PENGGUNAAN METODE KISAH DAN PENANAMAN NILAI KETELADANAN DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMKN 1 JENANGAN PONOROGO SKRIPSI

  

PENGGUNAAN METODE KISAH DAN PENANAMAN NILAI

KETELADANAN DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR

SISWA KELAS X PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMKN 1

JENANGAN PONOROGO

SKRIPSI

OLEH: JULIA INDA NIM: 210314165 OLEH JULIA INDAH PRATIWI NIM: 210314165 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  ABSTRAK

Pratiwi, Julia Indah, 2018. Penggunaan Metode Kisah dan Penanaman Nilai Keteladanan dalam

  Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas X Pada Mata Pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

  Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing Muhamad Nurdin, M.Ag.

  Kata Kunci: Metode Kisah, Penanaman Nilai Keteladanan, Minat Belajar, PAI

  Penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan merupakan metode yang penting dalam menanamkan nilai-nilai kepada siswa serta menumbuhkan minat belajar siswa. Hal ini dilakukan karena pendidikan kurang dalam menyadarkan nilai secara bermakna. Dimana pemaknaan pendidikan yang syarat dengan penanaman nilai bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer pengetahuan. Sehingga menjadikan tantangan para pendidik dalam menanamkan nilai-nilai keteladanan.

  Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui alasan menggunakan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. (2) mengetahui jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan bagi siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. (3) mengetahui hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

  Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data model interaktif (alur) Miles dan Huberman yang meliputi data reduction, data display, dan conclusion/verivication .

  Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Latar belakang penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, karena dengan kisah dapat menyentuh hati, sehingga siswa senang akan adanya kisah dan siswa suka meniru serta meneladani guru, sehingga dengan rasa suka minat belajar mereka terbangun. (2) Jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, belum menggunakan metode cerita menurut Moeslichatoen, melainkan menggunakan bentuk metode cerita tanpa alat peraga dengan bercerita secara langsung menggunakan lisan yang dibawakan secara humor. Menggunakan bentuk metode keteladanan disengaja dengan menceritakan kisah Rasulullah dan pengalaman hidup serta kisah moral, membawa anak ke masjid untuk sholat dhuha, pemberian contoh menjadi imam sholat dan ikut dalam kegiatan bakti sosial. Sedangkan bentuk metode keteladanan tidak disengaja, dari sikap guru yang ramah, baik, humoris, sering menasehati, pemberian amalan, doa-doa dan sunah rasul, serta pembiasaan sholat dhuha dan pembacaan asma>ul h}usna. (3) Hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, siswa lebih mudah memahami isi materi dan menerapkan ilmu yang dipelajarinya. Hal tersebut telah dilaksanakan dalam bentuk pembiasaan sholat dhuha dan membaca asma>ul h}usna, amalan- amalan, doa-doa, serta sunah rasul. Hasil terhadap minat belajar siswa meningkat, karena siswa lebih suka dan memiliki perhatian lebih dalam belajar, sehingga mengalami peningkatan hasil belajar dengan rata-rata siswa mendapatkan nilai 90, sedangkan sebelumnya rata-rata siswa hanya mendapatkan nilai 80.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya mutu Pendidikan Nasional tidak hanya disebabkan oleh kelemahan pendidikan dalam membekali kemampuan akademis kepada peserta didik. Lebih dari itu ada hal lain yang tidak kalah penting, yaitu kurangnya penyadaran nilai

  secara bermakna. Dimana pemaknaan pendidikan yang syarat dengan penanaman nilai bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer

  1 pengetahuan.

  Hal ini merupakan tantangan para pendidik untuk dapat menanamkan nilai sebagai suatu kebiasaan berperilaku dari nilai-nilai yang diperoleh siswa di sekolah.

  Dimana penanaman nilai merupakan salah satu pendekatan dari pendidikan nilai yang perlu diaktualisasikan kepada peserta didik.

  Pendidikan nilai itu sendiri dalam ranah ilmu pengetahuan merupakan aksiologi pendidikan, sejauh mana pendidikan memunculkan dan menerapkan nilai kepada peserta didik. Inilah kajian pendidikan nilai yaitu meneliti, menelaah dan menemukan kaidah kebermanfaatan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Menurut Sastraprateja pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada

  2 diri seseorang. 1 Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2011), 146- 147. 2 Ibid., 11-12.

  Penanaman nilai yang diambil peneliti di sini ialah penanaman nilai keteladanan. Keteladanan adalah perbuatan yang patut ditiru dan dicontoh.

