KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL PELATIH DAN ATLET TENIS MEJA TUNANETRA KOTA BEKASI - FISIP Untirta Repository
KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL PELATIH DAN ATLET TENIS MEJA TUNANETRA KOTA BEKASI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi skripsi pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Disusun Oleh :
Henry Pramudya Soegiana
6662092665
KONSENTRASI JURNALISTIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2014
ABSTRAK
Henry Pramudya Soegiana. NIM 092665. Skripsi. Komunikasi Instruksional
Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi. Program Studi Ilmu
Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan
AgengTirtayasa. 2014.Penelitian ini membahas bagaimana komunikasi instrukisonal antara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra pada proses latihan. Perbedaan fisik antara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra memicu permaslahan komunikasi, dimana instruksi yang semestinya disampaikan oleh pelatih dengan cara audio dan visual. Pelatih hanya mengandalkan audio untuk menggambarkan sebuah isntruksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses komunikasi, untuk mengethaui metode komunikasi, dan untuk mengetahui komunikasi verbal dalam menyampaikan pesan antara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi. Informan dalam penelitian ini adalah satu pelatih tenis meja tunanetra dan empat atlet tenis meja penyandang tunanetra. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori identifikasi Kenneth Burke, dimana kesamaan adalah satu cara identifikasi yang tercipta di antara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra, identifikasi meningkat, penyatuan makna meningkat, sehingga akan meningkatkan pemahaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pertama proses
komunikasi melalui tahap awal komunikasi, yang akhirnya tercipta cara pelatih dan
atlet tenis meja tunanetra berkomunikasi . Kedua, metode komunikasi instruksional
yang digunakan pelatih dalam proses latihan adalah menggunakan metode praktikum, dan metode diskusi. Ketiga, komunikasi instruksional yang dilakukan oleh pelatih dan atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi adalah komunikasi verbal secara lisan.
Keywords : Komunikasi Instruksional, Tunanetra, Identifikasi Kenneth
Burke
ABSTRACT
Henry Pramudya Soegiana, NIM 092265. Thesis. Instructional Communication
Of Table Tennis Trainer and the Athlete with Vision Disabilities in Bekasi City.
Communication Science, Faculty of Political and Social Science. Sultan Ageng
Tirtayasa University. 2014.
This research examines how the instructional communications work on between the
table tennis trainer and the athlete with vision disabilities during the training
process. The physical differences between the trainer and the athlete trigger a
communication problem, where the instruction that should be delivered by the
trainer with both of audio and visual, in this case they only rely on an audio for
giving a perspective of instruction. The purposes of this research is to describe the
communication process between the table tennis trainer and the athlete with vision
disabilities of Bekasi City during the training, and to identify what instructional
communication method using by the table tennis trainer and the athlete, then to
know what a verbal communication technic that the trainer use to deliver a message
to the athlete. This research using the qualitative descriptive method, which is the
writer interviewing and observing to collect the data. The informant of this research
is one table tennis trainer and four athletes with vision disabilities. Kenneth Burke
identification theory is the main theory of this research, where the similarity whit
this case is once the one way identification has made between the trainer and the
athlete, the identification increase, the fusion of meaning increase, then will
increase the comprehension. The result shown that first, communication process
passing the first step of communication, well then the communication between both
created. Second, the instructional communication method used by the trainer
during the training process is the practicum method and the discussion method.
Third, the instructional communication used by the trainer and the athlete is verbal
communication verbally.
Keyword: Kenneth Burke Identification theory, Instructional Communication,
vision disabilities.KATA PENGANTAR
Assallamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas berkah, rahmat, dan hidayah dari- Nya, skripsi yang berjudul “Komunikasi Instruksional
Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi” ini Alhamdulillah dapat diselesaikan.
