Tinjauan Kondisi Sosial Ekonomi Penarik Becak di Lingkungan Universitas Sumatera Utara

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep Sosial Ekonomi

2.1.1

Pengertian sosial
Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Manusia

lahir dengan kapasitas yang ia miliki kemudian memulai hidup saling berkawan
dan saling membina kesetiakawanan. Karena manusia hidup bersama didalam
kelompok atau hidup berkelompok dan satu sama lain saling membutuhkan maka
manusia sering disebut sebagai makhluk sosial (Sumarnonugroho, 1982:3).Kata
sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat(Suharso,2005).
Konsep sosiologi manusia sering disebut dengan makhluk sosial yang artinya
manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan dari oranglain, sehingga
arti sosial sering diartikan sebagai hal yang berkenaan dengan masyarakat

(Waluya, 2007: 85-86).
Pengertian

sosial

dalam

KBBI (2001) menunjuk

pada sifat-sifat

kemasyarakatan (seperti suka menolong, menderma dan sebagainya). Sedangkan
pada departemen sosial menunjuk pada suatu acuan yang digunakan dalam
berinteraksi antar individu dalam konteks masyarakat maupun komunitas. Sebagai
acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan
pemahaman terhadap lingkungan dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan
yang dimunculkanoleh individu-individu sebagai anggota masyarakat. Sehingga
demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu berarti terhadap

9


Universitas Sumatera Utara

10

hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu
dengan lainnya.
Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa diharapkan berbuat baik
terhadap sesamanya. Hal ini berdasarkan pandangan bahwa manusia suci itu bagi
manusia yang lain. Rasa kebersamaan manusia sebagai anggota persekutuan
kehidupan membawa kepada suatu pandangan akan solidaritas sosial dimana ia
semestinya merasa ikut menderita bila pihak lain yang ada dilingkungannya
mengalami penderitaan. Dalam keberadaan dengan lingkungan sekitarnya,
terdapat relasi timbal balik yang amat erat.
Pada relasi timbal balik ini menentukan dan ditentukan hakekat
kemanusiaannya. Jadi dapat dikatakan bahwa pribadi manusia hanya dapat
berkembang apabila ia berada dalam kelompok sosial. Didalam kelompok sosial
manusia mengalami proses yang disebut sosialisasi. Koentjaraningrat (dalam
Sumarnonugroho, 1982:2) menyebutkan pengertian sosialisasi sebagai “...seluruh
proses, bila seorang individu itu dari masa kanak-kanak sampai dewasa,

berkembang, berhubungan, mengenal dan menyesuaikan diri dengan individuindividu yang hidup dalam masyarakat sekitarnya”.
2.1.2

Pengertian ekonomi
Istilah Ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu

“Oikos”yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi secara
harafiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang
paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan
masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering

Universitas Sumatera Utara

11

diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Sedangkan menurut KBBI (2001), kata ekonomi berarti ilmu yang mengenai asasasas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal
keuangan, perindustrian dan perdagangan).
Gilarso (2004:15) mengatakan bahwa ilmu ekonomi berhubungan dengan
usaha manusia untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan

hidupnya dengan sumber daya yang terbatas. P.A. Samuelson (dalam Gilarso,
2004) menyebutkan ilmu ekonomi adalah studi tentang perilaku orang dan
masyarakat dalam memilih beberapa alternatif penggunaan dalam rangka
memproduksi berbagai komoditi untuk kemudian menyalurkannya (baik saat ini
maupun dimasa depan) kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam
suatu masyarakat. M. Manulang (dalam Sari dkk, 2007) menyebutkan bahwa
ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk
mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan dimana manusia dapat
memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa).
Dengan berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ekonomi
adalah usaha manusia dalam mengatur rumah tangganya untuk memenuhi
kebutuhan hidup dengan menggunakan maupun memanfaatkan ketersediaan
sumber daya yang ada.
2.1.3

Pengertian sosial ekonomi
Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok

masyarakat yang ditemtukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta
pendapatan (Astrawan, 2014). Dalam pembahasannya, sosial dan ekonomi sering


Universitas Sumatera Utara

12

menjadi objek pembahasan yang berbeda. Menurut Santrock (2007:282), status
sosial ekonomi sebagai pengelompokan orang-orang berdasarkan kesamaan
karakteristik pekerjaan dan pendidikan ekonomi. Status sosial menunjukkan
ketidaksetaraan tertentu.
Koentjaraningrat (1981) menyebutkan bahwa kondisi sosial ekonomi adalah
suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan
seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian
posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh
si pembawa status. Sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-keadaan
dimanamanusia itu hidup, kemungkinan-kemungkinan perkembangan materi dan
batas-batasnya yang tidak bisa diikuti manusia. Penduduk dan kepadatan
penduduk, konsumsi dan produksi pangan, perumahan, sandang, kesehatan dan
penyakit, sumber-sumber kekuatan dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini
berkembang tidak menentu dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi
dimana manusia itu harus hidup (Ahmad, 1992).

2.1.4

Faktor-faktor yang menentukan sosial ekonomi
Penelitian yang dilakukan oleh Poniman, S.Sos (2015) dalam menentukan

sosial ekonomi seseorang mencakup beberapa faktor diantaranya tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, kondisi lingkungan tempat
tinggal, pemilikan kekayaan, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari
komunitasnya.Sedangkan

menurut

Wirutomo

(2012)

faktor

yang


dapat

menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi seseorang dalam
masyarakat yaitu :

Universitas Sumatera Utara

13

a.

Tingkat Pendidikan

b.

Jenis Pekerjaan

c.

Tingkat Pendapatan


d.

Keadaan Rumah Tangga

e.

Tempat Tinggal

f.

Kepemilikan Kekayaan

g.

Jabatan dalam Organisasi

h.

Aktivitas ekonomi

Dalam hal ini, uraiannya dibatasi hanya 4 faktor yang menentukan yaitu

tingkat pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan kekayaan, dan tempat tinggal.
1. Tingkat Pendidikan
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1, pendidikan diupayakan untuk
mewujudkan individu agar dapat mengembangkan potensi dirinya dengan bekal
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan adalah aktifitas dan usaha untuk
meningkatkan kepribadian dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya,
yaitu rohani (fikiran, cipta, rasa, dan hati nurani) serta jasmani (panca indera dan
keterampilan-keterampilan).

