Dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat sebagai antidot dan diazepam sebagai terapi suportif keracunan sianida akut pada mencit jantan galur swiss - USD Repository

  

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN SAMPUL SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Brian Handoko Suciadi NIM : 04 8114 139

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Brian Handoko Suciadi NIM : 04 8114 139

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Yang diajukan oleh : Brian Handoko Suciadi

  NIM : 048114139 Telah disetujui oleh :

  Pembimbing Ipang Djunarko, S.Si., Apt Tanggal, 14 Juli 2008

  Pengesahan Skripsi Berjudul

  

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

  Oleh : Brian Handoko Suciadi

  NIM : 048114139 Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi

  Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

  Pada Tanggal 15 Agustus 2008

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Dedicated to : My God -Jesus Christ-,

  Papi, Mami, Albert, Ivone,Saudara-Saudaraku, Almamaterku,

  And everyone’s who know’s Brian

  Kalian memiliki t akdir kepast ian, unt uk mer asakan der it a dan kepedihan.

  J ika hat i kalian masih t er get ar oleh r asa t akj ub menyaksikan kegaib an yang t er j adi dalam kehidupan. maka pedihnya pender it aan t idak kalah menakj ubkan, dar ipada kesenangan.... Selalu ber ikan yang t er indah unt uk per sahabat an, J ika

  Dia har us t ahu musim sur ut mu, Biar lah dia mengenal pula musim pasangmu. Sebab apa makna per sahabat an j ika

Sekedar mengisi wakt u senggang?

  Car ilah ia unt uk ber sama menghidupi Sang wakt u....

  PRAKATA

  Tiba saatnya bagi penulis untuk memanjatkan puji syukur kepada Bapa di surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya membuat penulis mampu untuk menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat Sebagai Antidot Dan Diazepam Sebagai Terapi Suportif Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss”.

  Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata satu Farmasi (S. Farm.), program Studi Ilmu Farmasi Fakultas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk menambah kasanah pengetahuan dalam dunia kesehatan pada umumnya, dan dunia kefarmasian pada khususnya.

  Rasa terimakasihpun pantas penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung terwujudnya skripsi ini. Dukungan baik secara langsung maupun tak langsung yang mereka berikan akan sangat bermanfaat bagi penulis.

  Adapun ucapan terimakasih yang tulus hendak penulis haturkan kepada :

  1. Bapa kami yang ada di surga yang telah mengutus Yesus Kristus untuk ke dunia dan menebus dosa-dosa manusia dan mengajari kita akan cinta kasih.

  2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

  4. Mas Pardjiman, Mas Heru, Mas Kayat selaku Laboran Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bersedia membantu dan menemani penulis selama melakukan penelitian.

  5. Pak Agus (Laboran Farmakologi) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, atas bantuannya dalam menyediakan hewan uji.

  6. Papi dan Mami yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis. Terimakasih atas kebebasan yang diberikan Papi dan Mami hingga membuat penulis menjadi bertanggung jawab dan dewasa.

  7. Oh Albert yang telah memperhatikan penulis selama di Yogyakarta.

  8. Ivone atas dukungan, kasih sayang, kebahagian, kesedihan, dan semua yang telah Ivone berikan untuk mewarnai hidup penulis.

  9. Lidia Kristalia yang telah banyak membantu penulis selama kuliah.

  10. Cin Frengky Cuwondo atas kebersamaanya dalam menghadapi cobaan selama masa kuliah dan atas bantuan selama kuliah.

  11. Andrew Arief Sudarmono yang selalu menolong dan direpotkan oleh penulis.

  12. Libertus Tintus yang selalu bersedia untuk menemani penulis.

  13. Fandy kurniwan yang telah bersama penulis melewati masa SMU dan kuliah.

  14. Teman-teman yang telah bersama-sama penulis melewati masa-masa kuliah (Stefani, Cendani, Chika, Novi, Nike, Tice, Rizky, Feri Ds, Liza) terimakasih atas dukunganya.

