Tinjauan Sosial Ekonomi Penarik Becak BSA di Kota Pematangsiantar

(1)

TINJAUAN SOSIAL EKONOMI PENARIK BECAK BSA DI KOTA

PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

BOY ISKANDAR WARONGAN 070902042

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Tinjauan Sosial Ekonomi Penarik Becak BSA di Kota Pematangsiantar (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 83 halaman, 5 tabel,1 bagan, 2 lampiran, serta 14 kepustakaan dan 7 sumber lain yang berasal dari internet)

Becak BSA merupakan alat transportasi yang hanya dapat kita temui dan khas kota Pematangsiantar, mengingat keberadaannya yang sudah ada sejak awal tahun 1960 di Pematangsiantar. Situasi ini harusnya dapat menjadi nilai positif bagi para penarik becak BSA dengan nilai jual sejarah dan keunikan motor bermesin besarnya, namun kini para penarik becak BSA mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan berpeluang menimbulkan efek negatif di masyarakat, kriminalitas misalnya. Untuk menjawab masalah ini, digunakan teori sosial ekonomi dari Ahmad (1992) dan Melly G. Tan (1981).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah empat orang penarik becak BSA. Metode pengumpulan data yang digunakan ialah wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan selama wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dengan semakin banyaknya jumlah mobil angkutan umum dan hadirnya becak ilegal berplat hitam di kota Pematangsiantar, mengakibatkan penurunan pendapatan terhadap para penarik becak BSA di kota Pematangsiantar, sehingga beberapa penarik becak BSA harus mencari pekerjaan tambahan untuk dapat terus memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, termasuk didalamnya untuk kelanjutan pendidikan anak.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

Socio-Economic Study of BSA Rickshaw Rider in City of Pematangsiantar (This undergraduate thesis consist of 6 chapter, 83 pages, 5 tabel,1 chart, 2 appendix and 14 literature, and 7 other sources from internet).

BSA rickshaw is a public transportation which can be found in Pematangsiantar, according to it’s existence since 1960’s in Pematangsiantar. This historical fact should be a positive added value for BSA rickshaws riders, but at this time they experiencing some difficulties to fulfilling their daily needs and this situation likely to cause some negative effects in society, such as criminality. The researcher has used the theory of social-economic written by Ahmad (1992) and Melly Tan G. (1981) in the aim to understand this phenomenon.

This research is based on qualitative method. There are four BSA rickshaw riders as respondents in this research. This research has used depth interview and observation method to collecting data.

As the result, it shows that the increasing amount of another public transportation, such as buses and illegal rickshaws, in Pematangsiantar has caused income decreasing of BSA rickshaws riders, so that some of them should to do another side jobs to fulfill their family daily needs, for example is children’s school tuition.


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR BAGAN...vi

DAFTAR LAMPIRAN...vii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Perumusan Masalah ...8

I.3 Tujuan Penelitian ... 8

I.4 Manfaat Penelitian... ... 8

I.5 Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Teori Penarik Becak BSA ... 12

II.1.1 Defenisi Becak BSA ... 12

II.1.2 Defenisi Penarik Becak BSA ... 13

II.1.3 Fungsi Becak BSA...13

II.2 Teori Sosial Ekonomi ... 14

II.2.1 Defenisi Sosial Ekonomi ... 14


(5)

II.3.1 Defenisi Kesejahteraan Sosial...17

II.4 Kerangka Pemikiran ... 22

II.5 Defenisi Konsep………...24

BAB III METODE PENELITIAN III.1 Tipe Penelitian ... 26

III.2 Lokasi Penelitian ... 26

III.3 Informan ... 27

III.4 Teknik Pengumpulan Data ... 27

III.5 Analisis Data ... 28

III.6 Penyajian Data...28

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1 Kota Pematangsiantar ... 29

IV.1.1 Sejarah Kota Pematangsiantar ... 29

IV.1.2 Letak Geografis dan Kependudukan Kota Pematangsiantar ... 30

IV.2 Organisasi yang Mewadahi Becak BSA di Kota Pematangsiantar ... 32


(6)

IV.2.2 Struktur Organisasi BOM’S ... 32

BAB V ANALISA DATA V.1 Data Identitas Informan ... 34

V.1.1 Data Identitas Informan Kunci ... 34

V.2 Data Wawancara...36

V.2.1 Data Wawancara Informan Kunci Pertama ... 36

V.2.2 Data Wawancara Informan Kunci Kedua ... 48

V.2.3 Data Wawancara Informan Kunci Ketiga ... 52

V.2.4 Data Wawancara Informan Kunci Keempat ... 70

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan...81

6.2 Saran...83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Penduduk kota Pematangsiantar...31 Tabel 2. Tinjauan Sosial Ekonomi Penarik Becak BSA di Kota Pematangsiantar pada informan pertama ...46 Tabel 3. Tinjauan Sosial Ekonomi Penarik Becak BSA di Kota Pematangsiantar pada informan kedua...56 Tabel 4. Tinjauan Sosial Ekonomi Penarik Becak BSA di Kota Pematangsiantar pada informan ketiga...68 Tabel 5. Tinjauan Sosial Ekonomi Penarik Becak BSA di Kota Pematangsiantar pada informan keempat...78


(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Bagan kerangka


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Pedoman wawancara

LAMPIRAN B Data Visual Informan


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Tinjauan Sosial Ekonomi Penarik Becak BSA di Kota Pematangsiantar (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 83 halaman, 5 tabel,1 bagan, 2 lampiran, serta 14 kepustakaan dan 7 sumber lain yang berasal dari internet)

Becak BSA merupakan alat transportasi yang hanya dapat kita temui dan khas kota Pematangsiantar, mengingat keberadaannya yang sudah ada sejak awal tahun 1960 di Pematangsiantar. Situasi ini harusnya dapat menjadi nilai positif bagi para penarik becak BSA dengan nilai jual sejarah dan keunikan motor bermesin besarnya, namun kini para penarik becak BSA mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan berpeluang menimbulkan efek negatif di masyarakat, kriminalitas misalnya. Untuk menjawab masalah ini, digunakan teori sosial ekonomi dari Ahmad (1992) dan Melly G. Tan (1981).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah empat orang penarik becak BSA. Metode pengumpulan data yang digunakan ialah wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan selama wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dengan semakin banyaknya jumlah mobil angkutan umum dan hadirnya becak ilegal berplat hitam di kota Pematangsiantar, mengakibatkan penurunan pendapatan terhadap para penarik becak BSA di kota Pematangsiantar, sehingga beberapa penarik becak BSA harus mencari pekerjaan tambahan untuk dapat terus memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, termasuk didalamnya untuk kelanjutan pendidikan anak.


(11)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

Socio-Economic Study of BSA Rickshaw Rider in City of Pematangsiantar (This undergraduate thesis consist of 6 chapter, 83 pages, 5 tabel,1 chart, 2 appendix and 14 literature, and 7 other sources from internet).

BSA rickshaw is a public transportation which can be found in Pematangsiantar, according to it’s existence since 1960’s in Pematangsiantar. This historical fact should be a positive added value for BSA rickshaws riders, but at this time they experiencing some difficulties to fulfilling their daily needs and this situation likely to cause some negative effects in society, such as criminality. The researcher has used the theory of social-economic written by Ahmad (1992) and Melly Tan G. (1981) in the aim to understand this phenomenon.

This research is based on qualitative method. There are four BSA rickshaw riders as respondents in this research. This research has used depth interview and observation method to collecting data.

As the result, it shows that the increasing amount of another public transportation, such as buses and illegal rickshaws, in Pematangsiantar has caused income decreasing of BSA rickshaws riders, so that some of them should to do another side jobs to fulfill their family daily needs, for example is children’s school tuition.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Kota Pematangsiantar merupakan kota terbesar kedua di Provinsi Sumatera Utara, di kota tersebut banyak ditemukan hal menarik, mulai dari wisata kuliner sampai wisata sejarah khas kota Pematangsiantar. Salah satu diantaranya adalah wisata becak BSA (Birmingham Small Arms). Bukan hanya di Pematangsiantar, keberadaan becak BSA juga telah melegenda di Indonesia, bahkan dunia. Istimewa, itulah kata yang paling tepat dikatakan untuk becak BSA ini, jika di bandingkan dengan becak didaerah lain, yang memakai mesin motor juga yang masih memakai tenaga manusia, becak BSA selain memakai mesin motor tua, kenderaan ini adalah kenderaan yang digunakan untuk mengangkut peralatan perang pada masa perang dunia II. Keistimewaan ini hanya bisa kita nikmati di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Becak bermesin di kota ini berbeda dengan becak bermesin di tempat mana pun. Sepeda motor yang digunakan sebagian besar merupakan bekas tunggangan pasukan sekutu di Perang Dunia II (Firmansyah, 2007).

BSA merupakan kependekan Birmingham Small Arms. Perusahaan BSA ini awalnya didirikan untuk menyuplai persenjataan tentara Inggris selama Perang Crimean (1853-1856). Setelah perang usai, BSA terus mengembangkan produknya. Selama PD II, BSA menjadi salah satu pemasok utama kendaraan militer untuk tentara Inggris. Pada masa itu, mereka memproduksi 126.000 sepeda


(13)

motor tipe M20 berkapasitas mesin 500 cc. Sepeda motor yang pertama kali dibuat tahun 1940 inilah yang ikut dibawa pasukan sekutu ke Pematangsiantar pasca pendudukan Jepang di Indonesia. Produk BSA di Pematangsiantar sebenarnya tak hanya yang dimiliki tentara sekutu, tetapi juga pengusaha partikelir pemilik perkebunan di sekitar kota hingga bekas administratur pemerintah Hindia Belanda. Setelah kepergian sekutu dan nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia, ratusan sepeda motor BSA di Pematang Siantar ditinggalkan begitu saja, termasuk milik tentara Inggris. Sebagian pengusaha perkebunan Belanda dan Eropa lainnya berbaik hati memberikannya ke penduduk pribumi bekas pegawai mereka (BOM’S, 2006).

Menurut wawancara yang dilakukan peneliti terhadap sumber yang mengetahui perkembangan sejarah penarik becak BSA, Kartiman (70 tahun), pasca perang dunia kedua banyak masyarakat Pematangsiantar yang tidak bekerja di disektor formal karena keterbatasan lapangan pekerjaan, baik pemerintahan maupun swasta. Hal itu membuat orang-orang yang tidak terserap di pekerjaan formal berpikir untuk membuat lapangan kerja disektor informal, misalnya dalam bidang transportasi. Ciri-ciri kegiatan informal adalah mudah masuk, yang artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah, tidak diatur dan pasar yang kompetitif (http://menegpp.go.id).