Universitas Sumatera Utara

14

UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 3 juga menjelaskan pendidikan bertujuan
untuk “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan bertanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal) dan jalur
pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal). Jalur pendidikan sekolah
(pendidikan formal) terdapat jenjang pendidikan sekolah, jenjang pendidikan
sekolah pada dasarnya terdiri dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Dalam penelitian ini tingkat pendidikan orang tua dilihat dari jenjang
pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh orang tua anak. Selain itu,
pendidikan informal yang pernah diikuti berupa kursus dan lain-lain. Karena
tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap jenis pekerjaan dan pendapatan
serta status sosial ekonomi yang akan diperoleh. Semakin tinggi jenjang
pendidikan yang didapat maka semakin tinggi juga status sosial ekonomi yang
disandang.
Berdasarkan tingkat pendidikan, UU no. 20 tahun 2003 menggolongkan
dalam tida bagian yaitu rendah, menengah dan tinggi:
a. Pendidikan rendah yaitu pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah


Universitas Sumatera Utara

15

Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat.
b. Pendidikan Menengah merupakan pendidikan lanjutan dari pendidikan
dasar. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.
c. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah
tinggi, institut atau universitas.
2. Pendapatan
Pendapatan adalah jumlah semua hasil suatu pekerjaan yang yang diterima
oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya yang diwujudkan dalam
bentuk uang dan barang. Menurut Sumardi dalam Yerikho (dalam Poniman,2015)
mengemukakan bahwa pendapatan yang diterima oleh penduduk akan
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang ditempuh. Dengan pendidikan yang
tinggi mereka akan dapat memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik disertai pendapatan yang lebih besar.
Sedangkan bagi penduduk yang berpendidikan rendah akan menadapat pekerjaan
dengan pendapatan yang kecil.
Menurut Gustiyana (2003), pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pendapatan usaha tani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan

Universitas Sumatera Utara

16

pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha tani ditambah dengan pendapatan
yang berasal dari kegiatan diluar usaha tani. Pendapatan usaha tani adalah selisih
antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input) yang dihitung dalam
per bulan, per tahun, per musim tanam. Pendapatan luar usaha tani adalah
pendapatan yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan diluar usaha tani
seperti berdagang, mengojek, dan lain-lain.Siagian (2012:69-72), Pendapatan
sosial ekonomi orang tua dapat merumuskan indikator kemiskinan yang
representatif. Keyakinan tersebut muncul karena pendapatan merupakan variabel
yang secara langsung mempengaruhi apakah seseorang atau sekelompok orang
akan mampu atau tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya agar dapak hidup
secara layak sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat.
Berdasarkan dari pendapatan keluarga, BPS (2012) membagi kedalam tiga
golongan yaitu tinggi, menengah dan rendah :
a.

Golongan Rendah, Golongan masyarakat berpenghasilan rendah yaitu
masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan
untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal seperti sandang, pangan
dan tempat tinggal yang berpenghasilan kurang dari Rp. 1.500.000 per
bulan.

b.

Golongan Menengah, Golongan masyarakat berpenghasilan sedang
yaitu masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dan mampu
menikmati jenjang pendidikan namun belum memiliki kesempatan
dalam menabung maupun berinvestasi yang berpenghasilan antara Rp.
1.500.000 sampai Rp. 2.500.000 per bulan.

Universitas Sumatera Utara

17

c.

Golongan Tinggi, Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu
masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan
jangaka pendek maupun jangka panjang tanpa ada rasa khawatir.
Menjadikan pendidikan bukan sebagai acuan kehidupan, menjadikan
budaya dalam keluarga untuk menjaga martabat, yaitu yang
berpenghasilan diatas Rp. 2.500.000.

3. Pemilikan Kekayaan
Pemilikan kekayaan atau fasilitas adalah kepemilikan barang berharga yang
memiliki nilai tinggi dalam suatu rumah tangga seperti halnya uang, perhiasan,
barang-barang yang bernilai jual tinggi serta kepemilikan lahan sebagai investasi
kekayaan dan kendaraan pribadi.
Berdasarkan pemilikan kekayaan. Status sosial ekonomi dapat dibedakan
menjadi (Adi, 2004):
a.

Golongan rendah, memilikiharta dan simpanan uang senilai kurang dari Rp.
5.000.000

b.

Golongan menengah, memiliki harta dan simpanan uang senilai Rp.
5.000.000 s/d Rp. 15.000.000

c.

Golongan tinggi, memiliki harta dan simpanan uang senilai lebih dari Rp.
15.000.000

4. Tempat tinggal
Secara umum, rumah dapat diartikan sebagai tempat untuk berlindung atau
bernaung dari pengaruh keadaan alam sekitarnya (hujan, matahari,dll). Serta

Universitas Sumatera Utara

18

merupakan tempat beristirahat setelah bertugas untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Namun, pengertian rumah juga dapat ditinjau lebih jauh secara fisik
dan psikologis.
Menurut Kaare Svalastoga (dalam Maftukhah, 2007) untuk mengukur
tingkat sosial ekonomi seseorang dari rumahnya, dapat dilihat dari:
a.

Status rumah yang ditempati, rumah dinas, menyewa, menumpang pada
saudara atau ikut oranglain umumnya merupakan keluarga dengan sosial
ekonomi rendah.

b.

Kondisi fisik bangunan, dapat berupa permanen, kayu dan bambu. Keluarga
yang keadaan sosial ekonominya tinggi pada umumnya menempati rumah
permanen, sedangkan keluarga yang keadaan sosial ekonominya menengah
kebawah menggunakan semi permanen atau tidak permanen.

c.