  Penanaman nilai keteladanan ini sendiri harus diemban oleh para pendidik serta menjadikan figur kepribadian pendidik sebagai panutan bagi peserta didik, agar peserta didik tidak hanya mendapatkan suapan ilmu pengetahuan secara kognitif, melainkan juga menempatkan sisi afektif untuk menerapkan nilai tersebut menjadi suatu kebiasaan dalam hidupnya. Hal ini penting diterapkan agar peserta didik benar- benar dapat mengambil nilai dari pendidikan yang diajarkan di sekolah. Oleh karena itu, guru maupun pendidik harus dapat mempertimbangkan dan memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dengan melihat ketertarikan/minat belajar peserta didik itu sendiri agar diperoleh pembelajaran yang efektif.

  Penggunaan metode-metode yang sering dipakai, seperti metode ceramah, metode diskusi, dan metode tanya jawab. Metode yang dapat diambil peneliti untuk mengatasi masalah tersebut ialah dengan menggunakan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan. Dengan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan, pembelajaran dapat berjalan menyenangkan serta dapat menanamkan nilai keteladanan dari para tokoh dalam kisah tersebut untuk dijadikan panutan dalam berperilaku siswa.

  Guru PAI dalam proses pembelajaran di kelas dapat menerapkan proses penanaman nilai dengan memanfaatkan keungulan nilai dalam cerita Islam yang tabiin, atau orang sholeh yang porsi pengungkapannya lebih sedikit dibandingkan

  

3

dengan hafalan dan olah pikir tentang dalil.

  Metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan Islam menurut Al- Nahlawi. Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan hati seseorang. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita, dan menyadari pengaruhnya sangat besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam menyuguhkan kisah-kisah untuk dijadikan salah satu metode dalam proses pendidikan sehingga dapat diambil hikmah dan pelajaran dari

  4

  kisah tersebut. Metode kisah atau cerita merupakan suatu faktor pendidikan yang penting untuk menumbuhkan sikap, mengubah nilai-nilai, menyeru kepada kebaikan, serta menghias diri dengan akhlak dan sifat-sifat yang mulia, karena cerita

  5 mempunyai daya kekuatan, pengaruh dan bimbingan.

  Dengan metode kisah pun lebih mudah untuk dipahami dibandingkan dengan wacana yang sering kaku dan sulit untuk dicerna peserta didik. Tentu ini merupakan tantangan guru PAI, bagaimana mengemas kisah menarik untuk peserta didik, yang diharapkan peserta didik lebih memahami materi terkait, selain itu dapat mengambil nilai keteladanan dari kisah yang diceritakan. Muhammad Ihsan, mengatakan bahwa pemahaman siswa dengan adanya metode kisah dapat lebih memahamkan siswa. Jika 3 4 Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 157.

  Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 262. 5 Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 66. kisah tersebut ditayangkan, siswa dapat mengetahui fakta kebenarannya, karena dengan metode cerita dapat menggali sejauh mungkin tentang sejarah terutama dibuktikan dengan peninggalan sejarah yang nyata. Maka Penanaman nilai dapat

  6 dilakukan dengan pembiasaan.

  Melihat latar belakang penelitian mengenai banyaknya peserta didik yang memiliki minat membaca dan belajar rendah. Maka guru PAI harus benar-benar mempertimbangkan faktor pemilihan metode pengajaran yang tepat, diantara salah satunya faktor peserta didik, hal ini melihat latar belakang diantarannya kecerdasan,

  7

  bakat, minat, hobi. Sehingga guru harus jeli terhadap kebutuhan peserta didiknya salah satunya dalam menggunakan metode pembelajaran.

  Membangkitkan minat belajar peserta didik juga merupakan tugas guru, yang mana guru harus benar-benar bisa menguasai semua ketrampilan yang menyangkut pengajaran, terutama keterampilan dalam bervariasi, keterampilan ini sangat mempengaruhi minat belajar siswa seperti halnya bervariasi dalam gaya mengajar, jika seorang guru tidak menggunakan variasi tersebut, siswa akan cepat bosan dan jenuh terhadap materi pelajaran. Untuk hal tersebut hendaklah menggunakan variasi dalam gaya mengajar, agar semangat dan minat siswa dalam belajar meningkat, jika sudah begitu hasil belajar pun sangat memuaskan dan tujuan pembelajaran akan

  6 7 Lihat pada transkip wawancara dalam lampiran penelitian ini, Kode 01/W/18-01/2018.

  Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 199.

  8

  tercapai dengan maksimal. Muhammad Ihsan, mengatakan mengenai respon peserta didik terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode kisah ialah sangat senang dan sangat antusias. Rata-rata peserta didik mau diulang-ulang dalam bentuk cerita. Ini merupakan kemauannya peserta didik terhadap materi cerita/kisah. Dengan adanya metode kisah minat belajar meningkat, siswa senang jika kisah dapat ditampilkan melalui monitor, sehingga mereka dapat mengetahui bukti nyata secara langsung. Begitupun dengan Anwarudin, mengatakan dengan menggunakan metode kisah anak lebih suka apalagi jika ditambah penyampaian lewat media (LCD) semisal

  9 tentang Nabi, jadi ada bukti fakta kebenarannya.

