Penggambaran Kesenjangan Sosial Masyarakat “Belitung” Dalam Film “Laskar Pelangi” (Analisis Semiotika Dalam Film Laskar Pelangi)

(1)

DAFTAR REFRENSI

Ardianto, Elvinaro dan Komala. 2004. Komunikasi Massa suatu pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Budiman, Kris. 1999. Kosa Semiotika. Yogyakarta: LKIS

Bungin, Burhan, 2010. Penelitian Kualitatif: Komunikan, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana Prenama Media Group.

Browell, David dan Kristin Thompson. 1993. Film and Art: An Introduction. New York: Mc Graw Hill.

Eco, Umberto. 2009. Teori Semiotika, Bantul: Kreasi Wacana.

Effendy, Onong Uchjana, 2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama

Fiske, John. 2007. Cultural and communication studies cetakan ke- IV

Gardner, Howard. 1983. 7 Kecerdasan dan Sekolah: Howard Gardner dalam Frames of Mind. http://beranda.blogsome.com, pada 28 Oktobet 2013.

Hoed, Benny. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya (FIB) Universitas Indonesia.

Indrakusuma, Amir Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. http://donieorens.wordpress.com, 2011. Tentang Laskar Pelangi.

http://donieorens.wordpress.com, pada 6 Mei 2013.

http://www.belitungkab.go.id, 2006. Kondisi Geografis Kabupaten Belitung. Diakses dari http://www.belitungkab.go.id/mod_demografi.php?id=geografis. Pada 6 Mei 2013.

http://www.id.wikipedia.org

http://www.laskarpelangithemovie.com http://www.wikipedia.com

Kriyantono, Rahmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Goup.

Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta : Paradigma. Nawawi, Hadari. 2001. Metodologi penelitian Bidang social. Yogyakarta, UGM Press.


(2)

Piliang, Yasraf Amir. 2006. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogya karta: Jalasutra.

Rakhmat, jalaluddin. 1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Singarimbun. Masri. 1995. Metode penelitian survey. Jakarta: LP3ES

Sobur, Alex, 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Yogyakarta: Jalasutra.


(3)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis merupakan salah satu cara pandang dalam menganalisis suatu media yang seringkali dianggap lawan dari paradigma positivistik. Dikategorikan ke dalam penelitian interpretatif, penelitian ini bersifat subjektif dan sangat mengandalkan kemampuan peneliti dalam menafsirkan suatu teks yang dikaitkan dengan nilai-nilai ideologi, budaya, moral dan spiritual (Piliang, 2006:23).

Berdasarkan pendekatan kualitatif, maka penelitian ini menggunakan jenis riset deskriftif kualitatif . Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi, melainkan bertujuan membuat deskripsi yang secara sistematis, faktual dan akurat (Kriyantono, 2006:69).

Pendekatan yang digunakan adalah riset kualitatif. Riset kualitatif adalah riset yang data-datanya berupa pernyataan-pernyataan dan berasal dari pendekatan interpretatif (subjektif) (Kriyanto, 2006:52).

Selain itu, penelitian ini ditujukan juga untuk mengidentifikasi masalah, membuat perbandingan atau evaluasi, serta pembelajaran atas suatu pengalaman (Rakhmat, 1984:25).

3.2Operasionalisasi Konsep a. Tanda

Tanda dapat berupa apa saja, entah suara, huruf, bentuk, gambar, warna, gerak, dan lain sebagainya. Tanda adalah gabungan konsep dan citra. Secara khusus penelitian ini akan melihat tanda-tanda yang membentuk teks dalam film Laskar Pelangi.

b. Denotasi

Denotasi secara umum dikenel sebagai makna yang sebenarnya, makna pada apa yang tampak. Makna yang dihasilkan bersifat eksplisit, langsung dan


(4)

pasti. Pesan langsung ini sampai pada kita tanpa harus menggunakan penafsiran. Denotasi dalam penelitian ini adalah makna sebenarnya dari teks (tulisan dan Gambar) yang tampak pada subjek penelitian dalam film Laskar Pelangi.

c. Konotasi

Konotasi sering diartikan sebagai makna yang tersirat, konotasi menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroprasi makna yang tidak ekplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Konotasi disini ialah bagaimana teks tersebut dimaknai sesuai dengan konsep budaya, nilai dan sejarah, ketika penanda dikaitkan dengan aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, dan keyakinan. Penelitian ini mencari tahu makna konotasi dari gambar dalam film Laskar Pelangi.

d. Mitos

Dalam pemahaman Barthes, mitos adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbitrer atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah (Piliang, 2003:261).

e. Gender

Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap: kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat yang dapat dipertukarkan (Fakih, 2004:8).

3.3Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini akan memaksimalkan library research, yaitu riset berdasarkan literature/referensi yang mencakup buku, internet, dan sebagainya yang mendukung dalam penelitian yang bertema semiotika dalam film.


(5)

3.4Teknik Analisis Data

Analisis data menunjukkan kegiatan penyaderhanaan data ke dalam susunan tertentu yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, sehingga dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan. Penelitian ini menganalisis kesenjangan sosial yang terdapat dalam film Laskar Pelangi dengan menggunakan analisis semiotika.

3.5Kelemahan penelitian

Penelitian dengan perangkat semiotika mendasarkan pada penafsiran peneliti pada adegan. Dengan penafsiran, kita memasuki dunia dalam teks, menyelami, dan menyingkap makna yang ada di dalamnya.

Penelitian ini bersifat subjektif, sehingga pengetahuan, latar belakang budaya, kepercayaan, afiliasi politik, minat, bahkan perasaan si peneliti ketika melakukan penelitian akan berpengaruh pada hasil penelitian. Sehingga penelitian ini, meski bisa menguak hal-hal kecil, tetapi tidak bisa melihat keseluruhan aspek, hanya sisi-sisi tertentu saja yang dianggap menarik.

Selain itu, penelitian ini bersifat refetitif (pengulangan terjadi ketika menganalisis satu kejadian lalu menuju kejadian lainnya). Kriteria kualitas penelitian dengan metode ini bersifat historical, yakni sejauh mana penelitian memperhatikan konteks historis, sosial, budaya, ekonomi, dan politik dari setiap adegan-adegan. Oleh sebab itu, semakin dalam peneliti melibatkan konteks sosial di mana subjek peneliti berada, maka semakin baik hasil penelitian. Juga sebaliknya, menghindari konteks sosial adalah kesalahan yang vital dalam menganalisis yang menyebabkan hasil penelitian akan dangkal.


(6)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Film Laskar Pelangi 4.1.1 Filmografi Laskar Pelangi

Judul Film : Laskar Pelangi Tahun Produksi : 2008

Jenis Film : Berwarna Durasi : 120 Menit

Produser : Mira Lesmana

Sutradara : Riri Riza Penulis Skenario : Salman Aristo

Produksi Home-Video : Jive Collection

Produksi Film : Miles Film dan Mirzan Productions Co-writer : Mira Lesmana dan Riri Riza

Co-produser : Putut Widjanarko dan Gangsar Sukrisno Produser Eksekutif : Bakhtiar Rakhman dan Haidar Bagir Associate producer : Avesina Soebli

Line producer : Toto Prasetyanto Sinematografi : Yadi Sugandi

Edito : Dono Waluyo

Musik : Aksan dan Titi Sjuman Penata artistic : Eros Eflin 22


(7)

Penata suara : Dwi Budi dan Satrio Budiono Penata kostum : Chitra Subiyakto

Penata rias : Jerry Octavianus

Casting : Ismaya Nugraha

Koordinator casting : Nanda Giri

Assisten sutradara : Titien Watimena dan Rivano Setyo Utama Premier terbatas : 22 September 2008

Pemutaran perdana : 25 September 2008

Website : www.laskarpelangithemovie.com

Pemain :

Cut Mini Zulfani

Ikranagara Ferdian

Slamet Rahardjo Veris Yamarno

Tora Sudiro Suharyadi Syah Ramadan

Lukman Sardi Yogi Nugraha

Ario Bayu Febriansyah

Mathias Muchus Suhendra/ A Hen

Rieke Diah Pitaloka Muhamad Syukur Ramadan

Robby Tumewu Dewi Ratih Ayu Savitri

Alex Komang Yepri Yanuar

Teuku Rifnu Wikana Marcella El Jolla Kondo

Jajang C Noer Levinas

Penghargaan :

• Film terbaik di Berlin Internasional Film Festival 2009.

• Official Selection Hongkong Internasional Film Festival 2009. • Best Film dan Best Editor Nomination di Asian Film Award 2009.

• Kategori film terpuji, sutradara terbaik, penata musik terpuji, penata artistik terpuji, pemeran wanita utama terpuji, dan pemeran pembantu pria terpuji dalam festival Film Bandung ke-22 pada Jum’at 24 April 2009.


(8)

• Pendatang terbaru terbaik, pemeran wanita terbaik, pemeran pria terbaik, soundtrack film terbaik, dan film terbaik dalam Indonesia Movie Award pada Sabtu, 16 Mei 2009.

• Penghargaan Pendidikan dari Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo bagi penulis Novel Laskar Pelangi, serta kru film Laskar Pelangi, termasuk sutradara, produser dan penulis skenario dan sejumlah pemainnya pada peringatan Hari Guru Nasional di Depdiknas Jakarta, Selasa 25 September 2008.

• The Golden Butterfly Award kategori film terbaik Internasional Festival Film for Children and Young Adult di Hamedan, Iran.

4.1.2 Penokohan dalam Film Laskar Pelangi

Tokoh-tokoh yang berperan sebagai anggota Laskar Pelangi, yaitu:

1. Zulfany sebagai Ikal: Tokoh “aku” dalam film ini. Ikal merupakan teman sebangku tokoh yang bernama Lintang, kegemarannya menulis puisi. Ia menyukai A Ling, sepupunya A Kiong, yang ditemuinya pertama kali saat membeli kapur tulis di sebuah toko kelontong yang bernama Sinar Harapan. Pada akhirnya hubungan mereka terpaksa berakhir akibat kepergian A Ling ke Jakarta untuk menemani bapaknya.

2. Ferdian sebagai Lintang: seorang anak pesisir yang miskin, dan berperan pula sebagai teman sebangku Ikal yang sangat pintar dibandingkan dengan anggota Laskar Pelangi lainnya. Ayahnya bekerja sebagai seorang nelayan yang miskin yang harus menanggung hidup seluruh anggota keluarganya yakni satu anak laki-laki yaitu Lintang dan tiga orang perempuan yang masih kecil-kecil tanpa seorang ibu. Lintang telah menunjukkan minat sekolah yang sangat tinggi semenjak hari pertama sekolah. Ia selalu aktif didalam kelas dan pandai didalam bidang pelajaran matematika, terutama kemampuannya menghitung tanpa harus menuliskannya di kertas terlebih dahulu. Namun semenjak ayahnya meninggal dunia diapun terpaksa berhenti sekolah agar ia dapat bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya.

3. Veris Yamarno sebagai Mahar: anak laki-laki berparas rupawan, berkulit coklat dan bertubuh kurus ini memiliki bakat dan minat besar dalam bidang kesenian. Pertama kali diketahui tanpa sengaja Bu Muslimah mendengar Mahar bernyanyi


(9)

“Bunga Seroja” ketika Laskar Pelangi sedang bermain di lapangan. Kemudian Mahar pun ditunjuk sebagai ketua kelompok yang bertanggung jawab sebagai penata artistik atas segala jenis kesenian yang akan ditampilkan dalam acara karnaval 17 Agustus. Dan berkat keunikan dalam atraksinya, pada karnaval kali ini SD Muhammadiyah menjadi yang terbaik dan mendapatkan hadiah berupa trofi yang selama berpuluh-puluh tahun hanya dimiliki oleh SD PN Timah.