Besarnya rumah yang ditempati, semakin luas rumah yang ditempati, pada
umumnya semakin tinggi tingkat sosial ekonominya.
Melalui ukuran tingkat sosial ekonomi, seorang individu dapat ditentukan

tingkat kemiskinannya, faktor-faktor penyebab kemiskinan dan indikatornya serta
perencanaan program pengentasannya. Semakin rendah tingkat sosial ekonomi
seseorang, maka semakin besar pula tingkat kemungkinan seseorang tersebut
dikatakan “miskin”. Faktor lainnya yaitu pembangunan di setiap
program-program

pemerintah

daerah

setempat

untuk

daerah,

masyarakat

dan

implementasi program pemerintah tersebut. Menurut Wirutomo(2012), dari awal
kemerdekaan sampai era reformasi kesenjangan antar provinsi masih terlihat
dalam hal-hal yang diukur dari tingkat harapan hidup, tingkat pendidikan,

Universitas Sumatera Utara

19

pembangunan serta pendapatan. Dalam hal pembangunan sosial ekonomi yang
tidak merata menyebabkan tingkat kemiskinan yang masih tinggi khususnya di
Indonesia.
2.2

Kemiskinan

2.2.1

Pengertian kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah-

tengah masyarakat, khususnya dinegara-negara berkembang. Berbagai terori,
konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai
dan “misteri” kemiskinan. World Bank (dalam Siagian,2012) mendefinisikan
kemiskinan sebagai suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia
baik fisik maupun sosial sebagai akibat tidak tercapainya kehidupan yang layak
karena penghasilannya tidak tercapai 1,00 dolas AS perhari.Sedangkan Siagian
(2012) menyebutkan bahwa kemiskinan identik dengan suatu penyakit yang
penanggulangannya adalah tentang memahami kemiskinan sebagai suatu masalah.
Secara luas kemiskinan juga kerap didefinisikan sebagai kondisi yang
ditandai oleh serba kekurangan: kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang
buruk dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan masyarakat (SMERU dalam
Suharto et,al., 2004). Menurut BPS dan Depsos (2002:4) kemiskinan merupakan
sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik
untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line)
atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah
rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan
makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan

Universitas Sumatera Utara

20

yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta
aneka barang dan jasa lainnya. Suparlan (dalam Ahmadi, 1991:326) menyatakan
bahwa kemiskinan adalah sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu
adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang
dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak
pengaruhnya terhadap keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri
dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.
Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi ekonomi, khusunya
pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan nonmaterial yang diterima oleh seseorang. Namun demikian, Menurut Caroline
Thomas (dalam Winarno, 2011), perbedaan-perbedaan dalam mendefenisikan
kemiskinan

disebabkan

oleh

perbedaan-perbedaan

dalam

melihat

pembangunan.Dalam kategori ilmu kesejahteraan sosial, kemiskinan adalah
sebuah keaadaan yang menunjukkan bahwa tidak adanya sebuah keadaan
kurangnya pemberdayaan masyarakat dan tingginya tingkat pengangguran di
sebuah negara sebagai faktor utama yang konkrit terjadinya sebuah gejala
kemiskinan.
2.2.2

Ciri-ciri kemiskinan
Sulit untuk memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan

indikasi-indikasi seperti apa yang digunakan sbagai pegangan untuk menyatakan
secaraakurat, bahwa orang-orang seperti itu disebut tidak miskin. Namun

Universitas Sumatera Utara

21

demikian, suatu studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan, yakni
sebagai berikut (Siagian, 2012: 20-23):
a.

Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki
faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai
ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas
ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.

b.

Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.

c.

Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat
SD, atau hanya tamatan SD.

d.

Pada umumnya, mereka masuk kedalam kelompok penduduk dengan
kategori setengah menganggur.
Sedangkan SMERU (dalam Suharto, 2004) , menunjukkan bahwa

kemiskinan memiliki beberapa ciri:
a.

Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang
dan papan).

b.

Ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar hidup lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

c.

Ketiadaan jaminan masa depan

d.

Kerentangan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.

e.

Rendahnya kualitas sumberdaya manusian dan keterbatasan sumber alam.

f.

Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

22

g.

Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.

h.

Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

i.

Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita
korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal
dan terpencil).

2.2.3

Faktor – faktor penyebab kemiskinan
Kemiskinan menurut Edi Suharto (2009) disebabkan oleh beberapa faktor

berikut:
a.

Faktor ekonomi, yakni turunnya pertumbuhan ekonomi, akibat adanya
inflasi, refresi dan sebagainya yang menimbulkan kemiskinan. Kemiskinan
akibat

perekonomian

dapat

diselesaikan

ataupun

diatasi

dengan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan merata.
b.

Faktor individual, yakni berasal dari dalam individu itu sendiri yang
mengalami kemiskinan. Dalam arti, seseorang menjadi miskin karena
adanya kecacatan pribadi (cacat fisik), malas, tidak jujur dan merasa
tersaing sehingga mereka tidak dapat mencari pekerjaan.

c.

Faktor sosial, yaitu kondisi sosial yang menjadikan seseorang berada dalam
kemiskinan. Misalnya terdapat diskriminasi berdasarkan usia, gender, etnis,
yang menyebabkan sulit mendapat pekerjaan. Termasuk dalam faktor ini
ialah kondisi sosial keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan
kemiskinan antargenerasi.

Universitas Sumatera Utara

23

d.

Faktor kultural, yakni kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan
kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk konsep “kemiskinan
kultural” atau kemiskinan yang membudaya. Kemiskinan yang membudaya
yaitu pola kehidupan masyarakat yang mencerminkan pola hidup apatis,
ketidakjujuran, ketergantungan, motivasi yang rendah, ketidakstabilan
keluarga dan sebagainya.

e.

Faktor struktural, yakni kondisi yang menunjukan pada struktur atau sistem
yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak mudah dijangkau yang menyebabkan
seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin.

2.2.4

Indikator kemiskinan
Dalam rangka penetapan sasaran pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir

miskin, Departemen Sosial mencoba merumuskan indikator yang merefleksikan
tingkat kemiskinan yang sesungguhnya ada pada masyarakat, yaitu:
a.

Penghasilan rendah atau berada dibawah garis sangat miskin yang diukur
dari tingkat pengeluaran perorangan perbulan berdasarkan standar BPS per
wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

b.

Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti
zakat/beras untuk masyarakat miskin/santunan sosial).

c.

Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga pertahun(
hanya memiliki satu stel pakaian lengkap perorang per tahun).

d.

Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga
yang sakit.

Universitas Sumatera Utara

24

e.

Tidak mampu membiayai pendidikan dasar sembilan tahun bagi anakanaknya.

f.