  Melihat kembali terhadap pentingnya metode kisah dan penanaman nilai keteladanan, serta minat belajar peserta didik yang perlu ditingkatkan. Peneliti tertarik mengangkat judul Penggunaan Metode Kisah dan Penanaman Nilai Keteladanan dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas X Pada Mata Pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

B. Fokus Penelitian

  Maka Fokus Penelitian terbatas dengan penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. 8 Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran Membantu Meningkatkan Mutu Pembelajaran sesuai Standar Nasional (Yogyakarta: Teras, 2012), 175-176. 9 Lihat pada transkip wawancara dalam lampiran penelitian ini, Kode 01/W/18-01/2018 dan 02/W/18-01/2018.

C. Rumusan Masalah

  Mengacu pada latar belakang di atas, maka penulis rumuskan beberapa rumusan yang akan dibahas yaitu:

  1. Apa latar belakang penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo?

  2. Apa jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo?

  3. Bagaimana hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo? D.

   Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu:

  1. Untuk mengetahui alasan menggunakan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

2. Untuk mengetahui jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan bagi siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

  3. Untuk mengetahui hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

E. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.

  Secara Teoretis Diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan di bidang pendidikan berkaitan dengan metode yang efektif, salah satunya metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa.

  Bagi penulis sendiri yaitu untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam menerapkan metode pembelajaran menarik yang dapat menarik minat belajar peserta didik.

2. Secara Praktis

  Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi guru di SMKN 1 Jenangan dalam meningkatkan minat belajar siswa melalui metode kisah dan penanaman nilai yang dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dan dalam kehidupan sehari-hari.

F. Sistematika Pembahasan

  Untuk memudahkan penyusunan dalam penelitian kulitatif ini sistematika pembahasan secara keseluruhan terdiri dari enam bab, yang disusun sebagai berikut:

  Bab I berisi pendahuluan yang di dalamnya memuat latar belakang masalah yang memaparkan tentang kegelisahan peneliti. Fokus penelitian sebagai batasan masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah berupa pertanyaan yang akan menjawab permasalahan dalam penelitian. Tujuan penelitian merupakan sesuatu yang diperoleh setelah penelitian selesai. Manfaat penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan dan terjawabnya rumusan masalah secara akurat. Sistematika pembahasan yang merupakan gambaran dari seluruh isi skripsi.

  Bab II berisi tentang telaah pustaka untuk menentukan posisi penelitian ini terhadap penelitian terdahulu. Serta kajian teoretik yang membahas tentang metode kisah, penanaman nilai keteladanan, PAI, minat belajar.

  Bab III berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Data dan Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Temuan, Tahapan- tahapan Penelitian. Bab IV berisi data umum dan data khusus. Data umum berisi tentang latar objek penelitian yang meliputi: sejarah berdiri, keadaan guru, siswa, sarana prasarana. Data khusus memaparkan penggunaan metode kisah terhadap penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI Kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

  Bab V berisi analisis data dengan menggunakan teori-teori yang ada pada bab II yang menghasilkan temuan penelitian tentang penggunaan metode kisah terhadap

  Bab VI berisi penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Bab ini mempermudah pembaca dalam mengambil intisari hasil penelitian.

BAB II TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORI A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan penelitian terdahulu yang ada

  relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun karya skripsi tersebut adalah: Lailatus Salamah dalam penelitiannya dengan judul Efektivitas Metode Kisah dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah Almaarif Singosari Malang .

  Hasil penelitian ini menunjukkan metode kisah dalam pembelajaran aqidah akhlak di madrasah Aliyah Almaarif Singosari Malang sebagai salah satu bentuk variasi metode yang diharapkan dapat membantu pendidik dalam proses belajar mengajar agar lebih memudahkan dalam menyampaikan materi dan menumbuhkan hasil yang maksimal. Penerapan metode kisah tersebut sangat efektif karena membuat siswa lebih antusias dan lebih mudah memahami materi pelajaran serta dapat memberikan

  10 tauladan dalam bersikap dan bertingkah laku.

  Tri Isnaini dalam penelitiannya dengan judul Implementasi Metode Cerita

  Islami dalam Menanamkan Moral Keagamaan di TK Islam Terpadu Permata Hati Ngaliyan Semarang. Penelitian ini mengatakan bahwa Implementasi metode cerita 10 Lailatus Salamah, Efektivitas Metode Kisah dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah Almaarif Singosari Malang (Skripsi, UIN Malang, Malang, 2008).

