Dosis efektif NA-Tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur swis.

(1)

xi

INTISARI

Keracunan sianida dapat berakibat fatal jika tidak segera dilakukan terapi antidotumnya, Keberhasilan Natrium tiosulfat sebagai terapi antidotum salah satunya ditentukan oleh ketepatan dosisnya.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gejala, mekanisme, wujud, sifat, dan efek dari keracunan sianida, mengetahui seberapa besar kisaran dosis natrium tiosulfat ya ng efektif untuk keracunan sianida, mengetahui hubungan antara dosis natrium tiosulfat dengan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Terdir i dari 7 kelompok : kelompok I diberi KCN dosis 26 mg/kgBB p.o, kelompok II diberi aquadest 25 mg/KgBB p.o, kelompok III diberi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) dosis 160.720 mg/kgBB

diberikan secara i.p, kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara p.o, kemudian diberi antidotum natrium tiosulfat dengan peringkat dosis berturut-turut : 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB secara i.p.

Hasil penelitian didapatkan bahwa gejala dari keracunan sianida pada mencit meliputi : hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, sampai menimbulkan kematian. Mekanisme keracunan sianida pada mencit adalah sianida berikatan dengan besi dalam feri sitokrom oksidase. Wujud efek toksik sianida berupa perubahan biokimia dan mungkin juga perubahan fungsional. Sifat dari keracunan sianida pada mencit adalah terbalikkan dan tidak terbalikkan. Dosis efektif natrium tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit sebesar 160.720 mg/KgBB intraperitoneal. Meningkatnya dosis natrium tiosulfat dapat meningkatkan efek pengawaracunan sianida pada mencit

Kata kunci : keracunan, antidotum, natrium tiosulfat, sianida, mencit

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

xii ABSTRACT

Cyanide poisoning can cause fatal result if its antidote therapy is not done shortly., one of the successes Thiosulphate sodium as antidote therapy s is determined by its dose accuracy.

The research aims to know the indication, mechanism, configuration, characteristics, and effects of cyanide poisoning, to know how much effectiveness the dose estimation of thiosulphate sodium for cyanide poisoning, to know the relationship between thiosulphate sodium dose and the effect of poison antidote for cyanide poisoning toward mice.

The research is a pure experimental research with random unidirectional pattern program. Forty two male mice are divided into seven groups equally that consist of: group I is given resolvent that is aquadest 25mg/KgBB per oral, group II is given KCN solution with dosage 26mg/kgBB per oral as a poison positive control, group III is given thiosulphate Sodium solution (Na2S2O3) with dosage

160.720mg/kgBB given intraperitoneally (i.p), group IV-VII are given KCN solution per oral (p.o) and then given thiosulphate sodium antidote with dosage level in a row: 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB and 160.720 mg/kgBB intraperitoneally.

From the research result, it can be seen that the indication of cyanide poisoning toward mice includes lost consciousness, fail breathing, spastic, and causing death. Mechanism of cyanide poisoning toward mice shows its toxicity especially because of its ability to react against iron in ferric sitokrom oxide. Because aerobe metabolism is depended on this enzyme system, so the tissue can no longer use oxygen and hypoxia. The configuration of cyanide toxic effect is biochemical alteration and functional alteration, too. The characteristic of cyanide poisoning toward mice is not capsized.

Effective dose thiosulphate sodium as antidote for cyanide poisoning toward mice is 160.720mg/KgBB intraperitoneal. The increase of thiosulphate sodium dosage can increase the effect of antidote of cyanide poisoning toward mice.

Keywords: antidote, thiosulphate sodium, cyanide, mice.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM

UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN SAMPUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Andrew Arief Sudarmono NIM : 04 8114 132

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

ii

DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM

UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Andrew Arief Sudarmono NIM : 04 8114 132

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

iii

DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM

UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

iv

16 Juli 2008

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

What is there that is not poison?

A ll things are poison and nothing (is)

without poison. S olely the dose

determines that a thing is not a poison

(P aracelcus, 1493- 1541)

With all my love, for

P api, M ami, K o George, K o Charles

A lmamaterku,

dan semua yang mengenal A ndrew

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Andrew Arief Sudarmono Nomor Mahasiswa : 04 8114 132

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 28 Juli 2008

Yang menyatakan

(Andrew Arief Sudarmono )

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(9)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, hikmat, kasih, kekuatan, dan cinta-nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Dosis Efektif Natrium Tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur swiss”.

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata satu Farmasi (S. Farm.), program Studi Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk menambah pengetahuan dalam dunia kefarmasian pada umumnya.

Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang tulus khususnya penulis tujukan kepada : 1. Bapa di surga atas kasih dan karunia-nya yang telah memberi kekuatan yang

tak terduga.

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan, mendampingi, dan menyediakan waktu untuk berdiskusi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(10)

vii

bersama penulis selama proses penelitian, penyusunan, hingga selesainya skripsi ini.

4. Drs. A. Tri Priantoro, M.For.Sc. selaku dosen penguji, yang telah memberikan banyak dukungan, saran, dan kritikan yang membangun.

5. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen penguji, yang telah memberikan banyak dukungan, saran, dan kritikan yang membangun.

6. dr.Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen pembimbing dalam pembacaan histopatologi organ atas saran dan masukannya.

7. Rm. Drs. P. Sunu Hardiyanto, S.Si , S.J selaku dosen pembimbing dalam analisis data statistik atas saran dan masukannya.

8. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dalam penambahan literatur.

9. Papi terima kasih atas doa, bimbingan dan dukungannya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

10. Mami yang selalu memberikan semangat dari surga, terima kasih atas doa dan bimbingannya selama ini.

11. George dan Charles, kakak-kakakku, terima kasih atas dukungan, saran, kritik dan doanya, Thank you for being my”super” brother

12. Mas Pardjiman, Mas Heru, Mas Kayat (laboran Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi), Mas Sigit dan Mas Wagiran (laboran Laboratorium Biologi Farmasi), Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bersedia membantu dan menemani penulis selama melakukan penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(11)

viii

13. Pak Agus (laboran Laboratorium Farmakologi) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Pak Surono (UPHP) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, atas bantuannya dalam menyediakan hewan uji.

14. Pak Dian di Laboratorium Patologi, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Wilayah IV Daerah Istimewa Yogyakarta atas bantuannya dalam pembuatan preparat histopatologi organ.

15. Untuk om-eg terima kasih atas dukungan,bimbingan dan wejangan-wejangannya selama ini.

16. Untuk Shintia Legasari terima kasih atas kesabaran, dukungan, kasih, sayang dan cinta-nya selama ini dan khususnya pendampingan pada saat penyusunan skripsi ini.

17. Teman-teman senasib seperjuangan dalam rangkaian penelitian ini Tintuz, Blian buat semua dukungan, kebersamaan, selama melakukan penelitian di laboratorium.

18. Lidia-epez, Arie-Gozonk, Blian, Cin, Novi-kebo, Cika-tembong, Nike-Oneng, Apri-Gajah, Fandy, Tice, Tintus, buat semua bantuan, tawa, air mata, kegilaan, kebersamaan, semangat, dukungan, serta kesediaan untuk jadi tempat berbagi dan teman dikala senang dan duka.

19. Meri-Mace, Limdra-ndut, Arif-kentung, Adit, Budiaji, Yoyo, Maria, Ita, Resty, Yasinta, Lala, Cawaz, Candhy, Lian ,Feri DS, Liza, Puipuin, Dian.K-beng , Dika, Andri, Cendani, Tata, Desy, Cipi, Henny dan semua teman-teman angkatan 2004.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(12)

ix

20. Ndut Reta, Nolen, Welly, Tami, Sinta-Lele, Cocow, Mas Punto, Erlin terima kasih sudah menjadi teamwork yang baik selama kepengurusan BPMF periode 2006-2007.

21. Lia, Bang Jok, Dewi, Indri, Dima, Ndaru, Tato, Amel, Mitha, atas kebersamaannya dalam Kuliah Kerja Nyata Universitas Sanata Drama angkatan XXXIV kelompok XI di dusun Wonodoro, Bantul.

Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itulah penulis mengaharapkan kritik dan saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga penelitian skripsi yang telah dilakukan penulis dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian.

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(13)

x

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Juni 2008 Penulis,

Andrew Arief Sudarmono

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(14)

xi

INTISARI

Keracunan sianida dapat berakibat fatal jika tidak segera dilakukan terapi antidotumnya, Keberhasilan Natrium tiosulfat sebagai terapi antidotum salah satunya ditentukan oleh ketepatan dosisnya.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gejala, mekanisme, wujud, sifat, dan efek dari keracunan sianida, mengetahui seberapa besar kisaran dosis natrium tiosulfat ya ng efektif untuk keracunan sianida, mengetahui hubungan antara dosis natrium tiosulfat dengan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Terdir i dari 7 kelompok : kelompok I diberi KCN dosis 26 mg/kgBB p.o, kelompok II diberi aquadest 25 mg/KgBB p.o, kelompok III diberi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) dosis 160.720 mg/kgBB

diberikan secara i.p, kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara p.o, kemudian diberi antidotum natrium tiosulfat dengan peringkat dosis berturut-turut : 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB secara i.p.

Hasil penelitian didapatkan bahwa gejala dari keracunan sianida pada mencit meliputi : hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, sampai menimbulkan kematian. Mekanisme keracunan sianida pada mencit adalah sianida berikatan dengan besi dalam feri sitokrom oksidase. Wujud efek toksik sianida berupa perubahan biokimia dan mungkin juga perubahan fungsional. Sifat dari keracunan sianida pada mencit adalah terbalikkan dan tidak terbalikkan. Dosis efektif natrium tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit sebesar 160.720 mg/KgBB intraperitoneal. Meningkatnya dosis natrium tiosulfat dapat meningkatkan efek pengawaracunan sianida pada mencit

Kata kunci : keracunan, antidotum, natrium tiosulfat, sianida, mencit

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(15)

xii ABSTRACT

Cyanide poisoning can cause fatal result if its antidote therapy is not done shortly., one of the successes Thiosulphate sodium as antidote therapy s is determined by its dose accuracy.

