transportasi serta jenis-jenis angkutan lainnya adalah unsur
keselamatan angkutan dan tanggung jawab pengangkut. 3 Apabila penumpang
yang menggunakan jasa penerbangan berakibat terjadinya pelanggaran hak-hak
1
Pasal 1 Angka 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
H.K. Martono, Kamus Hukum Dan Regulasi Penerbangan, Edisi Pertama, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2007), hal.580
3
E. Suherman, Wilayah Udara Dan Wilayah Dirgantara, (Bandung: Alumni, 1984),
hal.163
2
Universitas Sumatera Utara
3
penumpang yang menimbulkan kerugian, maka pengangkut bertanggung jawab
seperti yang diamanatkan oleh undang-undang. Tanggung jawab itu dimulai
sebelum masa penerbangan (pre flight service), pada saat penerbangan (in flight
service) dan setelah penerbangan (post flight service). 4
Terselenggaranya suatu pengangkutan udara dalam kegiatan penerbangan
komersil tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya penumpang. Dalam industri
penerbangan, penumpang merupakan salah satu aset penting yang patut
diperhitungkan bagi maskapai penerbangan untuk mencapai keuntungan, oleh
karena itu penumpang yang menggunakan jasa penerbangan perlu dilindungi hakhaknya terutama hak ganti rugi apabila penumpang maskapai yang bersangkutan
mengalami kecelakaan penerbangan yang menyebabkan kematian, luka-luka atau
cacat tetap, kerusakan atau kehilangan bagasi, dan keterlambatan jadwal
penerbangan yang sudah dijadwalkan. 5
Hal yang paling terpenting dalam kegiatan penerbangan adalah faktor
keselamatan yang merupakan syarat utama bagi dunia penerbangan, di samping
faktor kecepatan dan kenyamanan, namun rupanya akhir-akhir ini faktor
keselamatan ini kurang mendapat perhatian, baik dari sisi pemerintah, perusahaan
penerbangan, maupun masyarakat pengguna jasa angkutan sendiri. Kurangnya
pengawasan dan lemahnya dalam penegakkan hukum, menyebabkan banyak
pesawat yang secara tekhnis tidak atau kurang baik terbang dapat memperoleh
4
Suhartato Abdul Majid, Eko Probo D. Warpani, Ground Handling Manajemen
Pelayanan Darat Perusahaan Penerbangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 78
5
Annalisa Yahanan, Hak-Hak Penumpang Dan Tanggungjawab Pengangkut Udara
Komersial Dalam Industri Penerbangan Di Indonesia : Analisis Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangan, Inaugural International Workshop And Seminar On Siyar & Islamic
States Practices In International Law, Oriental Crystal Hotel, (Malaysia: Kajang, 18-19 November
2009), hal. 1
Universitas Sumatera Utara
4
izin untuk terbang. Selain itu juga penyediaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana penerbangan kurang mendapat perhatian yang serius.
Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan satu sisi menguntungkan
bagi para pengguna jasa transportasi udara karena akan banyak pilihan yang dapat
diambil dalam menggunakan jasa transportasi udara ini. Namun di lain sisi banyak
pengguna jasa transportasi udara memilih untuk menggunakan pesawat udara
negara dalam memenuhi kebutuhan transportasinya. Penggunaan pesawat udara
negara sebagai alat transportasi ini merupakan sebuah kegiatan angkutan udara
bukan niaga yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah, lembaga keagamaan, lembaga sosial, dan perkumpulan olahraga, orang
perseorangan, dan/atau badan usaha lainnya. 6 Kegiatan angkutan udara bukan
niaga berupa angkutan udara untuk kegiatan keudaraan (aerial work), misalnya
kegiatan penyemprotan pertanian, pemadaman kebakaran, hujan buatan,
pemotretan udara, survey dan pemetaan, pencarian dan pertolongan, kalibrasi,
serta patrol angkutan udara untuk kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan personel
pesawat udara atau angkutan udara bukan niaga lainnya yang kegiatan pokoknya
bukan usaha angkutan udara niaga. 7
Sebagai contoh kasus bahwa ada penggunaan pesawat udara militer
olehpenduduk sipil dimana sebuah pesawat udara militer milik Tentara
NasionalIndonesia Angkatan Udara (TNI-AU) yaitu pesawat HerculesA-1310
pada tahun2015. Pesawat Hercules ini memang terbang dengan jadwal yang rutin
6
H.K. Martono, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2012), hal. 240
7
Pasal 101 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan
Universitas Sumatera Utara
5
untukpengiriman logistik dari pemberangkatan awal Lanud Soewondo Medan
menuju tujuan akhir yaitu Tanjung Pinang Riau, namun dalam perjalanannya,
ternyata didalam pesawat tersebut juga mengangkut penumpang penduduk sipil.