4. Dewi Ratih Ayu Savitri sebagai Sahara: adalah anak perempuan dalam anggota Laskar Pelangi. Sahara adalah seorang gadis yang memiliki sifat keras kepala berpendirian kuat yang sangat patuh terhadap agama. Ia sangat perpegang teguh pada pendirian atas pendidikan agama yang ia dapatkan, makanya ia tidak mau ikut saat Mahar dan Flo tertarik pada dunia mistis, dan mengajak seluruh anggota Laskar pelangi mendatangi seorang dukun agar lulus pada ujian akhir sekolah. Sahara juga merupakan gadis yang ramah dan pandai, ia baik kepada siapa saja, terutama kepada Harun yang memiliki keterbelakangan mental.

5. Suhendra/ A Hen sebagai A Kiong: Anak hokian, keturunan Tionghoa yang memiliki rasa persahabatan yang sangat tinggi dan baik hati, serta suka menolong kepada siapapun termasuk pada saat membantu Ikal ketika ingin bertemu dengan A Ling, seorang gadis yang sangat ia sukai.

6. Yogi Nugraha sebagai Kucai: Ketua kelas sepanjang generasi sekolah Laskar Pelangi. Meskipun ia sudah sering menolak untuk diangkat sebagai ketua kelas kembali, namun tetap saja tidak ada pernah seorangpun yang bersedia menggantikan ia sebagai ketua kelas.

7. Febriansyah sebagai Borek: Anak laki-laki yang bertubuh besar yang gila dalam membesarkan otot dan senang dipanggil Samson. Borek selalu menjaga citranya sebagai laki-laki macho dengan berupaya membesarkan ototnya. Sampai-sampai ia rela memberikan pengetahuan rahasia pada Ikal dan A Kiong tentang bagaimana caranya mendapatkan otot dada yang besar, yakni dengan menggunakan bola tenis selayaknya alat bekam yang akan menarik otot dada sehingga menonjol dan berbentuk bidang.

8. Yepri Yanuar sebagai Harun: Anak laki-laki yang memiliki keterbelakangan mental, inilah yang menyelamatkan SD Muhammadiyah dari rencana penutupan sekolah yang apabila muridnya kurang dari sepuluh orang anak. Harun selalu


(10)

bercerita tentang kucingnya yang berbelang tiga dan melahirkan tiga anak dan senang sekali menanyakan kapan hari libur kepada Bu Muslimah.

9. Muhamad Syukur Ramadan sebagai Syahdan: Anak laki-laki sebagai anggota Laskar Pelangi yang suka menolong semua teman-teman dan keluarganya.

10.Suharyadi Syah Ramadan sebagai Tripani: Anak laki-laki anggota Laskar Pelangi.

Tokoh-tokoh lainnya, yaitu:

1. Cut Mini sebagai Bu Muslimah: Dia adalah ibunda guru bagi anggota Laskar Pelangi. Wanita lembut ini adalah pengajar anggota laskar pelangi dan merupakan guru yang paling berharga bagi mereka, karena selalu mengajar mereka dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Bu Muslimah rela mengajar laskar pelangi dengan tidak dibayar sekalipun, dan ia pun teguh untuk meneruskan perjuangan SD Muhammadiyah dengan tidak bersedia meninggalkan SD Muhammadiyah meskipun mendapat tawaran untuk mengajar di SD PN Timah.

2. Ikranagara sebagai Pak Harfan: Kepala sekolah dari sekolah SD Muhammadiyah. Dia adalah seorang yang sangat baik hati dan penyabar meskipun murid-murid awalnya takut ketika melihatnya. Bila sedang menceritakan kisah-kisah perjuangan Nabi, Pak Harfan sangat diperhatikan secara seksama oleh laskar pelangi. Namun pada akhirnya Pak Harfan meninggal dunia di bangku kerjanya akibat sakit yang ia derita sejak lama.

3. Marchella El Jolla Kondo sebagai Flo: Seorang anak perempuan yang tomboy yang berasal dari keluarga kaya. Dia merupakan seorang murid pindahan dari sekolah SD PN Timah dan sekaligus tokoh terakhir yang muncul sebagai bagian dari anggota laskar Pelangi. Flo merupakan anak perempuan yang tertarik dengan dunia mistis, dan akhirnya berteman akrab dengan Mahar yang juga tertarik dengan hal-hal mistis. Hingga pada akhirnya mereka berdualah yang mencetuskan ide untuk minta kunci jawaban ujian akhir sekolah pada seorang dukun sakti yang tinggal di sebuah pulau terpencil yang bernama Lanun. Namun ternyata yang mereka dapatkan hanyalah sebuah kertas yang bertuliskan mantra yang isinya menyuruh agar semua anak harus rajin belajar bila ingin pintar dan berusaha bila ingin berhasil.


(11)

4. Levina sebagai A Ling: Seorang anak perempuan keturunan Tionghoa yang berparas cantik dengan kulit dan bermata sipit yang merupakan saudara sepupu A Kiong dan juga cinta pertama Ikal. Awal mula Ikal jatuh cinta kepada A Ling, ketika ia membeli kapur tulis di sebuah toko kelontong. Ikal pun baru dapat bertemu dengan A Ling ketika ada acara keluarga di rumah A Kiong. Tak berapa lama kemudian, A Ling pun harus pergi ke Jakarta untuk menemani apaknya disana.

5. Rifnu T Wikana sebagai Pak Bakri: Seorang guru SD Muhammadiyah yang kemudian keluar dari sekolah tersebut dan memilih mengajar di SD Negri 1 Bangka karena alasan ekonomi yang ditawarkan, dengan gaji dan kehidupan yang lebih terjamin.

6. Tora Sudiro sebagai Pak Mahmud: seorang guru yang mengajar di SD PN Timah yang suka dengan Bu Muslimah dan selalu merayu Bu Mus untuk pindah mengajar di SD PN Timah. Berkali-kali ia merayu Bu Mus, namun tetap saja tidak menarik minat Bu Mus untuk pindah dari SD Muhammadiyah. Meskipun begitu, saat acara cerdas cermat antar sekolah sekecamatan Gantong, ia membela SD Muhammadiyah pada jawaban terkhir yang dianggap salah oleh juri, padahal jawaban tersebut benar adanya.

7. Slamet Rahardjo sebagai Pak Zulfikar: seorang teman lama Pak Harfan. Setelah meninggalnya Pak Harfan, tokoh inilah yang menyemangati Bu Mus agar kembali semangat mengajar pasca meninggalnya Pak Harfan. Tokoh ini pulalah yang membantu SD Muhammadiyah hingga mendapat gelar juara cerdas cermat tingkat Sekolah Dasar.

8. Mathias Muchus sebagai ayah Ikal: Seorang pegawai PN Timah yang miskin dengan tiga anak dan satu istri yang juga merupakan teman baik Pak Harfan. Saat pak Harfan maninggal dunia, ia menghibur Ikal agar tidak terus-menerus larut dalam kesedihan.

9. Rieke Dyah Pitaloka sebagai ibu Ikal: seorang ibu rumah tangga yang mengurusi segala kebutuhan keluarga Ikal, dari memasak, menggosok dan mencuci baju. Ibu Ikal merupakan seorang wanita yang lembut tetapi tetap tegas bila dihadapkan dengan masalah yang menyangkut dengan keluarganya. Ia merupakan seorang ibu yang pengertian, seperti saat Ikal diejek kakak-kakaknya


(12)

karena masalah sepatu, ia tidak lantas memarahi kakak Ikal, melainkan hanya memberi nasihat dan memberi pengertian juga kepada Ikal.

10.Lukman Sardi sebagai Ikal dewasa: Tokoh “aku” dalam film Laskar Pelangi. Tokoh inilah yang menceritakan kisah masa kecilnya dalam gambaran cerita dengan alur flash back.

11.Aryo Bayu sebagai Lintang dewasa: Tokoh gambaran dewasa dari Lintang, seorang anak jenius dari pesisir. Ia terpaksa meninggalkan bangku sekolah demi mencari nafkah untuk kelangsungan hidup keluarganya. Dalam film ini, ia menurunkan bakat dan kemampuannya yang luar biasa pada anaknya yang sudah duduk di sekolah dasar.

12.Robby Tumewu sebagai pemilik toko kelontong: seorang pria Tionghoa, pemilik toko serba ada yang bernama Sinar Harapan.

13.Alex Komang sebagai ayah Lintang: Seorang pria yang bekerja sebagai seorang nelayan untuk menafkahi seluruh anggota keluarganya, ia harus menanggung beban anak-anaknya yang masih kecil-kecil dan tanpa seorang istri. Dialah yang mendorong Lintang agar agar terus bersekolah demi mengejar cita-cita yang tinggi.

14.Jajang C Noer sebagai Bu Harfan: Seorang wanita paruh baya yang mendampingi pak Harfan sebagai istrinya, ia merupakan seorang wanita yang sangat perhatian kepada Pak Harfan, selalu mengingatkan Pak Harfan agar selalu pergi ke puskesmas bila Pak Harfan sakit. Namun Pak Harfan tetap saja tidak mau hingga akhirnya sampai meninggal dunia.

4.1.3 Sinopsis Film

Cerita ini merupakan kisah masa kecil “Ikal” seorang anak asli asal Belitong yang terjadi di kecamatan Gantong, pada tahun 70-an. Saat itu SD Muhammadiyah yang merupakan SD Islam tertua yang terdapat di tanah Belitong dengan dasar budi pekerti, demi tegaknya akhlakul karimah (akhlak yang baik), terancam dibubarkan oleh pemerintah setempat jikalau siswa baru tidak mencapai sepuluh orang pada tahun ini.

Ketika itu baru ada sembilan anak yang menghadiri acara pembukaan sekolah. Akan tetapi, tepat ketika Pak Harfan, sang kepala sekolah berpidato


(13)

hendak menutup sekolah dan Bu Muslimah hendak pergi mencari satu anak lagi yang mau masuk sekolah, tiba-tiba harun yang memiliki keterbelakangan mental beserta ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah Islam satu-satunya yang ada di tanah Belitong itu.

Dimulai pada tahun kelima pasca mereka bersekolah di SD Muhammadiyah, dari sanalah cerita berawal, saat-saat ketika Kucai dinasehati bu Mus karena tidak dapat membantu kawan-kawannya masuk kelas hingga ia berniat mengundurkan diri dari jabatan sebagai ketua kelas. Lalu kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek pada Ikal demi mendapatkan badan yang kekar dan macho. Pengalaman cinta pertama Ikal pada A Ling, kejadian ditemukannya bakat yang luar biasa Mahar, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang dan pergi setiap harinya ketika akan menuju ke sekolah.

Laskar Pelangi merupakan sebuah nama yang diberikan oleh Bu Muslimah karena kekaguman kesepuluh anak tersebut terhadap pelangi. Ia memberikan nama tersebut ketika anak muridnya sedang melihat pelangi dan mereka sangat mengaguminya, dengan sepontan pula Bu Mus memanggil mereka dengan sebutan “Laskar Pelangi”.