Tidak memilki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya untuk dijual
untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas
garis sangat miskin.

g.

Ada anggota keluarga yang meninggal dalam usia muda atau kurang dari 40
tahun akibat tidka mampu mengobati penyaklit sejak awal.

h.

Ada anggota keluarga usia 15 tahun keatas yang buta huruf.

i.

Tinggal dirumah yang tidak layak huni.

j.

Luas rumah kurang dari 4 meter persegi.

k.

Kesulitan air bersih.

l.

Rumah tidak mempunyai sirkulasi udara

m. Sanitasi lingkungan yang kumuh.
Dalam perumusan lainnya, BKKBN memiliki indikator kemiskinan
tersendiri, yakni :
a.

Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut keyakinannya.

b.

Tidak mampu makan dua kali sehari.

c.

Tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja atau sekolah dan
berpergian.

d.

Bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah.

e.

Tidak mampu membawa anggota keluarga kesarana kesehatan (BKKBN,
Dalam Sayful, 2008).

Universitas Sumatera Utara

25

2.3

Pekerjaan Sektor Informal

2.3.1

Pengertian sektor informal
Status kemiskinan yang melekat pada seseorang memaksa untuk memutar

pikiran dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Sulitnya mencari pekerjaan tanpa
didasari oleh pendidikan yang memadai maupun keterampilan khusus menjadikan
seorang individu bekerja serabutan yang dalam artian melakukan pekerjaan
berbagai pekerjaan dengan upah kecil. Hal ini banyak terjadi diwilayah perkotaan
oleh masyarakat urban yang mencari peruntungan hidup. Pedagang eceran, supir
angkutan umum, kuli bangunan adalah contoh pekerjaan yang banyak dilakukan
oleh masyarakat urban yang dimaksud. Pekerjaan-pekerjaan kecil dengan upah
rendah tersebut seringkali dikenal dengan sebutan pekerjaan sektor informal.
Konsep sektor informal pertama kali di pergunakan oleh Keirt Hard dari
University of Manchester pada tahun 1973 yang menggambarkan bahwa sektor
informal adalah bagian angkatan kerja di kota yang berada di luar pasar tenaga
kerja yang terorganisir. Sejak Hart memperkenalkan konsep sektor informal,
konsep itu sering digunakan untuk menjelaskan bahwa sektor informal dapat
mengurangi pengangguran di kota negara sedang berkembang. Bahkan beberapa
pengamat pembangunan di negara sedang berkembang memandang sektor
informal sebagai strategi alternatif pemecahan masalah keterbatasan peluang
kerja.
Sektor informal berfungsi sebagai “katup pengaman” yang dapat meredam
ledakan sosial akibat meningkatnya pencari kerja, baik dalam kota maupun
pendatang dari desa.Sektor informal juga berfungsi sebagai “alat” yang digunakan

Universitas Sumatera Utara

26

dalam mengurangi jumlah penduduk miskin yang sebagian besar berada diwilayah
perkotaan
Sebagian besar pembicara tentang sektor informal berangkat dari sifat
mendua yang dipandang bersumber pada perekonomian kota dinegara
berkembang yang non-sosialis. Ini berarti bahwa sektor informal menunjuk pada
adanya dualisme yang ciri-ciri kedua bagiannya saling bertentangan. Sektor
informal digunakan dalam pengertian bekerja atau harian, jumlah pekerjaan yang
permanen, seperti pekerjaan dalam perusahaan industri, kantor pemerintahan dan
perusahaan besar yang lain. Karena itu, beberapa penulis berbicara tentang sektor
yang terorganisir, terdaftar dan dilindungi oleh hukum. Kegiatan-kegiatan
perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini kemudian dimasukkan dalam
kategori sektor informal, suatu istilah yang mencakup pengertian berbagai
kegiatan yang seringkali tercakup dalam istilah umum “usaha sendiri”. Ini
merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, yang sulit dipecah
dan karena itu sering dilupakan dalam sensus resmi.
Karena definisi sektor informal ini kurang baik sehingga sering dilengkapi
dengan suatu dampak kegiatan agak berbeda yang terlihat apabila menyusuri
jalan-jalan suatu kota diduna ketiga seperti: pedagang kaki lima, penjual koran,
anak-anak penyemir sepatu, penjaga kios, dan lain-lain. Dengan kata lain, mereka
adalah kumpulan pedagang kecil, pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil
serta golongan-golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak tetap (Manning
dkk, 1985:141). Di Indonesia sendiri pekerjaan sektor informal masih banyak
diminati oleh sebagian besar masyarakatnya selain dalam bidang UMKM. Hal
tersebut terjadi dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia masih hidup

Universitas Sumatera Utara

27

dalam level menengah ke bawah. Hal ini dapat dibuktikan oleh data BPS (Badan
Pusat Statistik) yang menimpulkan bahwa dalam kurun waktu 2011-2017,
kemiskinan di Indonesia sekitar 10,64% dari total keseluruhan penduduk
Indonesia pada tahun 2017 (BPS, 2017)
2.3.2

Ciri – ciri pekerjaan sektor informal
Berdasarkan defenisi sektor informal yang telah dipaparkan sebelumnya,

maka dapat disimpulkan ciri sektor informal (Bappenas, 2010), ialah :
a.

Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik, karena unit usaha timbul
tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia secara formal;

b.

Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha;

c.

Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik, dalam arti lokasi maupun jam
kerja;

d.

Pada umumhya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi
lemah tidak sampai ke sektor ini;

e.

Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke subsektor lain;

f.

Teknologi yang digunakan masih tradisional;

g.

Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga
kecil;

h.

Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, sebagian
besar hanya diperoleh dari penalaman sambil bekerja;

i.

Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one man enterprisedan kalau
memiliki pekerja, biasanya berasal dari keluarga sendiri;

Universitas Sumatera Utara

28

j.

Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau
dari lembaga keuangan tidak resi; dan

k.

Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat
kota/desa berpenghasilan rendah atau menengah.

2.3.3

Jenis-jenis pekerjaan sektor informal
Menurut Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari

kesempatan memperoleh penghasilan, yaitu:
1. Sah, terdiri atas:
a.

Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder seperti: pertanian, perkebunan
yangberorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain.

b.