The research aims to know the indication, mechanism, configuration, characteristics, and effects of cyanide poisoning, to know how much effectiveness the dose estimation of thiosulphate sodium for cyanide poisoning, to know the relationship between thiosulphate sodium dose and the effect of poison antidote for cyanide poisoning toward mice.

The research is a pure experimental research with random unidirectional pattern program. Forty two male mice are divided into seven groups equally that consist of: group I is given resolvent that is aquadest 25mg/KgBB per oral, group II is given KCN solution with dosage 26mg/kgBB per oral as a poison positive control, group III is given thiosulphate Sodium solution (Na2S2O3) with dosage

160.720mg/kgBB given intraperitoneally (i.p), group IV-VII are given KCN solution per oral (p.o) and then given thiosulphate sodium antidote with dosage level in a row: 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB and 160.720 mg/kgBB intraperitoneally.

From the research result, it can be seen that the indication of cyanide poisoning toward mice includes lost consciousness, fail breathing, spastic, and causing death. Mechanism of cyanide poisoning toward mice shows its toxicity especially because of its ability to react against iron in ferric sitokrom oxide. Because aerobe metabolism is depended on this enzyme system, so the tissue can no longer use oxygen and hypoxia. The configuration of cyanide toxic effect is biochemical alteration and functional alteration, too. The characteristic of cyanide poisoning toward mice is not capsized.

Effective dose thiosulphate sodium as antidote for cyanide poisoning toward mice is 160.720mg/KgBB intraperitoneal. The increase of thiosulphate sodium dosage can increase the effect of antidote of cyanide poisoning toward mice.

Keywords: antidote, thiosulphate sodium, cyanide, mice.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...i

HALAMAN JUDUL ...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

PRAKATA...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...x

INTISARI...xi

ABSTRACT...xii

DAFTAR ISI...xiii

DAFTAR TABEL...xvii

DAFTAR GAMBAR ...xviii

DAFTAR LAMPIRAN ...xxiii

BAB I. PENGANTAR ...1

A. Latar Belakang ...1

1. Permasalahan ...3

2. Keaslian penelitian...3

3. Manfaat penelitian...3

B. Tujuan Penelitian ...4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(17)

xiv

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...5

A. Sianida...5

1. Tinjauan sejarah...5

2. Sumber- sumber potensial sianida ...5

3. Jenis keracunan pada sianida ...8

4. Mekanisme keracunan sianida ...10

5. Pemeriksaan laboratorium...12

6. Detoksifikasi sianida secara biologis ...14

B. Terapi pada Keracunan Sianida ...14

1. Terapi suportif...14

2. Terapi antidot ...16

C. Natrium Tiosulfat ...17

1. Dasar pemikiran untuk memilih antidot ...17

2. Kelompok risiko...18

3. Nama dan rumus kimia ...18

4. Sifat fisiko-kimia...19

5. Mekanisme penawaracunan...21

6. Profil biokimia/farmakologi lain...22

7. Rute pemberian...27

8. Dosis ...27

9. Kontraindikasi...28

10. Efek samping...29

11. Penggunaan pada kehamilan/menyusui ...29

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(18)

xv

D. Anatomi Fisiologi ...29

1. Jantung ...29

2. Lambung ...30

3. Usus halus ...30

4. Hati...31

5. Ginjal...32

6. Paru ...32

E. Kerusakan Organ...33

F. Landasan Teori...34

F. Hipotesis ...34

BAB III. METODE PENELITIAN ...35

A. Jenis dan Rancangan Penelitian...35

B. Variabel dan Definisi Operasional...35

1. Variabel utama ...35

2. Variabel pengacau...35

C. Definisi Operasional ...36

D. Bahan Penelitian ...37

E. Alat dan Instrumen Penelitian...38

F. Tata Cara Penelitian...38

1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCN ...38

2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium tiosulfat...39

3. Pengelompokkan hewan uji ...39

4. Pengamatan...40

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(19)

xvi

5. Pemeriksaan histopatologi ...40

G. Analisis Hasil ...41

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...42

A. Potensi Sianida sebagai Racun...42

B. Potensi Natrium Tiosulfat sebagai Kontrol Positif Antidotum....44

C. Kisaran Dosis Natrium Tiosulfat sebagai Antidotum Sianida ...45

D. Pemeriksaan Histopatologi ...65

1. Hati...66

2. Ginjal...67

3. Paru ...67

4. Jantung ...73

5. Usus halus ...73

6. Lambung ...77

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...82

A. Kesimpulan ...82

B. Saran...81

DAFTAR PUSTAKA ...83

BIOGRAFI PENULIS ...176

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(20)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hidrogen sianida yang dihasilkan oleh pembakaran (Montgomery dkk. (1975))...7 Tabel II. Hasil pengamatan waktu gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok perlakuan...46 Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung berdebar...48 Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang kesadaran...51 Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas ...544 Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang...56 Tabel VII. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati...58 Tabel VII. Hasil Pemeriksaan histopatologi beberapa organ mencit akibat

pemberian larutan KCN (sebagai senyawa racun) dan pada kelompok perlakuan diberikan larutan KCN kemudian diteruskan dengan pemberian senyawa

antidotumnya, yaitu natrium tiosulfat. ...68

DAFTAR GAMBAR

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(21)

xviii

Gambar 1. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa jantung berdebar

...47

Gambar 2. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa hilang kesadaran ...50

Gambar 3. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa gagal nafas ...53

Gambar 4. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa kejang...55

Gambar 5. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa mati ...59

Gambar 6. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan tiosulfat (Cyanide Toxicity Review, 2003)...63

Gambar 7. Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu dengan strategi terapi keracunan mempercepat eliminasi. ...64

Gambar 8. Gambaran histopatologi untuk organ hati mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan : ...70

a.KCN 26 mg/kgBB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++)...70

b... Aquadest, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan. ...70

c.Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++) ...70

d.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 1 (+) ...70

e.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++)...70

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(22)

xix

f. .... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan. ...70 g... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan. ...70 Gambar 9. Gambaran histopatologi untuk organ ginjal mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan : ...72 a.KCN 26 mg/kgBB. A. haemorrhagie ...72 b.Aquadest...72 c.Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB ...72 d...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. haemorrhagie...72 e...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. haemorrhagie...72 f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB...72 g...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi ...72 Gambar 10. Gambaran histopatologi untuk organ paru mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan:...74 a... KCN 26 mg/kgBB, alveoli dan bronkeoli dalam batas normal. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang. ...74 b.Aquadest...74

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(23)

xx

c...Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang. ...74 d...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang. ...74 e.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang. ...74 f.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB...74 g.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kgBB ...74 Gambar 11. Gambaran histopatologi untuk organ jantung mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan :...75 a.KCN 26 mg/kgBB, miokardium dalam batas normal...75 b. Aquadest, miokardium dalam batas normal...75 c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal ...75 d.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal ...75 e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal. ...75 f. ... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal...75 g. ... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kgBB, miokardium dalam batas normal...75

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(24)

xxi

Gambar 12. Gambaran histopatologi untuk organ usus halus mencit akibat

pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam,Perlakuan :...76 a... KCN 26 mg/kgBB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal ...76 b. ..Aquadest, fili intestinal dan mukosa dalam batas normal, mukosa muskularis, serosa dan kelenjar nya juga normal. ...76 c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal. ...76 d. ...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2 (++). ...76 e. ...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2 (++). ...76 f. ...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+). 76 g. ...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+). 76 Gambar 13. Gambaran histopatologi untuk organ lambung mencit akibat

pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam,perlakuan: ...79

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(25)

xxii

a. ... KCN 26 mg/kgBB, aktivitas kelenjarnya meningkat, erosi mukosanya ...79 b. ...Aquadest, tunika mukosa muskularis normal, aktivitas kelenjarnya normal. ...79 c. ... Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, mukosa lambung erosi, aktivitas kelenjarnya meningkat. ...79 d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. mukosa erosi. ...79 e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (++) dan terdapat adanya manifestasi peradangan. ...79 f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (+) aktivitas kelenjarnya meningkat. ...79 g. ...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (+). ...79

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(26)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ...97 Lampiran 2. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol

aquadest (dalam detik) ...97 Lampiran 3. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol natrium tiosulfat (dalam detik) ...97 Lampiran 4. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ...98 Lampiran 5. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ...98 Lampiran 6. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ...99 Lampiran 7. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ...99 Lampiran 8. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap kelompok kontrol (aquadest, sianida (26 mg/Kg), dan Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg)) ...116 Lampiran 9. Hasil uji menggunakan analisis statistik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney...100

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(27)

1

BAB I. PENGANTAR

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang serta ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida (Utama, 2006). Sianida dan hidrogen sianida digunakan dalam elektroplating, metalurgi, produksi zat kimia, pengembangan fotografi, pembuatan plastik dan beberapa proses pertambangan (Anonim, 2000).

Sianida dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium khlorida (KCN). Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(28)

2

gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).

Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12 (Utama, 2006).

Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2.500–5.000 mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11.000 mg.min/m3 (Utama, 2006).

Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida (Utama, 2006). Reaksi ini membutuhkan sumber utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh terbatas maka natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan sianida karena natrium tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natriun tiosulfat merupakan antidot pilihan jika diagnosisnya belum tentu jelas karena keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap rokok (Meredith, 1993).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(29)

3

Sering kali secara tidak kita sadari, kita juga dapat terpapar sianida, untuk itu kita perlu mengetahui kisaran dosis optimum dari natrium tiosulfat yang digunakan sebagai antidot dalam keracunan sianida. Kisaran dosis sangatlah penting karena menurut Meredith (1993), meskipun secara intrinsik natrium tiosulfat bersifat nontoksik tetapi produk hasil reaksi detoksifikasi antara natrium tiosulfat dengan sianida dapat bersifat toksik

1. Permasalahan

Yang timbul dalam penelitian ini adalah :

1. Berapa besar dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p. untuk keracunan sianida pada mencit?

2. Bagaimana wujud dan sifat penawaracunan sianida oleh natrium tiosulfat secara pengamatan fisik dan struktural?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai natrium tiosulfat sebagai antidot pada keracunan sianida sudah pernah dilakukan, yaitu : Ann (2005), meneliti natrium tiosulfat untuk keracunan sianida akut pada tikus. Hasil penelitian yaitu efek terapi natrium tiosulfat ditunjukkan pada dosis 225 mg/kgBB secara i.p.

Penelitian mengenai Dosis Efektif natrium tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss sepanjang pengetahuan penulis belum pernah ada yang melakukan. Perbedaan dengan pene litian tentang na-tiosulfat sebelumnya terletak pada hewan uji yang digunakan.

3. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(30)

4

Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang natrium tiosulfat sebagai antidotum keracunan sianida.

2. Manfaat metodologis

Penelitian ini dapat memberi informasi tentang dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p. sebagai antidotum dalam keracunan sianida pada hewan uji mencit.

3. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis efektif dari natrium tiosulfat yang dapat digunakan pada manusia.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian menge nai Dosis Efektif natrium tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss untuk mengetahui

1. Seberapa besar dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p. untuk keracunan sianida pada mencit.

2. Wujud dan sifat penawaracunan sianida oleh natrium tiosulfat secara pengamatan fisik dan struktural.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(31)

5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sianida

1. Tinjauan sejarah

Sianida sudah dikenal sebagai racun dalam kenari yang pahit, ceri, daun salam, dan singkong sejak jaman dahulu. Sebuah catatan pada sebuah lontar Mesir dalam museum Louvre, Paris menuliskan bahwa Dioscorides pada abad pertama, SM, telah mengetahui adanya sesuatu yang beracun di dalam kenari yang pahit (Sykes, 1981).

Mekanisme biokimia untuk menawaracunkan sianida telah dijelaskan oleh Chen dkk. (1933, 1934). Mereka manganjurkan penggunaan sebuah kombinasi amil nitrit, natrium nitrit, dan natrium tiosulfat, senyawa terakhir berfungsi sebagai donor sulfur untuk rhodanese (sulfur transferase). Rhodanese mempercepat detoksifikasi sianida dengan membentuk metabolit tiosianat. Ini menunjukkan perkembangan salah satu penawar racun pertama berdasarkan alasan ilmu pengetahuan tentang racun yang ilmiah. Kombinasi penawar racun ini telah teruji lama, dan masih menunjukkan kombinasi penawar racun yang paling mujarab untuk terapi keracunan akibat sianida.

2. Sumber- sumber potensial sianida

a. Sumber-sumber dari industri

Sianida digunakan di industri dan untuk mengontrol serangga atau binatang yang merugikan. Hidrogen sianida digunakan untuk mengasapi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(32)

6

bangunan, kapal dan pesawat yang terserang serangga atau binatang yang merugikan. Garam sianida, seperti natrium sianida dan kalium sianida digunakan dalam proses pembersihan, penguat, ekstraksi bijih pada pertambangan, serta elektroplating (Henry, 1997).

Nitril adalah turunan siano dari senyawa organik. Asetonitril digunakan sebagai pelarut dan sedikit mengandung racun (LD50 = 120 mg/kg) dibanding hidrogen sianida (LD50 = 0,5 mg/kg), tetapi sering mengandung campuran racun yang berkaitan dengan metabolisme sianida anorganik. Ketika nitril alifatik mengalami metabolisme menjadi sianida anorganik, ikatan aroma nitril stabil in vivo. Akrilonitril adalah bahan kasar yang digunakan untuk pabrik plastik dan serat sintetis. Bersinggungan dengan kulit dapat menyebabkan kulit melepuh. Pembakaran menghasilkan hidrogen sianida. Akrilonitril dan propionitril sedikit mengandung racun (LD50 = 35 mg/kg) dibanding butironitril (LD50 = 10 mg/kg). Trikloroasetonitril (LD50 = 200 mg/kg) digunakan sebagai obat pembasmi serangga. Aroma nitril, bromoksinil (LD50 = 190 mg/kg) dan ioksinil (LD50 = 110 mg/kg), digunakan sebagai obat pembasmi tanaman liar. Sianamida, asam sianoasetk, ferrisianida dan ferrosianida tidak mengeluarkan sianida. Sehingga mereka mangandung sedikit racun (LD50 = 1000-2000 mg/kg) dibanding senyawa sianogenik diatas, walaupun mereka mungkin menyebabkan keracunan dengan cara lain misalnya sianida yang dicampur dengan alkohol (Olson, 2007). b. Sumber- sumber non- industri

Api dan pengatur polusi kendaraan dilengkapi dengan kegagalan pemakaian pengubah katalitis (Voorhoeve dkk., 1975) menghasilkan sianida. Zat-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(33)

7

zat alami seperti wol, sutera, rambut kuda, dan tembakau serta bahan sintetis modern seperti poliuretan dan poliakrilonitril, mengeluarkan sianida selama pembakaran (Levine dkk., 1978; Birky dkk., 1979; Anderson & Harland, 1982; Clark dkk., 1983 ; Alarie, 1985 ; Lowry dkk., 1985) (Tabel I)

Tabel I. Hidrogen sianida yang dihasilkan oleh pembakaran (Montgomery dkk. (1975))

Bahan µg HCN yang dihasilkan per gram bahan

Kertas 1100

Katun 130

Wol 6300

Nilon 780

Busa poliuretan 1200

c. Sumber- sumber alam

Sianida ditemukan dalam bahan makanan seperti kol, bayam, dan kenari, dan sebagai amigdalin dalam biji apel, persik, kismis, ceri dan biji kenari. Dalam biji- biji itu sendiri, amigdalin tampak tidak berbahaya selama itu kering. Akan tetapi, biji- biji mengandung sebuah enzim yang mampu mengatalisis reaksi hidrolitis berikut ini ketika biji-biji itu dihancurkan dan dibasahi (Olson, 2007) :

C20H27NO11 + 2H2O -- > 2C6H12O6 + C6H5CHO + HCN

Amigdalin glukosa benzaldehid hidrogen sianida Reaksi itu lambat dalam asam tetapi cepat dalam larutan alkali.

Minyak alami dari kenari yang pahit mengandung 4% HCN. Kacang lima putih Amerika mengandung 10 mg sianida/100 g kacang. Akar kering ketela (tapioka) mungkin mengandung 245 mg sianida/100 g akar. Kandungan sianida dalam 100 g biji aprikot yang ditanam telah ditemukan menjadi 9mg dan dalam biji aprikot liar lebih dari 200 mg (Olson, 2007).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(34)

8 d. Sumber- sumber iatrogenik

Sianida juga dibentuk pada terapi menggunakan nitroprusida, terutama ketika diperpanjang, karena takifilaksis kadang membutuhkan penggunaan dosis yang lebih tinggi daripada dosis maksimum yang dianjurkan 10 µg/kg per min (Smith & Kruszyna, 1974; MacRae & Owen, 1974; Piper, 1975; Atkins, 1977; Anon, 1978). Sianida mengakibatkan metabolisme menjadi tiosianat. Tiosianat telah digunakan beberapa tahun yang lalu sebagai agen antihipertensi dan mereka tampak sering digunakan karena sangat efektif. Sedangkan pada jenis efek akut sedang, termasuk anoreksia, kelelahan, dan sistem gastrointestinal dan gangguan CNS, mendorong pada keburukan mereka.

Laetril, amigdalin berasal dari biji aprikot, telah digunakan sebagai sebuah agen anti kanker, tetapi sekarang tidak terpakai karena efek pengobatan tidak dapat dipraktekkan dalam pembelajaran retrospektif dan prospektif. Laetril telah menyebabkan keracunan sianida yang fatal (Sadoff dkk., 1978).

3. Jenis keracunan pada sianida

a. Keracunan akut sianida

Secara umum, menghirup kira-kira 50 ml (konsentrasi 1,85 mmol/l) gas hidrogen sianida fatal dalam beberapa menit. Keracunan hidrogen sianida lebih sering secara tidak sengaja daripada sengaja. Sehingga keracunan sianida secara tidak sengaja mungkin terjadi pada pengasap dan ahli kimia yang menggunakan hidrogen sianida selama jalannya pekerjaan mereka (Chen dkk., 1944).