Pada akhir tahun 1950-an, setelah melihat banyaknya sepeda motor rongsokan BSA yang tak terpakai di berbagai sudut kota, penduduk mulai berpikir


(14)

memanfaatkannya sebagai mesin penarik becak. Kartiman mengatakan, pada awalnya ada sekitar 20 hingga 30 orang yang berkumpul, beberapa orang di antaranya veteran pejuang kemerdekaan. Mereka berkumpul sambil membicarakan kemungkinan memanfaatkan sepeda motor peninggalan perang untuk dijadikan becak.

Terletak di punggung bukit, sekitar 45 kilometer dari Danau Toba, jalanan Kota Pematangsiantar memang naik turun. Topografis Kota Pematangsiantar yang berbukit-bukit mengharuskan becak ditarik sepeda motor berkapasitas mesin besar.

Bukan hanya BSA, tetapi sepeda motor antik lainnya, seperti Norton, Triumph, BMW, hingga Harley Davidson. Para pionir becak BSA, Kartiman dkk, mencoba segala jenis sepeda motor itu untuk dijadikan becak. Percobaan yang dilakukan selama dua tahun (1958-1959) membawa kepada kesimpulan, BSA-lah yang paling sesuai. Kartiman juga menambahkan bahwa sebenarnya Norton juga kuat untuk kondisi daerah Pematangsiantar yang berbukit-bukit namun kendalanya adalah dalam hal keborosannya menghabiskan bahan bakar apabila dibandingkan dengan BSA yang hemat bahan bakar. Selain hemat bahan bakar, menurut sumber lain yang merupakan Ketua BSA Owner Motocycles Siantar (organisasi yang mewadahi becak BSA di Pematangsiantar), Kusma Erizal Ginting (51 tahun), suku cadang BSA sangat mudah ditiru. BSA juga bisa menerima sparepart dari sepeda motor lain. Seperti karburator BSA dapat diganti dengan menggunakan karburator dari RX-King dan juga Honda CB, sehingga para penarik becak lebih memilih BSA pada masa itu.


(15)

Efisien dalam soal sparepart menjadi sangat penting karena pabrik BSA sejak 1972 sudah ditutup dan tak lagi berproduksi, seiring dengan kebakaran besar yang melanda pabrik mereka. Kartiman menuturkan, keberhasilan para pionir becak siantar mengoperasikan kembali sepeda motor BSA menggerakkan penduduk Pematang Siantar untuk mencari sepeda motor ini ke berbagai daerah. Tujuannya hanya satu, dijadikan becak, yang nantinya dapat menjadi alat produksi bagi mereka di bidang transportasi.

Keberhasilan para pionir ini benar-benar mengilhami penduduk Kota Pematangsiantar untuk mencari sepeda motor BSA hingga ke berbagai pelosok Tanah Air. "Semua sudah didatangi, di Sumatera Utara ini, hampir semua daerah pernah saya datangi untuk mencari BSA. Mulai dari Medan, Asahan, Deli Serdang, hingga Rantau Prapat. Setelah di Sumatera Utara semua BSA sudah habis, kami cari hingga ke Riau. Sekitar tahun 1980-an kami mulai mencari hingga ke luar Pulau Sumatera, dari Jawa sampai Sulawesi," tutur Kartiman. Sampai akhirnya selama periode 1980-1990 di Pematangsiantar ada sekitar 2.000-an lebih unit becak bermesin BSA, sehingga saat itu profesi menarik becak BSA adalah salah satu profesi yang banyak diminati oleh masyarakat Pematangsiantar, karena para penarik becak pada masa itu dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak sedikit dari mereka yang bisa menyisihkan sebagian penghasilannya untuk dapat ditabung bahkan beberapa dari mereka ada yang memiliki beberapa petak tanah dan sawah.

Pada masa itu Kartiman juga mengatakan faktor utama yang membuat profesi penarik becak menjadi sangat diminati pada masa itu ialah becak BSA


(16)

merupakan satu-satunya alat transportasi dalam kota di kota Pematangsiantar, sehingga seluruh warga masyarakat Pematangsiantar pada masa itu hanya mengandalkan becak BSA sebagai alat transportasi umum dalam kota pada masa itu.

Menurut sumber lain yang sudah berprofesi selama 20 tahun sebagai penarik becak BSA, Ahmad Syafii (46 tahun), dulu setiap pekan, mereka selalu merencanakan berpesiar ke Danau Toba bersama keluarga sambil menaiki kendaraan andalannya itu. Bisa dikatakan menjadi penarik becak BSA merupakan pekerjaan yang menjanjikan. Anak-anak pun bisa disekolahkan hingga ke tingkat perguruan tinggi. Hal tersebut dikarenakan pemasukan mereka bisa mencapai kisaran delapan puluh hingga seratus lima puluh ribu perhari, namun kini hal tersebut hanya menjadi kenangan manis bagi para penarik becak BSA. Banyaknya jumlah angkutan umum seperti mobil angkutan kota (angkot) membuat pemasukan bagi penarik becak BSA turun drastis, ditambah lagi dengan munculnya becak-becak ilegal berplat hitam bermesin Jepang. Ahmad Syafii juga mengatakan kini para penarik becak BSA umumnya hanya bisa mendapatkan tiga puluh ribu sampai lima puluh ribu perhari, sehingga kini selain menjadi penarik becak BSA, Ahmad Syafii juga bekerja sampingan sebagai mekanik becak BSA untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari.

Sejalan dengan itu, penarik becak lainnya, Marsius (40 tahun), juga mengatakan bahwa saat ini kehidupan penarik becak BSA di kota Pematangsiantar memang sedang dalam kondisi yang memprihatinkan, bahkan banyak rekan-rakan mereka yang kini kondisi perumahannya tidak mencapai


(17)

standar rumah layak huni, seperti tidak memiliki ventilasi udara yang cukup, dinding rumah yang belum permanen, saluran pembuangan limbah rumah tangga yang tidak baik. Situasi memprihatinkan lainnya menurut Marsius ialah dalam hal konsumsi pangan, ia mengatakan kini ia dan sebagian rekannya juga harus mengurangi porsi makan mereka sehari-hari, misalnya dari yang dulu sebelum pergi menarik becak sarapan, kini mereka langsung makan siang dan makan malam, jadi dalam satu hari mereka biasanya hanya makan dua kali sehari. Kondisi sosial ekonomi penarik becak yang sedang dalam kondisi kritis ini menurut Marsius yang mengharuskan ia kini menjalankan dua profesi sekaligus untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari hari, yaitu sebagai keamanan di sebuah arena outbound di kota Pematangsiantar ditambah lagi dengan istrinya yang bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik di kota Pematangsiantar.

Sekelumit kisah penarik becak BSA diatas, menggambarkan bagaimana rumitnya kondisi sosial ekonomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar, namun hingga saat ini belum ada upaya pemberdayaan terhadap penarik becak BSA di kota Pematangsiantar. Padahal dalam teorinya W.Godwin menerangkan bahwa adanya hubungan antara susunan masyarakat, dimana yang satu hidup dalam kemewahan dan yang lain dalam kesengsaraan, akan meningkatkan kejahatan(Edimarwan,1994).

Jika kita menilik Undang-Undang yang ada, maka becak BSA merupakan salah satu situs cagar budaya kota Pematangsiantar, hal tersebut sesuai dengan Undang Undang Nomor 5 tahun 1992, disebut setiap benda peninggalan sejarah di atas usia lima puluh tahun dapat dinyatakan cagar budaya dan wajib dilindungi


(18)

pemerintah. Menurut Undang Undang Nomor 5 tahun 1992, benda cagar budaya adalah buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang merupakan kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya lima puluh tahun, atau yang mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya lima puluh tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan serta kebudayaan. Hingga saat ini belum ada Peraturan daerah yang berisi mengenai status becak BSA di Pematangsiantar, padahal jika Peraturan daerah mengenai status becak BSA telah dikeluarkan maka otomatis tingkat sosial ekonomi penarik becak BSA akan terbantu melalui APBD kota Pematangsiantar yang nantinya akan menutupi biaya service mesin dan ganti oli, yang selama ini di tanggung sendiri oleh penarik becak BSA tersebut.

Terlepas dari dikeluarkan atau tidak Peraturan daerah mengenai becak BSA, becak BSA tetap saja memiliki nilai tambah yang tidak dimiliki oleh becak bermotor lainnya di Indonesia, mulai dari sejarah ataupun bentuk unik dari motor penarik becak BSA. Hal tersebut harusnya dapat menarik minat masyarakat dan wisatawan untuk menggunakan jasa penarik becak BSA sebagai sarana transportasi, yang nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan penarik becak BSA di kota Pematangsiantar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kondisi sosial ekonomi penarik becak BSA dikota Pematangsiantar, yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Tinjauan sosial ekonomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar”.


(19)

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka maka hal-hal yang ingin diketahui dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan “ Bagaimana kondisi sosial ekonomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar?”.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar.

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, antara lain:

1. Dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu sosial terutama pada bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial, mengenai tinjauan sosial ekonomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar. 2. Dapat menjadi masukan bagi para peneliti lain yang tertarik untuk

meneliti lebih jauh mengenai tinjauan sosial ekonomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar.


(20)

I.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, antara lain:

1. Memberikan masukan dan sumber informasi bagi para penarik becak BSA mengenai kondisi sosial ekonominya.

2. Menjadi sumbangan informasi bagi organisasi yang mewadahi becak BSA, maupun bagi instansi pemerintah terkait, hingga nantinya dapat memberikan dukungan yang membuat perubahan positif bagi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar.

3. Memberikan masukan dan sumber informasi bagi pembaca, pengamat sosial, dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penelitian ini mengenai kondisi sosial ekonomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar.


(21)

I.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan berisi tentang uraian singkat mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian , serta sistematika penalitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka berisi uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Metode penelitian berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, tehnik pengumpulan data, tehnik analisa data, dan penyajian data.