Dengan berbekal semangat perjuangan meraih pendidikan meskipun dengan segala keterbatasan, laskar pelangi berhasil mengharumkan nama sekolah SD Muhammadiyah dengan segala cara. Misalnya dari sisi kreatifnya Mahar yang menciptakan paduan seni gerak, suara dan musik hingga membuahkan kemenangan pada karnaval 17 Agustus-an, dan kecerdasan Lintang dalam menjawab soal matematika dan memenangkan lomba cerdas cermat se kecamatan Gantong bersama Mahar dan Ikal.

Laskar Pelangi mengarungi hari-hari dengan menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah kesepuluh persahabatan ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang tidak kunjung pulang ketika pergi melaut, sehingga memaksa Lintang harus putus sekolah dengan sangat mengharukan, karena harus membiayayi semua anggota keluarganya yang sudah tidak memiliki ibu.

Namun meskipun begitu, Lintang tetaplah menjadi inspirasi bagi anggota laskar pelangi lainnya karena kecerdasan dan kejeniusannya itu. Sebab


(14)

kegigihannya dalam perjuangan menuntut ilmu patut dijadikan contoh luar biasa dalam meraih bangku pendidikan meskipun memiliki segala macam keterbatasan.

4.2 Konstruksi Kesenjangan Sosial Masyarakat Belitung dalam Film Laskar pelangi

Film sebagai salah satu bentuk komunikasi massa yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang terkandung dalam cerita kepada khalayak. Sesuai pula dengan misinya, bahwa selain sebagai media hiburan, film pun digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building (pembentukan nasionalisme dan karakter diri). ( Effendy dalam Ardiyanto dan Komala, 2004:136).

Mengambil Film Laskar Pelangi sebagai unit analisis dalam penelitian ini, terdapat kontruksi kesenjangan sosial dan budaya yang terkandung dalam adegan-adegan film (actor’s performance, sound and production design) serta sinematografi (camera angle, jarak kamera dan penempatan kamera) yang mewarnai setiap unsur dalam film yang bertemakan sosial dan pendidikan ini.

Berawal dari karya Andrea Hirata yang menuliskan representasi masa kecilnya menjadi sebuah novel pada tahun 2004, hingga novel tersebut diterbitkan oleh penerbit Bentang (anak perusahaan Mizan Productions) pada bulan Oktober 2005. Dan akhirnya Mira Lesmana sebagai produser dan Riri Reza sebagai sutradara dari Miles Film pun tertarik untuk mengangkat kisah laskar pelangi ke film layar lebar.

Menilik dari latar cerita, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, Mira dan Riri memutuskan menggunakan pemeran anak-anak asli Belitong disertai dengan dukungan aktor dan aktris yang sesuai. Selain itu, demi mendapatkan hasil akhir yang lebih otentik, maka setting cerita film ini dilakukan didaerah asalnya. Laskar Pelangi menceritakan masa kecil “Ikal” seorang anak asli Belitong yang menggambarkan kehidupan anggota Laskar Pelangi dalam berjuang mendapatkan pendidikan meski dengan segala keterbatasan yang ada.

Cerita dimulai dengan scene seorang pemuda yang berusia sekitar 26 tahun, sedang duduk di bangku pojok bis dekat jendela. Secara Close up, dengan ekspresi sedang memikirkan sesuatu, ia teringat kehidupan kecilnya, Belitong.


(15)

Disertai pula sejumlah gambar yang mendeskripsikan bahwa Belitong adalah sebuah pulau yang memiliki kandungan potensi alam yang melimpah tapi belum dapat dinikmati oleh rakyat asli Belitong itu sendiri akibat eksploitasi pihak lain. Sebagaimana dikemukakan pada awal teks film:

“Aku biasa dipanggil Ikal, anak asli Belitong. Gambar-gambar ini adalah bukti tak terbantah, Belitong adalah salah satu pulau terkaya di Indonesia. Pulau dengan urat-urat timah yang melimpah-limpah, urat-urat yang menggoda bangsa lain untuk datang dan mengambil alih semua potensi di pulau ini. Setelah negeri ini merdeka pun, rakyat Belitong belum dapat merasakan kekayaan alamnya sendiri. Nampak tembok-tembok birokrasi yang mengkotak-kotakkan harapan.”

Ikal kemudian teringat kembali kisah seorang anak pesisir yang miskin yang pantang menyerah dengan semangat tiada akhir yang pernah dijumpainya. Lalu ia membayangkan masa kecilnya itu. Dengan alur cerita flash back, dimulailah awal cerita laskar pelangi dalam film ini.

Belitong tahun 1974, pagi itu, Ikal yang berangkat sekolah terpaksa mengenakan sepatu bekas kakak perempuannya. Sepatu berwarna putih dengan corak bergambar bunga dan garis berwarna merah muda itupun dipakai pada hari pertamanya bersekolah di sebuah sekolah dasar Muhammadiyah yang bangunan kayunya tampak rapuh karena termakan usia, dengan atap seng yang sudah berkarat serta seringkali bocor ketika hujan tiba dan terasa sangat panas ketika cuaca sangat terik. Meskipun demikian tidak menyurutkan semangat anak-anak miskin untuk bersekolah demi meraih cita-cita.

Adegan kemudian berlanjut saat anak-anak tiba di sekolah. Pak Harfan, Bu Mus beserta kesembilan anak murid dan orang tua wali murid yang berada di SD Muahammadiyah berharap cemas pada ancaman pemerintah pusat, sebab apabila pada hari itu mereka tidak dapat minimal sepuluh anak murid, maka dengan terpaksa sekolah itupun akan ditutup. Tiba-tiba terlihatlah dari kejauhan, seorang anak laki-laki yang berlari. Anak laki-laki itu adalah Harun, seorang anak yang memiliki keterbelakangan mental. Maka dengan itu, berakhirlah kecemasan para guru dan murid dari ancaman penutupan sekolah.

Lima tahun kemudian dimulailah kisah-kisah menggembirakan dan mengharukan yang terjadi pada laskar pelangi. Kisah tersebut banyak


(16)

menceritakan tentang penggambaran budaya pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah Belitong, Sumatera Selatan.

Penggambaran tersebut mencakup penggambaran tentang budaya pendidikan kecerdasan yang dideskripsikan melalui pendidikan formal dan informal di sekolah maupun pendidikan yang mereka dapati di kehidupan sehari-hari ataupun dengan berinteraksi dengan orang lain. Lalu pendidikan agama yang selalu diajarkan baik secara eksplisit dan implisit melalui tatacara berwudhu ataupun kisah perjuangan para Nabi hingga pendidikan moral yang dibekalkan kepada seorang pengajar, meskipun hanya berupa nasehat. Serta pendidikan kesejahteraan keluarga yang secara implisit tergambar pada kisah kehidupan anggota keluarga laskar pelangi yang rela bekerja demi membantu perekonomian keluarga supaya menjadi lebih baik.

4.2.1 Analisis Kesenjangan Sosial Masyarakat Belitung dalam Film Laskar Pelangi

Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidak seimbangan sosial yang terjadi di masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dalam berbagai aspek, misalnya dalam keadilanpun bisa terjadi, antara orang kaya dan miskin, buruh dan orang yang berkuasa. Kemiskinan merupakat faktor utama yang banyak mempengaruhi kesenjangan sosial di kalangan masyarakat (Saussure dalam Hoed, 2007:3). Bahasa juga merupakan penggunaan kode yang merupakan penggabungan fonem (unsur terkecil dari bunyi atau ucapan) sehingga membentuk kata dengan aturan sintaksis (penggabungan kata menjadi kalimat dengan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu) untuk membentu kalimat yang memiliki arti (Wikipedia.com).

Dalam film laskar pelangi terdapat gambar atau bukti nyata yang menggambarkan tentang kesenjangan sosial masyarakat yang terjadi di tanah Belitong, yaitu pada adegan pembuka pada menit 00:44 sampai menit 01:12 seperti yang terdapat pada tabel berikut:

Tabel 1


(17)

Visual

Keadaan masyarakat Belitong pada Zaman Kolonial Belanda

Visual

Tambang timah yang dikuasai oleh Kolonial Belanda dan pemilik modal


(18)

Visual

Para pemilik modal dan Kolonial Belanda yang menguasai tambang-tambang timah

Signifier (penanda) Keadaan masyarakat asli Belitong yang menjadi buruh dan pekerja kasar di tanah kelahiran mereka sendiri Signified (petanda) Tambang-tambang timah yang dikuasai oleh Kolonial

Belanda dan para pemilik modal

Makna Denotasi 1 Perbedaan keadaan antara masyarakt asli Belitong dengan Kolonial Belanda dan para pemilik modal Makna Konotasi 1

(Makna Denotasi 2)

Analisis semiotika tentang penggambaran

kesenjangan sosial masyarakat asli Belitong dengan Kolonial Belanda dan para pemilik modal

Makna Konotasi 2 Penindasan terhadap kaum yang lemah

Pada gambar-gambar tersebut terlihat penanda (signifier) berupa bukti nyata yang tidak terbantahkan, bahwa Belitong adalah daerah yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah yakni berupa timah, namun tambang-tambang timah tersebet dikuasai oleh pihak Kolonial Belanda dan para pemilik modal. Sehingga petanda (signified) yang dimaksudkan adalah tambang-tambang timah yang sangat menggiurkan para pemilik modal dan pihak-pihak asing yang ingin menguasainya.

Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar adalah kesenjangan sosial yang terjadi pada masyarakat asli Belitong yang menjadi kuli dan buruh di tanah kelahiran mereka sendiri dan hidup dengan serba kekurangan dan jauh dari


(19)

kata layak, sedangkan para Kolonial Belanda dan para pemilik modal hidup dengan mewah dan penuh dengan harta yang berlimpah karena dengan menguras hasil kekayaan alam Belitong.

Dalam film laskar pelangi, terdapat adegan lain yang mempersentasikan kesenjangan sosial. Adegan yang memperlihatkan kesenjangan sosial masyarakat Belitong yakni pada saat adegan awal yang diambil secara long shoot pada menit 02:33, sebagaimana tergambar pada tabel berikut:

Tabel 2

Lemahnya Sektor Pendidikan Bagi Kaum Pekerja

Visual

Ayah Ikal mengantar anaknya ke sekolah

Visual

Pegawai PN Timah mengejek Ikal dan Ayahnya

Signifier (Penanda) Dialog pegawai PN Timah “Woi, percuma sekolah, nantinya akan jadi kuli juga”.

Signified (Petanda) Ejekan seorang kuli PN Timah lainnya pada Ikal dan ayahnya.


(20)

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Analisis kesenjangan sosial masyarakat Belitong, yakni kaum buruh hanya mampu menyekolahkan anaknya di sekolah yang hampir rubuh.

Makna Konotasi 2 Lemahnya pendidikan karena kondisi prekonomian yang tidak menentu, sehingga anggaran pendidikan tidak merata.

Adegan tersebut menggambarkan saat ayah Ikal mengantarkan Ikal pergi ke sekolah dengan menggunakan sepeda, kemudian ketika berpapasan dengan sejumlah pegawai PN Timah, mereka lantas mengejek Ikal yang akan disekolahkan di SD Muhammadiyah.

kalimat berupa dialog yang merupakan penanda (signifier) berupa kalimat “woi, percuma sekolah, nantinya akan jadi kuli juga”, dialog tersebut merupakan petanda (signified) dari ejekan seseorang kepada ayah Ikal dan Ikal, maknanya adalah cerminan seseorang pada tentang tidak pentingnya pendidikan.

