BOOK I Dewa Ayu HP Strategi Komunikasi Event
STRATEGI KOMUNIKASI EVENT TRI HITA
KARANA TOURISM AWARDS & ACCREDITATION
UNTUK MENDUKUNG PROGRAM
PARIWISATA BERTANGGUNG JAWAB DI BALI
I Dewa Ayu Hendrawathy Putri
Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Bali
� [email protected]
Pendahuluan
Sebagaimana kita ketahui, perkembangan pariwisata Indonesia
tidak lepas dari tumbuh kembang pariwisata Bali. Pariwisata Bali telah
tumbuh lebih dulu pada abad ke-17 pada masa penjajahan Belanda.
Tidak hanya orang Belanda tetapi wisatawan Inggris dan lainnya juga
berkunjung ke Pulau Dewata ini sehingga Bali sering disebut sebagai
the Island of Paradise, the Island of Gods, dan sebagainya. Tahun 1930
di Bali sudah didirikan Bali Hotel, selanjutnya tahun 1950-an kesenian
Bali sudah tampil di pertunjukan internasional di gedung kesenian
Belanda, sementara daerah lain di Indonesia belum melakukannya.
Meskipun pengaruh budaya sangat kuat di masyarakat, pariwisata
Bali tetap berproses setiap harinya sampai sekarang ini. Selain itu
masyarakat Bali sadar betul kekuatan tradisi budayanya (Malik, 2016).
Program Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations
lahir karena dorongan rasa bangga bercampur galau dan prihatin.
Bangga karena sektor pariwisata berkembang menjadi lokomotif
pembangunan Bali dan penyumbang terbesar dalam pembentukan
produk domestik regional bruto (PDRB), memperluas lapangan
usaha dan kesempatan kerja. Di balik itu, muncul juga kegalauan
dan keprihatinan karena pariwisata kian menyuburkan sikap mental
eksploitatif, individualistis, dan materialistis dengan kecenderungan
merusak subsistem ekologis, sosiokultural, dan estetika (gatra
pendukung perwujudan tiga unsur yaitu Palemahan, Pawongan, dan
Parhyangan yang merupakan elemen pokok dari konsep Tri Hita
Karana). Akibatnya, pengelolaan pariwisata berlandaskan Tri Hita
145
Kolase Komunikasi di Indonesia
Karana (THK) yang mengedepankan prinsip-prinsip kebersamaan,
keseimbangan dan keberlanjutan jauh panggang dari api. Semboyan
‘Pariwisata untuk Bali’ pun melenceng ke arah ‘Bali untuk Pariwisata’.
Dengan demikian, bukan keseimbangan dan keberlanjutan yang
tercipta. Bukan pula mempersiapkan orang Bali sebagai pelaku utama
bisnis pariwisata di Bali. Yang tercipta justru kerusakan lingkungan
dan kemerosotan budaya. Orang Bali pun kian terpental dari pentas
pariwisata. Hal itulah, kelihatannya, sebagai pemicu munculnya konlikkonlik sosial di masyarakat, khususnya pada kawasan-kawasan yang
sedang dan akan dikembangkan sebagai kawasan pariwisata. Mulai
saat itu, krama (warga) Bali dapat predikat warga yang terlibat konlik.
Predikat ini jelas sangat merugikan Bali sebagai destinasi pariwisata,
yang semestinya inklusif serta memberikan kesempatan kepada siapa
dan dari mana saja yang mau berwisata ke Pulau Dewata. Konlik sosial
budaya yang sering juga bercampur politik, sejatinya, merupakan
representasi ketidakpuasan masyarakat, karena merasa dijadikan
objek belaka di tengah-tengah hingar-bingarnya pariwisata. Sementara
orang asing dan pendatang makin dominan dalam proses pengambilan
keputusan untuk menentukan arah bisnis kepariwisataan. Dominasi
orang asing di Bali ini, tak terbatas hanya di lingkungan hotel, tetapi
merambah juga ke sektor lain, sehingga “orang Bali” hanya menjadi
penonton dari hiruk-pikuknya pembangunan pulau ini.
Sekitar tahun 1970-an Bali sudah membuat Perda/peraturan daerah
bahwa tinggi bangunan hotel tidak lebih dari 15 meter. Hal ini berproses
secara alamiah dan menjadi bagian pencitraan. Ini tidak terjadi pada
daerah-daerah lain di Indonesia. Perda tersebut memuat kearifan lokal
yang kuat yang memang berasal dari kehidupan asli masyarakatnya.
Tri Hita Karana (THK) merupakan ajaran ilosoi agama Hindu yang
selalu ada dalam setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Kebudayaan
Bali berproses di masyarakatnya, menampilkan citra/brand image
pariwisata yang hidup dan menarik. Masyarakat Bali mempunyai
sosiologi budaya yang menjadi tumpuan kekuatan pariwisatanya.
Hampir semua sisi kehidupan masyarakat Bali dapat menjadi bahan
inspirasi untuk dijadikan daya tarik bagi wisatawan, bahkan tidak
sedikit wisatawawan dalam maupun luar negeri akhirnya menetap
dan menjadikan Bali sebagai inspirasi. Hampir semua orang senang
berkunjung ke Pulau Dewata ini. Kayu kering dapat dibuat berbagai
146
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
ukiran menarik dan bernilai seni tinggi setelah diolah tangan kreatif
pemuda-pemudi Bali (Malik, 2016).
Hal ini memberi masukan kepada daerah-daerah lain dan
memperlihatkan bagaimana Bali dapat mempertahankan budayanya
dalam beradaptasi dengan jumlah kunjungan wisatawan asing yang
tinggi. Selain itu, hal ini juga menjadi bahan evaluasi apakah yang
dilakukan Bali sudah tepat atau perlu perbaikan dalam mengelola
pencitraan pariwisatanya sendiri. Manfaat lainnya adalah memberikan
masukan atau pertimbangan untuk penguatan budaya lokal yang
mempunyai ciri ke Indonesian dan identitas budaya yang kuat
seperti Bali. Pembentukan integritas dan jati diri ini yang dibentuk
dari seni kebudayaan dan keagamaan yang ada dalam kesehariaan
keluarga, masyarakat, dan pemerintah daerah yang juga berperan
mendirikannya. Keseharian aktivitas masyarakat di Bali tidak berbeda
dengan keseharian yang dilihat oleh wisatawan mancanegara maupun
wisatawan nusantara ketika berkunjung ke Bali. Daya tarik ini secara
langsung tanpa disadari terus menerus berproses mempengaruhi
pikiran setiap wisatawan sebelum, saat, ataupun setelah wisatawan
berkunjung sehingga terbentuklah sebuah pencitraan yang positif bagi
pariwisata Bali. Penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa
saran khusus untuk Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan
Industri Pariwisata agar penguatan branding yang dilakukan Bali dapat
menjadi bahan pembanding dalam mempertahankan budaya maupun
pencitraan pariwisatanya (Malik, 2016).
Kajian Teori
Dalam perspektif komunikasi, menurut teori kebutuhan manusia
(Fisher, et al, 2001:8) berasumsi bahwa masalah dan pertentangan
berawal dari kebutuhan dasar manusia; isik, mental, dan sosial yang tidak
terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi,
dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran utama teori
ini adalah pertama; membantu pihak-pihak yang berkepentingan
untuk mengidentiikasikan dan mengupayakan bersama kebutuhan
mereka yang tak terpenuhi, dan mengupayakan pilihan-pilihan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Kedua; agar semua unsur bisa mencapai
kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak. Proses
komunikasi paling penting di dalam upaya menyampaikan informasi,
147
Kolase Komunikasi di Indonesia
salah satunya adalah dengan menggunakan metode komunikasi
persuasi. Cara persuasif adalah dengan menggunakan pendekatan
kepada masyarakat, pendidikan dan musyawarah untuk melibatkan
masyarakat. Komunikasi persuasif secara umum mengandung arti
suatu komunikasi untuk mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti
kehendak penyampai pesan (Larson, 1999:65). Di dalam persuasi
digunakan cara-cara tertentu sehingga orang mau melakukan sesuatu
dengan senang hati tanpa paksaan. Kesediaan itu timbul dari dalam
dirinya sebagai akibat adanya dorongan atau rangsangan tertentu yang
menyenangkan.
Metodologi
Untuk menjawab permasalahan yang terjadi menggunakan
pendekatan kualitatif dengan teknik penentuan informan menggunakan
purposive sampling dan pengumpulan data meliputi observasi,
wawancara, serta dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa, pelaksanaan pembangunan di Bali akan selalu menjunjung
tinggi harmoni dan kebersamaan. Salah satu wujud nyata yang
diharapkan dalam penerapan Tri Hita Karana (THK) ini adalah tidak
terjadinya konlik dalam proses pembangunan, baik di lingkungan
internal stakeholders maupun eksternal.