(22)

Deskripsi lokasi penelitian berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISA DATA

Analisa data berisi tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Penarik Becak BSA

II.1.1 Defenisi Becak BSA

Becak merupakan alat untuk mengangkut orang dan/ atau barang dalam jumlah kecil, menggunakan dasar sepeda yang dimodifikasi menjadi kendaraan beroda tiga yang dilengkapi dengan kabin penumpang. Becak kemudian dipermodernisasi yang diperlengkapi dengan motor penggerak, menjadi becak bermotor (http://www.wikibooks.com). Sedangkan BSA (Birmingham Small Arms) adalah perusahaan pembuat alat-alat perang di kota Birmingham, Inggris yang dibangun pada tahun 1863 dan pada tahun 1973 pabrik tersebut terbakar dan ditutup, alat-alat yang di produksi oleh BSA antara lain senjata, peluru, sepeda angin, sepeda motor, dan peralatan militer lainnya (http://www.wikipedia.com). Motor BSA masuk ke indonesia pada sekitaran tahun 1939-1956, tepatnya pada momen perang dunia ke II (BOM’S, 2006). Jadi becak BSA merupakan suatu alat untuk mengangkut orang dan/ atau barang dalam jumlah kecil, menggunakan dasar sepeda motor merk BSA keluaran 1939-1956 yang dimodifikasi menjadi kendaraan beroda tiga yang dilengkapi dengan kabin penumpang.


(24)

II.1.2 Defenisi Penarik Becak BSA

Penarik becak ialah orang yang berprofesi sebagai pengemudi becak (Suharso,2005). Jadi bedasarkan defenisi becak BSA diatas, maka penarik becak BSA ialah orang yang bertugas mengemudikan suatu alat untuk mengangkut orang dan/ atau barang dalam jumlah kecil, menggunakan dasar sepeda motor merk BSA keluaran 1939-1956 yang dimodofikasi menjadi kendaraan beroda tiga yang dilengkapi dengan kabin penumpang.

II.I.3 Fungsi Becak BSA

Berdasarkan fungsinya becak BSA yang ada di Pematang Siantar dapat di kategorikan oleh pemiliknya sebagai berikut :

1. Transportasi, hampir sebagian besar motor-motor ini dijadikan alat transportasi umum oleh pemiliknya. Untuk tarif bervariasi dimulai dari limaribu rupiah, tergantung jarak yang ditempuh konsumen, semakin jauh jarak yang ditempuh maka semakin besar biaya yang dikeluarkan.

2. Koleksi, yang selanjutnya adalah dijadikan koleksi, kolektor ada yang cuma mengkoleksi tanpa memperdulikan suku cadang yang digunakan bukan asli dari pabriknya, lalu ada kolektor yang mengandalkan fitur asli dari pabrik, dengan kata lain semua perangkat dan suku cadang yang dipakai motor tersebut masih asli dari pabriknya.


(25)

Selain fungsi diatas bila ada keperluan khusus seperti event dan acara-acara tertentu biasanya motor-motor tersebut disewa, dari mulai promosi produk baru bahkan digunakan untuk keperluan kampanye, dsb (Firmansyah,2007).

II.2 Teori Sosial Ekonomi

II.2.1 Defenisi Sosial Ekonomi

Sejarah sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-keadaan dimana manusia-manusia itu hidup, kemungkinan-kemungkinan perkembangan materi dan batas-batasnya yang tidak bisa diikuti manusia. Penduduk dan kepadatan penduduk, konsumsi dan produksi pangan, perumahan, sandang, kesehatan dan penyakit, sumber-sumber kekuatan dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini berkembang tidak menentu dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi dimana manusia itu harus hidup (Ahmad, 1992).

Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah, manusia terus mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini dapat dipergunakan dan dibagikan dengan baik.

Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini kawan adalah mereka (orang-orang)


(26)

yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi satu sama lain (Mahadi, 1993).

Kata sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat(Suharso,2005). Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia sering disebut makhluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup dengan wajar tanpa orang lain disekitarnya.

Istilah Ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu “Oikos” yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi secara harafiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.(http://www.wikipedia.com)

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status (Koentjaraningrat, 1990).

Menurut Melly G. Tan bahwa bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi tiga faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh Mahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kedudukan sosial ekonomi dititikberatkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan


(27)

air yang sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak (http://www.detikfinance.com)

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil mencukupi kebutuhan hidupnya.

Melly G. Tan mengatakan untuk melihat kondisi sosial ekonomi keluarga atau masyarakat itu dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Berdasarkan hal ini maka keluarga atau kelompok masyarakat itu dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Tan dalam Koentjaraningrat, 1981).

1. Golongan berpenghasilan rendah

Yaitu keluarga yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain karena tuntutan kehidupan yang keras, perkembangan anak dari keluarga itupun menjadi agresif. Sementara itu orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap perilaku anaknya.


(28)

2. Golongan berpenghasilan sedang

Yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.

3. Golongan berpenghasilan tinggi

Yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, sebagian dari pendapatan yang diterima dapat ditabung dan digunakan untuk kebutuhan lain ataupun kebutuhan di masa mendatang.

II.3 Teori Kesejahteraan Sosial II.3.1 Defenisi Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang baik (Adi, 1994).

Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat dalam UU No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut:

“Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.

Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai upaya, program dan kegiatan yang disebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. UU. No. 11 Tahun 2009


(29)

Bagian II pasal 25 juga menjelaskan secara tegas tugas serta tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang meliputi:

1. Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

2. Menyediakan akses penyelengaraan kesejahteraan sosial;

3. Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

4. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial;

5. Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya;

6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan sosial;

7. Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial;

8. Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan

9. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial; 10.Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi


(30)

11.Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional;

12.Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional; 13.Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan

sosial; dan

14.Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang industrial. Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah sosial sehingga lembaga-lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan, gereja, dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai.

Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial, W.A Friedlander mendefenisikan:

“Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi


(31)

kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat”(Muhaidin, 1984).

Defenisi di atas menjelaskan:

1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya. 3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan

“kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.

Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula :

“Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau Kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadiannya secara sempurna” (Suparlan, 1989).

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tentang latar belakang informasi mengenai konsep dan istilah yang digunakan dalam statistik Kesejahteraan Sosial diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas lantai, daerah perkotaan atau pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum mencapai usia satu tahun, keluhan masyarakat terhadap kesehatan, imunisasi, pasien rawat inap, status gizi, narapidana, aksi dan korban kejahatan, luas lantai, mendengarkan radio, membaca


(32)

koran atau surat kabar, serta menonton televisi. Dari kelompok tersebut BPS melakukan pengelompokan menjadi empat indikator dalam pengukuran kesejahteraan sosial, yaitu :

1. Pendapatan. 4. Gizi 2. Kesehatan.

3. Perumahan.

Dalam Undang-Undang RI No. 11 tahun 2009, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebutkan bahwa usaha kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial. Dalam pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok maupun masyarakat.


(33)

II.4 Kerangka Pemikiran

Pada sekitar tahun 1980-1990 terdapat 2.000-an lebih unit becak bermesin BSA di kota Pematangsiantar, saat itu profesi menarik becak BSA adalah salah satu profesi yang banyak diminati oleh masyarakat Pematangsiantar. Hal tersebut dapat terjadi karena pada masa itu, para penarik becak BSA dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung dan menyekolahkan anak-anak mereka hingga perguruan tinggi, bahkan sebagian dari mereka dapat memiliki beberapa petak sawah atau tanah.

Bisa dikatakan menjadi penarik becak BSA merupakan pekerjaan yang menjanjikan., namun kini hal tersebut hanya menjadi kenangan manis bagi para penarik becak BSA. Banyaknya jumlah angkutan umum seperti mobil angkutan kota (Angkot) membuat pemasukan bagi penarik becak BSA turun drastis, ditambah lagi dengan munculnya becak-becak ilegal berplat hitam bermesin Jepang. Hal tersebut membuat para penarik becak BSA kini merasa kehidupan sosial ekonominya berada dalam keadaan yang memprihatinkan. Kebutuhan makan sehari-hari, penghasilan rumah tangga, biaya sekolah anak, situasi perumahan, dan biaya perobatan bila sakit menjadi sesuatu yang mereka anggap susah untuk dipenuhi pada masa sekarang ini.

Melalui penelitian ini nantinya akan diketahui lebih detailnya mengenai kondisi sosial ekonomi penarik becak BSA di Pematangsiantar, apakah golongan berpenghasilan rendah, golongan berpenghasilan sedang atau golongan berpenghasilan tinggi.


(34)

Bagan I

Bagan Kerangka Pemikiran

Penarik becak BSA

Kondisi Sosial Ekonomi:

‐Pekerjaan ‐Perumahan ‐Pendidikan ‐Konsumsi ‐Penghasilan ‐Kesehatan

Golongan berpenghasilan rendah

Golongan berpenghasilan sedang

Golongan berpenghasilan tinggi


(35)

II.5 Defenisi Konsep

II.5.I Defenisi Konsep

Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defensi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009).

Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Sosial ekonomi adalah kombinasi dari pekerjan, pendapatan, pendidikan,kesehatan, perumahan, dan konsumsi . Pekerjaan merupakan sumber untuk memperoleh pengakuan status sosial, harga diri ataupun pengakuan dari masyarakat sebagai imbalan atas peranan dan prestasinya. Pendapatan adalah penerimaan atas sejumlah uang yang di dapat dari hasil usaha yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran seseorang dalam mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Perumahan adalah bagaimana kondisi rumah tempat suatu rumah tangga tinggal, apakah layak atau tidak layak huni. Konsumsi


(36)

adalah pemenuhan kebutuhan makan sehari-hari, telah mencapai porsi ideal, misalnya makan tiga kali dalam satu hari, dan kesehatan adalah upaya untuk penyembuhan apabila suatu individu terkena suatu penyakit.

2. Penarik becak BSA ialah orang yang berprofesi mengendarai becak motor merk BSA keluaran tahun1939-1956 sebagai alat transportasi umum di kota Pematangsiantar.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN III.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Secara sederhana dapat diakatakan bahwa penelitian kualitatif adalah meneliti informan –sebagai subjek penelitian – dalam lingkungan hidup kesehariannya (Idrus, 2009).

Desain penelitian kualitatif bersifat naturalistik (wajar) karena peneliti tidak berusaha memanipulasi atau bahkan mensimulasi suasana penelitian. Hal yang dikaji adalah situasi dunia nyata sebagaimana terjadi secara wajar. Peneliti berusaha sedapat-dapatnya tidak mengusik ataupun mengontrol. Ia bersifat terbuka terhadap apa saja yang muncul. Tidak ada kendala-kendala yang telah ditentukan dari awal terhadap hasil yang diharapkan (Suyanto, 1995).