Makna konotasinya adalah penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang menghubungkan setting sekolah Muhammadiyah yang keadaan bangunannya miring dan hanya ditopang dengan sebatang pohon serta dengan menggunakan sejumlah properti yang sederhana, reot dan usang. Setting ini menggambarkan sekolah tersebut hampir rubuh dan hanya memiliki fasilitas yang terbatas. Hingga timbul stereotip bahwa sarana dan prasarana yang baik menetukan kualitas yang baik pula.

Adapun makna konotasi lain yang tergambar yakni cerminan lemahnya sektor pendidikan, karena kondisi perekonomian bangsa yang tidak menentu. Kondisi tersebut menyebabkan pemerataan anggaran pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) belum sepenuhnya berjalan hingga menyebabakan peningkatan kualitas pendidikan yang belum maksimal.

Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang lainnya terlihat pada menit ke 05:37 sampai 06:21 pada saat orang tua murid–murid SD Muhammadiyah menunggu dengan perasaan cemas murid yang ke sepuluh, seperti terlihat pada tabel berikut:


(21)

Tabel 3

SD Muhammadiyah yang sedikit peminatnya

Visual

Orang tua yang tidak mampu terpaksa menyekolahkan anak-anaknya di SD Muhammadiyah

Visual

Pengumuman seragam apa saja yang wajib dikenakan


(22)

Visual

Kecemasan orang tua murid menunggu murid yang ke sepuluh

Signifier (penanda) Orang tua dan para murid menunggu murid yang ke sepuluh

Signified (petanda) Kecemasan tampak terlihat diwajah para orang tua dan murid yang menunggu murid yang ke sepuluh Makna Denotasi 1 Perbedaan antara SD Muhammadiyah dan SD PN

Timah diawal penerimaan murid baru Makna Konotasi 1

(Makna Denotasi 2)

Analisis semiotika tentang penggambaran kesenjangan masyarakat Belitong antara SD Muhammadiyah dan SD PN Timah tentang awal penerimaan murid-murid baru

Makna Konotasi 2 Orang-orang yang tidak mampu hanya bisa

menyekolahkan anaknya di SD yang hampir rubuh

Terlihat penanda (signifier) pada saat awal penerimaan murid baru diantara kedua sekolah tersebut, dimana SD Muhammadiyah belum mendapatkan sepuluh orang murid sebagaimana yang disaratkat oleh Dinas Pendidikan setempat. Sehingga petanda (signified) yang dimaksudkan adalah kecemasan nyang terlihat diwajah para orang tua dan murid SD Muhammadiyah yang menunggu murid yang ke sepuluh.


(23)

Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni perbedaan yang terlihat diantara kedua sekolah tersebut, hanya orang-orang yang mampu saja yang dapat menyekolahkan anaknaya di SD PN Timah, sedangkan orang-orang yang tidak mampu dan para buruh hanya mampu menyekolahkan anaknya di sekolah yang sudak hampir roboh itu.

Hal tersebut mencerminkan kesenjangan sosial yang terjadi pada masyarakat asli Belitong yang tidak mampu, hanya dapat menyekolahkan anaknay di SD Muhammadiyah yang hampir roboh itu, sedangkan para pemilik modal dan penguasa seakan-akan tidak percaya dengan sistem pengajaran yang diterapkann oleh sekolah yang hampir rubuh itu, sehinggan mereka menyekolahkan anaknya di sekolah yang memiliki fasilitas yang lengkap yaitu SD PN Timah.

Penggambaran keadaan kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang lainnya terlihat pada menit ke 05:54 pada saat pertama kali penerimaan murid baru di sekolah SD Muammadiyah dan SD PN Timah seperti terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4

Perbedaan yang Sangat Jelas

Visual


(24)

Visual

Penerimaan murid baru SD PN Timah

Signifier (penanda) Keadaan yang sangat memprihatinkan yang dihadapi oleh SD Muhammadiyah

Signified (petanda) Para orang tua murid dan guru SD Muhammadiyah menunggu satu orang anak lagi agar menjadi genap sepuluh

Makna Denotasi 1 Walaupun dalam keadaan sekolah yang hampir rubuh tetapi kedua guru itu tetap bersemangat menunggu murid yang datang.

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Analisis semiotika pada kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang sangat terlihat perbedaannya.

Pada adegan tersebut terdapat penanda (signifier) berupa keadaan murid SD Muhammadiyah yang sangat memprihatinkan yang menunggu kesepuluh murid yang belum pasti, tetapi mereka tetap bersemangat pada hari pertama bersekolah, kemudian makna konotasi yang digambarkan adalah gambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitung terlihat sangat kontras, SD Muhammadiyah yang keadaannya jauh dari kata layak, sehingga tidak ada yang mau mendaftar menjadi murid SD tersebut, sedangkan SD PN Timah yang memiliki fasilitas yang lengkap, sehingga pada penerimaan murid pertama banyak orang tua yang mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut, hanya orang-orang yang mampu saja yang dapat bersekolah di SD PN Timah, sedangkan para buruh


(25)

hanya mampu menyekolahkan anak-anaknya di SD yang hampir rubuh yaitu SD Muhammadiyah.

Adegan lain yang menggambarkan tentang kesenjangan sosial masyarakat Belitong terdapat pada menit 13:21 sampai menit 13:58 pada saat anak-anak laskar pelangi sedang menyebutkan Pancasila, terlahat adegan-adegan yang tidak sesuai dengan makna Pancasila tersebut, seperti terlihat pada gambar berikut: Anak-anak laskar pelangi yang sedang

menghafal Pancasila

Lintang yang bersemangat mendayung sepeda dari rumah ke sekolah yang berjarak 80 km

Masyarakat Belitong yang bekerja sebagai buruh di PN Timah

Masyarakat Belitong yang bekerja sebagai kuli panggul


(26)

Adegan tersebut merupakan petanda (signified) bahwa anak-anak laskar pelangi sedang menghafal Pancasila, Lintang yang bersemangat mendayung sepeda dari rumah ke sekolah yang berjarak 80 km, masyarakat Belitong bekerja sebagai buruh di PN Timah dan ada juga yang bekerja sebagai kuli panggul, sebagaimana dijelaskan pada tabel dibawah ini:

Tabel 5

Makna Pancasila yang tidak sesuai dengan kenyataannya Signifier (penanda) Anak-anak laskar pelangi sedang menghafalkan

Pancasila

Signified (petanda) Lintang yang bersemangat mendayung sepeda dari rumahnya ke sekolah dengan jarak 80 km

Makna Denotasi 1 Kehidupan masyarakat Belitong yang tidak sesuai dengan makna Pancasila

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Analisis semiotika tentang penggambaran

kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang tidak sesuai dengan makna Pancasila yang sedang dihafal oleh anak-anak SD Muhammadiyah

Makna Konotasi 2 Tidak terlihatnya makna Pancasila yang sesungguhnya

Makna denotasi dari sejumlah adegan tersebut yaitu tentang kehidupan masyarakat asli Belitong yang tidak sesuai dengan makna Pancasila yang sedang dihafal oleh anak-anak laskar pelangi, adapun makna konotasinya yakni berupa analisis penggambaran kesenjangan sosial yang dirasakan oleh masyarakat asli Belitong yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak yang dialami oleh anak-anak laskar pelangi dan tidak pula mendapatkan pekerjaan yang layak yang ditunjukkan oleh masyarakat yang bekerja sebagai buruh di PN Timah dan menjadi kuli panggul.

Makna konotasi lain yang coba digambarkan dalam adegan ini yakni akibat kekuasaan dari pihak PN Timah yang mengeksploitasi hampir seluruh kekayaan alam tanah Belitong, yang memaksa penduduk asli Belitong harus


(27)

menguras tenaga di tanah kelahiran mereka sendiri, daerah yang sesungguhnya makmur, kesenjangan sosial digambarkan dengan begitu jelasnya.

Adegan lain yang menggambarkan tentang kesenjangan sosial masyarakat Belitung terdapat pada adegan di menit 15:55 dan 17:25 yaitu pada saat hujan terjadi, ruangan kelas di SD Muhammadiyah mengalami kebanjiran, sehingga Pak Harfan menyuruh Bu Mus untuk mengajak anak-anak Laskar Pelangi agar bermain diluar kelas. Seperti pada tabel berikut:

Tabel 6

Kondisi Sekolah yang Jauh dari Kata Layak

Visual

Visual

Signifier (penanda) Kondisi atap sekolah yang bocor dan dinding sekolah yang hampir rubuh


(28)

kelas dan Pak Harfan bersama warga menyokong dinding sekolah yang hampir rubuh

Makna Denotasi 1 Kondisi sekolah SD Muhammadiyah yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat Makna Konotasi 1

(Makna Denotasi 2)

Kesenjangan sosial yang terjadi pada SD Muhammadiyah yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat, dikarenakan anak-anak yang bersekolah di SD tersebut adalah anak-anak para buruh

Makna Konotasi 2 Ketidak pedulian pemerintah setempat

Terlihat penanda (signifier) berupa anak-anak yang mengusir kambing-kambing agar keluar dari ruang kelas karena kondisi diluar sedang hujan, dan ketika Pak Harfan menyuruh Bu Mus agar mengajak anak-anak ke luar sekolah supaya Pak Harfan dafat membersihkan ruang kelas yang becek dan kotor akibat hujan dan kambing-kambing yang masuk ke dalam ruang kelas. Sehingga petanda (signified) yang dimaksudkan adalah kondisi atap sekolah yang bocor dan dinding sekolah yang hampir rubuh. Adapun makna denotasi yang tergambar yakni kondisi sekolah SD Muhammadiyah yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.

Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni ketidak peduliannya pemerintah setempat terhadap SD yang mayoritas muridnya adalah anak-anak para buruh dan pekerja kasar, yang mana mereka semua itu adalah anak-anak asli Belitong. Hal tersebut mencerminkan rendahnya rasa kepedulian pemerintah setempat terhadap kaum buruh dan para pekerja kasar.

Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong lainnya tergambar pada menit 19:34 sampai menit 22:00 saat Pak Zulfikar menasehati Pak Harfan agar berhenti mengajar dari SD Muhammadiyah, seperti tergambar pada tabel berikut:


(29)

Tabel 7

Pendidikan Hanya Dilihat dari Jumlah dan Statistik

Visual

Pak Zufikar sedang berdialog dengan Pak Harfan

Signifier (penanda) Pak Zulfikar menasehati Pak Harfan

Signified (petanda) Nasehat Pak Zulfikar kepada Pak Harfan agar menutup sekolah yang sudah tidak ada muridnya itu Makna Denotasi 1 Pak Harfan yang tetap berusaha mempertahankan

sekolah SD Muhammadiyah walaupun hanya sepuluh murid

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Analisis penggambaran kesenjangan sosial antara Pak Zulfikar dan Pak Harfan yang sama-sama seorang guru, namun keadaan Pak Harfan sangat sederhana Makna Konotasi 2 Sifat Pak Harfan yang tidak mudah menyerah

Terlihat penanda (signifier) berupa adegan saat Pak Zulfikar menasehati Pak Harfan dan saat Pak Harfan memperbaiki bangku yang sudah rusak. Sehingga petanda (signified) yang dimaksudkan adalah agar Pak Harfan menutup sekolah SD Muhammadiyah yang hanya memiliki sepuluh orang murid itu.

Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni perbedaan diantar kedua orang guru Pak Zulfikar dan Pak Harfan yakni kesenjangan sosial diantara keduanya yang sama-sama berprofesi menjadi seorang guru, namun Pak Harfan lebih terlihat sederhana dibandingkan dengan Pak Zulfikar.

Analisis semiotika tentang penggambaran kesenjangan sosial dan budaya dalam pendidikan logis matematis


(30)

Pendidikan logismatematis berkaitan dengan pola, rumusrumus, angka -angka dan logika. Salah satu adegan yang menggambarkan analisis semiotika kesenjangan sosial dan budaya dalam pendidikan logis-matematis yakni saat pelajaran berhitung. Sebagaimana penggalan scene berikut:

Penggalan scene 1

Penggambaran pola pengajaran berhitung di SD Muhammadiyah dan SD PN Timah INT. Di dalam ruang kelas : pagi hari

SHOOT VISUAL DIALOG AUDIO

(Sound Effect) (1) Long Shoot

Time: (00:23:29)

Pak Bakre yang keluar kelas pasca mengajar pengetahuan peta, lalu bu mus memsuki ruang kelas untuk mengajar berhitung pada anak-anak laskar pelagi. BuMus: Assalamualaikum Anak-anak: Waalaikum salam, bu mus. (2)

Medium Close Up Time: (00:23:35)

Gambar foto presidan, dan wakil presiden dan gambar garuda pancasila. Kemudian pak Mahmud memasuki ruang kelas, lalu langsung menjelaskan metode pengajaran

menghitung untuk hari

ini yakni menggunakan

kalkulator.

Pak Mahmud: pagi anak-anak… dalam pelajaran

menghitung pagi ini, bapak akan mengajarkan kalian menggunakan kalkulator.. masing-masing kalian (menunjukkan kalkulator), akan mendapatkan kalkulator


(31)

(3) Medium long shoot Time: (00:23:55)

Suasana kelas ketika anak-anak sedang bertepuk tangan. Suasana seluruh kelas hingga

memperlihatkan

bagian badan Pak Mahmud.

Fx:

Tepuk tangan anak-anak

sekelas.

(4) Medium Close

Up Time: (00:23:58)

Pak Mahmud meminta Flo membagi-bagikan kalkulator kepada teman-temannya.

Pak Mahmud: Flo kamu bantu bapak membagi-bagikan kalkulato kepada teman-temanmu, ya!

(5) Medium Close

Up Time: (00:24:00)

Gambar sekotak penuh kalkulator.

(6) Medium Shoot Time: (00:24:02)

Ekspresi wajah Flo yang sebenarnya enggan

melakukan apa yang disuruh pak Mahmud.

Dari penggalan scene tersebut, terdapat dialog berupa Pak Mahmud kepada murid-muridnya serta dialog Bu Mus kepada anak-anak laskar pelangi. Dalam scene itu tergambar analisis pendidikan berupa kesenjangan sosial dan budaya serta kecerdasan logis-matematis, serta subtansi budaya pendidikan seperti tercantum pada table berikut:


(32)

Tabel 8

Subtansi Marginalisasi Masyarakat

Visual

Visual

Signifier (penanda) Pembagian kalkulator dan penggunaan lidi

Signified (petanda) Penggunaan kalkulator dan penggunaan lidi sebagai alat bantu hitung cepat

Makna Denotasi 1 Perbedaan pola pengajaran berhitung antara SD PN Timah dan SD Muhammadiyah

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Analisis semiotika dalam penggambaran kesenjangan sosial antara SD PN Timah dan SD Muhammadiyah, antara menggunakan kalkulator dan lidi sebagai alat


(33)

bantu untuk mempermudah cara berhitung Makna Konotasi 2 Perbedaan antara masyarakat pemilik modal dan

kaum pekerja

Terlihat penanda (signifier) berupa pada saat adegan Pak Mahmud membagi-bagikan kalkulator kepada siswa-siswa SD PN Timah, dan pada saat Bu Mus meminta siswa-siswa SD Muhammadiyah mengeluarkan lidi. Sehingga petanda (signified) yang dimaksudkan adalah penggunaan alat bantu untuk belajar berhitung. Adapun makna denotasi yang tergambar yakni perbedaan pola pengajaran di kedua sekolah tersebut.

Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni berbedanya pola pengajaran di kedua sekolah tersebut. SD Muhammadiyah yang jauh lebih sederhana dalam menggunakan alat bantu berhitung yakni dengan menggunakan lidi, sedangkan pola pengajaran yang diterapkan di SD PN Timah menggunakan kalkulator (alat penghitung elektronik) sebagai alat bantu hitung cepat, mempersentasikan kesenjangan sosial antara SD PN Timah dan SD Muhammadiyah yang satu menggunakan kalkulator dalam peroses belajar hitung dan yang satunya masih menggunakan lidi sebagai alat bantu berhitung.

Hal tersebut mencerminkan rendahnya penghargaan terhadap proses, kecenderungan ini menggambarkan bahwa keberadaan kalkulator sebagai bentuk kemajuan teknologi dimanfaatkan untuk memudahkan segala aktifitas mereka. Sehingga dengan teknologi, mereka justru lebih percaya kemampuan mesin daripada percaya kepada kemampuan diri sendiri.

Makna konotasi lain yang digambarkan dari kesenjangan pola pengajaran tersebut yakni marginalisasi masyarakat yang diakibatkan adanya hegemoni kekuasaan kelompok kapitalis sebagai pemilik modal dan alat produksi, dalam hal ini PN Timah yang mengeksploitasi kekayaan alam Belitong tanpa melihat nasib rakyat asli Belitong sebagai kaum pekerja di tanah kelahiran mereka sendiri.

Sehingga tercermin bahwa terjadi kesenjangan sosial pada kehidupan masyarakat di Belitong. Perbedaan yang kontras pada penggunaan lidi sebagai alat bantu hitung di SD Muhammadiyah dan penggunaan kalkulator sebagai alat bantu hitung di SD PN Timah, merupakan titik senteral yang menggambarkan


(34)

kesenjangan sosial tersebut. Hal ini menggambarkan pemerintah daerah Belitong saat itu hanya sekedar simbol tanpa mampu menata kekayaan daerah untuk memakmurkan penduduk asli Belitong.

Cerminan ini menggambarkan budaya perbedaan kelas, seperti pandangan Karl Marx dalam The Communist Manifesto berisi penggambaran perjuangan kelas pada masyarakat kapitalis, yakni kelas yang terdiri dari orang yang menguasai alat produksi atau dinamakan kaum kapitalis, yang mengeksploitasi kelas yang terdiri atas orang yang tidak memiliki alat produksi, yaitu kaum proletar (Mark dalam Sunarto, 2000:5).

Terdapat juga penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang lain tergambar pada saat adegan anak-anak yang membaca peta dunia yang sudah robek dan usang yang ditempelkan didepan kelas yaitu pada menit 26:24 sampai menit 26:36 seperti tergambar pada tabel berikut:

Tabel 9

Anak-anak yang semangat dalam belajar, walaupun dengan fasilitas yang terbatas

Visual

Visual


(35)

Signifier (penanda) Peta Indonesia yang sudah robek dan usang ditempelkan di depan kelas, dan murid-murid yang sedang menjawab pertanyaan Bu Mus

Signified (petanda) Pengajaran geografi berupa pengenalan membaca peta, khususnya peta Indonesia

Makna Denotasi 1 Pembelajaran pengetahuan letak geografis wilayah Indonesia.

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat belitong, khususnya para murid SD Muhammadiyah ketika belajar pelajaran geografi menggunakan peta yang sudah robek dan usang.

Makna Konotasi 2 Sikap yang penuh semangat yang ditunjukkan oleh anak-anak laskar pelangi ketika belajar membaca peta.

Dari tabel tersebut, tergambar penanda (signifier) yakni pemasangan peta wilayah Indonesia di depan kelas dan murid-murid yang sedang menjawab


(36)

pertanyaan Bu Mus tentang pengetahuan peta, merupakan petanda (signified) pengajaran geografi berupa pengenalan membaca peta, khususnya peta wilayah Indonesia.

Adapun makna denotasi dari adegan tersebut adalah pembelajaran pengetahuan letak geografis Indonesia dilihat dari peta. Para siswa SD Muhammadiyah diajarkan mengenal letak geografis sejumlah wilayah di Indonesia dengan peroses tanya jawab. Sedangkan makna konotasi yang tergambar yakni pendidikan kecerdasan yang berhubungan dengan bentuk, lokasi dan membayangkan hubungan diantaranya (Gardner dalam beranda.blogsome.com).

Analisis tentang penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong khususnya para siswa SD Muhammadiyah yang tergambar secara eksplisit, yakni gambar peta Indonesia yang rapuh dan robek mencerminkan pesan yakni bahwa keterbatasan sarana dan prasarana yang terbatas dan sudah hampir tidak layak dipakai yang dimiliki oleh SD Muhammadiyah, namun di dalam keterbatasan tersebut masih ada semangat yang tinggi dalam belajar dan mengajar.

Terdapat pula adegan yang menggambarkan tentang kesenjangan sosial masyarakat Belitong lainnya, yakni pada saat ulangan umum, SD Muhammadiyah terpaksa bergabung dengan SD PN Timah yang diambil pada menit 29:50 hingga menit 30:15 ketika anak-anak SD Muhammadiyah bergabung dengan SD PN Timah pada saat ujian, seperti terlihat pada tabel berikut:


(37)

Tabel 10

Perbedaan yang Terlihat Sangat Jelas

Visual

Visual

Signifier (penanda) Siswa-siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah yang sedang mengikuti ulangan umum

Signified (petanda) Siswa-siswa SD PN Timah mengenakan seragam sekolah, sedangkan siswa-siswa SD Muhammadiyah mengenakan pakaian biasa

Makna Denotasi 1 Perbedaan siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah terlihat jelas

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Analisis semiotika penggambaran kesenjangan sosial antara siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah, antara mengenakan seragam sekolah pada waktu ulangan umum dan mengenakan pakaian biasa


(38)

Makna Konotasi 2 Kesenjangan sosial yang begitu terlihat jelas

Terlihat penanda (signifier) adegan pada saat siswa-siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah sedang melaksanakan ulangn umum, dan ketika pengawas membagi-bagikan soal ujian kepada anak-anak yang mengikuti ujian. Sehingga petanda (signified) yang dimaksudkan adalah siswa-siswa SD PN Timah yang mengenakan seragam sekolah pada saat ulangan umum dan siswa-siswa SD Muhammadiyah yang mengenakan pakaian biasa. Adapun makna denotasi yang tergambar yakni perbedaan antara siswa-siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah terlihat begitu sangat jelas.

Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni kesenjangan sosial antara siswa-siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah dari segi seragam. Siswa-siswa SD PN Timah mengenakan seragam sekolah pada saat ulangan, sedangkan siswa-siswa SD Muhammadiyah mengenakan pakaian biasa pada saat ujian dikarenakan keterbatasan biaya, namun walaupun demikian mereka tetap bersemangat di dalam mengikuti ulangan sekolah tersebut.

Hal itu mencerminkan kesenjangan sosial diantara kedua Sekolah Dasar tersebut, mengenai pemakaian seragam sekolah pada saat mengikuti ulangan sekolah. SD PN Timah yang mayoritas murid-muridnya adalah anak-anak kaum pemilik modal dan pengusaha, dengan mudahnya, mampu membeli seragam sekolah yang diinginkan, sementara SD Muhammadiyah yang mayoritas murid-muridnya adalah anak-anak para buruh dan kuli kopra, tidak punya kemampuan untuk membeli seragam sekolah.