Pada kebakaran, kombinasi keracunan HCN dan karbon monoksida (CO) terjadi karena terhirupnya asap dari barang yang terbakar, mungkin menyebabkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(35)

9

kefatalan. Menelan garam sianida yang secara sengaja biasanya terjadi pada orang yang bekerja dengan sianida. Menelan sedikitnya 250mg garam sianida anorganik mungkin bisa fatal (Peters dkk., 1982). Akan tetapi, kematian bisa ditunda beberapa jam mengikuti proses pencernaan sianida pada perut yang penuh; first-pass effect yang terjadi di hati juga dapat menunda onset dari sianida (Naughton, 1974).

b. Keracunan kronis sianida

Neurotoksisitas kronis karena dosis rendah telah diteliti dengan pendekatan epidemiologi pada populasi yang mengkonsumsi secara alami tanaman yang mengandung glikosida (Blanc dkk., 1985). Glikosida ini terdapat dalam banyak jenis spesies tanaman, terutama tanaman singkong, bahan makanan utama daerah tropis (Conn, 1973; Cook & Coursey, 1981; Ministry of Health, Mozambique, 1984). Ketela telah dihubungkan dengan ataxic neuropati tropis (Cook & Coursey, 1981). Paraparesis wabah kejang telah dihubungkan dengan sebuah kombinasi kadar sianida yang tinggi dan belerang rendah yang masuk dari makanan yang didominasi oleh ketela yang kurang diproses dan suplemen yang kurang protein (Rosling, 1989).

Neurotoksologi juga telah ditemukan pada tembakau yang berhubungan dengan ambliopia (Grant, 1980) dan pada amigdalin yang berhubungan dengan neuropati perifer (Kalyanaraman dkk., 1983). Keracunan sianida jangka panjang telah ditunjukkan berhub ungan dengan pembesaran dan gangguan pada kelenjar tiroid pada laporan kasus dan cohort studies dari individu yang terpapar sianida

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(36)

10

dalam pekerjaannya (Blanc dkk., 1985), melalui makanan yang dikonsumsi (Cook & Coursey, 1981), dan secara eksperimental (El Ghawabi dkk., 1975).

4. Mekanisme keracunan sianida

Sianida mempunyai afinitas khusus pada ion-ion besi yang ada dalam sitokrom oksidasi, enzim akhir pada respirasi oksidatif dalam mitokondria. Enzim ini merupakan katalisator yang penting untuk penggunaan oksigen pada jaringan. Ketika sitokrom oksidasi dihambat oleh sianida, histotoksik anoksia terjadi karena metabolisme aerobik yang terhambat. Pada keracunan sianida besar-besaran, mekanisme keracunan lebih rumit. Ini memungkinkan bahwa getaran bebas dari amina biogenic mungkin berperan dengan menyebabkan gagal jantung (Burrows & Way, 1976).

Sianida dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh paru-paru dan atau pembuluh jantung, yang akan mengakibatkan, secara langsung dan tidak langsung, pada gagal pemompaan dan penurunan volume darah pada sirkulasi didalam tubuh yang dipengaruhi oleh penurunan fungsi organ jantung. Teori ini didukung oleh peningkatan yang tajam pada tekanan pembuluh darah pusat yang telah diobservasi oleh Vick & Froelich (1985) pada waktu ketika tekanan pembuluh darah arteri turun setelah pengambilan natrium sianida ke dalam pembuluh darah pada anjing. Observasi bahwa phenoxybenzamine, sebuah alfa adrenergic menghalangi obat, secara terpisah mencegah perubahan awal (Vick & Froelich, 1985) mendukung konsep getaran awal menyatakan tidak berhubungan dengan penghambat sistem oksidasi sitokrom.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(37)

11

Bau kenari yang pahit dalam udara yang kadaluarsa adalah tanda penting keracunan sianida. Namun banyak orang tidak mampu merasakan bau asam hydrocyanic (Kalmus & Hubbard, 1960). Timbulnya “non-smeller” dilaporkan menjadi 18% diantara laki- laki dan 5% diantara wanita (Kirk & Stenhouse, 1953; Fukumoto dkk., 1957).

Secepatnya setelah menelan sianida, gejala yang sangat awal, seperti iritasi lidah dan selaput lender, mungkin dialami. Aspirasi darah kotor mungkin diobservasi jika pencucian lambung dilakukan. Gejala awal dan tanda- tanda yang terjadi setelah penghisapan HCN atau proses pencernaan garam sianida termasuk kegelisahan, sakit kepala, pusing, kebingungan, dan hiperpnea, diikuti oleh dispnea, membiru, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmia simpul AV.

Pada tahap kedua keracunan, kesadaran yang lemah, koma dan gangguan hebat terjadi dan kulit menjadi dingin, lembab, dan basah. Detak jantung menjadi lebih lemah dan lebih cepat. Opisthotonos dan trismus mungkin diobservasi. Tanda terakhir dari keracunan sianida termasuk hypotension, arrythmias komplek, gagal pembuluh darah jantung, oedema paru- paru dan kematian.

Bahwa pewarnaan kulit merah terang atau ketidakadaan pembiruan yang disebutkan dalam buku pelajaran (Gosselin dkk., 1984; Goldfrank dkk., 1984) jarang dijelaskan dalam laporan kasus keracunan sianida oleh sebab itu harus lebih ditekankan. Secara teori tanda ini bisa dijelaskan oleh oxyhaemoglobin yang berkonsentrasi tinggi dalam pembuluh darah balik, tetapi, terutama pada keracunan besar- besaran, gagal pembuluh darah akan mencegah ini dari kejadian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(38)

12

Kadang-kadang, pada awalnya pembiruan bisa diobservasi, ketika kemudian pasien bisa menjadi merah muda terang (Hilmann dkk., 1974).

Patogenesis udem paru-paru bisa dimaksudkan untuk beberapa mekanisme yang berbeda: (1) proses metabolisme intraselular yang bisa melukai alveolus dan pembuluh rambut epithelium secara langsung, menghasilkan sindrom kebocoran pembuluh rambut; (2) udem paru-paru neurogenik atau, (3) hampir sama, efek langsung pada miokardium mengarahkan ke kegagalan jantung bagian kiri dan peningkatan tekanan pembuluh darah paru-paru. Otak secara jelas adalah organ utama yang dilibatkan dalam keracunan sianida dan ini telah ditunjukkan bahwa sianida meningkatkan laktat otak dan menurunkan konsentrasi ATP otak (Olsen & Klein, 1974).

5. Pemeriksaan laboratorium

a. Asidosis laktat

Karena phosphorylation oksidasi ditutup, tingkat glikolisis ditingkatkan dengan jelas, dimana berubah mengarah pada asam susu. Tingkat asam susu bisa dihubungkan dengan kehebatan keracunan sianida (Trapp, 1970; Naughton, 1974).

b. Konsentrasi sianida dalam darah dan plasma

Sebelum perawatan intravenous dengan penawar racun dimulai, penting mengumpulkan heparinise (bukan fluoride) contoh darah untuk menentukan konsentrasi sianida. Hasil dari contoh yang dikumpulkan setelah perawatan benar-benar tidak bisa dipercaya. Sebuah tes kuantitatif yang menggunakan sebuah pembuluh detektor bisa digunakan jika diagnosanya diragukan. Darah juga bisa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(39)

13

digunakan untuk tes kuantitatif, sehingga kehebatan racun bisa dievaluasi. Pengukuran obat setelah perawatan penawar racun seharusnya didasarkan pada kondisi klinis dari pasien daripada konsentrasi darah sianida (Berlin, 1971; Vogel dkk., 1981; Peter dkk., 1982). Karena konsentrasi darah sampai 0,005-0,04 mg/l telah direkam pada kesehatan orang yang tidak merokok, dan 0,01-0,09 mg/l pada perokok, hanya konsentrasi diatas jumlah ini sebelumnya dianggap racun (Vogel dkk., 1981; Peters dkk., 1982). Lundquist dkk., (1985) melaporkan bahkan konsentrasi lebih rendah: bukan perokok 3,4 µg/l (seluruh darah), 0,5 µg/l (plasma), 6,0 µg/l (eritrosit); perokok 8,6 µg/l (seluruh darah), 0,8 µg/l (plasma), 17,7 µg/l (eritrosit).

Keracunan sianida yang fatal telah dilaporkan dengan seluruh konsentrasi darah 3 mg/l dan keracunan parah dengan 2mg/l (Graham dkk., 1977). Akan tetapi, ketika sianida masuk aliran darah, sampai 98% secara cepat memasuki sel darah merah dimana itu menjadi ikatan yang kuat. Rasio Plasma ke perbandingan darah sebesar 1:10 sehingga seluruh konsentrasi darah sianida mungkin tidak secara akurat mencerminkan konsentrasi sianida pada jaringan. Konsentasi sianida dalam plasma mungkin menjadi lebih penting karena pada keracunan yang parah itu terjadi jika konsentrasi dalam plasma berada dalam level sedang (Vesey dkk., 1976). Akan tetapi, kelemahan dari penggunaan plasma dalam mendeteksi sianida dalam dugaan keracunan karena ketidakstabilan sianida dalam plasma (Lundquist dkk., 1985).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(40)

14

6. Detoksifikasi sianida secara biologis

Jalan kecil utama penghilangan endogen adalah pengubahan, dengan menggunakan tiosulfat, menjadi tiosianat. Jalan kecil pengeluaran adalah pengeluaran hidrogen sianida melalui paru-paru dan mengikat sistein atau hidroksokobalamin.

Penghilangan sianida terjadi secara perlahan pada tingkat 0,017 mg/kg per min (McNamara, 1976). Enzim sulfurtransferase dibutuhkan untuk mengatalis pengiriman atom sulfur dari pemberi tiosulfat sampai sianida. Teori klasik yang menandakan bahwa mitokondrial tiosulfat sulfurtransferase adalah enzim terpenting dalam reaksi ini yang sekarang diragukan karena tiosulfat menembus selaput lipid secara perlahan dan sehingga tidak siap sedia sebagai sumber sulfur pada keracunan sianida. Konsep modern menganggap peranan yang lebih besar pada komplek serum albumin- sulfane, yang penahan utama penghilangan sianida yang berjalan pada metabolisme normal (Sylvester dkk., 1983). Enzim berikutnya, beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, juga mengubah sianida menjadi tiosianat (Vesey dkk., 1974). Enzim ini ditemukan dalam eritrosit, tetapi dalam sel-sel manusia aktifitasnya rendah.