III.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kota Pematangsiantar provinsi Sumatera Utara. Alasan peneliti melakukan penelitian dilokasi ini karena alat transportasi becak BSA tidak dapat ditemukan dikota manapun di dunia selain di kota Pematangsiantar. Di tambah lagi peneliti sebelumnya telah melakukan kegiatan praktek kerja lapangan II di BOM’S (BSA Owner Motorcycle Siantar), satu-satunya organisasi yang menaungi becak BSA di kota Pematangsiantar.


(38)

III.3 Informan

Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Suyanto dkk, 2005).

Dalam penelitian kualitatif pemilihan subjek secara acak (random) akan dihindari. Mereka yang terpilih merupakan orang-orang kunci (key person) dan sumber data atas fenomena yang diteliti karena adanya asumsi bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya dan tema penelitian yang sedang diteliti, tentu saja akan dialami keterbatasan penelitian sehingga asumsi dipilihnya subjek bukan lagi pada jumlah yang banyak dan acak, tetapi lebih pada informasi yang dimilikinya (M. Idrus, 2009). Bedasarkan teori-teori diatas maka peneliti memutuskan untuk mengambil empat informan kunci yang berprofesi sebagai penarik becak BSA di kota Pematangsiantar.

III.4 Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga macam pengumpulan data secara kualitatif.

Pertama adalah wawancara mendalam dan terbuka. Data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat, perasaan, dan pengetahuannya.

Kedua adalah observasi langsung. Data yang didapat dari observasi langsung terdiri dari pemerian rinci tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang-orang, serta juga keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal, dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati.


(39)

Ketiga adalah penelaahan terhadap dokumen tertulis. Data yang diperoleh dari metode ini berupa cuplikan, kutipan atau penggalan dari catatan-catatan organisasi, klinis, atau program; memorandum-memorandum dan korespondensi; terbitan dan laporan resmi; buku harian pribadi; dan jawaban tertulis yang terbuka terhadap kuesioner dan survei (Suyanto dkk, 2005).

III.5 Analisis Data

Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif model interaktif, yang terdiri dari tiga hal utama, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis (Idrus, 2009).

III.6 Penyajian Data

Prinsip dasar penyajian data adalah membagi pemahaman kita tentang sesuatu hal pada orang lain. Oleh karena ada data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata dan tidak dalam bentuk angka, penyajian biasanya berbentuk uraian kata-kata dan tidak berupa tabel-tabel dengan ukuran-ukuran statistik. Seringkali data disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung dari kata-kata wawancara sendiri. Selain itu hasil penelitian kualitatif juga dapat disajikan dalam bentuk life history, yaitu deskripsi tentang peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa bagian pokok dari kehidupan seseorang dengan kata-katanya sendiri (Suyanto dkk, 2005).


(40)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1 Kota Pematangsiantar

IV.1.1 Sejarah Kota Pematangsiantar

Setelah Belanda memasuki daerah Sumatera Utara, Simalungun menjadi Daerah kekuasaan Belanda sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan raja-raja. Controleur Belanda yang semula berkedudukan di perdagangan pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematangsiantar. Sejak itu Pematangsiantar berkembang menjadi daerah yang banyak dikunjungi pendatang baru, Bangsa Cina mendiami Kawasan Tiombang Galung dan Kampung melayu.

Pada tahun 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematangsiantar. Kemudian Pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Stad Blad No.285 Pematangsiantar berubah menjadi Geemente yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Stad Blad No.717 berubah menjadi Geemente yang mempunyai Dewan.

Pada jaman Jepang berubah menjadi Siantar Estate dan Dewan dihapus. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Pematangsiantar kembali menjadi daerah Otonomi. Berdasarkan UU No.22/1948 status geemente menjadi kota kabupaten Simalungun dan Walikota di rangkap oleh Bupati Simalungun sampai 1957.

Berdasarkan UU No1/1957 berubah menjadi Kota Praja penuh dan dengan keluarnya UU No.18/1965 berubah menjadi Kotamadya, dan dengan keluarnya UU No.5/1974 Tentang pokok-pokok pemerintah di daerah berubah menjadi


(41)

daerah tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang. Saat ini kota Pematangsiantar dipimpin oleh walikota Hulman Sitorus, SE dan wakilnya Drs. Koni Ismail Siregar untuk masa jabatan 2010-2015 (http://Pematangsiantar.go.id).

IV.1.2 Letak Geografis dan Kependudukan Kota Pematangsiantar

Kota Pematangsiantar terletak diantara 2º54'40'' - 3º01'09'' LU dan 99º01'10''-99º06'23'' BT. Posisi Kota Pematang Siantar ada dibagian Timur Propinsi Utara pada ketinggian tempat 400 m diatas permukaan laut dan kondisi wilayah relatif bergelombang. Luas wilayah Kota Pematang Siantar 79,971km² secara administratif terdiri dari 8 Kecamatan dan 43 Kelurahan dengan jumlah penduduk 249.985 jiwa (http://sumutprov.go.id).


(42)

Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Penduduk kota Pematangsiantar.

Sumber:http://siantarkota.bps.go.id

No Kecamatan Luas Areal Total Area

(Km2)

Jumlah Kelurahan

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk/ (per Km2)

1 Siantar Marihat 7,825 4 19.607 2.506

2 Siantar Marimbun 18,006 3 13.294 738

3 Siantar Selatan 2,020 6 21.855 10.819

4 Siantar Barat 3,205 8 48.531 15.142

5 Siantar Utara 3,650 7 51.431 14.091

6 Siantar Timur 4,520 7 44.076 9.751

7 Siantar Martoba 18,022 4 28.110 1.560

8 Siantar Sitalasari 22,723 4 23.081 1.016


(43)

IV.2 Organisasi yang Mewadahi Becak BSA di Kota Pematangsiantar

IV.2.1 BOM’S (BSA Owner Motorcycles’ Siantar)

Organisasi BOM’S merupakan organisasi dan perkumpulan pengguna, pemilik, penggemar dan pecinta motor BSA yang merupakan motor hasil rampasan perang dunia dua pasukan tentara inggris saat melakukan penjajahan dinusantara, organisasi ini memiliki tujuan melestarikan becak motor BSA yang merupakan situs cagar budaya dan ikon kota Pematangsiantar. Organisasi ini didirikan pada tanggal 25 juni 2006 di kota Pematangsiantar. Organisasi BOM’S beralamatkan di jalan Kartini no 54 Pematangsiantar.

BOM’S memiliki dua divisi di dalam organisasinya yaitu divisi biker (roda dua) dan becak (roda tiga), di dalam divisi becak, BOM’S berperan aktif dalam memajukan anggota-anggotanya yang semuanya merupakan penarik becak BSA di kota Pematangsiantar.

IV.2.2 Struktur Organisasi BOM’S

1. Ketua Umum : H. Kusma Erizal Ginting, SH 2. Wakil Ketua : Edi Santoso

3. Wakil Ketua : Nusa Lim/Ahuang (Ketua Divisi Biker) 4. Wakil Ketua : Safii R (Ketua Divisi Becak)

5. Sekretaris : Nur Hadi Wibowo 6. Wakil Sekretaris : Hamdan


(44)

8. Bendahara : Glori Losari/Aseng 9. Wakil Bendahara : Bahari

10.Wakil Bendahara : Rianto Nasution 11.Bidang Organisasi : Supriadi

12.Bidang Humas : Tono 13.Bidang Humas : Loso 14.Bidang Kes/Log : Tjin tji/Toni 15.Bidang Kes/Log : Suhendra Saputra 16.Bidang Kes/Log : Nazaruddin R 17.Bidang Keg. : Hermanto 18.Bidang Keg. : Yatmianto 19.Bidang Keg. : Edi Wirya, SH


(45)

BAB V

ANALISA DATA

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dilapangan melalui tehnik pengumpulan data wawancara personal kepada informan, peneliti berhasil mengumpulkan informan sebanyak 4 informan kunci. Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara personal diperoleh data umum latar belakang responden melalui nama, alamat, tempat tanggal lahir, agama, suku dan pendidikan terakhir.

V.1. Data Identitas Informan

V.1.1 Data Identitas Informan kunci

1. Informan kunci pertama

• Nama : Marsius Pemilhuddin Siahaan

• Alamat : Tomuan, gang Rebong, Pematangsiantar • Tempat tanggal lahir : Dolok Merangir, 28 Maret 1977

• Agama : Kristen Protestan • Suku : Batak Toba • Pendidikan terakhir : STM Otomotif


(46)

2. informan kunci kedua

• Nama : Muhammad Nuh Pane

• Alamat : Jl. Medan KM: 4,5, Pematangsiantar • Tempat tanggal lahir : Pematangsiantar, 5 agustus 1965 • Agama : Islam

• Suku : Mandailing • Pendidikan terakhir : SMP

3. informan kunci ketiga

• Nama : Kamal Sinaga

• Alamat : Komp Veteran Pematangsiantar • Tempat tanggal lahir : Bahjambi 18 april 1937

• Agama : Islam

• Suku : Batak Simalungun • Pendidikan terakhir : Sekolah Rakyat

4. informan kunci keempat

• Nama : Ahmad Syafii (ucok ondon)


(47)

• Tempat tanggal lahir : Pematangsiantar, 5 November 1965 • Agama : Islam

• Suku : Jawa

• Pendidikan terakhir : SMA

V.2 Data Wawancara

V.2.1 Data Wawancara Informan Kunci Pertama

Wawancara pertama pada informan kunci pertama dilakukan pada tanggal 17 Desember 2011, pukul 20:28 WIB. Bertempat di kantin Outbound Green Camp Adventure kota Pematangsiantar. Wawancara kedua dilakukan pada tanggal 23 Desember 2011, pukul 19:30 WIB. Bertempat di kantin Outbound Green Camp Adventure kota Pematangsiantar, dengan hasil wawancara sebagai berikut:

Marsius merupakan pria berusia 35 tahun, profesi sebagai penarik becak BSA sudah 5 tahun ia jalani, becak yang digunakan Marsius merupakan miliknya pribadi. Biasanya Marsius menunggu penumpang didepan Ramayana Plaza Pematangsiantar. Marsius memiliki seorang istri dan seorang anak, mereka tinggal di sebuah rumah semi permanen milik sendiri. Sebelum menjadi penarik becak BSA, dahulu Marsius bekerja sebagai buruh kasar di pabrik rokok Union Pematangsiantar, sebagaimana yang diungkapkan olehnya :


(48)

“ Dulu pertama kali punya kerja tetap, aku kerja di pabrik rokok Sintong Sari Union, tahun 2003 lah itu gajinya waktu itu sembilan ratus ribu perbulan, tapi gak cukup kurasa”

(wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

“ Tapi awal 2006 aku berhenti bang, mana cukup uang segitu anak satu.”