Dalam pembuatan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari sejumlah pihak sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis mempersembahkan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah :
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 3. Kandung Sapto N, S.Sos,. M.Si, Selaku Pembantu Dekan I Bidang
Akademik, Mia Dwiana, S.Sos., M.Si, selaku Pemabntu Dekan II Bidang Keuangan, dan Gandung Ismanto, S.Sos., MM, selaku Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
4. Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si, selaku Ketua Jurusan Program Ilmu Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa serta Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom, selaku sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sultan Ageng Tirtayasa 5. Yuliana, S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing satu dan Andin Nesia,
M.I.Kom, dosen pembimbing dua, yang telah sabar membimbing penulis dan menyediakan waktunya. Serta seluruh dosen pengajar di program studi Ilmu Komunikasi.
6. Toni Budi Santoso, Wahyu Wendi Kurnia, Surono, Yulianto, Yanto Sugiharto, Sarah Wijaya, dan Iis Wulandari selaku informan sekaligus keluarga besar NPC Kota Bekasi yang telah memberikan bantuan sangat besar untuk penelitian ini.
7. Kedua orang tua, Bapak Nanang dan Ibu Heni. Keluarga besar di Serang, A Maman, Bi Elis, Bi Nani, Bi Rini, Om Ade, Om Esa, Gogo, Mega, Aca, Okta, Ica, dan Meizy. Terimakasih atas segala dukungan dan do’a yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah sampai gelar sarjana.
8. Teman diskusi, Annisa Rizky, M.I.Kom. Terimakasih atas segala waktu dan ide-idenya, sehingga sangat membantu penulis dalam mengerjakan penelitian ini.
9. Teman baik, Aulia, Tulus, Andri, Ica, Cony, Augia, Galuh, Alan, dan semua teman-teman Ilmu Komunikasi 2009. Keluarga besar KOVIKITA, Untirta TV, Teater Kafe Ide, dan Djogja Production tempat penulis mengembangkan minat dan bakat. Terimakasih atas waktu dan pengalaman yang pernah diberikan.
10. Sahabat-sahabat PEMBURU Aji, Putra, dan Billi tempat penulis berbagi keluh kesah.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sadar, skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis bersedia menerima kritik sebagai bahan intropeksi diri dan pembelajaran.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Serang, Oktober 2014 Penulis
Henry Pramudya Soegiana
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. iv LEMBAR PERSEMBAHAN .............................................................. v ABSTRAK ............................................................................................ vi ABSTRACT ........................................................................................... vii KATA PENGANTAR .......................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN .....................................................................
1 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................
1 1.2 Rumusan Masalah .....................................................................
6 1.3 Identifikasi Masalah ..................................................................
6 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................
7 1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................
7 1.5.1 Manfaat teoritis ...............................................................
7 1.5.2 Manfaat Praktis ...............................................................
7 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .......................................................
8 2.1 Tinjauan Teoritis ........................................................................
8 2.1.1 Definisi Komunikasi ................................................... ....
10 2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi ................................................
12 2.1.3 Fungsi Komunikasi .........................................................
12 2.1.4 Komunikasi Verbal ..........................................................
13 2.1.4 Proses Komunikasi...........................................................
17 2.2 Komunikasi Instruksional .........................................................
19 2.2.1 Pengertian Komunikasi Instruksional ..............................
20 2.2.2 Fungsi dan Manfaat Komunikasi Instruksional ...............
20 2.2.3 Metode Komunikasi Instruksional ...................................
22 2.3 Tunanetra ..................................................................................
23 2.3.1 Pengertian Tunanetra .......................................................
23 2.3.2 Klasifikasi Tunanetra .......................................................
24 2.3.3 Sebab Tunanetra...............................................................
26 2.3.4 Tenis Meja Tunanetra ......................................................
27 2.4 National Paralympic Indonesia ................................................
30
2.5 Teori Identifikasi Kenneth Burke .............................................
32 2.6 Penelitian Sebelumnya ..............................................................
35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................
37 3.1 Metode Penelitian .....................................................................
37 3.2 Paradigma Penelitian ................................................................