Analisis Dan Pembahasan
Kronologi Event Tri Hita Karana (THK) Award & Accreditation
Berdasarkan pengalaman yang “menyedihkan” antara pelaku
pariwisata lokal dengan para praktisi pariwisata “asing” tersebut
memperlihatkan betapa masyarakat lokal secara sistematik
“disingkirkan” dari perhelatan pariwisata, sehingga akhirnya memicu
disharmoni hubungan antarpelaku pariwisata dan masyarakat Bali
yang menjadi penyangga pariwisata. Hal inilah yang mendorong, para
intelektual Bali, tokoh-tokoh budaya, dan pemerhati pariwisata pada
tahun 2000 memprakarsai penyelenggaraan Event Tri Hita Karana
(THK) Tourism Awards & Accreditations, sebuah penghargaan bagi
hotel yang manajemennya telah menerapkan konsep Tri Hita Karana,
sehingga terjadi hubungan yang harmonis antar-karyawan hotel dengan
“masyarakat Bali” yang tinggal di sekitar hotel. Semula (2000), program
148
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
ini merupakan sinergi antar tim leader studi kumulatif mengenai
dampak lingkungan (study on commulative environmental impact SOCEI) dengan tim Pusat Kajian Bali (PUSAKA Bali) dan staf dosen
di perguruan tinggi di Bali, para pemerhati, dan praktisi pariwisata
dan lingkungan hidup. Kemudian, sejak tahun 2001, Pemerintah
Provinsi Bali secara terus menerus memberikan dukungan kepada
penyelenggaran akredisasi lembaga berwawasan Tri Hita Karana
ini secara konsisten. Pelaksanaan penganugrahan Tri Hita Karana
setiap tahun dibantu oleh Paguyuban Pemerhati dan Pelaksana Tri
Hita Karana, Assosiasi Chef Indonesia, Food & Beverage Manajemen
Association, dan lembaga lainnya yang memiliki kepedulian terhadap
implementasi Tri Hita Karana dalam aspek kehidupan.1
Secara sederhana logo Tri Hita Karana (THK) Awards &
Accreditations dapat dipopulerkan sebagai Patra Trisula karena
merupakan sosialisasi dari bentuk dasar Tri Sula dengan Pepatran
dan Kekarangan yang mencirikan dunia lora dan fauna dalam ragam
hias Bali. Sebagai sebuah lambang/simbol Patra Trisula sekurangkurangnya mempunyai dua kelompok penjelasan:
1. Pendekatan Ikonograis (ilmu tanda-tanda) :
a) Kata Tri pada Tri Hita Karana (THK) berarti juga, sehingga
bentuk dasarnya dapat digambarkan dengan segitiga. Terdapat
hubungan analogi dengan simbol Tri Kona (utpeti /lahir; stiti /
hidup; dan pralina/mati ), seperti Sanggah Cukcuk atau Sanggah
Penjor yang berbentuk dasar segitiga sama sisi;
b) Dari aspek teknis-teknologis, bentuk segitiga, apalagi segitiga
sama sisi berarti rigid, kuat, seimbang, dapat menyalurkan
1
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
149
Kolase Komunikasi di Indonesia
beban yang sama ke semua sisi. Hal ini bersesuaian dengan
hakikat konsep Tri Hita Karana (THK) yakni keseimbangan
(balanced) dan harmoni (harmony);
c) Sosialisasi bentuk dasar segitiga sama sisi, menjadi Tri Sula
adalah karena bentukan Tri Sula merupakan interseksi dari tiga
konsep dasar yang menempatkan sebuah ‘intisari’ di tengahtengahnya;
d) Tri Sula merupakan senjata Dewa Sambu, yang berstana di
arah Ersanya (Timur Laut) dalam pengider-ideran (Dewata
Nawa Sanggha). Arah mana dalam kosmologi orang Hindu
(Bali) adalah arah Utamaning utama. Tempat dimana Sanggah/
Pamerajan berlokasi atau tempat Pura Besakih dalam konsepsi
Padma Bhuwana;
e) Di tengah-tengah Sula dari masing-masing Trisula yang ada
digambarkan dengan “sinar” untuk Sula yang menghadap
ke atas, sebagai areal Parhyangan; gambar “pallus” untuk
Sula yang mengarah ke kanan sebagai simbol kehidupan
(sosial, Pawongan); dan gambar pohon “kalpataru” untuk
Sula yang menghadap ke kiri sebagai simbul lingkungan alam
(Palemahan).
2. Pendekatan semiotika (ilmu lambang dan makna-makna) :
a) Logo Tri Hita Karana (THK) ini bernuansa ‘egosentris’ yakni
paham yang menganggap manusia adalah pokok, pusat segala
hal. Asumsi dasarnya adalah Tuhan dan alam telah membentuk
‘keseimbangan’ dan ‘keserasian’ sendiri dengan hukum
alamnya. Manusialah yang dapat menyebabkan segala sesuatu
itu berjalan secara kurang seimbang dan serasi;
b) Secara universal bentukkan lambang ini menggambarkan
hubungan vertikal manusia dengan Tuhannya dan hubungan
horizontal manusia dengan sesamanya dan alam lingkungannya.
Hal ini sekaligus merupakan cerminan dari tujuan hidup manusia
Bali (Hindu) adalah Moksartam Jagadhita ya ca iti dharma,
yang berarti mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia
(Jagadhita) dan kemudian bersatu kembali dengan Tuhan (Moksa);
c) Bentukan Tri Sula merupakan interseksi dari dimensi teologi
(Parhyangan); dimensi sosio-antropologi (Pawongan); dan
150
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
dimensi ekologi (Palemahan) dari tiga unsur Tri Hita Karana
(THK) dan sekaligus menempatkan konsep Tri Hita Karana
(THK) sebagai intisarinya;
d) Nilai universal konsep Tri Hita Karana (THK)
yang
tercermin dalam Patra Trisula tersebut dapat secara kreatif
direaktualisasikan dan implementasikan pada (misalnya) ranah
tata ruang sebagai aspek spiritual ruang (sakral dan profan),
aspek sosio-kultural spatsial dan aspek teritorial.2
Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning)
dan manajemen (management) untuk mencapai satu tujuan. Strategi
komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi dan
manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan (Efendy, 2003:301).
Strategi komunikasi harus didukung oleh teori karena teori
merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman (empiris) yang sudah
diuji kebenarannya.
Harold D. Lasswell menyatakan, cara yang terbaik untuk menerangkan
kegiatan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Who Says what
which Channel To whom With What Efect”? Untuk mempertegas
strategi komunikasi, maka semua harus terintegrasi dengan komponenkomponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus
atau formula Lasswell; (1) Who? (Siapakan Komunikatornya); (2) Says
What? ( pesan apa yang dinyatakannya); (3) In Which Channel? (media apa
yang digunakannya); (4) To Whom? (siapa komunikannya); (5) With What
Efect? (efek apa yang diharapkan).
Strategi komunikasi yang digunakan dalam mewujudkan pariwisata
bertanggung jawab yaitu penggunaan media dan pesan-pesan yang
disampaikan. Adapun strategi komunikasi tersebut akan dipaparkan sebagi
berikut :
1. Perencanaan Pesan
Ketika ingin melakukan pengembangan strategi penyusunan pesan
dalam perencanaan pesan dan media komunikasi, ada tiga faktor dalam
pesan yang perlu dikaji, yakni: kode pesan, isi pesan, dan pengolahan pesan.
Menurut Berlo (1960:57), suatu kode dapat dideinisikan sebagai kelompok
2
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
151
Kolase Komunikasi di Indonesia
symbol yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung arti bagi
banyak orang. Bahasa terdiri dari kode-kode; bahasa Indonesia adalah
suatu kode yang di dalamnya terkandung: unsur-unsur (bunyi, huruf,
kata, kalimat, dsb) yang tersusun dalam urutan tertentu yang mengandung
arti. Sebagai lambang verbal, bahasa adalah kumpulan kata-kata dan
kumpulan kalimat. Sebagai lambing nonverbal, bahasa adalah sekumpulan
isyarat tertentu. Hal-hal yang diungkapkan di atas menegaskan bahwa
pesan pada dasarnya merupakan sesuatu bentuk yang dikode (disandi).
Prosen penyandian pesan dalam suatu proses komunikasi dilakukan demi
mencapai kondisi isomorik. Isomorik adalah kondisi kesamaan penafsiran
pada perilaku yang sama dalam pikiran komunikator maupun komunikan
(George A. Borden dalam Fisher, 1978:370). Proses penyandian pesan yakni
proses penuangan ide atau gagasan ke dalam lambang-lambang yang berarti
oleh sumber agar dapat ditafserkan sama oleh penerima dan selanjutnya
agar dapat menghasilkan efek berupa perilaku yang sesuai dengan yang
diharapkan, memerlukan suatu perencanaan yang matang.
Isi pesan adalah materi yang dipilih oleh sumber untuk menyatakan
maksudnya. Seperti halnya kode pesan, isi pesan pun mempunyai unsur
dan struktur. Perencanaan isi pesan, harus mempertimbangkan kondisi
sasaran, siapa sasaran kita adalah patokan yang harus diutamakan jika kita
akan menentukan isi pesan yang akan kita sampaikan. Isi pesan yang sama
mungkin harus berbeda struktur penyampaiannya jika ingin disampaikan
pada sasaran yang berbeda. Perencanaan isi pesan merupakan upaya untuk
menginventarisasikan pesan-pesan yang telah disandi dan menyusunnya ke
dalam urutan-urutan tertentu hingga ketika pesan tersebut kita sampaikan
dapat benar-benar dipahami oleh penerima sesuai dengan tujuan
komunikasi kita. Penyusunan isi pesan, selain harus mempertimbangkan
kondisi khalayak sasaran, harus merujuk pada tujuan komunikasi kita.
Untuk komunikasi persuasif, Wayne N. hompson (Rakmat, 1992:115118) menyarankan bahwa isi pesan harus: (1) Menarik Perhatian. Memuat
bahan-bahan yang menarik perhatian; (2) Menyentuh dan Menggerakkan.
Pesan-pesan yang mempunyai pengaruh psikologis.
2. Penyusunan Pesan
Menentukan tema dan materi. Syarat utama dalam mempengaruhi
khalayak dari pesan tersebut ialah mampu membangkitkan perhatian.
Awal efektivitas dalam komunikasi adalah bangkitnya perhatian dari
khalayak terhadap pesan-pesan komunikasi yang disampaikan.
152
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
Pesan adalah segala sesuatu yang disampaikan oleh seseorang
dalam bentuk simbol yang dipersepsi dan diterima oleh khalayak
dalam serangkaian makna (Cangara, 2013:113). Pada Event Tri Hita
Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations ini, pesan disampaikan
melalui perantara media sosial, yaitu Facebook dan Twitter.
Dalam hal ini metode penyusunan pesan, yang dapat dilihat dari dua
aspek yakni; menurut cara pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya.