(wawancara kedua, informan pertama, 23 Desember 2011)

Karena merasa tidak cukup dengan penghasilan yang didapat, Marsius mencoba untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik penghasilannya pada waktu itu, sehingga ia pindah ke pabrik pengolahan kelapa sawit PT Torganda di Pekan Baru, seperti yang diungkapkan olehnya:

”Waktu tahun 2006 aku pindah ke Pekan Baru, kerja di Torganda, lumayan gajinya waktu itu satu setengah juta perbulannya, tapi gak sampe setahun aku pulang lagi ke Siantar, gak bisa aku jauh dari keluarga.”

(wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

“Padahal kalau aku tetap kerja disana udah lebih dua juta gajiku bang, cuma yaitulah aku gak bisa jauh sama keluarga.”


(49)

Marsius berpikir untuk menarik becak pada awal tahun 2007, pada saat itu ia mendapat informasi bahwa penghasilan yang dimiliki oleh penarik becak BSA agak lumayan pada waktu itu, sebagaimana yang diungkapkan olehnya:

“ Waktu itu aku dikasih tau sama kawan-kawanku yang bawak becak disini, lumayan penghasilan waktu itu, lima puluh sampek enam puluh bersih bang, aku pun kerja cuma dari jam lapan (malam) sampai jam tiga (pagi) .”

(wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

“Siang aku tidur, sambil jaga anak dirumah, karena istri kerja dari pagi sampai sore.”

(wawancara kedua, informan pertama, 23 Desember 2011)

“ Dulu ku belik becak itu harga lapan juta, BSA tahun 1948 500 cc, uangnya dari tabungan terus ditambah uang dari main tarikan (arisan) waktu itu. Dari tahun 2007 lah bang sampek sekarang, (Menarik becak) sudah empat tahun lebih lah. Kalau lagi lebaran sama natal (hari besar), lebih banyak lagi penghasilan ku bang, bisa seratus sampek seratus limapuluh ribu, disitulah aku bisa nabung.” (wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

Biasanya hasil dari menabung tersebut digunakan untuk biaya perawatan becak BSA, karena sepeda motor BSA yang digunakan sudah berumur lima puluh tahun keatas (motor tua) maka, diperlukan perawatan rutin kendaraan agar mesin tidak rusak. seperti penuturan marsius berikut:


(50)

“ Uang tabungan itu lah nanti yang dipakek buat perawatan becak bang, sisanya untuk biaya tak terduga. Biaya servis perbulan itu bisa dua puluh sampek lima puluh ribu bang, kalau gak diservis bisa kenak jutaan kalau turun mesin. Kalau sudah turun mesin terus gak ada pegangan, terpaksa meminjam lah bang.” (wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

Mulai dari awal menarik becak hingga akhir tahun 2010 penghasilan Marsius terus meningkat dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun pada awal 2011 pemasukan Marsius mulai mengalami penurunan, menurutnya hal itu disebabkan oleh kehadiran becak ilegal berplat hitam dan tidak adanya pembatasan terhadap jumlah mobil angkutan umum yang beroperasi, sehingga para sewa yang dulunya menjadi pelanggan tetap becak BSA menjadi terpecah karena banyaknya pilihan. seperti yang diungkapkan Marsius:

“ Waktu 2007 adalah tigapuluh sampek limapuluh ribu satu hari, puncaknya itu waktu tahun 2008 sampek 2010 bang, dapatku itu lima puluh sampai lapan puluh ribu bersih satu hari. Awal 2011 mulai turun penghasilan, cuma tiga puluh ke empat puluh ribu lah bang. Banyak kali mopen itu sekarang bang, terus becak-becak jepang itupun udah dibiarkan beroperasi, sewa jadi pecah.”

(wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

Marsius juga berpendapat bahwa dirinya tetap menarik becak BSA, karena menarik becak BSA tidak memiliki keterikatan waktu kerja dan pergaulan


(51)

sesama penarik becak BSA yang menurutnya sangat baik. Mengenai kehadiran becak berplat hitam bermesin Jepang, Marsius mengatakan bahwa becak-becak bermesin Jepang tersebut tidak memiliki ketahanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan becak BSA, melihat bagaimana keadaan topografis kota Pematangsiantar yang berbukit-bukit mengharuskan becak di Pematangsiantar harus ditarik dengan mesin bersilinder besar (350cc ke atas), sedangkan motor jepang kesemuanya bermesin silinder kecil (110 cc). Seperti penuturan Marsius:

“ Kalaupun aku cari kerja lain, aku tetap narek bang, karena tidak terikat waktu kerja dibecak ini. Becak Jepang itu bentar aja itu umurnya bang, mana tarek dia kena tanjakan, cuma 110 itu cc nya, makanya banyak itu di daerah kota aja, karena dikit disitu tanjakan.”

(wawancara kedua, informan pertama, 23 Desember 2011)

Karena merasa penghasilan dari menarik becak saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, pada awal 2011, Marsius mencoba mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, seperti yang diungkapkan Marsius:

“ Dari situ lah awalnya aku jaga malam di out bound bang. Karena jaga malam di out bound, aku narek siang jadinya , dari jam satu sampek jam 6, anak udah bisa ditinggal, kan udah kelas empat SD dia bang. Gaji dari jaga malam di out bound satu juta perbulannya.”


(52)

Saat ini Marsius memiliki satu orang anak laki-laki, yang masih bersekolah di salah satu SD katholik di Pematangsiantar, selain pendidikan formal, anak dari Marsius juga menimba ilmu di Pendidikan Pendalaman Alkitab Kharismatik. Sampai saat ini Marsius belum mengalami kendala dalam membiayai pendidikan anaknya, seperti penuturan Marsius:

“ Kalau anak masih sekolah, kelas 4 SD sekarang di sekolah Katholik Cinta Rakyat, pulang sekolah dia les lagi.”

(wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

“ Prestasinya di sekolah biasa saja, tapi di PPA (Pendidikan Pendalaman Agama) dia juara satu. Satu hari jajannya tiga ribu, udah sama jajan les dia itu.” (wawancara kedua, informan pertama, 23 Desember 2011)

Mengenai situasi perumahan, Marsius sudah memiliki satu rumah milik pribadi, dengan dinding rumah yang masih semi permanen, dan lantai semen. Rumah Marsius menggunakan sumber air dari tanah (sumur bor), dan pasokan listrik dari negara (PLN), Seperti penuturan Marsius berikut:

“ Kalau kondisi rumah sudah lumayan nyaman lah, kitakan harus bersyukur. Dindingnya semi permanen, lantai udah semen, ada listrik, kalau air kita pakai sumur bor.”


(53)

“ Bulanan itu uang listrik kenak lima puluh ribu, kalau air gratis.” (wawancara kedua, informan pertama, 23 Desember 2011)

Mengenai situasi kesehatan keluarga, Marsius dan keluarga merupakan pemilik kartu Askes yang didapat dari jaminan kesehatan istrinya di pabrik rokok Sintong Sari Union Pematangsiantar. Sehingga tiap kali berobat mereka tidak dikenakan biaya. Seperti penuturan Marsius:

“ Kalau kesehatan keluarga, kami mudah-mudahan gak pernah nginap dirumah sakit bang, tapi kalaupun berobat ya gratis, karena istriku punya Askes untuk kami bertiga.”

(wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

Makanan yang sehari-hari dikonsumsi oleh keluarga Marsius biasanya ikan teri, ikan asin dan telur. Jarang terdapat menu sayur dalam makanan yang mereka konsumsi sehari-hari. Marsius biasanya sarapan dirumah, setelah itu makan siang dirumah, dan makan malam membawa bekal. Seperti penuturan Marsius:

“ Kalau lauk makan biasanya ikan asin atau ikan teri, adalah telur sekali-kali, gak pernah pakai sayur kami. Beras, beras bulog dicampur sama beras kualitas sedang.”


(54)

“ Kalau makan itu aku sehari tiga kali bang, gak pernah aku beli diluar, kalau malam aku bawa bekal ke out bound.”

(wawancara kedua, informan pertama, 23 Desember 2011)

Untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, selain Marsius, istrinya juga bekerja di pabrik rokok Sintong Sari Union, dengan panghasilan satu juta lima ratus ribu rupiah perbulan. Sehingga dalam satu bulan mereka bisa mendapatkan penghasilan tiga ratus sampai lima ratus rupiah bersih. Seperti yang diungkapkan Marsius:

“ Untuk penghasilan tambahan, istri juga ikut bekerja, sejak 2007 dia kerja di pabrik rokok Sintong Sari Union, satu setengah gajinya perbulan.”

(wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

“ Satu bulan itu bisa tiga ratus sampek lima ratus ribu bisa ditabung.” Wawancara kedua, informan pertama, 23 Desember 2011)

Dalam bidang sosial, Marsius memiliki hubungan yang baik dengan sesama penarik becak BSA lainnya, begitu juga antara penarik becak BSA yang lain. Para penarik becak BSA di Pematangsiantar juga tergabung dalam suatu organisasi yang mewadahi penarik becak BSA di Pematangsiantar. Seperti penuturan Marsius:

“ Kalau hubungan sosial antara kami sesama penarik becak BSA sangat baik, contohnya, ada penarik becak BSA yang mogok di jalan, kalau ada penarik


(55)

becak BSA lain yang lewat, pasti berhenti itu. Kalaupun gak bisa dia betulkannya, pergi dia itu mencari yang bisa memperbaiki. Apalagi sejak ada BOM’S( BSA Owner Motorcycle’ Siantar) kami jadi lebih kompak, banyak program-program yang bagus dari BOM’S ini buat kami. Tiap ulang tahun BOM’S kami selalu dikasih sembako, terus program becak wisata, banyak lagi lah.”

(wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

Saat ini Marsius masih memiliki harapan besar terhadap pemerintah kota Pematangsiantar dan organisasi yang menaungi becak BSA di kota Pematangsiantar (BOM’S). Seperti penuturan Marsius:

“ Harapan saya terhadap pemerintah agar lebih memerhatikan nasib abang-abang becak, memang dulu pernah ada sekali bantuan dari pemerintah, waktu itu ada pemutihan dan pengecatan untuk semua becak BSA di Siantar, tapi itupun karena desakan dari BOM’S.”

(wawancara pertama, informan pertama, 17 Desember 2011)

“ Kalau untuk BOM’S agar tetap berjuang mempertahankan becak BSA sebagai alat transportasi khas Pematangsiantar.”

(wawancara kedua, informan pertama, 23 Desember 2011)

Sampai saat ini Marsius masih merasa senang menarik becak BSA walaupun penghasilan yang didapat dari menarik becak BSA masih belum dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun dengan adanya penghasilan dari berjaga malam di outbound membuat minimnya penghasilan dari menarik becak BSA


(56)

dapat tertutupi, ditambah lagi dengan lingkungan sosial yang membuat Marsius tetap betah dengan profesi dan komunitas penarik becak BSA di kota Pematangsiantar.


(57)

Tabel 2. Tinjauan Sosial Ekonomi Penarik Becak BSA di Kota Pematangsiantar pada informan 1.

No. Aspek/Faktor yang mempengaruhi kondisi

sosial ekonomi

Keterangan

1 Pekerjaan Penarik becak BSA sebagai pekerjaan utama dan penjaga malam di salah satu outbound di kota Pematangsiantar sebagai pekerjaan tambahan.

2 Pendidikan Anak tunggal Marsius, bersekolah kelas 4 SD di Sekolah Cinta Rakyat, dan pelajaran tambahan agama di yayasan Kharismatik Pematangsiantar

3 Penghasilan Dari menarik becak ia mendapatkan Rp.30.000-Rp.40.000 dalam satu hari. Gaji dari pekerjaan tambahannya sebagai penjaga malam di outbound Rp.1.000.000/bulan. Penghasilan tambahan dari istri Rp.1.500.000/bulan, istri bekerja di pabrik PT. Sintong Sari Union


(58)

4 Perumahan Ia memiliki satu buah rumah semi permanen milik pribadi, yang ditempati oleh Marsius, istri dan anaknya.

5 Konsumsi Dalam satu hari Satu Marsius dan keluarga makan tiga kali, pagi, siang dan malam. Beras yang dikonsumsi adalah beras bulog dicampur dengan beras kualitas sedang, lauk sehari-hari ikan teri, ikan asin, dan terkadang telur, jarang makan sayur.

6 Kesehatan Marsius sekeluarga mendapat jaminan kesehatan dari Askes yang didapat dari PT tempat istrinya bekerja.

Setelah mendapatkan informasi dari Marsius mengenai kehidupannya sebagai penarik becak BSA dikota Pematangsiantar, maka menurut teori Melly G. Tan , kondisi sosial ekonomi Marsius dapat dikatakan sebagai golongan berpenghasilan rendah yaitu keluarga yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal.. Hal tersebut berdasarkan penuturan Marsius dimana pada wawancara kedua ia mengatakan menarik becak BSA tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga ia mencari pekerjaan tambahan.


(59)

V.2.2 Data Wawancara Informan Kunci Kedua

Wawancara pertama pada informan kunci kedua dilakukan pada tanggal 20 Desember 2011, pukul 18:33 WIB. Bertempat di kediaman M.Nuh jalan Medan KM 4,5 kota Pematangsiantar. Wawancara kedua dilakukan pada tanggal 23 Desember 2011, pukul 22:00 WIB. Bertempat di salah satu warung kopi jalan Cokro simpang Merdeka, dengan hasil wawancara sebagai berikut:

Muhammad Nuh Pane adalah pria berusia 47 tahun, profesi sebagai penarik becak BSA sudah 22 tahun ia jalani, becak yang digunakan Nuh merupakan miliknya pribadi, biasanya Nuh menunggu penumpang disekitar jalan Cokro Simpang Merdeka Pematangsiantar. Saat ini Nuh memiliki seorang istri dan tiga orang anak, mereka tinggal di rumah semi permanen milik orang tua dari Nuh sendiri. Sebelum menjadi penarik becak BSA , dahulu Nuh bekerja sebagai buruh bangunan yang tidak tetap penghasilannya. Sebagaimana yang diungkapkan olehnya:

“ Sebelum narek becak dulu aku kerja di bangunan, tahun 85 lah waktu itu.”

(wawancara pertama, informan kedua, 20 Desember 2011)

“ Gaji waktu itu masih 1200 perak satu hari, tahun 85 itu, terus waktu 88 naik jadi 3500, tapi masih kurang itu untuk orang yang berumah tangga.”


(60)

Pertama kali menarik becak tepatnya tahun 1988, ia melihat pada masa itu penghasilan penarik becak yang jauh lebik tinggi dari pada kerja buruh bangunan, awalnya Nuh menyewa dari teman yang menjadi toke becak BSA dengan biaya sewa lima ribu rupiah perharinya. Saat itu per harinya Nuh bisa mengumpulkan uang sekitar enam puluh ribu rupiah, sedangkan harga bahan bakar minyak jenis premium saat itu masih tujuh ratus lima puluh rupiah per liter. Pada awal tahun 1990, Nuh berinsiatif untuk membeli becak sendiri, saat itu harga satu unit becak BSA 350 cc adalah tiga juta lima ratus ribu rupiah, ia membeli becak itu dengan cara pinjaman dari keluarga, dan sistem bayar per hari dua puluh ribu rupiah. Seperti penuturan Nuh:

“ Dulu awalnya masih nyewa kita, tahun 1990 baru kita punya sendiri, itu modalnya dari patungan keluarga, habis itu kita bayarlah perharinya. Masa itu bisa enam puluh satu hari, sementara harga minyak masih 750 satu liter, masih enak lah, makanya banyak orang berebut bawak becak dulu.”

(wawancara pertama, informan kedua, 20 Desember 2011)

Sejak tahun 2005 hingga saat ini penghasilan penarik becak BSA terus menurun, menurut Nuh hal tersebut disebabkan oleh kehadiran becak ilegal ber plat hitam, ditambah lagi dengan semakin banyaknya jumlah mobil angkutan umum. Nuh juga mengatakan bahwa sangat minimnya peran pemerintah kota terhadap penarik becak BSA juga mempengaruhi situasi kehidupan penarik becak BSA. Seperti penuturan Nuh:


(61)

“ Waktu tahun 2005 hampir dihapuskan becak BSA ini bang, mau diganti sama becak Jepang, BOM’S lah yang menetang waktu itu. Mulai 2010 lah penghasilan makin susah bang, satu hari paling lima puluh ribu, itu pun kita kerja dari jam tujuh pagi sampek jam dua belas malam.”

(wawancara kedua, informan kedua, 23 Desember 2011)

“ Udah banyak kali sekarang mopen itu , belum lagi becak Jepang. Gak ada upaya membantu dari pemerintah ini bang, kalau lagi butuh aja baru kami di panggil.”

(wawancara pertama, informan kedua, 20 Desember 2011)

Nuh juga berharap kepada pemerintah agar ada bantuan dari pemerintah kota terhadap penarik becak BSA, karena menurutnya becak BSA merupakan benda cagar budaya, sehingga harus dilindungi oleh pemerintah, selain itu tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah terhadap hadirnya penarik becak ilegal juga merupakan hambatan yang terjadi saat ini. Namun karena belum ada tindakan nyata dari pemerintah hingga kini Nuh hanya bisa bersabar. Seperti penuturan Nuh:

“ Harusnya kan di bantu abang-abang becak ini, karena becak BSA ini kan benda cagar budaya. Sekarang ini ya sabar aja lah. Harusnya ada tindakan yang tegas dari pemerintah tentang becak Jepang ini.”


(62)

Hadirnya becak ilegal ber plat hitam dan semakin banyaknya jumlah mobil angkutan umum yang ada, kini Nuh hanya bisa menghasilkan lima puluh hingga enam puluh ribu rupiah perhari, yang menurutnya jumlah itu masih kurang untuk memenuhi hidup sehari-hari. seperti penuturan Nuh:

“ Sekarang satu hari paling dapat lima puluh atau enam puluh ribu. Yah masih belum culup lah itu.”

(wawancara kedua, informan kedua, 23 Desember 2011)

Nuh memiliki tiga orang anak, ketiganya masih bersekolah, anak pertama bersekolah di SMPN 1 Pematangsiantar, anak kedua bersekolah di SD swasta Guffi, dan anak ketiga bersekolah di SD Inpres. Pada saat bersekolah anak pertama Nuh mendapat uang saku sebesar lima ribu rupiah, sedangkan dua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar di beri uang saku dua ribu rupiah. Mengenai prestasi di sekolah anak-anak dari Nuh cukup berprestasi Seperti penuturan Nuh:

“ Kalau anak ada tiga, yang pertama laki-laki kelas satu di SMPN 1, yang kedua kelas lima di SD Guffi, yang paling kecil kelas satu di SD Inpres. Uang jajannya yang paling besar lima ribu satu hari, kalau yang SD dua-duanya dua ribu. Yang paling besar selalu sepuluh besar kalau bagi rapot, kalau yang nomor dua lima besar, yang paling kecil biasa aja dia.”


(63)

Karena penghasilan dari menarik becak saja tidak cukup, untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga Nuh kini memiliki pekerjaan sampingan, yaitu menjadi buruh bangunan kembali. Jika sedang ada proyek bangunan, maka Nuh menarik becak hanya dari jam tujuh malam hingga jam dua belas malam, karena dari pukul sembilan pagi sampai lima sore ia bekerja di bangunan. Dalam satu hari kerja Nuh bisa mendapatkan penghasilan tambahan sebesar tujuh puluh lima ribu rupiah, dan dari pekerjaan utama menarik becak ia biasanya hanya mendapatkan dua puluh ribu hingga tiga puluh ribu rupiah. Selain Nuh, istri dari Nuh juga bekerja agar dapat menambah penghasilan keluarga. Sehari hari istri Nuh berjualan rujak buah di rumah, dari hasil berjualan rujak buah, istri Nuh bisa mendapatkan tiga puluh ribu rupiah perharinya. Seperti penuturan Nuh:

“ Sekarang ini sampingan balik lagi ke bangunan, satu hari tujuh lima dari situ. Kalau istri jualan rujak buah dirumah, dapatlah tiga puluh dari situ.” (wawancara pertama, informan kedua, 20 Desember 2011)

“ Kalau ada kerja bangunan, narek cuma dari jam tujuh sampek jam dua belas, dari situ dapatlah dua puluh sampek tiga puluh, tapi kadang mau gak dapat.”

(wawancara kedua, informan kedua, 23 Desember 2011)

Nuh tinggal di rumah orang tuanya, dengan kondisi rumah semi permanen dan lantai dari semen. Dalam satu bulan biasanya Nuh membayar tiga


(64)

puluh ribu untuk biaya rekening listrik rumah dan dua puluh ribu untuk biaya air PAM. Seperti penuturan dari Nuh:

“ Kalau rumah tinggal numpang sama orang tua, bertujuh kami satu rumah. Satu bulan biasa kenak tiga puluh ribu listrik, kalau air dua puluh.”

(wawancara kedua, informan kedua, 20 Desember 2011)

Mengenai kondisi kesehatan keluarga, Nuh sekeluarga kesehatannya dijamin oleh program Jamkesmas, hingga saat ini jika orang tua, istri atau anak-anak sakit, mereka tidak pernah dikenakan biaya. Seperti penuturan Nuh:

“ Kalau sakit sih jarang, tapi kalaupun sakit, kami satu rumah ada pegang kartu Jamkesmas, jadi kalau berobat gratis.”

(wawancara pertama, informan kedua, 20 Desember 2011)

Menu makanan yang sehari-hari biasa dikonsumsi Nuh adalah ikan gembung, telur goreng dan selalu ada sayur-sayuran. Beras yang biasa dikonsumsi adalah beras Bulog. Sebelum bekerja biasanya Nuh sarapan terlebih dahulu di rumah, kemudian makan siang pulang kerumah lagi, dan makan malam dirumah. Biasanya saat akan pulang kerumah untuk makan siang, Nuh menunggu ada sewa yang arahnya berdekatan dengan rumah Nuh. Seperti yang diungkapkan Nuh:

“ Lauk makan biasanya ikan gembung dan telur, kalau sayur wajib ada tiap hari. Beras kita dari Bulog.”


(65)

“ Pagi itu kita pasti sarapan dulu dirumah, siang pulang lagi sekalian bawa sewa, kalaupun gak ada sewa kita usahakan pulang dulu, kalau malam makan dirumah juga.”

(wawancara kedua, informan kedua, 23 Desember 2011)

Nuh mengatakan bahwa hubungan sosial sesama penarik becak BSA sangat baik, misalnya ada salah satu penarik becak yang mogok becaknya dijalan, itu pasti dibantu. Selain itu para penarik becak BSA di kota Pematangsiantar juga tergabung dalam satu organisasi yang menaungi becak BSA yaitu BOM’S dan STM antara penarik becak BSA yang didirikan oleh BOM’S. Namun hubungan dengan penarik becak ilegal diakui kurang baik oleh Nuh, bahkan tidak ada tegur sapa antara penarik becak BSA dengan penarik becak ilegal/Jepang. Seperti penuturan Nuh:

“ Kalau sosial penarik becak BSA dengan Penarik becak BSA bagus, tapi kalau sama yang Jepang, pas-pasan pun gak ada teguran itu. Kami ini kan tergabung di BOM’S, ada juga STM nya, jadi kalau ada anggota yang kena musibah dibantu itu.”

(wawancara kedua, informan kedua, 23 Desember 2011)

Harapan Nuh saat ini ialah agar Pemerintah kota Pematangsiantar memberikan perhatiannya kepada penarik becak BSA, karena menurutnya becak BSA merupakan benda cagar budaya kota Pematangsiantar, sehingga harus di jaga dan dibantu biaya perawatannya. Seperti penuturan Nuh:


(66)

“ Untuk pemerintah ya agar diperhatikan lah nasib becak-becak BSA ini, karena inikan benda cagar budaya siantar, dan dibantu biaya perawatannya, kalau bisa kayak dana BOS untuk sekolah itu tapi ini untuk becak.”

(wawancara kedua, informan kedua, 23 Desember 2011)

Sampai saat ini Nuh masih merasa senang dengan profesi penarik becak BSA, walaupun penghasilan yang didapat dari menarik becak BSA masih belum dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun dengan adanya penghasilan tambahan dari bekerja menjadi buruh bangunan membuat minimnya penghasilan dari menarik becak BSA dapat tertutupi ditambah lagi dengan lingkungan sosial yang membuat Nuh tetap betah dengan profesi dan komunitas penarik becak BSA di kota Pematangsiantar.


(67)

Tabel 3. Tinjauan Sosial Ekonomi Penarik Becak BSA di Kota Pematangsiantar pada informan 2.

No. Aspek/Faktor yang mempengaruhi kondisi

sosial ekonomi

Keterangan

1 Pekerjaan Penarik becak BSA sebagai pekerjaan utama dan buruh bangunan sebagai pekerjaan tambahan.

2 Pendidikan Nuh memiliki tiga orang anak yang masih bersekolah, anak pertama Nuh bersekolah di SMPN 1 Pematangsiantar, anak kedua di SD swasta Guffi Pematangsiantar, dan yang terakhir di SD Inpres Pematangsiantar.

3 Penghasilan Dari menarik becak ia mendapatkan Rp.50.000-Rp.60.000 dalam satu hari. Gaji dari pekerjaan tambahannya sebagai buruh bangunan sebesar Rp.75.000/hari, namun jika ada pekerjaan bangunan, Nuh hanya memperoleh pemasukan Rp.20.000-Rp.30.000 perhari. Penghasilan tambahan


(68)

dari istri sebesar 30.000 per hari dari hasil berjualan rujak buah.

4 Perumahan Ia tinggal dirumah orang tuanya bersama kedua orang tua Nuh, Istri, dan tiga anak, dengan kondisi rumah semi permanen dan lantai semen.

5 Konsumsi Dalam satu hari Satu Nuh dan keluarga makan tiga kali, yaitu saat pagi, siang dan malam. Beras yang dukonsumsi adalah beras bulog dengan lauk seperti ikan gembung, telur goreng dan sayur-sayuran.

6 Kesehatan Nuh sekeluarga mendapat jaminan kesehatan dari Jamkesmas.

Setelah mendapatkan informasi dari Nuh mengenai kehidupannya sebagai penarik becak BSA dikota Pematangsiantar, maka menurut teori Melly G. Tan , kondisi sosial ekonomi Nuh dapat dikatakan sebagai golongan berpenghasilan rendah yaitu keluarga yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal.. Hal tersebut berdasarkan penuturan Nuh dimana pada wawancara kedua ia mengatakan


(69)

penghasilan dari menarik becak saja masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga ia mencari pekerjaan tambahan.


(70)

V.2.3 Data Wawancara Informan Kunci Ketiga

Wawancara pertama pada informan kunci ketiga dilakukan pada tanggal 21 Desember 2011, pukul 16:39 WIB. Bertempat di sekretariat BOM’S jalan Kartini no: 54 kota Pematangsiantar. Wawancara kedua dilakukan pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 14:00 WIB. Bertempat di salah satu warung kopi Pasar Parluasan kota Pematangsiantar, dengan hasil wawancara sebagai berikut:

Kamal Sinaga adalah adalah pria berusia 75 tahun, profesi sebagai penarik becak sudah 44 tahun ia jalani, becak yang kini digunakan Kamal merupakan becak sewa, tempat biasa Kamal menunggu penumpang adalah di sekitaran Terminal Suka Damai Pasar Parluasan Pematangsiantar. Saat ini Kamal memiliki seorang istri, delapan anak dan dua belas cucu. Ia tinggal dirumah milik pribadi beserta istri dan cucunya, dengan kondisi rumah semi permanen dan berlantaikan semen. Dahulu Kamal bekerja sebagai buruh salah satu pabrik roti di kota Pematangsiantar, seperti penuturan Kamal:

“ Dulu itu sebelum bapak bawak becak, ya di pabrik roti, tapi gajinya cuma berapa perak itu dulu. Karena tidak puas lah dulu itu, makanya bawak becak, sewa becak lah pertama-pertama.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011)

Ketertarikan Kamal untuk menarik becak didasari oleh penghasilan penarik becak BSA yang saat itu bisa mencapai tiga ratus rupiah per hari pada kisaran tahun 1968 sampai 1977. Kamal juga mengatakan pada waktu itu belum


(71)

ada mobil angkutan kota, sehingga masyarakat praktis hanya mengandalkan becak BSA sebagai satu-satunya alat transportasi umum di kota Pematangsiantar. Pertama kali Kamal membeli becak harga satu unitnya saat itu masih seratus delapan puluh rupiah pada tahun 1968. Menurutnya penghasilan penarik becak BSA sangat menjanjikan pada waktu itu, Kamal mengungkapkan bahwa harga satu liter bensin premium masih Rp. 0,75,- sampai Rp.1,- pada masa itu (tahun 1968-1977). Seperti penuturan Kamal:

“ Masa itu narek becak BSA tiga ratus rupiah satu hari bersih kita dapat, anak-anakpun bisa sekolah tinggi. Pertama kali bawak becak itu pas tahun 1968, becak sendiri itu, harganya satu becak masih dua ratus dulu.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011)

“ Satu liter waktu itu masih belum sampek satu rupiah. Dulu gak ada saingan kami, cuma becak BSA kendaraan umum dulu.”

(wawancara kedua, informan ketiga, 21 Januari 2012)

Sekarang Kamal tidak lagi membawa becak sendiri, melainkan sewa dengan toke becak BSA di Pematangsiantar dengan biaya sewa dua puluh ribu rupiah perhari. Sebelum menyewa becak seperti sekarang, Kamal sudah delapan kali membeli dan menjual becak BSA. Menurutnya hambatan yang ditemui dalam menjalankan profesi penarik becak BSA ialah sebelum hadirnya organisasi BOM’S tidak ada organisasi yang dapat mengayomi penarik becak BSA. Kamal mengatakan dulu ada banyak organisasi becak BSA tapi tidak ada satupun yang


(72)

dapat mengayomi dan membantu para penarik becak BSA, namun kini menurut Kamal BOM’S lah organisasi yang dapat mengayomi dan membimbing anggotanya dengan baik, sehingga saat ini hanya ada satu organisasi becak BSA di kota Pematangsiantar. Seperti penuturan Kamal:

“ Dulu itu organisasi becak BSA banyak, tapi gak ada yang becus, iuran saja yang dikumpul.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011)

“ Kalau di BOM’S tidak ada iuran dikutip, malah sekarang kita yang sering dibantu.”