Usaha tersier dengan modal yang relatif besar contonya: perumahan,
transportasi,usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-lain.

c.

Distribusi

kecil-kecilan:

pedagang

kaki

lima,

pedagang

pasar,

tukang

cukur,

pedagangkelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.
d.

Transaksi pribadi: pinjam-meminjam,

e.

Jasa

yang

lain:

pengamen,

penyemir

sepatu,

pembuangsampah, supir bus/angkutan umum, penarik becak, dan lain
sebagainya.
2. Tidak sah, terdiri atas :
a.

Jasa, kegiatan, dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah barangbarang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan,
pelacuran dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

29

b.

Transaksi, pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan
bersenjata), pemalsuan uang, perjudian dan lain-lain.

2.4

Becak

2.4.1

Sejarah becak
Becak merupakan alat untuk mengangkut orang atau barang dalam

jumlah kecil,

menggunakan

dasar

sepeda

yang

dimodifikasi

menjadi

kendaraan beroda tiga yang dilengkapi dengan kabin penumpang. Becak
kemudian dimodifikasi yang diperlengkapi dengan motor penggerak, menjadi
becak bermotor. Penarik becak ialah orang yang berprofesi sebagai pengemudi
becak merupakan bekerja di sektor informal (Suharso, 2005). Faktor utama
adalah masalah penarik becak adalah masalah ekonomi

yaitu masalah

pendapatan yang berada dibawah garis kemiskinan.
Becak termasuk alat transportasi darat,becak berasal dari bahasa
Hokkien, yaitu “be chia” yang artinya kereta kuda. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI) becak adalah kendaraan umum seperti sepeda,beroda tiga,
roda satu di belakang dan dua didepan dijalankan dengan tenaga manusia.
Be

chia

adalah suatu moda transportasi beroda tiga yang umumnya dapat

ditemukan di Indonesia dan sebagian Negara Asia lainnya. Di negara Jepang
becak dikenal dengan nama "Jinrikisha”. Di jepang, penarik Jinrikishabiasanya di
beri upah tiap minggu, danJinrikisha ini biasanya di gunakan oleh bangsawan
Jepang.Di Indonesia ada dua becak yang sering digunakan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

30

1.

Becak Dayung yaitu becak yang mengendarainya menggunakan sepeda,
dimana si pengendara harus menggunakan kakinya untu mengayuh
becak. Becak ini sering di jumpai di Yogyakarta.

2.

Becak

Motor,

yaitu

becak

yang

menggunakan

motor

sebagai

penggerak. Becak ini bisa kita jumpai di daerah Sumatera.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) becak adalah kendaraan
umum seperti sepeda, beroda tiga, roda satu di belakang dan dua didepan
dijalankan dengan tenaga manusia (Salim Peter, 1995). Sifat becak atau aktivitas
berkaitan dengan becak yang banyak dikenal secara umum antara lain, becak
termasuk kategori kendaraan non-bising, non-polusi, ramah lingkungan, relatif
ringan,

kecepatan

sederhana.

rendah,

Berbagai

sebagai

kelakuan

angkutan

orang maupun

barang dan

negatif dari pelaku becak yang sering

menyebabkan kemacetan karena sering melanggar lampu merah, menyeberang
arus lalu lintas tanpa peduli, sering berlawanan arah, sering mangkal dengan
nyaman di area yang sarat lalu lintas. Wilayah operasi becak biasanya pada
daerah atau tempat yang dianggap dapat menarik keuntungan yaitu perumahan,
pasar, sekolah, kampus, rumah sakit, daerah wisata.
Becak juga rupanya telah berputar lumayan jauh. Becak didatangkan ke
Jakarta dari Singapura dan Hongkong pada 1930-an. Pada pertengahan hingga
akhir tahun 1950-an ada kira-kira 25.000 hingga 30.000 becak di kota. Pada
awal tahun 1970 jumlah becak di kota meningkat lima kali lipat (100.000
hingga 150.000) sehingga jumlah tukang becak membengkak sepuluh kali lipat
(250.000 hingga 350.000). Jumlah becak menurun menjadi hanya 55.000 pada
tahun 1980.Masuknya bemo pada tahun 1960-an dan helicak pada tahun 1970 -

Universitas Sumatera Utara

31

an menjadikan tukang becak mengalami kesulitan karena adanya bemo dan
helicak tersebut. (Jellinek, 2003 : 20).
2.4.2

Tingkat sosial ekonomi penarik becak secara teori
Berbicara tentang sosial ekonomi, telah banyak peneliti yang membahas

tentang sosial ekonomi khususnya dengan objek penarik becak. Seperti penelitian
yang dilakukan oleh saudari Silvia Risky Mulia bersama rekannya Nurhamlin
(2013) secara kuantitatif mengenai kehidupan sosial ekonomi penarik becak di
pangkalan kerinci kabupaten pelalawan yang menyebutkan bahwa penarik becak
di pangkalan kerinci kabupatem Pelalawan termasuk pada keluarga SejahteraI
dimana pada tahap keluargsa Sejahtera I masih tergolong miskin. Hasil penelitian
ini diperkuat dengan data pengeluaran penarik becak di pangkalan kerinci lebih
besar daripada pendapatan yang diperoleh sehari-harinya.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh saudara Boy
Warongan S.Sos, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awalnya para
penarikbecak BSA di kota Pematangsiantar, memilih profesi ini karena
pendapatan dari penarik becak BSA di kota Pematangsiantar cukupmenjanjikan
dari tahun 1968-1970 hingga tahun 2010-2011, jika dilihat dari data yang
diberikan oleh informan pada masa itu para penarikbecak BSA dikota
Pematangsiantar dapat dimasukkan kedalam keluargaatau kelompok masyarakat
berpenghasilan sedang bahkanbeberapadiantaranya golongan berpenghasilan
tinggi. Namun karena semakin banyaknya jumlah mobil angkutan umum dan
hadirnya becak ilegal berplat hitam di kota Pematangsiantar, mengakibatkan
penurunan pendapatan terhadap para penarik becak BSA di kota Pematangsiantar
dan hal ini yangmengakibatkan para penarik becak BSA tersebut kini termasuk