Menurut cara pelaksanaannya, dapat diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu;
metode redundancy (repetition) dan canalizing. Sedangkan yang kedua
menurut bentuk isinya dikenal metode-metode: informatif; persuasif;
edukatif; koersif. Metode redundancy adalah cara mempengaruhi khalayak
dengan jalan mengulang-ulang pesan pada khalayak. Metode canalizing
yaitu mempengaruhi khalayak untuk menerima pesan yang disampaikan,
kemudian secara perlahan-lahan merubah sikap dan pola pemikirannya
ke arah yang kita kehendaki. Metode informatif, lebih ditujukan pada
penggunaan akal pikiran khalayak, dan dilakukan dalam bentuk pernyataan
berupa; keterangan, penerangan, berita, dan sebagainya. Metode persuasif,
yaitu mempengaruhi khalayak dengan jalan membujuk. Dalam hal ini
khalayak digugah baik pikiran maupun perasaannya. Metode edukatif,
yaitu memberikan sesuatu idea kepada khalayak berdasarkan fakta-fakta,
pendapat dan pengalaman yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi
kebenarannya dengan disengaja, teratur dan berencana, dengan tujuan
mengubah tingkah laku manusia ke arah yang diinginkan. Metode koersif,
yaitu mempengaruhi khalayak dengan jalan memaksa tanpa memberi
kesempatan berpikir untuk menerima gagasan-gagasan yang dilontarkan,
dimanifestasikan dalam bentuk peraturan-peraturan, intimidasi dan
biasanya dibelakangnya berdiri kekuatan tangguh.
Aktivitas penyusunan pesan tidak bisa dipisahkan dengan penggunaan
bahasa. Bahasa ialah seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur
sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti (Cangara,
2013:114). Dengan pesan-pesan yang sampaikan dalam Event Tri Hita
Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations, baik melalui media sosial
maupun secara langsung, ada feedback yang diterima oleh komunikan
yang bertindak sebagai penerima pesan. Karena pesan adalah isi dari
maksud yang hendak disampaikan kepada masyarakat, maka pesan yang
akan disampaikan pun perlu dikemas secara menarik sesuai dengan tujuan
dari penyelenggaraan Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards &
Accreditations.
153
Kolase Komunikasi di Indonesia
3. Pemilihan Media
Komunikator dapat memilih salah satu atau gabungan dari
beberapa media, tergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang
disampaikan dan teknik yang dipergunakan, karena masing-masing
medium mempunyai kelemahan-kelemahannya tersendiri sebagai alat.
Memilih media komunikasi harus mempertimbangkan karakteristik
isi dan tujuan isi pesan yang ingin disampaikan, dan jenis media
yang dimiliki oleh khalayak (Cangara, 2013:120). Sejalan dengan
pemaparan Cangara, pemilihan media dalam penyelenggaraan Event
Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations memang
mempertimbangkan karakteristik dan tujuan isi pesan, mulai dari
kebutuhan, kemudahan penggunaan, biaya murah, sampai media
apa yang banyak digunakan oleh orang lain.
Dengan mempertimbangkan beberapa faktor tersebut akhirnya
penyelenggaraan Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards &
Accreditations memilih menggunakan media sosial setelah sebelumnya
sempat menggunakan SMS (Short Message Service) dan website.
Media sosial adalah “medium di internet yang memungkinkan
pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja
sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain dan membentuk
ikatan sosial secara virtual” (Nasrullah, 2015:11). Dengan media
sosial yang digunakan, Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards
& Accreditations mampu membentuk sebuah ikatan sosial secara
virtual, dimana para peserta Event Tri Hita Karana (THK) Tourism
Awards & Accreditations dan pada media sosial ini lah mereka dapat
saling berinteraksi antara pihak penyelenggara dan peserta Event Tri
Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations.
Keberlanjutan Event Tri Hita Karana (THK) Awards & Accreditations
Ada berbagai permasalahan di Bali yang mendorong Tim
Tri Hita Karana (THK) Awards & Accreditations berkomitmen
agar Tri Hita Karana (THK) diterapkan dalam setiap pelaksanaan
kegiatan pembangunan. Seperti diketahui, sejak 1970-an hingga
kini, pembangunan Bali didominasi oleh sektor pariwisata. Karena
itu, concern Tim Tri Hita Karana (THK) Awards & Accreditations
pertama-tama diarahkan ke sektor pariwisata. Diharapkan dengan
dilaksanakannya ilosoi Tri Hita Karana (THK) dalam kegiatan sektor
pariwisata, maka friksi dan konlik di sektor ini dapat dieliminasi.
154
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
Dengan demikian, sistem ekonomi Bali tidak mengalami goncangan
yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Pelaksanaan Tri Hita
Karana (THK), selain dapat menumbuhkan harmoni dalam kehidupan,
mampu juga menjamin pelaksanaan seluruh sektor pembangunan,
termasuk keberlanjutan pariwisata. Sebaliknya disharmoni, selain
dapat menimbulkan kegoncangan pembangunan pariwisata, sekaligus
juga mengganggu seluruh aspek kehidupan.
Disharmoni pembangunan Bali di sektor pariwisata, menurut hasil
survei Bali Travel News bekerja sama dengan Art Tourism of Bali (ATB,
1998-1999), memunculkan 8 (delapan) kesan buruk turis terhadap Bali,
yaitu: (1) Bali kotor, (2) penipuan oleh pedagang valuta asing dan sopir
taksi yang curang, (3) kemacetan lalu-lintas, (4) kerusakan alam dan
pemandangan, (5) terlalu banyak pembangunan gaya Barat, (6) terlalu
banyak hotel/ bangunan besar dan restoran gaya Barat, (7) tak cukup
informasi yang benar tentang Bali, dan (8) makin sulit menemukan
budaya Bali di Bali.
Di samping itu, tercatat juga beberapa konlik sosial budaya yang
mencuat di Bali akibat lemahnya penerapan prinsip harmoni dan
kebersamaan dalam pelaksanaan pembangunan. Konlik sosial budaya
tersebut, baik yang terjadi di lingkungan internal lembaga tertentu
(utamanya di perusahaan kepariwisataan), maupun antarlembaga
dengan lingkungan sosial di sekitarnya membawa akibat luas bagi
pembangunan kepariwisataan dan kehidupan masyarakat Bali. Semua
konl ik sosial yang dipicu oleh disharmoni seperti disebutkan di atas,
tentu saja, sangat tidak menguntungkan. Hal ini terjadi karena sejak
awal proses pembangunan kepariwisataan di Bali tidak di design untuk
menerapkan Tri Hita Karana (THK) sehingga konlik sosial yang
terlanjur muncul tak ubahnya penyakit menahun yang membutuhkan
waktu lama dan biaya mahal untuk menyembuhkannya. Dalam upaya
ikut berpartisipasi ’menyembuhkan’ penyakit menahun itu, Tim Tri Hita
Karana (THK) Awards & Accreditations memandang sangat penting
mengembangkan visi dan misi pembangunan yang mengedepankan
pendekatan integratiholistik, yang tidak hanya mereduksi aspek
material-ekonomis, tetapi memperhatikan juga dimensi lingkungan
isik, sosial budaya, estetika/spiritual sebagaimana diamanatkan dalam
konsep Tri Hita Karana (THK).3
3
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
155
Kolase Komunikasi di Indonesia
Matrik Program
Untuk mempertegas program kegiatan dalam penyelenggaraan
Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations, berikut
ini disajikan Matrik Program untuk menjabarkan secara lebih rinci
semua misi yang ingin dicapai melalui program Tri Hita Karana (THK)
Awards & Accreditations.
Program
Kegiatan
Indikator
1
No.
Mendorong
pemerintah,
swasta, dan
masyarakat,
mewujudkan
kualitas
kehidupan
yang
religius dan
berdaya guna
Misi
1. Pengembangan
kegiatan
spiritual yang
aspiratif
2. Peningkatan
pemahaman
ajaran
agama
3. Pengadaan
kunjungan
keagamaan
Mendorong
pertemuanpertemuan
berkala
intern organisasi
keumatan yang
menekankan
prinsip
kebersamaan dan
harmoni.
Mendorong
kegiatan Dharma
Wacana.
Mendorong
kunjungan
keagamaan.
Terlaksananya
pertemuanpertemuan
berkala intern
organisasi keumatan
yang menekankan
prinsip
kebersamaan dan
harmoni.
Terlaksananya kegiatan
Dharma Wacana./
Terlaksananya
kunjungan
keagamaan
2
Mendorong
pemerintah,
swasta, dan
masyarakat
mewujudkan
kehidupan
bermasyarakat
yang harmonis
dan
menjunjung
nilai-nilai
sosial
budaya.
1. Peningkatan
hubungan
antara
stakeholders
pembangunan
2. Peningkatan
hubungan antara
komponen
masyarakat,
pihak swasta, dan
pemerintahan.
3. Peningkatan
kegiatan
seni dan budaya
masyarakat.
Mendorong
pertemuan rutin
antar stakeholders
dan komponen
masyarakat.
Mendorong
pertemuan
rutin antara
pemerintahan
dengan komponen
masyarakat dan
pihak swasta.
Mendorong
pemberian
bantuan dan
pembinaan bagi
organisasi seni
dan budaya
masyarakat.
Terlaksananya
pertemuan
rutin antar
stakeholders/
komponen masyarakat
Terealisasinya
pertemuan
rutin antara
pemerintahan
dengan komponen
masyarakat dan pihak
swasta.
Terealisasinya
pemberian
bantuan dan
pembinaan
bagi organisasi seni dan
budaya masyarakat.
156
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
3
Mendorong
pemerintah,
swasta, dan
masyarakat,
untuk
mewujudkan
lingkungan
hidup yang
harmonis,
bersih, sehat,
lestari dan
indah.
1. Peningkatan
kebersihan
lingkungan.
2. Penciptaan
kesehatan
lingkungan.
