Hubungan Agama Islam Dan Agama

Hubungan Agama Islam Dan Agama-Agama Selain Islam
Berbicara tentang agama Islam, kita tak kan pernah lupa dengan orang yang pertama membawa
agama ini kedalam dunia ini. Orang yang menjadi contoh utama dalam segala hal dalam
kehidupan, baik hubungan antara manusaia atau dengan Tuhan itu sendiri. Dia adalah Nabi
Muhammad Saw. Beliau adalah seorang di antara manusia teragung yang dikenal oleh sejarah
peradaban manusia. Kita sebagai penganut agama Islam dituntut untuk menghayati ajaran beliau,
Sebagaimana di Firmankan Allah SWT dalam Al-qur’an
Artinya: sungguh telah ada dalam diri Rasulullah suri tauladan yang baik (uswatun hasanah)
Kita bukan hanya dituntut bukan hanya menghayati ajaran beliau tetapi memantapkan cinta dan
penghargaan kita atas jasa-jasa serta pengorbanan beliau Karena kalau kita tidak mampu
mengakui dan memberi penghoramatan kepada para tokoh, maka kepada siapa lagi
penghormatan itu kita berikan? Kalau kita enggan memberi hak-hak manusia agung, maka,
mungkinkah kita bersedia memberi hak orang-orang kecil? Justru karena jasa dan pengorbanan
Nabi Muhammad Saw, serta atas dasar pemberian hak penghormatan itulah sehingga Allah SWT,
dan para malaikat mencurahkan rahmat dan memohonkan maghfiroh untuk beliau serta
menganjurkan ukmat Islam untuk menyampaikan shalawat dan salam sejahtera kepada Nabi
Muhammad Saw. Dan segenap keluarga beliau.
Kedudukan utama Nabi Muhammad Saw, tercermin antara lain dalam Firman Allah yang
artinya:
Dan kami telah tinggikan namamu
Dalam arti pengakuan kenabian Nabi Muhammad Saw. Nama beliau juga disandingkan dengan

nama Tuhan dengan pengakuan akan ke-Esaan Allah SWT dalam dua kalimat Syahadat:
Artinya: aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Alla.

Hal ini juga berarti kepatuhan kepada beliau identik dengan kepatuhan kepada Allah SWT.
Sebagaimana Firman Allah SWT:
Artinya: siapa taat kepada Rasul, maka dia telah taat kepada Allah. Barang siapa yang berpaling dari
ketaatan itu, maka kami tidak mengutusmu menjadi pemelihara mereka (QS An-Nisa : 80)
Seorang muslim yang baik bukan hanya patuh kepada Rasulullah tetapi juga kagum kepada
beliau dengan kekaguman berganda: sekali ketika memandang beliau dengan hati menggunakan
kaca mata iman dan menemukannya sebagai Nabi dan Rasul, dan kali lain ketika memandang
beliau dengan nalar dan aneka tolok ukur objektif, yang menemukan pada diri beliau, budi luhur
serta karya-karya agung.
Kedua hal itulah yang mengukir dan membentuk citra nabi Muhammad Saw. Dalam pikiran dan
hati seorang muslim. Oleh karena itu sebagaimana ditulis oleh seorang sarjana jerman
Annemarie Schimmel dalam bukunya And Muhammd is his messenger “dalam keadaan darurat,
seorang Muslim mungkin menyangkal keyakinannya kepada Allah, tetapi sekali-kali ia tidak
akan bersedia mengutarakan kata-kata rendah apalagi penghinaan terhadap Nabinya, walau
diancam dengan kematian sekalipun”[1]
Keluhuran Nabi Muhammd Saw, bukan hanya dinyatakan Allah, dan hanya diyakini umat Islam,

berdasar Firman-Nya:
Artinya: sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS Al-Qalam :4)
Tetapi juga diakui oleh kawan dan lawan. betapa tidak, cetusan paling buruk dalam
percakapannya adalah: “semoga dahinya berlumuran Lumpur”, ketika diminta untuk mengutuk,
beliau menjawab: “Aku bukan diutus sebagai pengutuk, tetapi Aku diutus sebagai pengajak
kepada kebaikan dan penyebar rahmat.”[2]
Beliau menjenguk orang-orang sakit, mengikuti iring-iringan jenazah, dan mematuhi undangan
walau dari seorang budak. Saat berjabat tangan beliau tidak menarik tangannya sebelum tangan
mitranya ditarik. Beliau tidak melewati kelompok tanpa senyuman yang menghiasi wajahnya,
disertai ucapan lembut lagi bijak. Sopan-santun beliau kepada orang-orang besar, keramahan
pada orang cilik dan sikapnya yang terpuji terhadap orang-orang yang sombong, menyebabkan

beliau dihormati dan dijunjung tinggi. dalam kesibukannya memimpin, beliau menerima dengan
lapang dada, dan tangan terbuka siapa pun yang datang walau seorang badui yang tak mengenal
basa-basi.
Komitmen beliau terhadap waktu amat tinggi, tidak saja dalam menyelesaikan tugas atau
memenuhi sebuah janji, tapi juga dalam mengisi waktu itu sendiri. Tidak heran, karena memang
ajaran Ilahi yang diterimanya berpesan:
Artinya: Apabila engkau telah menyelesaikan satu pekerjaan, maka kerjakanlah yang lain hingga engkau
letih, dan hendaklah kepada Tuhanmu engkau mengharap. (QS An-Nashrah: 7-8)

Kebersihan yang diperagakan dalam diri, rumah dan lingkungannya amat menonjol, karena
beliau yakin bahwa kebersihan adalah manifestasi iman, dank arena menurut beliau:
menyingkirkan kotoran atau gangguan dari jalan adalah bagian terendah dari keimanan.
Kita tidak mampu mengurai segala keagungan dan kepribadian Nabi Muhammad Saw., yang
menjadi teladan bagi aneka tipe manusia. Baik tipe seniman, ilmuwan, pekerja dan tipe manusia
yang memiliki kecenderungan kuat beribadah kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Kita juga tidak
mampu merinci keteladanan beliau sebagai ayah, suami, teman, negarawan, panglima perang,
dan lain sebagainya. Batas pengetahuan tentang beliau adalah sesungguhnya beliau sebaik-baik
mahkluk Tuhan seluruhnya.[3]
Menyadari kedudukan beliau sebagai panutan dan teladan, menuntut kita tidak terpaku dalam
formalitas lahiriah dan melupakan esensi ajarannya. Kita sadari bahwa ajarannya berorientasi
kepada usaha persatuan dan kemanusiaan, sebagaiman Firman Allah:
Artinya: wahai seluruh ummat manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu berasal dari
seorang lelaki dan seorang perempuan, dan kami adikan engkau berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal (Bantu membantu). Sesungguhnya yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha mengtahui
lagi maha mengenal (QA Al-Hujurat : 13)