Universitas Sumatera Utara

32

kedalamkeluarga atau kelompok masyarakat rendah. Sehingga beberapa
penarikbecak BSA harus mencari pekerjaan tambahan untuk dapat terusmemenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarganya, termasuk didalamnya untukkelanjutan
pendidikan anak.
2.4.3

Persaingan becak dengan transportasi lain
Persaingan adalah proses sosial dimana orang-perorangan atau kelompok

manusia yang berusaha mengalahkan pihak lain tanpa menggunakan ancaman
kekerasan.Tujuannya mencapai sesuatu yang lebih daripada yang lainnya, baik itu
dalam bentuk harta benda maupun dalam bentuk popularitas (Pujiastuti,dkk,
2007:11). Persaingan yang wajar dengan mematuhi aturan main tertentu disebut
persaingan sehat dan memberi dampak positif bagi pihak-pihak yang bersaing,
yaitu adanya motivasi untuk lebih baik. Namun jika persaingan sudah tidak sehat ,
maka persaingan akan memberi dampak buruk bagi kedua belah pihak.
Pujiastutijuga

mengungkapkan

beberapa

faktor

yang

menyebabkan

tumbuhnya persaingan, yaitu: 1. Anggapan atau perasaan bahwa seseorang akan
lebih beruntung jika dia tidak bekerja sama dengan oranglain; 2. Anggapan atau
perasaaan bahwa orang lain dapat memperkecil hasil suatu pekerjaan; 3. Adanya
berbagai motivasi pribadi, seperti untuk mendapatkan kekuasaan dan untuk
mendapatkan nama baik.
Persaingan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah persaingan antara
penarik becak dengan pengemudi kendaraan/transportasi lainnya. Kondisi seperti
ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari seperti penarik becak dan supir
angkutan umum saling berebut penumpang dijalan raya. Pemberitaan beberapa

Universitas Sumatera Utara

33

bulan terakhirpun banyak mengenai persaingan becak dengan transportasi lain.
Contohnya, pada tanggal 22 Februari 2017 di jalan Stasiun Kereta Api, Medan
terjadi kasus bentrok antara penarik becak dengan pengemudi ojek online, hal ini
dipicu oleh pengemudi ojek online yang menunggu pemesan/pelanggan dari ojek
online tersebut berada dalam kawasan mangkal penarik becak, tidak terima
dengan keberadaan ojek online tersebut maka terjadi perselisihan sehingga
pengemudi ojek online tersebut memanggil rekan-rekannya datang kelokasi
tersebut. Kericuhan dan bentrok sempat terjadi sebelum polisi turun kelokasi
untuk membubarkan. Keterangan yang didapat dari berbagai saksi adalah para
penarik becak tidak suka dengan keberadaan ojek online yang merupakan
transportasi illegal karena menyebabkan turunnya pendapatan para penarik becak
(Kompas.com).
Contoh persaingan lain juga terjadi di kota Medan pada tanggal yang sama
22 Februari 2017, namun bukan ojek online melainkan dengan pengemudi GrabCar tepatnya di Plaza Medan Fair jalan Gatot Subroto Kecamatan Medan
Petisah.Kejadian

bermula

saat

pengemudi

Grab-Carhendak

menjemput

penumpangnya didepan pintu keluar Plaza Medan Fair, namun segerombolan
penarik becak datang menghampiri mobil Grab-Car ini dan melemparinya dengan
batu dan besi. Dengan alasan sama, para penarik becak diresahkan dengan
kehadiran transportasi yang berbasis online dikarenakan pendapatan mereka
menurun drastis. Alhasil, pengemudi Grab-car dilarikan kerumah sakit terdekat
karena terdapat luka dibagian mata korban (Metro24jam.com).

Universitas Sumatera Utara

34

2.4.3

Becak di Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara adalah salah satu perguruan tinggi yang berada

di Sumatera Utara yang memiliki

lahan yang terbilang sangat luas. Hal ini

mengakibatkan mayoritas mahasiswa yang tidak memiliki kendaraan harus
berjalan kaki dari pintu masuk universitas menuju fakultas mereka. Hal ini tidak
berlangsung lama setelah kendaraan becak mulai masuk dan beroperasi dikawasan
Universitas Sumatera Utara. Meningkatnya minat mahasiswa menggunakan
transportasi becak di kawasan kampus membuat semakin banyaknya penarik
becak masuk ke kawasan kampus. Hal ini berdampak positif terhadap para
penarik becak dikarenakan meningkatnya pendapatan.
Namun, semakin bertambahnya waktu dan berkembangnya teknologi,
eksistensi becak sebagai transportasi utama dikawasan Universitas Sumatera
Utara mulai berkurang dikarenakan mulai banyaknya transportasi lain yang
muncul dikawasan kampus. Seperti dengan hadirnya Bus Lintas USU yang mulai
beroperasi awal tahun 2013. Bus Lintas USU yang merupakan salah satu program
dari USU Asri diperuntukkan bagi civitas akademika yang tidak memiliki
kendaraan pribadi menuju ke fakultas maupun tempat mereka bekerja dikawasan
Universitas Sumatera Utara. Hadirnya Bus Lintas USU memberikan dampak
positif bagi mahasiwa namun memberikan dampak negatif bagi penarik becak
dikawasan USU. Hal ini menimbulkan persaingan baru bagi sesama penarik becak
dikawasan USU karena berkurangnya jumlah pemakai jasa becak. Selain itu,
munculnya Sepeda USU yang mulai beroperasi pada tahun 2014 yang semakin
memperparah keadaan mengakibatkan turunnya pendapatan dari penarik becak.