38 3.3 Teknik Pengambilan Data ..........................................................
39 3.4 Teknik Sampling .......................................................................
42 3.5 Analisis Data .............................................................................
43 3.6 Uji KValiditas Data ....................................................................
44 3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian ....................................................
45 BAB IV HASIL PENELITIAN ...........................................................
47 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ........................................................
47 4.2 Deskripsi Informan ....................................................................
49 4.2.1 Yulianto ...........................................................................
59 4.2.2 Yanto Sugiharto ................................................................
50 4.2.3 Toni Budi Santoso ............................................................
50 4.2.4 Sarah WIjaya ....................................................................
50 4.2.5 Iis Wulandari ....................................................................
51 4.3 Analisis Data dan Pembahasan .................................................
51
4.3.1 Proses Identifikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi ..................................
52
4.3.2 Proses Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi ....................................................
57 4.3.2.1 Masalah Komunikasi ............................................
59 4.3.2.2 Cara Pelatih dan Atlet Berkomunikasi .................
60 4.3.2.3 Feed Back .............................................................
61
4.3.3 Metode Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi .....................................................
67 4.3.3.1 Lisan .....................................................................
70 4.3.3.2 Diskusi ..................................................................
74
4.3.4 Komunikasi Verbal Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi .....................................................
77 4.3.4.1 Lisan .....................................................................
80 4.3.4.2 Ceramah ................................................................
81 4.3.4.3 Diskusi ..................................................................
83
BAB V PENUTUP ................................................................................
86 5.1 Kesimpulan ...............................................................................
86 5.2 Saran .........................................................................................
87 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
89 LAMPIRAN ...........................................................................................
91 BIODATA PENULIS ........................................................................... 110
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya ...........................................................
36 Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ....................................................................
46 Tabel 4.1 Kategorisasi Proses Identifikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Kota Bekasi .............................
52 Tabel 4.2 Kategorisasi Proses Komunikasi Instruksional Pelatih dan Atlet Tenis Meja Kota Bekasi ........................................................
57 Tabel 4.3 Kategorisasi Metode Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Kota Bekasi .............................
67 Tabel 4.4 Kategorisasi Komunikasi Verbal Pelatih dan Atlet Tenis Meja Kota Bekasi .........................................................
77 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ...........................................................
34 Gambar 4.1 Proses Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi ....................................
63 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Biodata Informan Yulianto ............................................
91 Lampiran 3 Transkip Wawancara Yulianto .......................................
91 Lampiran 4 Biodata Yanto Sugiharto ................................................
94 Lampiran 5 Transkip Yanto Sugiharto ..............................................
94 Lampiran 7 Biodata Toni Budi Santoso .............................................
97 Lampiran 7 Transkip Wawancara Toni Budi Santoso ........................
98 Lampiran 6 Biodata Sarah Wijaya ..................................................... 100 Lampiran 7 Transkip Wawancara Sarah Wijaya ................................ 101
Lampiran 8 Biodata Iis Wulandari ..................................................... 103 Lampiran 7 Transkip Wawancara Iis Wulandari ................................ 104 Lampiran 8 Dokumentasi .................................................................. 106 Lampiran 7 Biodata Penulis................................................................ 109
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tidak mudah tentunya bagi Yulianto pelatih tenis meja tunanetra Kota Bekasi untuk menyamakan kesepahaman dengan atlet tenis meja tunanetra yang didiknya dalam proses latihan. Karena perbedaan fisik antara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra memicu masalah komunikasi. Masalah komunikasi yang dialami adalah dalam menyatukan pemahaman instruksi yang diterima atlet tenis meja tunanetra saat proses latihan.
Arahan-arahan yang seharusnya digambarkan melalui audio dan visual untuk memudahkan atlet tenis meja menerima arahan pelatih, dalam hal ini tidak bisa digunakan. Pelatih tenis meja tunanetra mengandalkan pesan-pesan yang berbentuk audio, karena indera penglihatan pada tunanetra tidak bisa maksimal, sehingga indera pendengaran menjadi andalan dalam menerima instruksi dari pelatih, oleh karena itu pelatih harus menggunakan arahan yang tepat untuk menyampaikan pesan atau instruksi.
