Aplikasi Teknologi RNA Interference RNAi

Review Paper (Rekayasa Genetik)
m.k. Genetika Ikan

Dosen : Dr. Alimuddin

APLIKASI TEKNOLOGI RNA INTERFERENCE (RNAi)
PADA AKUAKULTUR
DARMAWAN SETIA BUDI
C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Aplikasi Teknologi RNA Interference (RNAi) pada Akuakultur

1. Pendahuluan
RNA interference (RNAi) adalah suatu mekanisme membloking ekspresi gen
(gen silencing) pada fase post-transkripsi dengan cara meginduksi double-stranded RNA
(dsRNA) ke dalam sel target sehingga menempel pada sekuen mRNA dan memicu

degradasinya (Estrada et al. 2007). RNAi ditemukan pertama kali oleh Andrew Z. Fire and Craig
C. Mello (1998) pada nematode, Caenorhabditis elegans. Percobaannya menggunakan antisense
RNA untuk menghambat (knockdown) ekspresi gen, mereka menemukan efek sinergis
pada gen silencing ketika sekuen antisense and sense RNA dikirim bersamaan ke dalam
sel. Fenomena ini dianggap sebuah kenaehan yang terjadi pada waktu itu, tetapi
perkembangan selanjutnya RNAi menjadi penemuan besar dalam membloking ekspresi
gen terutama pada sel eukariot (Paddison 2008).
Perkembangan aplikasi teknologi RNAi sangat pesat terutama dibidang medis,
pertanian, dan akuakultur. Di bidang medis teknologi RNAi paling berkembang pesat,
terutama untuk terapi gen misalnya silencing gen pada penderita hepatitis A dan B maupun
penderita kanker atau tumor, validasi model penyakit secara invitro maupun invivo,
validasi aktivitas obat, dan identifikasi kandidat obat baru (Sidahmed & Wilkie 2010).
Di bidang pertanian teknologi RNAi digunakan untuk memproduksi tanaman yang
rendah kadar toksinnya. Sedangkan di bidang akuakultur teknologi RNAi digunakan
untuk meningkatkan masa otot pada ikan misalnya silencing gen myostatin yang
menghambat pertumbuhan otot pada zebrafish dan meningkatkan kualitas indukan pada
udang misalnya silencing gen Crustacean Hyperglycemic Hormone (CHH) yang berperan
dalam memacu reproduksi dan molting pada Litopenaeus schmitti (Estrada et al. 2007).

2. RNA interference (RNAi)

2.1. Mekanisme kerja RNAi
Ketika double-stranded RNA (dsRNA) diinduksi ke dalam sel target maka tidak
begitu saja memicu shutdown transkripsi dan translasi protein, tetapi melalui beberapa
proses (Gambar 1), yaitu:
[1] Untaian panjang dsRNA (long dsRNA) dipotong oleh enzim RNAse-III melalui
mekanisme Dicer menjadi fragmen-fragmen kecil yang panjangnya sekitar 19-23

nukleotida dengan 2-4 nukleotida overhang pada ujung 3’. Hasil potongan ini disebut small
interfering RNA (siRNA) yang selanjutnya akan memicu terjadinya RNAi pada sel target.

Proses pemotongan dsRNA oleh RNAse-III tidak memerlukan ATP tetapi oleh aktivitas
enzim nuklease (Schepers 2005).
[2] Beberapa fragmensi RNA akan berikatan dengan komplek protein RISC (RNAInduced Silencing Complex) yang akan memandu mengenal mRNA yang berisi sekuen

homolog, selanjutnya kedua sekuen ini akan berkomplemen. Setelah berkomplemen
maka enzim nuklease yang ada pada komplek RISC akan mendegradasi mRNA.
[3] Setelah mRNA terdegradasi maka ekspresi gen secara spesifik menjadi inaktif pada
tahap post-transkripsi. Inaktifnya ekspresi gen ini dapat bersifat permanen ataupun
transien (tidak diturunkan ke generasi berikutnya) (Mocellin & Provenzano 2004).