  Islami dalam menanamkan moral keagamaan di TK Islam Terpadu Permata Hati Ngaliyan Semarang diklasifikasikan pada persiapan, materi, penyampaian, alat peraga dan evaluasi yang semuanya baik. Kemudian hal tersebut dipengaruhi faktor penunjang dan penghambat. Faktor penunjang diantaranya pendidik, lingkungan dan sumber belajar. Faktor penghambat diantarannya hambatan waktu, hambatan

  11 pengelolaan kelas, dan hambatan alat untuk bercerita.

  Firman Hakim dalam penelitiannya dengan judul Nilai-Nilai Keteladanan

  

dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa di SMK NU Ungaran,

Kab. Semarang, Jawa Tengah Tahun 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk

  pelaksanaan nilai keteladanan dalam proses pembelajaran di SMK NU Ungaran dilaksanakan dua cara yaitu keteladanan disengaja meliputi, guru menceritakan tentang kegigihan dan kesabaran para Nabi dalam berjuang menyiarkan agama Islam, berkerudung bagi guru perempuan dan berpeci untuk guru pria, memberikan motivasi, menahan amarah, sabar, memilih perkataan yang baik dan berdoa sebelum proses belajar mengajar. Keteladanan tidak disengaja meliputi adil terhadap semua siswa di dalam kelas, tidak telat masuk kelas, dan lain-lain. Kemudian tahap pembentukan nilai dengan tahap menyimak, menanggapi, memberi nilai, mengorganisasikan nilai, tahap karakteristik nilai, siswa mempraktekan sholat jamaah dzuhur, menghormati guru, membuang sampah pada tempatnya dan lain-lain, siswa 11 Tri Isnaini, Implementasi Metode Cerita Islami dalam Menanamkan Moral Keagamaan di TK Islam Terpadu Permata Hati Ngaliyan Semarang (Skripsi, UIN Walisongo, Semarang, 2015). mampu menangkap nilai keteladanan tidak hanya sekedar perilaku saja, siswa sudah mampu membentuk kepercayaan kebenaran terkait dengan keyakinan yang mereka tangkap dan mampu mengembangkan nilai menjadi prinsip yang melandasi setiap tingkah lakunya setiap hari. Implikasi pelaksanaan nilai keteladanan meliputi komponen kognisi, kompenen afeksi, dan komponen psikomotorik prinsip yang sudah melekat pada siswa seperti sholat dzuhur berjamaah bersama guru,

  12 mengucapkan salam ketika bertemu, dan lain-lain.

  Dari telaah pustaka yang telah dilakukan, penulis ingin mengemukakan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan di atas dan belum ada yang mengulasnya. Persamaannya ialah sama-sama mengulas mengenai penggunaan metode kisah dalam pembelajaran, yang membedakan ialah dalam penelitian ini ingin mengetahui bagaimana metode kisah dan penanaman nilai keteladanan bagi siswa dapat meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. Sedangkan, penelitian terdahulu mengulas efektivitas metode kisah dalam pembelajaran, penanaman moral keagamaan melalui cerita, dan nilai- nilai keteladanan dalam pembelajaran PAI.

12 Firman Hakim, Nilai-Nilai Keteladanan dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

  

Bagi Siswa di SMK NU Ungaran, Kab. Semarang, Jawa Tengah Tahun 2011 (Skripsi, STAIN

Salatiga, Salatiga, 2011).

B. Kajian Teori 1. Metode Kisah a. Pengertian Metode Kisah

  Metode pembelajaran didefiniskan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan

  13 pembelajaran.

  Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar, metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan

  14

  hati yang mendalam. An-Nahlawi mengungkapkan bahwa dalam Al-Quran dan as-Sunnah dapat ditemukan berbagai metode pendidikan Islam yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan membangkitkan semangat peserta didik. Metode tersebut diantara salah satunya adalah metode

  15

  mendidik dengan kisah-kisah Qurani dan Nabawi. Metode kisah Qurani 13 dan Nabawi adalah penyajian bahan pembelajaran yang menampilkan cerita-

  Hamzah B. dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran, Aktif, Inofatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 7. 14 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 160. 15 Janawi, Metodologi dan Pendekatan Pembelajaran (Yogyakarta: Ombak, 2013), 143. cerita yang terdapat dalam Al-Quran dan hadits Nabi. Kisah Qurani bukan semata-mata karya seni yang indah, tetapi juga cara mendidik umat agar beriman kepada-Nya. Dalam pendidikan Islam, kisah merupakan metode yang sangat penting karena dapat menyentuh hati manusia. Kisah menampilkan tokoh dalam konteks yang menyeluruh sehingga pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati, seolah-olah ia sendiri yang menjadi

  16 tokohnya.