Dalam hal ini pelatih memaksimalkan komunikasi verbal untuk mendeskripsikan sebuah instruksi dengan menggunakan bahasa yang dimengerti agar bisa menyampaikan instruksi yang diberikan kepada atlet tenis meja tunanetra.
Selain itu, sebelum memulai proses latihan, pelatih harus mengidentifikasi dengan cara mengenal karakter, kemampuan teknis, dan kemampuan nalar dalam menerima instruksi yang dimiliki atlet tenis meja tunanetra itu sendiri. Hal tersebut dilakukan untuk membangun sebuah proses komunikasi yang efektif dalam pelatihan tenis meja tunanetra.
Peraturan dan peralatan tenis meja tunanetra sudah dirancang sedemikian rupa dan berbeda dengan tenis meja pada umumnya, tetapi dalam tenis meja tunanetra tetap sulit, karena membutuhkan ketepatan dan kecepatan dalam mengantisipasi bola pingpong yang bergulir di atas meja dalam keadaan mata tertutup, sebab itu indera pendengaran menjadi sangat penting. Yulianto, pelatih tenis meja tunanetra yang menangani atlet-atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi memberikan pernyataan betapa pentingnya pendengaran dalam proses latihan.
“Seorang atlet tenis meja harus betul-betul cerdas, terutama di dalam
pendengaran, kalau hilang atau buyar konsentrasi dia akan kalah dengan lawan.
Maka dari itu saya selalu berpesan harus latihan konsentrasi pendengaran. Jadi
setiap saya melatih, saya akan selalu mengimbau kepada atlet-atlet binaan saya
untuk hal ini, karena percuma kalau punya kemampuan smash keras tapi
pendengarannya kurang”.Komunikasi yang diterapkan oleh pelatih dalam proses pelatihan ini hanya memaksimalkan komunikasi verbal. Komunikasi verbal dalam hal ini berupa arahan soal teknis tenis meja dan motivasi. Adapun suntikan motivasi diberikan agar atlet bertambah keyakinan dalam dirinya untuk dapat memenangkan kejuaraan tertentu. Motivasi berperan penting dalam peningkatan prestasi atlet.
Sementara itu, seorang atlet pada umumnya memiliki tubuh yang sempurna demi menunjang karier dan prestasinya, tetapi bermodalkan indera pendengaran, para atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi dituntut untuk bisa menerima pesan atau instruksi dengan baik yang diberikan oleh pelatih dalam proses komunikasi instruksional.
Gangguan penglihatan tidak menghalangi empat atlet tenis meja untuk mendalami minatnya di bidang olahraga tenis meja tunanetra. Empat atlet tersebut adalah Yanto Sugiharto, Toni Budi Santoso, Sarah Wijaya, dan Iis Wulandari.
Keempat atlet tenis meja tersebut tergabung dalam National Paralympic
Committee (NPC) Kota Bekasi cabang olahraga tenis meja tunanetra. NPC
merupakan organisasi yang mewadahi olahraga penyandang disabilitas di Indonesia dan berwenang mengkoordinasikan kegiatan olahraga prestasi bagi penyandang disabilitas. Organisasi ini bernaung di bawah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan kepengurusannya tersebar di seluruh daerah, salah satunya NPC cabang Kota Bekasi. Cabang olahraga yang biasanya diperlombakan yaitu atletik, catur, bulu tangkis, tenis lapangan, bola basket, dan tenis meja.