3. Peningkatan
konservasi
lingkungan.
4. Peningkatan
keindahan
lingkungan.
Mendorong
terlaksananya
konsep reduce,
reuse dan recycling
dalam pengelolaan
limbah.
Mendorong
pengelolaan
limbah,sehingga
limbah yang
diproduksi sesuai
dengan baku mutu.
Mendorong
pelestarian l orafauna,
air, tanah,
dan ei siensi
pemakaian energi.
Mendorong
terciptanya
pertamanan yang
sesuai dengan nilai
budaya Bali.
Terlaksananya konsep
reduce, reuse dan
recycling
dalam pengelolaan
limbah
Terlaksananya
pengelolaan
limbah, sehingga
limbah
yang diproduksi sesuai
dengan baku mutu.
Terlaksananya
pelestarian
l ora-fauna, air, tanah,
dan
ei siensi pemakaian
energi.
Terciptanya
pertamanan
yang sesuai dengan
nilai
budaya Bali.
(Sumber: Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2017)
Komitmen Yayasan Tri Hita Karana Sebagai Penyelenggara Event
Tri Hita Karana Awards & Accreditation
Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations
yang dilaksanakan oleh Yayasan Tri Hita Karana Bali, sebagaimana
telah diakui secara resmi oleh Organisasi Pariwisata Dunia-Perserikatan
Bangsa Bangsa (UN-WTO) adalah sebuah contoh yang baik bagaimana
Kode Etik dapat diterapkan di tingkat lokal serta diintegrasikan ke dalam
konteks yang sebenarnya. Pengakuan tersebut diberikan secara resmi
oleh Pascal Lamy, Ketua UN-WTO, setelah laporan “Event Tri Hita
Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations: Sebuah Pendekatan
Berkelanjutan” yang dipandu oleh I Gede Ardika pada pertemuan
ke-15 Komite Dunia untuk Etika Pariwisata di Rovinj, Kroasia, pada
tanggal 26-27 Mei 2015.4
Kode Etik Global untuk Pariwisata, yang terdiri dari 10 pasal
diadopsi oleh resolusi A / RES / 406 (XIII) di Majelis Umum WTO
4
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
157
Kolase Komunikasi di Indonesia
ketigabelas (Santiago, Chile, 1999). Anggota WTO dengan sungguhsungguh mengadopsi prinsip-prinsip tersebut dengan tujuan untuk
menegaskan “keinginan mereka untuk mempromosikan tatanan dunia
nyata yang adil, bertanggungjawab dan berkelanjutan, yang manfaatnya
akan dibagi oleh semua sektor masyarakat dalam konteks ekonomi
internasional yang terbuka dan diliberalisasi.”
Konsep hidup Tri Hita Karana (THK) sudah ada sejak berabad-abad
yang lalu dan diintegrasikan ke dalam kehidupan masyarakat Bali. Desa
tradisional (desa pakraman) dan sistem irigasi tradisional (subak) sudah
lama mempraktekkan ilsafat THK tersebut. Berasal dari bahasa Sanskerta,
Tri Hita Karana (THK) melambangkan tiga aspek yang membawa
kesejahteraan, keseimbangan hidup dan kebahagiaan: menjaga harmoni
dan keseimbangan manusia dengan Tuhan (parhyangan), manusia
dengan sesama manusia (pawongan) dan manusia dengan lingkungannya
(palemahan). Meskipun THK dideinisikan sebagai konsep pembangunan
Bali sejak tahun 1969, baru sejak tahun 2000 konsep ini mulai dievaluasi di
industri pariwisata melalui Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards
& Accreditations yang merupakan inisiatif lokal yang diangkat oleh para
jurnalis, dosen dan profesional lainnya dari industri pariwisata, yang
menunjukkan kepedulian terhadap pariwisata yang berkembang di Bali,
yang meningkatkan sikap eksploitatif, individualistis dan materialistis,
dengan kecenderungan destruktif terhadap aspek ekologi, sosial budaya,
dan subsistem estetika (terkait dengan unsur konsep THK: palemahan,
pawongan dan parhyangan).5
“Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations”
berfokus pada semangat Bali, kepedulian terhadap masyarakat dan
konservasi alam. Hotel dan institusi sektor pariwisata (lembaga, sekolah,
universitas, dan lain-lain) dinilai setiap tahun dengan kuesioner yang
mengukur tiga dimensi, terkait dengan konsep THK, yaitu spiritual
(parhyangan), manusia (pawongan) dan lingkungan (palemahan). Sesuai
dengan nilai yang diperoleh, hotel / institusi akan menerima penghargaan
(perunggu, perak, emas, zamrud atau platina).
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa sebanyak 8 pasal (22
paragraf) yang tercantum dalam Kode Etik Global untuk Pariwisata sesuai
dengan lebih dari 95 persen kriteria yang digunakan oleh penyelenggara
5
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
158
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations selama
penilaian: 14 dari 15 kriteria digunakan dalam dimensi ‘spiritual,’ dan
semua kriteria yang digunakan untuk dimensi ‘manusia’ dan ‘lingkungan’
(masing-masing 5 dan 9 kriteria). Melihat dari item kuesioner penilaian
tersebut, 59 item (94%) dari 63 item menunjukkan kesesuaian; Khususnya:
14 dari 15 item dimensi ‘spiritual’; 27 dari 30 item yang digunakan dalam
dimensi ‘manusia’; dan semua dari 18 item yang digunakan dalam dimensi
‘lingkungan.’ Ketiga pasal dari Kode Global yang sesuai dengan jumlah
kriteria / item yang lebih tinggi, dalam urutan menurun, adalah: Pasal 1:
Kontribusi pariwisata terhadap saling pengertian dan penghargaan antara
orang-orang dan masyarakat (Paragraf 1, 2, 3 dan 4); Pasal 3: Pariwisata,
sebuah faktor pembangunan berkelanjutan (Paragraf 1, 2, 4 dan 5); dan
Pasal 9: Hak pekerja dan pengusaha di industri pariwisata (Paragraf 2, 5
dan 6). Pasal tambahan yang sesuiai adalah: Pasal 2: Pariwisata sebagai
wahana pemenuhan individual dan kolektif; Pasal 4: Pariwisata, pengguna
warisan budaya umat manusia dan penyumbang kepada peningkatannya;
Pasal 5: Pariwisata, kegiatan yang menguntungkan negara tuan rumah dan
masyarakat; Pasal 6: Kewajibankewajiban pemangku kepentingan dalam
pengembangan pariwisata; dan Pasal 7: Hak atas pariwisata. Kesesuaian
antara pasal-pasal Kode Global dan kriteria / item penilaian Penghargaan
THK memiliki implikasi yang berharga. Tidak hanya menunjukkan
pendekatan berkelanjutan dari program ini dan bagaimana prinsip
Kode Etik dapat digabungkan menjadi proyek nyata, namun juga yang
terpenting, bahwa i losoi hidup leluhur Tri Hita Karana-bagi manusia
untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan-menunjukkannya sudah
mendunia, yang mengekspresikan nilai-nilai yang dibagi secara global
(Wisnu Wardana dan Claudia Morales Manrique, 2015).
Data Peserta Tri Hita Karana Tourism Awards And Accreditation
Tahun 2000-2016
No.
Kategori
Jumlah
1
Kategori Hotel / Villa / Boutique / Pondok Wisata
331
2
Kategori Daya Tarik Wisata (Dtw)
34
3
Kategori Instansi/Kantor Pemerintahan
17
4
Kategori Perguruan Tinggi / Kampus
9
5
Kategori Sekolah
36
(Sumber Data: Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2017)
159
Kolase Komunikasi di Indonesia
Kesimpulan
Komunikasi pemasaran melalui Event Tri Hita Karana (THK)
Tourism Awards & Accreditations yang digunakan mewujudkan
pariwisata bertanggung jawab di Bali melalui strategi komunikasi
pemasaran dengan saluran pesan personal atau berinteraksi secara
langsung dengan konsumen dan strategi pesan. Strategi komunikasi
meliputi; pengembangan strategi penyusunan pesan dalam perencanaan
pesan dan media komunikasi, ada tiga faktor dalam pesan yang perlu
dikaji, yakni: kode pesan, isi pesan, dan pengolahan pesan; penyusunan
pesan yang disampaikan bermacam, mulai dari pesan yang bersifat
informatif; persuasif; edukatif; koersif. Selanjutnya pemilihan media
dalam penyelenggaraan Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards
& Accreditations memang mempertimbangkan karakteristik dan
tujuan isi pesan, mulai dari kebutuhan, kemudahan penggunaan,
biaya murah, sampai media apa yang banyak digunakan oleh orang
lain. Dengan media sosial yang digunakan, Event Tri Hita Karana
(THK) Tourism Awards & Accreditations mampu membentuk sebuah
jaringan sosial secara virtual, dimana para peserta dapat saling
berinteraksi dengan pihak penyelenggara Event Tri Hita Karana (THK)
Tourism Awards & Accreditations.
160
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
Datar Pustaka
Abdullah, I. A. (2009). Manajemen Konferensi dan Event. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Allen, J., O’Toole, W., Harris, R., & McDonnell, I. (2011). Festival and
Special Event Management. Australia: John Wiley & Sons.
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012, Bali
Travel Newspaper Denpasar
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2017, Bali
Travel Newspaper Denpasar
Laporan Evaluasi Branding Pariwisata Indonesia. (2010). Puslitbang
Pariwisata BPSD Kemenbudpar
Malik, Farmawati. 2016. Peranan Kebudayaan dalam Pencitraan
Pariwisata Bali Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol. 11 No. 1
Juni 2016 ISSN 1907 - 9419
Pitana, IG. (1999), Pelangi Pariwisata Bali. Bali Post
Pitana, IG., Diarta, IK.G. (2009). Pengantar Ilmu Pariwisata, Jogyakarta:
Andi
161
KARANA TOURISM AWARDS & ACCREDITATION
UNTUK MENDUKUNG PROGRAM
PARIWISATA BERTANGGUNG JAWAB DI BALI
I Dewa Ayu Hendrawathy Putri
Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Bali
� [email protected]
Pendahuluan
Sebagaimana kita ketahui, perkembangan pariwisata Indonesia
tidak lepas dari tumbuh kembang pariwisata Bali. Pariwisata Bali telah
tumbuh lebih dulu pada abad ke-17 pada masa penjajahan Belanda.