B. Terapi pada Keracunan Sianida

1. Terapi suportif

Walaupun penawar racun yang efektif tersedia, pengukuran pendukung umum seharusnya tidak diabaikan dan mungkin menjadi penyelamat hidup. Menurut Jacobs (1984), yang melaporkan pengalaman pribadinya dari 104 kasus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(41)

15

keracunan industri, penggunaan penawar racun tertentu ditunjukkan hanya dalam kasus keracunan yang hebat dengan koma yang lama, biji mata yang tidak reaktif, dan pernapasan yang kurang dalam kombinasi dengan kurangnya peredaran darah. Pada pasien dengan keracunan yang lumayan hebat, yang hanya mengalami ketidaksadaran singkat, gangguan hebat, muntah, dan membiru, terapi terdiri dari perawatan intensif dan memberikan natrium tiosulfat ke dalam pembuluh darah. Pada kasus keracunan ringan dengan kepeningan, rasa mual, dan rasa mengantuk, hanya oksigen dan istirahat yang digunakan.

Peden dkk. (1986) menjelaskan sembilan pasien yang keracunan hidrogen sianida dikeluarkan oleh kebocoran katup. Tiga diantaranya tidak sadar sebentar tapi sembuh dengan cepat setelah dipindah dari daerah dimana mereka bekerja. Pembuluh urat nadi seluruh darah konsentrasi sianida pada pintu masuk adalah 3.5, 3.1 dan 2.8 mg/l, secara berturut- turut. Konsentrasi sianida pada kasus lain berkisar antara 2.6 dan 0.93 mg/l. semua disembuhkan hanya dengan terapi pendukung.

Antara tahun 1970 dan tahun 1984, tiga relawan laki- laki diberikan perlakuan yang sama; dua diantaranya menunjukkan hasil kehilangan kesadaran yang singkat, dan dalam kasus ini konsentrasi sianida 30 min setelah pemejanan adalah 7,7 dan 4,7 mg/L. Konsentrasi pada pasien yang lain adalah 1,6 mg/L. Ketiga pasien sembuh tanpa penggunaan penawar racun sianida. Sebagian kecil pasien yang tidak sadar dengan potensi konsentrasi racun dalam darah yang mematikan pada pemejanan, dan yang sembuh tanpa penawar racun sianida, telah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(42)

16

dilaporkan oleh Graham dkk. (1977), Edward & Thomas (1978), dan Vogel dkk. (1981).

Jika pasien tidak sadar, sebuah penawar racun tidak penting untuk ditangani secara cepat kecuali tanda yang penting/ mematikan memburuk. Pasien yang terkena hidrogen sianida yang sampai rumah sakit dengan kesadaran penuh hanya membutuhkan observasi dan penenangan hati.

2. Terapi antidot

a. Oksigen

Ini sangat sulit dimengerti bagaimana oksigen mempunyai efek bagus dalam keracunan sianida, karena pencegahan oksidasi sitokrom tidak kompetitif. Akan tetapi, oksigen selalu dianggap sebagai sebuah ukuran pertolongan pertama pada keracunan sianida, dan sekarang ada bukti yang bersifat percobaan bahwa oksigen mempunyai aktifitas penawar racun yang penting. Oksigen mempercepat reaksi oksidasi sitokrom dan melindungi terhadap pencegahan oksidasi sitokrom oleh sianida (Takano dkk., 1980). Meskipun demikian, ada kemungkinan tindakan lain dan yang secara klinis penting untuk ditentukan.

Oksigen hiperbarik dianjurkan untuk korban penghirupan asap yang menderita dari gabungan karbon monoksida dan keracunan sianida, karena dua agen ini secara gabungan racun. Penggunaan oksigen hiperbarik pada keracunan sianida yang murni masih diperdebatkan.

b. Natrium tiosulfat

Jalan utama penghilangan sianida dalam tubuh adalah pengubahan menjadi tiosianat oleh rhodanese, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(43)

17

beta-mercaptopiruvat sulfurtransferase, mungkin juga dilibatkan. Reaksi ini membutuhkan sumber sulfane sulfur, tapi penyedia endogen dari zat ini terbatas. Keracunan sianida adalah proses intramitokondrial dan sebuah penyediaan sulfur ke dalam pembuluh darah hanya akan menembus mitokondria secara perlahan. Sedangkan natrium tiosulfat mungkin cukup pada kasus ringan sampai berat, ini seharusnya ditangani dengan penawar racun yang lain pada kasus keracunan yang berat. Selain itu pemilihan penawar racun juga dibutuhkan ketika diagnosa racun sianida tidak pasti, sebagai contoh pada kasus penghirupan asap. Natrium tiosulfat dianggap pada dasarnya tidak beracun tetapi produk penghilang racun dibentuk dari sianida, tiosianat, mungkin menyebabkan keracunan pada pasien dengan kelainan ginjal.

C. Natrium Tiosulfat

Penggunaan natrium tiosulfat sebagai penawar racun telah dicatat dalam kepustakaan tentang keracunan yang berkaitan dengan sianida, gas mustard, mustard nitrogen, bromat, klorat, brom, yodium, sisplatin, dan obat-obatan tertentu (Dactinomycin, Mechlorethamine, Mitomycin) ketika dipaksa keluar dari pembuluh. Juga ada beberapa referensi tentang efeknya pada iodat dan racun hipoklorit. Peranan utama natrium tiosulfat terletak pada perawatan keracunan sianida.

1. Dasar pemikiran untuk memilih antidot

Efek natrium tiosulfat sebagai penawar racun pada keracunan sianida juga diabadikan dengan baik, dan pertama kali diperagakan oleh Lang (1985).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(44)

18

Beberapa pengarang percaya ini akan menjadi pemawar racun yang bekerja cukup lambat, walaupun yang lain telah memperagakan bahwa ini bekerja lebih cepat dibanding pemikiran yang sebelumnya, memungkinkan pengubahan sianida menjadi tiosianat (Krapez dkk., 1981). Tiosulfat membantu menghilangkan sianida pada enzim rhodanese. Akan tetapi, rhodanese adalah sebuah enzim intramitokondrial dan tiosulfat membatasi kemampuan untuk menembus sel dan selaput mitokondrial. Sehingga penyaluran tiosulfat hampir secara ekslusif ekstraseluler (Cardozo & Edelman, 1952), sedangkan kerja penawar racunnya telah dianggap terjadi secara intraseluler. Gambaran ini sekarang sedang dipelajari kembali dalam keterangan bukti penelitian mutakhir.

2. Kelompok risiko

Tidak ada kelompok resiko khusus yang dapat diidentifikasi mengenai penggunaan natrium tiosulfat. Akan tetapi, harus dicatat bahwa kemungkinan terdapat pengurangan kemampuan untuk mengubah sianida menjadi tiosianat dalam beberapa penyakit, contohnya, racun ambliopia (pada tembakau ambliopia tertentu) dan berhentinya pertumbuhan penglihatan turun-temurun Leber (Wilson, 1965; Darby & Wilson, 1967). Secara tidak normal aktifitas rhodanese yang rendah dalam hati telah dijelaskan pada dua pasien dengan berhentinya pertumbuhan penglihatan turun- temurun Leber (Grant, 1986).

3. Nama dan rumus kimia

Nama internasional tanpa kepemilikan: Natrii thiosulfas; natrium thiosulfate (Thiosulfate); Thiosulfate de natrium; Natrium thiosulfuricum; natriumthiosulfat (Hager, 1977). Nomer CAS: 10102-17-7 untuk natrium

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(45)

19

thiosulfate, pentahydrate (NIOSH, 1986); 7772-98-7 untuk natrium thiosulfate, anhydrous, (NIOSH, 1986).

Nama IUPAC : Natrium Thiosulfate, pentahydrate Perusahaan : siap tersedia di banyak Negara.

Nama Komersil : secara komersil tersedia sebagai natrium thiosulfate atau sama di banyak Negara.

Formula : Na2S2O3.5H2O (Martindale, 1989)

Rata-rata berat molekul : 248.2 (Martindale, 1989)

Spesifikasi garam kimia yang digunakan: natrium tiosulfat mangandung tidak kurang 99.0% dan tidak lebih atau sama dengan 101.0% Na2S2O3.5H2O

(Farmakope Eropa, 1980); transparan, kristal yang tidak berwarna (Farmakope Eropa, 1980); tidak berwarna, tidak berbau, (atau hampir tidak berbau) kristal prisma monoklinik, atau serbuk kristal yang kasar denga n rasa garam (Martindale, 1989).

4. Sifat fisiko-kimia

a. Titik lebur dan titik didih.