Gambar 1. Mekanisme kerja RNA interference (RNAi) (Mocellin & Provenzano 2004).
2.2. Merancang RNAi
RNAi akan efektif jika memicu terjadinya siRNA yang mengandung 19-23
nukleotida sense dan antisense dengan 2-4 nukleotida overhang pada ujung 3’. Strand sense
homolog dengan mRNA, sebaliknya antisense akan berkomplemen dengan mRNA target.
siRNA harus memiliki dua kriteria untuk bekerja dengan efektif, yaitu:
[1] siRNA harus efektif memicu RNAi dan
[2] siRNA harus spesifik menghambat ekspresi gen target (Scherr et al. 2004).

Merancang siRNA yang spesifik memerlukan informasi sekuen gen target
(sekitar 19 nukleotida) yang dapat dicari didatabase (misalnya di Gene Bank). Selain
sekuen utama, kadang-kadang struktur sekunder dan tersier berperan penting untuk
potensi hibridisasi antara RNA target dan strand siRNA antisense. Sekuen yang
berlokasi di dalam intron tidak bisa digunakan sebagai target siRNA untuk menjalankan
gen silencing machinery di dalam sitoplasma. Sekuen juga harus mencakup sisi
pemanjangan translasi dan potensi potein binding site yang berada pada ujung 5’ and
3’daerah UTR (Untranslated Region) harus dihindari. Oleh karena itu, seleksi sekuen target
mRNA dapat dilakukan secara trial and error , sekuen lain dapat dipilih jika tidak ada
informasi pada struktur RNA yang tersedia secara invivo.
Spesifisitas sekuen harus tinggi sehingga sekuen tidak men-silencing gen lain di

luar target, yaitu dengan mengetahui tingkat homologinya. Hal ini harus didukung
dengan profile ekspresi genom yang baik sebelum diinduksi dengan RNAi. Strategi
seleksi siRNA untuk menghindari tingginya homologi dengan gen lain, yaitu dengan
BLAST. Dengan metode ini efek terhadap gen non-taget dapat diminimalkan dan
dihindari. Pada kontek ini, perlu dicatat bahwa satu atau dua mismatches antara strand
antisense siRNA dan mRNA target kemungkinan hanya sebagian menghilangkan
siRNA yang memediasi degradasi RNA, khususnya jika mismatches berada pada ujung 3’
atau 5’ pada untaian siRNA (Scherr et al. 2004).
2.3. Teknik Pengiriman RNAi
Pengiriman RNAi (RNAi delivery) ke dalam sel target sampai saat ini
merupakan tantangan yang paling besar dan cukup sulit dilakukan karena kompleknya
sistem dalam sel. Ada dua metode yang sudah cukup sukses digunakan untuk
pengiriman siRNA ke dalam sel target pada sel hewan, yaitu viral delivery dan non-viral
delivery (Li et al. 2006, Scherr et al. 2004).
Viral delivery adalah pengiriman siRNA menggunakan virus sebagai vektor.

Keuntungan menggunakan virus adalah berbiaya lebih murah dan lebih efisien. Ada
lima vektor virus yang umum digunakan, yaitu Retrovirus, Lentivirus, Adenovirus, AdenoAssociated-Virus (AAV), dan Baculovirus.

[1] Retrovirus merupakan vektor pertama yang digunakan untuk transfer dsRNA yang

diekspresikan dalam plasmid. Retrovirus berkerja dengan cara mengintegrasikan
genomnya kedalam sel inang kemudian mengendalikan replikasinya. Kelemahan

retrovirus adalah genom yang terintegrasi membawa resiko terjadinya insersi
mutagenesis dan karsinogenesis.
[2] Lentivirus merupakan subklas retrovirus dengan cara kerja, sama dengan retrovirus
tetapi tidak memberikan resiko terjadinya insersi mutagenesis, dapat mentranduksi
genom lebih efisien, dan tidak membelah dalam sel. Selain itu lentivirus dapat
mengakomodasi sejumlah besar data dalam genomnya dan rendah immunogenic
daripada adenovirus.
[3] Adenovirus merupakan vektor yang populer untuk terapi gen. Informasi genetik dari
adenovirus menyebar diluar inti sel target sehingga memiliki resiko yang kecil
terintegrasinya DNA virus ke dalam genom sel inang. Hal ini menyebabkan informasi
genetik yang diberikan tidak stabil dan bersifat transien.
[4] Adeno-Associated-Virus (AAV) sangat menjanjikan sebagai vektor karena memiiki
banyak keuntungan antara lain tidak bersifat patogenik, memiliki target sel yang luas,
dan tidak membelah dalam sel inang.
[5] Baculovirus merupakan vektor relatif baru digunakan dengan beberapa keuntungan
yaitu kapasitas membawa informasi genetik yang besar sehingga dapat dikombinasikan
penggunaannya dengan vektor gen terapi dan gen silencing serta lebih aman.