  Metode kisah diisyaratkan dalam Al-Quran:

  ِهِلْبح ق ْنِم حتْنُك ْنِإحو حنآْرُقْلا احذحه حكْيحلِإ احنْ يححْوحأ احِبِ ِصحصحقْلا حنحسْححأ حكْيحلحع ُّصُقح ن ُنْحنَ يِلِفاحغْلا حنِمحل

  Artinya: “Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan

  mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui .

  ” (Q.S. Yusuf: 3). Kemudian diperkuat oleh ayat lain yang berbunyi:

  ِااحبْل ا ِوو ةٌ حرْ بِع ْ ِ ِصحصحق ِ حناحك ْ حقحل

  Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. 16 (Q.S. Yusuf:111).

  Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam Fakta Teoretis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif (Jakarta: Amzah, 2013), 142.

  Al-Qis}a<s} berarti kisah atau peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di

  17

  masa yang lalu. Secara epistimologis lafaz} qas}a>s} merupakan bentuk jamak qis}as merupakan bentuk masdar dari kata } qas}a> ya qus}u> dapat berarti menceritakan, juga dapat mengandung arti menelusuri/mengikuti jejak.

  Makna dalam sebagian besar ayat-ayat beratikan kisah atau cerita.

  Qas}a>s}

  18 Secara terminologis Qas}a>s berarti:

  1) Menurut Abdul Karim al-Khatib, kisah-kisah al-Quran adalah berarti al- Quran tentang umat terdahulu.

  2) umat-umat

  Kisah-kisah dalam al-Quran yang menceritakan ih}wal terdahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang mendatang.

b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Kisah

  19 Kelebihan metode kisah diantaranya sebagai berikut:

  1) Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat siswa. Karena setiap anak didik akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut.

  2) Mengarahkan semua emosi hingga menyatu pada satu kesimpulan yang 17 menjadi akhir cerita. 18 Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ombak, 2013), 157. 19 M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2003), 300.

  Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, 162.

  3) Kisah selalu memikat, karena mengundang pendengaran untuk mengikuti peristiwannya dan merenungkan maknanya.

  4) Dapat mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.

  20 Kekurangan Metode Kisah diantarannya sebagai berikut:

  1) Pemahaman siswa menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain.

  2) Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan siswa. 3)

  Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud, sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan.

  Maka alternatif yang ditawarkan untuk mengatasi kekurangan metode

  21

  kisah diantarannya sebagai berikut: 1) harus mengetahui dan paham benar alur cerita yang disampaikan.

  Guru 2)

  Guru harus menyelaraskan tema materi dengan cerita atau tema cerita dengan materi.

  3) Anak didik harus lebih berkonsentrasi terhadap cerita sehingga menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur cerita itu sampai selesai.

  20 21 Ibid., 162.

  Ibid., 163.

c. Tujuan adanya kisah dan Fungsi Kisah

  22 Maksud dan tujuan Kisah menurut Manna al-Qathan:

  1) Menjelaskan prinsip dakwah agama Allah SWT. dan keterangan pokok- pokok shari>at yang dibawa oleh masing-masing nabi dan rasul.

  2) Memantapkan hati Rasulullah serta umatnya serta memperkuat keyakinan kaum muslimin terhadap kebenaran yang benar dan kehancuran yang fatal.

  3) Mengoreksi pendapat para ahlul Kitab yang suka menyembunyikan keterangan dan petunjuk kitab sucinya dan membantahnya dengan argumentasi-argumentasi yang terdapat pada kitab-kitab sucinya sebelum dirubah mereka sendiri.

  4) Lebih meresapkan pendengaran dan memantapkan keyakinan dalam jiwa pendengarnya, karena kisah-kisah itu merupakan salah satu dari bentuk peradaban.

  5) Untuk memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran dan kebenaran Rasulullah di dalam dakwah.

  6) Menanamkan pendidikan akhla>qul kari>mah, karena kisah yang baik dapat meresap ke dalam hati nurani dengan mudah, serta mendidik dalam meneladani perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk.

22 M. Munir, Metode Dakwah, 304-305.

  23 Fungsi atau Peranan Kisah:

  1) Memberikan pelajaran untuk dijadikan teladan yang baik. 2) Menggugah hati untuk memahami hal-hal yang bersifat maknawi. 3) Merupakan bagian dari kesenangan manusia.

d. Macam-macam Metode kisah

  Terdapat berbagai macam metode kisah menurut Moeslichatoen diantarannya sebagai berikut: 1) Membaca langsung dari buku cerita. 2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku. 3) Menceritakan dongeng. 4) Bercerita dengan menggunakan papan flanel. 5) Bercerita dengan menggunakan media boneka.

  24

  6) Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan.