Natrium tiosulfat larut dalam air pengkristalannya sendiri kira-kira pada 49ºC (Farmakope Eropa, 1980; Martindale, 1989). Ini kehilangan seluruh airnya pada 100ºC dan terurai pada suhu yang lebih tinggi (Windholz, 1983). Di atas 200-300ºC, ini terurai menjadi sulfat dan pentasulfida (Kirk-Othmer, 1969; Hager, 1977). Ketika dipanaskan sampai titik penguraian, uap dari sulfur oksida terpancar (Sax, 1984; PoisIndex, 1987).

b. Kelarutan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(46)

20

Kemampuan larut yang tinggi dalam air (2 bagian natrium tiosulfat dalam 1 bagian air) (Martindale, 1989; Windholz, 1983).

c. Kestabilan

Memuai dalam panas (&gt30ºC) udara yang kering. Sedikit higroskopik di udara yang lembab (Windholz, 1983). Disimpan dalam wadah kedap udara (Martindale, 1989). Pelarut yang encer membatasi kestabilan yang berkaitan dengan kecenderungan untuk mengurai secara perlahan seperti reaksi berikut ini:

Na2S2O3 -- > Na2S2O3 + S (larutan netral atau asam)

Na2S2O3 + H2O -- > Na2SO4 + H2S (larutan alkali)

Reaksi pertama dipercepat oleh asam dan yang kedua oleh udara atau oksigen. Larutan natrium tiosulfat yang encer mengurai lebih cepat dalam panas. Penyimpanan dengan akse yang terbatas pada udara dan cahaya dalam lingkunga n yang dingin meningkatkan kestabilan (Kirk-Othmer, 1969; Martindale, 1989; Windholz, 1983).

Tiosulfat yang dapat disuntikkan disimpan dalam tempat kaca kecil yang tersegel selama tiga tahun menunjukkan tidak adanya perubahan penting pada komposisi.

d. Pembawa

Untuk tiosulfat yang dapat disuntikkan (0.15g/ml) : natrium fosfat dodekahidrat (Na2HPO4.12H2O) 1.2% (informasi dari Perusahaan Nasional

Farmasi Swedia).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(47)

21

5. Mekanisme penawaracunan

Jalan utama penghilangan sianida dalam tubuh adalah pengubahan menjadi tiosianat. Reaksi ini membutuhkan sumber sulfur sulfan (sulfur dwivalensi terikat pada sulfur lain) dan dikatalis oleh sulfur transferase. Telah dianjurkan bahwa ada kelompok psikologi sulfur sulfane reaksi sianida menempel pada albumin yang mungkin bekerja sebagai penyangga melawan produksi endogen sianida (Westley dkk., 1983; Way dkk., 1984). Tiosulfat ada dalam tubuh hanya dalam jumlah kecil, sebagian besar diperoleh dari sistin dan senyawa mercapto yang lain. Cadangan psikologi yang tersedia untuk penghilangan sianida menjadi terbatas (Schulz dkk.1979b)

Rhodanase

Na2S2O3 + CN- SCN + Na2S2O3

Ini disalurkan ke seluruh tubuh, konsentrasi paling tinggi ditemukan dalam hati, dan sebagian besar terletak dalam rahim mitokondria (Westley dkk., 1983). Keberadaan oksidasi tiosianat yang dapat mengoksidasi tiosianat kembali menjadi sianida (Goldstein & Rieders, 1953) telah dipertanyakan. Akan tetapi, ini sekarang terhubung dengan formasi artifaktual HCN selama pengujian kadar logam (Vesey, 1979).

Natrium tiosulfat mengandung dwivalensi pemberi sulfur yang penting terikat pada sulfur yang lain dan ini adalah pemberi sulfur utama untuk rhodanese dalam pengubahan sianida menjadi tiosianat. Sedangkan rhodanese tersedia berlebih dalam tubuh, kekurangan pemberi sulfur yang cocok adalah faktor pembatas rata-rata untuk jalan penghilangan racun pada keracunan sianida. Ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(48)

22

adalah dasar pemikiran untuk pengambilan natrium tiosulfat pada keracunan sianida sehingga kapasitas endogen penghilang racun tubuh ditingkatkan.

6. Profil biokimia/farmakologi lain

a. Farmakokinetik

Ketika tiosulfat dosis tinggi disuntikkan pada mamalia, bagian yang lebih besar dikeluarkan tidak diubah oleh pengeluaran ginjal tapi jumlah tertentu dioksidasi menjadi sulfat. Bagian kecil terakhir meningkat karena dosis tiosulfat menurun. Oksidasi tiosulfat menjadi sulfat terjadi dalam hati dengan dua langkah jalan kecil enzim. Pembelajaran oleh Gilman dkk. (1946) membuktikan bahwa penyuntikan tiosulfat ke dalam pembuluh darah secepatnya disalurkan dalam tempat cairan extracellular dan bahwa pembuangan ginjalnya terjadi penyaringan syaraf ginjal. Percobaan hewan lebih lanjut telah menunjukkan bahwa sistem pengangkutan tabung mungkin juga terjadi (Sörbo, 1972).

Tiosulfat disimpan dan diserap kembali dalam manusia dan anjing, menurut Bucht (1949) dan Foulks dkk. (1952). Pembersihan tiosulfat rendah, tapi pada tingkat yang tinggi pembersihan sama dengan mutu penyaringan syaraf ginjal. Ini berarti bahwa pada tingakatan plasma tiosulfat yang tinggi, penyimpanan Tm (pengiriman maksimal) sama dengan penyerapan kembali Tm, sedangkan pada tingkat plasma yang rendah seluruh penyaringan dan penyimpanan tiosulfat diserap kembali sehingga ada sebuah pengurangan nilai pembersihan tiosulfat.

Volume penyaluran, seperti yang ditentukan pada berat anjing 8.5-14.4 kg, pada rata-rata, 3 1 (Cardozo & Edelman, 1952).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(49)

23 Rhodanase

Na2S2O3 + CN- SCN + Na2S2O3

Reaksi katalis sulfurtransferase dimana sulfur sulfan diikutkan, rhodanase adalah sulfurtransferase yang telah banyak dipelajari secara ekstensif. Rhodanase mengakatalis pengiriman sulfan.

Pembelajaran secara kinetik telah menunjukkan bahwa ada tempat kationik pada rhodanase untuk pemberi anionik sulfur (Westley dkk,1983) sebagian besar dosis tiosulfat yang disuntikkan dikeluarkan dan tidak mengalami perubahan. Tiosulfat dianggap menyebar secara perlahan melalui selaput sel (Himwich dan Saunders, 1948; Sorbo,1962).

Menurut Crompton dkk, (1974), tiosulfat bisa menggunakan pembawa dikarboksilat untuk memasuki mitokondria, seperti yang ditunjukkan pada percobaan dengan menggunakan mitokondria pada hati tikus. Sistem ini khusus pada senyawa anion valensi dua.

Telah ditunjukkan oleh Szczepkowski dkk,(1961) bahwa ketika menggunakan tiosulfat yang dilabeli 2 atom sulfur mempunyai keuntungan yang berbeda selama serangkaian proses metabolisme pada hewan. Pada tikus, atom sulfur dalam dihilangkan sangat cepat dihilangkan dalam bentuk sulfat ketika atom luar diubah menjadi sulfat lebih lambat, mungkin mulai melalui jumlah tingkat tahap tengah.

Ketika hewan percobaan disuntik dengan tiosulfat yang mengandung 35S pada posisi sulfannya secara ekslusif. Ini seluruhnya dapat ditemukan berlabel dalam plasma secepat sampel yang diperoleh (Schneider dan Westley, 1969).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(50)

24

Percobaan pada anjing (Michefelder dan Tinker,1977; Schulz dkk,1979b) telah menunjukkan bahwa kapasitas persediaan endogen tiosulfat untuk menghilangkan sianida dilebihkan jika natrium nitroprusside diatur sebagai infus yang terus menerus pada rata-rata lebih dari 0,5 mg/kg/jam ketika hewan percobaan menerima dosis yang lebih tinggi dari 0,5/mg/kg/jam, konsentrasi darah sianida mereka meningkat secara bertahap. Hewan percobaan yang menerima dosis yang sama mengalami kondisi yang sama tetapi dengan pemberian infus tiosulfat tambahan 6 x (b/b) dosis natrium nitroprusside tidak menunjukkan tanda yang tidak normal. Volume urin dalam anjing yang diberi tiosulfat diatas 48 jam periode kira-kira 2x hewan yang tidak diberi, barangkali berhubungan dengan peningkatan rata-rata formasi tiosianat dan penghasil osmotik diuresis. Hasil yang sama diperoleh dalam percobaan pada kelinci (Hobel dkk, 1978).

b. Farmakodinamik

Setelah induksi natrium nitroprusida (SNP) akut. Pemejanan pada kelinci secara injeksi bolus tiosulfat dan hidroksokbalamin (Vit B12a) pada SNP/ perbandingan konsentrasi molar penawar racun 1:5 sama efektifnya pada pengurangan tanda awal keburukan asidosis metabolik (Pill dkk,1980). Selama masa pengamatan berikutnya kelebihan dasar B12a sebagai penawar racun didapati lebih rendah daripada dengan tiosulfat, ketika 2 penawar racun diberikan secara paralel dengan dosis SNP tinggi natrium tiosulfat terbukti lebih bagus dari B12a. Pengarang menganjurkan bahwa untuk tujuan klinis SNP harus selalu diatur dalam kombinasi tiosulfat (1:5).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(51)

25

Sebuah molekul SNP mengandung 5 ion sianida, sehingga tiosulfat harus diberikan dalam pervandingan molar paling tidak 5 : 1, yang cocok untuk dosis 4 bagian oleh berat natrium tiosulfat terhadap salah satu SNP. Schulz dkk. (1979b) menganjurkan bahwa karena tiosulfat dimetabolis dan dihilangkan dengan cepat dari tubuh lebih baik untuk mengaturnya secara berlebih dengan infus yang berkala.