Pesawat bermesin empat ini baru beberapa saat lepas landas saat meminta izin
kembali (return to base) sebelum jatuh. Baru 2 (dua) menit take off dari Lanud
Soewondo, pesawat jatuh dengan posisi terbalik. Hingga akhirnya pesawatini
jatuh di daerah permukiman membawa 113 orang, kesemuanya dinyatakan
meninggal dunia.
Status
pesawat
operasinyaadalah
militer
dilakukan
merupakan
oleh
pihak
pesawat
militer.
yang
keseluruhan
Status
hukum
internasionalmendefinisikan pesawat militer adalah “military aircraft to include
all aircraftoperated by commissioned units of the armed forces of a nation
bearing themilitary marking of that nation, commanded by a member of armed
forces, andmanned by a crew subject to regular armed force discipline.” 8Yang
artinya bahwapesawat militer dan termasuk semua pesawat yang dioperasikan
oleh unit yangbertugas dalam angkatan bersenjata nasional dan menpunyai tanda
dari negara tersebut, dikomando oleh anggota dari angkatan bersenjata.
Segala yang berkaitan dengan pesawat udara militer telahdikuasai dan
dijalankan oleh angkatan bersenjata. Segala penggunaan darialutsista yang
dimiliki oleh angkatan bersenjata haruslah mempunyai tolok ukuruntuk dapat
digunakan. Dalam hal ini telah timbul isu hukum bahwa pesawatudara militer
digunakan dalam hal untuk mendapatkan keuntungan danditumpangi oleh
8
Ridwan Khairandy, Tanggung Jawab Pengangkut Dan Asuransi Tanggung Jawab
Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis
Volume 25, 2006), hal. 20
Universitas Sumatera Utara
6
sejumlah warga sipil. Penggunaan pesawat militer yangditumpangi oleh warga
sipil, pasti akan timbul bentuk pertanggung jawabanapabila terjadi kecelakaan
yang menimpa angkutan udara tersebut.
Setiap kecelakaan penerbangan udara selalu menimbulkan kerugian bagi
penumpang baik moril maupun materill yang tentu saja melahirkan permasalahan
hukum yang berkepanjangan, khususnya berkenaan dengan tanggung jawab
hukum perusahaan penerbangan atau pengangkut (carrier) terhadap penumpang
dan pemilik barang baik sebagai para pihak dalam perjanjian pengangkutan
maupun sebagai konsumen dalam hal terjadi kecelakaan penerbangan, selain itu
terdapat juga persoalan bagi konsumen atau pengguna jasa transportasi udara
adalah dengan adanya keterlambatan pelaksanaan pengangkutan udara yang
terkadang melebihi batas toleransi, sebab tidak adanya upaya hukum yang dapat
di gunakan konsumen terhadap persoalan tersebut. 9
Melihat gambaran kasus di atas, sangat diperlukan tanggung jawab
maskapai penerbangan dalam hal keselamatan dan keamanan penumpang,
khususnya jika terjadi kecelakaan dalam penerbangan tanpa izin. Hak-hak
penumpang harus tetap di jaga serta lindungi walaupun penerbangan yang
dimaksud merupakan penerbangan militer. Berdasarkan hal tersebut maka
penulisan skripsi ini diberi judul “Aspek Hukum Perlindungan Keselamatan
Penumpang Sipil Dalam Penerbangan Militer Ditinjau Menurut Peraturan
Perundang-Undangan (Studi Kecelakaan Pesawat Hercules A-1310).”
9
Ibid., hal. 21
Universitas Sumatera Utara
7
I.
Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi
beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini, yaitu:
1.
Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam penerbangan sipil dan
militer?
2.
Bagaimana aspek keselamatan dalam penerbangan sipil dan militer?
3.
Bagaimana pelaksanaan dan tanggung jawab penyedia jasa angkutan bagi
warga sipil atas keselamatan dan keamanan penerbangan militer?
J.
Tujuan Penulisan
Sesuai permasalahan yang diatas adapun tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam
penerbangan sipil dan militer.
2.
Untuk mengetahui bagaimana aspek keselamatan dalam penerbangan sipil
dan militer.
3.
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dan tanggung jawab penyedia jasa
angkutan khususnya bagi warga sipil atas keselamatan dan keamanan pada
penerbangan militer.