Meskipun keterbatasannya dalam penglihatan menimbulkan kesulitan ketika mereka menjalani aktivitas, khususnya sebagai atlet tenis meja, tetapi keempat atlet tersebut pernah meraih medali di berbagai ajang kompetisi olahraga tenis meja tunanetra. Seperti Yanto Sugiharto yang pernah meraih medali emas di kategori single putra pada ajang Pekan Olahraga Nasional (PEPARNAS) ke XIV, Sarah Wijaya pernah meraih medali perunggu di ajang yang sama, Toni Budi Santoso pun mendapatkan medali perak di ajang yang sama, dan Iis Wulandari pernah mendapatkan Medali Perunggu pada Pekan Olahraga Cacat Nasional (PORCANAS) di Kalimantan Timur tahun 2008.
Ada jejak rekam pelatih di belakangnya dalam keberhasilan para atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi. Peran pelatih dalam prestasi atlet sangat strategis karena pelatihlah yang melakukan pembinaan secara langsung terhadap atletnya. Pelatih berperan memberikan instruksi dan memantau perkembangan atlet yang ditanganinya. Seperti yang diungkapkan oleh Pawit M. Yusuf, para pelaksana instruksional di lapangan seperti pelatih atau siapa saja yang pekerjaannya menyampaikan informasi dengan tujuan mengubah perilaku sasaran, perlu mengetahui proses perubahan perilaku yang terjadi pada seseorang atau sasaran
1 secara baik.
Meskipun begitu proses komunikasi instruksional dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan ini tetap berjalan. Pelatih sebagai orang yang menyampaikan instruksi atau pesan (komunikator), dan atlet itu sendiri orang yang menerima pesan atau instruksi dari pelatih (komunikan). Pesan yang ditujukan kepada komunikan dikemas secara khusus untuk menyamakan kesepahaman dalam instruksi-instruksi yang diberikan, demi meningkatkan kemampuan yang dimiliki komunikan, sebab komunikasi instruksional adalah sebuah proses dan kegiatan
1 Pawit M. Yusuf
„Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktek‟ (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) komunikasi yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan nilai tambah bagi
2 pihak sasaran.
Menurut Yulianto, keberhasilan seorang atlet bisa diukur dari medali yang diraih. Agar atlet tenis meja bisa berprestasi, atlet harus mempunyai mental, kedisiplinan, dan skill tenis meja yang mumpuni. Dan medali bukan hal yang mustahil untuk diraihnya. Sejalan dengan apa yang dikatakan Pawit M. Yusuf “Yang akan diukur keberhasilannya adalah pihak sasaran. Sasaran telah memiliki
3 kemampuan yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor”.
Belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pembelajaran. Dalam taksonomi Bloom, tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah, yaitu: Kognitif; berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir. Afektif; berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan nilai. Psikomotorik; berkenaan dengan suatu keterampilan-
4 keterampilan atau gerakan fisik.
Dalam proses pelatihan ini, tidak mudah tentunya untuk membangun sebuah komunikasi instruksional yang padu, dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh atlet tenis meja yang memiliki cacat pada mata. Persaingan yang ketat yang dihadapi pelatih dan atlet tenis meja bukan hanya sekadar kompetisi di tingkat daerah namun bersaing di tingkat nasional. Hal itulah yang membuat peneliti 2 tertarik untuk melakukan penelitian ini.
Pawit M. Yusuf „Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktek‟ (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal 3 2. 4 Ibid, hal 271.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut bagaimana komunikasi instruksional yang dilakukan oleh pelatih dan
atlet tenis meja tunanetra dari ranah kognitif dengan mengadakan penelitian yang
berjudul “Komunikasi Instruksional antara Pelatih dan Atlet Tenis Meja
Tunanetra”.1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagiamana komunikasi pelatih terhadap atlet tenis meja tunanetra di Kota Bekasi ?
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat di identifikasikan sebagai berikut :
1.) Bagaimana proses komunikasi instruksional antara pelatih dan atlet tenis
meja tunanetra?
2.) Bagaimana metode komunikasi instruksional yang dilakukan oleh pealtih
tenis meja tunanetra Kota Bekasi dalam proses latihan?
3.) Bagaimana Komunikasi verbal pelatih dalam menyampaikan pesan kepada
atlet tenis meja Kota Bekasi?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.)
Untuk menegetahui proses komunikasi instruksional anatara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi 2.)
Untuk mengetahui metode komunikasi instruksional pelatiht enismeja Kota Bekasi
3.) Untuk mengetahui komunikasi verbal dalam menyampaikan pesan kepada atlet tenis meja Kota Bekasi
1.5 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini bisa berguna bagi banyak pihak di kemudian hari. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.)
Manfaat Teoritis, dapat menambah pengetahuan dan wawasan, terutama terkait dengan masalah dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan bacaan atau literatur tambahan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik terhadap bidang kajian ini.
2.) Manfaat Praktis, dapat dijadikan bahan masukan mengenai penerapan komunikasi instruksional yang padu antara komunikator dan komunikan, sehingga diharapkan dapat membuat komunikasi instruksional dengan pemahaman yang baik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai teori-teori yang
berhubungan dengan penelitian yang diangkat oleh peneliti, yaitu komunikasi instruksional pelatih dan atlet tenis meja tunanetra.
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa Latin, yaitu cum, kata depan yang artinya dengan atau bersama dengan, dan kata units, kata bilangan yang berarti satu. Kedua kata tersebut kemudian membentuk kata benda
communio , yang dalam bahasa inggris disebut dengan communion, yang berarti
kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, atau hubungan.Karena untuk melakukan communion diperlukan usaha dan kerja, kata communion dibuat kata kerja communicate yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang, tukar menukar, membicarakan sesuatu dengan orang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, percakapan,
5 pertukaran atau hubungan.
5 Kadar Nurjaman & Khairul Umam
„Komunikasi & Public Relation‟ Bandung : Pustaka Setia, 2012) Hal 3 Untuk memperjelas pengertian komunikasi di dalam penelitian ini, berikut adalah pengertian komunikasi menurut beberapa ahli: Pengertian komunikasi secara luas, “komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain.
Komunikasi mecakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan
6 sebentuk komunikasi.
Pakar yang lain juga memberikan definisi tentang komunikasi. Carl I. Hovland berpendapat bahwa komunikasi ialah suatu proses dimana seseorang memindahkan perangsang yang biasanya berupa lambang kata-kata untuk
7 mengubah tingkah laku orang lain.
Pendapat lain mengenai pengertian komunikasi berasal dari Tubbs dan Moss, yakni komunikasi diartikan sebagai proses pembentukan makna diantara dua
8 orang atau lebih.
Sedangkan menurut Everett M. Rogers dalam Mulyana, mendefinisikan “komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu
9
penerima atau lebih, dengan maksud untuk meng ubah tingkah laku mereka”. 6 Definisi lain yang dikemukakan oleh Raymond S. Ross: 7 Supratiknya „Komunikasi Antarpribadi‟ (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hal. 30.
A.W. Widjadja 8 „Ilmu Komunikasi Pengantar Studi‟ (Jakarta : Rineka Cipt, 2000). Hal 26.
Ahmad Sihabudin & Rahmi Winangsih „Komunikasi Antar ManusiaEdisi 1 Bahan Ajar Pengantar Ilmu Komunikasi 9 ‟ (Serang: FISIP Untirta, 2008) Hal 10
Deddy Mulyana „Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar‟ (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.
62.
“Komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol- simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang
10 dimaksudkan komunikator”.
2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi
Berdasarkan yang dibuat pakar komunikasi Harold Laswell, komunikasi memiliki lima unsur yang saling berketergantungan satu sama lain, diantaranya adalah (source), sering juga disebut pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator dan pembicara. Selanjutnya Laswell menyebutkan lima unsur utama komunikasi, yaitu :
1) Sumber (komunikator), yaitu pihak yang beinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber bisa menjadi seorang individu, kelompok, atau bahkan sebuah organisasi. Proses ini dikenal sebagai penyandian (encoding).
2) Pesan, yaitu seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, dan gagasan dari komunikator.
3) Saluran, yaitu alat atau wahana yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran merujuk kepada penyampaian pesan, bisa melalui tatap muka.
10
4) Penerima, yaitu orang yang menerima pesan dari sumber yang biasa disebut dengan sasaran atau tujuan, komunikator, penyandi-balik, khalayak, pendengar, atau penafsir.
5) Efek, yaitu kejadian pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, meliputi penambahan pengetahuan, terhibur, perubahan sikap, perubahan
11
keyakinan, atau perubahan perilaku.2.1.3 Fungsi Komunikasi
Sejumlah pakar komunikasi memiliki pendapat yang berbeda-beda soal fungsi komunikasi. Akan tetapi, semua merujuk pada titik yang sama, yakni menyebarkan informasi untuk memberikan efek tertentu terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator .
Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup sehari-hari, meliputi keselamtan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita pada orang lain, dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan
12 keberadaan suatu masyarakat.
11 Mulyana
„Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar‟ (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 69 – 12 71.
Ibid, hal. 5
2.1.4 Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan melalui tulisan maupun lisan.
Bentuk komunikasi ini memiliki struktur yang teratur dan terorganisasi dengan baik.
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang disadari masuk dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal.
Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan
13 berbagai aspek realitas individual.
Bahasa sebagai suatu sistem simbol atau dapat dibayangkan sebagai kode, yang digunakan untuk membentuk pesan-pesan verbal. Dapat mendifinisikan bahasa sebagai sistem produktif yang dapat dialih-alihkan dan terdiri atas simbol-
13 Mulyana
„Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar‟ (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 237 – simbol yang cepat lenyap, bermakna bebas, serta dipancarkan secara cultural. Berikut adalah sifat bahasa :
a) Produktifitas
Bahasa bersifat produktif , terbuka, dan kreati. Artinya pesan-pesan verbal merupakan gagasan-gagasan baru.
b) Pengalihan
Bahasa mengenal pengalihan (displacement), dapat berbicara mengenai hal- hal yang jauh, baik dari segi tempat maupun waktu. Kita dapat berbicara tentang masa lalu dan masa depan semudah berbicara tentang masa kini, dan kita bisa bebricara tentang hal-hal yang tidak pernah kita lihat
- – tentang manusia duyung, kuda bertanduk, dan makhluk dari planet lain.
c) Pelenyapan cepat
Suara bicara melenyap dengan cepat. Suara harus diterima segera setelah itu dikirimkan atau tidak akan pernah menerimanya. Semua isyarat berangsur- angsur akan melenyap; simbol-simbol tertulis dan bahkan simbol-simbol yang dipahatkan pada batu tidaklah permanen. Tapi, secara relative, isyarat suara barangkali merupakan yang paling tidak permanen diantara semua media komunikasi; inilah yang dimaksud dengan pelenyapan cepat.
d) Kebebasan Makna
Isyarat bahasa mempunyai kebebasan makna (arbitrary); mereka tidak memiliki katakteristik atau sifat fisik dari benda atau hal yang mereka gambrakan. Suatu kata memiliki arti atau makna yang mereka gambarkan karena kitalah yang secara bebas menentukan arti atau maknanya.
Implikasi untuk Komunikasi antar Manusia. Sifat bahasa mempunyai beberapa implikasi penting bagi komunikasi antarmanusia. Berikut ini diberikan beberapa fungsi diantaranya:
e) Kaidah Bahasa dan Produktivitas
Produktivitas memungkinkan kita menciptakan kalimat-kalimat yang belum pernah kita ucapkan sebleumnya secara tak terbatas., tetapi kalimat-kalimat ini harus mengikuti aturan atau kaidah bahasa agar dapat dimengerti orang lain. Makin banyak pesan kita melanggar kaidah bahasa, makin kecil kemungkinan pesan dimengerti orang lain.