Chen dkk, (1934) menunjukkan bahwa natrium tiosulfat menghilangkan racun sianida sampai 3x dosis minimal yang mematikan (MLD), dosis tiosulfat yang berbeda secara i.p untuk tikus pada waktu yang berbeda setelah penyuntikkan sub lethal atau lethal dosis sianida (Schubert dan Brill, 1968). Ketika tiosulfat diberikan kepada tikus 5 menit setelah sianida, waktu setelah penyembuhan dari keracunan sianida sangat diperpendek, tikus diberi tioslufat 10 menit setelah sianida (ketika pencegahan oksidasi sitokrom hati maksimal) sembuh 5-10 menit kemudian sebagai pengganti 30-40 menit secara normal yang dibutuhkan tanpa perawatan.

c. Toksikologi

Penghilangan hasil sianida, tiosianat, dikeluarkan dalam air seni. Konsentrasi tiosianat normalnya 1-4 mg/l dalam plasma bukan perokok dan 3-12 mg/l pada perokok. Tiosianat plasma setengah hidup pada pasien dengan fungsi ginjal normal adalah 4 h (Blaschle & Melmon, 1980), tapi pada ginjal yang tidak normal ini secara jelas diperpanjang dan sehingga resiko keracunan pada para pasien meningkat (Schulz dkk., 1978). Tingkat tiosianat yang lebih dari 100 mg/l dianggap berkaitan dengan keracunan. Keracunan tiosianat dikenali dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(52)

26

lemahnya kekejangan otot, rasa muak, penyimpangan orientasi, sakit jiwa, gerak yang berlebihan, dan pingsan (Smith, 1973; Michenfelder & Tinker, 1977). Keracunan mematikan pada konsentrasi yang lebih besar dari 180 mg/l telah dilaporkan (Healy, 1931; Garvin, 1939; Russel & Stahl, 1942; Kessler & Hines, 1948; Domalski dkk., 1953). Haemodialysis dianjurkan sebagai sebuah cara yang efektif menghilangkan thicyanate (Marbury dkk., 1982). Dialysance yang berjumlah 82,8 ml/min (in vivo) dan 102,3 ml/min (in vitro) telah dicatat (Pahl & Vaziri, 1982). Sedikit diketahui tentang sifat pengikat protein tiosianat, dan haemoperfusion mungkin lebih efektif daripada haemodialisis.

Menurut NIOSH (1986) pemberian secara i.v dosis LD 50 pada tikus 250 mg/kg sedangkan pemberian secara i.v paling rendah mengeluarkan dosis yang mematikan (LDLO) pada anjing 3000 mg/kg (Dennis dan Feltchef, 1966). Ketika

anjing diberikan 3000 mg/kg Natrium tiosulfat pentahidrat secara i.v (Dennis dan Feltchef, 1966), efek berikut ini berkembang secara cepat. Metabolik asidosis hipoksemi, hipernatremia dan perubahan pada ECG dan dalam tekanan arteri dan vena. Dalam percobaan ini kenaikan cepat dan langsung pada konsentrasi serum natrium akan diharapkan karena isi natrium dalam natrium tiosulfat pentahidrat kira-kira 24 MEQ/3000 mg dan anjing yang bertahan terhadap suntikan menunjukkan tanda diuresis yang akan diperkirakan dari dosis osmotik besar yang dilakukan. Dianjurkan bahwa natrium tiosulfat pentahidrat (1500 mg/kg) diberikan secara i.v pada rata-rata konstan diatas 30 menit/periode ditahan dengan baik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(53)

27

Selama pelaksanaan SNP kronis infus simultan tiosulfat mungkin menunjukkan masalah karena akumulasi pembesaran plasma tiosianat dan bahaya hipofolaemia (Michen Felder dan Tinker, 1977). Fesey dkk. (1985) menganjurkan bahwa ini cukup untuk memberikan dosis bolus natrium tiosulfat jika hanya dosis SNP atau dosis rata-rata berlebihan. Disitu tampak tidak ada informasi yang cenderung pada teratogen dan mutagenesis natrium tiosulfat

7. Rute pemberian

Pada keracunan sianida, natrium tiosulfat seharusnya diberikan secara i.v (penyerapan sangat buruk setelah pelasanaan oral) sebagai penyuntikan bolus atau dengan infus melebihi paling tidak 10 min. Ketika digunakan untuk mencegah keracunan sianida selama terapi SNP bisa diberikan secara simultan dengan infus berkala atau , secara alternatif, sebagai penyuntikkan bolus yang lambat

8. Dosis

Dosis awal yang dianjurkan untuk orang dewasa dalam pembuktian keracunan sianida adalah 8-12,5 gram (Chen dkk; 1944; Chen dan Rose, 1952), atau 0.2 g/kgBB (Sorbo, 1972). Dosis ini berdasarkan kasus individu dimana dosis ukuran ini telah terbukti efektif data percobaan dan pertimbangan teoritikal mendukung anjuran ini walaupun kebenaran ini kurang benar. Untuk anak-anak relatifnya dosis yang lebih tinggi secara umum dianjurkan. Untuk anak-anak dengan konsentrasi hemoglobin normal, dosis kira-kira 410 mg/kgBB telah dianjurkn (Berlin;1970) dan banyak buku panduan menganjurkan dosis rata-rata 300-500 mg/kgBB ini harus diacatat bahwa dalam sumber-sumber itu yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(54)

28

membuat anjuran ini, natrium tiosulfat digunakan dalam kombinasi dengan penawar racun yang lainnya, terutama natrium nitrit.

Resiko keracunan sianida pada pasien yang melakukan perwatan dengan SNP didokumentasikan dengan baik, Natrium tiosulfat telah didapati ideal pada situasi ini dan telah dianjurka bahwa rasio B/B untuk SNP dan Natrium tosulfat seharusnya paling tidak 1:4 (Schulz dkk;1979b) dan terutama untuk mendapat kelebihan tiosulfat, 1/5-6. Penawar racun bisa diberikan juga dengan infus berkala secara simultan dengan SNP (Schulz dkk; 1982) atau dengan suntikan bolus.

Dosis awal pada orang dewasa adalah (8-12,5 g natrium tiosulfat diberikan secara injeksi bolus i.v/infus diatas 10-15 min, secara alternatif total dosis awal bisa dihitung sebagai 150-200 mg/kgBB. Dosis tambahan zat ditandai menurut rangkaian klinis. Dosis awal pada nak-anak adalah 400 (300-500) mg/kg BB diberikan secara i.v seperti yang diindikasikan diatas.

Untuk mencehak keracunan sianida selama terapi SNP natrium tiosulfat seharusnya diberikan oleh infus simultan dengan dosis 5-6X melebihi (b/b) dosis SNP atau secara alternatif, suntikan bolus bisa digunakan.

9. Kontraindikasi

Tidak ada kontra indikasi khusus. Keracunan natrium tiosulfat adalah rendah dan efek racun seharusnya tidak diharapkan kecuali dosisnya jauh melebihi yang dianjurkan. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dialisis bisa dianggap untuk penghilangan tiosianat yang lebih cepat (selama perawatan jangka panjang). Dosis yang dianjurkan diatas seharusnya tidak diubah pada kaus kehamilan atau menyusui.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(55)

29

10. Efek samping

Efek samping adalah kecil dan tidak terlalu penting dibandingkan untuk resiko jika dihubungkan dengan keracunan sianida. Injeksi cepat dari larutan hiperosmolar natrium tiosulfat dapat menyebabkan nausea dan vomiting (Ivankovich dkk;1983). Adanya hipotensi keduanya dimungkinkan pada pembentukan dari tiosianat, dimana diketahui untuk dapat terjadi nya hipotensif (Done,1961) efek samping lainnya yang berhubungan dengan produksi tiosianat adalah nausea, headache dan disorientasi. Jika tiosulfat telah diinjeksikan ke anjing (Vesey dkk;1985) tidak ada efek samping dimana terlihat yang memperantarai hipotensi. Efek diuretik dan ga ngguan tekanan osmotik adalah efek samping yang mungkin dapat terjadi (Martindale,1989).

11. Penggunaan pada kehamilan/menyusui

Termasuk dalam kategori C berdasarkan FDA (Olson, 2007), studi terhadap binatang percobaan telah memeperlihatkan adanya efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya diberikan jika manfaat yang diperoleh lebih besar daripada risiko yang mungkin terjadi pada janin (Anonim, 2006).

D. Anatomi Fisiologi

1. Jantung

Fungsi utama jantung adalah sebagai pompa dalam sistem transport yang bertanggung jawab membawa gas nutrisi, produk-produk sampah, dan zat- zat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(56)

30

lainnya dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya. Jantung sebagai pompa merupakan salah satu bagian dari sistem kardiovaskular disamping sistem pembuluh darah dan darah. Ketiga komponen tersebut dapat dipengaruhi oleh zat toksik (Stine and Brown, 1996)

Jantung Merupakan organ berotot yang memompa darah ke arteri. Dindingnya terdiri dari 3 lapisan :

a. Endokardium (lapisan yang paling dalam, yang kontak dengan darah) (Bergman, Adel, and Paul, 1996).

b. Miokardium terdiri dari otot jantung dan berhubungan dengan tunika media dari dinding pembuluh darah. (Bergman, 1996).

c. Epikardium (lapisan terluar) (Bergman, 1996).

2. Lambung

Lambung memiliki sejumlah fungsi disamping penyimpanan makanan dan pengendalian pelepasannya kedalam duodenum. Asam hidroklorida membunuh banyak bakteri yang ditelan. Sel parietalis dalam mukosa lambung juga mensekresi faktor intrinsik, suatu senyawa yang diperlukan bagi absorpsi sianokobalamin (vitamin B 12) dari usus halus.

3. Usus halus

Terbagi menjadi 3 bagian, yaitu duodenum, bagian awal; bagian tengah, jejunum; dan bagian akhir adalah ileum. Lipatan mukosal dan submukosal nya berbentuk plicae circulares, valves of keckring, atau valvulae conniventes. Lipatan- lipatan tersebut tidak terdapat pada bagian awal duodenum, paling banyak terdapat di jejunum, dan jarang terdapat di ileum, dinding usus halus terdiri dari 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(57)

31

lapisan sama seperti yang ada di lambung, yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa (kecuali pada bagian duodenum, yang mana adalah retroperitoneal dan karena itulah tidak terdapat lapisan terluar mesotelial, turunan dari peritoneum) (Bergman, 1996).

