Penggambaran Kesenjangan Sosial Masyarakat “Belitung” Dalam Film “Laskar Pelangi” (Analisis Semiotika Dalam Film Laskar Pelangi)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah
Kota Manggar Belitung Timur adalah kota kedua terbesar dan teramai di
pulau Belitung. Kota ini adalah sebuah kecamatan dan sekaligus merupakan ibu
kota Kabupaten Belitung Timur, propinsi kepulauan Bangka Belitung. Pusat kota
Manggar Belitung Timur ini terletak di desa Baru, yang terdiri dari berbagai
macam etnis yang bermukim disana, seperti Melayu, Cina, Bugis dan masih
banyak yang lainnya. Perlu diketahui, kota Manggar juga sebagai tujuan
wisatawan, karena memang dikota ini menyimpan berbagai macam objek wisata
yang tidak kalah seru dan indahnya dengan kabupaten Belitong, khususnya di
Tanjung Pandan Belitung. Manggar dulunya hanyalah kota kecamatan kecil yang
baru beberapa tahun ini berdiri sendiri menjadi kota Kabupaten, selain sebagai
kampung halaman Ahok, Manggar juga merupakan kampung halaman Andrea
Hirata penulis Novel Best Seller Laskar Pelangi, tepatnya di kecamatan Gantung.
(http://www.kompasiana.com)
Secara geografis Kabupaten Belitung terletak antara 107°08' BT sampai
107°58' BT dan 02°30' LS sampai 03°15' LS dengan luas seluruhnya 229.369 ha
atau kurang lebih 2.293,69 km2. Sebelah Utara berbatasan dengan laut Cina
Selatan, sebalah Timur berbatasan dengan kabupaten Belitung Timur, Sebelah

Selatan berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan selat
Gaspar. Kabupaten Belitung merupakan bagian dari wilayah Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung yang juga merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 98
buah

pulau

besar

dan

kecil.

(http://www.belitungkab.go.id/mod_demografi.php?=geografis).
Gantong merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Belitung
Timur. Gantong merupakan kota terbesar kedua setelah Manggar. Letaknya
sekitar 20 km dari ibukota kabupaten Manggar. Nama gantong diambil dari
sebuah jembatan gantung terbesar yang membentang di atas sungai Lenggang.

Universitas Sumatera Utara


Gantong merupakan salah satu lokasi penambangan timah yang ada di kepulauan
Bangka Belitung.
Matapencaharian penduduk mayoritas bekerja sebagai penambang timah.
Perkembangan infrastruktur cukup baik, terutama karena ditunjang oleh
keberadaan PT Timah di daerah tersebut. Perkembangan tersebut antara lain
1
jaringan telepon yang memadai, pelabuhan
kecil di Sungai Lenggang, gedung

bioskop dan teater, serta lapangan golf. Itu semua adalah milik PT Timah. Akan
tetapi sejak pertengahan 1985, Gantong mengalami masalah penurunan ekonomi
yang serius, terlebih karena penutupan aktivitas penambangan di pulau
itu.(http://annodomine-spranotoscj.blogspot.com).
Perkembangan sarana komunikasi dan kemajuan teknologi yang semakin
pesat menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap media massa. Media massa
secara pasti mempengaruhi pemikirandan tindakan khalayak. Media membentuk
opini publik untuk membawanya pada perubahan yang signifikan.
Film merupakan media massa yang mampu menjadi media informasi bagi
khalayak ramai. Film merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Film

adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa
pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada
pita seluloid, pita video, piringan video dan atau bahan hasil penemuan teknologi
lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses
elektronik atau proses lainnya dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan
dan atau ditayangkan dengan system proyeksi mekanik, elektronik dan lainnya. (
UU No. 8 thn 1992 tentang perfilman ).
Menilik perfileman, di Indonesia, film pertama di negeri ini berjudul ‘’
Lely Van Java ‘’ yang di produksi di Bandung pada tahun 1926 oleh seorang yang
bernama David. Lalu disusul oleh ‘’ Eulis Atjih ‘’ produksi Kouger Corporation
pada tahun 1927/1928, yang kesemuanya masih film bisu dan produksinya masih
didominasi oleh warga belanda dan warga cina. (www.slideshare.net).
Selang beberapa waktu, muncullah film bicara yang pertama. Film itu
ditulis oleh penulis Indonesia yang bernama saerun dengan judul “ Terang Bulan “
yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Mochtar. (www.slideshare.net).