Tidak hanya orang Belanda tetapi wisatawan Inggris dan lainnya juga
berkunjung ke Pulau Dewata ini sehingga Bali sering disebut sebagai
the Island of Paradise, the Island of Gods, dan sebagainya. Tahun 1930
di Bali sudah didirikan Bali Hotel, selanjutnya tahun 1950-an kesenian
Bali sudah tampil di pertunjukan internasional di gedung kesenian
Belanda, sementara daerah lain di Indonesia belum melakukannya.
Meskipun pengaruh budaya sangat kuat di masyarakat, pariwisata
Bali tetap berproses setiap harinya sampai sekarang ini. Selain itu
masyarakat Bali sadar betul kekuatan tradisi budayanya (Malik, 2016).
Program Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations
lahir karena dorongan rasa bangga bercampur galau dan prihatin.
Bangga karena sektor pariwisata berkembang menjadi lokomotif
pembangunan Bali dan penyumbang terbesar dalam pembentukan
produk domestik regional bruto (PDRB), memperluas lapangan
usaha dan kesempatan kerja. Di balik itu, muncul juga kegalauan
dan keprihatinan karena pariwisata kian menyuburkan sikap mental
eksploitatif, individualistis, dan materialistis dengan kecenderungan
merusak subsistem ekologis, sosiokultural, dan estetika (gatra
pendukung perwujudan tiga unsur yaitu Palemahan, Pawongan, dan
Parhyangan yang merupakan elemen pokok dari konsep Tri Hita
Karana). Akibatnya, pengelolaan pariwisata berlandaskan Tri Hita
145
Kolase Komunikasi di Indonesia
Karana (THK) yang mengedepankan prinsip-prinsip kebersamaan,
keseimbangan dan keberlanjutan jauh panggang dari api. Semboyan
‘Pariwisata untuk Bali’ pun melenceng ke arah ‘Bali untuk Pariwisata’.
Dengan demikian, bukan keseimbangan dan keberlanjutan yang
tercipta. Bukan pula mempersiapkan orang Bali sebagai pelaku utama
bisnis pariwisata di Bali. Yang tercipta justru kerusakan lingkungan
dan kemerosotan budaya. Orang Bali pun kian terpental dari pentas
pariwisata. Hal itulah, kelihatannya, sebagai pemicu munculnya konlikkonlik sosial di masyarakat, khususnya pada kawasan-kawasan yang
sedang dan akan dikembangkan sebagai kawasan pariwisata. Mulai
saat itu, krama (warga) Bali dapat predikat warga yang terlibat konlik.
Predikat ini jelas sangat merugikan Bali sebagai destinasi pariwisata,
yang semestinya inklusif serta memberikan kesempatan kepada siapa
dan dari mana saja yang mau berwisata ke Pulau Dewata. Konlik sosial
budaya yang sering juga bercampur politik, sejatinya, merupakan
representasi ketidakpuasan masyarakat, karena merasa dijadikan
objek belaka di tengah-tengah hingar-bingarnya pariwisata. Sementara
orang asing dan pendatang makin dominan dalam proses pengambilan
keputusan untuk menentukan arah bisnis kepariwisataan. Dominasi
orang asing di Bali ini, tak terbatas hanya di lingkungan hotel, tetapi
merambah juga ke sektor lain, sehingga “orang Bali” hanya menjadi
penonton dari hiruk-pikuknya pembangunan pulau ini.
Sekitar tahun 1970-an Bali sudah membuat Perda/peraturan daerah
bahwa tinggi bangunan hotel tidak lebih dari 15 meter. Hal ini berproses
secara alamiah dan menjadi bagian pencitraan. Ini tidak terjadi pada
daerah-daerah lain di Indonesia. Perda tersebut memuat kearifan lokal
yang kuat yang memang berasal dari kehidupan asli masyarakatnya.
Tri Hita Karana (THK) merupakan ajaran ilosoi agama Hindu yang
selalu ada dalam setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Kebudayaan
Bali berproses di masyarakatnya, menampilkan citra/brand image
pariwisata yang hidup dan menarik. Masyarakat Bali mempunyai
sosiologi budaya yang menjadi tumpuan kekuatan pariwisatanya.
Hampir semua sisi kehidupan masyarakat Bali dapat menjadi bahan
inspirasi untuk dijadikan daya tarik bagi wisatawan, bahkan tidak
sedikit wisatawawan dalam maupun luar negeri akhirnya menetap
dan menjadikan Bali sebagai inspirasi. Hampir semua orang senang
berkunjung ke Pulau Dewata ini. Kayu kering dapat dibuat berbagai
146
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
ukiran menarik dan bernilai seni tinggi setelah diolah tangan kreatif
pemuda-pemudi Bali (Malik, 2016).
Hal ini memberi masukan kepada daerah-daerah lain dan
memperlihatkan bagaimana Bali dapat mempertahankan budayanya
dalam beradaptasi dengan jumlah kunjungan wisatawan asing yang
tinggi. Selain itu, hal ini juga menjadi bahan evaluasi apakah yang
dilakukan Bali sudah tepat atau perlu perbaikan dalam mengelola
pencitraan pariwisatanya sendiri. Manfaat lainnya adalah memberikan
masukan atau pertimbangan untuk penguatan budaya lokal yang
mempunyai ciri ke Indonesian dan identitas budaya yang kuat
seperti Bali. Pembentukan integritas dan jati diri ini yang dibentuk
dari seni kebudayaan dan keagamaan yang ada dalam kesehariaan
keluarga, masyarakat, dan pemerintah daerah yang juga berperan
mendirikannya. Keseharian aktivitas masyarakat di Bali tidak berbeda
dengan keseharian yang dilihat oleh wisatawan mancanegara maupun
wisatawan nusantara ketika berkunjung ke Bali. Daya tarik ini secara
langsung tanpa disadari terus menerus berproses mempengaruhi
pikiran setiap wisatawan sebelum, saat, ataupun setelah wisatawan
berkunjung sehingga terbentuklah sebuah pencitraan yang positif bagi
pariwisata Bali. Penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa
saran khusus untuk Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan
Industri Pariwisata agar penguatan branding yang dilakukan Bali dapat
menjadi bahan pembanding dalam mempertahankan budaya maupun
pencitraan pariwisatanya (Malik, 2016).
Kajian Teori
Dalam perspektif komunikasi, menurut teori kebutuhan manusia
(Fisher, et al, 2001:8) berasumsi bahwa masalah dan pertentangan
berawal dari kebutuhan dasar manusia; isik, mental, dan sosial yang tidak
terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi,
dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran utama teori
ini adalah pertama; membantu pihak-pihak yang berkepentingan
untuk mengidentiikasikan dan mengupayakan bersama kebutuhan
mereka yang tak terpenuhi, dan mengupayakan pilihan-pilihan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Kedua; agar semua unsur bisa mencapai
kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak. Proses
komunikasi paling penting di dalam upaya menyampaikan informasi,
147
Kolase Komunikasi di Indonesia
salah satunya adalah dengan menggunakan metode komunikasi
persuasi. Cara persuasif adalah dengan menggunakan pendekatan
kepada masyarakat, pendidikan dan musyawarah untuk melibatkan
masyarakat. Komunikasi persuasif secara umum mengandung arti
suatu komunikasi untuk mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti
kehendak penyampai pesan (Larson, 1999:65). Di dalam persuasi
digunakan cara-cara tertentu sehingga orang mau melakukan sesuatu
dengan senang hati tanpa paksaan. Kesediaan itu timbul dari dalam
dirinya sebagai akibat adanya dorongan atau rangsangan tertentu yang
menyenangkan.
Metodologi
Untuk menjawab permasalahan yang terjadi menggunakan
pendekatan kualitatif dengan teknik penentuan informan menggunakan
purposive sampling dan pengumpulan data meliputi observasi,
wawancara, serta dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa, pelaksanaan pembangunan di Bali akan selalu menjunjung
tinggi harmoni dan kebersamaan. Salah satu wujud nyata yang
diharapkan dalam penerapan Tri Hita Karana (THK) ini adalah tidak
terjadinya konlik dalam proses pembangunan, baik di lingkungan
internal stakeholders maupun eksternal.