(wawancara kedua, informan ketiga, 21 Januari 2012)

Selain hal organisasi, Kamal juga mengatakan hambatan lainnya ialah masalah perawatan becak BSA yang harus sering dirawat karena umur motor yang sudah lima puluh tahun keatas. Kehadiran mobil angkutan umum yang jumlahnya sudah sangat banyak sekarang juga menjadi faktor yang menurut Kamal mengurangi hasil pendapatan penarik becak BSA sekarang, ditambah lagi dengan kehadiran penarik becak ilegal berplat hitam. Sampai saat ini menurut Kamal belum ada upaya tegas dari pemerintah untuk membantu kehidupan penarik becak BSA. Hal tersebut seperti penuturan Kamal berikut:


(73)

“ Perawatannya agak susah ini, karena motor tua itu. Mopen pun sudah banyak kali kan sekarang, belum lagi becak-becak Jepang itu. Gak ada usaha pemerintah untuk membantu kami ini, becak-becak ilegal itu dibiarkannya bekeliaran, padahal tak ada ijinnya.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011)

Kini dengan kehadiran becak ilegal dan semakin banyaknya jumlah mobil angkutan umum, membuat Kamal hanya bisa mendapatkan penghasilan bersih lima puluh ribu perhari, hal tersebut menurutnya sudah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan dari penghasilan itu biasanya Kamal dapat menyisihkan sepuluh ribu rupiah untuk ditabung. Seperti penuturan Kamal berikut ini:

“ Kalau sekarang paling satu hari dapat lima puluh bersih, bisalah sepuluh ribu disisihkan untuk ditabung.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011)

“ Yah kalau dibilang cukup, cukuplah, kan kami dirumah cuma bertiga sama cucu.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 desember 2011)

Kamal memiliki delapan orang anak dan dua belas cucu, dimana anak laki-laki pertama dan kedua bekerja sebagai pemborong di Jawa, anak laki-laki


(74)

ketiga bekerja sebagai TNI Angkatan Darat di Jakarta, anak laki-laki keempat juga anggota TNI dan tergabung dalam KOPASSUS di Jakarta , anak laki-laki kelima bekerja sebagai supir truk antar provinsi dan menetap di Medan, anak perempuan keenam ibu rumah tangga tinggal di Medan, anak laki-laki ke tujuh bekerja sebagai supir mobil angkutan kota di Medan, dan anak laki-laki kedelapan bekerja sebagai buruh bangunan di Pematangsiantar. Karena semua anak Kamal sudah bekerja, pada saat terdesak biasanya Kamal mendapatkan bantuan keuangan dari anak-anaknya. Hal tersebut seperti penuturan Kamal berikut ini:

“ Kalau cucu sudah dubelas, cucu yang dari anak yang perempuan tinggal sama bapak dirumah. Anak ada delapan, yang paling besar sama nomor dua itu pemborong di Jawa, yang ketiga sama yang keempat di Jakarta jadi TNI AD sama KOPASSUS, yang kelima bawak truk, yang keenam perempuan, ibu rumah tangga tinggal di Medan, yang ketujuh bawak angkot di Medan, yang paling kecil disiantar kerja bangunan.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011)

“ Kalau pemasukan lagi gak ada, mau juga anak-anak ngirim uang.” (wawancara kedua, informan ketiga, 21 Januari 2012)

Kamal bersama dengan istri dan seorang cucu dari anak nya yang paling kecil menetap di rumah pribadi Kamal dengan kondisi rumah semi permanen berlantaikan semen. Karena sumber air dari rumah Kamal menggunakan sumur bor, dalam satu bulan ia hanya perlu membayar rekening listrik sebesar tiga puluh


(75)

ribu rupiah. Menurutnya Kamal masih merasa belum puas dengan kondisi rumahnya sekarang. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Kamal berikut:

“ Kalau rumah setengah batu setengah kayu, lantainya udah semen. Ya belum puas, dengan kondisi rumah sekarang.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011)

“ Uang listrik biasa tiga puluh sebulan, kalau air pakek sumur bor.” (wawancara kedua, informan ketiga, 21 Januari 2012)

Mengenai kondisi kesehatan dirinya dan keluarga, Kamal mengatakan bahwa saat ini dirinya dan istri sering mengalami sakit, biasanya jika Kamal atau istrinya sedang sakit dan harus dibawa kerumah sakit, biaya perobatan ditanggung oleh anak-anaknya. Hal tersebut seperti yang di ungkapkan Kamal berikut ini:

“ Ya sekarang ini sering sakit nak, sering kenak angin duduk bapak. Kalau masuk rumah sakit, biasanya anak-anak patungan.”

(wawancara kedua, informan ketiga, 21 Desember 2011)

Dalam satu hari Kamal biasanya hanya makan dua kali, yaitu saat sarapan pagi dan makan malam, namun istri dan cucu Kamal tetap makan tiga kali sehari. Kamal beralasan jika ia makan siang dirumah atau membeli diluar, maka penghasilan yang diterimanya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menu makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh Kamal dan keluarga


(76)

adalah ikan gembung, atau telur dan sayur. Hal tersebut seperti penuturan Kamal berikut:

“ Satu hari itu bapak makan dua kali, sebelum kerja pagi, sama pulang malam. Kalau makan siang lagi, gak cukup nanti uangnya buat sehari-hari dirumah.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011) “ Kalau orang rumah makan tetap tiga kali sehari.” (wawancara kedua, informan ketiga, 21 Januari 2012)

Menurut Kamal, hubungan sosial antara sesama penarik becak BSA terjalin sangat baik, misalnya jika ada penarik becak BSA yang mogok dijalan, maka penarik becak BSA yang lain akan datang menolong untuk memperbaiki becak BSA tersebut. Selain itu menurut Kamal, semenjak para penarik becak BSA di kota Pematangsiantar tergabung didalam organisasi BOM’S, rasa kesetiakawanan antar penarik becak BSA juga semakin tinggi, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh BOM’S terhadap penarik becak BSA di kota Pematangsiantar. Namun mengenai hubungan meraka dengan penarik becak ilegal berplat hitam, Kamal mengatakan bahwa hubungan yang ada tidak baik, misalnya saja tidak bertegur sapa saat berselisih jalan. Hal tersebut seperti penuturan Kamal berikut:


(77)

“ Kalau dengan penarik becak BSA ya baik kali, tau itu mereka bagaimana bapak.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011)

“ Sejak di BOM’S ini sering dibuat kegiatan kayak ulang tahun BOM’S, pembagian sembako, banyaklah. Kalau dengan becak Jepang, teguran pun tidak.” (wawancara pertama, informan ketiga, 21 Januari 2012)

Saat ini Kamal berharap agar pemerintah membantu biaya pemeliharaan becak BSA, karena menurutnya becak BSA ini merupakan benda cagar budaya kota Pematangsiantar. Terhadap organisasi BOM’S Kamal berharap agar tetap mengayomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Kamal berikut:

“ Ya maunya dibantu lah becak-becak BSA ini, kan ini benda cagar budaya.”

(wawancara pertama, informan ketiga, 21 Desember 2011) “ Tetap di ayomilah kami-kami ini.”

(wawancara kedua, informan ketiga, 21 Januari 2012)

Sampai saat ini Kamal masih merasa senang dengan profesi penarik becak BSA, walaupun penghasilan yang didapat dari menarik becak BSA hanya dapat memenuhi kebutuhan seadanya, namun Kamal tetap bersyukur. Selain itu lingkungan sosial penarik becak BSA yang sangat baik menurutnya membuat ia


(78)

tetap betah dengan profesi dan komunitas penarik becak BSA di kota Pematangsiantar.


(1)

INTERNET

http://www.detikfinance.com(diakses pada tanggal 06 oktober 2011 pukul 19.30 WIB). http://www.menegpp.go.id(diakses pada tanggal 20 oktober 2011 pukul 20.00 WIB). http://pematangsiantar.go.id(diakses pada tanggal 15 desember 2011 pukul 12.00 WIB).

http://siantarkota.bps.go.id(diakses pada tanggal 15 desember 2011 pukul 13.00 WIB).

http://sumutprov.go.id(diakses pada tanggal 15 desember 2011 pukul 12.30 WIB). http://www.wikibooks.com(diakses pada tanggal 06 oktober 2011 pukul: 20.00 WIB). http://www.wikipedia.com(diakses pada taggal 06 oktober 2011 pukul: 20.30 WIB).


(2)

LAMPIRAN DRAFT WAWANCARA:

1. Bagaimana latar belakang dan identitas informan?

2. Mengapa informan memilih profesi sebagai penarik becak BSA dan sudah berapa lama informan menjalankan profesi tersebut?

3. Bagaimana kondisi yang dialami oleh informan dalam menjalankan profesi sebagai penarik becak BSA? Adakah hambatan yang ditemui dan bagaimana cara menyelesaikannya?

4. Bagaimana penghasilan harian yang diterima informan? 5. Bagaimana kondisi pendidikan anak-anak informan?

6. Bagaimana usaha yang dilakukan informan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya? Adakah hambatan yang ditemui dan bagaimana cara menyelesaikannya?

7. Bagaimana situasi tempat tinggal informan?

8. Bagaimana kondisi kesehatan informan dan keluarganya?

9. Bagaimana usaha yang dilakukan informan jika dirinya atau salah satu anggota keluarganya terkena penyakit?

10.Bagaimana gambaran makanan yang dikonsumsi oleh informan dan keluarganya serta berapa kali sehari informan dan keluarganya makan?


(3)

DATA VISUAL

Gambar 1. Informan pertama (Marsius) sedang mengantar sewa.


(4)

Gambar 3. Informan kedua (Nuh) sedang mengantar sewa.

Gambar 4. Informan kedua (Nuh) sedang membersihkan becaknya di halaman depan rumahnya.


(5)

Gambar 5. Informan ketiga (Kamal) saat sedang menunggu penumpang, di sekitar pajak Parluasan Pematangsiantar.

Gambar 6. Informan keempat (Ucok) saat melakukan pekerjaan tambahannya sebagai montir, didepan rumahnya.


(6)

Gambar 7. Informan keempat (Ucok) sedang tawar menawar ongkos dengan calon penumpang.