Namun ajaran yang diajarkan tidak melebur perbedaan, tapi tetap menghormati perbedaan.
Karena setiap kelompok telah memilih jalan dan tatanan hidup mereka, sehingga mereka harus

berpacu mencapai prestasi kebajikan. Sebagaimana firmannya:
Artinya: untuk tiap-tiap umat diantara kamu , kami berikan aturan dan jalan terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. (QS AlMa’idah: 48)
Disamping itu kaum muslim ditugasi mengusahakan perbaikan antara manusia, dan menjadi
penengah yang adil untuk menjadi saksi dan patron-patron hidup ditengah-tengah umat manusia.
Kita juga di tuntut berlaku adil terhadap terfadap siapapun sebagaimana firman Allah AWT:
Artinya: janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum menjadikanmu tidak berlaku adil. (QS Al-Maidah)
Masalah pluralisme agama, dalam bukunya yang berjudul “Agama Masa Depan: Filsafat
Prenial”, salah seorang cendekiawan muslim indonesia Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
menyatakan “bahwa substansi suatu agama adalah tidak terbatas dan satu, mereka sama
menyembah sesuatu yang berada di luar akal dan kekuatan manusia”. Dari sini dapat kita ambil
kesipulan bahwasannya semua agama di dunia mempunyai seubstansi yang sama. Mereka samasama menyembah suatu kekuatan yang berada diluar batas nalar manusia. Suatu kekuatan yang
menjadikan manusia begitu kecil dan tak berharga dibanding kekuatan tersebut. Dengan kata lain
semua agama di dunia adalah benar dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mendekati
yang satu. Bahkan beliau menambahkan: ”seandainya agama Islam adalah agama yang paling
benar, kenapa Tuhan tidak menggunakan kekuasaannya untuk menjadikan/memberikan Hidayah
kepada semua umat agama yang lain agar menyakini ajaran Islam dan Beriman kepadanya”[4]
itulah sebabnya beliau berpendapat semua agama adalah benar dan baik bagi siapapun yang
menganutnya, Tanpa harus merendahkan agama yang lain. Dalam menghadapi masyarakat

global beliau menyatakan bahwasannya semua manusia akan mengalami yang namanya
Kematian dan setiap orang akan dimintai pertanggung jawaban dari apa-apa yang telah dia
kerjakan selama hidupnya.[5] Dalam keadaaan masyarakat yang penuh dengan kemajemukan ini

beliau hanya memberikan peringatan bahwasannya kita tidak akan selamanya ada dalam dunia
ini. Jadi jangan anda forsir apa yang anda miliki hanya untuk menjadi judge terhadap yang lain
dan beranggapan anda tidak ada yang benar. Apa yang anda yakini adalah benar tanpa harus
menyalahkan keyakinan orang lain. Sebagaimana firman Allah SWT tentang keyakinan suatu
agama dalam surat Al-Kafirun: 6
Artinya: untukmulah agamamu. Dan untukkulah agamaku
Kalau kita perhatikan dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menekankan kepada kita
bahwasannya tidak ada Pluralisme dengan umat yang lain, tapi disatu pihak kita diperintahkan
untuk bertoleransi terhadap umat yang lain seperti ayat-ayat yang telah tertera diatas. Perlu
digaris bawahi bahwasannya Islam adalah agama yang paling menjunjung masalah toleransi
terhadap agama yang lain, terutama dalam masalah ahklak (tingkah laku) orang Islam terhadap
siapapun, baik itu terhadap saudara, tetangga, teman dan lain sebagainya. Bahkan terhadap umat
yang lain. Oleh karena itu, wajar ketika suatu hari Nabi Muhammad pernah Bersabda: “aku
diutus untuk menyempurnakan kesempurnaan Akhlak” . pernah pada suatu ketika Nabi dan para
sahabat sedang duduk-duduk bersama, dilewati oleh rombongan orang yang meninggal, lalu
salah seorang sahabat mengatakan kepada Nabi “ya Rasulullah dia (yang meninggal) adalah

orang Yahudi” Nabi hanya menjawab: “bukankah ia manusia”. Disini dapat kita simpulkan
bahwasannya Nabi sangat menghormati agama yang lain entah apapun agama mereka. karena
walau bagaimanapun meraka adalah sama-sama manusia yang diciptakan Tuhan dan mempunyai
keyakinan tersendiri tentang Tuhan meraka. Dan terhadap ayat-ayat yang agak ektrimis itu hanya
berlaku dalam masalah yang berkaitan dengan Akidah seorang musliam, dalam masalah akidah
tidak ada kerjasama dan tidak ada persamaan sebagai mana telah dijelaskan dalam Al-Qura’an
dalam surat Al-kafirun ayat 1-6. yang menolak kerjasama terhadap kafir quraisy yang ingin
bekerja sama dalam menyembah Tuhan dan berhala-berhala mereka.
Yang menjadi halangan dalam umat Islam dalam menjalin hubungan terhadap Umat yang lain.
Adalah kesombongan umat Islam yang terlalu memandang tinggi agama Islam dan memandang
rendah agama yang lain tanpa pernah tahu apa itu agama yang mereka yakini. Seperti contoh
kecil, pada awalnya tidak ada pembatasan antara agama-agama di dunia ini tapi karena
kesombongan Islam kita memberikan batasan terhadap hal itu dengan cara membagi umat

beragama kepada dua yaitu: Islam dan Non-Islam. Kita beranggapan bahwasannya agama Islam
itu sama besarnya dengan semua agama selain Islam apabila semua agama tersebut disatukan
dengan nama kelompok, Non-Islam. padahal pada kenyataannya kebesaran Islam tidak sebesar
agama Kristen saat ini. Ini adalah factor internal dalam Islam dalam menjalin hubungan dengan
agama-agama yang lain, factor eksternal adalah adanya perang salib yang terjadi antara umat
Islam dan Kristen yang menjadikan Islam sangat sulit menjalin hubungan dengan agama Kristen,

bahkan dengan agama yang lainpun mengalami kesulitan, apalagi di Indonesia karena pada pada
awalnya Negara indeonesia adalah sebuah kumpulan kerajaan yang pada awalnya adalah daerahdaerah yang dikuasai oleh agama Hindu, hingga hal ini mungkin mempengaruhi hubungan Islam
dengan agama Hindu di Indonesia.[6] Dan masih banyak lagi hal yang mempengaruhi hubungan
Islam dengan agama-agama yang lain di Indonesia.
Kita harus mengembalikan masalah Pluralisme Agama kepada ajaran Nabi Muhammad Saw,
karena itu, pluralisme positif dan kemajemukan yang membawa keserasian sosial, merupakan
salah satu hakikat ajaran Nabi Muhammad Saw. Kita harus bersyukur karena mata dunia tertuju
kepada kita dengan penuh penhargaan bahwa ajaran Nabi Muhammad terpancar dalam
kehidupan umat islam diseluruh dunia. Tapi kita fokuskan pembahasan ini pada kehidupan islam
di Indonesia.
Islam Indonesia menurut dunia luar menunjukkan wajahnya yang menarik dan karakternya yang
memikat sebagai rahmatan lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh alam, seluruh umat
manusia), jauh dari radikalisme dan ekstremitas yang melanda dunia masa kini. bukan saja umat
Islam di belahan timur dunia yang mengagumi pendekatan keagamaan kita, dunia barat
sekalipun yang tidak luput dari ekstremitas keagamaan menunjuk Indonesia sebagai model
alternative bagi perwujuddan kerukunan antarumat beragama dipermukaan bumi ini.
Prestasi bangsa dalam melaksanakan kerukunan, sungguh mendapat simpati dunia luar.
Keberhasilan ini walau terkadang diselingi oleh gesekan-gesekan kecil, tidak dapat dipisahkan
dari peran aktif mayoritas umat Islam yang berusaha meneladani toleransi Rasul Saw. Fazlur
Rahman, cendekiawan muslim terkemuka meramalkan bahwa Islam yang sejuk dan menarik,