Universitas Sumatera Utara

Pada penghujung tahun 1941 pasca Perang Asia Timur Raya pecah,
perfilman di Indonesia diambil alih oleh Jepang ketika pemerintahan Belanda

takluk di hadapan Jepang. Perusahaan- Perusahaan film seperti Wong Brothers,
South Pacific dan Multi Film pun tak luput diambil oleh pemerintahan Jepang.
Pasca kemerdekaan, dunia perfilman Indonesia kembali berubah.
Perusahaan film Nippon Eiga Sha ( nama pengganti perusahaan NV Multi Film
pada zaman Belanda) diserahkan secara resmi pada tanggal 6 Oktober 1945
kepada pemerintahan Indonesia yang diwakili oleh R.M Soetanto di Ishimoto,
Jepang. Sejak saat itulah lahir Berita Film Indonesia ( BFI ) (www.slideshare.net).
Dan mulai saat itu pula perkembangan perfilman di Indonesia mulai marak
hingga mencuat pada dekade pertengahan 1950-an. Dengan dipelopori “ Sticoting
Hiburan Mataram “ yang sudah berdiri sejak zaman Revolusi, mulailah berdiri
berbagai perusahaan film bertaraf Nasional hingga tercipta pula Persatuan Artis
Republik Indonesia.
Pasang surut dunia perfilman Indonesia terjadi pasca dekade tersebut.
Permasalahan silih berganti hingga menyebabkan Panitia Perancang UndangUndang Perfilman ( PPFU) tidak memadai lagi untuk mencakup seluruh kegiatan
perfilman. Hingga pada akhirnya timbul dekadensi pada dunia perfilman
Indonesia memasuki dekade 1980-an.
Namun memasuki abad ke 20, perfilman Nasional telah bangun dari
tidurnya, konspirasi ini ditandai dengan munculnya rasa optimistis insan muda
film dalam berkarya. Mungkin hanya dunia filmlah yang akan mampu
membanggakan hati mereka yang telah dilanda kerisis identitas, status dan

kepercayaan sebagai bangsa Indonesia ( Prisgunanto, 2004:229 ).
Film dilahirkan dari perpaduan unsur kesenian baik teater, musik, seni
suara, seni tari dan seni rupa, serta perkembangan dari teknologi fotografi dan
rekaman suara. Adapun pesan komunikasi dalam sebuah karya film tertuang dan
diwujudkan dalam cerita dan misi yang dibawa film tersebut.
Film yang dimaksudkan di sini adalah film teatrikal, yaitu film yang
diproduksi secara khusus untuk dipertunjukkan di gedung-gedung pertunjukan
atau gedung bioskop ( Effendi, 1993:205 ).

Universitas Sumatera Utara

Seiring dengan perkembangan teknologi, film teatrikal yang dimaksud
tidak hanya dapat diputar di gedung-gedung bioskop, tetapi sudah dapat dibuat
dalam format VCD atau DVD. Harga DVD atau VCD semakin mudah untuk
dijangkau kantong dan penyediaannya pun menyebar luas dimana-mana.
(www.wikipedia.com).
Film diartikan sebagai gambar hidup juga sering disebut movie maupun
sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni populer dari hiburan dan juga bisnis.
Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur
palsu) dengan camera dan atau oleh animasi ( www.wikipedia.com ).