K. Manfaat Penulisan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, adapun beberapa
manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat bersifat teoretis
Universitas Sumatera Utara
8
Secara teoretis adalah diharapkan hasil penulisan skripsi ini dapat
menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan
disiplin ilmu hukum, pengetahuan ilmu hukum pengangkutan udara, hukum
penerbangan,hukum perlindungan konsumen.
2.
Manfaat bersifat praktis
Secara praktis adalah bahwa hasil penulisan skripsi ini nantinya diharapkan
memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan
disamping itu penulisan ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta
pengembangan teori-teori yang sudah ada. 10Penulisan diharapkan juga agar
dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat, aparat penegak hukum dan
para pihak yang berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran dan perannya dalam memberikan keamanan dan keselamatan
penerbangan bagi konsumen atau pengguna jasa transportasi udara.
L. Metode Penelitian
1. Jenis Dan Sifat Penelitian
Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya,
jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam
proses penelitian. Penelitian harus dilakukan secara metodologis, sistematis, dan
konsisten. Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara
tertentu, sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem, dan konsisten berarti
tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu. 11
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 106
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001), hal. 42
11
Universitas Sumatera Utara
9
Metode penelitian yang digunakan dalam penulian skripsi ini adalah
metode penelitian hukum normatif dan empiris, namun penelitian ini lebih
diarahkan kearah penelitian normatif, karena penulis sebelumnya sudah mencoba
melakukan wawancara berkaitan dengan judul yang dipilih tetapi tidak mendapat
jawaban yang memuaskan dan mendukung dari narasumber terkait materi
penulisan skripsi ini. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti
bahan pustaka. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk
mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan
penelitian terhadap masalah hukum. 12
Dari sudut tujuannya, penelitian hukum kepustakaan memaparkan
mengenai sejauh mana tanggung jawab pelaku usaha bergerak di bidang
pengangkutan udara telah diakomodasi dalam undang-undang penerbangan dan
bagaimana sistem tanggung jawab serta ganti rugi terhadap penumpang pesawat
udara yang mengalami kerugian karena perbuatan atau tindakan pengangkut
udara. Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif dengan menggambarkan
permasalahan secara sistematis dan
kompeherensif. Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat,
sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. 13
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang ditunjang
dengan data sekunder dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan
12
Ibid., halaman. 12
Koentjorodiningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia
Pustaka, 1997), hal. 42
13
Universitas Sumatera Utara
10
analitis, dan pendekatan kasus. 14 Pendekatan undang-undang (statute approach)
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan
adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. 15 Pada dasarnya
tugas analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaedah
hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis. 16 Pendekatan kasus adalah
(case approach) adalah mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum
yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah
diputus terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian. 17
3. Sumber Data
Dalam penelitian hukum normatif data yang dipergunakan adalah data
sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang
bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi
serta pemikiran konseptual, baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya
ilmiah lainnya. 18 Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari:
a.
Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan
oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini diantaranya UndangUndang Dasar 1945, Pancasila, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-
14
Jhonny Ibrahim, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama,
(Malang: Bayu Media, 2005), hal. 248
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 93
16
Jhonny Ibrahim, Op. Cit., hal. 257
17
Ibid.,hal. 268
18
Ibid., hal. 192
Universitas Sumatera Utara
11
Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan
Dan Keselamatan Penerbangan, serta peraturan-peraturan lain yang
mendukung penelitian ini.
b.
Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang
relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran,
karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan
materi yang diteliti.
c.
Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsepkonsep dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kamus berbagai bahasa, kamus-kamus hukum,
ensklopedia dan sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan
(library reseacrh) dan juga dengan melakukan wawancara langsung sebagai data
pendukung, dimana wawancara dilakukan dengan informan dan juga responden
lain yang mendukung peneilitian ini, namun penelitian ini lebih diarahkan kearah
penelitian studi kepustakaan, karena penulis sebelumnya sudah mencoba
melakukan wawancara berkaitan dengan judul yang dipilih tetapi tidak mendapat
jawaban yang memuaskan dan mendukung dari narasumber terkait materi
penulisan skripsi ini.
Studi kepustakaan (library reseacrh) adalah serangkaian usaha untuk
memperoleh
data
dengan
jalan
membaca,
menelaah,
mengklarifikasi,
Universitas Sumatera Utara
12
mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang
berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada
relevansinya dengan permasalahan penelitian yang dibahas dalam skripsi.
Wawancara dengan informan adalah suatu sarana atau alat pengumpulan data di
dalam penelitian dengan menunjukkan adanya suatu hubungan diantara dua pihak
yang mengandalkan diri pada pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
bahan yang dikaji. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat
ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen.
Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi, teori-teori,
pendapat-pendapat
atau
penemuan-penemuan
yang
berhubungan
dengan
permasalahan penelitian. 19
5. Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat
dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategorikategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut. 20 Data yang
telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif,
yaitu:
a.
b.
Mengumpulkan bahan hukum,
undangan yang terkait dengan
transportasi udara.
Memilah-milah bahan hukum
melakukan sistematisasi bahan
dikaji di dalam penelitian.
berupa inventarisasi peraturan perundangkeamanan dan keselamatan pengguna jasa
yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya
hukum sesuai dengan permasalahan yang
19
Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan
Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 24
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), hal. 225
Universitas Sumatera Utara
13
c.
d.
Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk
menemukan kaiedah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan
hukum tersebut.
Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan
menggunakan teori sebagai pisau analisis.
Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan
menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan
membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas
dan kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan
tujuan penulisan yang dirumuskan. 21
M. Keaslian Penulisan
Penulisan
skripsi
yang
berjudul
“Aspek
Hukum
Perlindungan
Keselamatan Penumpang Sipil Dalam Penerbangan Militer Ditinjau Menurut
Peraturan Perundang-Undangan (Studi Kecelakaan Pesawat Hercules A-1310)”.
Adalah hasil pemikiran sendiri. Penulisan skripsi ini menurut sepengetahuan,
belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada seperti beberapa judul penelitian
yang diuraikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya
berbeda, dan oleh karena itu keaslian dari penulisan skripsi ini dapat di
pertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah.
N. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah skripsi ini,
maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam lima
bab, yang gambarannya sebagai berikut:
21
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rosda Karya, 2008), hal. 48
Universitas Sumatera Utara
14
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai latar belakang,
permasalahan,
tujuan
penulisan,
manfaat
penulisan,
metode
penelitian, keaslian penulisan, sistematika penulisan.
BAB II :
ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA
SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN
2009TENTANG PENERBANGAN
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai pengertian hukum
pengangkutan udara, hak dan kewajiban penyedia jasa dalam
melaksanakan kegiatan pengangkutan udara bagi warga sipil, serta
aturan-aturan hukum pengangkutan udara bagi warga sipil dengan
menggunakan penerbangan sipil.
BAB III :
ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENUMPANG DALAM
PENERBANGAN MILITER
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai hak-hak penumpang
atas keselamatan penerbangan militer ditinjau dari aturan hukum
penerbangan Indonesia, syarat-syarat dan prosedural ketentuan
dalam penerbangan militer, dan bentuk perlindungan hukum yang
diberikan
pemerintah
bagi
penumpang
khususnya
dalam
penerbangan militer.
Universitas Sumatera Utara
15
BAB IV :
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KESELAMATAN
PENUMPANG SIPIL DALAM PENERBANGAN MILITER
DITINJAU MENURUT MENURUT PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN (STUDI KECELAKAAN
PESAWAT HERCULES A-1310)
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai hak dan kewajiban para
pihak dalam penerbangan sipil dan militer, aspek keselamatan
penerbangan sipil dan militer, pelaksanaan tanggung jawab
penyedia jasa angkutan bagi warga sipil atas keselamatan dan
keamanan penerbangan militer.
BAB V :
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana
akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang
dibahas.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
H. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan dunia transportasi khususnya transportasi udara
berkembang sangat pesat. Perkembangan dan pertumbuhan industri penerbangan
tersebut tidak lepas dari peningkatan jumlah pengguna jasa transportasi udara
yang juga mengalami perkembangan pesat. Salah satu transportasi udara dengan
menggunakan tenaga mesin adalah pesawat udara. Pesawat udara saat ini
merupakan salah satu alat pengangkutan modern yang menggunakan teknologi
canggih. Secara yuridis, pesawat udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat
terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara.
Transportasi udara dibandingkan dengan modal transportasi lainnya baik
darat maupun air jelas jauh lebih rumit dikarenakan segala pertimbangan serta
pelayanan terkait erat dengan keselamatan penerbangan harus benar-benar
dipikirkan. Pemerintah sendiri cukup fokus terhadap masalah dunia penerbangan,
terlebih jasa penerbangan komersial. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya
sejumlah kebijakan pemerintah
yang mengatur tentang keamanan dan
keselamatan penerbangan salah satunya lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangan.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dengan jelas
menyebutkan bahwa “perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara
pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut
1
Universitas Sumatera Utara
2
penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau
dalam bentuk imbalan jasa lainnya.” 1 Penumpang adalah seseorang yang
melakukan perjalanan dengan pesawat udara yang dilengkapi dengan tiket atau
dokumen sejenis untuk maksud tersebut. 2 Penumpang sekaligus sebagai
konsumen jasa penerbangan mempunyai hak-hak yang dilindungi oleh UUP
maupun dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Wilayah yang tersebar dalam bentuk pulau-pulau membuat rakyat harus
mengandalkan sarana transportasi udara sebagai penghubung antar pulau.