dan yang menghidupkan kembali nilai-nilai luhur toleransi dan modernisasi Nabi Muhammad,
menyingsing dari bumi Indonesia. Demikian pula Dr. Lawrence Sullivan, yang mengepalai
pusat pengkajian agama-agama dunia pada universitas ternama dan tertua di Amerika, Harvard,
secara terbuka menyatakan Indonesia secara kreatif telah mewujudkan pendekatan baru dalam

menciptakan kehidupan keagamaan yang harmonis, yang tidak dijumpai di Negara-negara Eropa
dan Amerika.[7]
Indonesia tandasnya “is a model of religius tolerance that other countries could do well to
emulate” (Indonesia merupakan contoh dalam toleransi keagamaan yang patut ditiru oleh dunia).
Tidak heran, karena menurut Prof. Mahmud Ayoub, Profesor universitas temple Philadelphia:
“pengamalan agama dalam masyarakat Indonesia dibanding dengan mayarakat lainnya
merupakan model yang paling dekat dengan nilai Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhmmad Saw”.
Jika kita menengok dari dunia luar, kita akan tahu dan sadar betapa besar nikmat Tuhan yang
dilimpahkan kepada bangsa kita. Nilai luhur bangsa yang seiring dengan ajaran toleransi Nabi
Muhammad Saw, telah berakar dalam jiwa, berkat kearifan dan jasa para pendahulu, yang
dilestarikan oleh pemimpin-pemimpin bangsa dewasa ini. Dalam konteks teristimewa masa kini
bahkan akhir-akhir ini. Coba perhatikan firman Allah SWT:
Artinya: janganlah kamu menjadi seperti seorang oerempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat dan bercerai berai (QS Al-Nahl: 92)
Untuk memelihara hal tersebut ada dua hal yang harus digaris bawahi :

Pertama, kita harus mampu mensosialisasikan semangat ajaran serta keteladanan Nabi
Muhammad Saw. Toleransi dan moderasi yang beliau ajarkan harus senantiasa menjadi acuan
dan pedoman dalanm interaksi kita dengan umat agama lain. Kita seyogyanya tidak terpengaruh
oleh pendapat dan pendekatan umat Negara lain yang telah dibebani oleh sejarah konflik dan
permusuhan yag ikut mewarnai budaya mereka. Konflik yang berkepanjangan, apalagi kontak
fisik yang mengorbankan jiwa, tidak pernah terjadi di negri kita. Oleh karena itu kedamaian
dalam sejarah hubungan antar umat beragama di Indonesia harus tercermin dalam interaksi kita.
tidak saja dituntu untuk bersama-sama mengoreksi citra dan kesan keliru yang boleh jadi
tergambar dalam benak masing-masing, tapi lebih Dari itu kita harus memberi contoh dalam
upaya menjalin kerja sama kontruktif, jauh dari perdebatan teologis doctrinal yang selalu
berakhir dengan jalan buntu. Sebagaimana firman Ilahi:
Artinya: katakanlah: “hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak
ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang
lain sebagai Tuhan selain Allah” jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:

“saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS
Ali Imran: 64)
Diantara sekian banyak contoh yang ditunjukkan oleh Nabi dalam menjalin hubungan keakraban,
adalah kelapangan dada beliau mengizinkan delegasi Kristen Najran yang berkunjung ke

Madinah untuk berdo’a di kediaman beliau, sebagaimana diungkapkan oleh sejarawan Islam Ali
bin BUrhanuddin Al-Halaby Al-Syafi’i dalam bukkunya Al-Shirah[8]
Sebaliknya pada saat-saat kritis dalam perjuangan Nabi di Makkah, Raja Abissynia atau
Ethiopia, yaitu raja Najasyi atau Negus, yang beragama Kristen melindungi Umat Islam, sampaisampai ketika wakil masyarakat Arab Jahiliyah meminta untuk mengektradisi dan
mengembalikan pengikut Nabi ke Mekkah, Negus menolak seraya berkata: “apakah engkau
meminta aku menyerahkan pengikut Muhammad, seorang yang telah didatangi malaikat Jibril?
Demi Tuhan, Ia (Muhammad) benar, dan ia akan mengalahkan musuh-mushnya “. Dalam pada
itu, saat Nabi menjadi penguasa di Madinah berpesan: siapa yang mengganggu umat agama
samawi, maka ia telah menggangguku.
Kedua, yang perlu digaris bawahi adalah kita semua sebagai bangsa, diharapakan mampu untuk
memahami kepekaan masing-masing menyangkut kecintaan serta ikatan batin masing-masing
dengan para panutannya. Sebagaimana halnya umat Islam, demikian pula uamt agama lainya.
Syogyanya tidak terpengaruh oleh sejarah konflik yang pernah terjadi di dunia luar. Menurut
Norman Daniel: “sekian banyak bentuk penilaian negatif terhadap pribadi Nabi Muhammad
yang telah dilontarkan dunia barat pada abad pertengahannya, masih terdengar gaungnya dimasa
kini”. Nabi Muhammad Saw., yang telah meluncurkan salah satu gerakan agama yang
membuahkan peradaban yang paling sukses di bumi ini, dicerca, dihina, dengan kata-kata
yangtidak pantas. Sejarah konflik antar umat beragama dunia luar, yang telah membuahkan
kesalahpahaman, rasa curiga dan bahkan permusuhan harus dibuang jauh dari bumi kita. Kita
semua dituntut untuk memperdalam semangat persaudaraan. Semangat persaudaraan ini pernah

dicontohkan oleh Theodore Abu Qurrah, seorang uskup dari Harran-Mesopotamia, yang lahir
pada 740 M. tanpa mengorbankan keimanannya beliau menempatkan Nabi Muhammad Saw
pada posisi para Nabi dan menyatakan Bahwa Muhammad Saw telah menempuh jalan para Nabi.
[9] Wajar jika dalam salah satu ayat Al-Qur;an ditemukan pujian kepada kelompok tertentu umat
Kristen yang menjalin hubungan baik dengan Kaum Muslim:

Artinya: sesungguhnya kamu pasti dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang
beriman ialah orang-orang yang berkata: “sesungguhnya kami ini orang nasrani.” Yang
demikian itu disebabkan karena diantara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib.
Juga karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (QS Al-Maidah: 82)
Namun harus diingat bahwa betapapun keras usaha setiap kelompok keagamaan dalam menjalin
hubungan dengan kelompok lain, konflik intern yang melanda tubuh suatu umat pasti akan
merupakan kendala yang menggerogoti keutuhan umat itu sendiri, sehingga pada gilirannya akan
menghambat tercapainya suasana dialogis dan kerja sama dengan umat lain. Komunitas agama
di Indonesia dengan prestasinya dalam mewujudkan suasana dialogis harmonis selama ini
diharapakan tidak terperangkap oleh konflik-konflik intern yang sering disebabkan oleh
kekurangan pemahaman tentang inti ajara masing-masing Disatu pihak. atau oleh pengaruh
factor eksternal politis yang sedang melanda dunia Islam.
Jadi segala sesuatu harus kita kembalikan kepada inti ajaran kita masing-masing dan semua yang
ada adalah kebenaran menurut penganutnya masing-masing. Kembalikan semua hal ke dalam
ajaran agama Islam yang sangat indah dan penuh dengan kasih Tuhan.

Salam sejahtera semoga damai selalu menyertai kita semua. Amin.

Referensi
 Dr Syihab Alwi, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam beragama, cetakan ke-V, 1999,
Mizan
 Prof. Dr Komaruddin Hidayat, Filsafat Perenial: Agama Masa Depan
 Prof. Drs Musrifah Darajah. Sejarah Peradaban Islam Klasik
 Sejarah Kebudayaan Islam, Depag RI untuk MAK kelas II tahun 1997
 Prof. Dr Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian

Dr Syihab Alwi, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam beragama, cetakan ke-V, 1999,
Mizan Jakarta hal Hal. 333
[2] Ibid
[3] Ibid Hal. 334
[4] Prof. Dr Komaruddin Hidayat, Filsafat Perenial: Agama Masa Depan
Sebagai catatan beliau adalah rector terpilih dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang akan menggatikan rector yang sekarang yaitu Prof. Dr. Azyumardi
Azra.
[5] Prof. Dr Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian
[6]Prof. Drs Musrifah Darajah. Sejarah Peradaban Islam Klasik
[7] Dr Syihab Alwi, Islam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam beragama, cetakan ke-V, 1999,
Mizan Jakarta hal. 335
[8] Ibid hal. 337
[9] Ibid hal. 338
[1]

Critical Response ”Hubungan Islam dengan Agama lain di
dunia”
Bicara tentang hubungan islam dengan agama-agama lain di dunia, maka
kita telah membahas mengenai konsep pluralisme dalam beragama. Islam secara
tegas memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia dalam masalah agama
dan keberagamaan. Ia merujuk ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa “tak ada
paksaan dalam agama.” Ia juga merujuk ayat yang menunjukkan

bahwa Tuhan

mempersilahkan siapa saja yang mau beriman atau kufur terhadap-Nya.
Dari penjelasan di atas, telah jelas bahwa Islam sangat menghargai
keberadaan agama-agama lain. Namun, pada kenyataannya dewasa ini kita
menyaksikan

rangkaian

konflik

berlatar-belakang

agama.

Dari

penyerangan

terhadap komunitas Ahmadiyah di Desa Manis Lor, sengketa pendirian tempat
ibadah,

hingga

penusukan

seorang

pendeta

di

Bekasi.

Kondisi

ini

seolah

menunjukkan, sebagai bangsa kita tidak bisa hidup bersama dalam pluralitas.
Celakanya, aksi kekerasan berlatar agama biasanya “ditutup-tutupi” oleh pemuka
agama itu sendiri. Mereka berdalih agama pada dasarnya menganjurkan kebaikan,
perdamaian, hidup rukun, dan saling menghormati. Konflik agama muncul karena
adanya oknum-oknum yang memanfaatkan agama demi kepentingan politik
maupun golongan tertentu. Sejarah membuktikan agama selalu dekat dengan
konflik dan kekerasan. Pertentangan antara Protestan dan Katolik di Eropa abad ke-

17, perang salib yang melibatkan dua peradaban besar, juga konflik antara Hindu
dan Muslim di India. Fakta-fakta ini menunjukkan, agama rentan dengan konflik dan
kekerasan.
Berdasarkan fakta di atas, maka perlulah ada sebuah kritik ideologi terhadap
agama yang eksis. Kritik ini penting agar kita menyadari bahwa agama bukanlah
barang suci yang bebas dari kontaminasi manusia. Agama terbentuk melalui proses
sejarah, bercampur dengan budaya serta hasrat-hasrat manusia. Kata “agama”
sendiri memiliki jenis pemaknaan yang luas meliputi gagasan-gagasan, praktekpraktek, juga pengalaman-pengalaman – kadang positif dan kadang negative. Kritik
ideologi ini bukan untuk melamahkan fungsi dan ajaran suatu agama, bukan pula
membenarkan ajaran atheis, melainkan kritik ini merupakan refleksi untuk
membangun agama menjadi lebih baik, terutama dalam posisinya sebagai unsur
yang melekat dalam sejarah dan budaya manusia

ISLAM DAN TOLERANSI ANTAR AGAMA

Perspektif ajaran Islam tentang toleransi antar umat beragama terkait erat dengan doktrin Islam
tentang hubungan antara sesama umat manusia dan hubungan Islam dengan agama-agama lain.
Perspektif Islam tentang toleransi beragama sebenarnya bukan berangkat dari aspek teologis
semata, tetapi juga berpijak pada aspek kemanusiaan itu sendiri, sementara di sisi lain juga tidak
mengabaikan pengalaman historis manusia dalam pergaulan hidup, terutama dalam kehidupan
beragama.
Seperti agama-agama lain, Islam memang memiliki klaim-klaim ekslusif, terutama menyangkut
wilayah keimanan (baca: tauhid). Akan tetapi, disamping klaim-klaim ekslusif, Islam juga
memberikan penekanan khusus pada klaim inklusivisme keagamaan, sebagaimana akan kita
lihat. Inklusivisme demikian sebenarnya memiliki akar teologis pada adanya satu Tuhan, satu
kebenaran, dan satu asal usul manusia. Menurut Islam, manusia berasal dari satu asal yang sama,
yakni Adam dan Hawa. Kendati berasal dari nenek moyang yang sama, lalu kemudian manusia
menjadi bersuku-suku, berkaum-kaum, dan berbangsa-bangsa, dengan kebudayaan dan
peradaban yang berbeda-beda. Perbedaan demikian justru mendorong mereka untuk saling
mengenal, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran:
”Hai Manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling
mengenal.” (QS. Al-Hujurat 49:13)