Film sebagai suatu bentuk komunikasi massa yang dikelola menjadi suatu
bentuk komoditi. Di dalamnya ada produser, pemain dan seperangkat kesenian
lain yang mendukung, seperti seni musik, seni rupa, seni teater, seni suara dan
lainnya. Semua unsur tersebut terkumpul menjadi komunikator dan bertindak
sebagai agen transformasi budaya.
Terdapatlah berbagai jenis film yang dibedakan menurut sifatnya yang
terdiri dari film cerita (story film), film berita (newsreel), film dokumenter
(documentary film) dan film kartun (cartoon film). Adapun pengelompokkan film
menurut Ardianto dan Komala (2004:138), antara lain:
a. Film Cerita, jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim
dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan
didistribusikan sebagai barang dagangan.
b. Film Berita, film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi,
terdapat nilai berita yang penting dan menarik bagi khalayak.
c. Film Dokumenter, karya cipta mengenai kenyataan, hasil interpretasi
pembuatannya mengenai kenyataan dari film tersebut.
d. Film Kartun, film animasi yang sasaran utamanya adalah anak-anak,
namun semua kalangan menyukainya dikarenakan sisi kelucuannya yang
biasa hadir disetiap tayangannya.
Jenis film yang digunakan dalam penelitian ini adalah film cerita. Film

cerita adalah sebuah film yang sudah dituliskan dalam bentuk naskah (script),
kemudian diperankan oleh bintang film yang namanya sudah tidak asing lagi di

Universitas Sumatera Utara

telinga penontonnya. Film ini menyajikan cerita yang mengandung berbagai unsur
yang menyentuh perasaan manusia.
Film jenis ini bersifat auditif visual yang disajikan dalam bentuk gambar
yang dapat dilihat serta suara yang dapat didengar dan dinikmati khalayak. Film
ini lazimnya dipertunjukkan di gedung pertunjukan atau gedung bioskop (cinema)
dan didistribusikan sebagai barang dagangan yang diperuntukkan untuk semua
publik di manapun mereka berada. Maka tak salah bila para produser saling
berlomba-lomba memproduseri film cerita ini sebaik-baiknya dan sebagusbagusnya demi memuaskan kebutuhan khalayak akan film yang berkualitas.
Dunia perfilman Indonesia kembali bergairah pasca tayangnya film Ada
Apa Dengan Cinta kemudian disusul dengan film yang bergenre anak-anak
dengan tema petualangan, yakni kisah petualangan Sherina pada tahun 2000
silam. Hingga mampu pula melahirkan berbagai film bergenre anak-anak yang
mengedepankan sisi pendidikan, seperti film untuk Rena, Joshua Oh Joshua,
hingga film Denias. (www.korantempo.com).
Dan pada akhir Oktober 2008 lalu, Miles Film dan Mizam Production

memproduseri film bertajuk Laskar Pelangi. Film Laskar Pelangi merupakan film
cerita panjang (feature length film). Film jenis ini merupakan film berdurasi lebih
dari 60 menit, lazimnya berdurasi 90-100 menit (Effendi, 2002: 13).
Laskar Pelangi dapat dikatakan sebagai film fenomenal. Bahkan menurut
harian Tempo 14 November 2008, Mira Lesmana selaku produser, mengatakan
bahwa film ini berhasil mengalahkan film Ayat-Ayat Cinta dalam jumlah
penonton, yakni hingga mencapai 4 juta penonton. Sedangkan film Ayat-Ayat
cinta hanya mencapai 3’7 juta penonton ( www.korantempo.com ).
Penonton film Laskar Pelangi tidak hanya dari kalangan pelajar saja yang
menjadi segmentasi utama ditayangkannya film ini. Namun dari semua kalangan,
tidak terkecuali orang nomor satu dinegri ini, yakni Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan beberapa tokoh pemerintah lainnya yang turut serta menonton
film tersebut. (www.korantempo.com).
Film laskar pelangi adalah sebuah film yang merupakan adaptasi dari
sebuah novel berjudul “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata. Film laskar pelangi
berdurasi 125 menit, diproduseri oleh Mira Lesmana dan disutradarai oleh Riri