Analisis Dan Pembahasan
Kronologi Event Tri Hita Karana (THK) Award & Accreditation
Berdasarkan pengalaman yang “menyedihkan” antara pelaku
pariwisata lokal dengan para praktisi pariwisata “asing” tersebut
memperlihatkan betapa masyarakat lokal secara sistematik
“disingkirkan” dari perhelatan pariwisata, sehingga akhirnya memicu
disharmoni hubungan antarpelaku pariwisata dan masyarakat Bali
yang menjadi penyangga pariwisata. Hal inilah yang mendorong, para
intelektual Bali, tokoh-tokoh budaya, dan pemerhati pariwisata pada
tahun 2000 memprakarsai penyelenggaraan Event Tri Hita Karana
(THK) Tourism Awards & Accreditations, sebuah penghargaan bagi
hotel yang manajemennya telah menerapkan konsep Tri Hita Karana,
sehingga terjadi hubungan yang harmonis antar-karyawan hotel dengan
“masyarakat Bali” yang tinggal di sekitar hotel. Semula (2000), program
148
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
ini merupakan sinergi antar tim leader studi kumulatif mengenai
dampak lingkungan (study on commulative environmental impact SOCEI) dengan tim Pusat Kajian Bali (PUSAKA Bali) dan staf dosen
di perguruan tinggi di Bali, para pemerhati, dan praktisi pariwisata
dan lingkungan hidup. Kemudian, sejak tahun 2001, Pemerintah
Provinsi Bali secara terus menerus memberikan dukungan kepada
penyelenggaran akredisasi lembaga berwawasan Tri Hita Karana
ini secara konsisten. Pelaksanaan penganugrahan Tri Hita Karana
setiap tahun dibantu oleh Paguyuban Pemerhati dan Pelaksana Tri
Hita Karana, Assosiasi Chef Indonesia, Food & Beverage Manajemen
Association, dan lembaga lainnya yang memiliki kepedulian terhadap
implementasi Tri Hita Karana dalam aspek kehidupan.1
Secara sederhana logo Tri Hita Karana (THK) Awards &
Accreditations dapat dipopulerkan sebagai Patra Trisula karena
merupakan sosialisasi dari bentuk dasar Tri Sula dengan Pepatran
dan Kekarangan yang mencirikan dunia lora dan fauna dalam ragam
hias Bali. Sebagai sebuah lambang/simbol Patra Trisula sekurangkurangnya mempunyai dua kelompok penjelasan:
1. Pendekatan Ikonograis (ilmu tanda-tanda) :
a) Kata Tri pada Tri Hita Karana (THK) berarti juga, sehingga
bentuk dasarnya dapat digambarkan dengan segitiga. Terdapat
hubungan analogi dengan simbol Tri Kona (utpeti /lahir; stiti /
hidup; dan pralina/mati ), seperti Sanggah Cukcuk atau Sanggah
Penjor yang berbentuk dasar segitiga sama sisi;
b) Dari aspek teknis-teknologis, bentuk segitiga, apalagi segitiga
sama sisi berarti rigid, kuat, seimbang, dapat menyalurkan
1
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
149
Kolase Komunikasi di Indonesia
beban yang sama ke semua sisi. Hal ini bersesuaian dengan
hakikat konsep Tri Hita Karana (THK) yakni keseimbangan
(balanced) dan harmoni (harmony);
c) Sosialisasi bentuk dasar segitiga sama sisi, menjadi Tri Sula
adalah karena bentukan Tri Sula merupakan interseksi dari tiga
konsep dasar yang menempatkan sebuah ‘intisari’ di tengahtengahnya;
d) Tri Sula merupakan senjata Dewa Sambu, yang berstana di
arah Ersanya (Timur Laut) dalam pengider-ideran (Dewata
Nawa Sanggha). Arah mana dalam kosmologi orang Hindu
(Bali) adalah arah Utamaning utama. Tempat dimana Sanggah/
Pamerajan berlokasi atau tempat Pura Besakih dalam konsepsi
Padma Bhuwana;
e) Di tengah-tengah Sula dari masing-masing Trisula yang ada
digambarkan dengan “sinar” untuk Sula yang menghadap
ke atas, sebagai areal Parhyangan; gambar “pallus” untuk
Sula yang mengarah ke kanan sebagai simbol kehidupan
(sosial, Pawongan); dan gambar pohon “kalpataru” untuk
Sula yang menghadap ke kiri sebagai simbul lingkungan alam
(Palemahan).
2. Pendekatan semiotika (ilmu lambang dan makna-makna) :
a) Logo Tri Hita Karana (THK) ini bernuansa ‘egosentris’ yakni
paham yang menganggap manusia adalah pokok, pusat segala
hal. Asumsi dasarnya adalah Tuhan dan alam telah membentuk
‘keseimbangan’ dan ‘keserasian’ sendiri dengan hukum
alamnya. Manusialah yang dapat menyebabkan segala sesuatu
itu berjalan secara kurang seimbang dan serasi;
b) Secara universal bentukkan lambang ini menggambarkan
hubungan vertikal manusia dengan Tuhannya dan hubungan
horizontal manusia dengan sesamanya dan alam lingkungannya.
Hal ini sekaligus merupakan cerminan dari tujuan hidup manusia
Bali (Hindu) adalah Moksartam Jagadhita ya ca iti dharma,
yang berarti mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia
(Jagadhita) dan kemudian bersatu kembali dengan Tuhan (Moksa);
c) Bentukan Tri Sula merupakan interseksi dari dimensi teologi
(Parhyangan); dimensi sosio-antropologi (Pawongan); dan
150
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
dimensi ekologi (Palemahan) dari tiga unsur Tri Hita Karana
(THK) dan sekaligus menempatkan konsep Tri Hita Karana
(THK) sebagai intisarinya;
d) Nilai universal konsep Tri Hita Karana (THK)
yang
tercermin dalam Patra Trisula tersebut dapat secara kreatif
direaktualisasikan dan implementasikan pada (misalnya) ranah
tata ruang sebagai aspek spiritual ruang (sakral dan profan),
aspek sosio-kultural spatsial dan aspek teritorial.2
Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning)
dan manajemen (management) untuk mencapai satu tujuan. Strategi
komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi dan
manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan (Efendy, 2003:301).
Strategi komunikasi harus didukung oleh teori karena teori
merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman (empiris) yang sudah
diuji kebenarannya.
Harold D. Lasswell menyatakan, cara yang terbaik untuk menerangkan
kegiatan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Who Says what
which Channel To whom With What Efect”? Untuk mempertegas
strategi komunikasi, maka semua harus terintegrasi dengan komponenkomponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus
atau formula Lasswell; (1) Who? (Siapakan Komunikatornya); (2) Says
What? ( pesan apa yang dinyatakannya); (3) In Which Channel? (media apa
yang digunakannya); (4) To Whom? (siapa komunikannya); (5) With What
Efect? (efek apa yang diharapkan).
Strategi komunikasi yang digunakan dalam mewujudkan pariwisata
bertanggung jawab yaitu penggunaan media dan pesan-pesan yang
disampaikan. Adapun strategi komunikasi tersebut akan dipaparkan sebagi
berikut :
1. Perencanaan Pesan
Ketika ingin melakukan pengembangan strategi penyusunan pesan
dalam perencanaan pesan dan media komunikasi, ada tiga faktor dalam
pesan yang perlu dikaji, yakni: kode pesan, isi pesan, dan pengolahan pesan.
Menurut Berlo (1960:57), suatu kode dapat dideinisikan sebagai kelompok
2
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
151
Kolase Komunikasi di Indonesia
symbol yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung arti bagi
banyak orang. Bahasa terdiri dari kode-kode; bahasa Indonesia adalah
suatu kode yang di dalamnya terkandung: unsur-unsur (bunyi, huruf,
kata, kalimat, dsb) yang tersusun dalam urutan tertentu yang mengandung
arti. Sebagai lambang verbal, bahasa adalah kumpulan kata-kata dan
kumpulan kalimat. Sebagai lambing nonverbal, bahasa adalah sekumpulan
isyarat tertentu. Hal-hal yang diungkapkan di atas menegaskan bahwa
pesan pada dasarnya merupakan sesuatu bentuk yang dikode (disandi).
Prosen penyandian pesan dalam suatu proses komunikasi dilakukan demi
mencapai kondisi isomorik. Isomorik adalah kondisi kesamaan penafsiran
pada perilaku yang sama dalam pikiran komunikator maupun komunikan
(George A. Borden dalam Fisher, 1978:370). Proses penyandian pesan yakni
proses penuangan ide atau gagasan ke dalam lambang-lambang yang berarti
oleh sumber agar dapat ditafserkan sama oleh penerima dan selanjutnya
agar dapat menghasilkan efek berupa perilaku yang sesuai dengan yang
diharapkan, memerlukan suatu perencanaan yang matang.
Isi pesan adalah materi yang dipilih oleh sumber untuk menyatakan
maksudnya. Seperti halnya kode pesan, isi pesan pun mempunyai unsur
dan struktur. Perencanaan isi pesan, harus mempertimbangkan kondisi
sasaran, siapa sasaran kita adalah patokan yang harus diutamakan jika kita
akan menentukan isi pesan yang akan kita sampaikan. Isi pesan yang sama
mungkin harus berbeda struktur penyampaiannya jika ingin disampaikan
pada sasaran yang berbeda. Perencanaan isi pesan merupakan upaya untuk
menginventarisasikan pesan-pesan yang telah disandi dan menyusunnya ke
dalam urutan-urutan tertentu hingga ketika pesan tersebut kita sampaikan
dapat benar-benar dipahami oleh penerima sesuai dengan tujuan
komunikasi kita. Penyusunan isi pesan, selain harus mempertimbangkan
kondisi khalayak sasaran, harus merujuk pada tujuan komunikasi kita.
Untuk komunikasi persuasif, Wayne N. hompson (Rakmat, 1992:115118) menyarankan bahwa isi pesan harus: (1) Menarik Perhatian. Memuat
bahan-bahan yang menarik perhatian; (2) Menyentuh dan Menggerakkan.
Pesan-pesan yang mempunyai pengaruh psikologis.
2. Penyusunan Pesan
Menentukan tema dan materi. Syarat utama dalam mempengaruhi
khalayak dari pesan tersebut ialah mampu membangkitkan perhatian.
Awal efektivitas dalam komunikasi adalah bangkitnya perhatian dari
khalayak terhadap pesan-pesan komunikasi yang disampaikan.
152
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
Pesan adalah segala sesuatu yang disampaikan oleh seseorang
dalam bentuk simbol yang dipersepsi dan diterima oleh khalayak
dalam serangkaian makna (Cangara, 2013:113). Pada Event Tri Hita
Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations ini, pesan disampaikan
melalui perantara media sosial, yaitu Facebook dan Twitter.
Dalam hal ini metode penyusunan pesan, yang dapat dilihat dari dua
aspek yakni; menurut cara pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya.