Dengan demikian, menurut ajaran Islam, meskipun manusia memiliki perbedaan-perbedaan
budaya, bahasa, warna kulit, kepercayaan, dan sebagainya, sebenarnya mereka adalah satu umat.
Al-Quran menyatakan:
”Sesungguhnya umatmu ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah
Aku.” (QS. Al-Anbiya 21:92).
Jadi , perspektif ”kesatuan umat manusia” memiliki akar yang kuat dalam ajaran Al-Quran.
Perspektif itu selanjutnya berkembang menjadi ”solidaritas antarmanusia” (ukhuwwah
insaniyyah atau ukhuwwah basyariyyah).
Dalam satu rumpun umat manusia, Allah menurunkan satu kebenaran universal melalui Kitabkitab Suci dan para rasul-Nya. Akan tetapi, ketika kebenaran universal itu diterapkan dalam
ruang waktu terbatas, kebenaran itu ditanggapi berbeda oleh manusia dengan pemahamannya
sendiri-sendiri, maka terjadilah perbedaan penafsiran, yang kemudian menjadi menajam dengan
masuknya berbagai vested interest akibat hawa nafsu. Inilah yang disanyalir oleh Al-Quran:
”Sesungguhnya manusia adalah umat yang satu, kemudian Allah mengutus para nabi yang
membawa kabar gembira dan memberi peringatan, dan Dia menurunkan bersama para nabi itu
Kitab Suci untuk menjadi pedoman bagi manusia berkenaan dengan hal-hal yang mereka
perselisihkan; dan tidaklah berselisih tentang hal itu melainkan mereka yang telah menerima
Kitab Suci itu sesudah datang kepada mereka berbagai keterangan, karena persaingan antara
mereka.” (QS. Al-Baqarah 2:213).
Memang Allah memberikan petunjuk kebenaran kepada manusia, tetapi Dia juga memberikan
kebebasan dan kemerdekaan kepada mereka untuk mempercayai atau mengingkarinya. Namun,
segala pilihan itu wajib mengandung resiko tanggung jawab. Al Quran menyatakan:
”Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin
(beriman), hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman,
dan barangsiapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi
orang-orang zalim itu neraka.” (QS. Al-Kahf 18:29).
Allah tidak memaksakan kehendakNya kepada manusia, karena hasil paksaan hanyalah kepurapuraan dan hal demikian bertentangan dengan fitrah (watak bawaan) manusia. Karena itu, Allah
berfirman:
” Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman segala orang yang di muka bumi. Maka
apakah kamu (hendak) memaksakan manusia supaya menjadi orang –orang beriman semuanya?”
(QS. Yunus 10:99).
Jika Allah sendiri bersikap amat toleran terhadap segenap manusia, maka manusia pun harus
bersikap toleran terhadap sesamanya. Dari itu, Islam memandang pemaksaan agama kepada
orang lain adalah sikap yang keliru.

”Tidak ada paksaan dalam menganut agama. Sesungguhnya telah jelas antara yang benar dan
yang sesat.” (QS. Al-Baqarah 2:256).
Dari itu, tugas rasul hanya menyampaikan seruan:
”Dan katakanlah kepada orang-orang yang diberi kitab dan kepada orang-orang yang ummi.
Apakah kamu mau masuk Islam. Jika mereka masuk Islam, maka sesungguhnya mereka telah
mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanya menyampaikan.
Dan Allah Maha Melihat hamba-hambaNya.” (QS. Al-’Imran 3:20).
Sehubungan dengan itu, Islam tentu saja mewajibkan kepada para pemeluknya untuk
menyampaikan pesan-pesan Islam melalui dakwah, sebagaimana dianjurkan Al-Quran:
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, pelajaran-pelajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik!” (QS. An-Nahl 16:125).
Akan tetapi, panggilan demikian tidak boleh dilakukan dengan melibatkan pemaksaan.
Disebabkan adanya prinsip-prinsip di atas, maka Al-Quran mengajarkan paham kemajemukan
keagamaan (religious plurality). Ajaran ini tidak perlu diartikan sebagai secara langsung
pengakuan akan kebenaran semua agama dalam bentuknya yang nyata sehari-hari. Akan tetapi,
ajaran kemajemukan keagamaan itu menandaskan pengertian dasar bahwa semua agama diberi
kebebasan untuk hidup, dengan resiko yang akan ditanggung oleh para penganut agama itu
masing-masing, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Sikap ini dapat ditafsirkan sebagai
suatu harapan kepada semua agama yang ada, yang pada mulanya menganut prinsip adanya satu
kebenaran, untuk saling berdamai dan saling berlapang dada dalam berbagai lapangan
kehidupan. Dalam konteks ini, Islam sangat menekankan kepada para penganutnya untuk
mengembangkan common platform, yang dalam istilah al-Quran disebut ”kalimatun sawa”,
sebagaimana hal itu diisyaratkan ke dalam perintah Allah swt. kepada RasulNya, Nabi
Muhammad Saw.:
”Katakanlah olehmu (Muhammad), ’Wahai Ahli Kitab, marilah menuju ke titik pertemuan
(kalimatun sawa’) antara kami dan kamu, yaitu bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan
tidak pula mempersekutukan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak
mengangkat sebagian yang lain sebagai ”tuhan-tuhan” selain Allah.” (QS. Al-Imran 3:64)
Jadi, common platform itu hendaklah dibangun di atas keimanan yang benar, yakni tauhid,
keesaan Tuhan. Dari dasar inilah selanjutnya dikembangkan titik-titik dalam berbagai lapangan
kehidupan. Dengan mengembangkan titik-titik temu, bukan perbedaan, akan dapat diciptakan
kehidupan bersama yang toleran, saling menghargai, dan saling mempercayai.
Bahkan, Al-Quran mengajarkan kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya untuk
menyampaikan kepada penganut agama lain, setelah kalimatun sawa’ tidak dicapai:
”Kami atau kamu pasti berada dalam kebenaran atau kesesatan yang nyata. Katakanlah, ’Kamu
tidak akan ditanyai (bertanggungjawab) tentang dosa yang kami perbuat, dan kami tidak akan