Perkembangan pesawat udara yang semakin pesat membuat persaingan antar
maskapai penerbangan menjadi tinggi. Jalur-jalur baru dibuka, lalu lintas udara
menjadi padat, sehingga harus diatur sedemikian rupa. Jika jadwal dan rute
terbang dibiarkan bebas, tak terbayangkan akibatnya, dengan segudang regulasi
penjadwalan pun, pelanggaran lalu lintas udara tetap terjadi.
Secara teoritis hubungan hukum menghendaki adanya kesetaraan di antara
para pihak, akan tetapi dalam praktiknya hubungan hukum tersebut sering berjalan
tidak seimbang terutama dalam hubungan hukum antara penyedia jasa dan
penyewa. Sehubungan dengan itu diperlukan suatu perlindungan hukum bagi
pengguna jasa transportasi serta jenis-jenis angkutan lainnya adalah unsur
keselamatan angkutan dan tanggung jawab pengangkut. 3 Apabila penumpang
yang menggunakan jasa penerbangan berakibat terjadinya pelanggaran hak-hak
1
Pasal 1 Angka 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
H.K. Martono, Kamus Hukum Dan Regulasi Penerbangan, Edisi Pertama, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2007), hal.580
3
E. Suherman, Wilayah Udara Dan Wilayah Dirgantara, (Bandung: Alumni, 1984),
hal.163
2
Universitas Sumatera Utara
3
penumpang yang menimbulkan kerugian, maka pengangkut bertanggung jawab
seperti yang diamanatkan oleh undang-undang. Tanggung jawab itu dimulai
sebelum masa penerbangan (pre flight service), pada saat penerbangan (in flight
service) dan setelah penerbangan (post flight service). 4
Terselenggaranya suatu pengangkutan udara dalam kegiatan penerbangan
komersil tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya penumpang. Dalam industri
penerbangan, penumpang merupakan salah satu aset penting yang patut
diperhitungkan bagi maskapai penerbangan untuk mencapai keuntungan, oleh
karena itu penumpang yang menggunakan jasa penerbangan perlu dilindungi hakhaknya terutama hak ganti rugi apabila penumpang maskapai yang bersangkutan
mengalami kecelakaan penerbangan yang menyebabkan kematian, luka-luka atau
cacat tetap, kerusakan atau kehilangan bagasi, dan keterlambatan jadwal
penerbangan yang sudah dijadwalkan. 5
Hal yang paling terpenting dalam kegiatan penerbangan adalah faktor
keselamatan yang merupakan syarat utama bagi dunia penerbangan, di samping
faktor kecepatan dan kenyamanan, namun rupanya akhir-akhir ini faktor
keselamatan ini kurang mendapat perhatian, baik dari sisi pemerintah, perusahaan
penerbangan, maupun masyarakat pengguna jasa angkutan sendiri. Kurangnya
pengawasan dan lemahnya dalam penegakkan hukum, menyebabkan banyak
pesawat yang secara tekhnis tidak atau kurang baik terbang dapat memperoleh
4
Suhartato Abdul Majid, Eko Probo D. Warpani, Ground Handling Manajemen
Pelayanan Darat Perusahaan Penerbangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 78
5
Annalisa Yahanan, Hak-Hak Penumpang Dan Tanggungjawab Pengangkut Udara
Komersial Dalam Industri Penerbangan Di Indonesia : Analisis Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangan, Inaugural International Workshop And Seminar On Siyar & Islamic
States Practices In International Law, Oriental Crystal Hotel, (Malaysia: Kajang, 18-19 November
2009), hal. 1
Universitas Sumatera Utara
4
izin untuk terbang. Selain itu juga penyediaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana penerbangan kurang mendapat perhatian yang serius.
Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan satu sisi menguntungkan
bagi para pengguna jasa transportasi udara karena akan banyak pilihan yang dapat
diambil dalam menggunakan jasa transportasi udara ini. Namun di lain sisi banyak
pengguna jasa transportasi udara memilih untuk menggunakan pesawat udara
negara dalam memenuhi kebutuhan transportasinya. Penggunaan pesawat udara
negara sebagai alat transportasi ini merupakan sebuah kegiatan angkutan udara
bukan niaga yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah, lembaga keagamaan, lembaga sosial, dan perkumpulan olahraga, orang
perseorangan, dan/atau badan usaha lainnya. 6 Kegiatan angkutan udara bukan
niaga berupa angkutan udara untuk kegiatan keudaraan (aerial work), misalnya
kegiatan penyemprotan pertanian, pemadaman kebakaran, hujan buatan,
pemotretan udara, survey dan pemetaan, pencarian dan pertolongan, kalibrasi,
serta patrol angkutan udara untuk kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan personel
pesawat udara atau angkutan udara bukan niaga lainnya yang kegiatan pokoknya
bukan usaha angkutan udara niaga. 7
Sebagai contoh kasus bahwa ada penggunaan pesawat udara militer
olehpenduduk sipil dimana sebuah pesawat udara militer milik Tentara
NasionalIndonesia Angkatan Udara (TNI-AU) yaitu pesawat HerculesA-1310
pada tahun2015. Pesawat Hercules ini memang terbang dengan jadwal yang rutin
6
H.K. Martono, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2012), hal. 240
7
Pasal 101 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan
Universitas Sumatera Utara
5
untukpengiriman logistik dari pemberangkatan awal Lanud Soewondo Medan
menuju tujuan akhir yaitu Tanjung Pinang Riau, namun dalam perjalanannya,
ternyata didalam pesawat tersebut juga mengangkut penumpang penduduk sipil.
Pesawat bermesin empat ini baru beberapa saat lepas landas saat meminta izin
kembali (return to base) sebelum jatuh. Baru 2 (dua) menit take off dari Lanud
Soewondo, pesawat jatuh dengan posisi terbalik. Hingga akhirnya pesawatini
jatuh di daerah permukiman membawa 113 orang, kesemuanya dinyatakan
meninggal dunia.
Status
pesawat
operasinyaadalah
militer
dilakukan
merupakan
oleh
pihak
pesawat
militer.
yang
keseluruhan
Status
hukum
internasionalmendefinisikan pesawat militer adalah “military aircraft to include
all aircraftoperated by commissioned units of the armed forces of a nation
bearing themilitary marking of that nation, commanded by a member of armed
forces, andmanned by a crew subject to regular armed force discipline.” 8Yang
artinya bahwapesawat militer dan termasuk semua pesawat yang dioperasikan
oleh unit yangbertugas dalam angkatan bersenjata nasional dan menpunyai tanda
dari negara tersebut, dikomando oleh anggota dari angkatan bersenjata.
Segala yang berkaitan dengan pesawat udara militer telahdikuasai dan
dijalankan oleh angkatan bersenjata. Segala penggunaan darialutsista yang
dimiliki oleh angkatan bersenjata haruslah mempunyai tolok ukuruntuk dapat
digunakan. Dalam hal ini telah timbul isu hukum bahwa pesawatudara militer
digunakan dalam hal untuk mendapatkan keuntungan danditumpangi oleh
8
Ridwan Khairandy, Tanggung Jawab Pengangkut Dan Asuransi Tanggung Jawab
Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis
Volume 25, 2006), hal. 20
Universitas Sumatera Utara
6
sejumlah warga sipil. Penggunaan pesawat militer yangditumpangi oleh warga
sipil, pasti akan timbul bentuk pertanggung jawabanapabila terjadi kecelakaan
yang menimpa angkutan udara tersebut.
Setiap kecelakaan penerbangan udara selalu menimbulkan kerugian bagi
penumpang baik moril maupun materill yang tentu saja melahirkan permasalahan
hukum yang berkepanjangan, khususnya berkenaan dengan tanggung jawab
hukum perusahaan penerbangan atau pengangkut (carrier) terhadap penumpang
dan pemilik barang baik sebagai para pihak dalam perjanjian pengangkutan
maupun sebagai konsumen dalam hal terjadi kecelakaan penerbangan, selain itu
terdapat juga persoalan bagi konsumen atau pengguna jasa transportasi udara
adalah dengan adanya keterlambatan pelaksanaan pengangkutan udara yang
terkadang melebihi batas toleransi, sebab tidak adanya upaya hukum yang dapat
di gunakan konsumen terhadap persoalan tersebut. 9
Melihat gambaran kasus di atas, sangat diperlukan tanggung jawab
maskapai penerbangan dalam hal keselamatan dan keamanan penumpang,
khususnya jika terjadi kecelakaan dalam penerbangan tanpa izin. Hak-hak
penumpang harus tetap di jaga serta lindungi walaupun penerbangan yang
dimaksud merupakan penerbangan militer. Berdasarkan hal tersebut maka
penulisan skripsi ini diberi judul “Aspek Hukum Perlindungan Keselamatan
Penumpang Sipil Dalam Penerbangan Militer Ditinjau Menurut Peraturan
Perundang-Undangan (Studi Kecelakaan Pesawat Hercules A-1310).”