Sedangkan non-viral delivery adalah pengiriman siRNA tanpa menggunakan vektor
virus, tetapi menggunakan teknik atau agen tertentu misalnya hydrodynamic injection,
chemically modified siRNA, liposomes, nanoparticles, selective particles, dan bacteria.

[1] Hydrodynamic injection adalah metode injeksi dsRNA ke dalam pembuluh darah secara
langsung dengan tekanan tinggi (high pressures) dalam waktu yang sangat singkat (dalam
hitungan detik) dengan volume relatif tinggi sekitar 500-2000 µL.
[2] Chemically modified siRNA; yaitu memodifikasi molekul siRNA dengan penambahan
struktur kimia tertentu (residu) pada posisi 2’ gugus ribosa; misalnya 2'-O-Me, 2'-O-allyl, dan
2’-deoxyfluorouridine.
[3] Liposomes yaitu metode pengiriman siRNA dengan membungkuskannya dengan
Liposomes seperti cationic liposomes, neutral liposomes (DOPC), dan cationic DOTAP liposomes.

Kemudian siRNA ini diberi probe atau penanda fluorescent untuk kuantifikasi bahwa
siRNA masuk ke dalam sel target.
[4] Nanoparticles juga merupakan metode pengiriman siRNA dengan membungkuskannya
dengan nanopartikel misalnya cationic polymer dan Poly Ethylene Imine (PEI).

[5] Selective particles adalah siRNA untuk pengobatan (therapeutics) yang mengkombinasikan
pendekatan stabilisasi kimia siRNA dengan pengiriman melalui liposom atau

nanopartikel pada target yang lebih spesifik yang disebut SNALP (Stable Nucleid Acid-Lipid
Particle).

[6] Bacteria adalah pengiriman siRNA menggunakan bakteri nonpatogenik untuk
menginduksi gen silencing pada sel target. Keuntungan menggunakan bakteria yaitu lebih
aman, mudah mengontrolnya dengan antibiotik, dan lebih mudah untuk dimanipulasi
genetiknya.

3. Aplikasi Teknologi RNAi pada Ikan
Pada tumbuhan dan hewan, termasuk ikan, temuan dari beberapa kelas yang
berbeda dari regulasi kecil RNA (Aravin & Tuschl 2005) dapat diambil sebagai bukti
bahwa regulasi RNA mungkin memiliki banyak fungsi yang berbeda. Hal ini
merupakan alasan untuk mempelajari jalur regulasi RNA pada ikan serta hewan lainnya.
Respon non-spesifik terlihat ketika menyuntikkan dsRNAs panjang ke embrio
ikan zebra, sehingga RNAi awalnya dianggap sebagai teknik praktis untuk knock-down
gen spesifik pada ikan (Editorial 2000, Clark et al. 2003) sebagaimana juga terjadi pada
studi pertama dalam sel mamalia (Elbashir et al. 2001). Berbeda pada sel mamalia, hal
ini masih berlaku ketika menyangkut ikan (Deiters & Yoder, 2006). Karena
efek off-target, penggunaan morpholinos untuk pencabutan ekspresi gen tertentu
telah menjadi metode pilihan dalam embrio ikan. Tapi dengan mempertimbangkan

regulasi kecil RNA membentuk bagian alami dari sel yang memiliki sistem regulasi
gen, para peneliti mempelajari mekanisme RNAi serta desain alami RNA kecil, dan
akhirnya mampu menghasilkan siRNAs tersebut yang dapat menghindari efek off-target
dengan spesifisitas tinggi terhadap target.
Gambar 2. menyajikan referensi penelitian yang diterbitkan dilakukan mengenai
penggunaan RNAi untuk pembungkaman gen pada ikan. Sayangnya, banyak studi
mengklaim positif pembungkaman gen yang dimediasi siRNA dalam sel ikan kurang
pengendalian yang diperlukan untuk memberikan bukti kuat pada konsep RNAi untuk
ikan, masalah yang sama dibandingkan dengan banyak studi pada sel mamalia. Selain
itu, percobaan pada ikan sejauh ini bias dalam memilih model dan metode. Kebanyakan
penelitian yang telah dilakukan pada embrio ikan dalam uji di mana perkembangan gen