Universitas Sumatera Utara

35

2.5

Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini ialah penelitian yang

dilakukan oleh Muhammad Yasir, S.Ikom (2015) dimana hasil dari penelitiannya
menunjukkan bahwa 90,12% dari total reponden yang melibatkan mahasiswa aktif
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menyatakan bahwa Bus Lintas USU telah
efektif dalam menjalankan tugasnya dimana para responden terbantu dalam
menjangkau titik tempat yang berada dalam kawasan Universitas Sumatera Utara.
Hal ini juga dibarengi dengan tingkat pelayanan yang diberikan dalam
penggunaan Bus Lintas USU.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Indra Fauzi Hasibuan, S.Sos (2016),
secara kuantitatif menunjukkan bahwa dengan hadirnya Bus Lintas USU
memberikan dampak negatif bagi penarik becak yang berada di lingkungan
Universitas Sumatera Utara terutama dalam perihal pendapatan. Sejak hadirnya
Bus Lintas USU pendapatan para penarik becak yang ada dilingkungan
Universitas Sumatera Utara mengalami penurunan, hal ini terjadi

karena

khususnya mahasiswa yang biasa menggunakan jasa becak kini lebih memilih
jasa gratis Bus Lintas USU, karena dengan adanya Bus Lintas USU ini mahasiswa
dapat terbantu baik itu dalam segi keuangan, penghematan, kenyamanan dan
tenaga. Dari salah satu responden yang diwawancarai oleh peneliti mengatakan
ada beberapa pelanggan yang mereka dapatkan

dikarenakan

pelanggan

tersebut tidak sabar untuk menunggu antrian menaiki Bus Lintas USU serta
dikarenakan beberapa pelanggan yang terburu-buru dan tidak sempat menunggu
datangnya Bus Lintas USU. Selain itu juga masih banyak mahasiswa yang masih
berada dikawasan kampus pada jam berhentinya Bus Lintas USU yang

Universitas Sumatera Utara

36

menjadikan becak sebagai transportasi terakhir dalam perjalanan pulang dari
kawasan Universitas Sumatera Utara.
Selain pendapatan para penarik becak berkurang, salah satu narasumber
dalam wawancara Indra Fauzi Hasibuan S.Sos mengemukakan bahwa kehadiran
Bus Lintas menjadikan persaingan baru terhadap sesama penarik becak dalam
memperebutkan penumpang. Kondisi penarik becak di sekitaran Kampus
USU dengan pendapatan yang kecil dan tidak menentu dalam sehari harinya
menyebabkan mereka dapat dikategorikan dalam kategori keluarga prasejahtera,
meski tidak berada pada garis kemiskinan, tetapi tetap terkategori miskin.
Pengeluaran tiap bulannya lebih besar dari pada pendapatan tiap bulannya, untuk
mencukupi kebutuhan hidup penarik becak dikampus USU mendapat bantuan
dengan berbagai cara seperti mencari pekerjaan tambahan, bantuan tambahan
dari pihak keluarga dan pinjaman uang.
Sama seperti penelitian yang dilakukan saudara Abdyaskar Tasrum S.Sos
dimana dalam pemenuhan kebutuhan hidup para penarik becak di kota Palopo,
Sulawesi Selatan adalah penghematan pengeluaran keluarga yang meliputi :
mengurangi porsi makan keluarga, membeli bahan makanan yang murah,
mencari pekerjaan sampingan dan memperbaiki kerusakan becak mereka sendiri,
pemanfaatan jaringan sosial sesama orang Makassar seperti meminjam uang saat
mengalami kesulitan, meminta keringanan uang sewa becak kepada pemilik
becak, pemberian informasi tentang lowongan pekerjaan lain dan rumah
kontrakan yang murah dan yang terakhir adalah strategi pemukiman yakni
mencari tempat kos yang murah dan menjalin hubungan baik dengan pemilik
rumah kos.

Universitas Sumatera Utara

37

2.6

Kerangka Pemikiran
Sosial ekonomi adalah posisi atau kedudukan seseorang dalam kelompok

masyarakat yang ditentukan melalui aktivitas ekonomi, pendidikan serta
pendapatan. Sosial ekonomi juga memberikan kontribusi dalam pembentukan
stratifikasi sosial dikarenakan pengelompokan yang dihasilkan. Dalam teorinya,
sosial ekonomi memiliki faktor dalam menentukan posisi/kelas seseorang yakni
tingkat pendidikan, besarnya pendapatan, kepemilikan tempat tinggalserta tingkat
kekayaan yang dimilki. Sedangkan posisi/kelas yang dimaksud terdiri atas tiga
bagian yaitu kelas tinggi, kelas menengah dan kelas rendah.
Pemberian posisi/kelas tersebut haruslah disertai dengan seperangkat
kewajiban yang harus dipenuhi oleh penerima status. Pada kenyataannya masih
banyak kalangan masyarakat yang tidak mampu memenuhi kewajiban yang
dimaksud dikarenakan kemiskinan yang ada. Tingkat pendidikan merupakan salah
satu faktor penentu sosial ekonomi seseorang. Dalam pemenuhannya, masyarakat
harus mengeluarkan sejumlah uang agar mendapat pendidikan tinggi dalam
memperoleh status maupun pengakuan namun dikarenakan kemiskinan yang
masih mengikat maka seorang individu tidak mampu mencapai posisi/kelas yang
layak/menengah dan harus bertahan dalam posisi/kelas rendah.
Pada masa sekarang kemiskinan menjadi masalah yang semakin kompleks,
masyarakat dikatakan miskin bukan hanya karena kurang atau tidak mempunyai
makanan, tidak punya tempat tinggal yang layak, maupun pekerjaan dan
penghasilan yang baik saja. Tetapi juga masyarakat dikategorikan miskin jika
tingkat pendidikannya rendah, kesehatannya buruk, susah mendapatkan akses ke

Universitas Sumatera Utara

38

dunia luar, minim informasi dan sebagainya.Suharto (2009) menyebutkan bahwa
salah satu penyebab kemiskinan dikarenakan banyaknya masyarakat urban dari
daerah-daerah menuju perkotaan dengan harapan memiliki penghasilan yang
lumayan dibanding dengan daerah asalnya. Para urban datang tanpa disertai
dengan keterampilan yang berarti dan pendidikan yang kurang menjadikan
mereka menjalankan pekerjaan dalam sektor informal.
Pekerjaan dalam sektor informal memang tidak dapat dikatakan dengan
pekerjaan tetap seseorang, namun pekerjaan dalam sektor informal sangat
membantu dalam mencukupi kebutuhan pelaku pekerja informal. Apalagi
pekerjaan dalam sektor informal tidak memerlukan lembaran ijazah maupun
keterampilan khusus dalam menjalaninya karena pekerjaan sektor informal tidak
masuk dalam daftar pekerjaan resmi dan dilindungi oleh hukum.
Jenis pekerjaan sektor informal yang banyak dijadikan sebagai pekerjaan
ialah dalam bidang jasa transportasi seperti supir angkutan umum, pengendara
becak, pengendara ojek, dan lain sebagainya. Namun fokus utama peneliti dalam
penelitian ini adalah para penarik becak.Becak adalah transportasi yang banyak
ditemui disetiap sudut kota dan banyak dicari oleh masyarakat karena mampu
mengantar penumpang becak sampai ke perumahan dimana penumpang tinggal.
Beda dengan angkutan umum yang sudah memiliki trayek maupun jalur tersendiri
sehingga banyak penumpang harus berjalan menuju tujuannya setelah
menggunakan jasa angkutan umum. Keuntungan lain yang didapatkan masyarakat
dalam menggunakan transportasi becak adalah penumpang dapat membawa
barang banyak tanpa harus berbagi tempat dengan penumpang lain seperti halnya
angkutan umum.