  Bentuk-bentuk metode bercerita dibagi menjadi dua macam: 1)

  Bercerita tanpa alat peraga, bentuk cerita yang mengandalkan kemampuan pencerita dengan menggunakan ekspresi muka, gerak tubuh, dan vokal pencerita sehingga yang mendengarkan dapat 23 menghidupkan kembali dalam fantasi dan imajinasinya. 24 Ibid., 306.

  Taranindya Zulhi Amalia dan Zaimatus Sa’diyah, “Bercerita sebagai Metode Mengajar bagi

Guru Raudlatul Athfal dalam Mengembangkan Kemampuan Dasar Bahasa Anak Usia Dini di Desa

Ngambalrejo Bae Kudus,” Thufula, vol 03 (Juli-Desember, 2015), 341.

  2) Bercerita dengan alat peraga, bentuk cerita yang menggunakan alat

  25 peraga bantu untuk menghidupkan cerita.

  Manna Khalil al-Qathan, macam-macam Kisah dibagi menjadi

  26

  tiga: 1)

  Kisah para nabi menyangkut dakwah mereka dan tahapan-tahapan serta perkembangannya, mukjizat mereka, posisi para penentang, akibat orang-orang yang percaya dan yang mendustakan mereka. 2)

  Kisah peristiwa pada masa lalu dan pribadi-pribadi yang tidak diketahui secara pasti apakah mereka nabi/bukan, misalnya kisah Thalut vs Jalut.

  3) Kisah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw seperti perang Badar, Uhud, Khandak dan lain-lain.

  Selain itu ada pembagian kisah ditinjau dari segi waktu, ditinjau dari

  27

  segi materi diantarannya sebagai berikut: 1)

  Ditinjau dari segi waktu:

  a) Kisah hal-hal gha>ib pada masa lalu, yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian gha>ib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indra yang terjadi pada masa lampau. Contohnya kisah-kisah Nabi Nuh, 25 Nabi Musa, dan kisah Maryam.

  Nining. 20 Mei 2016. Metode Bercerita, (online), diakses 8 Juli 2018) 26 27 M. Munir, Metode Dakwah,301.

  Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2013), 306-311. b) Kisah hal-hal gha>ib pada masa kini yaitu kisah yang menerangkan hal-hal gha>ib pada masa sekarang. Contohnya tentang Allah dengan segala sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, kenikmatan surga, dan sebagainya.

  c) Kisah hal-hal gha>ib pada masa yang akan datang, yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunya al-Quran, kemudian peristiwa itu benar- benar terjadi. Contohnya seperti kemenangan bangsa Romawi atas Persia, yang diterangkan ayat 1-4 surat Ar-Rum, dan sebagainya.

  2) Ditinjau dari segi materi:

  a) Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, dan penentang serta pengikut mereka. Contohnya kisah Nabi Adam, Nabi

  Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad SAW dan lain-lain.

  b) Kisah orang-orang yang belum tentu Nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu. Contohnya kisah Lukmanul Hakim, Qarun, Ashabul

  Khahfi, Ashhabus Sabti, dan lain-lain.

c) Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian zaman Rasulullah.

  Contonya kisah Perang Badar, Perang Uhud, Perang Hunain, Perang

  28 28 Tabuk, Perang Ahzab, Hijrah, dan lain-lain.

  Ibid., 306-311.

e. Penerapan Penggunaan Metode Kisah

  Dalam penggunaan metode kisah, perlu adanya strategi penerapan metode kisah diantaranya sebagai berikut: 1)

  Penggalan kisah dapat dijadikan pengantar untuk membawa murid pada suatu pemikiran, penghayatan, terhadap nilai-nilai tertentu.

  2) Penggalan kisah Qurani dapat dijadikan sebagai materi pokok dalam topik bahasan yang disampaikan.

  3) Penggalan kisah dapat dijadikan sebagai alat untuk memancing perhatian murid terhadap materi yang disampaikan.

4) Penggalan kisah dapat dijadikan alat untuk memancing emosi.

  5) Potongan kisah dijadikan alat untuk memancing rasa ingin tahu murid hingga muncul motivasi untuk mengetahui kisah secara lengkap.

  6) Potongan kisah dijadikan sebagai titik kulminasi penghayatan murid terhadap penanaman suatu nilai-nilai tertentu seperti menumbuhkan

  29 keberanian, kejujuran, keikhlasan, kesabaran.