Menurut cara pelaksanaannya, dapat diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu;
metode redundancy (repetition) dan canalizing. Sedangkan yang kedua
menurut bentuk isinya dikenal metode-metode: informatif; persuasif;
edukatif; koersif. Metode redundancy adalah cara mempengaruhi khalayak
dengan jalan mengulang-ulang pesan pada khalayak. Metode canalizing
yaitu mempengaruhi khalayak untuk menerima pesan yang disampaikan,
kemudian secara perlahan-lahan merubah sikap dan pola pemikirannya
ke arah yang kita kehendaki. Metode informatif, lebih ditujukan pada
penggunaan akal pikiran khalayak, dan dilakukan dalam bentuk pernyataan
berupa; keterangan, penerangan, berita, dan sebagainya. Metode persuasif,
yaitu mempengaruhi khalayak dengan jalan membujuk. Dalam hal ini
khalayak digugah baik pikiran maupun perasaannya. Metode edukatif,
yaitu memberikan sesuatu idea kepada khalayak berdasarkan fakta-fakta,
pendapat dan pengalaman yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi
kebenarannya dengan disengaja, teratur dan berencana, dengan tujuan
mengubah tingkah laku manusia ke arah yang diinginkan. Metode koersif,
yaitu mempengaruhi khalayak dengan jalan memaksa tanpa memberi
kesempatan berpikir untuk menerima gagasan-gagasan yang dilontarkan,
dimanifestasikan dalam bentuk peraturan-peraturan, intimidasi dan
biasanya dibelakangnya berdiri kekuatan tangguh.
Aktivitas penyusunan pesan tidak bisa dipisahkan dengan penggunaan
bahasa. Bahasa ialah seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur
sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti (Cangara,
2013:114). Dengan pesan-pesan yang sampaikan dalam Event Tri Hita
Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations, baik melalui media sosial
maupun secara langsung, ada feedback yang diterima oleh komunikan
yang bertindak sebagai penerima pesan. Karena pesan adalah isi dari
maksud yang hendak disampaikan kepada masyarakat, maka pesan yang
akan disampaikan pun perlu dikemas secara menarik sesuai dengan tujuan
dari penyelenggaraan Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards &
Accreditations.
153
Kolase Komunikasi di Indonesia
3. Pemilihan Media
Komunikator dapat memilih salah satu atau gabungan dari
beberapa media, tergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang
disampaikan dan teknik yang dipergunakan, karena masing-masing
medium mempunyai kelemahan-kelemahannya tersendiri sebagai alat.
Memilih media komunikasi harus mempertimbangkan karakteristik
isi dan tujuan isi pesan yang ingin disampaikan, dan jenis media
yang dimiliki oleh khalayak (Cangara, 2013:120). Sejalan dengan
pemaparan Cangara, pemilihan media dalam penyelenggaraan Event
Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations memang
mempertimbangkan karakteristik dan tujuan isi pesan, mulai dari
kebutuhan, kemudahan penggunaan, biaya murah, sampai media
apa yang banyak digunakan oleh orang lain.
Dengan mempertimbangkan beberapa faktor tersebut akhirnya
penyelenggaraan Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards &
Accreditations memilih menggunakan media sosial setelah sebelumnya
sempat menggunakan SMS (Short Message Service) dan website.
Media sosial adalah “medium di internet yang memungkinkan
pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja
sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain dan membentuk
ikatan sosial secara virtual” (Nasrullah, 2015:11). Dengan media
sosial yang digunakan, Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards
& Accreditations mampu membentuk sebuah ikatan sosial secara
virtual, dimana para peserta Event Tri Hita Karana (THK) Tourism
Awards & Accreditations dan pada media sosial ini lah mereka dapat
saling berinteraksi antara pihak penyelenggara dan peserta Event Tri
Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations.
Keberlanjutan Event Tri Hita Karana (THK) Awards & Accreditations
Ada berbagai permasalahan di Bali yang mendorong Tim
Tri Hita Karana (THK) Awards & Accreditations berkomitmen
agar Tri Hita Karana (THK) diterapkan dalam setiap pelaksanaan
kegiatan pembangunan. Seperti diketahui, sejak 1970-an hingga
kini, pembangunan Bali didominasi oleh sektor pariwisata. Karena
itu, concern Tim Tri Hita Karana (THK) Awards & Accreditations
pertama-tama diarahkan ke sektor pariwisata. Diharapkan dengan
dilaksanakannya ilosoi Tri Hita Karana (THK) dalam kegiatan sektor
pariwisata, maka friksi dan konlik di sektor ini dapat dieliminasi.
154
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
Dengan demikian, sistem ekonomi Bali tidak mengalami goncangan
yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Pelaksanaan Tri Hita
Karana (THK), selain dapat menumbuhkan harmoni dalam kehidupan,
mampu juga menjamin pelaksanaan seluruh sektor pembangunan,
termasuk keberlanjutan pariwisata. Sebaliknya disharmoni, selain
dapat menimbulkan kegoncangan pembangunan pariwisata, sekaligus
juga mengganggu seluruh aspek kehidupan.
Disharmoni pembangunan Bali di sektor pariwisata, menurut hasil
survei Bali Travel News bekerja sama dengan Art Tourism of Bali (ATB,
1998-1999), memunculkan 8 (delapan) kesan buruk turis terhadap Bali,
yaitu: (1) Bali kotor, (2) penipuan oleh pedagang valuta asing dan sopir
taksi yang curang, (3) kemacetan lalu-lintas, (4) kerusakan alam dan
pemandangan, (5) terlalu banyak pembangunan gaya Barat, (6) terlalu
banyak hotel/ bangunan besar dan restoran gaya Barat, (7) tak cukup
informasi yang benar tentang Bali, dan (8) makin sulit menemukan
budaya Bali di Bali.
Di samping itu, tercatat juga beberapa konlik sosial budaya yang
mencuat di Bali akibat lemahnya penerapan prinsip harmoni dan
kebersamaan dalam pelaksanaan pembangunan. Konlik sosial budaya
tersebut, baik yang terjadi di lingkungan internal lembaga tertentu
(utamanya di perusahaan kepariwisataan), maupun antarlembaga
dengan lingkungan sosial di sekitarnya membawa akibat luas bagi
pembangunan kepariwisataan dan kehidupan masyarakat Bali. Semua
konl ik sosial yang dipicu oleh disharmoni seperti disebutkan di atas,
tentu saja, sangat tidak menguntungkan. Hal ini terjadi karena sejak
awal proses pembangunan kepariwisataan di Bali tidak di design untuk
menerapkan Tri Hita Karana (THK) sehingga konlik sosial yang
terlanjur muncul tak ubahnya penyakit menahun yang membutuhkan
waktu lama dan biaya mahal untuk menyembuhkannya. Dalam upaya
ikut berpartisipasi ’menyembuhkan’ penyakit menahun itu, Tim Tri Hita
Karana (THK) Awards & Accreditations memandang sangat penting
mengembangkan visi dan misi pembangunan yang mengedepankan
pendekatan integratiholistik, yang tidak hanya mereduksi aspek
material-ekonomis, tetapi memperhatikan juga dimensi lingkungan
isik, sosial budaya, estetika/spiritual sebagaimana diamanatkan dalam
konsep Tri Hita Karana (THK).3
3
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
155
Kolase Komunikasi di Indonesia
Matrik Program
Untuk mempertegas program kegiatan dalam penyelenggaraan
Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations, berikut
ini disajikan Matrik Program untuk menjabarkan secara lebih rinci
semua misi yang ingin dicapai melalui program Tri Hita Karana (THK)
Awards & Accreditations.
Program
Kegiatan
Indikator
1
No.
Mendorong
pemerintah,
swasta, dan
masyarakat,
mewujudkan
kualitas
kehidupan
yang
religius dan
berdaya guna
Misi
1. Pengembangan
kegiatan
spiritual yang
aspiratif
2. Peningkatan
pemahaman
ajaran
agama
3. Pengadaan
kunjungan
keagamaan
Mendorong
pertemuanpertemuan
berkala
intern organisasi
keumatan yang
menekankan
prinsip
kebersamaan dan
harmoni.
Mendorong
kegiatan Dharma
Wacana.
Mendorong
kunjungan
keagamaan.
Terlaksananya
pertemuanpertemuan
berkala intern
organisasi keumatan
yang menekankan
prinsip
kebersamaan dan
harmoni.
Terlaksananya kegiatan
Dharma Wacana./
Terlaksananya
kunjungan
keagamaan
2
Mendorong
pemerintah,
swasta, dan
masyarakat
mewujudkan
kehidupan
bermasyarakat
yang harmonis
dan
menjunjung
nilai-nilai
sosial
budaya.
1. Peningkatan
hubungan
antara
stakeholders
pembangunan
2. Peningkatan
hubungan antara
komponen
masyarakat,
pihak swasta, dan
pemerintahan.
3. Peningkatan
kegiatan
seni dan budaya
masyarakat.
Mendorong
pertemuan rutin
antar stakeholders
dan komponen
masyarakat.
Mendorong
pertemuan
rutin antara
pemerintahan
dengan komponen
masyarakat dan
pihak swasta.
Mendorong
pemberian
bantuan dan
pembinaan bagi
organisasi seni
dan budaya
masyarakat.
Terlaksananya
pertemuan
rutin antar
stakeholders/
komponen masyarakat
Terealisasinya
pertemuan
rutin antara
pemerintahan
dengan komponen
masyarakat dan pihak
swasta.
Terealisasinya
pemberian
bantuan dan
pembinaan
bagi organisasi seni dan
budaya masyarakat.
156
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
3
Mendorong
pemerintah,
swasta, dan
masyarakat,
untuk
mewujudkan
lingkungan
hidup yang
harmonis,
bersih, sehat,
lestari dan
indah.
1. Peningkatan
kebersihan
lingkungan.
2. Penciptaan
kesehatan
lingkungan.
3. Peningkatan
konservasi
lingkungan.
4. Peningkatan
keindahan
lingkungan.