Universitas Sumatera Utara

Riza. Cerita ini berawal dari Ikal yang diperankan oleh Lukman Sardi (anak asli

Pulau Belitong) yang berkunjung ke kampung halamannya. Ia mengantarkan
cerita pada masa kecil di pulau tersebut, cerita tentang pertama kalinya ia masuk
sekolah SD Muhammadiyah. Kelas baru yang berusaha dibuka oleh 2 orang guru
yang hebat Bu Muslimah dan Pak Harfan, sekolah yang memiliki syarat untuk
membuka sekolah tersebut dimana harus memiliki 10 orang murid. Saat itu baru 9
orang, kemudian Harun yang menyelamatkan anak-anak yang ingin bersekolah
sebagai siswa yang ke-10. Maka terbentuklah Laskar Pelangi dari 10 orang murid
itu yang terdiri dari Ikal, Lintang, Mahar, Borek, A-Kiong, Kucai, Syahdan,
Trapani, Sahara dan Harun (http://donieorens.wordpress.com, 2011).
Masyarakat memiliki persepsi bahwa masa depan yang adil, makmur dan
sejahtera hanya dapat diraih oleh kemampuan seseorang yang memadai. Namun
sedikit sekali yang sadar bahwa ada kekuatan struktur dan suprastruktur yang
mempersulit seseorang menggapai kesuksesan hidup, diantaranya pemerintahan,
ideologi, sistem

keyakinan, politik bahkan pendidikan. Kemudian timbul

anggapan bahwa kemampuan tersebut hanya dapat dikuasai dengan cara
bersekolah. Sehingga baik guru, masyarakat dan pemerintah pun terjerat dalam
kapitalis, hingga akhirnya takut menatap masa depan ketika tak membawa bekal

kemampuan yang layak. Dan guru pun kini takut tak dapat membekali siswa
mereka dengan kemampuan yang cukup. (www.scribd.com).
Ironisnya ketika tujuan utama bersekolah untuk mendapatkan pekerjaan,
maka dunia kerja pun mematok harga yang sangat mahal, yakni dengan berbekal
ijasah tanda lulus sekolah. Kontan saja segala cara dilakukan agar seseorang dapat
lulus ujian meskipun penguasaan kompetensi yang semestinya diperlukan di dunia
kerja diabaikan. Kebijakan pemerintah untuk mengembalikan kewenangan
kelulusan siswa pada dewan guru pun masih menjadi problematika tersendiri bagi
guru yang ingin siswanya meraih masa depan terbaik. (www.scribd.com).
Film Laskar Pelangi menyajikan kepada kita sebuah model pendidikan
yang mendasarkan diri pada pendidikan akhlak dan budi pekerti, penanaman nilai
humaniora (empati dan kepedulian kepada sesama), penanaman nilai-nilai
spiritualitas. Model pendidikan yang ditekankan oleh Pak Harfan dan Bu

Universitas Sumatera Utara

Muslimah kepada anak didiknya itu begitu menonjol digambarkan dalam film
Laskar Pelangi.
Dalam film Laskar Pelangi juga terdapat berbagai macam kesenjangan
sosial yang terjadi dikalangan masyarakat bawah, yaitu suatu keadaan yang tidak

seimbang yang dirasakan oleh para buruh PN Timah dan anak-anak yang
menimba ilmu di SD Muhammadiyah yang memiliki keterbatasan dalam segi
fasilitas, sekolah yang tidak memadai dan keadaan sekolah yang sudah tidak layak
dibandingkan dengan anak-anak yang bersekolah di SD PN Timah yang memiliki
fasilitas yang lengkap. (www.kompasiana.com).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai kesenjangan sosial masyarakat di dalam film laskar pelangi tersebut.

2. Fokus Masalah
Dari uraian dalam konteks masalah yang dipaparkan, fokus masalah pada
penelitian ini adalah ‘’ bagaimana kesenjangan sosial masyarakat Belitung dalam
film laskar pelangi?”.

3. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka peneliti
membatasi masalah agar menjadi lebih jeles dan terarah. Adapun pembatasan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu penelitian yang tidak terpaku pada jumlah
namun lebih fokus pada kesenjangan sosial masyarakat Belitung dalam film laskar
pelangi.
2. Subjek penelitian ini adalah film Laskar Pelangi.
3. Penelitian ini menggunakan Model Analisis Semiotik Roland Barthes.

4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan sebagai
berikut:
Untuk mengetahui penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitung dalam
film “Laskar Pelangi”.

Universitas Sumatera Utara

5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan di
bidang ilmu komunikasi khususnya studi analisis semiotika.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas cakrawala
pengetahuan peneliti serta mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU.
3. Secara peraktis, penelitian ini diharapkan dapat menggugah masyarakat agar lebih
peduli terhadap pendidikan bagi masyarakat pedesaan agar lebih terperhatikan.

Universitas Sumatera Utara