Adapun penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang lain adalah pada saat adegan yang digambarkan pada menit 31:52-33:50, saat adegan anak-anak laskar pelangi memperoleh liburan sekolah, setelah selesai ulangan umum. Masing-masing dari mereka mengisi liburan dengan membantu perekonomian orang tua dengan bekerja dan anak-anak SD PN Timah yang mengisi liburan mereka dengan bermain sepatu roda.

Adapun penanda (signifier) dari sejumlah adegan tersebut yakni pada saat anak-anak laskar pelangi bekerja menjadi buruh dan anak-anak SD PN Timah bermain sepatu roda, sebagaimana gambaran berikut:


(39)

Ikal yang berdagang sayuran di pasar pada saat berlibur

Anak-anak PN Timah yang bermain sepatu roda pada saat berlibur

Borek dan A Kiong menjadi kuli angkut pada saat berlibur

Anak-anak PN Tmah yang sedang bermain sepatu roda pada saat berlibur

Adegan tersebut merupakan petanda (signified) bahwa Borek dan A Kiong sedang bekerja sebagai kuli angkut, Ikal berdagang sayur di pasar dan beberapa anak PN Timah yang sedang bermain sepatu roda pada saat berlibur. Sebagaimana dijelaskan pada tabel dibawah ini:

Tabel 11


(40)

Signifier (penanda) Para anggota laskar pelangi menjadi kuli dan berdagang, sedangkan anak-anak PN Timah sedang bermain sepatu roda pada saat mengisi liburannya.

Signified (petanda) Para anggota laskar pelangi membantu orang tua mereka bekerja demi memperoleh penghasilan tambahan dan anak-anak PN Timah yang bermain sepatu roda.

Makna Denotasi 1 Kehidupan anggota laskar pelangi yang kurang mampu, memaksa mereka bekerja membantu perekonomian keluarga-keluarganya.

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitung yang ditunjukkan oleh anggota laskar pelangi dengan bekerja menjadi kuli demi membantu

perekonomian keluarga yang kurang mampu dan anak-anak PN Timah yang bermain sepatu roda pada saat mengisi liburannya

Makna Konotasi 2 Penggambaran nasib kehidupan penduduk asli Belitong.

Makna denotasi dari sejumlah adegan tersebut yaitu tentang kehidupan masyarakat asli Belitong yang digambarkan oleh anggota laskar pelangi yang membantu perekonomian keluarga mereka dengan bekerja, untuk memenuhi kebutuhan keuangan dan penghidupan yang layak bagi keluarga dan anak-anak PN Timah yang mengisi liburan mereka dengan bermain sepatu roda. Adapun makna konotasinya yakni berupa analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang digambarkan oleh anggota laskar pelangi saat bekerja demi membantu orang tua mereka, agar terpenuhi segala kebutuhan hidup keluarganya.

Makna konotasi lain yang coba digambarkan dalam adegan ini yakni akibat hegemoni kekuasaan PN Timah yang mengeksploitasi hampir seluruh kekayaan alam Belitong, yang memaksa penduduk asli belitong harus menguras tenaga di daerah mereka sendiri, daerah yang sesungguhnya makmur. Kesenjangan sosial disini digambarkan dengan jelas manakala anak-anak dibawah


(41)

umur terpaksa turut serta membantu perekonomian keluarga demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Tampak dalam hal ini penggambaran nasib masyarakat asli Belitong ditengah gemilangan harta alami yang tereksploitasi kaum kapitalis. Meskipun masyarakat asli Belitong sudah memperoleh pendidikan, namun pendidikan disini bukanlah unsur utama dalam mempertahankan kelangsungan hidup, karena tetap saja mereka harus tunduk pada kebutuhan ekonomi, kebutuhan pemenuhan sandang, pangan dan papan.

Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang lain terdapat pada penanda (signifier) berupa adegan pada menit 38:18 hingga menit 40:16 saat Pak Bakri bertemu Pak Harfan dan Bu Mus, ia mengatakan bahwa dirinya mendapat tawaran mengajar di SD Negri 1 Bangka. Tawaran tersebut merupakan petanda (signified) bahwa Pak Bakri tidak akan mengajar lagi di SD Muhammadiyah. Secara denotasi adegan ini merupakan bentuk pengunduran diri Pak Bakri dari SD Muhammadiyah. Sebagaimana digambarkan pada tabel berikut ini:

Tabel 12

Subtansi Sikap Matrealistis

Visual

Pak Bakri mengajukan pengunduran diri dari SD Muhammadiyah untuk mengajar di SDN 1 Bangka Signifier

(penanda)

Tawaran mengajar SD Negri 1 Bangka


(42)

(petanda) Muhammadiyah Makna Denotasi

1

Pak Bakri mengundurkan diri dari SD Muhammadiyah.

Makna Konotasi 1

(Makna Denotasi 2)

Analisis penggambaran kesenjangan masyarakat Belitong. Bila tidak ada lagi murid setelah Laskar Pelangi lulus, maka tidak ada pemasukan keuangan sehingga kelangsungan hidup bisa terancam.

Makna Konotasi 2

Sikap matrealistis dapat timbul karena adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Secara konotasi, pengunduran Pak Bakri karena tuntutan ekonomi, SD Muhammadiyah hanya memiliki sepuluh anak murid yang kehidupannya miskin dan tidak ada lagi murid lain selain mereka. Maka secara logis Pak Bakri berfikir bahwa kehidupannya tidak terjamin bila ia tetap mengajar di SD Islam tertua di tanah Belitong tersebut, pasca kesepuluh anak murid itu lulus sekolah dasar. Sehingga menimbulkan sikap matrealistis sehingga tujuan utama guru sebagai ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ menjadi luntur demi terpenuhinya segala kebutuhan ekonomi keluarga yang tak terbatas.

Pola berfikir logis yang digambarkan ini mencerminkan budaya pendidikan yang bukan lagi tanpa pamrih, karena faktor kebutuhan ekonomi yang tak terbatas yang memaksa seseorang untuk memenuhi segala kebutuhan tersebut. Setinggi apapun idealisme seorang guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, tetap saja dirinya pun harus tunduk pada tuntutan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai seorang manusia yang harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Adapun penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitung yang lainnya terdapat pada menit 54:06 sampai menit 56:05 yaitu pada saat persiapan untuk mengikuti karnaval 17 Agustus yang diikuti oleh SD se-kecamatan Gantong, sebagaimana tergambar pada tabel berikut:


(43)

Tabel 13

Keterbatasan Fasilitas Sekolah yang Kurang Mendukung

Visual

Persiapan SD PN Timah mengikuti karnaval

Visual

Persiapan SD Muhammadiyah mengikuti karnaval

Signifier (penanda) Persiapan mengikuti karnaval 17 Agustus

Signified (petanda) Pengunaan alat musik drum band dan perlengkapan yang disediakan oleh alam sebagai persiapan karnaval

Makna Denotasi 1 Perbedaan peralatan yang dipersiapkan dalam mengikuti karnaval


(44)

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Analisis pengganbaran kesenjangan sosial masyarakat antara SD PN Timah dan SD

Muhammadiyah dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti acara karnaval, antara fasilitas yang lengkap dan fasilitas yang tersedia oloeh alam Makna Konotasi 2 Keterbatasan fasilitas

Terlihat penanda (signifier) berupa adegan saat Mahar mempersiapkan kesenian apa yang akan ditampilkan pada saat acara karnaval nanti, sementara fasilitas yang dimiliki SD Muhammadiyah tidaklah ada, namun dengan bakat seni yang dimiliki oleh Mahar, muncullah ide dari Mahar sesuatu yang akan ditampilkan pada saat acara karnaval nanti, yaitu dengan menggunakan fasilitas yang disediakan oleh alam. Sehingga petanda (signified) yang dimaksudkan adalah penggunaan alat musik drum band dan fasilitas yang disediakan oleh alam dalam persiapan mengikuti acara karnaval.

Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni perbedaan fasilitas yang tersedia di kedua sekolah tersebut. SD PN Timah yang memiliki fasilitas yang memadai dalam persiapan mengikuti acara karnaval, sedangkan SD Muhammadiyah yang tidak memiliki fasilitas yang layak, memaksa Mahar menggunakan bakat seninya untuk memikirkan apa yang akan mereka tunjukkan di acara karnaval nanti, yaitu Mahar menggunakan fasilitas yang disediakan oleh alam.

Adegan yang memperlihatkan kesenjangan sosial masyarakat Belitong, yakni pada saat acara karnaval yang di ambil pada menit 57:03 sampai 58:25. Penanda (signifier) lainnya adalah penggunaan alat-alat musik seperti timpani, drum bass, drum melodi dan pianika pada marcing band yang ditunjukkan oleh siswa-siswa SD PN Timah. Selain itu juga terdapat penggunaan alat musik tabla pada pertunjukkan kesenian tradisional ciptaan Mahar yang dilakukan siswa-siswa dari SD Muhammadiyah, seperti pada tabel berikut:


(45)

Tabel 14

Subtansi Kontrasnya antara seni Modern dan Seni Tradisional

Visual

Marching Band SD PN Timah

Visual

Seni Tradisional Tabla SD Muhammadiyah

Signifier (penanda)

Penggunaan alat musik seperti drum, timpani, pianika serta tabla.

Signified (petanda)

Pertunjukkan kesenian dari siswa-siswi sekolah dasar se-kecamatan Gantong pada karnaval 17 Agustus

Makna Denotasi 1 Keragaman bentuk pertunjukkan kesenian Makna Konotasi

1

(Makna Denotasi 2)

Analisi penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong dalam pertunjukkan musikal, berupa kemampuan penggunaan berbagai alat musik.


(46)

2 asli negri sendiri.

Dari tabel tersebut, petanda (signified) adalah pertunjukkan kesenian dari para siswa sekolah dasar se-kecamatan Gantong pada acara karnaval 17 Agustus. Adapun makna denotasi yang tergambar adalah keragaman bentuk pertunjukkan kesenian yang dilakukan oleh para siswa se-kecamatan Gantong, diantaranya ada seni musik ala marching band ataupun gabungan dari seni suara, musik dan gerak dari seni tradisional ala Mahar.

Sedangkan makna konotasinya adalah penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong berupa keterbatasan fasilitas yang di miliki oleh SD Muhammadiyah pada saat pertunjukan karnaval, sehingga menggunakan fasilitas yang tersedia oleh alam. Kontrasnya budaya kesenian musik ala barat yang diwakili oleh kesenian marching band yang menggunakan alat musik modern dan budaya kesenian musik tradisional yang diwakili dari perpaduan seni suara, musik dan gerak yang diwakili oleh seni tradisional yang diciptakan oleh Mahar dengan alat musik sederhana.

Alat musik tabla yang digunakan Mahar adalah alat perkusi Indian yang digunakan dalam musik klasik, pop dan music religius dari negri India dan musik klasik ala Hindustan. Alat ini terdiri dari sepasang drum tangan yang berbeda antara ukuran dan timbernya. Kata tabla berasal dari bahasa Arab, yang secara sederhana berarti drum yang dating dari Aramaic (www.wikipedia.org/wiki/tabla.com).

Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong tergambar dari kontrasnya perbedaan penggunaan antara alat musik ala barat dengan alat musik tradisional, menggambarkan kecenderungan budaya modernisasi yang mulai memasuki kehidupan bangsa dengan maraknya arus budaya global. Seperti masuknya pralatan elektronik , yang dalam film laskar pelangi digambarkan pada adegan Mahar mendengarkan radio, hal itu merupakan salah satu bukti bahwa modernisasi mulai mewabah di tanah air.

Proses modernisasi telah menunjukkan suatu kecendrungan yang selalu melekat dalam latar sejarah yang berbeda, kearah alinasi (keterasingan anggota masyarakat diantara satu dengan yang lainnya) tenaga kerja, atomisasi masyarakat (keadaan masyarakat tidak lagi sepenuhnya merupakan suatu


(47)

kebetulan yang kokoh melainkan tercerai-berai atas anggota-anggotanya), birokrasi penguasa, dan homogenisasi kebudayaan (Nasution, 2004:83). Dalam hal ini proses modernisasi ditunjukkan dengan adanya homogenisasi kebudayaan berupa masuk dan berkembangnya budaya musik barat ke dalam negri.

Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitung juga terlihat pada menit 66:44 dan 66:50 saat Ikal membeli kapur di toko kelontong Sinar Harapan dengan harapan berjumpa dengan A Ling, sebagaimana tergambar pada tabel berikut:

Tabel 15

Ketidakpercayaan Kaum Penguasa Terhadap Kaum Buruh

Visual

Pemilik toko yang memarahi Ikal, agar membayar kapur yang kemaren diambil

Visual


(48)

Signifier (penanda) Pemilik toko kelontong yang memarahi Ikal Signified (petanda) Ikal yang ingin mengambil kapur tulis agar

bertemu A Ling

Makna Denotasi 1 Perbedaan antara pemilik toko dan Ikal yang hanya seorang anak buruh pekerja

Makna Konotasi 1 (Makna Denotasi 2)

Analisis penggambaran kesenjangan sosial antara pemilik toko kelontong dan anak SD

Muhammadiyah yang bernama Ikal, agar membayar kapur-kapur yang sudah diambil dari kemarin

Makna Konotasi 2 Anggapan pemilik toko kelontong terhadap SD Muhammadiyah yang tidak mampu membayar kapur-kapur yang telah diambil

Terlihat penanda (signifier) berupa adegan pada saat pemilik toko kelontong yang memarahi Ikal supaya Bu Mus membayar semua kapur-kapur yang telah diambil, dan saat Ikal ingin mengambil kapur lagi dengan harapan bertemu dengan A Ling. Sehingga petanda (signified) yang dimaksudkan adalah pengambilan kapur dengan alasan agar bertemu dengan A Ling. Adapun makna denotasi yang tergambar yakni perbedaan antara pemilik toko kelontong dengan seorang anak buruh pekerja.

Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni anggapan pemilik toko kelontong terhadap SD Muhammadiyah yang tidak mampu membayar kapur-kapur yang sudah diambil, hal ini menggambarkan kesenjangan sosial antara pemilik toko kelontong terhadap SD Muhammadiyah yang tidak mampu membayar kapur-kapur yang telah diambil terlebih dulu, karena pemilik toko kelontong beranggapan SD Muammadiyah adalah sekolah dasar yang miskin.

Adegan yang memperlihatka penggambaran kesenjangan sosial lainnya yakni pada saat ayah Ikal mengajak Ikal menonton hiburan rakyat pada menit 86:40 sampai menit 86:55 yang terlihat pada tabel berikut:


(49)

Tabel 16

Terbatasannya Sarana Hiburan untuk Masyarakat

Visual

Fasilitas hiburan rakyat

Visual

Suasana di tempat hiburan rakyat

Signifier (penanda)

Fasilitas hiburan masyarakat

Signified (petanda)

Penggunaan fita film untuk hiburan masyarakat Belitong

Makna Denotasi 1

Terbatasnya hiburan untuk masyarakat asli Belitong

Makna Konotasi 1

Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong tentang terbatasnya fasilitas hiburan masyarakat


(50)

(Makna Denotasi 2)

Belitong

Makna Konotasi 2

Ketidakmampuan masyarakat asli Belitung

Adegan ini bermakna denotasi bahwa masyarakat asli Belitung bila ingin menonton hiburan rakyat, harus diadakan disuatu tempat yang luas agar mudah menampung banyak orang yang sama-sama ingin menonton hiburan tersebut, itu dikarekan terbatasnya fasilitas hiburan yang disediakan oleh pemerintah setempat untuk masyarakat asli Belitong.

Adegan yang memperlihatkan penggambaran kesenjangan sosial lainnya yakni pada saat latihat cerdas cermat untuk mengikuti perlombaan cerdas cermat se kecamatan Gantong yang terdapat pada menit 95:40 sampai menit 95:55 yang ditujukkan pada dialog berikut ini:

Bu Mus : “Siapakah yang mengetik naskah Proklamasi Indonesia?” Ikal : “Sayuti Melik”

Bu Mus : “Tulang yang terpanjang pada tubuh manusia adalah?” Mahar : “Tulang paha”

Bu Mus : “Bilangan yang tidak bisa dibagi adalah?” Lintang : “Bilangan prima”

Bu Mus : “siapakah pencipta lagu Indonesia Raya?” Mahar : “Wage Rudolf Supratman”

Bu Mus : “jawablah lagu apa ini?, (menyuruh Kucai) Kucai” Mahar : “Maju tak gentar”

Bu Mus : “Ciptaan?” Mahar : “C Simanjuntak”

Bu Mus : “Sebutkan ibukota Irian Jaya?” Mahar : “Jayapura”

Bu Mus : “Siapakah pengarang puisi yang berjudul ‘Aku’?” Ikal : “Chairil Anwar”


(51)

Lintang : “Tanggal 2 Mei”

Bu Mus : “Salah satu wakil Indonesia di konfrensi meja bundar adalah?”

Sahara : “Muhammad Hatta”

Bu Mus : “Planet yang paling jauh ditata surya adalah?” Lintang : “Planet Pluto”

Bu Mus : “Hewan yang memakan tumbuhan dan hewan lain disebut?”

Ikal : “Omnivora”

Bu Mus : “Sumber energy yang tidak mencemari lingkungan adalah?”

Mahar : “Matahari”

Adegan lainnya yang menggambarkan kesenjangan sosial masyarakat Belitong, yakni saat adegan cerdas cermat antar sekolah se-kecamatan Gantong di kabupaten Belitong yang diambil pada menit 100:19 hingga menit 106:07. Dalam perlombaam tersebut, SD PN Timah sebagai grup A, SD Negri 1 sebagai grup B dan SD Muhammadiyah sebagai grup C. Berikut beberapa pertanyaan dan jawaban yang terdapat pada perlombaan cerdas cermat se-kecamatan Gantong:

Soal : “Siapakah penemu mesin uap?” Jawaban : “James Watt”

Soal :“Kemanakah Soekarno-Hatta dibawa oleh para pemuda? Jawaban : “Rengasdengklok”

Soal “Sebutkan judul lagu ini! Dan siapa penciptanya?” Jawaban :”Maju Tak Gentar, C Simanjuntak.

Soal : “Siapakah penulis roman Siti Nurbaya?” Jawaban : “Marah Rusli.

Soal : “Apakah nama pelanet dengan jumlah satelit terbanyak? Jawaban : “Yupiter.

Soal : “Sebuah segitiga siku-siku, sisi siku-sikunya adalah 20 cm dan


(52)

15 cm, berapa panjang sisi miringnya? Jawaban : “25 cm.

Soal : “Sebutkan salah satu lagu ciptaan Kusbini? Jawaban : “Padamu Negrai.

Berikut ini tabel yang menjelaskan penanda (signifier) dan petanda (signified) serta makna denotasi dan makna konotasi yang berusaha disampaikan pada kedua adegan yang menggambarkan kesenjangan sosial masyarakat Belitong, yaitu:

Tabel 17

Subtansi Kualitas Pendidikan yang sama sesuai dengan Kurikulum

Visual

Lintang menjawab pertanyaan Bu Mus pada latihan cerdas cermat di SD Muhammadiyah

Visual

Perlombaan cerdas-cermat tingkat sekolah dasar se-kecamatan Gantong


(53)

(penanda) Signified (petanda)

Terdapat sejumlah kesamaan pertanyaan pada latihan dan pada saat lomba cerdas cermat.

Makna Denotasi 1

Kesamaan pola pengajaran disekolah yang berbeda

Makna Konotasi 1

(Makna Denotasi 2)

Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong

Makna Konotasi 2

Kesamaan hasil kualitas pengajaran karena penerapan kurikulum ajaran yang sama pula.

Dari penanda (signifier) dari sejumlah pertanyaan diatas yang merupakan petanda (signified) dari kesamaan sejumlah pertanyaan soal latihan dan saat lomba cerdas cermat. Mengandung makna denotasi berupa kesamaan pola pengajaran di sekolah dasar yang berbeda, meskipun adanya perbedaan fasilitas, sarana dan prasarana yang digunakan pada tiap sekolah.

Adapun makna konotasi yang tergambar dari kedua adegan tersebut yakni penggabungan dari pola berfikir logis dan reflektif menggunakan cara-cara berfikir induktif, deduktif maupun analogi secara cepat, guna memecahkan persoalan-persoalan (Indrakusuma, 1973:55).

Hal tersebut berupa kesamaan hasil kualitas pengajaran meskipun pola pengajaran dan fasilitas yang tersedia berbeda. Sehingga budaya pendidikan yang tergambar yakni bagaimanapun situasi dan kondisi, serta fasilitas yang dimiliki satu tempat pendidikan seperti sekolah dasar, tidak dapat dijadikan alasan para pengajar memberikan pola pengajaran yang tidak baik dan tidak berkualitas atau tidak sesuai dengan kurikulum pendidikan pada para siswanya. Kesamaan hasil kualitas pengajaran juga disebabkan karena adanya kurikulum ajaran yang sama pula.

Pasca adegan lomba cerdas cermat, terdapat penanda (signifier) pada menit 133:46 yang diambil secara medium close up ketika Pak Mahmud


(54)

mengacungkan tangan sebagai petanda (signified) protes atas keputusan juri yang menyalahkan jawaban Lintang, sebagaimana tergambar pada table berikut ini:

Tabel 18

Subtansi Kaum Penguasa Selalu Menganggap Remeh Kaum Marginal

Visual

Pembelaan Pak Mahmud atas jawaban Lintang yang

disalahkan dewan juri pada saat perlombaan cerdas-cermat.

Visual

Sanggahan para dewan juri yang menganggap jawaban merekalah yang tepat, dan meragukan jawaban Lintang.

Signifier (penanda)

Pak Mahmud mengacungkan tangan

Signified (petanda)

Pengajuan protes pada keputusan juri

Makna Denotasi 1 Pengajuan keberatan atas keputusan juri yang menyalahkan jawaban Lintang.

Makna Konotasi 1

Analisis semiotika dalam penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong, yang selalu menganggap remeh kaum


(55)

(Makna Denotasi 2)

kalangan bawah.

Makna Konotasi 2

Kaum penguasa yang menganggap remeh kaum kalangan bawah.

Adegan ini bermakna denotasi bahwa Pak Mahmud melakukan protes pada keputusan juri, lalu membenarkan jawaban Lintang karena berdasarkan perhitungan Pak Mahmud, hasil perhitungan Lintang sama dengan hasil perhitungan Pak Mahmud. Makna konotasi yang digambarkan adalah analisis semiotika dan penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang menganggap remeh masyarakat kalangan bawah.

Makna konotasi lain yang berusaha digambarkan yakni ketidak percayaan dewan juri terhadap jawaban Lintang, sekolah Muhammadiyah yang memiliki murid yang berlatar belakang kehidupan yang serba terbatas dan merupakan kelompok kaum marginal atau penduduk asli Belitong yang hidup dibawah garis kemiskinan. Lintang dicurigai melakukan tindak kecurangan seperti mencuri soal karena ia berhasil menjawab setiap soal yang diajukan oleh dewan juri.


(56)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah menganalisis kehidupan sosial masyarakat Belitong dalam film Laskar Pelangi, maka bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang digambarkan dalam film Laskar Pelangi menggambarkan sejumlah aspek yang terkait mengenai marginalisasi masyarakat, hegemoni kekuasaan, konsep identitas serta modernisasi. Sejumlah aspek tersebut menggambarkan bahwa pendidikan dianggap suatu hal yang sulit untuk diperoleh semua kalangan.

2. Di dalam film Laskar Pelangi ini juga mengatakan bahwa pendidikan bukan hanya milik orang bkaya saja, atau golongan menengah keatas, akan tetapi pendidikan itu untuk semua golongan.

3. Di dalam film Laskar Pelangi ini juga mengatakan bahwa terbatasnya fasilitas sekolah yang berada di daerah-daerah terpencil yang pada umumnya adalah orang-orang tidak mampu.

4. Di dalam film ini mengatakan juga kecerdasan bisa datang dari mana saja, bisa dari anak-anak kota, anak-anak desa, anak-anak orang kaya dan juga anak-anak orang miskin, anak-anak petani, nelayan dan sebagainya.

5. Film ini juga menceritakan bagaimana nasib sekolah-sekolah islam yang berorientasikan pada pendidikan akhlak, dan juga nasib sekolah-sekolah yang ada di pelosok-pelosok negeri yang kurang terperhatikan oleh pemerintah.

5.2 Saran

Dengan melihat hasil penelitian yang dilakukan ini, penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut:

1. Penulis mengharapkan agar film yang bertemakan tentang pendidikan lebih diperbanyak.

2. Dari analisis penggambaran kehidupan sosial ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah untuk melihat realita yang ada pada pendidikan di Indonesia, sehingga dapat menentukan pendidikan kedepannya lebih baik lagi.


(57)

3. Dari penelitian ini penulis berharap agar kita semua lebih menghargai arti dari pendidikan, terutama generasi muda agar lebih giat dalam belajar dan meraih cita-cita serta menghargai jasa dari seorang guru.

4. Penulis juga berharap kepada pemerintah dan masyarakat luas agar lebih memeperhatikan lagi dunia pendidikan kita pada saat sekarang ini, terutama sekolah-sekolah yang ada di daerah-daerah terpencil agar lebih layak lagi dari segi bangunan dan fasilitasnya.


(58)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Komunikasi Massa

Menurut Bitter mass communication is massages communicated through a mass medium to a large number of people. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (Bittner dalam Ardianto dan Komala. 2005: 3).

Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi yang lain, yaitu Gerbner. Gerbner dalam Ardianto dan Komala (2005:3-4), mengatakan bahwa :

Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkelanjutan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.

Dari defenisi Gerbner tergambar bahwa komunikasi massa menghasilkan suatu produk yang disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus – menerus dalam jarak waktu yang tetap.

2.1.1. Karakteristik Komunikasi

Dari pengertian komunikasi tersebut, maka sejumlah karakteristik komunikasi massa (Elvinaro dan Komala 2004:7), yakni :

a. Komunikatornya terlembagakan, karena komunikasi massa melibatkan lembaga dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks.

b. Pesannya Bersifat Umum, komunikasi massa bersifat terbuka yang ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Hingga pesannya pun bersifat umum yang berupa fakta, peristiwa dan opini.

c. Komunikannya anonim dan heterogen, dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikannya (anonim), karena komunikasinya melalui komunikasi massa dan tidak tatap muka. Komunikasinya heterogen karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda-beda dan dapat dikelompokkan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi.


(59)

d. Menimbulkan Keserempakan, komunikasi massa memiliki kelebihan dalam hal jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang relatif banyak dan tidak terbatas. Keserempakan media massa yakni keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang cukup jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut, satu sama lain dalam keadaan terpisah.

e. Komunikasinya mengutamakan isi ketimbang hubungan, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang digunakan.

f. Sifatnya satu arah, komunikasi massa tidak melakukan kontak langsung antara komunikator dengan komunikannya. Komunikasi ini terjadi melalui media massa, komunikator aktif menyampaikan pesan dan komunikan aktif menerima pesan. Namun keduanya tidak melakukan feed back dalam peroses komunikasinya, sehingga dikatakan bersifat satu arah.

g. Stimulasi alat indera terbatas, komunikasi massa terbatas penggunaannya sesuai dengan media massa yang digunakan komunikan. Seperti media cetak, radio, televisi atau bahkan film yang masing-masing memiliki stimuli indera manusia yang sifatnya terbatas.

h. Umpan baliknya tertunda, komunikasi massa melalui media massa tidak mampu menjalankan fungsi umpan balik, karena sifatnya satu arah.

Selanjutnya, para pakar mengemukakan sejumlah fungsi komunikasi massa, kendati dalam sejumlah fungsi komunikasi massa tersebut terdapat persamaan dan perbedaan.

Menurut Karlian dkk (1999) dalam Adrianto dan Komala (2004:19), fungsi komunikasi secara umum yaitu :

a. Fungsi komunikasi, media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi yang dibutuhkan khalayak sesuai dengan kepentingan khalayak yang selalu merasa haus akan informasi atas segala sesuatu yang terjadi disekitarnya.

b. Fungsi pendidikan, media massa mampu menyajikan hal-hal yang bersifat mendidik dengan pengajaran nilai, etika serta aturan-aturan yang berlaku pada khalayak.


(1)

ABSTRACT

This study uses a semiotic analysis, entitled “Penggambaran Kesenjangan Sosial Masyarakat Belitung Dalam Film Laskar Pelangi”. Representation of the lives Belitung peoples can be found in the action of the film. The purpose of this study was to determine connotation and denotation of meaning which contained in the film of “Laskar Pelangi” the movie as a representation of Belitung society. In this regard, researcher used several theories that are considered relevant, such as: Theory of Communication, meaning of the movie, kinds of movies, Semiology Roland Barthes, and semiotic of the movie.

In order to understand the action of the movie as a sign of production and development myth, the researcher used analysis of Roland Barthes which focuses on extracting the meaning of significance using a two-stage, the first stage of significance using denotation and connotation in the second stage using and myth. Researchers used primary data and secondary data to analyzing the movie of "Laskar Pelangi”. Retrieval of data and informational so conducted research through books, journals and the Internet.

From research conducted by Roland Barthes semiology, researcher learned that the action movie of "Laskar Pelangi” has a complex meaning which covers various aspects such as social gap, gap learning, gap facility of study, gap of job fair, and moral and human rights. Over all meaning which contained in the action of the movie " Laskar Pelangi” interconnected with each other. So, after all of meaning contained was known, there, the representation of Belitung gap embodied the meaning of the action at the movie.


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi kesehatan dan karunia terhadap penulis sehingga skripsi ini selesai pada waktunya. Kepada kedua orangtua tercinta ayahanda Salamun dan ibunda Salbiah yang selalu mendukung dan memberi motivasi peneliti dalam penulisan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Penggambaran Kesenjangan Sosial Masyarakat Belitung Dalam Film Laskar Pelangi” (Analisis Semiotika dalam Film yang berjudul ‘Laskar Pelangi’) ini disusun untuk melengkapi seluruh kegiatan akademik sekaligus sebagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumaetra Utara. Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan banyak bimbingan, nasihat serta dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MSi selaku Dekan FISIP USU

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi

3. Ibu Dra. Dayana Manurung,M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi

4. Bapak Drs. Safrin, M.Si selaku dosen pembimbing peneliti yang telah banyak membantu dan membimbing peneliti dalam penyelesaian tulisan ini. Terima kasih telah banyak meluangkan waktu terhadap peneliti, sehingga peneliti mampu menyelesaikan tulisan ini tepat waktu.

5. Ibu Jovita Sabarina Sitepu, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing akademik peneliti, saya ucapkan terima kasih banyak karena telah banyak membimbing peneliti sewaktu di perkuliahan.

6. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberi ilmu pelajaran kepada peneliti selama perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan


(3)

8. Teman-teman yang berada di jalan Perjuangan yang telah banyak memberi pencerahan dan gambaran tentang skripsi selama ini.

Peneliti juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu peneliti juga akan menerima saran dan kritik dari pembaca, agar kedepannya skripsi ini menjadi lebih sempurna. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,


(4)

BIODATA

Nama : Muhammad Hanafi, A.Md TTL : Paya Bakung, 22 Agustus 1990

Alamat : Jalan Medan-Binjai Km15 Diski Paya Bakung Agama : Islam

Pendidikan :

• SD Harapan Paya Bakung (1996-2002) • SMP Harapan Paya Bakung (2002-2005) • MAS Muallimin UNIVA Medan (2005-2008) • D-3 Bahasa Inggris USU (2008-2011)

• Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Ekstensi FISIP USU Nama Orangtua/Pekerjaan:

• Salamun/Petani • Salbiah/Pedagang anak ke: 2 dari 3 bersaudara Nama Saudara:

• Alm. Siti Masyitoh, S. Hi • Hikmatussakina

Organisasi selama menjadi mahasiswa Universitas Sumatera Utara: • SOLIDAS (Student of English Diploma Assocation)

• KOMPS-USU (Korsp Mahasiswa Pecinta Alam dan Study Lingkungan Hidup)


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... iv

ABSTRAK... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Konteks Masalah…... 1

1.2. Fokus Masalah... 7

1.3. Pembatasan Masalah... 7

1.4. Tujuan Penelitian... 7

1.5. Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Pengertian Komunikasi Massa... 8

2.1.1. Karakteristik Komunikasi... 8

2.2. Film Sebagai Komunikasi Massa... 10

2.3. Semiotika Film………... 12

2.4. Semiotika... 15

2.5. Film…... 17

2.5.1 Film Laskar Pelangi... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1. Metode Penelitian... 19

3.2. Operasionalisasi Konsep…... 19

3.3. Metode Pengumpulan Data...20

3.4. Teknik Analisis Data... 21

3.5. Kelemahan Penelitian……… 21

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 22

4.1. Deskripsi Film Laskar Pelangi... 22

4.1.1. Filmografi Laskar Pelangi……... 22

4.1.2. Penokohan dalam Film Laskar Pelangi... 24

4.1.3. Sinopsis Film………. 28

4.2 Konstruksi Kesenjangan Sosial dalam Film Laskar Pelangi ... 29

4.2.1. Analisis Kesenjangan Sosial Masyarakat Belitung...31

BAB V PENUTUP………... 69

5.1 Kesimpulan... 69


(6)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1... 32

Tabel 2... 34

Tabel 3 ... 36

Tabel 4 ... 39

Tabel 5... 41

Tabel 6... 42

Tabel 7... 44

Tabel 8... 47

Tabel 9... 49

Tabel 10... 51

Tabel 11... 54

Tabel 12... 55

Tabel 13... 57

Tabel 14... 59

Tabel 15 ... 61

Tabel 16... 63

Tabel 17... 66