Usus halus atau usus dua belas jari dan usus besar adalah bagian dari usus. Panjang usus halus sekitar 4-7 meter, panjangnya bervariasi sejalan dengan kontraksi dan relaksasi dinding otonya (Anonim, 1987). Usus halus dibagi menjadi dupdenum, jejenum, dan ileum. Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Mukosa pada usus halus terselubung dengan vili yang bentuknya seperti jari- jari, yang membuat usus halus mempunyai permukaan yang luas (sekitar 10 m2 ). Terdapat sekitar 25-40 vili/mm2 , setiap vili panjangnya sekitar 1 mm. Pada duodenum dan jejenum, mukosa terbenam di dalam lipatan- lipatan dan vili panjang-panjang dan sangat rapat. Mengarah ke ileum, lapisan mukosanya lebih sedikit lipatannya, dindingnya lebih tipis, dan vilinya lebih pendek dan lebih jarang. Semua pencernaan dan penyerapan yang penting terjadi didalam usus halus. Baik lambung maupun usus besar dapat diangkat seluruhnya tanpa menyebabkan dampak yang serius. Kira-kira sampai sepertiga usus halus dapat diangkat tanpa memberikan efek pada pencernaan, dan daya tahan hidup masih dapat dimungkinkan dengan kira-kira 1 meter usus halus dalam keadaan utuh (Anonim, 1987b).

4. Hati

Hati mempunyai banyak fungsi kompleks, di antaranya pembentukan empedu, penyimpanan dan pelepasan karbohidrat, pembentukan urea, pembuatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(1)

96

Lampiran 1. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)

Sianida

mencit jantung berdebar hilang kesadaran gagal nafas kejang mati

I Terjadi cepat sekali 96.00 166.00 178.00 211.00

II Terjadi cepat sekali 114.00 141.00 133.00 190.00

III Terjadi cepat sekali 60.00 86.00 93.00 120.00

IV Terjadi cepat sekali 116.00 120.00 180.00 240.00

V Terjadi cepat sekali 79.00 132.00 546.00 626.00

VI Terjadi cepat sekali 0.00 300.00 420.00 540.00

rata-rata Terjadi cepat sekali 77.50 157.50 258.33 321.17

SD 0.00 43.52 74.59 181.40 208.43

SE 0.00 17.77 30.45 74.06 85.09

Lampiran 2. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol aquadest (dalam detik)

Aquadest

mencit jantung berdebar

hilang

kesadaran gagal nafas kejang mati

I

Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak

terjadi Tidak mati II

Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak

terjadi Tidak mati III

Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak

terjadi Tidak mati IV

Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak

terjadi Tidak mati V

Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak

terjadi Tidak mati VI

Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak

terjadi Tidak mati rata-rata

Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak

terjadi Tidak mati

SD 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

SE 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Lampiran 3. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol natrium tiosulfat (dalam detik)

Na-tiosulfat

mencit jantung berdebar hilang kesadaran gagal nafas kejang mati I

160.00 705.00

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati II

192.00 769.00

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati III

0.00 74.00

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati IV

150.00 Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

97

V

Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati VI

Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati rata-rata

83.67 258.00

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati

SD 92.70 372.69 0.00 0.00 0.00

SE 37.84 152.15 0.00 0.00 0.00

Lampiran 4. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)

Sianida+Na-tiosulfat 0,468 mg/kg

mencit

jantung berdebar

hilang

kesadaran gagal nafas kejang mati

I Terjadi cepat

sekali 212.00 675.00

Terjadi cepat

sekali 941.00

II Terjadi cepat

sekali 108.00 222.00

Terjadi cepat

sekali 284.00

III Terjadi cepat

sekali 83.00 268.00

Terjadi cepat

sekali 648.00

IV Terjadi cepat

sekali 161.00 573.00

Terjadi cepat

sekali 741.00

V Terjadi cepat

sekali 89.00 416.00

Terjadi cepat

sekali 695.00

VI

58.00 191.00 381.00

Terjadi cepat

sekali 583.00

rata-rata

21.33 140.67 422.50

Terjadi cepat

sekali 648.67

SD 33.27 54.95 174.49 0.00 216.07

SE 13.58 22.43 71.24 0.00 88.21

Lampiran 5. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)

Sianida+Na-tiosulfat 3,279 mg/kg

mencit

jantung berdebar

hilang

kesadaran gagal nafas kejang mati

I

Tidak terjadi 791.00 1011.00

Terjadi cepat

sekali 1275.00

II

Tidak terjadi 0.00 0.00

Terjadi cepat

sekali Tidak mati III

Tidak terjadi 513.00 726.00

Terjadi cepat

sekali 861.00

IV

Tidak terjadi

Tidak teramati

Tidak teramati

Terjadi cepat

sekali Tidak Mati V

Tidak terjadi 108.00 569.00

Terjadi cepat

sekali 910.00

VI

55.00 101.00 187.00

Terjadi cepat

sekali 255.00

rata-rata 9.17 252.17 415.50 Terjadi cepat 29350.17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

98

sekali

SD 22.45 325.33 417.63 0.00 44191.82

SE 9.16 132.82 170.50 0.00 18041.23

Lampiran 6. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)

Sianida+Na-tiosulfat 22,96 mg/kg

mencit jantung berdebar

hilang kesadaran

gagal

nafas kejang mati

I

Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak teramati

Terjadi cepat

sekali Tidak mati

II 43.00 81.00 132.00 298.00 302.00

III

Tidak terjadi 78.00 102.00

Terjadi cepat

sekali 170.00

IV

Tidak terjadi Tidak terjadi

Tidak teramati

Terjadi cepat

sekali Tidak mati

V

Tidak terjadi 100.00 500.00

Terjadi cepat

sekali 681.00

VI

25.00 732.00 850.00

Terjadi cepat

sekali 933.00

rata-rata 11.33 165.17 264.00 49.67 29147.67

SD 18.46 280.99 341.22 121.66 44348.29

SE 7.54 114.71 139.30 49.67 18105.11

Lampiran 7. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)

Sianida+Na-tiosulfat 160,72 mg/kg

mencit jantung berdebar hilang kesadaran gagal nafas kejang mati I

160.00 705.00

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati II

192.00 769.00

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati III

Tidak teramati 74.00

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati IV

150.00 Tidak teramati

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati V

Tidak teramati Tidak teramati

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati VI

Tidak teramati Tidak teramati

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati rata-rata

83.67 258.00

Tidak terjadi

Tidak terjadi

Tidak mati

SD 92.70 372.69 0.00 0.00 0.00

SE 37.84 152.15 0.00 0.00 0.00

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

99

Lampiran 8. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap kelompok kontrol (aquadest, sianida (26 mg/Kg), dan Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg))

Kelompok Jantung berdebar Hilang kesadaran Gagal nafas Kejang Mati

Kontrol aquadest

Kontr ol sianid

a

Kontrol Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg)

Kontrol aquadest

Kontr ol sianid

a

Kontrol Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg)

Kontrol aquadest

Kontr ol sianid

a

Kontrol Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg)

Kontrol aquadest

Kontro l sianida

Kontrol Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg)

Kontrol aquadest

Kontr ol sianid

a

Kontrol Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg) Kontrol

aquadest Btb Btb B Btb B Btb B Btb B Btb Kontrol

sianida (26 mg/Kg)

Btb Btb B Btb B B B B B B

Kontrol Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg)

Btb Btb Btb Btb Btb B Btb B Btb B

Sianida + Na tiosulfat

0,468 mg/kg BB

Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb B Btb B Btb B B B

Sianida + Na tiosulfat

3.279 mg/kg BB

Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb B Btb B Btb B B B

Sianida + Na tiosulfat

22.96 mg/kg BB

Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb B Btb B Btb B Btb B

Sianida + Na tiosulfat

160,720 mg/kg BB

Btb Btb Btb Btb Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb Btb B Btb

Keterangan : B : berbeda bermakna dengan tingkat signifikansi 95% Btb : berbeda tidak bermakna dengan tin gkat signifikansi 95%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

100

Lampiran 9. Hasil uji menggunakan analisis statistik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitn

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

176

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul ”Potensi Na-tiosulfat Sebagai

Antidotum Untuk Keracunan Sianida Pada Mencit

Jantan Galur Swiss” memiliki nama lengkap Andrew

Arief Sudarmono, merupakan putra ketiga, anak ketiga

dari pasangan Edianto Sudarmono dengan ibu kandung

Maria Henny Rustianti dan ibu yang membesarkan Ina

Kusuma Dewi yang dilahirkan di Semarang pada

tanggal 24 Januari 1987. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis

sejak di bangku taman kanak-kanak hingga tamat SMF diselesaikan di kota

Semarang, TK. Don Bosco (1991-1992), SD Regina Pacis (1992-1998), SLTP

Maria Goretti (1998-2001) dan SMF Theresiana (2001-2004). Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan ke kota Yogyakarta untuk menuntut ilmunya di Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma (2004-2008).

Selama masa kuliah, penulis juga pernah menjadi Koordinator Bidang Penelitian

dan Pengembangan (Litbang) Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF)

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan pernah juga menjadi Ketua

II (Bidang Umum) pada acara Titrasi (Tiga hari temu Akrab Farmasi) 2006 dan

menjadi panitia dalam beberapa kepanitian lepas yang masih dalam lingkup

internal di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI