NILAI-NILAI KEPENDIDIKAN DALAM PENGAMALAN IBADAH PUASA RAMADAN (Kajian Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 183-187) - Test Repository

  

NILAI-NILAI KEPENDIDIKAN DALAM

PENGAMALAN IBADAH PUASA RAMADAN

(Kajian Al- Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 183-187)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

  (S. Pd. I)

Oleh

  

IRSYADUL IBAD

NIM 11111094

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

  

NILAI-NILAI KEPENDIDIKAN DALAM

PENGAMALAN IBADAH PUASA RAMADAN

(Kajian Al- Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 183-187)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

  (S. Pd. I)

Oleh

  

IRSYADUL IBAD

NIM 11111094

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

  

MOTTO

ا فصن موصلا نايملاا فصن برصلاو برصل (

  .ىذمرت ٧٩٩١ :ةرنم ، ١٤٤٧ )

Puasa itu separuh kesabaran dan kesabaran itu separuh iman”.

  

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

  Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang telah membantu mewujudkan mimpiku:

  1. Bapak dan Ibu yang telah memberikan mahkota kasih sayangnya kepadaku dari aku kecil yang tak mengerti apa-apa hingga kini aku mengerti makna hidup.

  2. Kakakku Mahzul Khabib yang selalu memberikan teladan, semangat, dan tawa kebahagiaan dalam mengarungi perjalanan hidup.

  3. Bapak Nurul Huda yang telah memberikan uluran tangannya hingga aku dapat menentukan langkah kebenaran.

  4. Sahabat kampusku Taufiq, Mukhib, dan Saeful yang telah setia menemani dan menjalin persahabatan yang utuh.

  5. Teman-teman PAI C angkatan 2011 seperjuangan yang telah memberikan banyak kenangan.

  

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

  Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikut setianya.

  Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga .

  Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI.

  4. Ibu Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik.

  5. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis skripsi ini.

  6. Bapak ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  

ABSTRAK

Ibad , Irsyadul. 2015. “Nilai-Nilai Kependidikan Dalam Pengamalan Ibadah Puasa Ramadan (Kajian Al- Qur’an Surat al-Baqarah Ayat 183- 187)”. Program Studi S1 PAI Institut Agama Islam Negeri. Pembimbing Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag.

  Kata Kunci: Nilai, Pendidikan, Puasa Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh mulai fajar hingga maghrib, karena mengharap ridho Allah dan menyiapkan diri untuk bertakwa kepada-Nya. Tujuan berpuasa adalah takwa. takwa berarti suatu sikap mental yang tumbuh atas dasar jiwa tauhid dan berkembang dengan ibadah-ibadah yang dilakukan kepada Allah SWT. jadi ia adalah buah dari ibadah.

  Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui nilai-nilai kependidikan dalam al- Qur’an surat al-Baqarah ayat 183-187 ,dan 2) mengetahui implementasi nilai-nilai kependidikan surat al-Baqarah ayat 183-187 dalam kehidupan sehari- hari.

  Penelitian ini menggunakan metode library research, yaitu penelitian dimana objek penelitiannya digali dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, kitab-kitab tafsir serta sumber-sumber yang berkenaan dengan permasalahan yang ada. Dalam penarikan kesimpulan penulis menggunakan metode tahlili. Metode tahlili adalah metode analisis yang terdiri atas pendekatan induktif, pendekatan deduktif, dan mun

  āsabah.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam puasa ramadan terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan. Adapun nilai-nilai pendidikan pada ibadah puasa yaitu dapat melatih untuk bersifat sabar, ibadah puasa menanamkan rasa kasih sayang, ibadah puasa mendidik seseorang untuk bersikap jujur, ibadah puasa melatih kedisiplinan, dan ibadah puasa mendidik sikap amanah. Setelah ibadah puasa dilaksanakan selama satu bulan maka nilai-nilai pendidikan akhlak pada ibadah puasa harus terus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dimana sifat sabar, rasa kasih sayang terhadap sesama, jujur dan sikap disiplin harus terus tertananam dalam diri seseorang.

  DAFTAR ISI

  Sampul ..............…………………………………………………..……. i Halaman

  Berlogo …………………………………………………..…. ii Halaman Judul …………………………………………………..…….. iii Halaman Persetujuan Pembimbing

  ……………………………..……… iv Halaman Pengesahan Kelulusan

  ………………………………………. v Halaman Pernyataan Keaslian Tulisan

  ………………………………… vi Halaman Motto............................... …………………………………….. vii Halaman Persembahan....................

  …………………………………….. viii Kata Pengantar

  …………………………………………………………. ix Abstrak

  …………………………………………………………………. xi Daftar Isi ……………………………………………………………….. xii Daftar Lampiran ......................................................................................... xv

  BAB 1 PENDAHULUAN ……… ……………………………………… 1 A.

  Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………..... 4 C. Tujuan Penelitian.. .……………………………………………… 5 D.

  Manfaat Penelitian ...……………………………………………. 5 E. Definisi Operasional ...................................................................... 6

  F.

  Metode Penelitian .......................................................................... 8 G.

  Sistematika Penulisan ................................................................... 12

  BAB II KOMPILASI AYAT TENTANG IBADAH PUASA RAMADAN 13 A. Surat al-Baqarah ayat 183............................................................... 13 B. Surat al-Baqarah ayat 184............................................................... 16 C. Surat al-Baqarah ayat 185............................................................... 19 D. Surat al-Baqarah ayat 186............................................................... 22 E. Surat al-Baqarah ayat 187............................................................... 25 BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH ……………........... 28 A. Asbabun Nuzul …………………..…………………..................... 28 1.

  Surat al-Baqarah ayat 184......................................................... 30 2. Surat al-Baqarah ayat 186......................................................... 31 3. Surat al-Baqarah ayat 187......................................................... 32 B. Munasabah ……………………………………............................. 33 1.

  Munasabah Surat al-Baqarah ayat 183-187 dengan Ayat Sebelumnya............................................................................... 35 2. Munasabah Surat al-Baqarah ayat 183-187 dengan Ayat

  Sesudahnya................................................................................ 38

  BAB IV PEMBAHASAN …………........................................................... 40 A.

  Pandangan Beberapa Ahli Tafsir Terhadap Surat al-Baqarah Ayat 183-187............................................................................................ 40 1.

  Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 183.............................................. 40 2. Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 184.............................................. 42

  3. Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 185.............................................. 46 4.

  Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 186.............................................. 54 5. Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 187.............................................. 58 B. Nilai–Nilai Kependidikan Dalam Pengamalan Ibadah Puasa

  Ramadan Surat al-Baqarah ayat 183-187....................................... 70 C. Implementasi Nilai-Nilai Kependidikan Surat Al-Baqarah Ayat

  183-187 Dalam Kehidupan Sehari-Hari.......................................... 76

  BAB V PENUTUP ……………….…………………………………….... 81 A.

  Kesimpulan ……..……………………………………………....... 81 1.

  Nilai-Nilai Kependidikan Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 183-187.............................................................................. 81 2. Implementasi Nilai-Nilai Kependidikan Surat Al-Baqarah Ayat

  183-187 Dalam Kehidupan Sehari-Hari.................................... 81 3. Saran …………………………………………………………....... 82

  DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

  DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS NOTA PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR KONSULTASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Shiyām/shaum menurut lughah (bahasa) berasal dari kata shāma artinya

  menahan diri atau berhenti dari melakukan sesuatu, sedangkan menurut

  syara’

  (fiqih/hukum) adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh mulai fajar hingga maghrib, karena mengharap ridho Allah dan menyiapkan diri untuk bertakwa kepada-Nya dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah dan mendidik kehendak (Muhammad Amin Suma, 1997: 73). Puasa ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunah. Sebagai contoh : puasa 3 hari pada pertengahan bulan oleh Nabi Nuh, sehari puasa sehari tidak oleh Nabi Dawud, puasa 40 hari oleh Nabi Musa dan puasa Ramadan. Pengakuan bahwa puasa telah biasa dilakukan atau diwajibkan kepada ummat terdahulu menunjukkan dua hal, pertama: legitimasi teologis (tekstual) yaitu merupakan ajaran Allah swt untuk peningkatan kualitas diri, dan kedua: legitimasi budaya (kontekstual) yaitu merupakan nilai luhur yang sudah membudaya dalam masyarakat sebelum Islam (Asrori, 2012: 7).

  Tujuan berpuasa adalah takwa. Tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan pemeluknya untuk takwa kecuali Islam. Dari Islamlah lahir istilah takwa ini yang sekarang istilah ini telah dipakai secara meluas dalam masyarakat. Sesungguhnya takwa berarti suatu sikap mental yang tumbuh atas dasar jiwa tauhid dan berkembang dengan ibadah-ibadah yang dilakukan kepada Allah SWT. jadi ia adalah buah dari ibadah.

  Puasa bulan Ramadan telah difardhukan pada bulan

  Sya’ban tahun ke 2

Hijriah . Sebelum itu amalan puasa sudah biasa dilakukan di kalangan umat

  terdahulu dan Ahli kitab yang sezaman dengan Nabi. Hal ini berdasarkan firman Allah di dalam Surah al ‐Baqarah, ayat 183:

  َن وُقَّ تَ ت ْمُكَّلَعَل ْمُكِلْبَ ق نِم َنيِذَّلا ىَلَع َبِتُك اَمَك ُماَيِّصلا ُمُكْيَلَع َبِتُك ْاوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

  Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. al- Baqarah, 2: 183) Pada permulaan Islam, puasa dilakukan tiga hari pada setiap bulan.

  Kemudian pelaksanaan itu dinasakh oleh puasa pada bulan Ramadan, dan dikatakan bahwa puasa itu senantiasa disyariatkan sejak zaman Nuh hingga Allah menasakh ketentuan itu dengan puasa Ramadan. Puasa diwajibkan atas mereka dalam waktu yang lain, sehingga apabila salah seorang dari mereka shalat isya kemudian tidur, maka sesudah itu haram baginya makan, minum, dan berjima, serta perbuatan sejenisnya. Kemudian Allah menjelaskan hukum puasa sebagairnana yang berlaku pada permulaan Islam.

  Puasa dalam bahasa Arab adalah

  shiyām, yang berasal dari akar kata

  sesuai (Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2003: 1195)

  • – -

  َماَص اًمْوَص ُمْوُصَي

  artinya menahan diri dari segala sesuatu. Dalam sebuah hadis, Nabi telah meletakkan nilai yang sebenarnya tentang puasa.

  ا َذِإَف ، يِصاَعَمْلا َنِم َماَيِّصلا َّنِكَلَو ، ِباَرَّشلا َنِم لاَو ِماَعَّطلا َنِم َسْيَل َماَيِّصلا َّنِإَف ، َماَيِّصلا اوُّفِعَأ :ةرنم ، ٧٩٩١ .دواد وبأ(

  ٌمِئاَص ِّنِِّإ : ْلُقَ يْلَ ف ، ُهَمَتَش ْوَأ ٌلُجَر ِهْيَلَع َلِهَجَف ْمُكُدَحَأ َماَص ) ٠٥٦٢

  Artinya: Sucikanlah puasa, karena puasa itu bukan sekedar menahan diri dari makan dan minum saja namun puasa adalah menahan diri dari maksiat, dan jika pada suatu hari seseorang berpuasa lalu ada orang lain mencelanya atau mencacinya maka katakanlah: saya sedang berpuasa.

  Dalam al- Qur’an terdapat ajaran tentang kebebasan dan tanggung jawab serta memelihara nilai-nilai keutamaan. Keutaman yang diberikan bukan karena bangsanya, warna kulit, kecantikan, perawakan, harta, pangkat, derajat, jenis profesi dan kasta sosial atau ekonominya. Akan tetapi semata-mata karena iman, takwa, akhlak, ketinggian ilmu dan akalnya, juga karena kesediaan untuk menimba ilmu pengetahuan yang beragam (Omar, 1979: 107).

  Seperti tersebut dalam al- Qur’an Surat al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:

  نِإ اَّنِإ ِه ٰ للا

  نِّم رَكَذ َدنِع

  مُكٰنْقَلَخ اَهُّ يَأٰي ْم اوُفَراَعَ تِل اًبوُعُش ْمُكٰنْلَعَجَو ىَثنُأَو ُكَمَرْكَأ َلِئاَبَ قَو ُساَّنلا َّنِإ

  َه ٰ للا ٌيِبَخ ٌميِلَع ْمُكَقْ تَأ

  Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. al-Hujurat, 49: 13).

  Dari sini jelas bahwa Allah SWT menciptakan manusia itu pada dasarnya sama. Allah tidak akan memandang manusia itu dari pangkat, derajat, harta maupun kedudukanya melainkan dari tingkat ketakwaannya. Dari segi pendidikan, puasa menumbuhkan disiplin jiwa, moril dan semangat sosial yang kuat. Puasa mulai memberikan dasar latihan untuk menahan makan, minum dan bersenggama yang bersifat jasmaniah, kemudian puasa membentuk kesadaran hidup manusia yang lebih tinggi, menjulang dan menerobos kedalam alam kehidupan rohani manusia, untuk menghidupkan manusia ke dalam alam terang-benderang. Maka puasa yang dilakukan dengan sebenar-benarnya puasa adalah latihan mental dan fisik, mendidik manusia berwatak dan berakhlak mulia, dengan demikian terciptalah insan yang takwa.

  Di dalam surat al-Baqarah ayat 183-187 terdapat nilai-nilai kependidikan yang berkaitan dengan pengamalan ibadah puasa ramadan.

  Dengan demikian penulis ingin mengkaji tentang “Nilai-Nilai Kependidikan Dalam Pengamalan Ibadah Puasa Ramadan”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas maka yang menjadi masalah pokok dalam bahasan ini adalah:

1. Apa sajakah nilai-nilai kependidikan yang terkandung dalam surat al-

  Baqarah ayat 183-187? 2. Bagaimanakah implementasi nilai-nilai kependidikan surat al-Baqarah ayat 183-187 dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan Penelitian

  Bedasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menentukan tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui nilai-nilai kependidikan yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183-187.

  2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai kependidikan surat al-Baqarah ayat 183-187 dalam kehidupan sehari-hari.

D. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi: 1.

  Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan mengenai konsep nilai-nilai kependidikan yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183-187.

2. Manfaat praktis

  Dapat bermanfaat bagi para pendidik dalam menetapkan tujuan pendidikan dan upaya pencapaian tujuan pendidikan dalam pengamalan ibadah puasa ramadan.

E. Definisi Operasional

  Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran judul serta istilah yang ada dalam judul skripsi ini, maka perlu dikemukakan maksud dari kata-kata yang ada, agar dapat dipahami dan beberapa peristilahan yang dipakainya juga perlu dibatasi terlebih dahulu.

1. Nilai

  Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga preferensinya tercermin dalam prilaku, sikap, dan perbuatan-perbuatannya (Maslikhah, 2009: 106). Nilai adalah sifat-sifat yang penting/berguna bagi kemanusiaan misal, budaya yang dapat menunjang kesatuan bangsa harus dilestarikan (kamus umum bahasa Indonesia, 1982: 677) 2. Pendidikan

  P endidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan” yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani yaitu Paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini diterjemahkan Tarbiyah yang berarti pendidikan (Ramayulis, 2002: 1).

  Sedangkan dalam arti luas pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segalasituasi kegiatan kehidupan, yang kemudian mendorong segala potensi yang ada di dalam diri individu (Suhartono, 2006: 79).

3. Pengamalan Ibadah Puasa Ramadan

  Pengamalan adalah dari kata amal, yang berarti perbuatan, pekerjaan, segala sesuatu yang dikerjakan dengan maksud berbuat kebaikan. Dari pengertian di atas, pengamalan berarti sesuatu yang dikerjakan dengan maksud berbuat kebaikan, dari hal di atas pengamalan masih butuh objek kegiatan (W. J. S. Poerwadarminta, 1985: 33).

  Ibadah berasal dari kata yang berarti tunduk,

  • ًةَداَبِع

  ُدُبْعَ ي َدَبَع patuh dan merendahkan diri (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 951).

  Pengertian ibadah menurut Hasby Ash Shiddieqy (2000: 5) yaitu segala ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat.

  Ramadan berasal dari akar kata yang berarti panas yang

  َضَمَر

  menyengat (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 570). Ramadan merupakan bulan yang kesembilan dalam tahun Qomariyah. Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab kala itu untuk memindahkan suatu istilah kedalam bahasa mereka yang sesuai dengan keadaan. Pada bulan kesembilan suhu disana amat panas, sehingga mereka menyebutnya bulan Ramadan (Irfan Supandi, 2008: 276).

  Dengan demikian pengamalan ibadah puasa ramadan adalah melakukan perbuatan, pekerjaan yang berupa ibadah puasa ramadan dengan maksud memperoleh ridha dari Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat.

4. Surat al-Baqarah Ayat 183-187

  Surat al-Baqarah (Sapi Betina) adalah surat ke dua setelah surat al- Fatihah dalam susunan al-

  Qur’an yang terdiri dari 286 ayat, termasuk dalam golongan surat-surat Madaniyyah dan merupakan surat yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surat-surat yang ada dalam al-

  Qur’an (Depag RI, 2003: 51). Adapun ayat 183-187 menerangkan tentang perintah untuk menunaikan ibadah puasa ramadan.

F. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (Library Research), yang pengumpulan datanya diperoleh dengan penelusuran buku-buku dan menelaahnya (Sutrisno Hadi, 2004: 11).

2. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu al-

  Qur’an dan terjemahnya, kitab Tafsir al-Misbah, kitab Tafsir Ibnu Katsir, kitab Tafsir Muyassar dan sumber data sekunder yaitu buku-buku yang relevan dengan permasalahan. Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti , sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian.

3. Teknik Analisis Data

  Menurut Miles & Huberman (1992: 16), analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi.

  a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan. Dalam reduksi data ini, penulis meninjau ulang data-data yang telah diperoleh, kemudian memilah-milah data yang menjadi pokok permasalahan. Di samping itu juga, penulis memilih sumber-sumber lain yang dianggap menunjang penelitian ini, diantaranya adalah buku-buku yang berkaitan dengan nilai-nilai kependidikan dalam pengamalan ibadah puasa ramadan.

  b. Penyajian Data Penyajian data menurut Miles & Huberman membatasi suatu

  “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penyajian data ini, penulis akan menganalisis kandungan surat al-Baqarah ayat 183-187, kemudian mencari relevansinya dengan nilai-nilai kependidikan dalam pengamalan ibadah puasa ramadan.

  c. Menarik Kesimpulan Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan- kesimpulan tersebut diperoleh melalui verifikasi selama penelitian berlangsung.

  Dalam penarikan kesimpulan penulis menggunakan metode . Metode tahlili adalah metode yang menjelaskan ayat-ayat al-

  tahlili

  Quran dengan meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, mulai dari uraian makna kosa kata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antar surat (

  munāsabah), dengan bantuan latar

  belakang turunnya ayat (

  asbābun nuzūl), riwayat-riwayat yang berasal

  dari Nabi SAW, Sahabat dan Tabi’in (Abdul Hayy Farmawi, 1977: 24). Metode analisisnya terdiri atas pendekatan induktif, pendekatan deduktif, dan

  munāsabah.

  1) Pendekatan Induktif

  Pendekatan induktif ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum (going from specific to the general).

  Berangkat dari hasil analisa kandungan surat al-Baqarah ayat 183-187, kemudian dapat ditarik kesimpulan yang merupakan esensi dari kandungan surat al-Baqarah ayat 183-187 dan keterkaitannya dengan nilai-nilai kependidikan dalam pengamalan ibadah puasa ramadan.

  2) Pendekatan Deduktif

  Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan

  (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan.

  Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus (going

  from the general to the specific ).

  Berdasarkan data yang diperoleh, penulis menganalisa nilai- nilai kependidikan dalam pengamalan ibadah puasa ramadan secara umum, untuk kemudian menggolongkannya secara khusus berdasarkan kandungan surat al- Baqarah ayat 183-187.

  3) Analisis Munasabah Kata munāsabah berasal dari

  • ًةَبَسَاَنُم َبِساَنُ ي َبَساَن

  artinya patut, sesuai (Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 1878). Secara etimologi,

  munāsabah berarti persesuaian, hubungan

  atau relevansi sedang secara terminologi,

  munāsabah adalah ilmu

  untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al- Qur’an yang mulia (Abdul Djalal, 2000: 154). Jadi munāsabah merupakan hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum dan sesudahnya.

  Sesuai dengan analisis yang penulis gunakan, penulis dalam penelitian ini menggunakan berbagai referensi dan berusaha menjelaskan makna yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183-187 secara berurutan dari ayat ke ayat berikutnya, dan juga mengungkapkan arti kosa katanya, sebab turunnya, serta

  munāsabah

  (korelasi) surat al-Baqarah ayat 183-187 dengan surat atau ayat sebelum atau sesudahnya. G.

  Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah dipahami. Adapun sistematika akan penulis jelaskan sebagai berikut:

  Bab I pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab II kompilasi ayat berisi tentang surat al-Baqarah ayat 183-187, dan pokok-pokok isi kandungannya. Bab III asb ābun nuzūl dan munāsabah berisi tentang sejarah turunnya surat al-Baqarah ayat 183-187 dan keterkaitan atau hubungan antara ayat-ayat dalam al- Qur’an dari surat al-Baqarah ayat 183-187.

  Bab IV pembahasan berisi tentang pendapat para Mufasir, penjabaran nilai-nilai kependidikan yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183-187 dan implementasi nilai-nilai kependidikan surat al-Baqarah ayat 183-187 dalam kehidupan sehari-hari.

  Bab V penutup skripsi yang terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup.

BAB II KOMPILASI AYAT TENTANG IBADAH PUASA RAMADAN 1. Surat al-Baqarah ayat 183

  َن وُقَّ تَ ت ْمُكَّلَعَل ْمُكِلْبَ ق نِم َنيِذَّلا ىَلَع َبِتُك اَمَك ُماَيِّصلا ُمُكْيَلَع َبِتُك ْاوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

  Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. al-Baqarah, 2: 183) berasal dari akar kata (Ibnu Mandzur, jilid 13,

  • – اًناَْيمِإ ْاوُنَمآ ُنِمْؤُ ي َنَمآ

  1992: 22) yang berarti mempercayai dari tsulatsi mujarrod

  اًنْمَا ُنِمْأَي َنِمَا

  yang berarti aman (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 44) dan

  • – -

  ُنُمْأَي َنُمَا

  (Ibnu Mandzur, jilid 13, 1992: 22) yang artinya penunjuk jalan. Pada

  ًةَنَامَا

  ayat ini, sebelum Allah mewajibkan puasa, Allah berkata kepada umat Nabi Muhammad “wahai orang-orang yang beriman”. Panggilan tersebut menunjukan bahwa ayat ini termasuk ayat madaniyah. berasal dari akar kata yang berarti menjadi

  • – - َنوُقَّ تَ ت ىَقَّ تِا ًءاَقِّ تِا ِىقَّتَ ي

  orang yang bertakwa dan berasal dari tsulatsi mujarrod

  • – - ًةَياَقِو

  ىِقَي ىَقَو artinya menjaga (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 1684). Dalam penutup ayat ini, Allah memberitahukan kepada kita bahwa tujuan yang paling esensi dari syari’at puasa adalah pembentukan pribadi yang bertakwa, dengan cara menahan hawa nafsu dari keinginan-keinginan yang dapat membatalkan puasa (Kholiq Hasan, 2008: 252).

  Ash- Shiyām dari segi bahasa berarti menahan diri dari melakukan

  sesuatu, baik perbuatan maupun perkataan. Dari segi terminologi berarti menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri, dan segala yang membatalkan lainnya mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari karena Allah SWT.

  Para ulama banyak memberikan uraian tentang hikmah berpuasa, misalnya: untuk mempertinggi budi pekerti, menimbulkan kesadaran dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, orang-orang lemah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, melatih jiwa dan jasmani, menambah kesehatan dan lain sebagainya.

  Uraian seperti di atas tentu ada benarnya, walaupun tidak mudah dirasakan oleh setiap orang. Karena perasaan lapar, haus dan lain-lain yang ditimbulkan oleh sebab berpuasa itu, bukanlah selalu mengingatkan kepada penderitaan orang lain, malah bisa mendorongnya untuk mencari dan mempersiapkan bermacam-macam makan pada siang hari untuk melepaskan lapar dan dahaganya di kala berbuka pada malam harinya. Begitu juga tidak akan mudah dirasakan oleh setiap orang berpuasa, bahwa puasa itu membantu kesehatan, walaupun para dokter yang memberikan penjelasan secara ilmiah, bahwa berpuasa memang benar-benar dapat menyembuhkan sebagian penyakit, tetapi ada pula penyakit yang tidak membolehkan berpuasa. Kalau diperhatikan perintah berpuasa bulan Ramadan ini, maka pada permulaan ayat 183 secara langsung Allah menunjukkan perintah wajib itu kepada orang-orang yang beriman.

  Orang yang beriman akan patuh melaksanakan perintah berpuasa dengan sepenuh hati, karena ia merasa kebutuhan jasmaniah dan rohaniah adalah dua unsur yang pokok bagi kehidupan manusia yang harus diperkembangkan dengan bermacam-macam latihan, agar dapat dimanfaatkan untuk ketenteraman hidup yang bahagia di dunia dan akhirat.

  Pada ayat 183 ini Allah mewajibkan puasa kepada semua manusia yang beriman, sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum mereka supaya mereka menjadi orang yang bertakwa. Jadi puasa ini sungguh penting bagi kehidupan orang-orang yang beriman. Kalau kita selidiki macam-macam agama dan kepercayaan pada masa kita sekarang ini, dapat dipastikan bahwa kita akan menjumpai bahwa puasa salah satu ajaran yang umum untuk menahan hawa nafsu dan lain sebagainya.

  Perintah berpuasa diturunkan pada bulan

  Sya’ban tahun kedua

Hijriyah di mana Nabi Besar Muhammad saw. mulai membangun

  pemerintahan yang berwibawa dan mengatur masyarakat baru, maka dapatlah dirasakan, bahwa puasa itu sangat penting artinya dalam membentuk manusia-manusia yang dapat menerima dan melaksanakan tugas-tugas besar dan suci (Departemen Agama RI, 2009: 271).

2. Surat al-Baqarah ayat 184

  ُهَنوُق يِطُي َنيِذَّلا ىَلَعَو رَخُأ ماَّيَأ ْنِّم ٌةَّدِعَف رَفَس ىَلَع ْوَأ ًاضيِرَّم مُكنِم َناَك نَمَف تاَدوُدْعَّم ًاماَّيَأ َنو ُمَلْعَ ت ْمُتنُك نِإ ْمُكَّل ٌرْ يَخ ْاوُموُصَت نَأَو ُهَّل ٌرْ يَخ َوُهَ ف ًاْيَخ َعَّوَطَت نَمَف ينِكْسِم ُماَعَط ٌةَيْدِف

  Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari hari yang lain. Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya wajib membayar

  fidyah , yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan

  kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya. Dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS. al-Baqarah, 2: 184). berasal berasal dari akar kata (Ibnu Mandzur,

  • – - اًّدَع َّدَع تاَدوُدْعَم ُّدُعَ ي

  jilid3, 1992: 281) artinya berbilangan. Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa syariat puasa yang harus dijalankan oleh umat nabi muhammad tidak diwajibkan dalam satu tahun penuh, melainkan hanya pada bilangan hari- hari tertentu di bulan ramadan (Kholiq Hasan, 2008: 252). berasal dari kata artinya jatuh sakit

  • – - اًضْيِرَم اًنَضْرَم ُضِمْرَ ي َضِرَم

  (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 1421). Sedangkan berasal dari akar

  رَفَس

  kata (Ibnu Mandzur, jilid 4, 1992: 367) artinya perjalanan

  • – َس اًرْفَس ُرِفْسَي َرَف

  (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 1684). al- Qur’an menetapkan rukhsah bagi orang yang sakit dan musafir, sebagai rahmat dari Allah SWT. Yang di anugrahkan kepada hamba-Nya yang beriman, sebagai kemudahan bagi mereka. Penyakit yang dapat mendatangkan rukhsah adalah penyakit yang menyebabkan orang berpuasa menjadi payah dan penyakitnya semakin parah, atau terlambat masa sembuhnya (Yusuf Qardhawi, 2006: 85).

  Pada ayat 184 dan permulaan ayat 185, Allah menerangkan bahwa puasa yang diwajibkan itu ada beberapa hari yaitu pada bulan Ramadan menurut jumlah hari bulan Ramadan itu (29 atau 30 hari). Nabi Besar Muhammad SAW semenjak turunnya perintah puasa sampai wafatnya, beliau selalu berpuasa di bulan Ramadan selama 29 hari, kecuali satu kali saja bulan Ramadan genap 30 hari.

  Sekalipun Allah swt. telah mewajibkan puasa pada bulan Ramadan kepada semua orang yang beriman, namun Allah Yang Maha Bijaksana memberikan keringanan kepada orang-orang yang sakit dan musafir untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadan dan menggantinya pada hari-hari lain di luar bulan tersebut. Pada ayat tersebut tidak diperincikan jenis/sifat batasan dan kadar sakit dan musafir itu, sehingga para ulama memberikan hasil ijtihadnya masing-masing antara lain sebagai berikut:

  1. Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit dan musafir tanpa membedakan sakitnya itu berat atau ringan demikian pula perjalanannya, jauh atau dekat, sesuai dengan bunyi ayat ini. Pendapat ini dipelopori oleh Ibnu Sirin dan Daud Az-Zahiri.

  2. Dibolehkan tidak berpuasa bagi setiap orang yang sakit yang benar- benar merasa kesukaran berpuasa, karena sakitnya. Ukuran kesukaran itu diserahkan kepada rasa tanggung jawab da keimanan masing- masing. Pendapat ini dipelopori oleh sebagian ulama tafsir.

  3. Dibolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sakit dan musafir dengan ketentuan-ketentuan, apabila sakit itu berat dan akan mempengaruhi keselamatan jiwa atau keselamatan sebagian anggota tubuhnya atau menambah sakitnya bila ia berpuasa. Juga bagi orang- orang yang musafir, apabila perjalanannya itu dalam jarak jauh, yang ukurannya paling sedikit ialah 16 farsakh (kurang lebih 80 km).

  4. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai perjalanan musafir, apakah dengan berjalan kaki, atau dengan apa saja, asalkan tidak untuk mengerjakan perbuatan maksiat. Sesudah itu Allah menerangkan lagi pada pertengahan ayat 184 yang terjemahannya, "Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar

  fidyah , (yaitu) memberi makan orang miskin."

  Menurut bunyi ayat itu, siapa yang benar-benar merasa berat menjalankan puasa, maka ia boleh menggantinya dengan fidyah, walaupun ia tidak sakit dan tidak musafir. Termasuk orang-orang yang berat mengerjakan puasa itu ialah: 1.

  Orang tua yang tidak mampu berpuasa, bila ia tidak berpuasa diganti dengan fidyah.

  2. Wanita hamil dan yang sedang menyusui.

  3. Orang-orang sakit yang tidak sanggup berpuasa dan penyakitnya tidak ada harapan akan sembuh, hanya diwajibkan membayar fidyah.

  4. Mengenai buruh dan petani yang penghidupannya hanya dari hasil kerja keras dan membanting tulang setiap hari, dalam hal ini ulama fikih mengemukakan pendapat sebagai berikut: a.

  Imam Al-Azra`i telah memberi fatwa "sesungguhnya wajib bagi orang-orang pengetam padi dan sebagainya dan yang serupa dengan mereka, berniat puasa setiap malam Ramadan. Barang siapa (pada siang harinya) ternyata mengalami kesukaran atau penderitaan yang berat, maka ia boleh berbuka puasa. Dan kalau tidak demikian, ia tidak boleh berbuka.

  b.

  Kalau seseorang yang pencariannya tergantung kepada suatu pekerjaan berat untuk menutupi kebutuhan hidupnya atau kebutuhan hidup orang-orang yang harus dibelanjainya di mana ia tidak tahan berpuasa maka ia boleh berbuka di waktu itu (dengan arti harus berpuasa sejak pagi). Akhir ayat 184 ini menjelaskan orang yang dengan rela hati mengerjakan kebajikan dengan membayar fidyah lebih dari ukurannya atau memberi makan lebih dari seorang miskin, maka perbuatan itu baik baginya. Sesudah itu Allah menutup ayat ini dengan menekankan bahwa berpuasa itu lebih baik daripada tidak berpuasa (Departemen Agama RI, 2009: 272).

3. Surat al-Baqarah ayat 185

  

ُمُكن ِم َدِهَش نَمَف ِناَقْرُفْلاَو ىَدُْلْا َنِّم تاَنِّ يَ بَو ِساَّنلِّل ىًدُه ُنآْرُقْلا ِهيِف َلِزنُأ َيِذَّلا َناَضَمَر ُرْهَش

َلاَو َرْسُيْلا ُمُكِب ُه للا ُديِرُي َرَخُأ ماَّيَأ ْنِّم ٌةَّدِعَف رَفَس ىَلَع ْوَأ ًاضيِرَم َناَك نَمَو ُهْمُصَيْلَ ف َرْهَّشلا نوُرُكْشَت ْمُكَّلَعَلَو ْمُكاَدَه اَم ىَلَع َه للا ْاوُرِّ بَكُتِلَو َةَّدِعْلا ْاوُلِمْكُتِلَو َرْسُعْلا ُمُكِب ُديِرُي

  Artinya: Bulan Ramadan adalah, bulan yang di dalamnya diturunkan Al qur

  ’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggatinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.(QS. al-Baqarah, 2: 185) berasal dari akar kata artinya

  • – - َدِهَش

  َدِهَش ًةَداَهَش ُدَهْشَي

  menyaksikan (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 799). Kata hadir dalam bulan Ramadan artinya tidak sedang bepergian. Maka siapa saja yang hadir pada bulan Ramadan tersebut, ia wajib berpuasa. Karena ayat ini masih bersifat umum, maka Allah memberikan pengkhususan bagi orang-orang yang sakit atau sedang bepergian.

  berasal dari akar kata artinya

  ْاوُلِمْكُت لااَمْكِا ُلِمْكُي َلَمْكَأ

  menyempurnakan (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 1320) dan berasal dari

  

tsulatsi mujarrod (Ibnu Mandzur, jilid 11, 1992: 598)

  • – - ًلاْوُمُك ُلُمْكَي َلُمَك yang berarti sempurna.

  Dalam ayat tersebut menjelaskan “hendaklah kamu mencukupkan bilangan” bukan “menyempurnakan bulan” sehingga dapat dipahami bahwa seorang mukmin harus menyempurnakan bilangan puasa Ramadan, termasuk hari-hari yang ditinggalkan oleh orang-orang yang udzur (Kholiq Hasan, 2008: 255).

  Ayat ini menerangkan bahwa pada bulan Ramadan, al- Qur’an diwahyukan, yaitu pada malam Qadar. Ayat ini juga menjelaskan puasa yang diwajibkan ialah pada bulan Ramadan. Untuk mengetahui awal dan akhir bulan Ramadan Rasulullah SAW telah bersabda:

  ، ٧٩٩١ ،ىرابخ( َينِث َلََث َناَبْعَش َةَّدِع اوُلِمْكَأَف ْمُكْيَلَع َِّبُِّغ ْنِإَف ِهِتَيْؤُرِل اوُرِطْفَأَو ِهِتَيْؤُرِل اوُموُص ) ٧١٧٦ :ةرنم

  Artinya: Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Sya'ban menjadi tiga puluh.

  Mengenai situasi bulan yang tertutup baik karena keadaan cuaca, atau memang karena menurut hitungan falakiyah belum bisa dilihat pada tanggal 29 malam 30

  Sya’ban, atau pada tanggal 29 malam 30 Ramadan, berlaku