ditanyai (pula) tentang dosa yang kamu perbuat.’ Katakanlah, Tuhan kita akan menghimpun kita
semua, kemudian menetapkan dengan benar (siapa yang benar dan yang salah) dan Dialah Maha
Pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui.” (QS. Saba 34:24-26).
Hubungan persaudaraan antara Muslim dan non-Muslim sama sekali tidak dilarang oleh Islam,
selam pihak lain menghormati hak-hak kaum Muslim: ”Allah tidak melarang kamu berbuat baik
dan berbuat adil (memberikan sebagian hartamu) kepada orang-orang yang tidak memerangi
kamu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah 60:8).
Pengembangan ”kalimatun sawa” dalam aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan teologi,
doktrin, dan ritual, atau akidah dan ibadah tentu saja tidak dapat dijadikan prioritas, karena
kemungkinan-kemungkinan celah ke arah itu sukar ditemukan. Dalam aspek-aspek itu yang
perlu dibangun adalah tanggung jawab setiap pribadi untuk memiliki keyakinan dan ritual dalam
berhubungan dengan Tuhan, tanpa mengganggu orang lain. Inilah yang diisyaratkan Al-Quran
dalam ungkapan:
”Bagi kamu agamamu dan bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun 109:6).
Dan: ”Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak (perlu ada)
pertengkaran antara kami dan kamu. Allah mengumpulkan kita dan kepadaNya-lah kita
kembali.” (QS. Asy-Syura 42:15).
Bertolak dari kerangka ajaran di atas, kaum Muslimin mengimplementasikan ”teologi
kerukunan” Islam sepanjang sejarah Nabi Muhammad sendiri telah memulai pengalaman itu,
ketika beliau hijrah ke Madinah, pada 622 M. Pembentukan negara Madinah (Negara Kota),
tidak diragui, merupakan momen sejarah sejauh menyangkut implementasi kerangka teologi ,
doktrin, dan gagasan kerukunan keagamaan Islam terhadap para penganut agama-agama lain,
dalam konteks ini, khususnya agama Yahudi dan Nasrani.
Momen sejarah itu adalah penetapan Piagam Madinah atau sering disebut Konstitusi Madinah
oleh Nabi Muhammad saw. Dalam konstitusi itu, secara tegas dinyatakan hak-hak penganut
agama Yahudi untuk hidup berdampingan secara damai dengan kaum Muslim. Kaum Yahudi
menerima Konstitusi Madinah secara sukarela. Berkat konstitusi itu, kaum Yahudi terangkat dari
sekadar klien kesukuan menjadi warga negara yang sah. Dalam seluruh entitas politik atau
negara Islam sepanjang sejarah, kaum Yahudi tidak pernah kehilangan status ini. Posisi mereka
tidak bisa dilenyapkan, karena begitulah yang dicontohkan Nabi Muhammad saw.
Di sisi lain, menyangkut kaum Nasrani tidak lama setelah Nabi Muhammad saw. melakukan
”pembebasan” (fath) Mekah, pada 8 H/630 M, sejumlah penganut agama Nasrani di Yaman
mengirimkan utusan kepada Nabi saw. di Madinah. Kedatangan mereka adalah untuik
menjelaskan kedudukan mereka vis-a-vis negara Islam,atau sebaliknya kedudukan negara Islam
vis-a-vis mereka. Delegasi itu kemudian menjadi tamu Nabi di rumahnya, dan bahkan beliau
menerima mereka di mesjid. Nabi saw. menjelaskan Islam kepada mereka, dan seperti biasa,
mengajak mereka masuk Islam. Sebagian menerima ajakan itu, dan sebagian lagi tetap dalam

agama mereka semula. (Nasrani), dalam lingkup entitas politik Islam. Nabi seterusnya
mengukuhkan eksistensi mereka sebagai ummah yang khas, seperti juga kaum Yahudi.
Apa yang dipraktikkan Nabi Muhammad itu dan diajarkan oleh Al-Quran seperti disebutkan di
atas senantiasa menjadi acuan bagi kaum Muslim dalam hidup berdampingan dengan pemelukpemeluk agama lain di dunia sejagat. Jika terjadi konflik, di mana kaum Muslim mendapat
tekanan, intimidasi, dan sebagainya dari pemeluk agama lain, maka Islam mengizinkan
pemeluknya untuk membela diri. Di sinilah termanifestasinya jihad sebagai peperangan untuk
mempertahankan diri dalam rangka menegakkan kebenaran kalimat Tuhan. Perintah perang
dalam Al-Quran adalah sebagai reaksi, bukan aksi, seperti dinyatakan:
”Telah diizinkan perang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha-Kuasa menolong mereka itu. Yaitu orangorang yang telah diusir dari kampung halaman mereka, tanpa alasan yang benar, kecuali karena
mereka berkata, ’Tuhan kami hanya Allah’ Dan sekiranya Allah tiada menolak sebagian mereka
dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumahrumah ibadah orang Yahudi, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyaik disebut nama Allah.
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong diri-Nya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha-Kuasa lagi Maha-Perkasa.” (QS. Al-Hajj 22:39-40).
Jadi jelas, Islam menghendaki kedamaian antarmanusia, tidak boleh ada penganiayaan,
penindasan, pengucilan dan meremehkan di antar sesama manusia. Peperangan hanya dilakukan
sebagai upaya bela diri dan untuk mengenyahkan tekanan-tekanan dan penganiayaanpenganiayaan dalam masyarakat. Oleh sebab itu, Al-Quran menganjurkan untuk tidak saling
mencurigai, tidak mencari-cari kesalahan orang lain, tidak menggunjing (QS. Al Hujurat 49:12),
karena semuanya itu dapat mengganggu berjalannya toleransi.
Demikian, gambaran global ajaran Islam. Semoga ada manfaatnya bagi segenap Muslim dan
para pemeluk agama lain, untuk mengawali pengenalan terhadap sejarah dan ajaran Islam, amin
ya Rabbal’alamin!

Makalah Posisi Islam di Antara Agama-agama di Dunia

POSISI ISLAM DI ANTARA AGAMA-AGAMA DI DUNIA
A. PENDAHULUAN
Sebelum Islam datang ke dunia ini, telah terdapat sejumlah agama yang dianut oleh umat
manusia. Para Ahli Ilmu Perbandingan Agama membagi agama secara garis besar kedalam dua
bagian

1. Kelompok agama yang diturunkan oleh Tuhan melalui wahyu-Nya sebagaimana
termaktub dalam kitab suci Alquran dan agama ini biasanya disebut dengan agama
samawi (agama langit) karena berasal dari atas langit. Yang termasuk kedalam kelompok
agama ini antara lain Yahudi, Nasrani dan Islam.
2. Kelompok agama yang didasarkan pada hasil renungan mendalam dari tokoh yang
membawanya sebagaimana terdokumentasikan dalam kitab suci yang disusunnya dan
agama ini biasanya disebut dengan agama ardli (agama bumi) karena berasal dari bumi.
Yang termasuk kedalam kelompok agama ini antara lain Hindu, Budha, Majusi, Kong
Hucu dan lain sebagainya.

Agama-agama tersebut hingga saat ini masih dianut oleh umat manusia didunia dan
disampaikan secara turun temurun oleh penganutnya. Didalam mengkaji agama islam biasanya
sering dihadapkan dengan agama-agama tersebut dengan tujuan untuk mengetahui posisi islam
diantara agama-agama tersebut.
B. PEMBAHASAN
Islam adalah agama yang terakhir diantara sekalian agama besar di dunia yang semuanya
merupakan kekuatan raksasa yang menggerakan revolusi dunia dan mengubah nasib sekalian
bangsa , agama yang melingkupi segala-galanya dan mencakup sekalian agama yang datang
sebelumnya.
Posisi Islam terhadap agama-agama yang datang sebelumnya:

1. Islam menyuruh para pemeluknya agar beriman dan mempercayai bahwa sekalian agama
besar didunia yang datang sebelumnya diturunkan dan diwahyukan oleh allah, beriman
kepada para nabi dan kitab suci dari semua bangsa dan agama islam mencakup segala

agama didunia dengan kitab sucinya alquran yang merupakan gabungan dari semua kitab
suci didunia ( kitab taurat, zabur dan injil yang murni )
Di dalam Alquran dijumpai ayat-ayat yang menyuruh umat islam mengakui agamaagama yang diturunkan sebelumnya sebagai bagian dari rukun iman, misalnya suruh albaqarah
ayat 4
‫والذين يؤمنون بما أنزل اليك وما أنزل من قبلك‬
“ Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau dan apa yang
diturunkan sebelum engkau “

2. Islam adalah agama yang terakhir dan merupakan pernyataan kehendak ilahi yang
sempurna.
Di dalam Alquran disebutkan

‫اليوم أكملت لكم دينكم و أتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم اﻻسﻻم دينا‬
“ Pada hari ini Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan Aku lengkapkan nikmat-Ku
kepadamu, dan Aku meridhoi islam sebagai agamamu

3. Agama islam memiliki tugas yang besar yaitu:
a. Mendatangkan perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan diantara sekalian
agama di dunia
b. Menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama yang telah ada sebelumnya
c. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh para penganut agama sebelumnya
yang kemudian dimasukan kedalam agamanya itu
d. Mengajarkan kebenaran abadi yang sebelumnya tidak pernah diajarkan

e. Memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani bagi umat manusia yang selalu bergerak
maju.
4. Dengan datangnya islam, agama memperoleh arti yang baru dan didalamnya terdapat
unsur pembaruan. Dalam hal ini paling kurang ada 2 hal:
a. Agama islam harus diperlakukan sebagai sebuah ilmu, dimantapkan dengan menyajikan
ajaran agama sebagai landasan perbuatan bagi perkembangan manusia menuju tingkat
kehidupan yang lebih tinggi lagi.
b. Ruang lingkup agama islam mencakup kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

5. Posisisi agama islam terhadap agama-agama lain dapat dilihat dari dua sifat yang dimiliki
ajaran islam, yaitu akomodatif dan persuasif.
Islam berupaya mengakomodir ajaran-ajaran agama masa lalu dengan memberikan
makna dan semangat baru didalamnya. Sebelum islam datang dijumpai adanya kebiasaan
masyarakat jahiliyah melakukan kurban persembahan kepada para dewa dan arwah leluhur untuk
memperoleh keberkahan. Kebiasaan berkurban ini diteruskan oleh islam dengan tujuan kurban
diarahkan sebagai bentuk pengabdian dan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia yang
diberikan-Nya , sedangkan daging kurbannya diberikan kepada fakir miskin dan orang-orang
yang kurang mampu.
Upaya yang dilakukan dengan cara persuasif misalnya islam melihat adanya hal-hal yang
tidak disetujui dan harus dihilangkan, namun dari segi yang lain Islam mengupayakan agar
proses menghilangkan tradisi yang demikian itu tidak menimbulkan gejolak sosial yang
merugikan. Proses tersebut dilakukan secara bertahap sambil menjelaskan makna larangan
tersebut yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan intelektual mereka, hingga akhirnya
perbuatan tersebut benar-benar ditinggalkan oleh masyarakat. Hal yang demikian misalnya
terlihat pada larangan meminum minuman keras. Dalam proses pelarangan itu, Islam menempuh
cara-cara yang persuasif. Dimulai dengan membiarkan apa adanya, kemudian menjelaskan
pengaruh positif dan negatifnya pada saat mereka bertanya. Setelah itu minuman keras tersebut

dilarang pada saat-saat tertentu saja, yaitu pada saat akan melakukan sholat, hingga kemudian
dilarang pada kapan saja.
5. Hubungan islam dengan agama-agama lain dapat dilihat pada ajaran moral yang ada
didalamnya dan konsep gender yang terdapat pada masing-masing agama.
a. Dalam agama Hindu terdapat ajaran yang menganggap bahwa keinginan terhadap
kesenangan merupakan hal yang bersifat alamiyah sesuai dengan kodrat manusia. Akan
tetapi terdapat ajaran untuk mengendalikan hawa nafsu terhadap kenikmatan tersebut.
Dalam agama Hindu, wanita diibaratkan sebagai tanah dan laki-laki diibaratkan sebagai
benih. Hasil terjadinya jasad badaniyah yang hidup terjadi karena melalui hubungan antara tanah
dan benih. Potensi wanita dipandang kreatif dan penuh kebaikan hanya apabila potensi itu terjadi
secara harmonis dengan pria.
b. Dalam agama Budha terdapat ajaran tentang pengendalian diri dari memperturutkan hawa
nafsu yang berakibat pada terjadinya tindakan kejahatan dan terdapat pula sejumlah
ajaran etis tentang larangan membunuh, larangan mencuri, berdusta dan lain sebagainya.
Agama Budha menyatakan bahwa seorang istri berkedudukan dan berperan cukup besar
dalam menyukseskan suaminya. Suami istri memiliki kewajiban dan tanggung jawab bersama
dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam menjalankan kehidupan berumah
tangga. Seorang istri yang patut dipuji dalam suatu keluarga yaitu istri yang keibuan, istri yang
seperti saudara, istri yang seperti sahabat dan istri yang seperti pegawai.
c. Dalam agama Yahudi yang dibawa oleh Nabi Musa terdapat Sepuluh perintah Tuhan
yang meliputi : pengakuan terhadap Tuhan Tang Maha Esa; Larangan menyekutukan
Tuhan dengan apa saja dan dimana saja; Larangan menyebut nama Tuhan dengan katakata yang dapat menyia-nyiakan-Nya; Memuliakan hari Sabtu; Menghormati ayah dan
ibu; Larangan membunuh sesama manusia; Larangan berbuat zina; Larangan mencuri;
Larangan menjadi saksi palsu; Menahan hawa nafsu untuk memiliki sesuatu yang bukan
menjadi miliknya.

d. Dalam agama Kristen terdapat ajaran tentang perintah berbuat baik antara sesama
manusia, saling mencintai sesama manusia, bersifat pemurah dalam setiap hal yang
menyangkut kebaikan, menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan lain
sebagainya.
Dalam agama Kristen, Yesus tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan. Ia
menghargai wanita sebagai pribadi yang utuh. Yesus berbicara langsung dengan wanita,
menyembuhkan wanita yang sakit dan memanggil wanita untuk mengikutinya.
e. Dalam agama Islam terdapat ajaran tentang pengendalian hawa nafsu keduniaan yang
diikuti oleh keharusan melakukan perbuatan yang baik bagi kemanusiaan. Islam
mengingatkan umatnya agar jangan mengikuti hawa nafsu karena mengikuti hawa nafsu
akan menjerumuskan pelakunya kedalam kehidupan yang menyengsarakan.
Dalam ajaran Yahudi yang dibawa oleh Nabi Musa terdapat ajaran menghormati hari
sabtu. Ajaran ini tidak dianggap relevan lagi dalam ajaran Islam. Semua hari dalam ajaran Islam
memiliki kedudukan dan makna yang sama, tergantung kepada orang yang memanfaatkannya.
Dalam agama islam wanita diumpamakan seperti tanah ladang tempat bercocok tanam
sebagaimana disebut dalam Alquran surah Al-baqarah ayat 223 yang artinya : “ Istri-istrimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tersebut bagaimana
saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu dan bertakwalah kepada
Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orangorang yang beriman.”
Rasulullah menyebutkan kriteria seorang istri sebagaimana yang disebutkan dalam suatu
hadits yang artinya : “ Tidak ada sesuatu yang diambil faedahnya oleh orang muslim setelah
takwakepada Allah yang lebih baik baginya daripada seorang istri shalihah yang jika seorang
suami memerintahnya, ia mematuhinya; jika suami memandangnya, maka ia menyenangkannya;
jika suami menggilirnya, maka ia mematuhinya; dan jika suami pergi darinya, maka ia
memelihara diri dan harta (suami)nya ”.
Dari penjelasan-penjelasan ini terlihat dengan jelas bahwa posisi ajaran islam diantara
agama-agama lain selain mengoreksi dan membenarkan juga melanjutkan sambil memberikan
makna baru dan tambahan-tambahan sesuai dengan kebutuhan zaman. Oleh karena itu, diutuslah