telah ditargetkan. Perkembangan embrio bergantung pada timing yang tepat dari
perkembangan gen ekspresi, efek non-spesifik terlihat pada embrio ikan diobati dengan
regulasi RNA sintetik, apakah dsRNAs lebih kecil atau lebih, mungkin disebabkan oleh
kejenuhan dari mekanisme pengaturan RNA endogen yang bertanggung jawab untuk
regulasi gen endogen. Selain itu, dalam kebanyakan studi, dsRNA telah lama digunakan
sebagai mediator RNAi. Sebagai konsekuensinya, banyak efek non-spesifik dilihat
dalam studi ini, mungkin disebabkan oleh respons interferon yang merupakan respon
umum yang diamati pada ikan dan vertebrata lainnya yang disuntik dengan dsRNAs

panjang (> 30 pasangan basa). Penggunaan dsRNAs pendek dalam kultur sel dan ikan
remaja, masalah dengan respon interferon masih muncul tapi tampaknya tergantung
pada pilihan metode produksi siRNA dan reagen yang digunakan untuk transfeksi
regulasi

RNA.

Umumnya,

masalah

yang

dihadapi

sama

dengan

yang


ditemui dalam vertebrata yang lebih tinggi. Sebuah upaya besar telah dimasukkan ke
dalam karakterisasi RNAi dan penggunaannya dalam invertebrata dan mamalia, yang
mungkin adalah kunci keberhasilan dalam organisme tersebut. Masih banyak penelitian
yang jelas diperlukan untuk mengatasi kegunaan dari mekanisme RNAi untuk
membungkam gen dalam embrio ikan, ikan dan sel ikan.

Gambar 2. Studi RNAi pembungkam gen pada sel ikan (Schyth 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Aravin, A. & Tuschl, T. (2005). Identification and characterization of small RNAs
involved in RNA silencing. FEBS Letters 579, 5830–5840.
Clark, M. S., Crawford, D. L. & Cossins, A. (2003). Meeting review: worldwide
genomic resources for non-model fish species. Comparative and Functional
Genomics 4, 502–508.
Deiters, A. & Yoder, J. A. (2006). Conditional transgene and gene targeting
methodologies in zebrafish. Zebrafish 3, 415–429.
Editorial (2000). Targeting zebrafish. Nature Genetics 26, 129–130.
Elbashir, S. M., Harborth, J., Lendeckel, W., Yalcin, A., Weber, K. & Tuschl, T.
(2001a). Duplexes of 21-nucleotide RNAs mediate RNA interference in cultured

mammalian cells. Nature 411, 494–498.
Estrada MP et al. 2007. Effects RNA interferences on gene functions of aquatic
organism. Biotecnologia Aplicada vol. 24 (2): 179-182.
Li CX et al. 2006. Delivery of RNA interference (review). Cell Cycle 5:18, 2103-2109.
Mocellin S., and Provenzano M. 2004. RNA interference: learning gene knock-down from cell
physiology (Review). Journal of Translational Medicine 2:39.
Paddison PJ. 2008. RNA interference in mammalian cell systems. Springer-Verlag
Schepers U. 2005. RNA interference in practice. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA,
Scherr M., Steinmann D., and Eder M. 2004. RNA interference (RNAi) in hematology.
Ann Hematol 83:1–8
Schyth BD. 2008. Review paper: RNAi-mediated gen silencing in fishes?. Journal of
Fish Biology (2008) 72, 1890–1906 doi:10.1111/j.1095-8649.2008.01819.x,
available online at http://www.blackwell-synergy.com
Sidahmed AME and Wilkie B. 2010. Endogenous antiviral mechanisms of RNA interference: a
comparative biology perspective. Edited by Wei-Ping Min and Thomas Ichim In RNA
Interference From Biology to Clinical Applications. Human press. New York.