Universitas Sumatera Utara

39

Akan tetapi, ketenaran dari angkutan becak kian lama kian menurun akibat
perkembangan mode transportasi serta meningkatnya jumlah kendaraan pribadi
dengan pesat. Seperti dengan kehadiran Bus Lintas yang keberadaannya
mencakup suatu wilayah tertentu seperti perumahan pegawai, lingkungan kampus,
lingkungan pabrik, maupun yang lainnya. Ada juga transportasi yang berbasis
online, dimana calon penumpang diharuskan mengunduh aplikasi tertentu agar
bisa memesan kendaraan yang akan digunakan. Hal ini tentu berdampak buruk
bagi penarik becak dimana akan ada persaingan baru dalam pendapatan serta
menurunnya pendapatan dari penarik becak mengingat harga tarif kendaraan yang
ditawarkan transportasi lain cenderung lebih murah dari pada transportasi becak.
Turunnya pendapatan para penarik becak, menjadikan para penarik becak
harus berpikir keras dalam membagi hasil dari pekerjaannya. Seperti informasi
yang telah peneliti dapatkan dari hasil observasi bahwa sebagian besar para
penarik becak harus membayar sewa becak kepada pemilik becak sekitar 15-25
ribu perharinya. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari para penarik tidaklah dapat
dikatakan cukup atau sesuai dengan standar pemenuhan gizi per harinya.
Keberadaan transportasi lain khususnya transportasi berbasis online yang
semakin diminati masyarakat umum, membuat para penarik becak resah sehingga
menimbulkan konflik seperti yang telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Para penarik becak juga melakukan demonstrasi agar transportasi yang berbasis
online dihentikan dengan alasan transportasi tersebut adalah transportasi yang
tidak legal dan tidak memiliki plat kuning seperti yang terdapat pada kendaraan
becak. Bahkan, dengan keresahan penarik becak, banyak terjadi bentrokan dengan
pengemudi transportasi lain sampai menimbulkan banyak korban.

Universitas Sumatera Utara

40

Sama halnya dengan objek yang akan diteliti oleh peneliti yaitu penarik
becak yang berada dalam kawasan Universitas Sumatera Utara, dimana becak
juga dulunya adalah transportasi utama bagi mahasiswa maupun pegawai yang
tidak memiliki kendaraan. Keberadaan becak menurut pengakuan beberapa
penarik becak yang telah lama bekerja diwilayah USU, telah ada sejak berdirinya
Universitas Sumatera Utara. Hasil yang diperoleh dengan jarak tempuh yang
sedikitmenjadikan penarik becak betah bekerja dikawasan kampus USU. Hal ini
juga banyak menarik para urban lain menjadi penarik becak dikawasan kampus
USU. Banyaknya penarik becak yang berada dikawasan kampus memudahkan
mahasiswa untuk mengelilingi kawasan kampus. Namun hal ini tidak berlaku
lama setelah munculnya Bus Lintas USU yang merupakan program USU Asri
yang dimulai awal 2013.Kehadiran Bus Lintas USU ini mengakibatkan
menurunnya pendapatan harian penarik becak dan dikhawatirkan tidak dapat
memenuhi

kebutuhan

hidupnya. Tidak hanya itu, beberapa tahun setelah

munculnya Bus Lintas USU, transportasi online mulai menjamur dan menjadi
alternatif utama transportasi mahasiswa. Sedikitnya penumpang dan menurunnya
penghasilan sangat dirasakan para penarik becak sehingga mereka khawatir tidak
dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka beserta keluarganya yang berujung
pada kemiskinan yang lebih parah.Kehidupan penarik becak yang sebelumnya
sudah

memprihatinkan

karena

keterbatasan

penghasilan

harus

bersaing

mendapatkan penumpang dengan transportasi darat lainnya seperti taksi, angkutan
umum bahkan dengan transportasi yang berbasis online. Hal tersebut yang masih
belum dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat kurang mampu di Indonesia
terkhususnya masyarakat yang bekerja dalam sektor informal seperti penarik

Universitas Sumatera Utara

41

becak. seperti yang kita ketahui bahwa selama ini pemerintah hanya mampu
mengeluarkan anggaran berupa bantuan-bantuan fisik tanpa adanya sebuah sistem
stimulan yang dapat membuat masyarakat tersebut terstimulasi untuk mencari
alternatif pekerjaan lainnya. Di sisi lain, hampir seluruh penarik becak di wilayah
Sumatera Utara berasal dari golongan masyarakat kurang mampu dan masuk ke
dalam kategori masyarakat yang hidup dalam tingkat sosial ekonomi yang rendah.
Untuk lebih jelas alur pemikiran, penulis membuat bagan yang menggambarkan
isi dari pemikiran diatas yaitu:
Bagan 2.1 Alur Pemikiran

Pekerjaan Sektor
Informal

Kemiskinan

Sosial Ekonomi Penarik Becak

Faktor penentu sosial ekonomi:
1. Tingkat Pendidikan
2. Pendapatan
3. Pemilikan Kekayaan
4. Tempat Tinggal

Tinggi

Menengah

Rendah

Universitas Sumatera Utara

42

2.6

Defenisi Konsep
Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan

berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis. Konsep
diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang
mempunyai ciri-ciri yang sama. Defensi konsep bertujuan untuk merumuskan
sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi
tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat
menga