9
Ibid., hal. 21
Universitas Sumatera Utara
7
I.
Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi
beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini, yaitu:
1.
Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam penerbangan sipil dan
militer?
2.
Bagaimana aspek keselamatan dalam penerbangan sipil dan militer?
3.
Bagaimana pelaksanaan dan tanggung jawab penyedia jasa angkutan bagi
warga sipil atas keselamatan dan keamanan penerbangan militer?
J.
Tujuan Penulisan
Sesuai permasalahan yang diatas adapun tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam
penerbangan sipil dan militer.
2.
Untuk mengetahui bagaimana aspek keselamatan dalam penerbangan sipil
dan militer.
3.
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dan tanggung jawab penyedia jasa
angkutan khususnya bagi warga sipil atas keselamatan dan keamanan pada
penerbangan militer.
K. Manfaat Penulisan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, adapun beberapa
manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat bersifat teoretis
Universitas Sumatera Utara
8
Secara teoretis adalah diharapkan hasil penulisan skripsi ini dapat
menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan
disiplin ilmu hukum, pengetahuan ilmu hukum pengangkutan udara, hukum
penerbangan,hukum perlindungan konsumen.
2.
Manfaat bersifat praktis
Secara praktis adalah bahwa hasil penulisan skripsi ini nantinya diharapkan
memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan
disamping itu penulisan ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta
pengembangan teori-teori yang sudah ada. 10Penulisan diharapkan juga agar
dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat, aparat penegak hukum dan
para pihak yang berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran dan perannya dalam memberikan keamanan dan keselamatan
penerbangan bagi konsumen atau pengguna jasa transportasi udara.
L. Metode Penelitian
1. Jenis Dan Sifat Penelitian
Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya,
jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam
proses penelitian. Penelitian harus dilakukan secara metodologis, sistematis, dan
konsisten. Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara
tertentu, sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem, dan konsisten berarti
tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu. 11
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 106
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001), hal. 42
11
Universitas Sumatera Utara
9
Metode penelitian yang digunakan dalam penulian skripsi ini adalah
metode penelitian hukum normatif dan empiris, namun penelitian ini lebih
diarahkan kearah penelitian normatif, karena penulis sebelumnya sudah mencoba
melakukan wawancara berkaitan dengan judul yang dipilih tetapi tidak mendapat
jawaban yang memuaskan dan mendukung dari narasumber terkait materi
penulisan skripsi ini. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti
bahan pustaka. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk
mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan
penelitian terhadap masalah hukum. 12
Dari sudut tujuannya, penelitian hukum kepustakaan memaparkan
mengenai sejauh mana tanggung jawab pelaku usaha bergerak di bidang
pengangkutan udara telah diakomodasi dalam undang-undang penerbangan dan
bagaimana sistem tanggung jawab serta ganti rugi terhadap penumpang pesawat
udara yang mengalami kerugian karena perbuatan atau tindakan pengangkut
udara. Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif dengan menggambarkan
permasalahan secara sistematis dan
kompeherensif. Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat,
sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. 13
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang ditunjang
dengan data sekunder dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan
12
Ibid., halaman. 12
Koentjorodiningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia
Pustaka, 1997), hal. 42
13
Universitas Sumatera Utara
10
analitis, dan pendekatan kasus. 14 Pendekatan undang-undang (statute approach)
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan
adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. 15 Pada dasarnya
tugas analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaedah
hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis. 16 Pendekatan kasus adalah
(case approach) adalah mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum
yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah
diputus terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian. 17
3. Sumber Data
Dalam penelitian hukum normatif data yang dipergunakan adalah data
sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang
bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi
serta pemikiran konseptual, baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya
ilmiah lainnya. 18 Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari:
a.
Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan
oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini diantaranya UndangUndang Dasar 1945, Pancasila, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-
14
Jhonny Ibrahim, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama,
(Malang: Bayu Media, 2005), hal. 248
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 93
16
Jhonny Ibrahim, Op. Cit., hal. 257
17
Ibid.,hal. 268
18
Ibid., hal. 192
Universitas Sumatera Utara
11
Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan
Dan Keselamatan Penerbangan, serta peraturan-peraturan lain yang
mendukung penelitian ini.
b.
Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang
relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran,
karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan
materi yang diteliti.
c.
Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsepkonsep dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kamus berbagai bahasa, kamus-kamus hukum,
ensklopedia dan sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan
(library reseacrh) dan juga dengan melakukan wawancara langsung sebagai data
pendukung, dimana wawancara dilakukan dengan informan dan juga responden
lain yang mendukung peneilitian ini, namun penelitian ini lebih diarahkan kearah
penelitian studi kepustakaan, karena penulis sebelumnya sudah mencoba
melakukan wawancara berkaitan dengan judul yang dipilih tetapi tidak mendapat
jawaban yang memuaskan dan mendukung dari narasumber terkait materi
penulisan skripsi ini.
Studi kepustakaan (library reseacrh) adalah serangkaian usaha untuk
memperoleh
data
dengan
jalan
membaca,
menelaah,
mengklarifikasi,
Universitas Sumatera Utara
12
mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang
berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada
relevansinya dengan permasalahan penelitian yang dibahas dalam skripsi.
Wawancara dengan informan adalah suatu sarana atau alat pengumpulan data di
dalam penelitian dengan menunjukkan adanya suatu hubungan diantara dua pihak
yang mengandalkan diri pada pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
bahan yang dikaji. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat
ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen.
Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi, teori-teori,
pendapat-pendapat
atau
penemuan-penemuan
yang
berhubungan
dengan
permasalahan penelitian. 19
5. Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat
dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategorikategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut. 20 Data yang
telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif,
yaitu:
a.
b.
Mengumpulkan bahan hukum,
undangan yang terkait dengan
transportasi udara.
Memilah-milah bahan hukum
melakukan sistematisasi bahan
dikaji di dalam penelitian.
berupa inventarisasi peraturan perundangkeamanan dan keselamatan pengguna jasa
yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya
hukum sesuai dengan permasalahan yang
19
Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan
Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 24
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), hal. 225
Universitas Sumatera Utara
13
c.
d.
Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk
menemukan kaiedah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan
hukum tersebut.
Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan
menggunakan teori sebagai pisau analisis.
Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan
menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan
membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas
dan kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan
tujuan penulisan yang dirumuskan. 21
M. Keaslian Penulisan
Penulisan
skripsi
yang
berjudul
“Aspek
Hukum
Perlindungan
Keselamatan Penumpang Sipil Dalam Penerbangan Militer Ditinjau Menurut
Peraturan Perundang-Undangan (Studi Kecelakaan Pesawat Hercules A-1310)”.
Adalah hasil pemikiran sendiri. Penulisan skripsi ini menurut sepengetahuan,
belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada seperti beberapa judul penelitian
yang diuraikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya
berbeda, dan oleh karena itu keaslian dari penulisan skripsi ini dapat di
pertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah.
N. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah skripsi ini,
maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam lima
bab, yang gambarannya sebagai berikut:
21
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rosda Karya, 2008), hal. 48
Universitas Sumatera Utara
14
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai latar belakang,
permasalahan,
tujuan
penulisan,
manfaat
penulisan,
metode
penelitian, keaslian penulisan, sistematika penulisan.
BAB II :
ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA
SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN
2009TENTANG PENERBANGAN
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai pengertian hukum
pengangkutan udara, hak dan kewajiban penyedia jasa dalam
melaksanakan kegiatan pengangkutan udara bagi warga sipil, serta
aturan-aturan hukum pengangkutan udara bagi warga sipil dengan
menggunakan penerbangan sipil.
BAB III :
ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENUMPANG DALAM
PENERBANGAN MILITER
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai hak-hak penumpang
atas keselamatan penerbangan militer ditinjau dari aturan hukum
penerbangan Indonesia, syarat-syarat dan prosedural ketentuan
dalam penerbangan militer, dan bentuk perlindungan hukum yang
diberikan
pemerintah
bagi
penumpang
khususnya
dalam
penerbangan militer.
Universitas Sumatera Utara
15
BAB IV :
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KESELAMATAN
PENUMPANG SIPIL DALAM PENERBANGAN MILITER
DITINJAU MENURUT MENURUT PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN (STUDI KECELAKAAN
PESAWAT HERCULES A-1310)
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai hak dan kewajiban para
pihak dalam penerbangan sipil dan militer, aspek keselamatan
penerbangan sipil dan militer, pelaksanaan tanggung jawab
penyedia jasa angkutan bagi warga sipil atas keselamatan dan
keamanan penerbangan militer.
BAB V :
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana
akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang
dibahas.
Universitas Sumatera Utara