  Segala kesempurnaan adalah milik Tuhan, dan manusia hanya bisa berusaha. Maka penulis mengucapkan kata maaf apabila ada kesalahan dan kata- kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Dari sini penulis sadar kritik dan saran sangat berguna agar karya ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi perkembangan dunia kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya.

  Penulis Brian Handoko Suciadi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 14 Agustus 2008 Penulis,

  Brian Handoko Suciadi

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Brian Handoko Suciadi Nomor Mahasiswa : 04 8114 139

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Uni- versitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

  

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF KERACUNAN

SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me- ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 27 Agustus 2008 Yang menyatakan (Brian Handoko Suciadi)

  

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

  Intisari Sianida merupakan senyawa racun yang dapat menyebabkan kematian dan kasus keracunan sianida banyak dijumpai dalam masyarakat. Natrium tiosulfat adalah salah satu antidotum untuk sianida, tetapi berapa kisaran dosis efektif jika dikombinasikan dengan diazepam sebagai terapi suportif belum banyak diteliti. Oleh karena itu itu perlu diketahui kisaran dosis efektif untuk kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kisaran dosis kombinasi na trium tiosulfat sebagai antidot dan diazepam sebagai terapi suportif yang efektif untuk menangani keracunan sianida akut pada mencit

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Empat puluh dua ekor mencit jantan dibagi menjadi 7 kelompok sama banyak yang terdiri dari : kelompok I diberi bahan pelarut yang digunakan yaitu aquades 25 mg/KgBB peroral, kelompok II diberi larutan diazepam dosis 2 mg/kgBB dan Natrium tiosulfat (Na S O ) dosis 22.96

  2

  2

  3

  mg/kgBB diberikan secara intraperitoneal (i.p), kelompok III diberi larutan KCN dosis 26 mg/kgBB peroral sebagai kontrol positif racun, Kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara per oral (p.o) kemudian diberi antidot kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam dengan peringkat dosis berturut-turut : 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB dan untuk diazepam dengan hanya menggunakan 1 peringkat dosis yaitu 2 mg/kgBB secara intraperitoneal.

  Dari hasil penelitian dosis efektif kombinasi untuk natrium tiosulfat dan diazepam adalah 160.720 mg/kgBB untuk natrium tiosulfat dan 2 mg/kgBB untuk dosis diazepam. Kata kunci : Antidotum, natrium tiosulfat, sianida, diazepam.

  

EFECTIVE DOSAGE COMBINATION OF SODIUM TIOSULPHATE AS

ANTIDOT DIAZEPAM AS THERAPY SUPORTIF FOR ACUTE

POISONING CIANIDE IN MALE MICE SWISS STRAIN

Abstract

  Cyanide is a toxic compound that can cause death. There are many poisoned-Cyanide cases in the society. Sodium thiosulphate is one of antidotum for Cyanide, however, how much approximation dosage that is effective to be combined with diazepam supportive therapy has not been studied. Therefo re, the approximation of effective dosage to combine with sodium thiosulphate and Diazepam need to be recognize. The purpose of this experiment is to find range of the combination dosage of sodium tiosulphate and diazepam which is effective to prevent the acute toxicity of cyanide in mice.

  This research is pure experimental research with complete random design of one direction model. Twenty fo ur male white mice were divided into equal seven groups consisted of: first group was given with solution of aquades 25mg/kgBB per oral, second group was given with Diazepam solution by 2 mg/kgBB dosage and Tiosulfat Natrium (Na S O ) by 22.96 mg/kgBB dosage per

  2

  2

  3

  oral as positive control of toxic, group IV-VII was given with KCN solution of KCN per oral (p.o) then antidote of Diazepam and Tiosuflat combination by 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB, and 160.720 mg/kgBB dosages respectively, while diazepam used one level of dosage, 2 mg/kgBB intraperitoneally.

  The result of the research, the combination effective dosage for Tiosulfat Natrium and Diazepam are 160.720 mg/kgBB and 2 mg/kgBB, respectively.