  Kisah sebagai metode pendidikan amat penting karena dalam kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini karena terdapat beberapa alasan yang mendukungnya yaitu: kisah senantiasa memikat karena mengundang pembaca/pendengar untuk mengikuti peristiwanya dan 29 merenungkan maknanya, kisah dapat menyentuh hati manusia, karena kisah Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran, 104. menampilkan tokoh dalam konteksnya secara menyeluruh sehingga pembaca/pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut, kisah qurani mendidik keimanan dengan cara membangkitkan perasaan

  

30

  sehingga terlibat secara emosional. Dengan Kisah dapat menyetuh hati para peserta didik, sehingga mereka tertegun hatinya dan diharapkan mereka dapat menjadikan para tokoh kisah tersebut sebagai model keteladanan dalam berperilaku. Kisah-kisah penuh hikmah akan senantiasa menggugah hati setiap orang. Tidak banyak orang yang menyadari, bahwa sesungguhnya kisah-kisah hikmah merupakan media yang sangat efektif dalam menyampaikan pesan moral dan keagamaan. Bahkan, bisa jadi kisah-kisah hikmah akan jauh lebih efektif dalam membentuk karakter dan kesadaran

  31 seseorang, ketimbang ajaran moral yang disajikan secara kaku dan tekstual.

  Kisah yang termuat dalam Al-Quran dan Hadis mempunyai banyak nilai-nilai yang penting yang bisa diambil untuk dijadikan pelajaran bagi

  32

  manusia. Dimana kisah yang dimaksudkan dalam metode sangat

  33 bermanfaat untuk menyampaikan informasi dan pelajaran.

  30 31 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, 263.

  Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah bagi Perjuangan Para Da’i (Jakarta: Amzah, 2008), 101. 32 33 M. Munir, Metode Dakwah, 299.

  Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 209.

2. Pendidikan Nilai a. Pengertian Nilai dan Pendidikan Nilai

  Nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang identitas diyakini sebagai suatu yang memberikan corak yang khusus kepada

  34 pola pemikiran, perasaan, ketertarikan maupun perilaku.

  Definisi-definisi nilai dalam buku Mengartikulasikan Pendidikan

  

35

Nilai diantarannya sebagai berikut:

  1) Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya.

  2) Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.

  Kesimpulannya nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Sedangkan menurut Zaim Elmubarok nilai secara garis

  36

  besar dibagi menjadi dua: 1)

  Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain.

  Nilai nurani adalah kejujuran keberanian, cinta damai, keandalan diri, 34 potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian dan kesesuaian.

  Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 202. 35 36 Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 9-11.

  Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai (Bandung: Alfabeta, 2009), 7.

  2) Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan/diberi yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada kelompok nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati.

  Pengertian Pendidikan Nilai, menurut beberapa ahli diantarannya sebagai berikut:

  37

  1) Kosasih Jahiri, pendidikan nilai mengacu pada aksiologi pendidikan, sejauh mana pendidikan itu memunculkan dan menerapkan nilai/moral kepada peserta didik.

  38

  2) Sastraprateja, pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada seseorang.

  3) Pendidikan nilai mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten.

b. Pendekatan Pendididikan Nilai

  Menurut Superka ada lima pendekatan pendidikan nilai diantarannya dijelaskan sebagai berikut:

  39

  37 Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 9-11. 38 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai , 12. 39 Ibid., 60-73.

  1) Pendekatan penanaman nilai

  Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Menurut Superka tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.

  Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran diantarannya keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peran.

  Menurut Superka pendekatan ini digunakan secara meluas oleh

  40 masyarakat, terutama dalam penanaman nilai-nilai agama dan budaya.

  2) Pendekatan perkembangan kognitif

  Pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya untuk mendorong siswa berperan aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. 3)

  Pendekatan analisis nilai Pendekatan ini menekankan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial.

40 Ibid., 61.

  4) Pendekatan klarifikasi nilai

  Pendekatan ini menekankan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri untuk meningkatkan

  41 kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.

  5) Pendekatan pembelajaran berbuat

  Pendekatan ini menekankan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral baik secara

  42 perseorangan maupun secara bersama-sama dalam satu kelompok.

3. Metode Penanaman Nilai Keteladanan a. Pengertian Metode Penanaman Nilai Keteladanan

  Penanaman nilai merupakan pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Tujuan dari penanaman nilai ini adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa, berubahnya

  43 nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.

  Sedangkan keteladanan dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, ”Keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu perbuatan yang patut

  44

  ditiru dan dicontoh. Jadi keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Kata keteladanan dalam bahasa arab diungkapkan dengan kata 41 u>s}wa>h} dan qudwah}, berarti pengobatan dan perbaikan. Sedangkan menurut 42 Ibid., 71. 43 Ibid., 73. 44 Ibid., 61.

  Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, 117. Al-Ashfahani, al-u>s}wa>h} dan al-i>s}wa>h} sebagaimana kata al-qu>dwah } dan al- qi>dwah berarti suatu keadaan ketika seorang manusia yang mengikuti manusia } lain, terlepas yang diikuti itu dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan atau kemurtda>n.

  Menurut Ibn Zakaria mendefinisikan, bahwa u>s}wa>h berarti qu>dwah yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang

  45 lain.

  Metode Penananaman nilai keteladanan adalah merupakan metode yang lebih efektif dan efisien dalam penanaman nilai-nilai keislaman kepada peserta didik terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan menengah, yang

  46 pada umumnya cenderung meneladani dan meniru guru.

  Keteladanan sangat efektif untuk Internalisasi, karena murid secara psikologis senang meniru, dan karena sanksi-sanksi sosial, yaitu seseorang akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orang-orang di sekitarnya. Dalam islam bahwa peneladanan ini sangat diistemawakan dengan menyebut bahwa

  47 nabi itu teladan yang baik u>s}wah} h}as}anah}.

  Oleh karena itu Allah SWT. mengutus Nabi Muhammad SAW. agar 45 menjadi teladan bagi seluruh manusia dalam merealisasikan sistem 46 Ibid., 117.

  Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 265. 47 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 230. pendidikan Islam tersebut. Dengan kepribadian, sifat tingkah laku dan pergaulannya bersama manusia, Rasulullah SAW, benar-benar merupakan

  interpretasi praktis yang manusiawi dalam menghidupkan h}aki>kat, ajaran,

  ‘adab, dan tash}ri Al-Quran, yang melandasi perbuatan pendidikan Islam serta

  48 penerapan metode pendidikan Qurani yang terdapat di dalam ajaran tersebut.

  Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral, spritual dan sosial. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, yang akan ditirunya dalam tindak-tanduknya, dan tata santunya, disadari ataupun tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam ucapan atau

  49

  perbuatan, baik material atau spritual, diketahui atau tidak diketahui. Oleh karena itu, guru perlu memberikan keteladanan yang baik kepada peserta didik agar dalam proses penanaman nilai-nilai karakter Islami menjadi lebih

  50 efektif dan efisien.

b. Tahap-tahap Penanaman Nilai Keteladanan

  Pendekatan Internalisasi ini merupakan teknik penanaman nilai yang 48 sasarannya sampai pada tahap kepemilikan nilai yang menyatu ke dalam 49 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, 291.

  Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam (Semarang: Asy Syifa, 1981), 2. 50 Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, 267. kepribadian siswa, atau sampai pada tahap karakterisasi atau mewatak.

  51 Tahap-tahap dari teknik internalisasi ini adalah:

  1) Tahap transformasi nilai: pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata- mata merupakan komunikasi verbal.

  2) Tahap tranksaksi nilai, dalam tahap ini guru tidak hanya menginformasikan nilai yang baik dan buruk, tetapi juga terlihat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa diminta untuk memberikan tanggapan yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai tersebut.

  3) Tahap transinternalisasi, tahap ini jauh lebih dalam dari sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosoknya, tetapi lebih pada sikap mentalnya (kepribadian).

  Demikian pula sebaliknya, siswa merespon kepada guru bukan hanya gerakan atau penampilan fisiknya saja, melainkan sikap mental dan kepribadiannya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dalam

  transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-

  masing terlibat secara aktif. Proses dari transinternalisasi itu mulai dari yang

  52 51 sederhana sampai yang kompleks, yaitu mulai dari: Muhaimin M.A., et.al., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 178. 52 Ibid., 179.

  1) Menyimak (receiving), ialah kegiatan siswa untuk bersedia menerima adanya stimulus yang berupa nilai-nilai baru yang dikembangkan dalam sikap afektifnya.

Dokumen yang terkait

UPAYA GURU PAI DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PAI KELAS VIII DI SMP NEGERI 13 MALANG TAHUN PELAJARAN 2014-2015

5 25 32

PENGGUNAAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VA SD NEGERI 1 PRINGSEWU UTARA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 24 50

PENGGUNAAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

20 71 72

PENGGUNAAN MEDIA AUDIO-VISUAL DAN AKTIVITAS BELAJAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR VOCABULARY SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS KELAS X (Quasy Experiment: SMAN 8 GARUT)

0 0 17

HUBUNGAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DENGAN MINAT BERWIRASWASTA SISWA KELAS III SMKN I SAMARINDA

0 0 28

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SILENT WAY DI KELAS X SMKN 1 TALAMAU

0 0 14

MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS X DI SMA NEGERI 1 BALAESANG

0 1 14

PENERAPAN METODE MODELING THE WAY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAI PADA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 AMPEL TAHUN PELAJARAN 20162017 SKRIPSI

0 1 142

PENGGUNAAN MEDIA PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING) DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS 2 SMP NEGERI 26 MAKASSAR

0 0 118

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X TMB DENGAN METODE QUANTUM LEARNING PADA MATA PELAJARAN TEKNIK BUBUT DI SMKN 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - UNS Institutional Repository

0 0 18