f) Kemampuan Berdusta
Dapat berdusta karena mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru (Produktivitas) dan karena pemikiran-pemikiran baru ini tidak terbatas hanya pada apa yang ada dalam lingkungan sekitar (pengalihan). Yang terpenting adalah kenyataan bahwa kalimat yang benar dan kalimat yang dusta mempunyai bentuk yang sama.
g) Kemudahan dimengerti dengan cepat
Karena cepat lenyap, pesan-pesan lisan harus cepat dimengerti; jika tidak mereka akan hilang. Oleh karenanya, kejelasan merupakan elemen terpenting dalam komunikasi lisan (oral). h) Makna dan kebebasan makna
Karena semua simbol bebas diberi makna, perlu menarik makna tidak saja pada kata melainkan juga pada orang yang mengkomunikasikannya. i)
Karena semua simbol linguistik bebas diberi makna, perlu mencari makna tidak saja pada kata-kata melainkan juga pada orang yang mengkomunikasikannya.
14 Selain memiliki sifat, bahasa memiliki fungsi. Menurut Larry L. Barker
dalam Deddy Mulyana, bahasa memiliki tiga fungsi, yaitu :
a.) Penamaan (naming atau labeling)
Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
b.) Interaksi
Fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingunan c.)
Transmisi Informasi Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Fungsi bahasa ini yang disebut fungsi transmisi. Keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa 14 Joseph A. Devito,
„Komunikasi antar Manusia‟ (Jakarta: Profesional Books, 1997), hlm 119 – 121. lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan. Tanpa bahasa tidak mungkin bertukar informasi, tanpa bahasa tidak mungkin
15 menghadirkan semua objek dan tempat untuk rujukan dalam komunikasi.
2.1.5 Proses Komunikasi
Komunikasi tidak pernah terlepas dari sebuah proses, oleh karena itu apakah pesan dapat tersampaikan atau tidak tergantung dari proses komunikasi yang terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh Ruslan bahwa : “Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan- pesan (message) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan tersebut bertujuan (feed back) untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah
16 pihak”.
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu kelompok lain. Lukiati Komala megungkapakan ada lima langkah dalam proses komunikasi, yaitu :
1) Yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation 15 ini merupakan landasan bagi suatu pesan akan disampaikan.
Deddy Mulyana, „Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar‟ (Bandung : PT Rosda Karya, 2005) hlm, 16 243.
Rosady Ruslan „Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi‟ (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 81
2) Dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda- tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi yang diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tertulis ataupun perilaku nonverbal.
3) Dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi
(encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar, ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga ini, mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka. Sumber berusaha untuk membebaskan saluran komunikasi dari gangguan atau hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki. 4)
Perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan encoding, yaitu memberikan penafsiran atau interpretasi terhadap pesan yang disampaikan. Pemahaman merupakan kunci untuk melakukan encoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya penerima yang akan memnentukan bagaimana suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
5) Dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikan kepada penerima. Respon atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat
17 dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
2.2 Komunikasi Instruksional
2.2.1 Pengertian Komunikasi Instruksional
Komunikasi sebagai interaksi psikologis antara dua orang atau lebih berdampak pada berubahnya pengetahuan, sikap dan keterampilan dipihak komunikan, pada saat komunikator membantu upaya perubahan tersebut dengan teknik dan alat tertentu, terangkum dalam komunikasi instruksional.
Istilah instruksional berasal dari kata instruction. Ini bisa berarti pengajaran, pelajaran, atau bahkan perintah atau instruksi. Hal ini bisa lihat pada kamus-kamus bahasa, baik yang umum dalam satu bahasa maupun yang dua bahasa. Memang terdapat beberapa kemungkinan makna dari kata instruksional tersebut karena bergantung pada bidang dan konteks 17 pembahasannya.
Lukiati Komara „Ilmu Komunikas, Perspektif, Proses, dan Konteks‟ (Jatinangor : Widya
Webster‟s Third International Dictionary of the English Language