  Key words : Antidotum, Tiosulfat Natrium, Cyanide, Diazepam.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL .............................................................................................i HALAMAN JUDUL................................................................................................ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................iii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................................v PRAKATA..............................................................................................................vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA..................................................................ix DAFTAR ISI............................................................................................................x

  INTISARI .................................................................................................................x

  

ABSTRACT ..............................................................................................................xi

  DAFTAR TABEL..................................................................................................xv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xvi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xvii

  BAB I. PENGANTAR .............................................................................................1 A. Latar Belakang .............................................................................................1

  1. Permasalahan.............................................................................................4

  2. Keaslian penelitian....................................................................................4

  3. Manfaat penelitian.....................................................................................4

  B. Tujuan Penelitian..........................................................................................5

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA......................................................................7

  C. Dasar Terapi Antidot ..................................................................................12

  D. Asam Sianida..............................................................................................13

  E. Asas Umum Toksikologi dari Sianida .......................................................14

  F. Antidotum Sianida......................................................................................19

  G. Natrium Thiosulfat .....................................................................................25

  H. Diazepam....................................................................................................26

  I. Landasan Teori...........................................................................................28 J. Hipotesis .....................................................................................................29

  BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................30 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................30 K. Variabel dan Definisi Operasional.............................................................30

  1. Variabel utama ........................................................................................30

  2. Variabel pengacau...................................................................................31

  3. Definisi operasional.................................................................................31 L. Bahan Penelitian.........................................................................................31 M. Alat dan Instrumen Penelitian....................................................................34 N. Tata Cara Penelitian...................................................................................36 O. Analisis Hasil .............................................................................................37

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................38 A. Kisaran Dosis Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Diazepam sebagai Antidotum Sianida......................................................................................38

  C. Sifat Tterbalikkan Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Diazepam pada Keracunan Sianida......................................................................................57

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................60 A. Kesimpulan.................................................................................................60 B. Saran...........................................................................................................60 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................61 BIOGRAFI PENULIS..........................................................................................151

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Hasil pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok perlakuan. ................................................................ 39 Tabel II. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung berdebar. ........................................................... 42 Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang kesadaran............................................................ 44 Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas. .................................................................... 47 Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang.. .......................................................................... 50 Tabel VI. Hasil perbandingan pengamatan ge jala efek toksik mati. ........ 52 Tabel VII. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap kelompok kontrol....................................................... 55

  DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Penggantian sianida dari sitrokrom a3 oksidase oleh methemoglobin 21 Gambar 2. Struktur Kimia 4-DMAP (4-dimethylaminophenol)............................23 Gambar 3. Pengubahan sianmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodanase dan tiosulfat .................................................................................................24 Gambar 4. (dimethyl-5,6-benzimadazolyl) hydroxocobamide ..............................26 Gambar 5. Dicobalt-EDTA ....................................................................................27 Gambar 6. Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa jantung berdebar akibat keracunan sianida. .....................................................................43 Gambar 7. Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa hilang kesadaran akibat keracunan sianida. .....................................................................45 Gambar 8. Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa gagal nafas akibat keracunan sianida. ................................................................................48 Gambar 9. Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa kejang akibat keracunan sianida. ................................................................................51 Gambar 10.Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa mati akibat keracunan sianida. ................................................................................53 Gambar 11.Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan tiosulfat (Cyanide Toxicity Review, 2003) ...................................56 Gambar12 Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu strategi terapi keracunan

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)....................................................................................65

  Lampiran 2. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol aquades (dalam detik) ......................................................................65 Lampiran 3. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol natrium tiosulfat 22.96 mg/kg + diazepam 2 mg/kg (dalam detik) ...............65 Lampiran 4. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida

  (dalam detik)....................................................................................66 Lampiran 5. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida

  (dalam detik)....................................................................................66 Lampiran 6. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida

  (dalam detik)....................................................................................66 Lampiran 7. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida

  (dalam detik)....................................................................................67 Lampiran 8. Hasil analisis data menggunakan statistik .......................................68

BAB I . PENGANTAR A. Latar Belakang Sianida merupakan senyawa racun yang dapat menyebabkan kematian dan

  kasus keracunan sianida banyak dijumpai dalam masyarakat. Sianida terkandung di dalam makanan seperti ketela pohon, kacang koro, daun salam, cherry, dan keluarga kacang-kacangan lainnya seperti kacang almond. Sianida selain didalam makanan yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik juga terdapat dalam bahan kimia yang digunakan dalam proses pertambangan, sisa pembakaran produk sintesis seperti plastik, rokok, perokok pasif mengandung 0,06 µg/ml sianida di dalam darah sedangkan perokok aktif mengandung 0,17µg/ml sianida didalam darah. (Utama,2006). Sianida digunakan untuk elektroplating, metalurgi, produksi zat kimia, pengembangan fotografi, pembuatan plastik dan beberapa proses pertambangan (Anonim, 2000).

  Sianida merupakan racun yang mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh dan bekerja cepat. Sianida yang berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) sedangkan yang berbentuk kristal yaitu sodium sianida (NaCN) atau potasium khlorida (KCN). Yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam

  Masuknya sianida ke dalam tubuh melewati saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan mata. Sianida yang masuk ke dalam tubuh jika masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin dan juga sianida dapat berikatan dengan vitamin B . Tetapi jika jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang

  12

  besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B (Utama, 2006).

  

12

Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan

  tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida (Utama, 2006). Reaksi ini membutuhkan sumber utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh terbatas maka natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan sianida karena natrium tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natriun tiosulfat merupakan antidot pilihan jika diagnosisnya belum tentu jelas karena keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap rokok (Meredith, 1993).

  Sianida menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara darah yang tidak teratur jika masuk melewati mulut. Gejala dan tanda awal yang terjadi sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmia AV nodus. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Utama, 2006).

  Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang mempunyai efek ansiolitik atau sedativa. Obat ansiokitik akan mengurangi ansietas, menimbulkan ketenangan tanpa mempengauhi fungsi motorik dan mental. Diazepam dapat digunakan untuk pasien depresi kususnya yang berisiko untuk bunuh diri, untuk pasien dengan sejarah ketergantungan obat. Kejang demam dan spasma otot. Efek samping mengantuk, kelemhan otot, depresi pernafasan, gangguan mental. Dan kontraindikasi dengan depresi pernafasan, gangguan hati berat, kondisis fobia dan obsesi (Anonim, 2001).

  Dari kasus yang terjadi serta penjelasan akan bahaya sianida bagi manusia maka diperlukan tindakan untuk mengatasi keracunan sianida salah satunya dengan pemberian natrium tiosulfat sebagai antidotum yang dikemudian dikombinasikan dengan diazepam sebagai terapi suportif untuk kejang yang terdapat dalam keracunan sianida. Dengan pemberian terapi suportif diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan efek antidot tersebut dan diazepam digunakan untuk menekan efek kejang, terjadi pada keracunan sianida, yang mengetahui dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam untuk mengatasi keracunan sianida.

   Permasalahan 1.

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti : a. Berapa besar atau kisaran dosis natrium thiosulfat dan diazepam sebagai kombinasi antidot untuk keracunan sianida pada mencit? b. Apakah meningkatnya dosis natrium tiosulfat sebagai kombinasi dengan diazepam dapat meningkatkan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit?

  c. Bagaimana wujud fungsional dan sifat terbalik natrium tiosulfat dan diazepam pada keracunan sianida pada mencit?

   Keaslian penelitian 2.

  Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang Potensi Natrium Tiosulfat sebagai Antidot Keracunan Sianida telah dilakukan oleh Sudarmono, 2008.

  Dengan hasil pada dosis 160,720 mg/kg BB mencit sebagai dosis efektif. Tetapi penelitian akan Potensi Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Diazepam Sebagai Antidot Terhadap Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang kombinasi natrium thiosulfat dan diazepam sebagai antidotum keracunan sianida.

  b. Manfaat metodologis Penelitian ini dapat memberi informasi tentang berapa kisaran dosis antidotum efektif untuk keracunan sianida dengan gejala klinis kejang-kejang pada mencit.

  c. Manfaat praktis Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis efektif dari kombinasi natrium thiosulfat dan diazepam yang dapat digunakan pada manusia.

B. Tujuan Penelitian

  1. Mengetahui seberapa besar kisaran dosis kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam yang efektif untuk keracunan sianida pada mencit.

  2. Mengetahui kekerabatan antara dosis kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam dengan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit.

  3. Mengetahui wujud fungsional dan sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan diazepam pada keracunan sianida pada mencit.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Penanganan Keracunan Pada umumnya para pakar sependapat bahwa penanganan keracunan

  bahan berbahaya akut, dibagi dalam tiga tahap tindakan, yakni : tindakan terapi suportif, penyidikan jenis racun penyebab, dan terapi antidot (Donatus, 1997).

1. Terapi suportif

  Pada dasarnya merupakan tindakan pertolongan pertama, ditujukan untuk memperbaiki kondisi dan menyelamatkan jiwa penderita. Tindakan ini akan memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan peredaran darah, sehingga penderita selamat serta menjadi lebih mudah dan kooperatif untuk menjalani terapi antidot berikutnya. Memperhatikan tujuan dan fungsi terapinya, jelas bahwa terapi suportif harus dilakukan dengan cepat atau sesegera mungkin (Donatus,1997).

  Termasuk dalam tindakan suportif meliputi: a. Jauhkan penderita dari sumber racun.

  b. Periksa tanda vital dan bersihkan jalan nafas. Bila penderita memakai gigi palsu, harus dilepas.

  c. Periksa pulsus dan pupil.

  d. Berikan pernafasan buatan dan/atau oksigen, serta bila perlu pijit luar darahnya turun atau dehidrasi dapat diberi infus elektrolik (Donatus, 1997)

  2. Penyidikan jenis racun penyebab

  Merupakan tindakan penting yang ditujukan untuk menentukan pilihan tindakan terapi antidot. Tindakan ini dilakukan dengan cara : a. Wawancara dengan penderita atau penghantar.

  b. Pemeriksaan gejala-gejala keracunan yang ada secara sistematis.

  c. Pemeriksaan wadah dan sisa bahan penyebab yang dicurigai, muntahan, air kencing, atau darah penderita. Pengiriman bahan yang diperoleh pada butir c ke laboratorium (Donatus, 1997).

  3. Terapi antidot

  Merupakan tata cara yang secara khusus ditujukan untuk membatasi intensitas (kekuatan) efek toksik zat kimia atau menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga bermanfat dalam mencegah timbulnya bahaya lebih lanjut. Berarti, sasaran terapi antidot adalah pengurangan intensitas efek toksik.(Donatus,1997).

  Seperti telah diungkapkan, keberacunan (intensitas efek toksik) suatu bahan berbahaya di antaranya ditentukan oleh keberadaan bahan berbahaya di tempat kerja yang melebihi harga KTM-nya lebih lanjut, keadaan ini bergantung pada keefektifan absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi bahan berbahaya terkait. antara saat pemejanan bahan berbahaya, saat timbulnya gejala- gejala toksik, dan saat penderita siap menjalankan terapi. Karena pengetahuan ini diperlukan untuuk memprakirakan dominasi tahapan nasib bahan berbahaya di dalam tubuh. Misal bahan berbahaya diprakirakan sudah terabsorpsi sempurna, maka tindakan penghambatan absorpsi sudah tidak diperlukan. Dalam hal ini, mungkin yang diperlukan penghambatan distribusi atau peningkatan eliminasinya. Masalahnya sekarang, bagaimana tata cara pelaksanaan masing- masing strategi tersebut? (Donatus, 1997).

  Pada dasarnya, ketiga strategi dasar terapi antidot tersebut dapat dikerjakan dengan metode yang tak khas atau metode yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar zat beracun. Metode khas ialah metode yang hanya digunakan bila zat beracunnya telah tersidik jati dirinya serta zat antidotnya tersedia (Donatus, 1997).

B. Penanganan Umum pada Pasien Keracunan

  Dibagian unit gawat darurat, pemeriksaan fisik pada pasien keracunan diawali dengan ABC (Airway, Breathing, Circulation). Pemeriksaan pada jalan nafas (airway) seharusnya tidak hanya pada faktor- faktor indicating gross airway

  (stridor, snoring, vomitus, dll) tapi juga pemeriksaan spesifik pada

  compromise

gag reflek . Pemeriksaan pada pernafasan (breathing) tidak hanya meliputi dalam mencerminkan adanya hipoksemia atau asidosis metabolit. Pemeriksaan sirkulasi (circulation) meliputi pemeriksaan denyut nadi dan tekanan darah dan untuk kasus keracunan yang serius perlu dilakukan monitoring secara terus menerus melalui elektrokardiograf (Tintinalli, 1996).

  1. Saluran nafas

  a. Pemeriksaan. Faktor yang paling umum menyebabkan kematian dari overdosis obat atau keracunan adalah hilangnya refleks perlindungan saluran nafas yang berlanjut menjadi obstruksi jalan nafas yang disebabkan karena lidah yang melembek/melunak, pengeluaran isi lambung melalui paru, atau terhentinya respirasi (Olson, 2007).

  1) Pasien yang masih sadar dan dapat berbicara sepertinya masih memiliki refleks jalan nafas yang baik tapi harus dimonitor dengan seksama karena keracunan yang parah dapat menyebabkan kehilangan kontrol jalan nafas dengan cepat (Olson, 2007).

  2) Pasien yang lemas dan “obtunded”, muntah atau reflek batuk dapat merupakan indikasi tidak langsung dari kemampuan pasien untuk melindungi saluran nafas. Jika ada sedikit keragu-raguan maka cara yang paling baik adalah menggunakan endotracheal intubation (Olson, 2007).

  d. Terapi. Betulkan posisi saluran nafas dan gunakan endotracheal intubation jika diperlukan segera gunakan nalokson atau flumazenil pada pasien

  2. Menurut Olson (2007) pernafasan sama dengan masalah pada saluran nafas, kesulitan bernafas juga merupakan penyebab utama kematian pada pasien overdosis obat atau keracunan pasien dapat memiliki satu atau lebih komplikasi, yaitu : kerusakan ventilator, hipoksia, atau bronkospasma a. Hipoksia

  1) Pemeriksaan. Hipoksia dapat disebabkan oleh kondisi seperti berikut: kurangnya oksigen di udara; gangguan pada absorpsi oksigen oleh paru (misalnya, karena pneumonia, atau udem pada paru); hipoksia seluler (misalnya, karena keracunan karbon monoksida, methemoglobinemia, keracunan sianida, dan keracunan hidrogen sulfida) (Olson, 2007).

  2) Komplikasi. Hipoksia dapat menyebabkan kerusakan otak dan aritmia pada jantung (Olson, 2007).

  3) Diagnosis lain : kesalaha n sampling; bakteri atau virus pneumonia; adanya luka memar pada paru; akut infark miokardial (Olson, 2007).

  4) Terapi : menghilangkan hipoksia, pemberian tambahan oksigen diperlukan disesuaikan dengan pO arteri intubation dan ventilator

  2

  mungkin diberikan; terapi pneumonia, sputum diperiksa, dan diperlukan terapi antibiotik jika benar; terapi udem paru, menghindari pemberian cairan yang berlebihan dan pemberian tambahan oksigen untuk menjaga pO minimal 60-70 mmHg (Olson, 2007).

  2

  1) Pemeriksaan. Penurunan tingkat kesadaran merupakan komplikasi umum yang paling serius dari overdosis obat atau keracunan: koma dan pingsan merupakan akibat adanya depresi pada sistem otak, yang disebabkan karena agen antikolinergik, obat-obat simpatolitik, depresan, atau toksin ya ng menyebabkan hipoksia seluler. Koma kadang-kadang merupakan suatu gejala setelah obat atau toksin menyebabkan hilang kesadaran, koma mungkin juga disebabkan oleh adanya luka pada otak dengan infark atau perdarahan di otak (Olson, 2007). 2) Komplikasi koma sering ditandai dengan depresi respiratori yang merupakan penyebab utama kematian. Kondisi lain yang dapat menandai atau bersamaan dengan koma meliputi hipotensi, hipotermia, hipertermia dan rhabdomyolisis (Olson, 2007).

  3) Diagnosis lain : trauma di kepala atau perdarahan di intracranial; ketidaknormalan jumlah glukosa, natrium atau elektrolit lain didalam darah; hipoksia; hipotiroid; kerusakan hati atau ginjal; hipertermi atau hipotermi (Olson, 2007).

  4) Terapi : pertahankan jalur nafas dan penggunaan ventilator jika perlu pemberian oksigen tambahan; berikan dekstrosa, tiamin, dan nalokson; normalkan suhu tubuh; jika ada kemungkinan trauma pada sistem saraf pusat atau kecelakaan pada pembuluh darah otak, perlu b. Kejang 1) Pemeriksaan. Kejang merupakan penyebab utama kematian pada overdosis obat atau keracunan. Umumnya kejang biasanya menjadi hilang kesadaran, sering juga bersamaan dengan lidah yang tergigit dan pengekuaran urin berlebihan (Olson, 2007).

  2) Komplikasi. Kejang dapat menyebabkan masalah pada saluran nafas, dapat juga menyebabkan asidosis, hipertermia, rhabdomyolysis, dan kerusakan otak (Olson, 2007). 3) Diagnosis lain : adanya gangguan metabolisme yang serius (misal hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia, atau hipoksia); trauma pada kepala; epilepsi idiopathik; penarikan alkohol atau obat hipnotik sedatif; hipertermia; infeksi pada susunan saraf pusat; febrile kejang pada anak-anak (Olson, 2007). 4) Terapi : pertahankan saluran nafas tetap terbuka dan jika perlu, gunakan ventilator berikan oksigen tambahan; berikan nalokson jika kejang dapat menyebabkan hipoksia; perlu pemeriksaan apakah terjadi hipoglikemia dan berikan dekstrosa dan tiamin jika koma; gunakan satu atau lebih antikonvulsan (misal : diazepam, lorazepam, midazdam, fenobarbital, propofol dan fenitoin); segera periksa temperatur melalui rectal atau belakang telinga dan turunkan temperatur secara cepat jika diatas 40 C; gunakan antidot spesifik jika atau keduanya untuk keracunan insektisida organofosfat atau karbamat) (Olson, 2007).

C. Dasar Terapi Antidot

  Keberadaan racun di dalam tubuh sangat bergantung pada waktu dan keefektifan translokasi. Karena itu, penanganan keracunan harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Kecepatan dan ketetapan merupakan prasyarat utama penatalaksanaan keracunan. Kecepatan diperlukan untuk mengatasi dan mengurangi berbagai gejala yang mungkin akan memperburuk kondisi si penderita, sehingga akibat yang fatal seperti kematian dapat dicegah sedini mungkin. Jadi, pada dasarnya terapi keracunan ditunjukkan untuk memperbaiki kondisi si penderita, kemudian diikuti dengan membatasi penyebaran racun dalam tubuh serta meningkatkan pengakhiran aksi racun (Donatus,2001).

D. Asam Sianida

  Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di dalam kacang almond, daun salam, ceri, ubi. Di dalam koro atau tanaman dari keluarga kacang-kacangan dan ketela pohon (Utama, 2006).

  Sianida merupakan racun yang kuat dan bekerja sangat cepat. Toksisitas dari tanaman yang mengandung sianida tergantung dari tempat tumbuh dan pupuk daun dan kulit akar merupakan bagian yang paling berbahaya. Racun dapat dihilangkan dengan pencucian dan perebusan (Henry, 1997). Sianida merupakan senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam kegunaan, termasuk sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan logam. Nitril alifatik (acrylonitrile dan propionitrile) digunakan dalam produksi plastic yang kemudian dimetabolisme menjadi sianida. Obat vasodilator seperti nitroprusida melepaskan sianida pada saat terkena cahaya ataupun pada saat metabolisme. Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal. Acetonitrile, sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada anak-anak (Olson, 2007).

  Sianida merupakan racun yang bekerja cepat. Sianida yang berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) sedangkan yang berbentuk kristal adalah sodium sianida (NaCN) atau potasium khlorida (KCN) (Utama, 2006).

  Menurut Olson (2007) dosis toksik pada siainida adalah Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat berakibat fatal dan menurut Henry (1997) penanganan pada keracunan sianida yang parah adalah dengan tindakan suportif umum, dapat menyelamatkan. Selalu berikan oksigen pada pasien keracunan sianida. Jika antidot tidak tersedia, keracunan parah oleh sianida kadang dapat tertolong dengan terapi suportif dan pemberian

E. Asas Umum Toksikologi dari Sianida

  Pada umumnya, para pakar sependapat bahwa tindakan pertama yang sebaiknya dilakukan atas penderita keracunan akut zat kimia ialah terapi suportif, yakni memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan sirkulasi. Tindakan selanjutnya yang umum dilakukan meliputi upaya membatasi penyebaran racun dan meningkatkan pengakhiran aksi racun (Donatus, 2001).

  Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).

1. Kondisi pemejanan

  a. Jenis pemejanan : akut dan kronis

  b. Jalur pemejanan : inhalasi, mata, dan saluran pencernaan

  c. Lama, kekerapan : akut atau berulang

  d. Takaran atau dosis : 1) Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000

  3

  3

  mg.min/m , dan untuk siano gen klorida sekitar 11,000 mg.min/m . (Meredith,

  2) Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada

  3

  daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit (Olson, 2007).

  3) Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit (Olson, 2007).

  4) Keracunan sianida akut biasanya jarang terjadi dengan infusi nitroprusida (pada kecepatan infuse yang normal) atau setelah ingesti dari amigdalin (Olson, 2007).

  e. Saat pemejanan : makanan, rokok, lingkungan industri, bunuh diri, kesengajaan (Meredith, 1993).

2. Mekanisme efek toksik

  Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993).

  Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada; berikatan dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob.

  Sianida yang tidak berikatan akan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin (Olson, 2007). Hiperlaktemia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a dalam rantai transport elektron dihambat

  3

  oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Meredith, 1993).

3. Wujud efek toksik

  Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus (Meredith, 1993).

  Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Meredith, 1993).

  Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya kandungan yang tinggi dari oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam keracunan berat, gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda terang (Meredith, 1993).

  Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan. Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan cepat setelah pemaparan yang berat (Olson, 2007).

4. Sifat efek toksik

  Terbalikkan (reversible) dan tidak terbalikkan (irreversible) (Meredith, 1993).

5. Diagnosis

  Diagnosis dilakukan berdasarkan pada riwayat pemaparan atau tampaknya gejala dan tanda keracunan. Asidosis laktat parah biasanya terjadi dengan pemaparan yang signifikan. Tingkat saturasi oksigen vena dapat memperlihatkan penghambatan konsumsi oksigen selular. Cara klasik dengan mengenali bau kacang almond boleh digunakan ataupun tidak, karena vairiasi genetik dalam kemampuan untuk mengenali baunya (Olson, 2007).

   Antidotum Sianida F.

  Menurut (Meredith, 1993) Antidotum sianida diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan meaknisme aksi utamanya, yaitu : pembentukan methemoglobin, detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih tidak toksik dan kombinasi langsung.

   Pembentukan methemoglobin 1.

  Methemo globin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di tempat ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus dengan ion besi pada sistem sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup besar akan berikatan dengan ion besi pada senyawa lain, seperti methemoglobin.

  Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala keracunan sianida dapat teratasi. Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian amil nitrit secara inhalasi dan kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira 30% methemoglobinemia dianggap optimum dan jumlahnya dijaga agar tetap di bawah

  Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).

  Gambar 1. Penggantian sianida dari sitrokrom a3 oksidase oleh methemoglobin