Mendorong
terlaksananya
konsep reduce,
reuse dan recycling
dalam pengelolaan
limbah.
Mendorong
pengelolaan
limbah,sehingga
limbah yang
diproduksi sesuai
dengan baku mutu.
Mendorong
pelestarian l orafauna,
air, tanah,
dan ei siensi
pemakaian energi.
Mendorong
terciptanya
pertamanan yang
sesuai dengan nilai
budaya Bali.
Terlaksananya konsep
reduce, reuse dan
recycling
dalam pengelolaan
limbah
Terlaksananya
pengelolaan
limbah, sehingga
limbah
yang diproduksi sesuai
dengan baku mutu.
Terlaksananya
pelestarian
l ora-fauna, air, tanah,
dan
ei siensi pemakaian
energi.
Terciptanya
pertamanan
yang sesuai dengan
nilai
budaya Bali.
(Sumber: Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2017)
Komitmen Yayasan Tri Hita Karana Sebagai Penyelenggara Event
Tri Hita Karana Awards & Accreditation
Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations
yang dilaksanakan oleh Yayasan Tri Hita Karana Bali, sebagaimana
telah diakui secara resmi oleh Organisasi Pariwisata Dunia-Perserikatan
Bangsa Bangsa (UN-WTO) adalah sebuah contoh yang baik bagaimana
Kode Etik dapat diterapkan di tingkat lokal serta diintegrasikan ke dalam
konteks yang sebenarnya. Pengakuan tersebut diberikan secara resmi
oleh Pascal Lamy, Ketua UN-WTO, setelah laporan “Event Tri Hita
Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations: Sebuah Pendekatan
Berkelanjutan” yang dipandu oleh I Gede Ardika pada pertemuan
ke-15 Komite Dunia untuk Etika Pariwisata di Rovinj, Kroasia, pada
tanggal 26-27 Mei 2015.4
Kode Etik Global untuk Pariwisata, yang terdiri dari 10 pasal
diadopsi oleh resolusi A / RES / 406 (XIII) di Majelis Umum WTO
4
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
157
Kolase Komunikasi di Indonesia
ketigabelas (Santiago, Chile, 1999). Anggota WTO dengan sungguhsungguh mengadopsi prinsip-prinsip tersebut dengan tujuan untuk
menegaskan “keinginan mereka untuk mempromosikan tatanan dunia
nyata yang adil, bertanggungjawab dan berkelanjutan, yang manfaatnya
akan dibagi oleh semua sektor masyarakat dalam konteks ekonomi
internasional yang terbuka dan diliberalisasi.”
Konsep hidup Tri Hita Karana (THK) sudah ada sejak berabad-abad
yang lalu dan diintegrasikan ke dalam kehidupan masyarakat Bali. Desa
tradisional (desa pakraman) dan sistem irigasi tradisional (subak) sudah
lama mempraktekkan ilsafat THK tersebut. Berasal dari bahasa Sanskerta,
Tri Hita Karana (THK) melambangkan tiga aspek yang membawa
kesejahteraan, keseimbangan hidup dan kebahagiaan: menjaga harmoni
dan keseimbangan manusia dengan Tuhan (parhyangan), manusia
dengan sesama manusia (pawongan) dan manusia dengan lingkungannya
(palemahan). Meskipun THK dideinisikan sebagai konsep pembangunan
Bali sejak tahun 1969, baru sejak tahun 2000 konsep ini mulai dievaluasi di
industri pariwisata melalui Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards
& Accreditations yang merupakan inisiatif lokal yang diangkat oleh para
jurnalis, dosen dan profesional lainnya dari industri pariwisata, yang
menunjukkan kepedulian terhadap pariwisata yang berkembang di Bali,
yang meningkatkan sikap eksploitatif, individualistis dan materialistis,
dengan kecenderungan destruktif terhadap aspek ekologi, sosial budaya,
dan subsistem estetika (terkait dengan unsur konsep THK: palemahan,
pawongan dan parhyangan).5
“Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations”
berfokus pada semangat Bali, kepedulian terhadap masyarakat dan
konservasi alam. Hotel dan institusi sektor pariwisata (lembaga, sekolah,
universitas, dan lain-lain) dinilai setiap tahun dengan kuesioner yang
mengukur tiga dimensi, terkait dengan konsep THK, yaitu spiritual
(parhyangan), manusia (pawongan) dan lingkungan (palemahan). Sesuai
dengan nilai yang diperoleh, hotel / institusi akan menerima penghargaan
(perunggu, perak, emas, zamrud atau platina).
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa sebanyak 8 pasal (22
paragraf) yang tercantum dalam Kode Etik Global untuk Pariwisata sesuai
dengan lebih dari 95 persen kriteria yang digunakan oleh penyelenggara
5
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012.
158
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards & Accreditations selama
penilaian: 14 dari 15 kriteria digunakan dalam dimensi ‘spiritual,’ dan
semua kriteria yang digunakan untuk dimensi ‘manusia’ dan ‘lingkungan’
(masing-masing 5 dan 9 kriteria). Melihat dari item kuesioner penilaian
tersebut, 59 item (94%) dari 63 item menunjukkan kesesuaian; Khususnya:
14 dari 15 item dimensi ‘spiritual’; 27 dari 30 item yang digunakan dalam
dimensi ‘manusia’; dan semua dari 18 item yang digunakan dalam dimensi
‘lingkungan.’ Ketiga pasal dari Kode Global yang sesuai dengan jumlah
kriteria / item yang lebih tinggi, dalam urutan menurun, adalah: Pasal 1:
Kontribusi pariwisata terhadap saling pengertian dan penghargaan antara
orang-orang dan masyarakat (Paragraf 1, 2, 3 dan 4); Pasal 3: Pariwisata,
sebuah faktor pembangunan berkelanjutan (Paragraf 1, 2, 4 dan 5); dan
Pasal 9: Hak pekerja dan pengusaha di industri pariwisata (Paragraf 2, 5
dan 6). Pasal tambahan yang sesuiai adalah: Pasal 2: Pariwisata sebagai
wahana pemenuhan individual dan kolektif; Pasal 4: Pariwisata, pengguna
warisan budaya umat manusia dan penyumbang kepada peningkatannya;
Pasal 5: Pariwisata, kegiatan yang menguntungkan negara tuan rumah dan
masyarakat; Pasal 6: Kewajibankewajiban pemangku kepentingan dalam
pengembangan pariwisata; dan Pasal 7: Hak atas pariwisata. Kesesuaian
antara pasal-pasal Kode Global dan kriteria / item penilaian Penghargaan
THK memiliki implikasi yang berharga. Tidak hanya menunjukkan
pendekatan berkelanjutan dari program ini dan bagaimana prinsip
Kode Etik dapat digabungkan menjadi proyek nyata, namun juga yang
terpenting, bahwa i losoi hidup leluhur Tri Hita Karana-bagi manusia
untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan-menunjukkannya sudah
mendunia, yang mengekspresikan nilai-nilai yang dibagi secara global
(Wisnu Wardana dan Claudia Morales Manrique, 2015).
Data Peserta Tri Hita Karana Tourism Awards And Accreditation
Tahun 2000-2016
No.
Kategori
Jumlah
1
Kategori Hotel / Villa / Boutique / Pondok Wisata
331
2
Kategori Daya Tarik Wisata (Dtw)
34
3
Kategori Instansi/Kantor Pemerintahan
17
4
Kategori Perguruan Tinggi / Kampus
9
5
Kategori Sekolah
36
(Sumber Data: Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2017)
159
Kolase Komunikasi di Indonesia
Kesimpulan
Komunikasi pemasaran melalui Event Tri Hita Karana (THK)
Tourism Awards & Accreditations yang digunakan mewujudkan
pariwisata bertanggung jawab di Bali melalui strategi komunikasi
pemasaran dengan saluran pesan personal atau berinteraksi secara
langsung dengan konsumen dan strategi pesan. Strategi komunikasi
meliputi; pengembangan strategi penyusunan pesan dalam perencanaan
pesan dan media komunikasi, ada tiga faktor dalam pesan yang perlu
dikaji, yakni: kode pesan, isi pesan, dan pengolahan pesan; penyusunan
pesan yang disampaikan bermacam, mulai dari pesan yang bersifat
informatif; persuasif; edukatif; koersif. Selanjutnya pemilihan media
dalam penyelenggaraan Event Tri Hita Karana (THK) Tourism Awards
& Accreditations memang mempertimbangkan karakteristik dan
tujuan isi pesan, mulai dari kebutuhan, kemudahan penggunaan,
biaya murah, sampai media apa yang banyak digunakan oleh orang
lain. Dengan media sosial yang digunakan, Event Tri Hita Karana
(THK) Tourism Awards & Accreditations mampu membentuk sebuah
jaringan sosial secara virtual, dimana para peserta dapat saling
berinteraksi dengan pihak penyelenggara Event Tri Hita Karana (THK)
Tourism Awards & Accreditations.
160
I Dewa A. H. P., Strategi Komunikasi Event...
Datar Pustaka
Abdullah, I. A. (2009). Manajemen Konferensi dan Event. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Allen, J., O’Toole, W., Harris, R., & McDonnell, I. (2011). Festival and
Special Event Management. Australia: John Wiley & Sons.
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2012, Bali
Travel Newspaper Denpasar
Buku Panduan Tri Hita Karana Awards & Accreditation 2017, Bali
Travel Newspaper Denpasar
Laporan Evaluasi Branding Pariwisata Indonesia. (2010). Puslitbang
Pariwisata BPSD Kemenbudpar
Malik, Farmawati. 2016. Peranan Kebudayaan dalam Pencitraan
Pariwisata Bali Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol. 11 No. 1
Juni 2016 ISSN 1907 - 9419
Pitana, IG. (1999), Pelangi Pariwisata Bali. Bali Post
Pitana, IG., Diarta, IK.G. (2009). Pengantar Ilmu Pariwisata, Jogyakarta:
Andi
161