Rasulullah shollallahu alahi wa sallam untuk menyempurnakan ajaran-ajaran para Nabi dan
Rasul terdahulu dan memerintahkan manusia untuk mengimani apa yang diwahyukan kepada
beliau berupa Alquran dan Assunnah.
C. PENUTUP
Posisi Islam diantara agama-agama lain tampak bersifat adil, obyektif dan proporsional.
Dengan sifatnya yang adil, ajaran Islam mengakui peran yang dimainkan agama-agama yang
pernah ada didunia. Dengan sifatnya yang obyektif, Islam memperbaiki dan meluruskan ajaranajaran agama yang salah dan tersesat. Dengan bersifat proporsional, Islam memberikan perhatian
terhadap ajaran agama yang tidak seimbang. Islam adalah agama yang terbuka, mau
berkompromi dan berdialog dengan agama lain. Dengan sifatnya yang demikian ini, Islam telah
tampil sebagai penyempurna, korektor, pembenar dan sekaligus sebagai pembaru.
Setiap ajaran agama-agama tersebut memiliki perbedaan yang berkaitan dengan
keyakinan (teologis) dan ritualistik, yakni peribadatan. Terhadap hal ini masing-masing agama
dianjurkan untuk saling menghargai dan menghormati.
Islam adalah agama perdamaian, jauh dari sikap bermusuhan dan bukan agama kaum
teroris. Terjadinya pertentangan antara satu agama dengan agama lain sebagaimana terlihat
dalam sejarah, sama sekali bukan disebabkan karena faktor agama, melainkan karena faktorfaktor lain yang mengatasnamakan agama. Hal seperti ini harus segera dicegah dan dikembalikan
kedalam situasi yang merperlihatkan keharmonisan hubungan antara agama-agama yang ada
didunia.

Hubungan Umat Islam dengan Pengikut Agama lain
09.19 Jusman ISLAM DAMAI

Hal yang seringkali menjadi ganjalan dari non-Muslim adalah terhadap Islam adalah
Umat Islam tidak memperlihatkan wajah bersahabat dan malah memusuhi non
muslim. Benarkah demikian? Tentu hal itu tidak benar, kalaupun ada beberapa
kasus yang memperlihatkan adannya pertikaian atau rasa tak bersahabat dari Umat
Islam maka hal itu dilakukan oknum individu Muslim, dan tidak dapat menunjukkan
bahwa itulah Islam yang sebenarnya.
Al-Qur'an memberikan pedoman yang cukup mengenai hal ini.
“Katakanlah, “Hai Ahli-kitab, marilah kepada satu kalimat yang sama di antara kami
dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kecuali kepada Allah swt., dan tidak pula
kita mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan [a] sebagian yang lain
sebagai Tuhan selalin Allah swt..” Tetapi, jika mereka berpaling, maka katakanlah,
“Jadilah saksi bahwa kami orang-orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan” ” (Q.S
3:64
Ini adalah semangat kerjasama yang Islam telah tanamkan antara kalangan umat
Islam untuk mengundang pengikut agama lain secara bersama-sama atas dasar
umum untuk bekerjasama dalam upaya mencapai saling menghormati dan
menghargai.
Pada subyek yang sama, Alquran menyatakan lebih lanjut:
“Dan, tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa; dan janganlah kamu
tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kepada Allah;
sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Q.S 5:2)
Perlu dicatat disini bahwa Islam tidak menyebutkan ajakan kerjasama ini dengan
mempertimbangkan agama tertentu saja. Ajakan apa saja yang ditujukan kepada
Islam berupa perbuatan baik untuk tujuan mulia, Alquran mengatakan bahwa anda
harus selalu menerimanya. Ajakan tersebut mungkin dari Yahudi, seorang Kristen,
seorang Hindu, Budha atau penganut agama apapun atau bahkan dari seorang
atheis; Islam mewajibkan kaum muslimin untuk maju dan bekerjasama. Mereka
hanya harus melihat alasan mengapa mereka diundang, bukan melihat siapa yang

mengundang untuk melakukan hal tersebut.
Islam telah memberikan prinsip emas yang dapat diikuti dan bermanfaat bagi
seluruh umat manusia. Islam mengajarkan bahwa segala urusan harus didasarkan
pada keadilan.
Alquran menyatakan:
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri teguh karena Allah, menjadi
saksi dengan adil; dan janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu
bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah swt. Sesungguhnya, Allah swt. Maha Mengetahui apa-apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S 5:8)
Ini membuat hal yang sangat jelas bahwa Islam memerintahkan pengikut sejatinya,
kendatipun dengan musuh sekalipun mereka harus selalu bersikap adil. Apakah
mungkin agama yang mengajarkan ajaran kerukunan dan kerjasama yang indah ini
– bisa mendorong kekerasan atau kebencian terhadap orang lain?
Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa jauh dari rasa permusuhan dan
kebencian terhadap non muslim, Islam mengajarkan cinta, kasih sayang dan
kebajikan yang bersifat universal, karena Islam adalah rahmat bagi sekalian alam,
maka rasa kebencian dan permusuhan itu dengan sendirinya tentu merupakan
ganjalan bagi semangat rahmatan lil alamin tersebut. Bagaimana rahmat itu akan
tercapai kalau umat Islam membatasi rahmat itu sendiri, nir non Muslim.
Sumber: ARtikel Islam: Menjawab Beberapa Keberatan Tentang Islam
Aku nyarinya di alamat internet ini :
https://studiislam.wordpress.com/category/islam-dan-agama-lain/
http://myhabibah.blogspot.com/2010/01/islam-dan-toleransi-antar-agama.html#
ps://studiislam.wordpress.com/category/islam-dan-agama-lain/page/2/
p://warnettitan.blogspot.co.id/2013/05/makalah-posisi-islam-di-antara-agama.html
ti.blogspot.co.id/2013/02/hubungan-umat-islam-dengan-pengikut.html